• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat mendapatkan informasi yang akurat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. masyarakat mendapatkan informasi yang akurat."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Semua orang pasti akan membutuhkan informasi untuk menjalani hidup. Salah satu media yang dapat menyampaikan informasi yang kita butuhkan adalah melalui kegiatan jurnalistik, baik cetak maupun elektronik. Pada setiap kegiatan yang dilakukan oleh para jurnalis dituntut untuk mencari fakta yang terjadi agar masyarakat mendapatkan informasi yang akurat.

Sebelum menghadirkan informasi yang akan disajikan kepada masyarakat, jurnalis melakukan kegiatan jurnalistik yang terlihat sederhana, yaitu hanya menulis dan menyiarkan informasi kepada khalayak. Pada kenyataanya, kegiatan jurnalistik sebenarnya sangat komplek dan rumit. Hal ini dikarenakan, bukan saja kegiatan jurnalistik melibatkan suatu institusi yang sekarang berkembang besar, yakni media massa cetak maupun elektronik, dikatakan rumit disebabkan karena kegiatan ini bergerak dalam domain sistem sosial, yakni masyarakat. Di satu sisi harus membawa nilai-nilai jurnalistik yang diamanatkan masyarakat bukan hanya nilai-nilai kebebasan dan kemerdekaan berekspresi, tetapi juga bertanggungjawab serta nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan objektivitas.

Salah satu tugas utama jurnalis adalah menyajikan berita secara obyektif. Hal ini dikarenakan fungsi pers sebagai alat bagi masyarakat dalam memperoleh suatu informasi. Jurnalisme objektif adalah mustahil, dimana semua karya jurnalistik pada dasarnya subjektif. Nilai-nilai subjektif seorang wartawan terkadang ikut mempengaruhi semua proses kerja jurnalistik yakni mulai dari

(2)

pencarian berita, peliputan, penulisan hingga penyuntingan berita. Hal ini berbanding terbalik dengan pernyataan Everette E Deniss yang menyatakan bahwa jurnalisme objektif bukan sesuatu yang mustahil, karena pada dasarnya semua proses kerja jurnalistik dapat diukur dengan nilai-nilai objektif.1 Misalnya saja memisahkan fakta dan opini, menghindari pandangan emosional dalam melihat peristiwa dan memberikan prinsip keseimbangan dan keadilan, serta melihat suatu peristiwa dari kedua sisi.

Objektivitas dalam jurnalisme memang tak mungkin mencapai tingkat sempurna, Itu sebabnya, kompetensi dan profesionalitas wartawan harus terus ditingkatkan. Objektivitas secara bertahap dimengerti bukan hanya sebagai gaya penulisan berita impersonal yang berimbang melainkan juga mewakili tuntutan jurnalisme yang lebih luas bagi posisinya di dalam masyarakat, yakni sebagai pihak ketiga yang tidak memihak, serta sebagai pihak yang berbicara demi kepentingan umum.

Media massa dalam melakukan produksi berita boleh jadi dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain berupa kebijakan redaksional tertentu mengenai kekuatan politik, kepentingan politik para pengelola media, relasi media dengan sebuah kekuatan politik tertentu. Sementara faktor eksternal berupa tekanan pasar pembaca atau pemirsa, sistem politik yang berlaku dan kekuatan-kekuatan luar lainnya.

1 Hotman Siahaan, Pers yang Gamang : Studi Pemberitaan Jajak Pendapat Timor-Timor, Surabaya : LPPS-ISAI-USAID, 2001, 60

(3)

Keunggulan utama media massa adalah ia mampu untuk menjangkau khalayak (audience) dimana saja. Media massa berperan dalam menambah pengetahuan, mengubah perilaku maupun mengubah pendapat dengan suatu maksud tertentu yang ingin dicapai. Tidak hanya itu saja khalayak selalu mempunyai rasa ingin tahu tentang kejadian yang ada disekitarnya, tapi mereka tidak bisa memenuhi itu tanpa bantuan pihak lain. Dalam hal ini dibutuhkan suatu pranata atau lembaga yang dapat mencari informasi dan dapat memenuhi kebutuhan khalayak, lembaga yang dimaksud adalah pers.

Media massa, jurnalistik, dan pers merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena sama-sama bermuara pada dunia kewartawanan dan kepenulisan. Media massa mengarah pada benda atau “produk aktivitas” tersebut tempat dituangkan atau disiarkannya aktivitas kewartawanan dan kepenulisan, sedangkan jurnalistik lebih mengarah pada aktivitas atau proses kerja kewartawanan dan kepenulisan, pers sendiri lebih mengandung pengertian lembaga atau perusahaan yang bergerak di bidang penyiaran hasil kerja wartawan atau penulis.

Televisi merupakan salah satu media massa yang mempunyai jangkuan komunikasinya sangat spektakuler dalam dekade terakhir ini, karena kekuatannya bukan hanya menyajikan acara dalam bentuk suara dan gambar, tetapi juga telah

melahirkan konsep-konsep tayangan jurnalisme investigasi dalam

pemberitaannya. Media televisi berubah menjadi alat untuk menyelidiki suatu kasus yang sedang terjadi di masyarakat. Dengan kata lain, media televisi

(4)

berupaya untuk menyajikan berita yang ingin diketahui pemirsa di luar kenyataan dari informasi yang telah diberikan secara formal.

Para wartawan investigasi tidak bekerja berdasarkan pengagendaan berita seperti yang ada di liputan reguler. Jurnalisme investigasi dalam melakukan pekerjaannya bukan hanya menyampaikan sebuah dugaan adanya sebuah persoalan pelanggaran, melainkan juga merupakan kegiatan memproduksi pembuktian dan melaporkannya secara jelas dan sederhana berdasarkan fakta yang ada dan para wartawan investigasi mencoba mendapatkan kebenaran yang jelas, samar, atau tidak pasti.

Jurnalisme investigasi diposisikan sebagai level teratas dalam tingkatan kesulitan dalam jurnalistik. Berita – berita yang berdasarkan investigasi ini sering disebut dengan istilah berita eksklusif.2 Hal ini tidak berlebihan karena sifat peliputannya yang berbeda dari peliputan reguler. Dalam melakukan investigasi, jurnalis harus mampu mengungkap fakta dari sebuah kasus yang tersembunyi maupun sengaja ditutup-tutupi. Sikap yang independen dibutuhkan agar berita yang disajikan terbebas dari pengaruh apapun. Pengaruh tersebut dapat berupa tekanan pemerintah, kepentingan partai politik, tekanan golongan, kekuatan mayoritas, subyektifitas pribadi maupun tekanan dari media tempat sang jurnalis bekerja.

Film merupakan refleksi realitas yang terjadi di lingkungan tempat film itu dibuat. The Whistleblower dinyatakan sebagai film berdasarkan kisah nyata yang terjadi di negri ginseng, Korea Selatan. Film ini bercerita tentang suatu

(5)

kebohongan publik yang dilakukan ilmuwan Universitas Hanguk. Namun film ini lebih mengedepankan cerita seorang jurnalis yang berusaha mengungkap kebohongan tersebut. Dedikasi jurnalis dalam film ini menunjukkan arti sebuah pers yang sesungguhnya dengan segala fungsi dan perannya dalam sistem kemasyarakatan.

Korea Selatan pernah mengalami krisis sistem pers pada tahun 2014, terjadi sebuah kasus penggugatan pada seorang wartawan yang diseret kepengadilan oleh pemerintah Korea Selatan dengan alasan terlalu dalam menelusuri dan ikut campur urusan negara. Pemerintahan Park Geun Hye berusaha mengekang wartawan dalam upaya menjaga citra dan kekuasaannya. Segya Ilbo yang dianggap pemerintah melanggar informasi rahasia pemerintah “tanpa upaya minimal untuk memverifikasi fakta”. Pada kenyataan yang terjadi pihak pemerintah berupaya menutup-nutupi pemberitaan tersebut, tapi berbanding terbalik pada masyarakat yang sepenuhnya mendukung bebasnya Segya Ilbo.

Setiap kegiatan jurnalistik, para jurnalis dituntut mencari fakta ditempat kejadian perkara, agar masyarakat mendapatkan informasi yang akurat. Masalah yang timbul ketika melakukan kegiatan jurnalistik adalah adanya yang sengaja menutupi fakta yang ada dibalik sebuah peristiwa dan mereka sengaja menutup-nutupi fakta tersebut dan menyembunyikan agar masyarakat tidak mendapatkan informasi yang akurat dan objektif. Strategi khusus diperlukan untuk mengungkap kebenaran yang sengaja ditutupi atau sengaja disembunyikan.

Hukum keamanan nasional mengijinkan pemerintah untuk membatasi ekspresi dari ide yang pro terhadap Korea Utara dan Komunis. Di tahun 2003,

(6)

Presiden Roh Moo-Hyun membuat sejumlah label yang menentang surat kabar nasional dan pemerintah membatasi editorial dan pemerintah membatasi aksi legal yang di dalamnya terdapat kesalahan. Pengamat asing mengkritik tekanan yang digunakan oleh pemerintah Korea Selatan dan komunitas pebisnis dalam mempengaruhi pemberitaan.

Pemberitaan yang netral dan berimbang dalam sebuah karya jurnalistik erat kaitannya dengan kredibilitas media itu sendiri serta kualitas informasi yang disampaikan. Kualitas suatu informasi menjadi pegangan penting dalam semua jenis karya jurnalistik. Jurnalisme investigasi berbeda dengan jurnalisme regular yang lebih mengorientasikan pencarian pelaporannya pada informasi sehari-hari. Jurnalisme investigasi “mengejar” pertanyaan dibalik alegasi (pernyataan-pernyataan tanpa bukti) dan pendapat umum.3 Maka dari itu kinerja peliputan jurnalisme investigasi memberi kontribusi di dalam kehidupan demokrasi di sebuah negara. Pelaporannya memberikan pemberitahuan tentang berbagai pelanggaran politik dan berbagai skandal yang penting untuk diketahui masyarakat.

Saat ini, banyak berita di Korea Selatan disampaikan dalam media elektronik dan negara memimpin era revolusi digital dengan akses high-speed dan layanan jaringan akses internet. Di era ini pers Korea Selatan menjadi libertarian meskipun pernah dilarang. Salah satu contohnya Dispatch yang merupakan salah satu outlet media di Korea Selatan yang terkenal dengan keberaniannya membongkar sejumlah skandal apapun, khususnya di dunia hiburan. Media ini sering memberikan

(7)

kejutan bagi para penggemar seleb Korea dengan kabar-kabar mengejutkan, terutama seputar hubungan asmara. Terhitung sejak tahun 2008, Dispatch sudah terkenal sebagai media yang tidak hanya memberitakan kehidupan percintaan selebriti saja, tetapi juga media dengan keahlian mencari dan membongkar informasi kontroversial.

Korea Selatan juga memiliki media visual yang berkembang dan ekstensif. Film Korea pertama diproduksi tahun 1919, dan bioskop pun dibangun di kota-kota besar. Hasilnya, penyebaran televisi dan radio meningkatkan homogenitas budaya popular dan meningkatkan nilai-nilai kota dalam komunitas rural. Libertarian yang dianut Korea saat ini telah melahirkan budaya baru untuk sistem media disana. Seperti kisah yang terdapat dalam film The Whistleblower dimana sang jurnalis benar-benar memainkan perannya secara nyata dalam membongkar suatu kasus.

Dalam penelitian ini penulis memilih film sebagai sarana media paling efektif dalam menyampaikan suatu pesan yang tersirat. Fenomenanya media pemberitaan saat ini sudah tidak lagi bersih dalam penayangannya, seringkali dibumbui hal-hal yang bukan sebenarnya dan menghilangkan yang seharusnya diketahui masyarakat. Melalui film yang akan diteliti oleh penulis, dalam kesempatan ini peneliti akan menganalisa bagaimana pandangan konstruksi jurnalisme investigasi dalam mengungkapkan suatu kebenaran pada sebuah pemberitaan terhadap orang yang memiliki kepentingan.

Keberadaan jurnalisme di era sekarang sudah cukup dekat dengan masyarakat secara umum. Masyarakat sudah tidak lagi buta dengan informasi yang terus berkembang, terutama dengan informasi yang berkaitan dengan

(8)

kepentingan publik di mana jurnalisme punya pengaruh besar dengan opini publik. Maka dari itu diperlukan suatu komitmen yang suci dari pegiat jurnalisme untuk bekerja berlandaskan kepada kebenaran dan mengutamakan kepentingan khalayak banyak.

Dalam cerita film ini Yoon Min Cheol berusaha mengungkap kebenaran mengenai Prof. Lee Jang Hwan yang disoroti media karena mengklaim penelitian yang dibuatnya merupakan yang pertama di dunia serta menjadikannya harapan baru bagi masyarakat. Dalam proses investigasi Yoon Min Cheol mencari kebenaran, ada kekuatan politik media yang membuatnya mendapat kritik secara masif dari masyarakat dikarenakan dukungan yang terlanjur cukup kuat pada sang ilmuwan bahkan ia mendapat teguran dari komisi penyiaran (Korea

Communications Commission) karena dinilai telah menyalahi kode etik pers dan

mendapat sanksi pemberhentian program berita serta diharuskan melakukan permintaan maaf secara terbuka kepada masyarakat.

Hal ini menarik minat penulis untuk meneliti esensi yang ada di dalam film The Whistleblower dilihat dari struktur pers di Korea Selatan dewasa ini yang sepenuhnya diserahkan kepada publik menjadikan masyarakat bebas mengeluarkan pendapat dan melakukan pencarian kebenaran jika dirasa ada kecurangan yang dilakukan pemerintah maupun pekerja publik yang berkaitan dengan kepentingan umum.

Dari hasil penelitian ini, penulis ingin melihat bagaimana pandangan dan konstruksi realita yang dilakukan dengan sistem jurnalisme investigasi, dalam hal ini yang menjadi obyek kajian adalah film The Whistleblower (Jeboja). Dinamika

(9)

jurnalisme investigasi nampak kental ditampilkan dengan kisah seorang jurnalis yang harus mempertahankan independensinya dalam melakukan investigasi. Oleh karena itu, analisis framing berperan penting dalam melihat bagaimana media mengkonstruksi realita yang terdapat dalam film ini.

Analisis framing melihat pada “bagaimana” pesan/peristiwa dikontruksi oleh media. Dengan menggunakan metode analisis framing, peneliti menganalisis pembingkaian yang melalui proses konstruksi, sehingga dapat diketahui apakah film ini mampu mengusung pandangan dan cara jurnalisme investigasi dalam mengkonstruksi realita berdasarkan kebenaran kepada khalayaknya. Penulis juga akan menginterpretasikan pesan-pesan yang tampak (manifest) dan tidak tampak

(latent) yang terdapat dalam film di penelitian ini.

1.2 Fokus Penelitian

Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah bagaimana pembingkaian jurnalisme investigasi di film The Whistleblower (Jeboja)?

1.3 Identifikasi Masalah

Dari latar belakang tersebut maka didapati identifikasi masalah berupa : 1. Fenomena media yang memihak pada orang tertentu

2. Banyaknya media yang tidak obyektif dalam pemberitaannya

3. Ada sistem jurnalisme investigasi yang bisa dijadikan alternatif sebagai media yang bergerak secara independen

(10)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pembingkaian jurnalisme investigasi di film The Whistleblower (Jeboja).

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis

Melalui penelitian ini, diharapkan bisa menambah kajian ilmu komunikasi yang ada, khusunya yang berkaitan dengan jurnalisme investigasi serta proses pembingkaian suatu berita yang terdapat dalam film.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini dapat nmenjadi suatu gambaran tentang jurnalisme investigasi serta diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan secara nyata kepada masyarakat dan dapat dijadikan referensi untuk peneliti selanjutnya dalam topik penelitian yang sama.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris pengaruh komitmen manajemen, kemampuan teknik personal dan information technology sophistication pada kinerja sistem

Melakukan klasifikasi perusahaan yang terprediksi finansial distress dengan metode analisis diskriminan menggunakan variabelprediktor asli dan variabel prediktor yang

Suatu keyakinan yang berbasis pada ajaran tentang kemahakuasaan Tuhan sebagai Creator, pemberi mandat dan sekaligus mitra kerja yang melalui Roh Kudus memampukan

 Konsep rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya melakukan dan bertanggungjawab dalam kegiatan pembudidayaan,

Obat anastesi disemprotkan dengan sebuah alat berbentuk tabung melengkung yang berfungsi sebagai penyemprot obat anastesi lidokain 0,5 sampai 1 ml perkali semprotan dengan

Grafik step respon hasil simulasi untuk sistem pengendalian kcc epatan putaran motor diesel high speed dengan menggunakan kontro l er logika fuzzy kctika motor dilakukan

BSDE merupakan salah satu perusahaan pengembang properti terbesar di Indonesia, dengan proyek andalan: kota mandiri BSD City.. BSDE adalah salah satu anak usaha dari

Terjadi penghematan daya kompresor walaupun tidak terlalu besar setelah beroperasi selama 30 menit pada kondisi 3, hal ini karena tidak terjadi akumulasi panas di