• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. return, mean, standard deviation, skewness, kurtosis, ACF, korelasi, GPD, copula,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. return, mean, standard deviation, skewness, kurtosis, ACF, korelasi, GPD, copula,"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas semua konsep yang mendasari penelitian ini yaitu

return, mean, standard deviation, skewness, kurtosis, ACF, korelasi, GPD, copula,

VaR, estimasi VaR dengan copula, dan CVaR.

2.1 Return

Return merupakan hasil yang diperoleh oleh investor dari investasi yang

dilakukan. Menurut Sunaryo (2007:31) perhitungan return dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝑅𝑡 =𝑆𝑡− 𝑆𝑡−1

𝑆𝑡−1 . (2.1)

Persamaan (2.1) digunakan untuk menghitung tingkat pengembalian (return) diskret atau disebut realized return, sedangkan untuk menghitung tingkat pengembalian (return) kontinu dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝑅𝑡= ln ( 𝑆𝑡 𝑆𝑡−1

). (2.2)

Persamaan (2.2) disebut juga logarithmic return, dengan 𝑅𝑡 menyatakan tingkat pengembalian (return) saham pada periode ke-t, 𝑆𝑡 menyatakan harga saham pada periode ke 𝑡, dan 𝑆𝑡−1 menyatakan harga saham pada periode ke 𝑡 − 1.

(2)

2.2 Mean, Standard Deviation, Skewness, dan Kurtosis

Untuk mengetahui karakteristik dari return saham portofolio, maka perlu dihitung nilai dari mean, standard deviation, skewness, dan kurtosis sebagai berikut:

1. Mean atau rata-rata disimbolkan dengan 𝜇 dan dirumuskan sebagai berikut:

2. Standard Deviation (SD) digunakan untuk mengukur risiko dari realized return, dirumuskan sebagai berikut:

𝑆𝐷 = √∑(𝑋𝑡− 𝜇) 2 𝑛 − 1 𝑛 𝑡=1 (2.4)

dengan 𝑋𝑡 menyatakan realized return pada periode ke-t, dan 𝜇 menyatakan rata-rata realized return pada periode ke-t.

3. Skewness dari variabel acak 𝑋 dengan mean (𝜇) dan varians (𝜎2) didefinisikan sebagai berikut (Franke et al., 2008:41):

𝑆(𝑋) =E(𝑋 − 𝜇) 3

𝜎3 . (2.5)

Jika kurva suatu distribusi memiliki kemiringan ekor yang lebih memanjang ke kanan, maka disebut positive skewness. Sedangkan, jika kurva suatu distribusi memiliki kemiringan ekor yang lebih memanjang ke kiri, maka disebut negative skewness. Variabel acak berdistribusi normal memiliki

skewness nol. Misalkan variabel 𝑋1, 𝑋2, … , 𝑋𝑛, skewness pada persamaan (2.5) dapat diestimasi sebagai berikut:

𝜇 =1

𝑛∑ 𝑋𝑡 𝑛

(3)

𝑆̂(𝑋) = 1

𝑛∑𝑛𝑡=1(𝑋𝑡− 𝜇̂)3 𝜎̂3 .

(2.6)

4. Kurtosis dari variabel acak 𝑋 dengan mean (𝜇) dan varians (𝜎2) didefinisikan sebagai berikut (Franke et al., 2008:41):

Kurt(𝑋) =E(𝑋 − 𝜇) 4

𝜎4 . (2.7)

Variabel acak berdistribusi normal memiliki kurtosis = 3. Kurtosis pada persamaan (2.7) dapat diestimasi sebagai berikut:

Kurt̂(𝑋) = 1

𝑛∑𝑛𝑡=1(𝑋𝑡− 𝜇̂)4 𝜎̂4 .

(2.8)

2.3 Fungsi Autokorelasi (ACF)

Fungsi autokorelasi (ACF) digunakan untuk mengukur ketergantungan bersama (mutual dependence) antara nilai-nilai yang berurutan pada variabel yang sama atau pada variabel itu sendiri.

Fungsi autokorelasi (ACF) dari proses stokastik stasioner dalam kovarians dapat didefinisikan sebagai berikut (Franke et al., 2008:167):

𝜌∆𝑡 =𝛾∆𝑡 𝛾0 (2.9) dengan 𝛾∆𝑡 = Cov(𝑋𝑡, 𝑋𝑡+∆𝑡) (2.10) dan 𝛾0 = √𝜎2(𝑋 𝑡) . √𝜎2(𝑋𝑡+∆𝑡) . (2.11) untuk

(4)

√𝜎2(𝑋

𝑡) = √𝜎2(𝑋𝑡+∆𝑡). (2.12)

Fungsi autokorelasi (ACF) disimbolkan dengan 𝜌∆𝑡, sedangkan 𝛾∆𝑡 merupakan simbol dari fungsi autokovarians. Fungsi autokorelasi sampel dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝜌∆𝑡 =

∑𝑛−∆𝑡𝑡=1 (𝑋𝑡− 𝑋̅)(𝑋𝑡+∆𝑡− 𝑋̅) ∑𝑛𝑡=1(𝑋𝑡− 𝑋̅)2

(2.13) dengan nilai 𝜌∆𝑡 berada pada interval [-1,1].

2.4 Korelasi

Korelasi dapat diartikan sebagai nilai yang menunjukkan kekuatan dan arah hubungan antara dua variabel atau lebih. Dalam teori probabilitas dan statistika, korelasi juga disebut koefisien korelasi. Besaran dari koefisien korelasi tidak menggambarkan hubungan sebab akibat antara dua variabel atau lebih, tetapi hanya menjelaskan hubungan kebergantungan atau keterkaitan antara dua variabel tersebut.

Korelasi merupakan suatu ukuran kebergantungan yang cukup populer, namun penggunaannya sering kali tidak melihat struktur kebergantungan yang tepat sehingga dapat menimbulkan hasil interpretasi yang tidak sesuai (Embrechts

et al., 2001). Misalnya dengan mengasumsikan data return dari beberapa saham

berkorelasi linear, padahal kenyataannya data return dari saham satu dengan saham lainnya sering kali terjadi korelasi yang tidak linear. Kesalahan asumsi tersebut dapat berakibat fatal karena dapat menimbulkan masalah yang serius dalam pengambilan keputusan.

(5)

Secara umum, nilai koefisien korelasi berada pada selang [-1,1]. Apabila nilai koefisien korelasi mendekati -1 atau +1, dapat diartikan bahwa terjadi hubungan yang kuat antara kedua variabel. Jika nilai koefisien korelasi mendekati 0, maka terjadi hubungan yang lemah antara kedua variabel. Selain itu, arah hubungan negatif menunjukkan bahwa kedua variabel bergerak secara berlawanan. Sedangkan arah hubungan positif menunjukkan bahwa kedua variabel bergerak secara searah.

Koefisien korelasi linear antara peubah acak 𝑋 dan 𝑌 dapat ditulis sebagai berikut (Embrecht et al., 2001):

𝜌(𝑋, 𝑌) = Cov(𝑋, 𝑌)

√𝜎2(𝑋) √𝜎2(𝑌) (2.14)

dengan Cov(𝑋, 𝑌) merupakan covariance antara 𝑋 dan 𝑌, sedangkan 𝜎2(𝑋) dan 𝜎2(𝑌) merupakan variance dari 𝑋 dan 𝑌. Pada kasus bivariat, koefisien korelasi dapat dihitung menggunakan Kendall’s tau. Data yang digunakan pada Kendall’s

tau memiliki skala ordinal, serta tidak harus memenuhi distribusi normal.

Diberikan 𝑋 dan 𝑌 variabel acak yang kontinu dengan copula 𝐶, diperoleh versi populasi dari Kendall’s tau untuk 𝑋 dan 𝑌 sebagai berikut (Nelsen, 2006:161):

Pada Gaussian copula, Kendall’s tau ditulis sebagai berikut: 𝜏 = 2

𝜋arcsin (𝜌) (2.16)

dengan 𝜌 adalah koefisien korelasi.

𝜏𝑋,𝑌 = 4 ∬ 𝐶(𝑢, 𝑣)𝑑𝐶(𝑢, 𝑣) − 1

𝐈𝟐 .

(6)

2.5 Generalized Pareto Distribution (GPD)

Sebagian besar data finansial memiliki kecenderungan adanya kasus ekor gemuk (heavy tail), hal ini menyebabkan terjadi peluang adanya nilai ekstrem. Untuk mengatasi nilai ekstrem tersebut, maka dilakukan pengukuran risiko menggunakan pendekatan Generalized Pareto Distribution (GPD). GPD dianggap sangat cocok digunakan karena dapat menganalisis nilai ekstrem yang sering terjadi pada data finansial. Cumulative density function (cdf) dari GPD adalah sebagai berikut: 𝐺𝜉,𝛽 = { 1 − (1 +𝜉𝑥 𝛽) − 1𝜉 ; jika 𝜉 ≠ 0 1 − exp (−𝑥 𝛽) ; jika 𝜉 = 0 (2.17) dengan 𝛽 > 0, 𝑥 ≥ 0 jika 𝜉 ≥ 0 dan 0 ≤ 𝑥 ≤ −𝛽 𝜉 jika 𝜉 < 0.

Berdasarkan parameter bentuk (shape parameter) 𝜉, maka distribusi GPD dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu:

1. distribusi eksponensial (jika nilai 𝜉 = 0), 2. distribusi Pareto (jika nilai 𝜉 > 0), dan 3. distribusi beta (jika 𝜉 < 0).

(7)

Semakin besar nilai 𝜉, maka distribusi akan memiliki ekor yang semakin gemuk (heavy tail). Dari ketiga distribusi tersebut, terlihat distribusi Pareto memiliki ekor yang paling gemuk (heavy tail) dibandingkan distribusi GPD lainnya.

Distribusi Pareto adalah distribusi yang berisi Pareto tail. Pareto tail berfungsi sebagai estimator ekor untuk menganalisis adanya kasus ekor gemuk (heavy tail) pada data finansial. Melalui Pareto tail dapat dianalisis nilai ekstrem yang berada pada ekor bagian bawah dan ekor bagian atas, hal ini berguna untuk mengindikasi kemungkinan terjadinya kejadian-kejadian ekstrem. Selain itu

Pareto tail juga berfungsi untuk mengetahui ketebalan suatu ekor pada data

finansial.

2.6 Copula

Copula berasal dari bahasa Latin yaitu copula yang berarti ikatan atau

mengikat. Konsep copula pertama kali dipopulerkan oleh seorang matematikawan bernama Abe Sklar pada tahun 1959 yang teoremanya dikenal dengan nama Teorema Sklar. Fungsi copula memiliki konsep sebagai alat untuk mempelajari kebergantungan tidak linear antar kejadian dalam kasus multivariat. Copula memiliki beberapa keunggulan antara lain tidak memerlukan asumsi distribusi normal dan dapat menunjukkan adanya pola sebaran data pada ekor distribusi masing-masing variabel.

Keluarga copula yang populer antara lain keluarga copula eliptik dan keluarga Archimedian copula. Anggota dari keluarga copula eliptik adalah

Gaussian copula dan t-Student copula. Sedangkan anggota dari keluarga Archimedian copula adalah Clayton copula, Frank copula, dan Gumbel copula.

(8)

2.6.1 Copula Bivariat

Sebuah copula 2-dimensi (atau selanjutnya disebut dengan 2-copula atau hanya copula) merupakan fungsi 𝐶 dari I2 ke I yang memenuhi sifat (Nelsen,

2006:10):

1. Untuk setiap 𝑢, 𝑣 dalam I berlaku:

𝐶(𝑢, 0) = 0 = 𝐶(0, 𝑣) (2.18) dan

𝐶(𝑢, 1) = 𝑢 𝑑𝑎𝑛 𝐶(1, 𝑣) = 𝑣. (2.19) 2. Untuk setiap 𝑢1, 𝑢2, 𝑣1, 𝑣2, dalam 𝐈 dengan 𝑢1 ≤ 𝑢2 dan 𝑣1 ≤ 𝑣2 berlaku: 𝐶(𝑢2, 𝑣2) − 𝐶(𝑢2, 𝑣1) − 𝐶(𝑢1, 𝑣2) + 𝐶(𝑢1, 𝑣1) ≥ 0 (2.20) dengan 𝐈𝟐= [0,1] × [0,1], dan 𝐈 = [0,1].

Teorema I ( Sklar 1959., Nelsen, 2006:18)

Misalkan 𝐹 dan 𝐺 masing-masing merupakan distribusi marginal, dan 𝐻

adalah fungsi distribusi bersama. Terdapat sebuah copula 𝐶 sedemikian sehingga

untuk setiap 𝑥, 𝑦 dalam 𝑹 berlaku:

𝐻(𝑥, 𝑦) = 𝐶(𝐹(𝑥), 𝐺(𝑦)). (2.21) Jika 𝐹 dan 𝐺 kontinu, maka 𝐶 pasti bernilai tunggal, selain itu 𝐶 secara tunggal dijabarkan pada 𝑅𝑎𝑛𝑔𝑒 𝐹 × 𝑅𝑎𝑛𝑔𝑒 𝐺. Sebaliknya jika 𝐶 adalah copula, 𝐹 dan 𝐺 masing-masing merupakan fungsi distribusi, ini berarti fungsi 𝐻 didefinisikan oleh (2.21) yang merupakan fungsi distribusi bersama dengan margin 𝐹 dan 𝐺.

(9)

2.6.2 Copula Eliptik

Copula eliptik merupakan suatu copula dengan distribusi peluang yang

densitas peluangnya membentuk kurva elips. Distribusi tersebut antara lain distribusi normal (Gaussian) dan t-Student. Distribusi elips sering kali digunakan dalam berbagai penelitian terutama pada bidang finansial. Adapun anggota dari keluarga copula eliptik adalah Gaussian copula dan t-Student copula.

a) Copula Normal (Gaussian Copula)

Gaussian copula merupakan salah satu jenis copula yang menggunakan

distribusi normal. Bentuk Gaussian copula dapat ditulis sebagai berikut:

𝐶𝑅𝐺𝑎(𝑢, 𝑣) = 𝛷𝑅2(𝛷−1(𝑢), 𝛷−1(𝑣)) (2.22) dengan 𝛷𝑅2 melambangkan fungsi distribusi bersama dari fungsi distribusi normal standar bivariat dengan matriks korelasi linear 𝑅, dan 𝛷−1 melambangkan balikan (invers) dari fungsi distribusi normal bivariat. Karena menggunakan distribusi normal standar bivariat, Gaussian copula dapat ditulis sebagai berikut:

𝐶𝑅𝐺𝑎(𝑢, 𝑣) = ∫ ∫ 1 2𝜋(1 − 𝑅122 )1⁄2 𝛷−1(𝑣) −∞ 𝛷−1(𝑢) −∞ exp {−𝑠 2− 2𝑅 12𝑠𝑡 + 𝑡2 2(1 − 𝑅122 ) } 𝑑𝑠𝑑𝑡 (2.23) dengan 𝑠 = 𝛷−1(𝑣) , 𝑡 = 𝛷−1(𝑢) dan 𝑅

12 adalah koefisien korelasi linear biasa yang sesuai distribusi normal bivariat dengan −1 < 𝑅12 < 1 (Embrechts et al., 2001).

b) t-Student Copula

t-Student copula merupakan salah satu jenis copula yang menggunakan

(10)

𝐶v,𝑅𝑡 (𝑢, 𝑣) = 𝑡v,𝑅2 (𝑡v−1(𝑢), 𝑡v−1(𝑣)) (2.24)

dengan 𝑡v−1 melambangkan balikan (invers) dari distribusi marginal 𝑡v,𝑅2 . Karena menggunakan distribusi t-Student bivariat, t-Student copula dapat ditulis sebagai berikut: 𝐶𝑉,𝑅𝑡 (𝑢, 𝑣) = ∫ ∫ 1 2𝜋(1 − 𝑅122 )1⁄2{1 + 𝑠2− 2𝑅12𝑠𝑡 + 𝑡2 𝑉(1 − 𝑅122 ) } −(𝑉+2) 2 ⁄ 𝑑𝑠𝑑𝑡 𝑡𝑉−1(𝑣) −∞ 𝑡𝑉−1(𝑢) −∞ (2.25) dengan 𝑠 = 𝑡𝑉−1(𝑣), 𝑡 = 𝑡𝑉−1(𝑢) dan 𝑅

12 adalah koefisien korelasi linear biasa yang sesuai distribusi normal bivariat. Sedangkan 𝑉 adalah parameter derajat kebebasan dengan distribusi 𝑡𝑉 (Embrechts et al., 2001).

2.7 Value at Risk (VaR)

Value at Risk (VaR) merupakan suatu ukuran risiko yang menghitung

besarnya kerugian maksimum yang mungkin dialami dalam suatu periode tertentu. VaR telah menjadi ukuran risiko yang umum digunakan untuk manajemen risiko finansial karena konsepnya sederhana, mudah dalam perhitungan, serta dapat diterapkan secara langsung (Yamai and Yoshiba, 2005).

Penggunaan VaR dalam mengukur risiko sering kali menggunakan asumsi bahwa data return dari suatu saham berdistribusi normal. Padahal kenyataannya dengan mengasumsikan data return saham berdistribusi normal dapat berdampak pengukuran risiko menjadi kurang akurat, karena probabilitas nilai kerugian yang dihasilkan cenderung lebih besar daripada nilai kerugian yang telah ditetapkan.

VaR merupakan salah satu bentuk pengukuran risiko yang cukup populer, namun VaR juga memiliki kelemahan. Seperti yang dikemukakan oleh Artzner et

(11)

al. (1999) bahwa VaR hanya mengukur persentil dari distribusi keuntungan atau

kerugian tanpa memperhatikan setiap kerugian yang melebihi tingkat VaR, dan VaR tidak koheren karena tidak memiliki sifat sub-additive. Selain itu VaR tidak menjelaskan tentang kerugian terburuk di luar dari tingkat keyakinan yang ditetapkan. Pengukuran VaR sering kali mengandung kesalahan dikarenakan perbedaan penggunaan jumlah data dan periode yang digunakan akan mengakibatkan nilai VaR yang berbeda pula.

Misalkan 𝒘 = (𝑤1, 𝑤1, … , 𝑤𝑑)𝑇𝜖 𝑅𝑑 adalah suatu vektor portofolio yang terdiri dari sejumlah 𝑑 saham, dan 𝑺𝒕 = (𝑆1,𝑡, … , 𝑆𝑑,𝑡) 𝑇 merupakan vektor acak yang mempresentasikan harga saham atau indeks saham pada periode ke−𝑡, dengan 𝑡 adalah indeks waktu. Nilai portofolio 𝑉𝑡 dengan bobot 𝑤 didefinisikan sebagai berikut:

𝑉𝑡= ∑ 𝑤𝑗𝑆𝑗,𝑡 𝑑

𝑗=1

(2.26)

dengan 𝑗 = 1,2,3, … , 𝑑 merupakan jumlah saham pada portofolio, dan variabel acaknya dapat ditulis sebagai berikut:

𝑃𝑡+∆𝑡 atau 𝐿𝑡+∆𝑡 = (𝑉𝑡+∆𝑡− 𝑉𝑡). (2.27) Persamaan (2.27) disebut fungsi profit and loss (P dan L) yang mendefinisikan perubahan nilai portofolio pada interval waktu ∆𝑡. Fungsi profit 𝑃𝑡+∆𝑡 digunakan apabila 𝑉𝑡+∆𝑡− 𝑉𝑡 bernilai positif, sedangkan fungsi loss 𝐿𝑡+∆𝑡 digunakan apabila

𝑉𝑡+∆𝑡− 𝑉𝑡 bernilai negatif.

Diberikan log return 𝑋𝑡+∆𝑡 pada periode ∆𝑡 dapat ditulis sebagai berikut: 𝑋𝑡+∆𝑡= log 𝑆𝑡+∆𝑡− log 𝑆𝑡 (2.28)

(12)

jika ∆𝑡 = 1 maka persamaan (2.27) dapat ditulis sebagai berikut:

𝑃𝑡+∆𝑡 atau 𝐿𝑡+∆𝑡 = ∑𝑑𝑗=1𝑤𝑗𝑆𝑗,𝑡(exp(𝑋𝑗,𝑡+1) − 1). (2.29) Selanjutnya fungsi distribusi dari variabel acak tanpa memperhatikan indeks waktu dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝐹𝐿(𝑥) = 𝑃(𝐿 ≤ 𝑥). (2.30)

Nilai VaR pada tingkat kepercayaan 𝛼 pada portofolio dengan bobot 𝑤 didefinisikan sebagai kuantil 𝛼 dari 𝐹𝐿, yaitu:

VaR(𝛼) = 𝐹𝐿−1(𝛼). (2.31)

Sebuah proses log return (𝑋𝑡) dapat dimodelkan sebagai berikut:

𝑋𝑗,𝑡= 𝜇𝑗,𝑡+ 𝜎𝑗,𝑡𝜀𝑗,𝑡 (2.32) dengan 𝜀𝑡 = (𝜀1,𝑡, … , 𝜀𝑑,𝑡)𝑇 merupakan inovasi independent and identically

distributed (i.i.d) yang terstandar dengan syarat 𝐸(𝜀𝑗,𝑡) = 0, 𝐸(𝜀𝑗,𝑡2 ) = 1; dan 𝜇𝑗,𝑡 merupakan conditional mean saat 𝐹𝑡−1 yang dapat ditulis sebagai berikut:

𝜇𝑗,𝑡 = 𝐸[𝑋𝑗,𝑡|𝐹𝑡−1] (2.33) sedangkan, untuk conditional varians saat 𝐹𝑡−1 dapat dituliskan sebagai berikut:

𝜎𝑗,𝑡2 = 𝐸[(𝑋𝑗,𝑡− 𝜇𝑗,𝑡)2|𝐹𝑡−1]. (2.34) Untuk inovasi 𝜀 = (𝜀1, … , 𝜀𝑑)𝑇 mempunyai distribusi bersama 𝐹

𝜀 sedangkan 𝜀𝑗 mempunyai distribusi marginal kontinu 𝐹𝑗, dengan 𝑗 = 1, … , 𝑑 (Franke et al., 2008:354).

2.8 Estimasi VaR dengan Copula

Pembahasan estimasi VaR dengan copula dijabarkan oleh Franke et al. (2008:354) sebagai berikut:

(13)

Inovasi 𝜀 memiliki fungsi distribusi sebagai berikut:

𝐹𝜀(𝜀1, 𝜀2, … , 𝜀𝑑) = 𝐶𝜃(𝐹1(𝜀1), 𝐹2(𝜀2), … , 𝐹𝑑(𝜀𝑑)) (2.35) dengan 𝐶𝜃 merupakan salah satu keluarga copula parametrik. Untuk memperoleh nilai VaR menggunakan copula, parameter dependensi dan fungsi dari residual diestimasi pada sampel log return yang kemudian digunakan untuk membangkitkan sampel simulasi Monte Carlo P dan L. Kuantil yang digunakan berada pada tingkat kepercayaan α yang merupakan estimator untuk menentukan VaR. Semua prosedur tersebut dapat dirangkum sebagai berikut:

Untuk suatu portofolio dengan bobot 𝑤 pada 𝑑-saham dan sampel (𝑥𝑗,𝑡)

𝑡=1 𝑇

dengan 𝑗 = 1,2, … , 𝑑 pada log return, VaR pada tingkat kepercayaan α dapat diestimasi menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Estimasi residual 𝜀̂ . 𝑡

2. Spesifikasikan dan estimasi distribusi marginal 𝐹𝑗(𝜀̂ ). 𝑡

3. Spesifikasikan keluarga copula parametrik 𝐶 yang akan digunakan, serta estimasi parameter dependensi 𝜃.

4. Bangkitkan sampel Monte Carlo dari inovasi 𝜀 dan kerugian L. 5. Estimasi VaR̂ (𝛼) dan kuantil−𝛼 secara empiris dari kerugian L.

2.9 Conditional Value at Risk (CVaR)

Conditional Value at Risk (CVaR) merupakan suatu ukuran risiko yang

memperhitungkan kerugian melebihi tingkat VaR. CVaR digunakan sebagai alternatif dalam pengukuran risiko yang berfungsi untuk mengurangi masalah yang terjadi pada VaR. CVaR disebut juga Mean Excess Loss, Mean Shortfall, atau Tail

(14)

VaR, dan dianggap sebagai ukuran risiko yang yang lebih konsisten dari VaR

(Rockfellar and Uryasev, 2000).

CVaR memiliki kelebihan antara lain merupakan ukuran risiko yang koheren serta bersifat convex dan sub-additive (Rockfellar and Uryasev, 2000). CVaR dikatakan koheren apabila memenuhi aksioma-aksioma sebagai berikut (Artzner et al., 1999):

1. Invarian Terhadap Translasi

Untuk setiap 𝑋 ∈ 𝐺 dan semua bilangan real α berlaku: CVaR(𝑋 + 𝑎. 𝑟) = CVaR(𝑋) − 𝑎.

2. Sub-additive

Untuk setiap 𝑋1, 𝑋2 ∈ 𝐺 berlaku:

CVaR(𝑋1+ 𝑋2) ≤ CVaR(𝑋1) + CVaR(𝑋2). 3. Positif Homogen

Untuk setiap λ ≥ 0 dan untuk setiap 𝑋 ∈ 𝐺 berlaku: CVaR(λ𝑋) = λ CVaR (𝑋).

4. Kemonotonan

Untuk setiap 𝑋, 𝑌 ∈ 𝐺 dengan 𝑋 ≤ 𝑌 berlaku: CVaR(𝑌) ≤ CVaR(𝑋).

CVaR dikatakan convex apabila memenuhi aksioma sub-additive dan positif homogen. Selain kelebihan tersebut, CVaR juga dapat menghitung risiko pada data berdistribusi normal maupun tidak normal, sehingga CVaR dapat merefleksikan dengan tepat efek diversifikasi untuk meminimumkan risiko. Karena kelebihan tersebut, CVaR sering kali dikatakan sebagai pengembangan lebih lanjut dari VaR,

(15)

dan CVaR didefinisikan sebagai ekspektasi ukuran risiko yang nilainya di atas VaR.

CVaR pada selang kepercayaan 𝑎 ∈ [0,1] dapat ditulis sebagai berikut (Letmark, 2010): CVaR(𝑎) = 1 1 − 𝑎 ∫ 𝑟. 𝑝(𝑟)𝑑𝑟 VaR(𝑎) −∞ (2.36)

dengan 𝑝(𝑟) adalah fungsi densitas peluang. Persamaan (2.36) dapat juga ditulis sebagai berikut:

Referensi

Dokumen terkait

Untuk dapat melakukan pengiriman produk yang tepat waktu sesuai dengan kebutuhan pelanggan, maka proses produksi harus berjalan lancar sesuai dengan target waktu

Hal ini membuktikan bahwa penggunaan apron hitung terbukti dapat meningkatkan kemampuan berhitung anak didik di TK Negeri Pembina 2 Kota Pekanbaru, peningkatan ini

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Jersild, 1.000 pasien dengan diabetes tipe 1 yang beralih dari NPH untuk insulin lente dan semilente, dan dari jumlah

18 Grafik hasil simulasi tension maksimum kondisi surut Dari gambar 4.18 grafik tersebut dapat kita lihat sesuai dengan skenario desain pada kondisi perarirang

Berdasarkan tabel 4 tentang tabulasi silang hubungan perilaku menonton televisi dengan kualitas tidur pada anak usia remaja di SMA Negeri 1 Srandakan, Bantul

1) Pengkajian Masalah Penyakit, dilakukan untuk mengetahui kasus 10 penyakit terbanyak, termasuk penyakit enddemis yang selalu muncul setiap tahun. Data tersebut diperoleh

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Denni Sulistio Mirza (2012) yang berjudul “ Pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi,

Unsur yang paling menonjol dari seluruh kriteria daya tarik areal di Air Terjun Mananggar adalah unsur Keindahan Alam karena memiliki nilai 30 (18,8%) yang meliputi beberapa sub