• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah : survei bagi guru-guru Sekolah Dasar afiliasi Katolik Kristen dan nasional di Kota Yogyakarta - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah : survei bagi guru-guru Sekolah Dasar afiliasi Katolik Kristen dan nasional di Kota Yogyakarta - USD Repository"

Copied!
300
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK OLEH GURU PENGAMPU KELAS BAWAH : SURVEI BAGI GURU-GURU SEKOLAH

DASAR AFILIASI KATOLIK KRISTEN DAN NASIONAL DI KOTA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh : Dian Anggraeni

101134110

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

TINGKAT IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK OLEH GURU PENGAMPU KELAS BAWAH : SURVEI BAGI GURU-GURU SEKOLAH

DASAR AFILIASI KATOLIK KRISTEN DAN NASIONAL DI KOTA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh : Dian Anggraeni

101134110

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Universitas Sanata

Dharma, Bapak Supardi dan FL.Suparti, Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D dan

Andri Anugrahana, S.Pd.,M.Pd serta teman-teman yang telah membantu dalam

proses penyelesaian skripsi ini. Terimakasih atas dorongan, dukungan maupun

(6)

v MOTTO

Jadikan sesuatu yang baru menjadi pengalaman yang indah. Bukan

menjadi pengalaman yang buruk yang membuat kita akan cenderung

terbawa oleh penyesalan.

Kebodohan datang bukan dari orang lain melainkan datang dari diri

sendiri, jadi jangan pernah menyalahkan orang lain.

Segala sesuatu yang keras itu tidak selamanya buruk. Dan juga segala

(7)
(8)
(9)

viii

ABSTRAK

TINGKAT IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK OLEH GURU PENGAMPU KELAS BAWAH : SURVEI BAGI GURU-GURU SEKOLAH

DASAR AFILIASI KATOLIK KRISTEN DAN NASIONAL DI KOTA YOGYAKARTA

Oleh: Dian Anggraeni

101134110

Penilitian ini dilatarbelakangi oleh tingkat implementasi pembelajaran tematik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) seberapa jauh tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru kelas bawah, (2) perbedaan implementasi pembelajaran tematik ditinjau dari pengalaman menggunakan pembelajaran tematik, (3) perbedaan implementasi pembelajaran tematik ditinjau dari jumlah jam training pembelajaran tematik

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian yaitunon experimental cross sectional dengan metode survei. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner sedangkan prosedur analisis data menggunakan Independen Sample T-Test.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah masuk dalam kategori rendah; (2) Tidak ada perbedaan tingkat implementasi pembelajaran tematik ditinjau dari pengalaman menggunakan pembelajaran tematik (sign= 0,057 > α =0,05); (3) Tidak ada perbedaan tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh ditinjau dari faktor jumlah jam training pembelajaran tematik (sign= 0,711> α =0,05).

(10)

ix

ABSTRACT

Implementation Level of Thematic Instruction by Lower Grade Teachers: Survey for Affiliation Catholic Christian Elementary School Teachers

in Yogyakarta implementation of thematic intruction by teachers of the lower class, (2) learning thematic review of implementation differences from the experience of using thematic learning, (3) thematic learning implementation differences in terms of the number of hours a thematic education training.

Recearch methods used in the study i.e. non experimental cross sectional survey method. Engineering data collection using the questionnaire and procedures of data analysis using Independent Sample T-Test.

The results showed that (1) the level of implementation of thematic intruction by lower grade teachers into the low category; (2) there is no defference in the level of thematic instrution in terms of thematic learning experience using (sign = 0,057 > α = 0,05); (3) there is no difference in the level of thematic learning implementation by the factor of the number of hours a thematic education training (sign= 0,711> α =0,05).

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

limpahan rahmat-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh

gelas sarjana pada Program Studi Pendidikan Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

Skripsi dengan judul “Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik Oleh

Guru Pengampu Kelas Bawah: Survey Bagi Guru-Guru Sekolah Dasar Afiliasi

Katolik Kristen Dan Nasional Di Kota Yogyakarta” dapat terselesaikan berkat

bantuan dari berbagai pihak. Baik itu yang berkenan untuk membantu,

membimbing, doa, serta motivasi yang telah diberikan. Untuk itu, penulis ingin

menyampaikan ucapan termakasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma.

2. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A., selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

3. Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D., selaku wakil Ketua Program Studi

Pendidikan Guru Sekolah Dasar, dosen Pembimbing I yang dengan penuh

pengertian, kesabaran, dan ketulusan hati dalam memberikan bimbingan,

kritik, saran, serta motivasi dalam penulisan skripsi ini.

4. Andri Anugrahana, S.Pd., M.Pd., selaku dosen pembimbing II yang merelakan

waktunya untuk membimbing, memberikan masukan, serta saran dalam

(12)

xi

5. Bapak dan Ibu guru yang telah meluangkan waktu atas kesediaannya menjadi

responden dalam penelitian ini.

6. Ayahanda tercinta, Bapak Supardi terimakasih atas dukungan, doa dan

motivasi yang diberikan serta tambahan pengetahuan selama proses

perkuliahan dan selama penulisan skripsi ini.

7. Ibunda tercinta di rumah,Ibu FL.Suparti terimakasih atas dukungan serta doa

yang tiada henti.

8. Kakakku Desi dan Adekku Hari, terimakasih telah memberi semangat serta

dukungannya.

9. Keluargaku yang ada di daerah Minggir, yang selalu memberikan doa,

semangat, dan dukungannya.

10. Teman-teman seperjuangan payung tematik, Ria, Sita, Anis, Tessa, Aji, Deo,

Amel terimakasih atas kesabaran dalam memberi bantuan, meluangkan waktu

dan selalu memberikan dukungan serta kebersamaan yang indah dan

mengesankan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

11. Sahabatku Pebri Wulandari dan Risa Veti Perdani, terimakasih telah memberi

bantuan, meluangkan waktu,dan menciptakan kebersamaan yang indah selama

4 tahun ini.

12. Teman-teman Kos Beo, terimakasih atas bantuan, doa, dukungan dan

kebersamaan yang selalu menjadi penyemangatku.

13. Teman-teman bhe better terimakasih atas dukungan doa dan semangat serta

kebersamaan yang hangat selama 4 tahun ini.

(13)
(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan Kurikulum KBK dan Kurikulum 1994... 18

Tabel 2.2 Reformasi Kurikulum... 19

Tabel 2.3 Perbedaan Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013 ... 22

Tabel 2.4 Model Pembelajaran Terpadu ... 29

Tabel 2.5 Landasan Pembelajaran Tematik ... 32

Tabel 3.1 Penjabaran Skor Item Positif dan Negatif ... 51

Tabel 3.2 Sebaran Item Positif dan Item Negatif ... 52

Tabel 3.3 Kisi-kisi Indikator Instrumen ... 54

Tabel 3.4 Kriteria Revisi ... 56

Tabel 3.5 HasilExpert JudgementIndikator Kegiatan Pembelajaran yang Berpusat pada Siswa... 57

Tabel 3.6 HasilExpert JudgementSiswa Mengalami Pengalaman Langsung dalam Belajar ... 58

Tabel 3.7 HasilExpert JudgementIndikator Pemisahan pada Setiap Mata pelajaran Tidak Begitu Jelas ... 59

Tabel 3.8 HasilExpert JudgementIndikator Pembelajaran yang Menyajikan Konsep dari Satu Mata Pelajaran ... 60

Tabel 3.9 HasilExpert JudgementIndikator Pembelajaran Bersifat Fleksibel ... 61

Tabel 3.10 HasilExpert JudgementIndikator Hasil Pembelajaran yang sesuai dengan Minat dan Kebutuhan Siswa... 62

Tabel 3.11 HasilExpert JudgementIndikator Prinsip Belajar Sambil Bermain yang Menyenangkan bagi Siswa... 63

Tabel 3.12 Hasil Validitas Muka... 64

Tabel 3.13 Hasil Uji Validitas Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik... 67

Tabel 3.14 Koefisien Korelasi Reliabilitas ... 68

Tabel 3.15 Hasil Uji Reliabilitas ... 69

Tabel 3.16 Contoh Pengkodean ... 71

Tabel 3.17 Jadwal Penelitian... 86

Tabel 4.1 Panjang Kelas Interval ... 89

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Daftar Distribusi ... 90

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Pengalaman Menggunakan pembelajaran Tematik untuk Kelompok Senior ... 92

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Pengalaman Menggunakan pembelajaran Tematik untuk Kelompok Junior... 94

Tabel 4.5 Hasil Uji Homogenitas Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Pengalaman Menggunakan Pembelajaran Tematik ... 97

(15)

xiv

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Jumlah JamTraninguntuk Kelompok

Banyak ... 100 Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Jumlah JamTraninguntuk Kelompok

Sedikit ... 102 Tabel 4.9 Hasil Uji Homogenitas Tingkat Implementasi Pembelajaran

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambar Penelitian yang Relevan... 43

Gambar 3.1 Gambar Penelitian ... 47

Gambar 3.2 Rumus Korelasi ... 66

Gambar 3.3 Rumus KoefisienAlpha Cronbach... 69

Gambar 3.4 RumusKolmogorov Smirnov... 78

Gambar 3.5 RumusIndependent Sample T-Test... 83

Gambar 3.6 RumusMann Whitney... 83

Gambar 3.7 RumusEffect Sizejika Data Normal ... 84

Gambar 3.8 RumusEffect Sizejika Data tidak Normal ... 85

Gambar 3.9 Rumus Koefisien Determinasi ... 85

Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas P-P Plot Data Implementasi dengan Pengalaman Pembelajaran Tematik Kelompok Senior ... 93

Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitas Histogram Data Implementasi dengan Pengalaman Menggunakan Pembelajaran Tematik Kelompok Senior ... 94

Gambar 4.3 Hasil Visualisasi P-P Plot Total Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Pengalaman Pembelajaran Tematik Kelompok Junior ... 95

Gambar 4.4 Hasil Uji Normalitas Histogram Data Implementasi dengan Pengalaman Menggunakan Pembelajaran Tematik Kelompok Junior ... 95

Gambar 4.5 Hasil Visualisasi P-P Plot Total Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Jumlah Jam Training Pembelajaran Tematik Kelompok Banyak ... 100

Gambar 4.6 Hasil Uji Normalitas Histogram Data Implementasi dengan Jumlah Jam Training Pembelajaran Tematik Kelompok Banyak ... 100

Gambar 4.7 Gambar 4.5 Hasil Visualisasi P-P Plot Data Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Jumlah Jam Training Pembelajaran Tematik Kelompok Sedikit ... 102

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian... 118

Lampiran 2 Surat Ijin Telah Melakukan Penelitian... 128

Lampiran 3 Expert Judgement... 140

Lampiran 4 Validitas Muka ... 226

Lampiran 5 Data Validitas... 237

Lampiran 6 Hasil Validitas... 238

Lampiran 7 Data Reliabilitas ... 240

Lampiran 8 Hasil Reliabilitas ... 241

Lampiran 9 Data Asli... 244

Lampiran 10 Hasil Perhitungan Distribusi Frekuensi Implementasi Pembelajaran Tematik... 245

Lampiran 11 Hasil Uji Normalitas Pengalaman Menggunakan Pembelajaran Tematik untuk Kelompok Senior... 246

Lampiran 12 Hasil Uji Normalitas Pengalaman Menggunakan Pembelajaran Tematik untuk Kelompok Senior dengan P-P Plot ... 247

Lampiran 13 Hasil Uji Normalitas Pengalaman Menggunakan Pembelajaran Tematik untuk Kelompok Senior dengan Histogram ... 248

Lampiran 14 Hasil Uji Normalitas Pengalaman Menggunakan Pembelajaran Tematik untuk Kelompok Junior ... 250

Lampiran 15 Hasil Uji Normalitas Pengalaman Menggunakan Pembelajaran Tematik untuk Kelompok Junior dengan P-P Plot... 251

Lampiran 16 Hasil Uji Normalitas Pengalaman Menggunakan Pembelajaran Tematik untuk Kelompok junior dengan Histogram ... 252

Lampiran 17 Hasil Uji Homogenitas Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Pengalaman Menggunakan Pembelajaran Tematik... 254

Lampiran 18 Uji Hipotesis Pengalaman Menggunakan Pembelajaran Tematik... 255

Lampiran 19 Hasil Uji Normalitas Jumlah JamTraininguntuk Kelompok Banyak... 256

Lampiran 20 Hasil Uji Normalitas Jumlah JamTraininguntuk Kelompok Banyak dengan P-P Plot... 257

Lampiran 21 Hasil Uji Normalitas Jumlah JamTraininguntuk Kelompok Banyak dengan Histogram ... 258

Lampiran 22 Hasil Uji Normalitas Jumlah JamTraininguntuk Kelompok Sedikit ... 260

(18)

xvii

Sedikit dengan Histogram ... 262

Lampiran 25 Hasil Uji Homogenitas Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Jumlah JamTrainingPembelajaran Tematik... 263

Lampiran 26 Uji Hipotesis Jumlah JamTrainingPembelajaran Tematik ... 264

Lampiran 27 TabelKrejcie ... 265

Lampiran 28 Kuesioner Sebelum dan Sesudah Revisi ... 266

Lampiran 29 Contoh Kuesioner yang sudah diisi ... 272

Lampiran 30 Data Coding ... 277

Lampiran 31 r Tabel ... 278

Lampiran 32 Tabel Tingkat Pengembalian Kuesioner ... 279

(19)

xviii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii

ABSTRAK ... viii

1. Reformasi Pendidikan secara Global... 10

2. Reformasi Pendidikan di Indonesia ... 11

3. Reformasi Kurikulum di Indonesia ... 12

4. Kurikulum 2013 dan Kurikulum 2006 ... 20

5. Pembelajaran Terpadu ... 25

6. Pembelajaran Tematik ... 31

7. Implikasi Pembelajaran Tematik ... 35

8. Karakteristik Pembelajaran Tematik ... 37

9. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Reformasi... 37

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 39

C. Kerangka Berpikir ... 44

D. Hipotesis Penelitian ... 45

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Desain Penelitian ... 46

B. Waktu dan Tempat Penelitian... 47

C. Variabel Penelitian ... 48

D. Populasi dan Sampel... 48

E. Teknik Pengumpulan Data ... 50

F. Instrumen Penelitian ... 50

(20)

xix

H. Prosedur Analisis Data ... 70

I. Jadwal penelitian ... 85

BAB IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Penelitian ... 87

B. Tingkat Pengembalian Kuesioner... 87

C. Hasil Analisis... 88

D. Pembahasaan Hasil Penelitian ... 105

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 112

B. Keterbatasan ... 113

C. Saran ... 113

(21)

1

BAB I PENDAHULUAN

Bab I dalam penelitian ini membahas tentang enam hal yang diuraikan

oleh peneliti. Enam hal yang diuraikan dalam bagian pendahuluan adalah latar

belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan definisi operasional.

A. Latar Belakang Masalah

Mulyasa (2013: 2) menyatakan bahwa banyak tantangan yang dihadapi pada

era global, terutama yang berkiprah dalam era kesejahteraan, khususnya

globalisasi pasar bebas di lingkungan negara-negara ASEAN, seperti AFTA

(Asean Free Trade Area), dan AFLA (Asean Free Labour Area), maupun kawasan di negara-negara APEC (Asean Pasific). Era globalisasi dan pasar bebas menimbulkan perubahan-perubahan yang tidak menentu, khususnya dalam bidang

ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat perkembangannya.

Perubahan tersebut membawa dampak pada dunia pendidikan, dimana dunia

pendidikan selalu tertinggal perkembangannya dibandingkan dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan tersebut menyebabkan

mutu pendidikan di Indonesia menurun apabila tidak segera mengejar atau

menyeimbangkan dengan perubahan serta perkembangan dunia global.

Bank dunia melaporkan tentang hasil pengukuran indikator mutu secara

(22)

Pengukuran ini menunjukkan bahwa hasil tes membaca pada murid kelas IV SD,

Indonesia berada di tingkat terendah se Asia, yaitu di bawah Hongkong 75,5 %,

Singapura 74%, Thailand 65,1%, Filipina 52,6% dan Indonesia 51,7%.

Disebutkan pula bahwa para siswa di Indonesia hanya mampu menguasai 30%

dari materi yang dibacanya. Indonesia mengalami kesulitan menjawab soal-soal

yang memerlukan penalaran. Melihat hasil dari pengukuran tersebut, Indonesia

perlu melakukan berbagai perubahan untuk memperbaiki mutu pendidikan

menjadi lebih baik. Perubahan pendidikan di Indonesia dapat dimulai dari

mengubah sistem pendidikan yang ada.

Sistem pendidikan dinilai sudah tidak efektif dan kelebihan muatan serta

tidak mampu mempersiapkan peserta didik untuk bersaing dengan bangsa lain,

maka dari itu perubahan perlu dilakukan secara mendasar. Sistem pendidikan

tersebut didukung oleh adanya kurikulum. Kurikulum merupakan alat untuk

mencapai tujuan pendidikan dan menjadi pedoman dalam pelaksanaan pendidikan

(Dikti, 2012: 65).

Indonesia telah melakukan beberapa kali perubahan kurikulum. Perubahan

kurikulum tersebut dilakukan sejak masa orde lama, orde baru, dan orde reformasi

(Trianto, 2009: 54). Kurikulum pada masa orde lama yaitu kurikulum 1947.

Kurikulum 1947 merupakan kurikulum yang pertama dan hanya diberlakukan

untuk kolonial Belanda. Dikti (2012: 71) menambahkan bahwa kurikulum 1947

kemudian disempurnakan menjadi kurikulum 1952. Kurikulum ini sudah

mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional dan setiap rencana pelajaran

(23)

Rencana pelajaran yang sudah disusun dirasa belum mampu memperbaiki sistem

pendidikan sehingga perlu perubahan kurikulum.

Kurikulum pada masa orde baru yaitu kurikulum 1968, 1975, 1984,dan 1994

(Trianto, 2009: 56-62). Kurikulum-kurikulum tersebut kemudian disempurnakan

lagi pada masa orde reformasi yang tercatat sudah melakukan dua kali perubahan

kurikulum. Perubahan tersebut adalah kurikulum 2004 yang biasa disebut dengan

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), dan Kurikulum 2006 atau biasa disebut

Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP).

Seiring dengan perkembangan zaman, kurikulum pendidikan terus

mengalami perubahan. Baru-baru ini KTSP diperbaharui dan disempurnakan

menjadi kurikulum 2013. Kurikulum yang masih menjadi bahan perbincangan

karena kurikulum ini bersifat tematik integratif. Mulyasa (2013: 6) mengatakan

bahwa kurikulum 2013 lebih ditekankan pada pendidikan karakter pada tingkat

dasar yang akan menjadi fondasi tingkat berikutnya. Tujuannya untuk

meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang sesuai dengan standar

kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan. Diperlukan adanya upaya

kreatif yang dapat digunakan dalam melaksanakan pembelajaran yang

menggunakan kurikulum berbasis kompetensi di sekolah dasar, salah satunya

adalah dengan menerapkan pembelajaran tematik.

Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema

untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan

pengalaman bermakna kepada siswa (Depdiknas, 2009). Tema yang digunakan

(24)

dan indikator. Kompetensi dasar dapat dikembangkan dengan cara mengaitkan

antarmata pelajaran dan pengalaman pribadi siswa, sehingga pemisahan antarmata

pelajaran menjadi tidak terlihat begitu jelas. Harapan adanya pelaksanaan

pembelajaran tematik yaitu supaya pembelajaran akan lebih menarik dan

bermakna bagi siswa karena tema-tema yang disajikan lebih aktual dan

kontekstual dalam kehidupan sehari-hari. Siswa akan terlibat langsung dalam

proses belajar mengajar sehingga siswa akan memperoleh pengalaman untuk

mencari dan menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajari dalam

proses belajar. Pembelajaran tematik masih relatif baru, sehingga dalam

pelaksanaannya belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Guru masih banyak

yang belum mengetahui pentingnya penerapan pembelajaran tematik di sekolah.

Pembelajaran tematik sangat membantu siswa terutama pada siswa di usia kelas 1

–3 SD, oleh karena itu guru perlu mengetahui pembelajaran tematik. Siswa pada

usia tersebut akan mudah belajar dan memahami materi dengan kegiatan-kegiatan

yang disajikan, tidak hanya melalui menghafal materi. Peran guru sebagai

pendidik diharapkan mampu menyajikan pembelajaran yang baik dan menarik

sehingga pembelajaran akan tersalurkan kepada siswa.

Pembelajaran yang baik dan menarik didukung oleh guru yang kreatif,

sehingga tercipta kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dan menarik bagi

anak. Hasil yang diperoleh berdasarkan diskusi dengan beberapa teman, yaitu

guru merasa sulit dalam menerapkan pembelajaran tematik ini. Pembelajaran yang

dirangkai dalam tema-tema belum terlaksana dengan baik. Materi masih

(25)

ini timbul karena para guru belum mendapat pelatihan tentang pembelajaran

tematik. Guru sering tidak diperhatikan oleh siswanya karena guru kurang

memiliki pengalaman mengajar yang baik terhadap siswanya, sehingga guru

kurang bisa mengkondusifkan kelas. Hasil diskusi dengan teman juga

menjelaskan bahwa banyak guru baru kesulitan dalam mengkondusifkan kelas,

hal tersebut tentunya ada faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Supardi (2013: 51) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja guru yaitu faktor individual (dari dalam) dan faktor situasional (dari luar).

Faktor individual meliputi umur, tingkat pendidikan, lamanya training, pengalaman mengajar, keahlian guru, pengalaman berinovasi, pengalaman guru

terhadap materi, dan waktu. Faktor situasional yang dimaksud meliputi dukungan

kepala sekolah ataupun ukuran dari setiap kelas. Faktor yang akan dibahas dalam

penelitian ini yaitu pengalaman mengajar dan lamanya jam training dalam implementasi pembelajaran tematik.

Peneliti bermaksud ingin mengetahui lebih jauh mengenai implementasi

pembelajaran tematik di sekolah dasar. Uraian-uraian di atas menarik peneliti

untuk menyusun sebuah penelitian dengan judul “Tingkat Implementasi

Pembelajaran Tematik oleh Guru Pengampu Kelas Bawah: Survei Bagi

(26)

B. Batasan Masalah

Penelitian ini hanya difokuskan pada guru kelas bawah sekolah dasar afiliasi

katolik, kristen, dan nasional. Guru merupakan peran penting di dalam

berlangsungnya proses pembelajaran, maka penelitian ini hanya difokuskan

terhadap guru. Guru yang dimaksud dalam penelitian ini adalah guru kelas bawah

yaitu kelas 1, 2, dan 3 yang sudah menerapkan pembelajaran tematik terlebih

dahulu sesuai dengan kurikulum 2006 (KTSP) yang mensyaratkan untuk

melaksanakan pembelajaran tematik.

C. Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru kelas bawah

sekolah dasar afiliasi katolik, kristen, dan nasional di kota Yogyakarta?

2. Apakah ada perbedaan implementasi pembelajaran tematik oleh guru kelas

bawah SD afiliasi katolik, kristen dan nasional di kota Yogyakarta ditinjau

dari pengalaman menggunakan pembelajaran tematik?

3. Apakah ada perbedaan implementasi pembelajaran tematik oleh guru kelas

bawah SD afiliasi katolik, kristen, dan nasional di kota Yogyakarta ditinjau

(27)

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian

ini:

1. Mengetahui tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru kelas bawah

sekolah dasar afiliasi katolik, kristen, dan nasional di kota Yogyakarta.

2. Mengetahui perbedaan implementasi pembelajaran tematik oleh guru kelas

bawah SD afiliasi katolik, kristen dan nasional di kota Yogyakarta ditinjau

dari pengalaman menggunakan pembelajaran tematik.

3. Mengetahui perbedaan implementasi pembelajaran tematik oleh guru kelas

bawah SD afiliasi katolik, kristen, dan nasional di kota Yogyakarta ditinjau

dari jumlah jamtrainingpembelajaran tematik.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi sekolah. Manfaat

bagi sekolah adalah sebagai acuan dalam pembuatan kebijakan program

peningkatan mutu pendidikan yang berhubungan dengan pelaksanaan dan

penerapan pembelajaran tematik sesuai dengan kurikulum ajaran baru. Manfaat

lain dari penelitian ini yakni sebagai referensi tambahan bagi pihak sekolah.

2. Bagi Guru

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi guru. Penelitian ini dapat

(28)

tematik. Penelitian ini juga dapat membantu guru dalam pengimplementasian

pembelajaran tematik.

3. Bagi Siswa

Penelitian ini memberikan manfaat kepada siswa. Manfaat bagi siswa adalah

membantu siswa belajar secara inovatif untuk memperoleh pemahaman yang baik.

Manfaat lain yaitu membantu siswa untuk memperoleh pembelajaran yang

menarik dan bermakna.

4. Bagi Peneliti

Penelitian ini juga bermanfaat bagi peneliti. Penelitian ini dapat memberikan

pengalaman tentang penerapan kurikulum pembelajaran tematik. Peneliti juga

dapat memperoleh wawasan baru mengenai implementasi pembelajaran tematik

bagi guru sekolah dasar.

F. Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang mengaitkan beberapa

mata pelajaran menjadi satu kesatuan dengan menggunakan tema-tema

tertentu (disebut juga pembelajaran tematik integratif).

2. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan tujuan serta isi dari

pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.

3. Demografi adalah faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang.

4. Reformasi adalah perubahan yang dilakukan oleh suatu negara untuk

(29)

5. Guru kelas bawah adalah seseorang yang mengajar pada kelas bawah yaitu

kelas 1, 2, dan 3.

6. Afiliasi adalah pertalian antar cabang atau anggota.

7. Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana yang telah disusun.

8. Survei adalah kegiatan atau penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan

informasi dari sebagian populasi.

9. Pengalaman adalam suatu kejadian yang pernah dialami atau pernah

dilakukan.

Jumlah JamTrainingadalah Jumlah jam yang digunakan dalam pelatihan untuk mengasah keterampilan seseorang supaya kinerja yang dimiliki oleh seseorang

(30)

10 BAB II KAJIAN TEORI

Bab II ini menguraikan kajian teori yang digunakan untuk memecahkan

masalah dalam penelitian ini. Pembahasan tentang kajian teori ini terdiri dari

empat bagian, yaitu tinjauan teoritik, hasil penelitian yang relevan, kerangka

berpikir dan hipotesis.

A. Tinjauan Teoritik

1. Reformasi Pendidikan secara Global

Iklim perpolitikan yang kurang kondusif menimbulkan berbagai permasalahan

dalam berbagai bidang, salah satunya adalah bidang pendidikan (Mulyasa, 2013:

1). Masalah yang timbul dari adanya era reformasi ini adalah perkembangan dunia

pendidikan yang tertinggal dari perkembangan teknologi, ataupun informasi.

Suyatno dan Hisyam (dalam Sanaky, 2009: 1) menyebutkan bahwa reformasi atau

perubahan tersebut tidak hanya dalam bidang politik, melainkan juga terjadi di

dunia pendidikan. Era reformasi telah berlangsung sejak tahun 1998 dan memberi

keterlibatan langsung maupun tidak langsung dalam sektor pendidikan (Susilo,

2007: 1). Era reformasi perlu diperhatikan karena membawa dampak pada

perkembangan dunia pendidikan.

Dunia pendidikan menuntut adanya perubahan yang sifatnya mendasar dalam

kehidupan di era global ini (Mulyasa, 2013: 2). Perubahan tersebut meliputi

(31)

kohesi sosial menjadi partisipasi demokratis, dan pertumbuhan ekonomi menjadi

perkembangan kemanusiaan. UNESCO telah mengemukakan dua basis landasan

untuk melaksanakan perubahan dalam bidang pendidikan sejak tahun 1998:

pertama ; pendidikan harus diletakkan pada empat pilar yaitu belajar mengetahui

(learning to know), belajar melakukan (learning to do), belajar hidup dalam kebersamaan (learninng to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be) ; kedua, belajar seumur hidup (life long learning) (Mulyasa, 2013: 2). Diperlukan strategi baru untuk menciptakan masyarakat yang berprestasi

supaya tidak tertinggal oleh perkembangan zaman.

2. Reformasi Pendidikan di Indonesia

Kondisi pendidikan di Indonesia sekarang ini dalam keadaan yang

memprihatinkan apabila dilihat dari tantangan global yang sedang dihadapi. Hasil

survei yang dilakukan oleh The Political and Economic Risk Consultancy (PERC)menyatakan bahwa Indonesia berada pada peringkat ke 12 dari 12 Negara dengan perolehan nilai sebesar 6,56 (The Jakarta Post dalam Suyatno, 2006: 3). Survei tersebut bertujuan untuk melihat profil kualitas tenaga kerja di Asia dimana

kualitas kerja dilihat dari kualitas pendidikan yang ada pada suatu negara. Peneliti

memperoleh kesimpulan bahwa apabila sistem pendidikan dalam suatu negara

baik dan berkualitas, maka akan mampu melahirkan tenaga kerja yang baik dan

berkualitas pula ataupun sebaliknya.

Persoalan-persoalan tentang kualitas pendidikan di Indonesia tersebut perlu

(32)

persoalan-persoalan tersebut, perlu dilakukan perubahan terhadap sistem pendidikan untuk

memperbaiki mutu pendidikan yang ada di Indonesia. Karim (dalam Suyatno,

2006: 10) menyatakan bahwa upaya meningkatkan mutu pendidikan yaitu dengan

melakukan perubahan kurikulum. Perubahan ini penting dilakukan untuk

mempersiapkan bangsa Indonesia dalam menghadapi persaingan global. Upaya

peningkatan mutu pendidikan dilakukan secara menyeluruh baik dari segi moral,

akhlak, budi pekerti, pengetahuan, keterampilan, seni, olahraga, maupun

perilakunya (Majid, 2014: 20). Harapan dari adanya perubahan kurikulum ini

ialah akan membawa perubahan bagi pendidikan Indonesia, terutama dalam

meningkatkan mutu dan kualitas pendidikannya.

3. Reformasi Kurikulum di Indonesia

Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan dan menjadi pedoman

dalam pelaksanaan pendidikan (Dikti, 2012: 65). Pengertian lain diungkapkan

oleh Bambang (2007) bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan

pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan

sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran untuk mencapai tujuan

pendidikan. Peneliti mengartikan kurikulum sebagai seperangkat rencana dan

pengaturan tujuan serta isi dari pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.

Tujuan pendidikan di Indonesia, salah satunya dicapai dengan melakukan

pergantian atau perubahan kurikulum. Perubahan kurikulum berkali-kali

dilakukan di Indonesia dari masa ke masa. Pembaharuan kurikulum perlu

(33)

kurikulum, selain itu kurikulum juga harus dapat mengikuti perkembangan zaman

yang senantiasa cenderung berubah (Dikti, 2012: 65). Trianto (2009: 54-71)

menjelaskan bahwa perubahan kurikulum terjadi dari masa orde lama hingga

masa orde reformasi.

a. Kurikulum SD di Masa Orde Lama

Kurikulum pertama pada awal kemerdekaan yaitu rencana pelajaran 1947 atau

menggunakan istilahLeer plan (Trianto, 2006: 54). Leer Planberasal dari bahasa Belanda yang berarti rencana pelajaran (Rentjana Pelajaran) dan merupakan

istilah yang populer dari pada menggunkan istilah curriculum yang berasal dari bahasa Inggris (Muzamiroh, 2013: 40-41). Trianto (2006: 55) menyebutkan

bahwa susunan rencana pelajaran 1947 sangat sederhana karena hanya memuat

dua hal pokok. Kedua hal pokok tersebut ialah daftar mata pelajaran dan jam

pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya. Kurikulum 1947 ini tidak

lagi ditujukan kepada kolonial Belanda, maka dari itu kurikulum ini bersifat

politis dan merupakan pengganti dari sistem pendidikan kolonial Belanda.

Pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran

dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan

pendidikan jasmani merupakan hal yang diutamakan dalam rencana pelajaran

1947 dari pada pendidikan pikiran (Muzamiroh, 2013: 41).

Dikti (2012: 71) menambahkan kurikulum yang ada pada masa orde lama,

yakni kurikulum 1952. Kurikulum 1952 merupakan penyempurnaan dari

(34)

dengan kehidupan sehari-hari dan sudah mengacu pada kurikulum nasional.

Kurikulum 1952 berfungsi untuk membimbing para siswa dalam melaksanakan

kegiatan belajar mengajar (Hidayat, 2013: 111).

Rencana pelajaran pada kurikulum 1952 dibuat lebih rinci di setiap

pelajarannya, sehingga disebut dengan Rencana Pelajaran Terurai 1952

(Muzamiroh, 2013: 42). Silabus mata pelajaran yang digunakan dalam kurikulum

1952 ini dibuat dengan sangat jelas.

b. Kurikulum SD di Masa Orde Baru

Dunia pendidikan pada masa orde baru melaksanakan perubahan kurikulum

sebanyak empat kali, yaitu dimulai dari kurikulum 1968, 1975, 1984, dan 1994

(Tianto, 2006: 56). Kurikulum 1968 bersifat correlated subject curriculum yang artinya adalah materi pelajaran pada tingkat bawah mempunyai korelasi dengan

kurikulum sekolah lanjutan (Trianto, 2006: 57). Kurikulum 1968 terdiri dari 9

mata pelajaran yang hanya memuat mata pelajaran pokok saja. Materi pelajaran

yang disajikan tidak dikaitkan dengan permasalahan yang ada dalam kehidupan

sehari-hari. Muatan materi pelajaran tersebut bersifat teoritis dan sangat

dipengaruhi oleh ilmu perkembangan teknologi dan psikologi yang ada pada masa

akhir 1960-an. Kurikulum 1968, kemudian mengalami penyempurnaan pada

tahun 1975. Kurikulum 1968 berganti menjadi kurikulum 1975.

Muzamiroh (2013: 44) menjelaskan supaya lebih efisien dan efektif, maka

kurikulum 1975 lebih ditekankan pada tujuannya. Kurikulum 1975 dikenal

(35)

Muzamiroh (2013) juga menjelaskan bahwa kurikulum 1975 banyak memperoleh

kritikan karena guru dibuat sibuk dengan menuliskan tujuan yang akan dicapai

dalam pelajaran. Pelaksanaan pembelajaran pada kurikulum 1975 didasari konsep

Struktural, Analisis, Sintesis (SAS) (Trianto, 2006: 58). Siswa menjadi pintar karena paham dan mampu menganalisis sesuatu yang dihubungkan dengan mata

pelajaran di sekolah. Dampak dari kurikulum 1975 adalah banyak guru

menghabiskan waktunya untuk mengerjakan tugas administrasi, seperti membuat

TIU, TIK dan lain-lain (Trianto, 2012). Metode, materi, dan tujuan pengajaran

pada kurikulum ini dirinci sesuai dengan Prosedur Pengembangan Sistem

Instruksional (PPSI). PPSI merupakan instruksi bagi individu dalam belajar yang

terdiri atas urutan dan desain tugas yang progresif (Uno, dalam Dikti, 2012: 87).

Penilaian dilakukan pada setiap akhir pelajaran menjadikan kurikulum ini sebagai

pembeda dari kurikulum-kurikulum sebelumnya yang hanya memberikan

penilaian pada akhir semester saja.

Pemenuhan kebutuhan masyarakat serta tuntutan pengetahuan dan teknologi

yang ada pada kurikulum 1975 hingga menjelang 1983 terus mengalami

kemerosotan (Dikti, 2012: 89). Kurikulum 1975 berakhir dan akhirnya digantikan

dengan kurikulum 1984. Muzamiroh (2013: 45) mengatakan bahwa kurikulum

1984 mengusung process skill approach. Kurikulum 1984 lebih mengutamakan pendekatan proses, namun faktor tujuan juga tetap diperhatikan dan sama

pentingnya. Kurikulum 1984 disebut kurikulum 1975 yang disempurnakan. Siswa

diposisikan sebagai subyek belajar dari hal-hal yang bersifat mengamati,

(36)

proses belajar mengajar, inilah yang disebut konsep Cara Belajar Siswa Aktif

(CBSA). Penerapan konsep CBSA ternyata tidak berjalan dengan lancar. beberapa

sekolah kurang mampu dalam menerapkan konsep tersebut.

Pemerintah melakukan penyempurnaan kurikulum 1984 menjadi kurikulum

1994 yang dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang No.2 tahun 1989 tentang

sistem pendidikan nasional (Muzamiroh, 2013: 45). Perubahan pembagian waktu

pelajaran terjadi pada kurikulum ini, yaitu dari sistem semester ke sistem

caturwulan yang nantinya dibagi menjadi tiga tahap dalam satu tahunnya.

Pembagian waktu pelajaran tersebut diharapkan dapat membantu siswa dalam

menerima materi pelajaran yang cukup banyak.

Pelaksanaan kurikulum 1994, yang mengalami pembagian waktu menjadi

caturwulan ternyata tidak cukup membantu. Materi yang cukup banyak tidak

terasa ringan. Materi yang cukup banyak justru menjadikan beban belajar bagi

siswa.

c. Kurikulum SD di Masa Orde Reformasi

Kurikulum pada masa orde reformasi juga melakukan perubahan kurikulum

sebanyak dua kali, yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau

Kurikulum 2004 merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan

sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak (Trianto, 2006:

62). UU No 2 1999 tentang pemerintahan daerah, UU No 25 tahun 2000 tentang

(37)

TAP MPR No. IV/MPR/1999 tentang arah kebijakan dan pendidikan nasional

mendasari lahirnya kurikulum sebagai respon dari tuntutan reformasi (Majid,

2014: 21). Kurikulum ini mengembangkan kemampuan siswa untuk melakukan

tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan (Muzamiroh, 2013: 47). Kemampuan yang terpenting adalah kemampuan siswa

dalam mencapai kompetensi sesuai dengan yang diharapkan.

Kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan suatu

pernyataan mengenai apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi atau

dilakukan siswa dalam setiap setiap tingkatan kelas sekaligus untuk mengetahui

kemajuan siswa menjadi lebih kompeten (Majid, 2014: 24). Becker  Gordon

(dalam Majid, 2014: 23) menyatakan kompetensi mengandung beberapa aspek,

yaitu knowledge, understanding, skill, value, attitude, dan interest. Knowledge

(pengetahuan) adalah kesadaran guru dalam melaksanakan proses pembelajaran

dalam bidang kognitif. Understanding (pengertian) adalah kemampuan yang dimiliki guru dalam memahami aspek kognitif yang dimiliki oleh siswa. Skills

(keterampilan) merupakan kemempuan yang dimiliki guru untuk melaksanakan

tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Value (nilai) adalah suatu standar perilaku yang dimiliki oleh guru. Interest (minat) merupakan minat yang dimiliki

guru untuk memancing motivasi siswa. Kurikulum KBK merupakan

penyempurnaan dari kurikulum 1994. Keunggulan Kurikulum KBK dibandingkan

(38)

Tabel 2.1

Perbedaan Kurikulum KBK dan Kurikulum 1994

Subjek 1994 KBK

Yang Utama Penguasaan materi Hasil belajar dan kompetensi. Paradigma

Pembelajaran

Versi UNESCO: belajar mengetahui, belajar untuk bertindak, belajar hidup bersama, dan belajar menjadi diri sendiri.

40 jam per minggu 32 jam per minggu.

Metode Pembelajaran

Katrampilan proses Tercipta metode pembelajaran aktif, kreatif, efektif,dan menyenangkan. Dan juga lahir metode lain yaitu pembelajaran kontekstual.

Sitem Penilaian

Memfokuskan pada aspek kgnitif

Memadukan keseimbangan kognitif, afektif dan psikomotorik.

Tabel 2.1 menjelaskan jumlah jam pelajaran pada kurikulum 1994 lebih

banyak dibandingkan dengan kurikulum KBK. Kurikulum 1994 hanya

mengutamakan penguasaan materi, berbeda halnya dengan kurikulum KBK yang

mengutamakan hasil belajar dan kompetensi. Sistem penilaian pada kurikulum

1994 difokuskan pada aspek kognitif saja, sedangkan pada kurikulum KBK sistem

penilaian dilakukan dengan memadukan keseimbangan kognitif, afektif, dan

psikomotorik.

Kurikulum KBK dianggap memperoleh hasil yang kurang sempurna,

sehingga perlu dilakukan penyempurnaan. Hasil yang kurang sempurna

dipengaruhi oleh beberapa faktor (Muslich dalam Muzamiroh, 2013 : 48). Faktor

yang pertama yaitu konsep KBK belum dipahami dengan benar oleh guru

sehingga penjabaran materi dan program pengajaran tidak sesuai dengan yang

diharapkan. Kedua, guru mengalami kebingungan dalam penerapannya karena

draf kurikulum terus menerus mengalami perubahan. Ketiga, guru hanya

mengandalkan pengalaman yang telah dimiliki untuk mengajar karena belum

(39)

menunjukkan reformasi pendidikan yang terjadi di Indonesia sejak masa orde

lama, orde baru, sampai orde reformasi.

Tabel 2.2

Memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya. Garis-garis besar pengajarannya pada saat itu menekankan pada cara guru mengajar dan murid mempelajari

1952 Rencana pelajaran terurai 1952

Rencana pelajaran pada setiap mata pelajaran dibuat lebih rinci

Orde Baru

1968 Kurikulum 1968

Pendidikan pada masa ini lebih ditekankan untuk membentuk manusia pancasila sejati.

1975 Kurikulum 1975

Menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien. Kurikulum 1975 mempertegas tujuan pembelajaran setiap mata pelajaran.

1984 Kurikulum 1984

Dalam kurikulum 1984 siswa diposisikan sebagai subyek belajar dari hal-hal yang bersifat mengamati,

mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan, menjadi bagian penting proses belajar mengajar, inilah yang disebut konsep Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).

1994 Kurikulum 1994

Kurikulum 1994 menggunakan pendekatan proses. Kurikulum ini pun dimasukkan muatan lokal, yang berfungsi mengembangkan kemampuan siswa yang standar performansi tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.

2006 Kurikulum 2006

Strategi pengembangan dalam kurikulum 2006 mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. Model pembelajaran yang digunakan yaitu model pembelajaran tematik dan model pendekatan mata pelajaran.

Tabel 2.2 menunjukkan reformasi kurikulum yang terjadi sejak masa orde

lama, orde baru, hingga orde reformasi. Reformasi kurikulum yang terjadi pada

masa orde lama yakni pada tahun 1947 dan tahun 1952. Nama kurikulum pada

tahun 1947 yaitu rencana pembelajaran 1947, sedangkan tahun 1952 yaitu rencana

pelajaran terurai 1952. Reformasi kurikulum yang terjadi pada masa orde baru

(40)

Reformasi kurikulum yang terjadi pada orde reformasi yaitu kurikulum 2004 dan

kurikulum 2006.

4. Kurikulum 2013 dan Kurikulum 2006

Berbagai perubahan dan pengembangan kurikulum dilakukan untuk menjawab

tantangan zaman yang terus berubah agar peserta didik mampu bersaing di masa

depan, dalam konteks nasional maupun global (Mulyasa, 2013: 169). Perlunya

perubahan dan pengembangan kurikulum 2013 ini mendapat dorongan dari

beberapa hasil studi internasional. Data yang diperoleh dari Programme for International Student Assesment (PISA) pada tahun 2009 menunjukkan bahwa Indonesia mendapat peringkat 10 besar di bawah dari 65 negara peserta PISA

(Mulyasa, 2013: 60). Hasil tersebut menjelaskan bahwa diperlukan adanya

perubahan kurikulum di Indonesia, dari kurikulum 2006 atau yang lebih dikenal

dengan sebutan kurikulum KTSP menjadi kurikulum 2013. Perubahan tersebut

perlu dilakukan, mengingat adanya kelemahan-kelemahan dalam kurikulum

KTSP. Kelemahan-kelemahan kurikulum KTSP menurut Mulyasa (2013: 60-61)

yang pertama ialah masih adanya mata pelajaran dengan kesukaran yang

melampui tingkat perkembangan anak. Kedua, kompetensi yang dikembangkan

belum sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional. Kelemahan yang

ketiga yaitu kompetensi yang dikembangkan belum menggambarkan pribadi

siswa sepenuhnya seperti pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Keempat,

kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan perkembangan masyarakat belum

(41)

berbagai perubahan sosial. Keenam, pembelajaran berpusat pada guru karena

urutan pelajaran belum dirinci dengan baik. Ketujuh, penilaian yang dilakukan

belum menggunakan standar penilaian berbasis kompetensi, serta layanan

remediasidan pengayaan belum diberikan dengan tegas.

Majid (2014: 28) menjelaskan bahwa kurikulum 2013 yang akan diberlakukan

ini sejalan dengan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, yang

mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu. Pengembangan

kurikulum sesuai dengan ketentuan yuridis yang mewajibkan adanya perubahan

kurikulum baru, landasan filosofis, serta landasan empiris (Majid, 2014: 29).

Landasan yuridis atau yang menjadi dasar untuk mengembangkan kurikulum yaitu

Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 19 tentang Standar

Nasional Pendidikan dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun

2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun

2006 tentang Standar Isi. Landasan filosofis pada pengembangan kurikulum 2013

yakni pancasila. Pancasila digunakan sebagai falsafah bangsa dan negara yang

menjadi sumber utama dan penentu arah yang akan dicapai dalam kurikulum.

Landasan empiris pada perkembangan kurikulum ini harus mampu

membentuk siswa di seluruh Indonesia untuk menyeimbangkan kebutuhan

individu dan masyarakat demi kebutuhan berintegrasi sebagai satu entitas bangsa

Indonesia. Landasan teoritis pada pengembangan kurikulum dikembangkan agar

siswa dapat mencapai kualitas standar nasional diatasnya. Kurikulum dirancang

(42)

Keempat landasan tersebut dijadikan landasan untuk mengembangkan kurikulum

2013. Kurikulum 2013 memiliki beberapa perbedaan dengan kurikulum 2006.

Perubahan kurikulum 2013 dapat dikaji perbendaannya dengan kurikulum KTSP

(kurikulum 2006). Tabel 2.3 menjelaskan perbedaan kurikulum KTSP dan

kurikulum 2013:

Tabel 2. 3

Perbedaan Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013

Kurikulum 2006 Kurikulum 2013

Mata pelajaran dirancang berdiri sendiri dan memiliki kompetensi dasar sendiri. Bahasa Indonesia sejajar dengan mapel lain. Bahasa Indonesia sebagai penghela

mapel lain (sikap dan keterampilan berbahasa).

Tiap mata pelajaran diajarkan dengan pendekatan berbeda.

Semua mata pelajaran diajarkan dengan pendekatan yang sama (saintifik) melalui mengamati, menanya, mencoba, menalar. Tiap jenis konten pembelajaran diajarkan terpisah

(separated curriculum).

Bermacam jenis konten pembelajaran diajarkan terkait dan terpadu satu sama lain (cross curriculum atau integrated curriculum).

Konten ilmu pengetahuan diintegasikan dan dijadikan penggerak konten pembelajaran lainnya.

Tematik untuk kelas I–III (belum integratif). Tematik integratif untuk kelas I-VI.

Tabel 2.3 menunjukkan bahwa terdapat beberapa perbedaan pada kurikulum

2006 dan kurikulum 2013. Pembelajaran pada kurikulum 2006 dilakukan secara

tematik, namun belum terintegratif. Pembelajaran tematik hanya diterapkan pada

kelas 1-3. Keterkaitan antar mata pelajaran yang satu dengan lainnya belum

nampak, masih terlihat berdiri sendiri. Mata pelajaran tertentu mendukung

kompetensi tertentu.

Pembelajaran pada kurikulum 2013, dilakukan dengan menerapkan

(43)

disampaikan saling terkait dan kemudian disatukan dengan menggunakan

kompetensi inti. Tiap mata pelajaran mendukung semua kompetensi, baik itu

sikap, keterampilan, ataupun pengetahuan. Perbedaan lain antara kurikulum 2013

dengan kurikulum sebelumnya menurut Mulyasa (2013: 170-171) antara lain:

a. Tematik-integratif

Pembelajaran tematik sudah diterapkan di kurikulum 2006 sebelum

diimplementasikan pada kurikulum 2013. Pembelajaran tematik integratif pada

kurikulum 2006 diterapkan pada kelas bawah, sedangkan mata pelajaran yang

disajikan masih terkesan terpisah-pisah atau berdiri sendiri. Berbeda halnya

dengan kurikulum 2013 saat ini, mata pelajaran yang disajikan berdasarkan tema

dimana mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya saling terkait. Proses

pembelajaran siswa yang mempelajari banyak materi dapat mengurangi kesan

mata pelajaran yang terpisah-pisah dan berdiri sendiri.

b. Delapan Mata Pelajaran

Mata pelajaran yang disajikan pada kurikulum 2006 di tingkat sekolah dasar

sebanyak 10 mata pelajaran. Kesepuluh mata pelajaran tersebut ialah Pendidikan

Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS,

Seni Budaya dan Keterampilan, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan,

Muatan Lokal, dan Pengembangan Diri. Banyaknya mata pelajaran yang disajikan

tersebut, dipadatkan lagi menjadi 8 mata pelajaran pada kurikulum 2013.

Kedelapan mata pelajaran tersebut ialah IPA, IPS, Seni Budaya, Pendidikan

Jasmani dan Kesehatan, Bahasa Indonesia, Matematika, Pendidikan

(44)

c. Pramuka sebagai Ekstrakurikuler Wajib

Pramuka merupakan ekstrakurikuler yang diwajibkan dan diatur dalam

undang-undang sehubungan dengan diterapkannya kurikulum 2013.

Ekstrakurikuler pramuka ini diwajibkan untuk pendidikan tingkat dasar dan

pendidikan tingkat menengah. Layanan secara profesional dalam implementasi

pramuka terus ditingkatkan dengan melakukan kerjasama antara Kemendikbud

dan Kemenpora.

d. Bahasa Inggris hanya Ekstrakurikuler

Bahasa inggris dikhawatirkan akan menjadi beban bagi siswa, maka dari itu

bahasa inggris dihapuskan dari kurikulum SD. Penguasaan Bahasa Indonesia lebih

diprioritaskan. Tahap selanjutnya dengan memasukkan bahasa inggris dalam

kegiatan ekstrakurikuler.

e. Belajar Disekolah Lebih Lama

Siswa menjadi belajar lebih lama disekolah. Pemadatan mata pelajaran dalam

kurikulum 2013 bukan mengurangi jam belajar siswa. Siswa tidak akan kerepotan

membawa buku banyak, sebab dalam kurikulum 2013 untuk semua pelajaran

dijadikan satu buku.

Keseluruhan perbedaan tersebut dijadikan sebagai pelengkap kurikulum satu

dengan lainnya. Penyempurnaan kurikulum dilakukan dengan tujuan untuk

memperbaiki kualitas pendidikan nasional Indonesia. Pengembangan kurikulum

2013 tidak menjadikan kurikulum 2013 jauh lebih baik dari kurikulum

sebelumnya, namun untuk lebih tepatnya sebagai penyempurna dari kurikulum

(45)

5. Pembelajaran Terpadu

Pembelajaran terpadu ialah suatu pendekatan yang mengaitkan beberapa aspek

dalam pembelajaran baik intra ataupun antar mata pelajaran (Prastowo, 2013:

106). Pengertian lain disampaikan oleh Dewey dalam (Prastowo, 2013: 108)

bahwa pembelajaran terpadu adalah suatu pendekatan yang digunakan untuk

mengembangkan pengetahuan siswa dan membentuk pengetahuan berdasarkan

interaksi dengan lingkungan dan pengalaman dalam kehidupan. Peneliti

menyimpulkan bahwa pembelajaran terpadu adalah suatu pendekatan yang

digunakan untuk mengembangkan dan membentuk pengetahuan siswa dengan

mengaitkan beberapa aspek, termasuk berinteraksi dengan lingkungannya.

Ciri-ciri pembelajaran terpadu diungkapkan oleh (Karli dan Margaretha dalam

Indrawati, 2009: 22) yaitu bersifat holistik, bermakna, dan aktif. Holistik,

maksudnya suatu peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran

terpadu dikaji dari beberapa bidang studi sekaligus untuk memahami suatu

fenomena dari segala sisi. Bermakna, karena siswa akan memahami konsep yang

mereka pelajari melalui pengalaman langsung. Pembelajaran bersifat aktif

maksudnya ialah, siswa sendiri yang terlibat dalam proses kegiatan belajar

mengajar. Fogarty (dalam Prastowo, 2013: 109) menyebutkan bahwa dalam

merencanakan pembelajaran terpadu, yaitu fragmented, connected, nested, sequenced, shared, webbed, threaded, integrated, immersed, dan networked.

Model yang pertama ialah Fragmented (Model Penggalan). Fogarty (dalam Prastowo, 2013: 109) menyatakan bahwa model ini ditandai dengan pemanduan

(46)

Indonesia terdapat materi membaca, menyimak, menulis, dan berbicara. Keempat

materi tersebut sebenarnya dapat disampaikan dalam waktu yang sama dengan

memadukan materi tersebut dalam keterampilan berbahasa. Pelaksanaan

pembelajaran dengan model penggalan dilaksanakan secara terpisah-pisah dan

dalam waktu atau jam yang berbeda.

Fogarty (dalam Prastowo, 2013: 109) menjelaskan model pembelajaran

terpadu yang kedua adalah Connected(Model Keterhubungan). Model Connected

dilandasi oleh butir-butir pembelajaran yang dapat dipayungkan pada satu induk

mata pelajaran tertentu. Misalnya, materi membaca, berbicara, menyimak, dan

menulis dapat dijadikan satu pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Keunggulan

model keterhubungan ialah konsep-konsep utama saling terhubung satu sama lain.

Kelemahan dari model keterhubungan ialah disiplin-disiplin ilmu yang tidak

berkaitan dan konten tetap berfokus pada satu disiplin.

Ketiga adalah Nested (Model Sarang). Model nested merupakan pemanduan berbagai macam penguasaan konsep keterampilan yang meliputi sosial, berpikir

dan konten dicapai dalam satu mata pelajaran (Fogarty dalam Prastowo, 2013:

109). Kelebihan model nested yaitu memberikan perhatian pada

pelajaran-pelajaran yang berbeda tetapi dalam waktu yang bersamaan, sehingga dapat

memperkaya dan memperluas pengetahuan. Kelemahan dari model ini yaitu

adanya kemungkinan siswa menjadi bingung mengenai konsep utama yang

diberikan karena beberapa konsep dijadikan dalam satu mata pelajaran.

(47)

topik-topik antarmata pelajaran yang berbeda secara paralel. Maksudnya ialah, pelajaran

yang mempunyai topik yang sama kemudian dipadukan dalam satu pelajaran

secara bersamaan. Kelebihan model sequenced memberikan fasilitasi dalam

mentransfer pembelajaran untuk melintasi beberapa mata pelajaran.

Kelemahannya adalah guru hanya memiliki sedikit otonomi untuk merancang

kurikulum, sehingga dibutuhkan kolaborasi secara terus menerus dan kelenturan

yang tinggi.

Kelima adalah Shared (Model Bagian). Model ini merupakan suatu bentuk pemanduan, dimana pembelajaran mengalami overlapping konsep pada dua mata pelajaran atau lebih (Fogarty dalam Prastowo, 2013: 109). Kelebihannya yaitu

akan lebih mudah ketika melakukan kolaborasi, karena ada pengalaman

instruksional bersama dua orang guru dalam tim. Kelemahannya yaitu

membutuhkan waktu, kelenturan, komitmen, dan kompromi dalam melakukan

kolaborasi.

Keenam adalah Webbed (Model Jaringan Laba-laba). Model ini merupakan model yang paling banyak digunakan dan lebih dikenal (Fogarty dalam Prastowo,

2013: 109). Pemanduan dilakukan dengan menggunakan pembelajaran tematik

yang dikaitkan dengan tema-tema tertentu. Kelebihan model webbed yaitu memberikan motivasi pada siswa dan membantu siswa dalam melilhat relasi

antargagasan. Kelemahannya yaitu pemilihan tema harus benar-benar selektif agar

berarti dan relevan dengan konten.

(48)

Keterampilan-keterampilan tersebut meliputi sosial, berpikir, berbagai jenis

kecerdasan dan keterampilan belajar. Kelebihan dari model pembelajaran

threadedadalah siswa menjadi mampu mempelajari cara mereka belajar.

Delapan adalah Integrated (Model integrated). Model integrated merupakan pemanduan beberapa topik dari mata pelajaran yang berbeda-beda dengan esensi

yang sama dalam sebuah topik tertentu (Fogarty dalam Prastowo, 2013: 109).

Penerapannya dalam pembelajaran misalnya mengambil topik tenggang rasa.

Topik tersebut semula terdapat dalam mata pelajaran PKn dan agama, maka

supaya tidak tidak terjadi tumpang tindih muatan kurikulum cukup diletakkan

dalam mata pelajaran tertentu saja, misal PKn. Kelebihan model integrated

memberikan motivasi dan dorongan kepada siswa untuk melihat keterkaitan dan

ketersalinghubungan di antara disiplin-disiplin ilmu. Kelemahan modelintegrated

yaitu dibutuhkan tim antar bidang studi yang memiliki perencanaan dan waktu

pengajaran yang sama.

Sembilan adalah Immersed atau model celupan. Fogarty dalam (Prastowo, 2013: 109) menjelaskan bahwa model ini dirancang untuk membantu siswa dalam

menyaring dan memadukan berbagai pengalaman dan pengetahuan.

Kelebihannya, siswa sendiri yang melakukan perpaduan sedangkan kelemahannya

yaitu siswa menjadi kurang fokus.

Fogarty (dalam Prastowo, 2013: 109) menjelaskan bahwa model yang

kesepuluh yaitu networked atau model jaringan. Siswa melakukan pemaduan topik yang dipelajari melalui pemilihan jejaring pakar dan sumber daya. Model ini

(49)

dari model jaringan adalah pembelajaran yang berlangsung menjadi bersikap

proaktif, sehingga siswa terstimulasi oleh informasi, keterampilan dan

konsep-konsep baru. Kelemahannya adalah upaya-upaya menjadi tidak efektif sehingga

perhatian siswa dalam pembelajaran dapat terpecah.

Kesepuluh model pembelajaran terpadu terangkum dalam tabel 2.4 menurut

(50)

Nama Model Deskripsi Kelebihan Kelemahan

Tabel 2.4 menjelaskan tentang model pembelajaran terpadu. Model

pembelajaran tersebut yaitu fragmented, connected, nested, sequence, shared, webbed, threaded, integrated, immersed. Model yang sering digunakan yaitu

webbed dan integrated. Masing-masing mempunyai kelebihan sendiri-sendiri. Kelebihan dari webbed yaitu dapat memotivasi murid; membantu murid-murid untuk melihat keterhubungan antar gagasan, sedangkan kelebihan dari

integrated yakni mendorong siswa untuk melihat keterkaitan dan kesalingterhubungan di antara disiplin-disiplin ilmu; siswa termotivasi dengan

(51)

6. Pembelajaran Tematik

a. Pengertian Pembelajaran Tematik

Anak dipandang sebagai salah salah satu sumber untuk menentukan apa yang

akan dijadikan bahan ajar selanjutnya supaya kemampuan dasar anak dapat

dikembangkan dengan baik. Kemampuan dasar anak dapat dikembangkan dengan

merancang kurikulum dan pembelajaran tematik (Majid, 2014: 4). Pembelajaran

tematik merupakan suatu strategi yang melibatkan beberapa mata pelajaran,

sehingga siswa mendapatkan pengalaman yang bermakna (Majid, 2014: 4).

Pendapat lain dikemukakan oleh Depdiknas (dalam Trianto, 2011: 147) bahwa

pembelajaran tematik adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan

tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran, sehingga dapat memberikan

pengalaman bermakna kepada siswa. Tema dalam pembelajaran tematik ini

maksudnya ialah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi inti

pembicaraan atau pembahasan dalam kegiatan pembelajaran (Hajar, 2013: 22).

Peneliti menyimpulkan pendapat dari para ahli bahwa pembelajaran tematik

adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa

mata pelajaran, sehingga siswa akan memperoleh pengalaman yang bermakna.

Depdiknas (2009: 8) menyebutkan ada tiga landasan diterapkannya

pembelajaran tematik. Landasan tersebut antara lain landasan filosofis, landasan

psikologis, dan landasan yuridis. Penjelasan mengenai ketiga landasan tersebut

(52)

Tabel 2.5

Landasan Pembelajaran Tematik

Landasan Filosofis Landasan Psikologis Landasan Yuridis a. Progresivisme, aliran ini

Tabel 2.5 menjelaskan bahwa pembelajaran tematik memiliki tiga landasan.

Landasan pertama yaitu landasan filosofis yang berisi teori-teori para ahli sesuai

dengan pembelajaran tematik. Landasan kedua yaitu landasan psikologis yang

berisi tentang teori psikologi berdasarkan pembelajaran tematik. Landasan yang

ketiga yaitu landasan yang berisi tentang Undang-Undang yang mendasari

lahirnya pembelajaran tematik.

Pembelajaran tematik, kini diterapkan pula pada kurikulum 2013. Kurikulum

yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat karena kurikulum 2013 ini

berbasis tematik integratif. Nuh (dalam Muzamiroh, 2013: 111) mengemukakan

bahwa kurikulum 2013 dirancang sebagai upaya untuk mempersiapkan genarasi

Indonesia 2045 yaitu tepatnya 100 tahun Indonesia merdeka, sekaligus

memanfaatkan populasi usia produktif yang jumlahnya sangat melimpah agar

menjadi bonus demografi dan tidak menjadi bencana demografi. Kurikulum 2013

(53)

pelajaran pada kurikulum 2013 akan dikurangi sehingga tidak lagi membebani

siswa. Muzamiroh (2013: 119) mengungkapkan bahwa harapan dari kurikulum

2013 ini adalah untuk menyiapkan generasi yang handal, inovatif dan berkarakter.

b. Keuntungan dan kelemahan Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik mempunyai banyak keuntungan.

Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain: a) siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu

tema tertentu, b) siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan

berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama, c)

pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan, d)

kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan mata

pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa, e) siswa mampu lebih merasakan

manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas

(Depdiknas, 2009: 7).

Berbagai keuntungan juga diungkapkan oleh Trianto (2011: 160) antara lain:

a) Dapat lebih memfokuskan diri pada proses belajar, daripada hasil belajar. b)

Menghilangkan batas semu antarbagian kurikulum dan menyediakan pendekatan

proses belajar yang integratif. c) Menyediakan kurikulum yang berpusat pada

siswa yang dikaitkan dengan minat, kebutuhan, dan kecerdasan; mereka didorong

untuk membuat keputusan sendiri dan bertanggung jawab pada keberhasilan

belajar. e) Merangsang penemuan dan penyelidikan mandiri di dalam dan di luar

kelas. f) Membantu siswa membangun hubungan antara konsep dan ide, sehingga

(54)

Peneliti menyimpulkan keuntungan dari pembelajaran tematik berdasarkan

penjelasan dari para ahli. Keuntungannya adalah pembelajaran lebih berpusat

pada siswa, dimana siswa belajar, mencari, memecahkan masalah serta

bertanggung jawab untuk menentukan keberhasilannya. Kenyataannya,

pembelajaran tematik tidak hanya memberikan berbagai keuntungan saja

melainkan juga memberikan berbagai keterbatasan. Puskur (dalam Trianto, 2009:

90-91) mengidentifikasi adanya keterbatasan dalam pelaksanaan pembelajaran

tematik. Keterbatasan tersebut meliputi aspek guru yang diharuskan supaya

memiliki wawasan yang luas, kreatif, percaya diri dan mampu mengembangkan

materi yang akan disajikan. Penguasaan bahan ajar tidak terfokus pada bidang

kajian tertentu saja, maka dari itu guru dianjurkan untuk banyak membaca buku

agar pengetahuan dan informasi yang dimiliki semakin banyak.

Pembelajaran tematik menuntut peserta didik untuk memiliki kemampuan

akademik dan kreativitas yang baik. Tuntutan ini terjadi karena pembelajaran

tematik lebih menekankan pada kemampuan analitik (menghubungkan), asosiatif

(menghubung-hubungkan), aksploratif dan elaboratif (menemukan dan

menghubungkan). Sarana dan sumber pembelajaran tematik terbatas pada

wawasan yang belum berkembang. Pengembangan wawasan dapat dilakukan

dengan cara memperbanyak bahan bacaan. Keterbatasan selanjutnya yaitu ditinjau

dari aspek kurikulum. Kurikulum yang digunakan lebih berorientasi pada

pemahaman peserta didik. Aspek penilaian, dibutuhkan cara penilaian yang

menyeluruh (komprehensif) yaitu menetapkan keberhasilan belajar peserta didik

(55)

menyeluruh ini menjadi tugas dan tuntutan bagi guru untuk mempersiapkan teknik

dan prosedur pelaksanaan yang akan digunakan. Keterbatasan yang terakhir,

apabila ditinjau dari aspek suasana pembelajaran. Suasana pembelajaran tematik

masih mengutamakan bidang kajian tertentu sesuai dengan pengetahuan yang

dimiliki oleh guru.

Beberapa keterbatasan yang telah dipaparkan perlu diperhatikan oleh para

guru sehingga dalam pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik. Keterbatasan

tersebut perlu dipelajari oleh guru supaya penerapan pembelajaran tematik dapat

terwujud.

7. Implikasi Pembelajaran Tematik

Penerapan pembelajaran tematik ternyata tidak mudah, maka dari itu

pembelajaran tematik ini membawa implikasi pada berbagai pihak. Depdiknas

(2009: 11-12) menyatakan bahwa implementasi pembelajaran tematik di sekolah

dasar mempunyai berbagai implikasi. Implikasi yang pertama adalah Implikasi bagi guru, dimana diperlukan kekreatifan dari seorang guru supaya suasana

pembelajaran menjadi lebih menarik, bermakna, dan menyenangkan. Kedua

adalah Implikasi bagi siswa, dimana siswa harus selalu siap dan aktif dalam

mengikuti pembelajaran. Ketiga adalah Implikasi terhadap sarana, prasarana, sumber belajar dan media. Implikasi ini pada hakekatnya menekan kan pada siswa

baik secara individu ataupun kelompok untuk aktif mencari, menggali, dan

menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik. Pembelajaran

(56)

secara khusus untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran (by design), maupun sumber belajar yang tersedia di lingkungan yang dapat dimanfaatkan (by utilization). Pembelajaran tematik juga perlu mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran yang bervasriasi sehingga akan membantu siswa dalam memahami

konsep-konsep yang abstrak. Penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar

masih dapat menggunakan buku ajar yang sudah ada saat ini untuk

masing-masing mata pelajaran dan dimungkinkan pula untuk menggunakan buku

suplemen khusus yang memuat bahan ajar yang terintegrasi.

Keempat adalah Implikasi terhadap pengaturan Ruangan. Implikasi ini perlu melakukan pengaturan ruang ketika pelaksanaan kegiatan pembelajaran tematik

supaya suasana belajar lebih menyenangkan. Pengaturan ruang tersebut meliputi

ruang perlu ditata disesuaikan dengan tema yang sedang dilaksanakan, susunan

bangku peserta didik dapat berubah-ubah disesuaikan dengan keperluan

pembelajaran yang sedang berlangsung, peserta didik tidak selalu duduk di kursi

tetapi dapat duduk di tikar/karpet.

Kelima adalah Implikasi terhadap pemilihan metode. Metode merupakan bentuk upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengimplementasikan rencana

yang telah disusun agar tujuan pembelajaran tercipta secara optimal (Trianto,

2010: 132). Pembelajaran yang disampaikan perlu disiapkan dalam berbagai

variasi kegiatan dengan menggunakan multi metode, misalnya: percobaan,

Gambar

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Jumlah Jam Traning untuk Kelompok
Tabel  2.1  menjelaskan  jumlah  jam  pelajaran  pada  kurikulum  1994  lebih
Tabel  2.4  menjelaskan  tentang model  pembelajaran  terpadu.  Model
diagram penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Parameter-parameter yang terlibat pada DELIVER request adalah Source Addre's , Destination Address, Protocol, type of Service, Data Length, Data (jika panjangnya > 0), dan

Pertama, Panduan Umum yang memuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Implementasi Kebijakan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 Implementasi Kebijakan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan di Provinsi

(1) Objek Retribusi Terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d adalah pelayanan penyediaan tempat parkir untuk kendaraan penumpang dan bis umum,

Tujuan melakukan uji t dalam peneltian ini adalah untuk menguji tingkat signifikansi pengaruh dari variabel-variabel bebas (independent variabel) yaitu variabel X 1

Guna memenuhi standar kompetensi dasar Widyaiswara sebagaimana dipersyaratkan dalam Peraturan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Nomor

Menurut penulis, hukum diperbolehkan bersetubuh dengan istri yang istihadhah diperbolehkan berdasarkan hukum asal menyatakan bahwa darah istihadhah berbeda dengan darah

Data yang digunakan adalah data kuantitatif yaitu data yang berupa angka- angka dan analisis menggunakan statistik yang diambil dari hasil pengamatan mengenai