TINGKAT IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK OLEH GURU PENGAMPU KELAS BAWAH : SURVEI BAGI GURU-GURU SEKOLAH
DASAR AFILIASI KATOLIK KRISTEN DAN NASIONAL DI KOTA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh : Dian Anggraeni
101134110
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
TINGKAT IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK OLEH GURU PENGAMPU KELAS BAWAH : SURVEI BAGI GURU-GURU SEKOLAH
DASAR AFILIASI KATOLIK KRISTEN DAN NASIONAL DI KOTA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh : Dian Anggraeni
101134110
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Universitas Sanata
Dharma, Bapak Supardi dan FL.Suparti, Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D dan
Andri Anugrahana, S.Pd.,M.Pd serta teman-teman yang telah membantu dalam
proses penyelesaian skripsi ini. Terimakasih atas dorongan, dukungan maupun
v MOTTO
Jadikan sesuatu yang baru menjadi pengalaman yang indah. Bukan
menjadi pengalaman yang buruk yang membuat kita akan cenderung
terbawa oleh penyesalan.
Kebodohan datang bukan dari orang lain melainkan datang dari diri
sendiri, jadi jangan pernah menyalahkan orang lain.
Segala sesuatu yang keras itu tidak selamanya buruk. Dan juga segala
viii
ABSTRAK
TINGKAT IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK OLEH GURU PENGAMPU KELAS BAWAH : SURVEI BAGI GURU-GURU SEKOLAH
DASAR AFILIASI KATOLIK KRISTEN DAN NASIONAL DI KOTA YOGYAKARTA
Oleh: Dian Anggraeni
101134110
Penilitian ini dilatarbelakangi oleh tingkat implementasi pembelajaran tematik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) seberapa jauh tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru kelas bawah, (2) perbedaan implementasi pembelajaran tematik ditinjau dari pengalaman menggunakan pembelajaran tematik, (3) perbedaan implementasi pembelajaran tematik ditinjau dari jumlah jam training pembelajaran tematik
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian yaitunon experimental cross sectional dengan metode survei. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner sedangkan prosedur analisis data menggunakan Independen Sample T-Test.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah masuk dalam kategori rendah; (2) Tidak ada perbedaan tingkat implementasi pembelajaran tematik ditinjau dari pengalaman menggunakan pembelajaran tematik (sign= 0,057 > α =0,05); (3) Tidak ada perbedaan tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh ditinjau dari faktor jumlah jam training pembelajaran tematik (sign= 0,711> α =0,05).
ix
ABSTRACT
Implementation Level of Thematic Instruction by Lower Grade Teachers: Survey for Affiliation Catholic Christian Elementary School Teachers
in Yogyakarta implementation of thematic intruction by teachers of the lower class, (2) learning thematic review of implementation differences from the experience of using thematic learning, (3) thematic learning implementation differences in terms of the number of hours a thematic education training.
Recearch methods used in the study i.e. non experimental cross sectional survey method. Engineering data collection using the questionnaire and procedures of data analysis using Independent Sample T-Test.
The results showed that (1) the level of implementation of thematic intruction by lower grade teachers into the low category; (2) there is no defference in the level of thematic instrution in terms of thematic learning experience using (sign = 0,057 > α = 0,05); (3) there is no difference in the level of thematic learning implementation by the factor of the number of hours a thematic education training (sign= 0,711> α =0,05).
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelas sarjana pada Program Studi Pendidikan Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
Skripsi dengan judul “Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik Oleh
Guru Pengampu Kelas Bawah: Survey Bagi Guru-Guru Sekolah Dasar Afiliasi
Katolik Kristen Dan Nasional Di Kota Yogyakarta” dapat terselesaikan berkat
bantuan dari berbagai pihak. Baik itu yang berkenan untuk membantu,
membimbing, doa, serta motivasi yang telah diberikan. Untuk itu, penulis ingin
menyampaikan ucapan termakasih kepada:
1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma.
2. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A., selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.
3. Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D., selaku wakil Ketua Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, dosen Pembimbing I yang dengan penuh
pengertian, kesabaran, dan ketulusan hati dalam memberikan bimbingan,
kritik, saran, serta motivasi dalam penulisan skripsi ini.
4. Andri Anugrahana, S.Pd., M.Pd., selaku dosen pembimbing II yang merelakan
waktunya untuk membimbing, memberikan masukan, serta saran dalam
xi
5. Bapak dan Ibu guru yang telah meluangkan waktu atas kesediaannya menjadi
responden dalam penelitian ini.
6. Ayahanda tercinta, Bapak Supardi terimakasih atas dukungan, doa dan
motivasi yang diberikan serta tambahan pengetahuan selama proses
perkuliahan dan selama penulisan skripsi ini.
7. Ibunda tercinta di rumah,Ibu FL.Suparti terimakasih atas dukungan serta doa
yang tiada henti.
8. Kakakku Desi dan Adekku Hari, terimakasih telah memberi semangat serta
dukungannya.
9. Keluargaku yang ada di daerah Minggir, yang selalu memberikan doa,
semangat, dan dukungannya.
10. Teman-teman seperjuangan payung tematik, Ria, Sita, Anis, Tessa, Aji, Deo,
Amel terimakasih atas kesabaran dalam memberi bantuan, meluangkan waktu
dan selalu memberikan dukungan serta kebersamaan yang indah dan
mengesankan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
11. Sahabatku Pebri Wulandari dan Risa Veti Perdani, terimakasih telah memberi
bantuan, meluangkan waktu,dan menciptakan kebersamaan yang indah selama
4 tahun ini.
12. Teman-teman Kos Beo, terimakasih atas bantuan, doa, dukungan dan
kebersamaan yang selalu menjadi penyemangatku.
13. Teman-teman bhe better terimakasih atas dukungan doa dan semangat serta
kebersamaan yang hangat selama 4 tahun ini.
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbedaan Kurikulum KBK dan Kurikulum 1994... 18
Tabel 2.2 Reformasi Kurikulum... 19
Tabel 2.3 Perbedaan Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013 ... 22
Tabel 2.4 Model Pembelajaran Terpadu ... 29
Tabel 2.5 Landasan Pembelajaran Tematik ... 32
Tabel 3.1 Penjabaran Skor Item Positif dan Negatif ... 51
Tabel 3.2 Sebaran Item Positif dan Item Negatif ... 52
Tabel 3.3 Kisi-kisi Indikator Instrumen ... 54
Tabel 3.4 Kriteria Revisi ... 56
Tabel 3.5 HasilExpert JudgementIndikator Kegiatan Pembelajaran yang Berpusat pada Siswa... 57
Tabel 3.6 HasilExpert JudgementSiswa Mengalami Pengalaman Langsung dalam Belajar ... 58
Tabel 3.7 HasilExpert JudgementIndikator Pemisahan pada Setiap Mata pelajaran Tidak Begitu Jelas ... 59
Tabel 3.8 HasilExpert JudgementIndikator Pembelajaran yang Menyajikan Konsep dari Satu Mata Pelajaran ... 60
Tabel 3.9 HasilExpert JudgementIndikator Pembelajaran Bersifat Fleksibel ... 61
Tabel 3.10 HasilExpert JudgementIndikator Hasil Pembelajaran yang sesuai dengan Minat dan Kebutuhan Siswa... 62
Tabel 3.11 HasilExpert JudgementIndikator Prinsip Belajar Sambil Bermain yang Menyenangkan bagi Siswa... 63
Tabel 3.12 Hasil Validitas Muka... 64
Tabel 3.13 Hasil Uji Validitas Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik... 67
Tabel 3.14 Koefisien Korelasi Reliabilitas ... 68
Tabel 3.15 Hasil Uji Reliabilitas ... 69
Tabel 3.16 Contoh Pengkodean ... 71
Tabel 3.17 Jadwal Penelitian... 86
Tabel 4.1 Panjang Kelas Interval ... 89
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Daftar Distribusi ... 90
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Pengalaman Menggunakan pembelajaran Tematik untuk Kelompok Senior ... 92
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Pengalaman Menggunakan pembelajaran Tematik untuk Kelompok Junior... 94
Tabel 4.5 Hasil Uji Homogenitas Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Pengalaman Menggunakan Pembelajaran Tematik ... 97
xiv
Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Jumlah JamTraninguntuk Kelompok
Banyak ... 100 Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Jumlah JamTraninguntuk Kelompok
Sedikit ... 102 Tabel 4.9 Hasil Uji Homogenitas Tingkat Implementasi Pembelajaran
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar Penelitian yang Relevan... 43
Gambar 3.1 Gambar Penelitian ... 47
Gambar 3.2 Rumus Korelasi ... 66
Gambar 3.3 Rumus KoefisienAlpha Cronbach... 69
Gambar 3.4 RumusKolmogorov Smirnov... 78
Gambar 3.5 RumusIndependent Sample T-Test... 83
Gambar 3.6 RumusMann Whitney... 83
Gambar 3.7 RumusEffect Sizejika Data Normal ... 84
Gambar 3.8 RumusEffect Sizejika Data tidak Normal ... 85
Gambar 3.9 Rumus Koefisien Determinasi ... 85
Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas P-P Plot Data Implementasi dengan Pengalaman Pembelajaran Tematik Kelompok Senior ... 93
Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitas Histogram Data Implementasi dengan Pengalaman Menggunakan Pembelajaran Tematik Kelompok Senior ... 94
Gambar 4.3 Hasil Visualisasi P-P Plot Total Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Pengalaman Pembelajaran Tematik Kelompok Junior ... 95
Gambar 4.4 Hasil Uji Normalitas Histogram Data Implementasi dengan Pengalaman Menggunakan Pembelajaran Tematik Kelompok Junior ... 95
Gambar 4.5 Hasil Visualisasi P-P Plot Total Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Jumlah Jam Training Pembelajaran Tematik Kelompok Banyak ... 100
Gambar 4.6 Hasil Uji Normalitas Histogram Data Implementasi dengan Jumlah Jam Training Pembelajaran Tematik Kelompok Banyak ... 100
Gambar 4.7 Gambar 4.5 Hasil Visualisasi P-P Plot Data Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Jumlah Jam Training Pembelajaran Tematik Kelompok Sedikit ... 102
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian... 118
Lampiran 2 Surat Ijin Telah Melakukan Penelitian... 128
Lampiran 3 Expert Judgement... 140
Lampiran 4 Validitas Muka ... 226
Lampiran 5 Data Validitas... 237
Lampiran 6 Hasil Validitas... 238
Lampiran 7 Data Reliabilitas ... 240
Lampiran 8 Hasil Reliabilitas ... 241
Lampiran 9 Data Asli... 244
Lampiran 10 Hasil Perhitungan Distribusi Frekuensi Implementasi Pembelajaran Tematik... 245
Lampiran 11 Hasil Uji Normalitas Pengalaman Menggunakan Pembelajaran Tematik untuk Kelompok Senior... 246
Lampiran 12 Hasil Uji Normalitas Pengalaman Menggunakan Pembelajaran Tematik untuk Kelompok Senior dengan P-P Plot ... 247
Lampiran 13 Hasil Uji Normalitas Pengalaman Menggunakan Pembelajaran Tematik untuk Kelompok Senior dengan Histogram ... 248
Lampiran 14 Hasil Uji Normalitas Pengalaman Menggunakan Pembelajaran Tematik untuk Kelompok Junior ... 250
Lampiran 15 Hasil Uji Normalitas Pengalaman Menggunakan Pembelajaran Tematik untuk Kelompok Junior dengan P-P Plot... 251
Lampiran 16 Hasil Uji Normalitas Pengalaman Menggunakan Pembelajaran Tematik untuk Kelompok junior dengan Histogram ... 252
Lampiran 17 Hasil Uji Homogenitas Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Pengalaman Menggunakan Pembelajaran Tematik... 254
Lampiran 18 Uji Hipotesis Pengalaman Menggunakan Pembelajaran Tematik... 255
Lampiran 19 Hasil Uji Normalitas Jumlah JamTraininguntuk Kelompok Banyak... 256
Lampiran 20 Hasil Uji Normalitas Jumlah JamTraininguntuk Kelompok Banyak dengan P-P Plot... 257
Lampiran 21 Hasil Uji Normalitas Jumlah JamTraininguntuk Kelompok Banyak dengan Histogram ... 258
Lampiran 22 Hasil Uji Normalitas Jumlah JamTraininguntuk Kelompok Sedikit ... 260
xvii
Sedikit dengan Histogram ... 262
Lampiran 25 Hasil Uji Homogenitas Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Jumlah JamTrainingPembelajaran Tematik... 263
Lampiran 26 Uji Hipotesis Jumlah JamTrainingPembelajaran Tematik ... 264
Lampiran 27 TabelKrejcie ... 265
Lampiran 28 Kuesioner Sebelum dan Sesudah Revisi ... 266
Lampiran 29 Contoh Kuesioner yang sudah diisi ... 272
Lampiran 30 Data Coding ... 277
Lampiran 31 r Tabel ... 278
Lampiran 32 Tabel Tingkat Pengembalian Kuesioner ... 279
xviii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii
ABSTRAK ... viii
1. Reformasi Pendidikan secara Global... 10
2. Reformasi Pendidikan di Indonesia ... 11
3. Reformasi Kurikulum di Indonesia ... 12
4. Kurikulum 2013 dan Kurikulum 2006 ... 20
5. Pembelajaran Terpadu ... 25
6. Pembelajaran Tematik ... 31
7. Implikasi Pembelajaran Tematik ... 35
8. Karakteristik Pembelajaran Tematik ... 37
9. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Reformasi... 37
B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 39
C. Kerangka Berpikir ... 44
D. Hipotesis Penelitian ... 45
BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Desain Penelitian ... 46
B. Waktu dan Tempat Penelitian... 47
C. Variabel Penelitian ... 48
D. Populasi dan Sampel... 48
E. Teknik Pengumpulan Data ... 50
F. Instrumen Penelitian ... 50
xix
H. Prosedur Analisis Data ... 70
I. Jadwal penelitian ... 85
BAB IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Penelitian ... 87
B. Tingkat Pengembalian Kuesioner... 87
C. Hasil Analisis... 88
D. Pembahasaan Hasil Penelitian ... 105
BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 112
B. Keterbatasan ... 113
C. Saran ... 113
1
BAB I PENDAHULUAN
Bab I dalam penelitian ini membahas tentang enam hal yang diuraikan
oleh peneliti. Enam hal yang diuraikan dalam bagian pendahuluan adalah latar
belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan definisi operasional.
A. Latar Belakang Masalah
Mulyasa (2013: 2) menyatakan bahwa banyak tantangan yang dihadapi pada
era global, terutama yang berkiprah dalam era kesejahteraan, khususnya
globalisasi pasar bebas di lingkungan negara-negara ASEAN, seperti AFTA
(Asean Free Trade Area), dan AFLA (Asean Free Labour Area), maupun kawasan di negara-negara APEC (Asean Pasific). Era globalisasi dan pasar bebas menimbulkan perubahan-perubahan yang tidak menentu, khususnya dalam bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat perkembangannya.
Perubahan tersebut membawa dampak pada dunia pendidikan, dimana dunia
pendidikan selalu tertinggal perkembangannya dibandingkan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan tersebut menyebabkan
mutu pendidikan di Indonesia menurun apabila tidak segera mengejar atau
menyeimbangkan dengan perubahan serta perkembangan dunia global.
Bank dunia melaporkan tentang hasil pengukuran indikator mutu secara
Pengukuran ini menunjukkan bahwa hasil tes membaca pada murid kelas IV SD,
Indonesia berada di tingkat terendah se Asia, yaitu di bawah Hongkong 75,5 %,
Singapura 74%, Thailand 65,1%, Filipina 52,6% dan Indonesia 51,7%.
Disebutkan pula bahwa para siswa di Indonesia hanya mampu menguasai 30%
dari materi yang dibacanya. Indonesia mengalami kesulitan menjawab soal-soal
yang memerlukan penalaran. Melihat hasil dari pengukuran tersebut, Indonesia
perlu melakukan berbagai perubahan untuk memperbaiki mutu pendidikan
menjadi lebih baik. Perubahan pendidikan di Indonesia dapat dimulai dari
mengubah sistem pendidikan yang ada.
Sistem pendidikan dinilai sudah tidak efektif dan kelebihan muatan serta
tidak mampu mempersiapkan peserta didik untuk bersaing dengan bangsa lain,
maka dari itu perubahan perlu dilakukan secara mendasar. Sistem pendidikan
tersebut didukung oleh adanya kurikulum. Kurikulum merupakan alat untuk
mencapai tujuan pendidikan dan menjadi pedoman dalam pelaksanaan pendidikan
(Dikti, 2012: 65).
Indonesia telah melakukan beberapa kali perubahan kurikulum. Perubahan
kurikulum tersebut dilakukan sejak masa orde lama, orde baru, dan orde reformasi
(Trianto, 2009: 54). Kurikulum pada masa orde lama yaitu kurikulum 1947.
Kurikulum 1947 merupakan kurikulum yang pertama dan hanya diberlakukan
untuk kolonial Belanda. Dikti (2012: 71) menambahkan bahwa kurikulum 1947
kemudian disempurnakan menjadi kurikulum 1952. Kurikulum ini sudah
mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional dan setiap rencana pelajaran
Rencana pelajaran yang sudah disusun dirasa belum mampu memperbaiki sistem
pendidikan sehingga perlu perubahan kurikulum.
Kurikulum pada masa orde baru yaitu kurikulum 1968, 1975, 1984,dan 1994
(Trianto, 2009: 56-62). Kurikulum-kurikulum tersebut kemudian disempurnakan
lagi pada masa orde reformasi yang tercatat sudah melakukan dua kali perubahan
kurikulum. Perubahan tersebut adalah kurikulum 2004 yang biasa disebut dengan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), dan Kurikulum 2006 atau biasa disebut
Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP).
Seiring dengan perkembangan zaman, kurikulum pendidikan terus
mengalami perubahan. Baru-baru ini KTSP diperbaharui dan disempurnakan
menjadi kurikulum 2013. Kurikulum yang masih menjadi bahan perbincangan
karena kurikulum ini bersifat tematik integratif. Mulyasa (2013: 6) mengatakan
bahwa kurikulum 2013 lebih ditekankan pada pendidikan karakter pada tingkat
dasar yang akan menjadi fondasi tingkat berikutnya. Tujuannya untuk
meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang sesuai dengan standar
kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan. Diperlukan adanya upaya
kreatif yang dapat digunakan dalam melaksanakan pembelajaran yang
menggunakan kurikulum berbasis kompetensi di sekolah dasar, salah satunya
adalah dengan menerapkan pembelajaran tematik.
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema
untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan
pengalaman bermakna kepada siswa (Depdiknas, 2009). Tema yang digunakan
dan indikator. Kompetensi dasar dapat dikembangkan dengan cara mengaitkan
antarmata pelajaran dan pengalaman pribadi siswa, sehingga pemisahan antarmata
pelajaran menjadi tidak terlihat begitu jelas. Harapan adanya pelaksanaan
pembelajaran tematik yaitu supaya pembelajaran akan lebih menarik dan
bermakna bagi siswa karena tema-tema yang disajikan lebih aktual dan
kontekstual dalam kehidupan sehari-hari. Siswa akan terlibat langsung dalam
proses belajar mengajar sehingga siswa akan memperoleh pengalaman untuk
mencari dan menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajari dalam
proses belajar. Pembelajaran tematik masih relatif baru, sehingga dalam
pelaksanaannya belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Guru masih banyak
yang belum mengetahui pentingnya penerapan pembelajaran tematik di sekolah.
Pembelajaran tematik sangat membantu siswa terutama pada siswa di usia kelas 1
–3 SD, oleh karena itu guru perlu mengetahui pembelajaran tematik. Siswa pada
usia tersebut akan mudah belajar dan memahami materi dengan kegiatan-kegiatan
yang disajikan, tidak hanya melalui menghafal materi. Peran guru sebagai
pendidik diharapkan mampu menyajikan pembelajaran yang baik dan menarik
sehingga pembelajaran akan tersalurkan kepada siswa.
Pembelajaran yang baik dan menarik didukung oleh guru yang kreatif,
sehingga tercipta kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dan menarik bagi
anak. Hasil yang diperoleh berdasarkan diskusi dengan beberapa teman, yaitu
guru merasa sulit dalam menerapkan pembelajaran tematik ini. Pembelajaran yang
dirangkai dalam tema-tema belum terlaksana dengan baik. Materi masih
ini timbul karena para guru belum mendapat pelatihan tentang pembelajaran
tematik. Guru sering tidak diperhatikan oleh siswanya karena guru kurang
memiliki pengalaman mengajar yang baik terhadap siswanya, sehingga guru
kurang bisa mengkondusifkan kelas. Hasil diskusi dengan teman juga
menjelaskan bahwa banyak guru baru kesulitan dalam mengkondusifkan kelas,
hal tersebut tentunya ada faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Supardi (2013: 51) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja guru yaitu faktor individual (dari dalam) dan faktor situasional (dari luar).
Faktor individual meliputi umur, tingkat pendidikan, lamanya training, pengalaman mengajar, keahlian guru, pengalaman berinovasi, pengalaman guru
terhadap materi, dan waktu. Faktor situasional yang dimaksud meliputi dukungan
kepala sekolah ataupun ukuran dari setiap kelas. Faktor yang akan dibahas dalam
penelitian ini yaitu pengalaman mengajar dan lamanya jam training dalam implementasi pembelajaran tematik.
Peneliti bermaksud ingin mengetahui lebih jauh mengenai implementasi
pembelajaran tematik di sekolah dasar. Uraian-uraian di atas menarik peneliti
untuk menyusun sebuah penelitian dengan judul “Tingkat Implementasi
Pembelajaran Tematik oleh Guru Pengampu Kelas Bawah: Survei Bagi
B. Batasan Masalah
Penelitian ini hanya difokuskan pada guru kelas bawah sekolah dasar afiliasi
katolik, kristen, dan nasional. Guru merupakan peran penting di dalam
berlangsungnya proses pembelajaran, maka penelitian ini hanya difokuskan
terhadap guru. Guru yang dimaksud dalam penelitian ini adalah guru kelas bawah
yaitu kelas 1, 2, dan 3 yang sudah menerapkan pembelajaran tematik terlebih
dahulu sesuai dengan kurikulum 2006 (KTSP) yang mensyaratkan untuk
melaksanakan pembelajaran tematik.
C. Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru kelas bawah
sekolah dasar afiliasi katolik, kristen, dan nasional di kota Yogyakarta?
2. Apakah ada perbedaan implementasi pembelajaran tematik oleh guru kelas
bawah SD afiliasi katolik, kristen dan nasional di kota Yogyakarta ditinjau
dari pengalaman menggunakan pembelajaran tematik?
3. Apakah ada perbedaan implementasi pembelajaran tematik oleh guru kelas
bawah SD afiliasi katolik, kristen, dan nasional di kota Yogyakarta ditinjau
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian
ini:
1. Mengetahui tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru kelas bawah
sekolah dasar afiliasi katolik, kristen, dan nasional di kota Yogyakarta.
2. Mengetahui perbedaan implementasi pembelajaran tematik oleh guru kelas
bawah SD afiliasi katolik, kristen dan nasional di kota Yogyakarta ditinjau
dari pengalaman menggunakan pembelajaran tematik.
3. Mengetahui perbedaan implementasi pembelajaran tematik oleh guru kelas
bawah SD afiliasi katolik, kristen, dan nasional di kota Yogyakarta ditinjau
dari jumlah jamtrainingpembelajaran tematik.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi Sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi sekolah. Manfaat
bagi sekolah adalah sebagai acuan dalam pembuatan kebijakan program
peningkatan mutu pendidikan yang berhubungan dengan pelaksanaan dan
penerapan pembelajaran tematik sesuai dengan kurikulum ajaran baru. Manfaat
lain dari penelitian ini yakni sebagai referensi tambahan bagi pihak sekolah.
2. Bagi Guru
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi guru. Penelitian ini dapat
tematik. Penelitian ini juga dapat membantu guru dalam pengimplementasian
pembelajaran tematik.
3. Bagi Siswa
Penelitian ini memberikan manfaat kepada siswa. Manfaat bagi siswa adalah
membantu siswa belajar secara inovatif untuk memperoleh pemahaman yang baik.
Manfaat lain yaitu membantu siswa untuk memperoleh pembelajaran yang
menarik dan bermakna.
4. Bagi Peneliti
Penelitian ini juga bermanfaat bagi peneliti. Penelitian ini dapat memberikan
pengalaman tentang penerapan kurikulum pembelajaran tematik. Peneliti juga
dapat memperoleh wawasan baru mengenai implementasi pembelajaran tematik
bagi guru sekolah dasar.
F. Definisi Operasional
Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang mengaitkan beberapa
mata pelajaran menjadi satu kesatuan dengan menggunakan tema-tema
tertentu (disebut juga pembelajaran tematik integratif).
2. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan tujuan serta isi dari
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.
3. Demografi adalah faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang.
4. Reformasi adalah perubahan yang dilakukan oleh suatu negara untuk
5. Guru kelas bawah adalah seseorang yang mengajar pada kelas bawah yaitu
kelas 1, 2, dan 3.
6. Afiliasi adalah pertalian antar cabang atau anggota.
7. Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana yang telah disusun.
8. Survei adalah kegiatan atau penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan
informasi dari sebagian populasi.
9. Pengalaman adalam suatu kejadian yang pernah dialami atau pernah
dilakukan.
Jumlah JamTrainingadalah Jumlah jam yang digunakan dalam pelatihan untuk mengasah keterampilan seseorang supaya kinerja yang dimiliki oleh seseorang
10 BAB II KAJIAN TEORI
Bab II ini menguraikan kajian teori yang digunakan untuk memecahkan
masalah dalam penelitian ini. Pembahasan tentang kajian teori ini terdiri dari
empat bagian, yaitu tinjauan teoritik, hasil penelitian yang relevan, kerangka
berpikir dan hipotesis.
A. Tinjauan Teoritik
1. Reformasi Pendidikan secara Global
Iklim perpolitikan yang kurang kondusif menimbulkan berbagai permasalahan
dalam berbagai bidang, salah satunya adalah bidang pendidikan (Mulyasa, 2013:
1). Masalah yang timbul dari adanya era reformasi ini adalah perkembangan dunia
pendidikan yang tertinggal dari perkembangan teknologi, ataupun informasi.
Suyatno dan Hisyam (dalam Sanaky, 2009: 1) menyebutkan bahwa reformasi atau
perubahan tersebut tidak hanya dalam bidang politik, melainkan juga terjadi di
dunia pendidikan. Era reformasi telah berlangsung sejak tahun 1998 dan memberi
keterlibatan langsung maupun tidak langsung dalam sektor pendidikan (Susilo,
2007: 1). Era reformasi perlu diperhatikan karena membawa dampak pada
perkembangan dunia pendidikan.
Dunia pendidikan menuntut adanya perubahan yang sifatnya mendasar dalam
kehidupan di era global ini (Mulyasa, 2013: 2). Perubahan tersebut meliputi
kohesi sosial menjadi partisipasi demokratis, dan pertumbuhan ekonomi menjadi
perkembangan kemanusiaan. UNESCO telah mengemukakan dua basis landasan
untuk melaksanakan perubahan dalam bidang pendidikan sejak tahun 1998:
pertama ; pendidikan harus diletakkan pada empat pilar yaitu belajar mengetahui
(learning to know), belajar melakukan (learning to do), belajar hidup dalam kebersamaan (learninng to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be) ; kedua, belajar seumur hidup (life long learning) (Mulyasa, 2013: 2). Diperlukan strategi baru untuk menciptakan masyarakat yang berprestasi
supaya tidak tertinggal oleh perkembangan zaman.
2. Reformasi Pendidikan di Indonesia
Kondisi pendidikan di Indonesia sekarang ini dalam keadaan yang
memprihatinkan apabila dilihat dari tantangan global yang sedang dihadapi. Hasil
survei yang dilakukan oleh The Political and Economic Risk Consultancy (PERC)menyatakan bahwa Indonesia berada pada peringkat ke 12 dari 12 Negara dengan perolehan nilai sebesar 6,56 (The Jakarta Post dalam Suyatno, 2006: 3). Survei tersebut bertujuan untuk melihat profil kualitas tenaga kerja di Asia dimana
kualitas kerja dilihat dari kualitas pendidikan yang ada pada suatu negara. Peneliti
memperoleh kesimpulan bahwa apabila sistem pendidikan dalam suatu negara
baik dan berkualitas, maka akan mampu melahirkan tenaga kerja yang baik dan
berkualitas pula ataupun sebaliknya.
Persoalan-persoalan tentang kualitas pendidikan di Indonesia tersebut perlu
persoalan-persoalan tersebut, perlu dilakukan perubahan terhadap sistem pendidikan untuk
memperbaiki mutu pendidikan yang ada di Indonesia. Karim (dalam Suyatno,
2006: 10) menyatakan bahwa upaya meningkatkan mutu pendidikan yaitu dengan
melakukan perubahan kurikulum. Perubahan ini penting dilakukan untuk
mempersiapkan bangsa Indonesia dalam menghadapi persaingan global. Upaya
peningkatan mutu pendidikan dilakukan secara menyeluruh baik dari segi moral,
akhlak, budi pekerti, pengetahuan, keterampilan, seni, olahraga, maupun
perilakunya (Majid, 2014: 20). Harapan dari adanya perubahan kurikulum ini
ialah akan membawa perubahan bagi pendidikan Indonesia, terutama dalam
meningkatkan mutu dan kualitas pendidikannya.
3. Reformasi Kurikulum di Indonesia
Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan dan menjadi pedoman
dalam pelaksanaan pendidikan (Dikti, 2012: 65). Pengertian lain diungkapkan
oleh Bambang (2007) bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan. Peneliti mengartikan kurikulum sebagai seperangkat rencana dan
pengaturan tujuan serta isi dari pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan di Indonesia, salah satunya dicapai dengan melakukan
pergantian atau perubahan kurikulum. Perubahan kurikulum berkali-kali
dilakukan di Indonesia dari masa ke masa. Pembaharuan kurikulum perlu
kurikulum, selain itu kurikulum juga harus dapat mengikuti perkembangan zaman
yang senantiasa cenderung berubah (Dikti, 2012: 65). Trianto (2009: 54-71)
menjelaskan bahwa perubahan kurikulum terjadi dari masa orde lama hingga
masa orde reformasi.
a. Kurikulum SD di Masa Orde Lama
Kurikulum pertama pada awal kemerdekaan yaitu rencana pelajaran 1947 atau
menggunakan istilahLeer plan (Trianto, 2006: 54). Leer Planberasal dari bahasa Belanda yang berarti rencana pelajaran (Rentjana Pelajaran) dan merupakan
istilah yang populer dari pada menggunkan istilah curriculum yang berasal dari bahasa Inggris (Muzamiroh, 2013: 40-41). Trianto (2006: 55) menyebutkan
bahwa susunan rencana pelajaran 1947 sangat sederhana karena hanya memuat
dua hal pokok. Kedua hal pokok tersebut ialah daftar mata pelajaran dan jam
pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya. Kurikulum 1947 ini tidak
lagi ditujukan kepada kolonial Belanda, maka dari itu kurikulum ini bersifat
politis dan merupakan pengganti dari sistem pendidikan kolonial Belanda.
Pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran
dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan
pendidikan jasmani merupakan hal yang diutamakan dalam rencana pelajaran
1947 dari pada pendidikan pikiran (Muzamiroh, 2013: 41).
Dikti (2012: 71) menambahkan kurikulum yang ada pada masa orde lama,
yakni kurikulum 1952. Kurikulum 1952 merupakan penyempurnaan dari
dengan kehidupan sehari-hari dan sudah mengacu pada kurikulum nasional.
Kurikulum 1952 berfungsi untuk membimbing para siswa dalam melaksanakan
kegiatan belajar mengajar (Hidayat, 2013: 111).
Rencana pelajaran pada kurikulum 1952 dibuat lebih rinci di setiap
pelajarannya, sehingga disebut dengan Rencana Pelajaran Terurai 1952
(Muzamiroh, 2013: 42). Silabus mata pelajaran yang digunakan dalam kurikulum
1952 ini dibuat dengan sangat jelas.
b. Kurikulum SD di Masa Orde Baru
Dunia pendidikan pada masa orde baru melaksanakan perubahan kurikulum
sebanyak empat kali, yaitu dimulai dari kurikulum 1968, 1975, 1984, dan 1994
(Tianto, 2006: 56). Kurikulum 1968 bersifat correlated subject curriculum yang artinya adalah materi pelajaran pada tingkat bawah mempunyai korelasi dengan
kurikulum sekolah lanjutan (Trianto, 2006: 57). Kurikulum 1968 terdiri dari 9
mata pelajaran yang hanya memuat mata pelajaran pokok saja. Materi pelajaran
yang disajikan tidak dikaitkan dengan permasalahan yang ada dalam kehidupan
sehari-hari. Muatan materi pelajaran tersebut bersifat teoritis dan sangat
dipengaruhi oleh ilmu perkembangan teknologi dan psikologi yang ada pada masa
akhir 1960-an. Kurikulum 1968, kemudian mengalami penyempurnaan pada
tahun 1975. Kurikulum 1968 berganti menjadi kurikulum 1975.
Muzamiroh (2013: 44) menjelaskan supaya lebih efisien dan efektif, maka
kurikulum 1975 lebih ditekankan pada tujuannya. Kurikulum 1975 dikenal
Muzamiroh (2013) juga menjelaskan bahwa kurikulum 1975 banyak memperoleh
kritikan karena guru dibuat sibuk dengan menuliskan tujuan yang akan dicapai
dalam pelajaran. Pelaksanaan pembelajaran pada kurikulum 1975 didasari konsep
Struktural, Analisis, Sintesis (SAS) (Trianto, 2006: 58). Siswa menjadi pintar karena paham dan mampu menganalisis sesuatu yang dihubungkan dengan mata
pelajaran di sekolah. Dampak dari kurikulum 1975 adalah banyak guru
menghabiskan waktunya untuk mengerjakan tugas administrasi, seperti membuat
TIU, TIK dan lain-lain (Trianto, 2012). Metode, materi, dan tujuan pengajaran
pada kurikulum ini dirinci sesuai dengan Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI). PPSI merupakan instruksi bagi individu dalam belajar yang
terdiri atas urutan dan desain tugas yang progresif (Uno, dalam Dikti, 2012: 87).
Penilaian dilakukan pada setiap akhir pelajaran menjadikan kurikulum ini sebagai
pembeda dari kurikulum-kurikulum sebelumnya yang hanya memberikan
penilaian pada akhir semester saja.
Pemenuhan kebutuhan masyarakat serta tuntutan pengetahuan dan teknologi
yang ada pada kurikulum 1975 hingga menjelang 1983 terus mengalami
kemerosotan (Dikti, 2012: 89). Kurikulum 1975 berakhir dan akhirnya digantikan
dengan kurikulum 1984. Muzamiroh (2013: 45) mengatakan bahwa kurikulum
1984 mengusung process skill approach. Kurikulum 1984 lebih mengutamakan pendekatan proses, namun faktor tujuan juga tetap diperhatikan dan sama
pentingnya. Kurikulum 1984 disebut kurikulum 1975 yang disempurnakan. Siswa
diposisikan sebagai subyek belajar dari hal-hal yang bersifat mengamati,
proses belajar mengajar, inilah yang disebut konsep Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA). Penerapan konsep CBSA ternyata tidak berjalan dengan lancar. beberapa
sekolah kurang mampu dalam menerapkan konsep tersebut.
Pemerintah melakukan penyempurnaan kurikulum 1984 menjadi kurikulum
1994 yang dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang No.2 tahun 1989 tentang
sistem pendidikan nasional (Muzamiroh, 2013: 45). Perubahan pembagian waktu
pelajaran terjadi pada kurikulum ini, yaitu dari sistem semester ke sistem
caturwulan yang nantinya dibagi menjadi tiga tahap dalam satu tahunnya.
Pembagian waktu pelajaran tersebut diharapkan dapat membantu siswa dalam
menerima materi pelajaran yang cukup banyak.
Pelaksanaan kurikulum 1994, yang mengalami pembagian waktu menjadi
caturwulan ternyata tidak cukup membantu. Materi yang cukup banyak tidak
terasa ringan. Materi yang cukup banyak justru menjadikan beban belajar bagi
siswa.
c. Kurikulum SD di Masa Orde Reformasi
Kurikulum pada masa orde reformasi juga melakukan perubahan kurikulum
sebanyak dua kali, yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau
Kurikulum 2004 merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan
sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak (Trianto, 2006:
62). UU No 2 1999 tentang pemerintahan daerah, UU No 25 tahun 2000 tentang
TAP MPR No. IV/MPR/1999 tentang arah kebijakan dan pendidikan nasional
mendasari lahirnya kurikulum sebagai respon dari tuntutan reformasi (Majid,
2014: 21). Kurikulum ini mengembangkan kemampuan siswa untuk melakukan
tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan (Muzamiroh, 2013: 47). Kemampuan yang terpenting adalah kemampuan siswa
dalam mencapai kompetensi sesuai dengan yang diharapkan.
Kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan suatu
pernyataan mengenai apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi atau
dilakukan siswa dalam setiap setiap tingkatan kelas sekaligus untuk mengetahui
kemajuan siswa menjadi lebih kompeten (Majid, 2014: 24). Becker Gordon
(dalam Majid, 2014: 23) menyatakan kompetensi mengandung beberapa aspek,
yaitu knowledge, understanding, skill, value, attitude, dan interest. Knowledge
(pengetahuan) adalah kesadaran guru dalam melaksanakan proses pembelajaran
dalam bidang kognitif. Understanding (pengertian) adalah kemampuan yang dimiliki guru dalam memahami aspek kognitif yang dimiliki oleh siswa. Skills
(keterampilan) merupakan kemempuan yang dimiliki guru untuk melaksanakan
tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Value (nilai) adalah suatu standar perilaku yang dimiliki oleh guru. Interest (minat) merupakan minat yang dimiliki
guru untuk memancing motivasi siswa. Kurikulum KBK merupakan
penyempurnaan dari kurikulum 1994. Keunggulan Kurikulum KBK dibandingkan
Tabel 2.1
Perbedaan Kurikulum KBK dan Kurikulum 1994
Subjek 1994 KBK
Yang Utama Penguasaan materi Hasil belajar dan kompetensi. Paradigma
Pembelajaran
Versi UNESCO: belajar mengetahui, belajar untuk bertindak, belajar hidup bersama, dan belajar menjadi diri sendiri.
40 jam per minggu 32 jam per minggu.
Metode Pembelajaran
Katrampilan proses Tercipta metode pembelajaran aktif, kreatif, efektif,dan menyenangkan. Dan juga lahir metode lain yaitu pembelajaran kontekstual.
Sitem Penilaian
Memfokuskan pada aspek kgnitif
Memadukan keseimbangan kognitif, afektif dan psikomotorik.
Tabel 2.1 menjelaskan jumlah jam pelajaran pada kurikulum 1994 lebih
banyak dibandingkan dengan kurikulum KBK. Kurikulum 1994 hanya
mengutamakan penguasaan materi, berbeda halnya dengan kurikulum KBK yang
mengutamakan hasil belajar dan kompetensi. Sistem penilaian pada kurikulum
1994 difokuskan pada aspek kognitif saja, sedangkan pada kurikulum KBK sistem
penilaian dilakukan dengan memadukan keseimbangan kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Kurikulum KBK dianggap memperoleh hasil yang kurang sempurna,
sehingga perlu dilakukan penyempurnaan. Hasil yang kurang sempurna
dipengaruhi oleh beberapa faktor (Muslich dalam Muzamiroh, 2013 : 48). Faktor
yang pertama yaitu konsep KBK belum dipahami dengan benar oleh guru
sehingga penjabaran materi dan program pengajaran tidak sesuai dengan yang
diharapkan. Kedua, guru mengalami kebingungan dalam penerapannya karena
draf kurikulum terus menerus mengalami perubahan. Ketiga, guru hanya
mengandalkan pengalaman yang telah dimiliki untuk mengajar karena belum
menunjukkan reformasi pendidikan yang terjadi di Indonesia sejak masa orde
lama, orde baru, sampai orde reformasi.
Tabel 2.2
Memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya. Garis-garis besar pengajarannya pada saat itu menekankan pada cara guru mengajar dan murid mempelajari
1952 Rencana pelajaran terurai 1952
Rencana pelajaran pada setiap mata pelajaran dibuat lebih rinci
Orde Baru
1968 Kurikulum 1968
Pendidikan pada masa ini lebih ditekankan untuk membentuk manusia pancasila sejati.
1975 Kurikulum 1975
Menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien. Kurikulum 1975 mempertegas tujuan pembelajaran setiap mata pelajaran.
1984 Kurikulum 1984
Dalam kurikulum 1984 siswa diposisikan sebagai subyek belajar dari hal-hal yang bersifat mengamati,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan, menjadi bagian penting proses belajar mengajar, inilah yang disebut konsep Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).
1994 Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 menggunakan pendekatan proses. Kurikulum ini pun dimasukkan muatan lokal, yang berfungsi mengembangkan kemampuan siswa yang standar performansi tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.
2006 Kurikulum 2006
Strategi pengembangan dalam kurikulum 2006 mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. Model pembelajaran yang digunakan yaitu model pembelajaran tematik dan model pendekatan mata pelajaran.
Tabel 2.2 menunjukkan reformasi kurikulum yang terjadi sejak masa orde
lama, orde baru, hingga orde reformasi. Reformasi kurikulum yang terjadi pada
masa orde lama yakni pada tahun 1947 dan tahun 1952. Nama kurikulum pada
tahun 1947 yaitu rencana pembelajaran 1947, sedangkan tahun 1952 yaitu rencana
pelajaran terurai 1952. Reformasi kurikulum yang terjadi pada masa orde baru
Reformasi kurikulum yang terjadi pada orde reformasi yaitu kurikulum 2004 dan
kurikulum 2006.
4. Kurikulum 2013 dan Kurikulum 2006
Berbagai perubahan dan pengembangan kurikulum dilakukan untuk menjawab
tantangan zaman yang terus berubah agar peserta didik mampu bersaing di masa
depan, dalam konteks nasional maupun global (Mulyasa, 2013: 169). Perlunya
perubahan dan pengembangan kurikulum 2013 ini mendapat dorongan dari
beberapa hasil studi internasional. Data yang diperoleh dari Programme for International Student Assesment (PISA) pada tahun 2009 menunjukkan bahwa Indonesia mendapat peringkat 10 besar di bawah dari 65 negara peserta PISA
(Mulyasa, 2013: 60). Hasil tersebut menjelaskan bahwa diperlukan adanya
perubahan kurikulum di Indonesia, dari kurikulum 2006 atau yang lebih dikenal
dengan sebutan kurikulum KTSP menjadi kurikulum 2013. Perubahan tersebut
perlu dilakukan, mengingat adanya kelemahan-kelemahan dalam kurikulum
KTSP. Kelemahan-kelemahan kurikulum KTSP menurut Mulyasa (2013: 60-61)
yang pertama ialah masih adanya mata pelajaran dengan kesukaran yang
melampui tingkat perkembangan anak. Kedua, kompetensi yang dikembangkan
belum sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional. Kelemahan yang
ketiga yaitu kompetensi yang dikembangkan belum menggambarkan pribadi
siswa sepenuhnya seperti pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Keempat,
kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan perkembangan masyarakat belum
berbagai perubahan sosial. Keenam, pembelajaran berpusat pada guru karena
urutan pelajaran belum dirinci dengan baik. Ketujuh, penilaian yang dilakukan
belum menggunakan standar penilaian berbasis kompetensi, serta layanan
remediasidan pengayaan belum diberikan dengan tegas.
Majid (2014: 28) menjelaskan bahwa kurikulum 2013 yang akan diberlakukan
ini sejalan dengan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu. Pengembangan
kurikulum sesuai dengan ketentuan yuridis yang mewajibkan adanya perubahan
kurikulum baru, landasan filosofis, serta landasan empiris (Majid, 2014: 29).
Landasan yuridis atau yang menjadi dasar untuk mengembangkan kurikulum yaitu
Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 19 tentang Standar
Nasional Pendidikan dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun
2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun
2006 tentang Standar Isi. Landasan filosofis pada pengembangan kurikulum 2013
yakni pancasila. Pancasila digunakan sebagai falsafah bangsa dan negara yang
menjadi sumber utama dan penentu arah yang akan dicapai dalam kurikulum.
Landasan empiris pada perkembangan kurikulum ini harus mampu
membentuk siswa di seluruh Indonesia untuk menyeimbangkan kebutuhan
individu dan masyarakat demi kebutuhan berintegrasi sebagai satu entitas bangsa
Indonesia. Landasan teoritis pada pengembangan kurikulum dikembangkan agar
siswa dapat mencapai kualitas standar nasional diatasnya. Kurikulum dirancang
Keempat landasan tersebut dijadikan landasan untuk mengembangkan kurikulum
2013. Kurikulum 2013 memiliki beberapa perbedaan dengan kurikulum 2006.
Perubahan kurikulum 2013 dapat dikaji perbendaannya dengan kurikulum KTSP
(kurikulum 2006). Tabel 2.3 menjelaskan perbedaan kurikulum KTSP dan
kurikulum 2013:
Tabel 2. 3
Perbedaan Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013
Kurikulum 2006 Kurikulum 2013
Mata pelajaran dirancang berdiri sendiri dan memiliki kompetensi dasar sendiri. Bahasa Indonesia sejajar dengan mapel lain. Bahasa Indonesia sebagai penghela
mapel lain (sikap dan keterampilan berbahasa).
Tiap mata pelajaran diajarkan dengan pendekatan berbeda.
Semua mata pelajaran diajarkan dengan pendekatan yang sama (saintifik) melalui mengamati, menanya, mencoba, menalar. Tiap jenis konten pembelajaran diajarkan terpisah
(separated curriculum).
Bermacam jenis konten pembelajaran diajarkan terkait dan terpadu satu sama lain (cross curriculum atau integrated curriculum).
Konten ilmu pengetahuan diintegasikan dan dijadikan penggerak konten pembelajaran lainnya.
Tematik untuk kelas I–III (belum integratif). Tematik integratif untuk kelas I-VI.
Tabel 2.3 menunjukkan bahwa terdapat beberapa perbedaan pada kurikulum
2006 dan kurikulum 2013. Pembelajaran pada kurikulum 2006 dilakukan secara
tematik, namun belum terintegratif. Pembelajaran tematik hanya diterapkan pada
kelas 1-3. Keterkaitan antar mata pelajaran yang satu dengan lainnya belum
nampak, masih terlihat berdiri sendiri. Mata pelajaran tertentu mendukung
kompetensi tertentu.
Pembelajaran pada kurikulum 2013, dilakukan dengan menerapkan
disampaikan saling terkait dan kemudian disatukan dengan menggunakan
kompetensi inti. Tiap mata pelajaran mendukung semua kompetensi, baik itu
sikap, keterampilan, ataupun pengetahuan. Perbedaan lain antara kurikulum 2013
dengan kurikulum sebelumnya menurut Mulyasa (2013: 170-171) antara lain:
a. Tematik-integratif
Pembelajaran tematik sudah diterapkan di kurikulum 2006 sebelum
diimplementasikan pada kurikulum 2013. Pembelajaran tematik integratif pada
kurikulum 2006 diterapkan pada kelas bawah, sedangkan mata pelajaran yang
disajikan masih terkesan terpisah-pisah atau berdiri sendiri. Berbeda halnya
dengan kurikulum 2013 saat ini, mata pelajaran yang disajikan berdasarkan tema
dimana mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya saling terkait. Proses
pembelajaran siswa yang mempelajari banyak materi dapat mengurangi kesan
mata pelajaran yang terpisah-pisah dan berdiri sendiri.
b. Delapan Mata Pelajaran
Mata pelajaran yang disajikan pada kurikulum 2006 di tingkat sekolah dasar
sebanyak 10 mata pelajaran. Kesepuluh mata pelajaran tersebut ialah Pendidikan
Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS,
Seni Budaya dan Keterampilan, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan,
Muatan Lokal, dan Pengembangan Diri. Banyaknya mata pelajaran yang disajikan
tersebut, dipadatkan lagi menjadi 8 mata pelajaran pada kurikulum 2013.
Kedelapan mata pelajaran tersebut ialah IPA, IPS, Seni Budaya, Pendidikan
Jasmani dan Kesehatan, Bahasa Indonesia, Matematika, Pendidikan
c. Pramuka sebagai Ekstrakurikuler Wajib
Pramuka merupakan ekstrakurikuler yang diwajibkan dan diatur dalam
undang-undang sehubungan dengan diterapkannya kurikulum 2013.
Ekstrakurikuler pramuka ini diwajibkan untuk pendidikan tingkat dasar dan
pendidikan tingkat menengah. Layanan secara profesional dalam implementasi
pramuka terus ditingkatkan dengan melakukan kerjasama antara Kemendikbud
dan Kemenpora.
d. Bahasa Inggris hanya Ekstrakurikuler
Bahasa inggris dikhawatirkan akan menjadi beban bagi siswa, maka dari itu
bahasa inggris dihapuskan dari kurikulum SD. Penguasaan Bahasa Indonesia lebih
diprioritaskan. Tahap selanjutnya dengan memasukkan bahasa inggris dalam
kegiatan ekstrakurikuler.
e. Belajar Disekolah Lebih Lama
Siswa menjadi belajar lebih lama disekolah. Pemadatan mata pelajaran dalam
kurikulum 2013 bukan mengurangi jam belajar siswa. Siswa tidak akan kerepotan
membawa buku banyak, sebab dalam kurikulum 2013 untuk semua pelajaran
dijadikan satu buku.
Keseluruhan perbedaan tersebut dijadikan sebagai pelengkap kurikulum satu
dengan lainnya. Penyempurnaan kurikulum dilakukan dengan tujuan untuk
memperbaiki kualitas pendidikan nasional Indonesia. Pengembangan kurikulum
2013 tidak menjadikan kurikulum 2013 jauh lebih baik dari kurikulum
sebelumnya, namun untuk lebih tepatnya sebagai penyempurna dari kurikulum
5. Pembelajaran Terpadu
Pembelajaran terpadu ialah suatu pendekatan yang mengaitkan beberapa aspek
dalam pembelajaran baik intra ataupun antar mata pelajaran (Prastowo, 2013:
106). Pengertian lain disampaikan oleh Dewey dalam (Prastowo, 2013: 108)
bahwa pembelajaran terpadu adalah suatu pendekatan yang digunakan untuk
mengembangkan pengetahuan siswa dan membentuk pengetahuan berdasarkan
interaksi dengan lingkungan dan pengalaman dalam kehidupan. Peneliti
menyimpulkan bahwa pembelajaran terpadu adalah suatu pendekatan yang
digunakan untuk mengembangkan dan membentuk pengetahuan siswa dengan
mengaitkan beberapa aspek, termasuk berinteraksi dengan lingkungannya.
Ciri-ciri pembelajaran terpadu diungkapkan oleh (Karli dan Margaretha dalam
Indrawati, 2009: 22) yaitu bersifat holistik, bermakna, dan aktif. Holistik,
maksudnya suatu peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran
terpadu dikaji dari beberapa bidang studi sekaligus untuk memahami suatu
fenomena dari segala sisi. Bermakna, karena siswa akan memahami konsep yang
mereka pelajari melalui pengalaman langsung. Pembelajaran bersifat aktif
maksudnya ialah, siswa sendiri yang terlibat dalam proses kegiatan belajar
mengajar. Fogarty (dalam Prastowo, 2013: 109) menyebutkan bahwa dalam
merencanakan pembelajaran terpadu, yaitu fragmented, connected, nested, sequenced, shared, webbed, threaded, integrated, immersed, dan networked.
Model yang pertama ialah Fragmented (Model Penggalan). Fogarty (dalam Prastowo, 2013: 109) menyatakan bahwa model ini ditandai dengan pemanduan
Indonesia terdapat materi membaca, menyimak, menulis, dan berbicara. Keempat
materi tersebut sebenarnya dapat disampaikan dalam waktu yang sama dengan
memadukan materi tersebut dalam keterampilan berbahasa. Pelaksanaan
pembelajaran dengan model penggalan dilaksanakan secara terpisah-pisah dan
dalam waktu atau jam yang berbeda.
Fogarty (dalam Prastowo, 2013: 109) menjelaskan model pembelajaran
terpadu yang kedua adalah Connected(Model Keterhubungan). Model Connected
dilandasi oleh butir-butir pembelajaran yang dapat dipayungkan pada satu induk
mata pelajaran tertentu. Misalnya, materi membaca, berbicara, menyimak, dan
menulis dapat dijadikan satu pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Keunggulan
model keterhubungan ialah konsep-konsep utama saling terhubung satu sama lain.
Kelemahan dari model keterhubungan ialah disiplin-disiplin ilmu yang tidak
berkaitan dan konten tetap berfokus pada satu disiplin.
Ketiga adalah Nested (Model Sarang). Model nested merupakan pemanduan berbagai macam penguasaan konsep keterampilan yang meliputi sosial, berpikir
dan konten dicapai dalam satu mata pelajaran (Fogarty dalam Prastowo, 2013:
109). Kelebihan model nested yaitu memberikan perhatian pada
pelajaran-pelajaran yang berbeda tetapi dalam waktu yang bersamaan, sehingga dapat
memperkaya dan memperluas pengetahuan. Kelemahan dari model ini yaitu
adanya kemungkinan siswa menjadi bingung mengenai konsep utama yang
diberikan karena beberapa konsep dijadikan dalam satu mata pelajaran.
topik-topik antarmata pelajaran yang berbeda secara paralel. Maksudnya ialah, pelajaran
yang mempunyai topik yang sama kemudian dipadukan dalam satu pelajaran
secara bersamaan. Kelebihan model sequenced memberikan fasilitasi dalam
mentransfer pembelajaran untuk melintasi beberapa mata pelajaran.
Kelemahannya adalah guru hanya memiliki sedikit otonomi untuk merancang
kurikulum, sehingga dibutuhkan kolaborasi secara terus menerus dan kelenturan
yang tinggi.
Kelima adalah Shared (Model Bagian). Model ini merupakan suatu bentuk pemanduan, dimana pembelajaran mengalami overlapping konsep pada dua mata pelajaran atau lebih (Fogarty dalam Prastowo, 2013: 109). Kelebihannya yaitu
akan lebih mudah ketika melakukan kolaborasi, karena ada pengalaman
instruksional bersama dua orang guru dalam tim. Kelemahannya yaitu
membutuhkan waktu, kelenturan, komitmen, dan kompromi dalam melakukan
kolaborasi.
Keenam adalah Webbed (Model Jaringan Laba-laba). Model ini merupakan model yang paling banyak digunakan dan lebih dikenal (Fogarty dalam Prastowo,
2013: 109). Pemanduan dilakukan dengan menggunakan pembelajaran tematik
yang dikaitkan dengan tema-tema tertentu. Kelebihan model webbed yaitu memberikan motivasi pada siswa dan membantu siswa dalam melilhat relasi
antargagasan. Kelemahannya yaitu pemilihan tema harus benar-benar selektif agar
berarti dan relevan dengan konten.
Keterampilan-keterampilan tersebut meliputi sosial, berpikir, berbagai jenis
kecerdasan dan keterampilan belajar. Kelebihan dari model pembelajaran
threadedadalah siswa menjadi mampu mempelajari cara mereka belajar.
Delapan adalah Integrated (Model integrated). Model integrated merupakan pemanduan beberapa topik dari mata pelajaran yang berbeda-beda dengan esensi
yang sama dalam sebuah topik tertentu (Fogarty dalam Prastowo, 2013: 109).
Penerapannya dalam pembelajaran misalnya mengambil topik tenggang rasa.
Topik tersebut semula terdapat dalam mata pelajaran PKn dan agama, maka
supaya tidak tidak terjadi tumpang tindih muatan kurikulum cukup diletakkan
dalam mata pelajaran tertentu saja, misal PKn. Kelebihan model integrated
memberikan motivasi dan dorongan kepada siswa untuk melihat keterkaitan dan
ketersalinghubungan di antara disiplin-disiplin ilmu. Kelemahan modelintegrated
yaitu dibutuhkan tim antar bidang studi yang memiliki perencanaan dan waktu
pengajaran yang sama.
Sembilan adalah Immersed atau model celupan. Fogarty dalam (Prastowo, 2013: 109) menjelaskan bahwa model ini dirancang untuk membantu siswa dalam
menyaring dan memadukan berbagai pengalaman dan pengetahuan.
Kelebihannya, siswa sendiri yang melakukan perpaduan sedangkan kelemahannya
yaitu siswa menjadi kurang fokus.
Fogarty (dalam Prastowo, 2013: 109) menjelaskan bahwa model yang
kesepuluh yaitu networked atau model jaringan. Siswa melakukan pemaduan topik yang dipelajari melalui pemilihan jejaring pakar dan sumber daya. Model ini
dari model jaringan adalah pembelajaran yang berlangsung menjadi bersikap
proaktif, sehingga siswa terstimulasi oleh informasi, keterampilan dan
konsep-konsep baru. Kelemahannya adalah upaya-upaya menjadi tidak efektif sehingga
perhatian siswa dalam pembelajaran dapat terpecah.
Kesepuluh model pembelajaran terpadu terangkum dalam tabel 2.4 menurut
Nama Model Deskripsi Kelebihan Kelemahan
Tabel 2.4 menjelaskan tentang model pembelajaran terpadu. Model
pembelajaran tersebut yaitu fragmented, connected, nested, sequence, shared, webbed, threaded, integrated, immersed. Model yang sering digunakan yaitu
webbed dan integrated. Masing-masing mempunyai kelebihan sendiri-sendiri. Kelebihan dari webbed yaitu dapat memotivasi murid; membantu murid-murid untuk melihat keterhubungan antar gagasan, sedangkan kelebihan dari
integrated yakni mendorong siswa untuk melihat keterkaitan dan kesalingterhubungan di antara disiplin-disiplin ilmu; siswa termotivasi dengan
6. Pembelajaran Tematik
a. Pengertian Pembelajaran Tematik
Anak dipandang sebagai salah salah satu sumber untuk menentukan apa yang
akan dijadikan bahan ajar selanjutnya supaya kemampuan dasar anak dapat
dikembangkan dengan baik. Kemampuan dasar anak dapat dikembangkan dengan
merancang kurikulum dan pembelajaran tematik (Majid, 2014: 4). Pembelajaran
tematik merupakan suatu strategi yang melibatkan beberapa mata pelajaran,
sehingga siswa mendapatkan pengalaman yang bermakna (Majid, 2014: 4).
Pendapat lain dikemukakan oleh Depdiknas (dalam Trianto, 2011: 147) bahwa
pembelajaran tematik adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan
tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran, sehingga dapat memberikan
pengalaman bermakna kepada siswa. Tema dalam pembelajaran tematik ini
maksudnya ialah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi inti
pembicaraan atau pembahasan dalam kegiatan pembelajaran (Hajar, 2013: 22).
Peneliti menyimpulkan pendapat dari para ahli bahwa pembelajaran tematik
adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa
mata pelajaran, sehingga siswa akan memperoleh pengalaman yang bermakna.
Depdiknas (2009: 8) menyebutkan ada tiga landasan diterapkannya
pembelajaran tematik. Landasan tersebut antara lain landasan filosofis, landasan
psikologis, dan landasan yuridis. Penjelasan mengenai ketiga landasan tersebut
Tabel 2.5
Landasan Pembelajaran Tematik
Landasan Filosofis Landasan Psikologis Landasan Yuridis a. Progresivisme, aliran ini
Tabel 2.5 menjelaskan bahwa pembelajaran tematik memiliki tiga landasan.
Landasan pertama yaitu landasan filosofis yang berisi teori-teori para ahli sesuai
dengan pembelajaran tematik. Landasan kedua yaitu landasan psikologis yang
berisi tentang teori psikologi berdasarkan pembelajaran tematik. Landasan yang
ketiga yaitu landasan yang berisi tentang Undang-Undang yang mendasari
lahirnya pembelajaran tematik.
Pembelajaran tematik, kini diterapkan pula pada kurikulum 2013. Kurikulum
yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat karena kurikulum 2013 ini
berbasis tematik integratif. Nuh (dalam Muzamiroh, 2013: 111) mengemukakan
bahwa kurikulum 2013 dirancang sebagai upaya untuk mempersiapkan genarasi
Indonesia 2045 yaitu tepatnya 100 tahun Indonesia merdeka, sekaligus
memanfaatkan populasi usia produktif yang jumlahnya sangat melimpah agar
menjadi bonus demografi dan tidak menjadi bencana demografi. Kurikulum 2013
pelajaran pada kurikulum 2013 akan dikurangi sehingga tidak lagi membebani
siswa. Muzamiroh (2013: 119) mengungkapkan bahwa harapan dari kurikulum
2013 ini adalah untuk menyiapkan generasi yang handal, inovatif dan berkarakter.
b. Keuntungan dan kelemahan Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik mempunyai banyak keuntungan.
Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain: a) siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu
tema tertentu, b) siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan
berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama, c)
pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan, d)
kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan mata
pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa, e) siswa mampu lebih merasakan
manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas
(Depdiknas, 2009: 7).
Berbagai keuntungan juga diungkapkan oleh Trianto (2011: 160) antara lain:
a) Dapat lebih memfokuskan diri pada proses belajar, daripada hasil belajar. b)
Menghilangkan batas semu antarbagian kurikulum dan menyediakan pendekatan
proses belajar yang integratif. c) Menyediakan kurikulum yang berpusat pada
siswa yang dikaitkan dengan minat, kebutuhan, dan kecerdasan; mereka didorong
untuk membuat keputusan sendiri dan bertanggung jawab pada keberhasilan
belajar. e) Merangsang penemuan dan penyelidikan mandiri di dalam dan di luar
kelas. f) Membantu siswa membangun hubungan antara konsep dan ide, sehingga
Peneliti menyimpulkan keuntungan dari pembelajaran tematik berdasarkan
penjelasan dari para ahli. Keuntungannya adalah pembelajaran lebih berpusat
pada siswa, dimana siswa belajar, mencari, memecahkan masalah serta
bertanggung jawab untuk menentukan keberhasilannya. Kenyataannya,
pembelajaran tematik tidak hanya memberikan berbagai keuntungan saja
melainkan juga memberikan berbagai keterbatasan. Puskur (dalam Trianto, 2009:
90-91) mengidentifikasi adanya keterbatasan dalam pelaksanaan pembelajaran
tematik. Keterbatasan tersebut meliputi aspek guru yang diharuskan supaya
memiliki wawasan yang luas, kreatif, percaya diri dan mampu mengembangkan
materi yang akan disajikan. Penguasaan bahan ajar tidak terfokus pada bidang
kajian tertentu saja, maka dari itu guru dianjurkan untuk banyak membaca buku
agar pengetahuan dan informasi yang dimiliki semakin banyak.
Pembelajaran tematik menuntut peserta didik untuk memiliki kemampuan
akademik dan kreativitas yang baik. Tuntutan ini terjadi karena pembelajaran
tematik lebih menekankan pada kemampuan analitik (menghubungkan), asosiatif
(menghubung-hubungkan), aksploratif dan elaboratif (menemukan dan
menghubungkan). Sarana dan sumber pembelajaran tematik terbatas pada
wawasan yang belum berkembang. Pengembangan wawasan dapat dilakukan
dengan cara memperbanyak bahan bacaan. Keterbatasan selanjutnya yaitu ditinjau
dari aspek kurikulum. Kurikulum yang digunakan lebih berorientasi pada
pemahaman peserta didik. Aspek penilaian, dibutuhkan cara penilaian yang
menyeluruh (komprehensif) yaitu menetapkan keberhasilan belajar peserta didik
menyeluruh ini menjadi tugas dan tuntutan bagi guru untuk mempersiapkan teknik
dan prosedur pelaksanaan yang akan digunakan. Keterbatasan yang terakhir,
apabila ditinjau dari aspek suasana pembelajaran. Suasana pembelajaran tematik
masih mengutamakan bidang kajian tertentu sesuai dengan pengetahuan yang
dimiliki oleh guru.
Beberapa keterbatasan yang telah dipaparkan perlu diperhatikan oleh para
guru sehingga dalam pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik. Keterbatasan
tersebut perlu dipelajari oleh guru supaya penerapan pembelajaran tematik dapat
terwujud.
7. Implikasi Pembelajaran Tematik
Penerapan pembelajaran tematik ternyata tidak mudah, maka dari itu
pembelajaran tematik ini membawa implikasi pada berbagai pihak. Depdiknas
(2009: 11-12) menyatakan bahwa implementasi pembelajaran tematik di sekolah
dasar mempunyai berbagai implikasi. Implikasi yang pertama adalah Implikasi bagi guru, dimana diperlukan kekreatifan dari seorang guru supaya suasana
pembelajaran menjadi lebih menarik, bermakna, dan menyenangkan. Kedua
adalah Implikasi bagi siswa, dimana siswa harus selalu siap dan aktif dalam
mengikuti pembelajaran. Ketiga adalah Implikasi terhadap sarana, prasarana, sumber belajar dan media. Implikasi ini pada hakekatnya menekan kan pada siswa
baik secara individu ataupun kelompok untuk aktif mencari, menggali, dan
menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik. Pembelajaran
secara khusus untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran (by design), maupun sumber belajar yang tersedia di lingkungan yang dapat dimanfaatkan (by utilization). Pembelajaran tematik juga perlu mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran yang bervasriasi sehingga akan membantu siswa dalam memahami
konsep-konsep yang abstrak. Penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar
masih dapat menggunakan buku ajar yang sudah ada saat ini untuk
masing-masing mata pelajaran dan dimungkinkan pula untuk menggunakan buku
suplemen khusus yang memuat bahan ajar yang terintegrasi.
Keempat adalah Implikasi terhadap pengaturan Ruangan. Implikasi ini perlu melakukan pengaturan ruang ketika pelaksanaan kegiatan pembelajaran tematik
supaya suasana belajar lebih menyenangkan. Pengaturan ruang tersebut meliputi
ruang perlu ditata disesuaikan dengan tema yang sedang dilaksanakan, susunan
bangku peserta didik dapat berubah-ubah disesuaikan dengan keperluan
pembelajaran yang sedang berlangsung, peserta didik tidak selalu duduk di kursi
tetapi dapat duduk di tikar/karpet.
Kelima adalah Implikasi terhadap pemilihan metode. Metode merupakan bentuk upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengimplementasikan rencana
yang telah disusun agar tujuan pembelajaran tercipta secara optimal (Trianto,
2010: 132). Pembelajaran yang disampaikan perlu disiapkan dalam berbagai
variasi kegiatan dengan menggunakan multi metode, misalnya: percobaan,