• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. yang karya-karya sastranya telah dibaca dan di terjemahkan kedalam banyak bahasa. Seperti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. yang karya-karya sastranya telah dibaca dan di terjemahkan kedalam banyak bahasa. Seperti"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Jepang adalah salah satu negara maju yang telah melahirkan sastrawan sastrawan yang karya-karya sastranya telah dibaca dan di terjemahkan kedalam banyak bahasa. Seperti halnya kesusastraan lisan yang disebut dengan koosho bungaku dan kesusastraan tulisan yang disebut dengan kisai bungaku.

Sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa kesusastran, standar kesusastraan yang dimaksud adalah pengunaan kata-kata yang indah, gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik Zainudin (1992:99), sedangkan menurut Rene Wellek dalam Badrun (1983:16) bahwa istilah sastra hendaknya dibatasi pada seni sastra yang bersifat imajinatif. Artinya, segenap kejadian atau peristiwa yang dikemukakan dalam karya sastra bukanlah pengalaman jiwa atau peristiwa yang sesungguhnya tetapi merupakan sesuatu yang dibayangkan saja.

Pada umumnya karya sastra memiliki karya yang bersifat fiksi dan non fiksi. Karya sastra fiksi berupa novel, cerpen, roman, essei, dan cerita rakyat, sedangkan karya sastra non fiksi meliputi puisi, drama dan lagu.

Ajip Rosidi dalam Tarigan (1986:176) menyatakan bahwa cerpen merupakan cerita yang pendek dan merupakan suatu kebulatan ide. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa didalam sebuah cerita pendek terdapat suatu kesatuan yang utuh yang mampu menampilkan cerita yang baik dan menarik dengan isi cerita yang pendek. Sedangkan cerpen dalam bahasa Jepang disebut dengan tanpen shousetsu. Tanpen shousetsu secara garis besar adalah cerpen yang menggambarkan kehidupan sehari-hari didalam masyarakat,

(2)

meskipun kejadian yang tidak nyata, tetapi dapat dipahami dengan prinsip yang sama dengan kehidupan sehari-hari yang lebih menitikberatkan pada tokoh manusia (peran) didalam karangan dari pada kejadianya.

Pada umumnya setiap karya sastra memiliki dua unsur yang berpengaruh dalam membangun karya sastra tersebut, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Yang dimaksud unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membagun karya sastra itu sendiri atau dengan kata lain unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Unsur-unsur yang dimaksud misalnya tema, plot, latar, penokohan, sudut pandang pencerita, bahasa atau kaya bahasa dan lain-lain.

Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang ada diluar karya sastra itu, tapi secara tidak langsung mempengaruhi karya sastra tersebut atau dengan kata lain dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun tidak ikut menjadi bagian didalamnya. Unsur-unsur ekstrinsik tersebut adalah kebudayan, sosial, spikologi, ekonomi, politik, agama, dan lain-lain yang dapat mempengaruhi pengarang dalam karya yang ditulisnya.

Salah satu sastrawan Jepang yang sangat terkenal yaitu Kawabata Yasunari yang telah banyak memberi sumbangannya dalam dunia sastra yang berupa karya sastra fiksi. Karya sastra dari Kawabata Yasunari banyak dikagumi oleh pembaca karya sastra seluruh dunia. Salah satu hasil karya sastra fiksi Kawabata Yasunari adalah cerita pendek (cerpen). Banyak Cerpen yang telah dihasilkan Kawabata Yasunari salah satunya adalah cerpen yang berjudul

Izu No Odoriko.

Cerpen Izu No Odoriko yang di tulis Kawabata Yasunari merupakan cerpen yang melukiskan gambaran dan cerminan sosial mengenai kehidupan penari Jepang zaman Taisho. Profesi penari keliling sudah ada sejak zaman Edo. Pada zaman Edo Tokugawa memberlakukan sebuah sistem hirarki sosial yang berdasarkan konfusianisme yang di kenal

(3)

dengan noo-koo-shoo, yaitu sistem yang memerintah dan yang diperintah. Dari istilah

shi-noo-koo-shoo dapat dilihat pembagian kelas dalam hirarki sosial kedudukan yang tinggi dan

kedudukan rendah. Pembagian serta susunan kelas ini berdasarkan fungsi dari setiap kelas dalam masyarakat, yaitu:

(a) Shi : Bushi ‘samurai’

(b) Noo : Noumin ‘petani’

(c) Koo : kousakunin ‘pengrajin’

(d) Shoo: Shounin ‘pedagang’

(http://www.kazoku-community.com/).

Kemudian pembagian kelas ini melahirkan berbagai diskriminasi sosial, seperti domisili, perkawinan, pergaulan, makanan, dan cara bahasa. Bahkan deskriminasi sosial yang terjadi pada zaman Edo berlangsung turun temurun sampai awal zaman Meiji.

Ada beberapa alasan yang menyebabkan shounin menjadi status terendah dalam masyarakat. Pertama, shounin bukanlah noumin yang bertempat tinggal menetap dan mempunyai lahan pertanian. Selanjutnya shounin adalah golongan pedagang, orang-orang yang hidupnya nomaden dan mengembara yang melakukan pertunjukan dengan berkeliling kampung untuk mencari nafkah dengan cara melakukan pertunjukan.

Bagi masyarakat yang bertempat tinggal tidak menetap diistilahkan dengan sebutan

geinin atau tabigeinin (selanjutnya penulis menyebut dengan penari keliling). Penari keliling

juga termasuk ke dalam golongan shounin, karena mereka hidupnya nomaden yang hidup berpindah-pindah, maka mereka tidak memiliki hubungan kekerabatan yang akrab. Oleh sebab itu penari keliling tidak mendapat kepercayaan dari warga yang tinggal menetap, dan diperlakukan sebagai gairaijin (pendatang dari luar), yosomono (orang luar), ihojin (orang yang tak dikenal) ataupun tabibito (pengembara). Keberadaan penari keliling dalam

(4)

masyarakat Jepang dihina dan dibedakan oleh penduduk yang memiliki kekerabatan dan tempat tinggal menetap (http://studijepang.blogspot.com /2011/09/). Penari keliling merupakan sejenis profesi pelipur lara yang berjalan keluar masuk kampung sambil menghibur penduduk (http://studijepang.blogspot .com/2011/09/

Keberadaan penari keliling dalam masyarakat Jepang pada zaman Taisho tercermin lewat cerpen Izu No Odoriko karya Kawabata Yasunari, yang menceritakan tentang kehidupan penari keliling. Hubungan kelompok penari yang berpindah-pindah tempat dengan masyarakat yang tinggal menetap kurang harmonis karena ada yang menerima dan ada pula yang menolak keberadaan mereka. Oleh sebab itu dalam setiap perjalanan penari keliling ini tidak selalu mulus karena tidak mendapat kepercayaan dari warga yang tinggal menetap.

). Dari pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa penari keliling adalah sekelompok masyarakat yang mengadakan pertunjukan secara berpindah-pindah atau nomaden, dan melakukan pertunjukan keliling kampung untuk mempertahankan hidupnya .

Walaupun kelompok-kelopok penari keliling ini di dalam masyarakat tidak begitu dihargai keberadannya, hubungan sesama kelompok penari keliling tidak ada memiliki rasa persaingan, malah sesama kelompok penari keliling saling harga-menghargai dan saling mendukung satu sama lain.

Kehidupan penari keliling dalam keluarganya sangatlah harmonis, kelompok penari keliling terdiri dari satu keluarga yaitu ayah, ibu, anak, atau orang yang masih memiliki hubungan saudara. Hal ini yang membuat penulis tertarik untuk menganalisis kehidupan penari keliling dalam cerpen Izu No Odoriko karya Kawabata Yasunari.

1.2 Perumusan Masalah

Novel ini merupakan cerminan dari realita hidup penari-penari keliling dalam masyarakat Jepang, yang hidupnya selalu berpindah-pindah, mengembara dan melakukan

(5)

pertunjukan dengan berkeliling kampung demi mencari nafkah untuk mempertahankan hidupnya. Meskipun penari-penari tersebut didalam lingkungannya senantiasa diremehkan dan dikecilkan, dengan kata lain hidupnya sering di diskriminasikan dari masyarakat sekitarnya. Karena mereka hidup nomaden yang selalu berpidah-pidah sehingga tidak memiliki kekerabatan yang akrab.

Sedangkan hubungan sesama kelompok penari keliling tidak begitu ada perbedaan karena berasal dari kelas atau golongan yang sama. Jadi tidak ada alasan bagi mereka untuk saling menghina sesama profesi. Kelompok penari keliling yang pada awalnya berasal dari kelas pedagang yang beralih profesi menjadi penari keliling karena tidak memiliki modal lagi untuk melanjutkan usaha.

Kelompok penari keliling merupakan satu keluarga pedagang yang kurang mampu dalam segi ekonomi, keanggotaan dari kelompok penari terdiri 4 atau 5 orang. Kelompok penari keliling berasal dari keluarga pedagang yang miskin. Walaupun mereka berasal dari keluarga yang tidak mampu tapi setiap mereka saling mendukung, saling memberi motivasi.

Hubungan penari keliling dengan keluarganya sangat harmonis, walaupun mereka selalu kekurangan dari segi apapun dan dikucilkan oleh masyarakat tetapi mereka saling menyayangi, bertanggung jawab, saling mendukung, dan saling bekerjasama dalam setiap melakukan pertunjukan.

Sesuai dengan judul proposal, yaitu “Analisis Sosiologi Kehidupan Penari Keliling Dalam Cerpen Izu No Odoriko Karya Kawabata Yasunari” maka penulis akan membahas mengenai kondisi sosial penari-penari keliling dalam kehidupan sehari-harinya melalui teks-teks yang terdapat dalam cerpen.

Berdasarkan hal tersebut, permasalahan penelitian ini mencoba menjawab masalah yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

(6)

2. Bagaimana kondisi sosial kehidupan panari-penari keliling yang terungkap dalam cerpen “Izu No Odoriko”

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dari permasalahan-permasalahan yang ada maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan masalah. Hal ini dimaksudkan agar masalah penelitian tidak terlalu luas.

Pada analisis ini penulis hanya membatasi ruang lingkup pembahasan yang difokuskan pada masalah kehidupan sosial penari-penari keliling dalam keluarga, dalam komunitasnya, juga dalam lingkungan masyarakat yang diungkapkan pada cerpen “Izu No Odoriko”. Pembahasan selanjutnya lebih di arahkan kepada penjelasan bagaimana penari keliling hidup dilingkungan keluarganya, hidup didalam komunitasnya dan didalam masyarakat.

Alasan peneliti membatasi ruang lingkup pembahasan yang di fokuskan pada masalah kehidupan penari-penari keliling dalam lingkungan, keluarga komunitas, masyarakat, karena didalam cerpen “Izu No Odoriko” lebih memaparkan atau menonjolkan tentang kehidupan penari keliling dalam keluarga, komunitas, dan masyarakatnya.

Untuk mendukung data-data dan pembahasan yang akurat, maka penulis akan menjelaskan juga mengenai sejarah penari keliling, eksistensi penari keliling, status penari keliling di Jepang pada zaman Taisho, setting cerpen Izu No Odoriko, biografi pengarang dan sosiologis sastra.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

(7)

Cerita pendek adalah cerita berbentuk prosa yang relatif pendek, karena genre ini hanya mempunyai efek tunggal, karakter, plot dan setting yang terbatas, tidak beragam dan tidak kompleks. Dengan kata lain cerpen memiliki karakter plot dan latar yang terbatas Saini (1988:30). Proses penulisan sebuah cerpen cenderung lebih mudah dibanding penulisan sebuah novel. Genre ini lebih banyak dimanfaatkan oleh para penulis untuk menyampaikan ide dan gagasan mereka kepada khalayak. Sifat cerpen sangat elastis dan cepat mengakomodasi persoalan yang sedang berkembang di masyarakat. Dengan posisinya yang seperti itu, cerpen bisa dijadikan gambaran dan cermin sosial mengenai kondisi sosial atau budaya suatu tempat saat cerpen itu ditulis Nurgiyantoro (2005:4).

Sosiologi sastra menurut Ratna (2003:2) yaitu pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek-aspek kemasyarakatan yang terkandung didalamnya. Sosiologi sastra mewakili keseimbangan antara kedua komponen, yaitu sastra dan masyarakat. Oleh karenanya, analisis sosiologis memberikan perhatian yang besar terhadap fungsi-fungsi sastra, karya sastra sebagai produk masyarakat tertentu.

Laurenson dalam Fananie (2001:133) berpendapat bahwa terdapat tiga perspektif yang berkaitan dengan sosiologi sastra, yaitu;

1. Perpektif yang memandang sastra sebagai dokumen sastra sebagai dokumen sosial yang di dalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut di ciptakan. 2. Perpektif yang mencerminkan situasi sosial penulisnya.

3. Model yang dipakai karya tersebut sebagai manifestasi dari kondisi sosial budaya atau peristiwa sejarah.

Unsur-unsur penunjang terciptanya sebuah karya sastra, khususnya prosa yaitu tema, penokohan, plot, setting, dan lain sebagainya. Tokoh dan penokohan merupakan unsur yang penting dalam karya naratif. Penikmat sastra secara bebas menafsirkan watak, perwatakan,dan karakter dan merujuk pada sifat dan sikap para tokoh.

(8)

Tokoh cerita menempati posisi strartegis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral atau sesuatu yang ingin di sampaikan kepada pembaca. Tokoh cerita menurut Abrams dalam Nurgiantoro (1995:165) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecendrungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa antara seorang tokoh dengan kualitas pribadinya erat berkaitan dengan penerimaan pembaca.

Tokoh cerita dalam suatu karya sastra naratif merupakan hasil karya pengarang yang murni yang berasal dari alam pikirannya, Boulton dalam Aminuddin (2000:79) mengungkapkan, bahwa cara pengarang mengambarkan atau memunculkan tokohnya itu dapat berbagai macam, mungkin pengarang menampilkan tokoh sebagai pelaku yang hanya hidup dalam mimpi, pelaku yang memiliki semangat dalam mempertahankan hidupnya, pelaku yang memiliki cara sesuai dengan kehidupan manusia.

Boulton dalam Aminuddin (2000:37) juga mengungkapkan, bahwa cipta sastra selain menyajikan nilai-nilai keindahan serta paparan peristiwa yang mampu memberi kepuasan batin pembacanya juga mengandung pandangan yang berhubungan dengan kompleksitas kehidupan manusia. Karya sastra adalah karya seni seperti seni suara, seni lukis, seni pahat, dan lain-lain. Yang membedakan dengan seni adalah bahwa sastra memiliki aspek bahasa.

Disamping itu bahasa itu sendiri adalah suatu sistem komunikasi yang syarat dengan pesan kebudayaan. Kehidupan manusia tidak terlepas dari kebudayan yang atas dasar bahasa, sedangkan bahasa itu sendiri adalah sistem tanda, oleh karena itu bahasa merupakan sistem yang terpenting dalam manusia. Ratna (2003:111)

(9)

Penelitian ini dilakukan melalui cerpen sebuah kaya sastra. Menurut Rene wellek dalam Nababan (2008:9) bahwa sastra adalah gambaran lembaga sosial yang memakai medium bahasa dalam menampilkan gambaran kehidupan itu sendiri adalah kenyatan sosial.

Dalam sebuah penelitian diperlukan suatu teori pendekatan yang menjadi suatu acuan bagi penulis’ dalam menganalisis karya sastra tersebut. oleh karena itu penulis dalam membahas masalah pokok skripsi ini, menggunakan pendekatan sosiologi dan pendekatan semiotik.

Roucek Warren dalam Soekanto (2000:20) mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang pempelajari hubungan antara manusia dan kelompok-kelompok. Dan objek sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari hubungan antara manusia dan proses itu timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat.

Adapun pembagi tiga klafikasi wilayah sosiologis yaitu;

1) Sosiologis pengarang yakni mempermasalahkan tentang status sosial, idiologi politik, lain-lain yang menyangkut pengarang

2) Sosiologis karya sastra yakni mempermasalahkan tentang suatu karya sastra yang menjadi pokok telaah adalah tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan dan amanat yang akan di sampaikan

3) Sosiologis sastra yakni yang mempermasalahkan tentang pembaca dan pengaruh sosialnya terhadap masyarakat.

(

Menurut Nyoman Kutha (2004:60) dasar filosofis pendekatan sosiologis sastra adalah andanya hubungan hakiki antara karya sastra degan masyarakat. Hubungan-hubungan yang di sebabkan oleh ; (a) karya sastra dihasilkan oleh pengarang (b) pengarang itu sendiri anggota masyarakat, dan (c) pengarang memamfaatkan kekayaan yang ada dalam masyarakat, dan (d) hasil karya itu dimamfaatkan lagi oleh masyarakat. Teori sosiologis

(10)

sastra bertolak dari pandangan bahwa sastra merupakan pencerminan kehidupan masyarakat. Telaah sastra yang terfokus pada segi-segi sosial kemasyarakatan yang terdapat dalam suatu karya sastra dan mempersoalkan segi-segi yang menunjang pembinaan dan peningkatan pengembangan dalam tata cara kehidupan.

Menurut pendekatan sosiologis sastra karya sastra terlihat hubungannya dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan, kenyataan disini mengadung arti cukup luas, yakni segala sesuatu yang berada diluar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra. Sastra menyajikan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri dari sebagian besar terdiri dari kenyatan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencangkup hubungan antara masyarakat dengan orang-orang, antar manusia, antar peristiwa yang terjadi didalam batin seseorang. Dari teori sosiologi dalam penelitian ini penulis akan mencoba menganalisis kondisi kehidupan sosial penari-penari keliling di Jepang, yang dilihat dari tanda-tanda yang mengambarkanya didalam cerpen tersebut dengan menggunakan teori semiotik.

Hoed dalam Nurgiantoro (1995:40) berpendapat bahwa semiotik adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda adalah suatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan lain-lain. Tanda-tanda itu dapat berupa gerakan anggota badan, gerakan mata, mulut, bentuk tulisan, patung, film, tari, musik dan lain-lain yang berada di sekitar kehidupan kita. Atau menurut Eco dalam Faruk (1999:44) secara general semiotika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-perisiwa seluruh kebudayaan sebagai tanda.

Teori Sausure dalam Nurgiantoro (1995:39) berpendapat bahwa bahasa merupakan sebuah sistem tanda, dan sebagai suatu tanda bahasa mewakili sesuatu yang lain yang disebut makna. Dalam bahasa diinterpretasikan sebagai makna terdapat nilai sosiologis yang bertitik pangkal dalam kehidupan masyarakat pada umumnya.

(11)

Berdasarkan teori diatas, maka penulis menginterpretasikan sikap dan kondisi penari keliling di Jepang dengan pendekatan sosiologis dan pendekatan semiotik dalam cerpen “Izu

No Odoriko” dengan melihat dari cuplikan-cuplikan teks yang ada.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah yang sebagaimana telah di kemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mendeskripsikan tanggapan masyarakat Jepang terhadap penari-penari keliling.

2. Untuk mendeskripsikan kehidupan sosial penari keliling di Jepang yang tercemin dalam cerpen Izu No Odoriko

b. Manfaat penelitian

Adapun harapan penulis mengenai manfaat penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti dan pembaca diharapkan dapat menambah informasi mengenai kehidupan penari-penari keliling di Jepang.

2. Dapat dijadikan referensi bagi pembaca apabila ingin melakukan penelitian dengan topik yang sejenis.

1.6 Metode penelitian

Dalam melakukan sebuah penelitiaan, sangatlah dibutuhkan metode dalam pengerjaan. Metode yang digunakan dalam sebuah penelitian akan mempermudah peneliti dalam melakukan penelitiannya. Metode juga digunakan sebagai penunjang dalam sebuah penelitian. Sehingga dengan adanya metode dalam sebuah penelitian maka akan dapat memperlancar proses penelitian tersebut.

(12)

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif. Metode deskriptif ini digunakan untuk mengukur dengan cermat fenomena yang terjadi atau berlangsung. Menurut Koentjaraningrat (1976:30) bahwa penelitian yang berdasarkan atau bersifat deskriptif dapat memberikan gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Metode deskriptif ini juga merupakan suatu metode yang menggambarkan keadaan atau objek penelitian yang dilakukan pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya dan dipakai untuk memecahkan masalah dengan mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan, mengkaji, dan menginterpretasikan data atau bahan yang telah dikumpulkan sebelumnya dalam proses penelitian tersebut.

Metode deskriptif sering juga disebut dengan metode penulisan studi dokumenter atau yang biasa disebut dengan studi kepustakaan (Library Research). Menurut Nawawi (1991:133), Studi kepustakaan merupakan suatu metode penulisan penelitian yang mengumpulkan data dengan atau melalui peninggalan tertulis, berupa arsip-arsip, termaksud buku-buku tentang pendapat, teori, dalil (hukum) dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah pencarian dan pengumpulan data yang diperlukan dalam proses penulisan penelitian tersebut. Dengan kata lain studi kepustakaan adalah pengumpulan data dengan membaca buku-buku atau referensi yang berkaitan dengan tema penulisan. Data yang diperoleh dari referensi tersebut akan dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan dan saran.

Referensi

Dokumen terkait

Seseorang yang berbakat musik misalnya, dengan latihan yang sama dengan orang lain yang tidak berbakat musik, akan lebih cepat menguasai keterampilan tersebut..

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Kemampuan pembangkit untuk mengubah energi termal yang dihasilkan pada saat pembakaran bahan bakar primerc. menjadi

Mivel egyre több kutatóhelyen, doktori iskolában folynak az agrárinformatikai tématerülethez kapcsolódó kutatások, a folyóirat szükséges közvetít ő közeget

Dalam sistem katup otomatis ini digunakan grow detector sebagai umpan balik yang menjadi dasar perintah dari pergerakan motor stepper untuk mencapai posisi yang diinginkan,

adalah: waka kurikulum, guru fiqh, dan siswa. Dalam memilih informan, peneliti menggunakan teknik snow ball , yaitu informan yang dipilih peneliti merupakan hasil

Dengan melihat pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam perikop ini Paulus menyatakan kebenaran Allah dari dua sisi, yaitu (1) secara forensik sebagai status benar

Di samping siswa kurang berani dan terlatih untuk berbicara di depan umum, penyebab utama rendahnya kemampuan anak TK B, TK Pertiwi Nglundo Sukomoro Nganjuk