IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. JUMLAH SPORA HIDUP (VSC)
Viable Spore Count (VSC) digunakan untuk menganalisa jumlah spora hidup yang terkandung di dalam campuran spora kristal. Pembentukan spora tergantung pada kondisi lingkungan kultur. Menurut Dulmage dan Rhodes (1971), bahwa pembentukan spora akan tumbuh pada lingkungan kultur yang tidak sesuai bagi sel. Hasil pengamatan jumlah spora hidup (VSC) sebelum dilakukan penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah spora hidup (VSC) setelah difermentasi dan di freeze drying
Perlakuan VSC (spora/mg) Setelah Fermentasi 3.25 x 109 Setelah Freeze drying Tanpa Laktosa 9.25 x 107 Dengan Laktosa 1.45 x 108
Tabel 5. menunjukkan bahwa jumlah spora hidup (VSC) setelah pengeringan beku (freeze drying) mengalami penurunan, disebabkan oleh suhu yang rendah pada proses pengeringan beku dan terjadinya proses sublimasi. Tujuan pengeringan beku pada penelitian ini adalah preservasi mikroorganisme, agar produk bionsektisida Bta dapat disimpan lebih lama. Akan tetapi dalam prosesnya memang ada penurunan sejumlah mikroorganisme karena proses pembekuan.
Dari hasil penelitian (Tabel 5) dapat dikatakan bahwa sebelum di freeze drying
(pengeringan beku) VSC yang dihasilkan adalah 3.25 x 109 spora/mg, VSC yang dihasilkan
setelah di freeze drying tanpa pelindung adalah 9.25 x 107 spora/mg, sedangkan VSC yang dihasilkan setelah di freeze drying dengan penambahan laktosa adalah 1.45 x 108 spora/mg. Oleh karena itu fungsi laktosa adalah sebagai pelindung. Karena ketika proses kering beku (freeze drying), sel-sel (kristal protein) tidak terganggu oleh kristal es yang terbentuk pada saat proses pembekuan.
Pada pengeringan beku, produk tidak pernah bersentuhan dengan suhu tinggi dan struktur selularnya utuh karena dalam prosesnya air yang ada di dalam produk dibekukan terlebih dahulu dan dikeluarkan dengan proses sublimasi sehingga produk yang dihasilkan masih mempunyai volume, warna, dan aroma produk asli serta mempunyai rasio rehidrasi yang tinggi (Eshtiaghi et al., 1994).
B. UJI TOKSISITAS BIOINSEKTISIDA Bta
Tingkat mortalitas larva Croccidolomia binotalis (instar II) sebelum dilakukan penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai LC50 terkecil didapat pada perlakuan setelah fermentasi, yaitu 0.22 mg/l. Nilai ini lebih kecil dibandingkan dengan nilai LC50 dari Bta yang difermentasi pula pada media ampas tahu dan limbah cair tahu, yaitu sebesar 1.34 mg/l (Sarfat, 2010).
Dari Tabel 6 dapat dihitung rasio LC50 perlakuan contoh uji dengan Bactospeine sebagai standar, dengan menggunakan rumus :
Tabel 6. Perbandingan tingkat mortalitas larva Croccidolomia binotalis (instar II), LC50 dan potensi produk setelah di freeze drying untuk masing-masing perlakuan serta produk komersial. Perlakuan Mortalitas (%) LC50 (mg/l) 10-4 10-5 10-6 10-7 10-8 Setelah Fermentasi 90 80 60 60 20 0.22 Setelah Freeze drying Tanpa Laktosa 100 85 70 45 10 0.25 Dengan Laktosa 100 85 70 45 10 0.25 Bactospeine 100 90 40 40 40 0.05
Produk bioinsektisida yang paling efektif adalah bioinsektisida dengan nilai LC50 yang paling kecil, dengan rasio LC50 yang paling besar. Nilai rasio LC50 terbesar diberikan oleh perlakuan setelah fermentasi tanpa pengeringan beku, yaitu sebesar 0,227 kali (22,7 %) dari produk Bactospeine. Kecilnya rasio/persentase ini disebabkan karena Bactospeine dan contoh uji tidak diketahui tingkat kekentalannya. Hal ini disebabkan karena produk Bactospeine yang digunakan sebagai standar adalah produk komersial yang telah mengalami pemurnian, sehingga konsentrasinya lebih tinggi dibandingkan dengan contoh uji. Selain itu, produk standar tersebut memiliki peluang adanya zat-zat impurities (pengotor), sehingga kemurniannya lebih tinggi daripada cairan kultur contoh uji. Walaupun tidak dilakukan pengujian dalam penelitian ini, namun hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Salamah (2002).
Dari tabel 5 dan 6 dapat disimpulkan bahwa nilai LC50, potensi produk dan tingkat toksisitas produk bioinsektisida tidak berkorelasi positif terhadap nilai jumlah spora hidup (VSC) bioinsektisida yang dihasilkan. Tidak selamanya bioinsektisida yang memiliki banyak jumlah kristal protein seiring dengan banyaknya spora yang dikandungnya. Hal ini disebabkan oleh adanya zat-zat impurities yang terbawa selama proses fermentasi karena produk bioinsektisida mempunyai tingkat impurities yang tinggi. Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugrahani (2005) pada Bt subsp. kurstaki, Rahayuningsih (2003) pada Bt subsp.israelensis, dan Morris et al. (1996) pada Bt subsp. aizawai.
Menurut Dulmage dan Rhodes (1971) toksisitas spora Bt terhadap serangga target dipengaruhi oleh strain bakteri dan keadaan serangga target. Pada penelitian ini strain yang digunakan adalah Bt subsp. aizawai (Bta) sedangkan strain pada Bactospeine yang digunakan sebagai standar adalah Bt subsp. kurstaki (Btk). Struktur kristal yang berbeda untuk setiap strain Bt berpengaruh pada toksisitas spora yang dihasilkan oleh sel Bt. Salah satu strain mungkin mempunyai ikatan yang mudah dipecah oleh enzim yang dihasilkan oleh serangga (Burgerjon dan Martouret 1971). Selain itu, ukuran molekul protein yang menyusun kristal (Burgerjon dan Martouret 1971) serta susunan molekul asam amino dan kandungan karbohidrat dalam kristal protein (Tyrell et al. 1981) juga mempengaruhi toksisitas bioinsektisida.
C. PENURUNAN MUTU PADA BIOINSEKTISIDA Bacillus thuringiensis subsp. aizawai (Bta)
Selama penyimpanan di berbagai suhu, produk mengalami perubahan mutu seperti tekstur, bentuk, dan warna. Parameter perubahan mutu yang diamati pada penelitian ini antara
lain VSC (jumlah spora hidup), penurunan toksisitas, dan potensi produk. Pengemasan juga memegang peranan penting dalam pengawetan bahan hasil pertanian. Fungsi utama dari pengemasan antara lain menjaga produk akibat kontaminasi dari pengaruh lingkungan, melindungi produk terhadap kerusakan fisik, perubahan kadar air dan cahaya, mempunyai fungsi yang baik, efisien, dan ekonomis serta mempunyai kemudahan dalam membuka atau menutup serta memudahkan dalam tahap penanganan, pengangkutan, dan distribusi.
1. VSC (Jumlah Spora Hidup)
VSC pada bioinsektisida Bta mengalami perubahan selama penyimpanan. Gambar 9 dan 10 menunjukkan perubahan VSC (jumlah spora hidup) pada bioinsektisida Bta yang dikemas dengan plastik metalized pada suhu 5 oC, 25 oC, dan 35 oC selama 1 bulan. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.
Gambar 9. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan log VSC untuk produk freeze tanpa penambahan laktosa.
Gambar 10. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan log VSC untuk produk freeze dengan penambahan laktosa.
Dari Gambar 9 dan 10 dapat diketahui bahwa dari waktu kultivasi 36 jam, untuk perlakuan freeze drying baik dengan penambahan laktosa maupun tidak, log VSC tertinggi adalah yang disimpan pada suhu 5oC berturut-turut yaitu 7.65 spora/mg dan 7.47spora/mg. Hal ini disebabkan semakin rendah suhu pada pengeringan beku maka akan semakin tinggi
air yang disublimasi sehingga peluang spora hidup yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan produk yang disimpan pada suhu 25oC, dan 35oC.
Semakin rendah suhu pengeringan beku, maka tekanan udara makin hampa sehingga air yang disublimasi lebih banyak. Bioinsektisida Bta dengan perlakuan pengeringan suhu paling rendah (5oC) dan waktu pengeringan lebih lama akan mengeluarkan air lebih banyak
dibandingkan dengan perlakuan lainnya (25oC, dan 35oC), sehingga kemampuan menyerap
air pada proses rehidrasi lebih besar pula. Hal diperkuat oleh pendapat Astuti (2009) yang menyatakan bahwa semakin besar nilai rasio rehidrasi, kemampuan produk kering menyerap air makin besar, tingkat elastisitas dinding sel makin baik dan sebaliknya. Karena efisiensi rehidrasi yang besar sangat diharapkan pada produk kering.
Gambar 11. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan log VSC pada suhu 5 oC.
Gambar 12. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan log VSC pada suhu 25 oC.
Gambar 13. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan log VSC pada suhu 35 oC.
Gambar 11, 12, dan 13 menunjukkan bahwa laju penurunan log VSC (jumlah spora hidup) pada produk bioinsekstisida Bta dengan perlakuan freeze tanpa penambaha laktosa mengalami laju penurunan log VSC yang lebih tinggi dibandingkan pada produk freeze dengan penambahan laktosa. Hal ini membuktikan dengan adanya penambahan laktosa maka jumlah spora yang hidup semakin meningkat sehingga semakin tingginya potensi produk bioinsektisida Bta yang dihasilkan.
2. Pengaruh Suhu terhadap Potensi Produk Bta dan Penurunan Toksisitas
Nilai LC50 dan potensi produk pada bioinsektisida Bta mengalami perubahan selama penyimpanan. Pada Gambar 14, 15, 16, dan 17 dapat dilihat perubahan Nilai LC50 dan potensi produk pada bioinsektisida Bta yang dikemas dengan plastik metalized pada suhu 5 oC, 25 oC, dan 35 oC selama 1 bulan. Data selengkapanya dapat dilihat pada Lampiran 3.
Gambar 14. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan LC50 pada produk freeze tanpa penambahan laktosa.
Gambar 15. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan LC50 untuk produk freeze dengan penambahan laktosa.
Gambar 16. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan potensi produk pada produk freeze tanpa penambahan laktosa.
Gambar 17. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan potensi produk freeze dengan penambahan laktosa.
Gambar 14, 15, 16 dan 17 menujukkan bahwa suhu penyimpanan sangat mempengaruhi laju peningkatan LC50 dan penurunan potensi produk bioinsektisida Bta yang dihasilkan. Semakin rendah suhu pada pengeringan beku maka akan semakin rendah air yang disublimasi sehingga peluang spora pada produk yang dimpan pada suhu 5oC hidup yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan produk yang disimpan pada suhu 25oC, dan 35oC. Hal ini didukung pula oleh Vandekar dan Dulmage (1982) yang menyatakan
bahwa semakin kecil nilai LC50 maka semakin tinggi tingkat toksisitasnya dan akan semakin tinggi mutu produk bioinsektisida yang dihasilkan.
3. Pengaruh Filler (Laktosa) terhadap Penurunan Toksisitas dan Potensi Produk Bta
Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan LC50 (mg/l) pada masing-masing suhu penyimpanan untuk produk freeze tanpa penambahan laktosa dan freze dengan penambahan laktosa dapat dilihat pada Gambar 18, 19, dan 20. Sedangkan grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan potensi produk (IU/mg) pada masing-masing suhu penyimpanan untuk produk freeze tanpa penambahan laktosa dan freze laktosa dapat dilihat pada Gambar 21, 22, dan 23.
Gambar 18. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan LC50 pada suhu 5 oC.
Gambar 19. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan LC50 pada suhu 25 oC.
Gambar 20. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan LC50 pada suhu 35 oC.
Gambar 21. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan potensi produk pada suhu 5 oC.
Gambar 22. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan potensi produk pada suhu 25 oC.
Gambar 23. Grafik hubungan antara lama penyimpanan bioinsektisida Bta dengan potensi produk pada suhu 35 oC.
Gambar 18, 19, dan 20 menunjukkan bahwa laju peningkatan LC50 produk bioinsekstisida Bta dengan perlakuan freeze tanpa penambahan laktosa mengalami laju peningkatan LC50 yang lebih tinggi dibandingkan pada produk freeze dengan penambahan laktosa. Demikian pula terjadi pada penurunan potensi produk pada gambar 21, 22, dan 23, produk bioinsekstisida Bt subsp. aizawai dengan perlakuan freeze tanpa penambahan laktosa mengalami laju penurunan potensi produk yang lebih tinggi dibandingkan pada produk freeze dengan penambahan laktosa.
Hal ini membuktikan dengan adanya penambahan laktosa maka spora yang mati lebih sedikit. Karena laktosa merupakan karbohidrat yang memiliki fungsi enkapsulasi yang sangat baik, bahan aktif (δ-endotoksin) mampu teraktifasi cepat dalam saluran pencernaan serangga sasaran (Lakkis, 2007). Oleh karena itu dengan adanya penambahan laktosa maka akan terjadi peningkatan toksisitas dan potensi produk bioinsektisida Bta yang dihasilkan. Dengan meningkatnya potensi produk bioinsektisia Bta, maka produk bioinsekstisida Bta untuk perlakuan freeze dengan penambahan laktosa akan lebih tahan lama dibandingkan produk bioinsekstisida Bta dengan perlakuan freeze tanpa penambahan laktosa.