• Tidak ada hasil yang ditemukan

===================================

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "==================================="

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

RINGKASAN

Jepang merupakan negara pertama tujuan ekspor Indonesia dan merupakan negara kedua tujuan ekspor produk furniture Indonesia setelah Amerika Serikat. Jepang adalah suatu negara dengan karakteristik pasarnya yang khas berikut standardisasi produk yang cukup tinggi, disamping itu untuk terus meningkatkan ekspor produk furniture, produk yang diminta harus sesuai dengan contoh yang diberikan. Bila pada pesanan pertama relatif kecil namun apabila hubungan dagang sudah berlangsung baik serta saling menguntungkan untuk selanjutnya pesanan akan meningkat dan berkelanjutan dalam waktu yang lama.

Meskipun orang Jepang di dalam rumahnya masih banyak duduk di lantai beralaskan tatami dan tidur menggunakan futton namun penggunaan kursi serta furniture lainnya menjadi semakin populer mengikuti gaya hidup barat lebih dari 50 tahun yang lalu.

Permintaan furniture di Jepang cenderung berfluktuasi dengan beberapa faktor penentu yaitu pembangunan rumah baru, pembangunan gedung konstruksi, trend renovasi dan jumlah perkawinan. Data Konstruksi Jepang menyebutkan bahwa sejak tahun 1999 sampai dengan 2004, pembangunan rumah baru cenderung konstan sekitar 1,2 juta, menurun dibandingkan 1,63 juta pada tahun 1996. Pada tahun 2004, pembangunanPeningkatan industri lokal furniture Jepang terus meningkat sampai mencapai puncaknya yaitu ¥ 3,080 triliun pada tahun 1991. Sejak saat itu, produksi furniture lokal mulai menurun menjadi ¥ 2,494 triliun tahun 1995 dan terus menurun menjadi ¥ 1503 tahun 2004. Penurunan ini tidak terlepas dari dampak perekonomian Jepang yang dikenal dengan “bubble economy” mulai tahun 1991 yang berdampak terhadap perubahan pembelian furniture dan secara tidak langsung menuntut industri furniture Jepang melakukan perubahan dan perbaikan. Kesulitan ekonomi saat itu juga merubah pemikiran konsumen Jepang untuk mulai beralih kepada furniture yang terjangkau harganya, dan sejak itulah secara bertahap, impor furniture mulai meningkat. Tendensi ini juga didukung oleh semakin besar jumlah rumah baru yang mulai tumbuh, meningkat menjadi 1,19 juta dengan area total 187,8 juta m2. Selain itu, pembangunan kantor, pabrik dan gudang juga menunjukkan peningkatan.

Produk furniture yang diimpor oleh Jepang berasal dari berbagai negara , tidak saja dari negara yang memproduksi furniture bermerk kondang yang mahal, namun juga furniture dengan harga medium untuk pasar department stores menengah dan produk furniture dengan harga yang lebih murah lagi. Chain stores furniture telah melakukan kekuatan pemasaran untuk menjual kepada konsumen Jepang berbagai jenis produk impor yang tidak memiliki merk terkenal.

Furniture Eropa dan Amerika terkenal karena desain yang terkenal dengan model luar biasa, serta mutu dan tampilan merk negara asal yang sudah terkenal. Dialin pihak, impor furniture dari Asia adalah produk OEM atau pengembangan impor dengan pengawasan importir Jepang (dari model, ukuran dll). Produk impor dari negara Asia berbeda sedikit dengan disain dari produk lokal. Impor dari China dan ASEAN telah memperlihatkan berbagai perbaikan pada mutu dan model dan menjadi tantangan besar bagi furniture produksi lokal.

(2)

Bila dibandingkan impor furniture Jepang dari dunia dan Indonesia pada tahun 2007 pangsa pasar produk furniture Indonesia di Jepang adalah 6,58%, dengan demikian masih memiliki peluang yang cukup besar untuk meningkatkan ekspornya ke Jepang.

Pada intinya impor furniture di Jepang tidak diatur. Namun, furniture yang menggunakan bahan dari kulit binatang buas atau bekko diawasi impornya di bawah peraturan Washington Convention.

(3)

PENGANTAR

Dalam upaya meningkatkan ekspor produk non migas, pemerintah Indonesia berkomitmen mendukung percepatan liberalisasi perdagangan dengan melakukan pengembangan 10 produk utama, 10 produk potensial dan tiga jasa (10+10+3). Sepuluh produk utama meliputi udang, kopi, CPO, kakao, karet, tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki, elektronika, komponen otomotif dan furniture, sedangkan 10 produk potensial mencakup kerajinan tangan, ikan dan produk ikan, tumbuhan obat, kulit dan produk kulit, makanan olahan, perhiasan, minyak atsiri, rempah-rempah, peralatan kantor bukan kertas, dan alat kesehatan. Sementara tiga jasa perdagangan terdiri dari konstruksi, teknologi informasi dan tenaga kerja.

Hubungan perdagangan Indonesia-Jepang berkembang seiring dengan telah ditandatanganinya perjanjian kerjasama ekonomi Indonesia-Jepang atau Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA). Perjanjian tersebut mulai berlaku efektif 1 Juli 2008 yang ditandai dengan pelaksanaan pertemuan Joint Committee (JC) pertama kedua negara pada tanggal yang sama di Tokyo, Jepang.

Dengan pemberlakuan IJ-EPA diharapkan daya saing produk Indonesia di pasar Jepang akan menguat & nilai perdagangan kedua negara meningkat. Berdasarkan data bea cukai Jepang, Indonesia adalah mitra dagang terbesar mereka diantara negara ASEAN lainnya. Tahun 2007 lalu, impor Jepang dari Indonesia tercatat senilai US$ 26,122 miliar jauh di atas Thailand US$ 18,307 miliar dan Malaysia US$ 17,396 miliar.

Penulisan ini merupakan salah satu kegiatan Badan Pengembangan Ekspor Indonesia (BPEN), Departemen Perdagangan dalam upaya memberikan pelayanan informasi kepada pelaku bisnis untuk meningkatkan ekspornya ke Jepang. Bahan penulisan bersumber dari Biro Pusat Statistik, Biro Humas Departemen Perdagangan, Direktorat Kerjasama Perdagangan Internasional, Atase Perdagangan, ITPC di luar negeri, data dari ITC serta sumber-sumber lainnya.

Komentar dan saran pembaca sangat diharapkan untuk perbaikan dan peningkatan mutu penulisan berikutnya, semoga informasi yang disajikan bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan dunia usaha pada khususnya.

Jakarta, Agustus 2008

Pusat Pengembangan Pasar Wilayah Asia, Australia dan New Zealand

(4)

I. PENDAHULUAN

Hubungan perdagangan antara Indonesia dan Jepang didasarkan pada Treaty of Amity and Commerce (Perjanjian Persahabatan dan Perdagangan) yang ditandatangani di Tokyo tanggal 1 Juli 1961 dan berlaku seterusnya hingga dibatalkan oleh salah satu pihak. Melalui hubungan bilateral yang baik, Indonesia menerima bantuan dari Jepang melalui Official Development Aisten (ODA). Tidak dapat disangkal bantuan ODA dan investasi modal Jepang sedikit banyak berpengaruh dalam pembangunan ekonomi, peningkatan lapangan kerja dan lain-lain.

Perkembangan perekonomian dunia saat ini menunjukkan adanya peningkatan persaingan secara ketat, baik diantara negara-negara maju (developed countries) yang tergabung dalam G8 maupun diantara negara-negara yang sedang berkembang (developing countries). Dengan munculnya kelompok-kelompok perdagangan dunia seperti UE (Uni Eropa), NAFTA (North America Free Trade Area) dan APEC (Asia Pacific Economic Cooperation), maka persaingan menjadi lebih tajam.

Untuk menghadapi masalah utama dalam manajemen ekonominya, pemerintah Jepang telah menetapkan suatu kebijaksanaan dalam rangka perluasan permintaan domestik yang tepat. Dengan demikian, diharapkan Jepang bisa menempatkan perekonomian negara pada jalur yang lebih tepat agar dapat mengantisipasi gejolak pertumbuhan ekonomi dunia. Hal tersebut sangat erat kaitannya dengan masalah-masalah hubungan bilateral dengan Amerika Serikat dan ataupun hubungan multilateral dengan negara-negara mitra dagang utama lainnya.

Sedangkan untuk mempererat hubungan bilateral Indonesia-Jepang dalam bidang ekonomi telah ditandangani perjanjian kerjasama ekonomi Indonesia Jepang atau Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA) oleh pimpinan kedua negara yaitu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Shinzo Abe tanggal 20 Agustus 2007 dan disahkan melalui Peraturan Presiden No. 26 Tahun 2008 tanggal 19 Mei 2008. Kemudian diikuti Exchange Diplomatic Notes IJ-EPA pada 1 Juni 2008. Implementasi IJ-EPA dimulai secara resmi 1 Juli 2008.

Sebagai langkah mengimplementasikan IJ-EPA kedua negara mengadakan pertemuan pertama Joint Committee IJ-EPA, yang merupakan forum resmi kedua negara untuk memonitor implementasi IJ-EPA. Hadir dalam Forum tersebut dari pihak Jepang adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Keuangan, Wakil Menteri Perdagangan dan Industri, dan Wakil Menteri Pertanian, Kehutanan dan Perikanan, sedangkan dari pihak Indonesia Menteri Perdagangan dan Kepala BKPM. Delegasi Indonesia juga mencakup perwakilan dari semua instansi terkait, termasuk dari Menko Perekonomian, Departemen Perindustrian, Departemen Pertanian, Departemen Kelautan dan Perikanan dan Departemen Tenaga Kerja. Implementasi IJEPA merupakan momen bersejarah setelah 50 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Jepang dan akan menjadi landasan utama untuk memasuki era baru strategic parnership yang komprehensif di bidang ekonomi.

(5)

Pada Forum tersebut Indonesia menegaskan pentingnya merealisasikan skedul waktu dan program aksi peningkatan SDM yang telah disepakati, terutama untuk beberapa bentuk program peningkatan SDM yang kongkrit seperti MIDEC (Manufacturing Industry Development Center)

Pertemuan diakhiri dengan penandatangan dokumen Rules and Procedures of Joint Committee dan Operational Procedures Referred to in Chapters 2 (Trade in Goods) and 3 (Rules of Origin) of the Agreement sebagai wujud dari langkah implementasi IJ-EPA.

Pelaksanaan IJ-EPA diharapkan akan mendorong pertumbuhan volume perdagangan bilateral Indonesia-Jepang khususnya ekspor Indonesia ke Jepang. Selain semakin beragamnya jenis produk yang diperdagangkan, ekspor berbagai produk unggulan Indonesia ke Jepang diharapkan akan memperoleh peluang dan akses semakin besar. Diantaranya adalah ekspor produk furniture.

Jepang merupakan negara pertama tujuan ekspor Indonesia dan merupakan negara kedua tujuan ekspor produk furniture Indonesia setelah Amerika Serikat. Jepang dengan karakteristik pasarnya yang khas berikut standardisasi produk yang cukup tinggi, disamping itu untuk terus meningkatkan ekspor produk furniture, produk yang diminta harus sesuai dengan contoh yang diberikan. Dan biasanya untuk pesanan pertama relatif kecil namun apabila hubungan dagang sudah berlangsung baik serta saling menguntungkan untuk selanjutnya pesanan akan meningkat dan berkelanjutan dalam waktu yang lama.

Sesuai program Departemen Perdagangan dalam meningkatkan ekspor produk utama dan produk potensial, produk furniture adalah produk utama Indonesia yang perlu terus ditingkatkan ekspornya khususnya ke Jepang.

1.1. Macam Produk

Furniture merupakan kelompok produk yang senantiasa dibutuhkan oleh segala lapisan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari sebagai pelengkap isi rumah baik dipergunakan untuk tempat duduk, tempat tidur, tempat makan dll.

Meskipun orang Jepang di dalam rumahnya masih banyak duduk di lantai beralaskan tatami dan tidur menggunakan futton namun penggunaan kursi serta furniture lainnya menjadi semakin populer mengikuti gaya hidup barat lebih dari 50 tahun yang lalu.

Di Jepang, khusus furniture yang terbuat dari bahan kayu umumnya diklasifikasikan dalam 2 (dua) kelas, yaitu :

a. Furniture untuk rumah tangga seperti lemari (meja rias, lemari & laci, meja rias model Jepang, dll); furniture berkaki (lemari makan, rak-rak di ruang keluarga, buffet, rak buku, lemari buku).

b. Furniture untuk industri yaitu dengan permintaan (untuk laboratorium, sekolah, hotel, restoran, kedai kopi) yang biasanya dijual oleh industri

(6)

atau pabrik furniture secara langsung kepada pemakai, pengembang atau disainer interior.

Selain furniture dengan bahan kayu, bahan dari rotan dan marmer serta plastik atau kombinasi dengan penutup dari kulit atau dilapis dengan logam juga banyak diminati konsumen atau disainer interior.

Karakteristik konsumen furniture di Jepang adalah mereka lebih memilih produk furniture yang bagus dalam sisi desain interior, praktis (tidak memerlukan banyak tempat), serta lebih multiguna. Dalam hal desain, konsumen lebih mengutamakan warna khususnya putih dan abu-abu. Pembelian furniture oleh konsumen Jepang dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok utama, yaitu: perangkat ruang tamu (sofa), perangkat ruang makan, dan tempat tidur. Hampir sebagian besar rumah di Jepang berukuran luas yang kecil, karenanya membutuhkan furniture yang praktis dan sederhana yang tidak butuh banyak tempat dan dapat dirangkai sendiri oleh konsumen.

Klasifikasi produksi furniture di Jepang berdasarkan Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang, dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu: (a). lemari, (b). rak, (c). meja, (d). kursi, (e). bangku, (f). tempat tidur, (g). furniture lainnya. Untuk lemari, rak, meja dan kursi mengalami penurunan baik pendapatan maupun volume penjualan, sedang bangku, tempat tidur & furniture lain mengalami peningkatan pendapatan dan volume penjualan. Profil Pengguna Produk Furniture Impor di Jepang:

a Perumahan atau Apartemen

- Pasangan suami-istri, lebih fokus pada furniture ruang tamu dan ruang makan;

- Single, lebih fokus pada furniture tempat tidur dan sofa. b. Gedung Kantor, Gedung Pertemuan dan Gedung Serba Guna

- Gedung Kantor lebih mengutamakan furniture berwarna cerah dengan penuh gaya;

- Gedung Pertemuan lebih mengutamakan kursi dan furniture lain yang terbuat dari kayu dengan warna cerah.

c. Taman atau Tempat Rekreasi

Furniture yang dipakai terbuat dari plastik penuh warna, ada juga alat permainan atletik dari kayu dan populer dikalangan anak-anak.

II. POTENSI PASAR

2.1. Perkembangan Umum

Permintaan furniture di Jepang cenderung berfluktuasi dengan beberapa faktor penentu yaitu pembangunan rumah baru, pembangunan gedung konstruksi, trend renovasi dan jumlah perkawinan. Data Konstruksi Jepang

(7)

menyebutkan bahwa sejak tahun 1999 sampai dengan 2004, pembangunan rumah baru cenderung konstan sekitar 1,2 juta, menurun dibandingkan 1,63 juta pada tahun 1996. Pada tahun 2004, pembangunan rumah baru mulai tumbuh, meningkat menjadi 1,19 juta dengan area total 187,8 juta m2. Selain itu, pembangunan kantor, pabrik dan gudang juga menunjukkan peningkatan. Pembangunan hunian yang meningkat adalah hunian rumah condominium dan rumah sewaan. Kecenderungan ini tidak saja dialami di kota-kota besar namun juga di daerah pinggir kota. Pembebasan pajak hadiah dalam bentuk properti dari ¥ 25 juta sampai ¥ 35 juta berdampak pada peningkatan bantuan dana dari orang tua kepada anaknya yang mana hal ini juga berpengaruh positif pada peningkatan jumlah pembelian perumahan.

Diperkirakan nilai penjualan furniture mencapai ¥ 6 triliun pada tahun 1991 (titik puncak) dan sekitar ¥ 3,4 triliun tahun 2004-an. Peningkatan kebutuhan akan pembangunan gedung bertingkat dan condominium memberikan dampak positif pada permintaan furniture metal untuk furniture kantor dan dapur. Di lain sisi, permintaan untuk furniture perkawinan memperlihatkan penurunan sejalan dengan berkurangnya populasi anak muda, perubahan gaya hidup dan peningkatan perumahan dengan built in furniture dan walk in closet (furniture dan lemari yang dipasang didalam dinding rumah) Diperkirakan permintaan furniture perkawinan akan terus menurun.

Dalam menawarkan perumahan, trend kontraktor bangunan di Jepang saat ini adalah bekerjasama dengan industri furniture, elektronik, taman dan alarm rumah. Langkah ini merupakan bagian dari upaya mereka untuk mengantisipasi kebutuhan konsumen yang beraneka ragam pola hidup dan perhatian akan hiburan. Pada umumnya konsumen memilih produk furniture dan interior rumah tangga yang mampu membuat rumah mereka nyaman, walaupun dengan risiko mengorbankan jumlah uang yang lebih besar.

Permintaan pasar Furniture di Jepang mengalami penurunan dari ¥ 2.04 miliar pada tahun 2005 menjadi ¥ 1.828 miliar pada tahun 2006. Laporan tahunan pada Pendapatan Keluarga dan Survei Pengeluaran menunjukkan bahwa pada tahun 2006 terdapat penurunan kecil dalam pengeluaran untuk produk furniture, tetapi terjadi penurunan besar pada pengeluaran untuk interior. Pasar furniture dan Interior Jepang telah berubah menjadi furniture yang secara konstan dikembangkan untuk disesuaikan dengan selera dan gaya hidup konsumen.

Klasifikasi furniture dikategorikan menjadi lemari pakaian (lemari pakaian gaya barat/western, lemari pakaian gaya Jepang, rak gambar), meja rias, rak (lemari gelas/makan), meja tulis, meja, kursi (kursi tamu, kursi makan, dan lain-lain), tempat tidur, unit sistem penyimpanan serta furniture lain. Penurunan permintaan akan furniture mengakibatkan penurunan jumlah pasar grosir furniture dan interior sebesar 16,8% dari tahun 2005 hingga tahun 2006, sedangkan untuk jumlah pasar grosir departemen store dan

(8)

supermarket terjadi penurunan sebesar 5,6% dari tahun 2005 hingga tahun 2006. Berikut, musim pembelian furniture di Jepang, yaitu:

a. Pada bulan April-Mei, September-Oktober merupakan musim untuk pembelian bed, lemari pakaian, meja makan, sofa karena pada bulan tersebut merupakan musim pernikahan. Sedangkan pada bulan Februari-Maret jenis furniture sama dengan diatas karena pada waktu itu merupakan musim permulaan kerja;

b. Pada bulan Mei-Juni yang ditandai dengan masuknya musim semi dilanjutkan oleh musim panas merupakan musim penjualan furniture rotan yang memberi kesan tropis.

2.2. Industri Furniture Jepang

Daerah sentra produksi furniture di Jepang terpusat pada daerah yang kaya dengan sumber daya alam furniture yaitu kayu, dekat dengan daerah yang tinggi konsumsi furniturenya serta pada lokasi dimana terdapat pusat teknologi perkayuan. Tampaknya industri furniture dalam negeri Jepang dari jaman dahulu telah di disain untuk menjadi cikal bakal suatu kluster furniture. Beberapa sentra produksi furniture Jepang yang terkenal antara lain adalah Gifu dengan produksi meja dan kursi, Gunma dan Tokyo dengan berbagai perusahaan besar furniture. Daerah penghasil lemari adalah Fukuoka, Aichi,dan Hokkaido, sedangkan tempat tidur banyak diproduksi di Fukuoka. Namun demikian, menjelang semester kedua tahun 1970-an, beberapa sentra produksi furniture mulai mengalami kesulitan dalam mengembangkan industri furniture.

Sampai dengan pertengahan 1960-an, pertumbuhan industri furniture Jepang didukung oleh permintaan akan furniture sebagai salah satu kebutuhan rumah, dan pada saat itu, sebagian besar furniture diproduksi di dalam negeri. Tokyo dan Osaka secara bersamaan menjadi produsen sekaligus konsumen utama furniture. Paruh pertengahan kedua tahun 1960-an sampai dengan 1970-an merupakan masa dimana pasar furniture Jepang dipacu oleh generasi baby boomers yang sedang melalui saat lepas sekolah dan mulai bekerja, menikah, memiliki anak, memerlukan konstruksi rumah serta hal hal lainnya.

Selama tahun 1960-an, industri furniture di propinsi Hiroshima berkembang dan memasarkan furniture khas Jepang yaitu semasam kabinet yang menjadi persembahan dari calon mempelai laki kepada mempelai perempuan, dikenal dengan sebutan “ lemari pengantin”. Lemari ini mulai memasuki pasar Jepang dan menimbulkan efek ganda terhadap “baby boomers” yang memang sedang memasuki usia menikah, menjadikan pertumbuhan pasar yang luar biasa. Pertumbuhan tingkat gaji pada paruh tahun 1970 membuat pembelian lemari pengantin menjadi semakin meningkat dan secara tidak langsung juga berdampak positif terhadhap pasar furniture secara keseluruhan di Jepang.

(9)

Peningkatan industri lokal furniture Jepang terus meningkat sampai mencapai puncaknya yaitu ¥ 3,080 triliun pada tahun 1991. Sejak saat itu, produksi furniture lokal mulai menurun menjadi ¥ 2,494 triliun tahun 1995 dan terus menurun menjadi ¥ 1503 tahun 2004. Penurunan ini tidak terlepas dari dampak perekonomian Jepang yang dikenal dengan “bubble economy” mulai tahun 1991 yang berdampak terhadap perubahan pembelian furniture dan secara tidak langsung menuntut industri furniture Jepang melakukan perubahan dan perbaikan. Kesulitan ekonomi saat itu juga merubah pemikiran konsumen Jepang untuk mulai beralih kepada furniture yang terjangkau harganya, dan sejak itulah secara bertahap, impor furniture mulai meningkat. Tendensi ini juga didukung oleh semakin banyak penduduk Jepang bepergian keluar negeri, maka gaya hidup barat mulai mempengaruhi masyarakat Jepang, mulai dari cara berpakaian, pilihan menú yang meluas termasuk akan furniture diantaranya semakin meningkatnya permintaan akan furniture.

Grafik 3. Produksi furniture Jepang, 1995-2004 (Dalam ¥ milyar)

1503 1560 1540 1740 1864 1904 2142 2474 2542 2494 0 500 1000 1500 2000 2500 3000

Sumber : International Development Association of the Furniture Industry of Japan

2.3. Perkembangan Impor 2.3.1. Dari Dunia

Impor furniture dan bagian furniture menunjukkan peningkatan tiap tahunnya dimana pada tahun 2004 meningkat dengan sangat pesat baik dari sisi volume maupun nilai. Empat penyebab hal ini adalah karena :

1. Produksi furniture dalam negeri tidak mampu menjawab diversifikasi dan keunikan produk furniture yang diminta oleh konsumen terutama dalam mempertimbangkan antara biaya dan mutu furniture.

2. Biaya produksi yang tinggi di dalam negeri serta dalam rangka mempertahankan persaingan penjualan di pasar, produsen

(10)

furniture Jepang mulai melakukan outsourcing OEM (pemesanan berdasarkan order) ke Asia terutama China.

3. Saat ini lebih banyak konsumen membeli furniture yang sesuai dengan gaya hidup mereka, tanpa terlalu mengutamakan negara penghasil

4. Toko dan pedagang besar furniture Jepang telah melakukan aliansi dengan penghasil furniture negara diluar Jepang dan telah memperkuat diri dalam hal pengembangan produk asli. 5. Perubahan gaya hidup pada merek dan ciri khas negara

Produk furniture yang diimpor oleh Jepang berasal dari berbagai negara , tidak saja dari negara yang memproduksi furniture bermerk kondang yang mahal, namun juga furniture dengan harga medium untuk pasar department stores menengah dan produk furniture dengan harga yang lebih murah lagi. Chain stores furniture telah melakukan kekuatan pemasaran untuk menjual kepada konsumen Jepang berbagai jenis produk impor yang tidak memiliki merk terkenal. Pada waktu yang sama, konsumen Jepang akhir akhir ini cenderung untuk memilih model trendy yang memiliki nilai budaya dari negara pengimpor, daripada furniture dengan merk kondang. Furniture buatan China dan ASEAN termasuk produk yang cukup laku di sektor furniture kelas standard sampai di tingkat penjual eceran. Dengan pemeriksaan mutu yang seksama, distributor utama telah meningkatkan upaya mereka untuk melakukan diferensi dalam mengorder produk original dengan beberapa modifikasi. Dengan kondisi seperti ini, jumlah pemain di sektor pasar furniture impor bertambah dan memperluas jalur distribusi. Furniture Eropa dan Amerika terkenal karena desain yang terkenal dengan model luar biasa, serta mutu dan tampilan merk negara asal yang sudah terkenal. Dialin pihak, impor furniture dari Asia adalah produk OEM atau pegembangan impor dengan pengawasan importir Jepang (dari model, ukuran dll). Produk impor dari negara Asia berbeda sedikit dengan disain dari produk lokal. Impor dari China dan ASEAN telah memperlihatkan berbagi perbaikan pada mutu dan model dan menjadi tantangan besar bagi furniture produksi lokal.

Impor produk furniture (HS 9403) Jepang dari dunia selama 5 tahun berturut-turut (2003-2007) selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, dimana pada tahun 2003 senilai US$ 1,95 milyar, sedangkan pada tahun 2004 naik 8,72% menjadi US$ 2,12 milyar. Pada tahun 2005 naik 8,02% menjadi senilai US$ 2.29 milyar, tahun 2006 juga naik sebesar 1,75% menjadi US$ 2,33 milyar dan pada tahun 2007 naik lagi sebesar 1,72% menjadi senilai US$ 2,37 milyar.

(11)

Grafik 1. Impor furniture Jepang dari dunia (2003-2007) 1.95 2.12 2.29 2.33 2.37 8.72% 8.02% 1.75% 1.72% 0 0.5 1 1.5 2 2.5 2003 2004 2005 2006 2007 0% 1% 2% 3% 4% 5% 6% 7% 8% 9% 10%

US$ milyar Growth

Negara pemasok utama untuk produk furniture di Jepang didominasi China diikuti Thailand, Taiwan, Vietnam, Mexico, Indonesia, Malaysia, Italia, Jerman dan Amerika Serikat. China merupakan negara pemasok terbesar, hampir 47% dari total impor pasar furniture di Jepang didominasi China. Hal ini disebabkan karena China mampu mengekspor barang sesuai dengan jadwal yang ditentukan selain harganya yang murah. Indonesia berada pada urutan ke 6 (enam) untuk pemasok furniture ke pasar Jepang, sedangkan untuk furniture rotan Indonesia menguasai pasar Jepang.

Impor produk furniture di Jepang berkembang selama 5 (lima) tahun terakhir. Produk furniture import terbagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu furniture jadi (terdiri dari: rotan, kayu, metal, material lain) dan komponen furniture. Pertumbuhan import Jepang meningkat disebabkan karena :

Tabel dibawah memperlihatkan beberapa karakteristik furniture dari beberapa negara penghasil

ASEAN Furniture kayu ASEAN (Thailand, Indonesia, Malaysia, Vietnam) tetap mengutamakan mutu selain harga bersaing. Namun, laju pertumbuhan impor tidak terlalu signifikan dan untuk beberapa hal masih kalah daya siangnya dengan China (stabilitas mutu, design). China dan Vietnam makin mendapat perhatian. Thailand, kesesuaian dalam jadwal pengiriman, kualitas barang. Indonesia, biaya produksi yang rendah, tenaga kerja yang memadai, penyuplai furniture rotan terbesar; Malaysia, menjual produk furniture dari “rubber wood“ yang mempunyai struktur kuat, dan kesesuaian kontrak perjanjian.

(12)

sebagian besar berupa OEM atau perkembangan impor. China telah memulai negaranya sebagai tempat suplai furniture, walaupun perlu diteliti latar belakang aspek politik dan sosial. China sukses dengan produksi massal dengan biaya rendah, kualitas bagus, furniture dengan biaya rendah. Taiwan Kategori furniture impor dari Taiwan adalah furniture metal

dan bersaing dengan produk yang sama mutu dan disainnya yang dihasilkan oleh Jepang. Taiwan, mengatasi naiknya biaya yang mempengaruhi persaingan dengan mengubah produksi bahan baku.

Italy Furniture dengan model terkenal dan kelas premium dengan harga terjangkau serta mendapat perhatian khususnya kaum muda.

Jerman Terpusat pada model kontemporer, harga relative mahal dengan mutu tinggi dan tampilan superior.

Eropa Utara

Terkenal untuk furniture kayunya tanpa vernis, dengan skill kerjaan hampir tanpa cacat dan kelas tinggi, sesuai untuk pasar Jepang.

AS Diimpor berupa furniture model modern dan tradisional. Furniture rakitan (knock down) AS sangat digemari dengan harga terjangkau.

2.3.2. Dari Indonesia

Perkembangan impor produk furniture (HS 9403) Jepang dari Indonesia selama 5 (lima) tahun terakhir (2003–2007) berfluktuasi namun cenderung mengalami kenaikan, dimana tahun 2003 senilai US$ 150,57 juta, sedangkan pada tahun 2004 mengalami penurunan 6,36% menjadi senilai US$ 141,56 juta, namun tahun 2005 naik kembali sebesar 0,71% menjadi senilai US$ 142,56 juta, tahun 2006 naik 2,96% menjadi senilai US$ 146,784 juta dan tahun 2007 juga naik 6,24% menjadi senilai US$ 155,94 juta, sebagaimana terlihat pada grafik dibawah ini.

Grafik 2. Impor furniture Jepang dari Indonesia (2003-2007)

150.57 141.56 142.56 146.78 155.94 6.36% 0.71% 2.96% 6.24% 130 135 140 145 150 155 160 2003 2004 2005 2006 2007 0% 1% 2% 3% 4% 5% 6% 7%

(13)

Bila dibandingkan impor furniture Jepang dari dunia dan Indonesia pada tahun 2007 pangsa pasar produk furniture Indonesia di Jepang adalah 6,58%, dengan demikian masih memiliki peluang yang cukup besar untuk meningkatkan ekspornya ke Jepang.

Negara Lain 93.42%

Indonesia 6.58%

Gambar 1. Pangsa Pasar Furniture Indonesia di Jepang

Pesaing Indonesia dengan sesama negara ASEAN, Indonesia menempati urutan ke-3 dengan nilai US$ 155,94 juta (2007), sedangkan urutan pertama adalah Vietnam (US$ 214,38 juta), kedua Thailand (US$ 173,92 juta), keempat Malaysia (US$123,95 juta) dan kelima Philipina (US$ 38,91 juta), sebagai terlihat pada grafik dibawah ini:

Grafik 3. Lima Negara Pemasok Furniture ke Jepang,2007 (US$ juta) 214.381 173.916 155.942 123.953 38.909

Vietnam Thailand Indonesia Malaysia Philipina

Produk furniture Indonesia mempunyai pasar yang cukup baik di Jepang meskipun Jepang sendiri juga memproduksi furniture. Peluang untuk memasuki pasar Jepang cukup besar, terbukti saat ini Indonesia masih sebagai pemasok No. 5 (HS 9403 Other Furniture and Parts Thereof) untuk jenis kursi kayu kombinasi dengan kulit, logam, furniture kayu untuk kantor dan kamar tidur, furniture kayu lainnya serta furniture dengan bahan rotan. Pemasok urutan 1

(14)

sampai dengan 4 yaitu China kemudian diikuti Vietnam, Thailand dan Taiwan.

I. Ketentuan Perdagangan 1.1. Peraturan impor

Pada intinya impor furniture di Jepang tidak diatur. Namun, furniture yang menggunakan bahan dari kulit binatang buas atau bekko diawasi impornya di bawah peraturan Washington Convention.

Untuk furniture (tempat duduk) yang tidak dilapis dengan bahan dari kulit tidak dikenakan bea masuk kecuali:

a. Tempat duduk yang dapat diubah mejadi tempat tidur dengan cover dari kulit;

b. Tempat duduk lainnya dengan rangka logam, dilapis dan dengan cover kulit;

c. Tempat duduk lainnya dengan rangka dari logam, tidak dilapis dan dicover dengan kulit;

Bagian dari tempat duduk menggunakan kulit. 1.2. Peraturan pada saat penjualan

Beberapa ketentuan produk furniture di Jepang adalah : a. Household Goods Quality Labelling Law

Peraturan ini bertujuan untuk melindungi konsumen melalui label yang cocok dengan kualitas dari barang. Importir harus memberikan jaminan bahwa label yang dicantumkan pada produk memuat informasi yang benar sebagai alat bagi konsumen untuk membuat keputusan.

b. Consumer Product Safety Law

Peraturan ini bertujuan untuk memberikan jaminan keselamatan bagi konsumen. Sanksi akan diberikan apabila produk tersebut membahayakan konsumen, sehingga masyarakat terlindungi. Beberapa produk mempunyai struktur, bahan atau model yang khusus didesain sebagai “produk yang spesifik” untuk keselamatan konsumen. Standar keselamatan dibuat untuk setiap produk yang spesifik. Produk ini harus diuji sesuai standar keselamatan yang dibuat pemerintah dan produk yang sudah lolos uji akan ditempelkan tanda PSC Mark pada labelnya. Dilarang menjual produk yang spesifik tanpa label PSC Mark. Pada furniture, tempat tidur bayi (box) dibuat sebagai produk spesifik yang luar biasa sehingga wajib menempelkan PSC.

c. Act Against Unjustifiable Premiums and Misleading Representation Tujuan dari undang-undang ini adalah untuk menjaga konsumen dari insentif (iming-iming hadiah) yang digunakan sebagai alat untuk menarik konsumen membeli suatu produk atau jasa. Pada intinya

(15)

undang-undang ini dibuat untuk mencegah usaha monopoli dan persaingan yang tidak sehat.

d. Voluntary Rregulation Based on Private Sector: SG Mark (Consumer Product Safety Association : SG Mark)

Pelabelan secara sukarela ini pada dasarnya bertujuan untuk menjamin keselamatan, menegakkan peraturan pusat pada produk yang membahayakan konsumen.

Produk furniture seperti : tempat tidur dua tingkat, rak penyimpanan di dapur, kursi untuk anak-anak, matras dan kursi untuk bayi harus melalui pengujian dan pengawasan dari Consumer Product Safety Association berdasarkan standar safety product. Pada furniture yang telah lolos uji akan dibubuhkan the SG Mark.

1.3. Prosedur pelabelan a. Pelabelan Wajib

(1) Pelabelan sesuai Household Goods Quality Labelling Law

Industri dan distributor serta penjual furniture lainnya perlu membubuhkan pelabelan mencakup informasi seperti: ukuran, jenis dan material yang digunkan, bahan pelapis, jenis bantalan/jok serta cara penggunaan.

(2) Pelabelan sesuai Consumer Product Safety Law

Diwajibkan khususnya untuk produk furniture yang dianggap dapat membahayakan pemakainya sehingga harus diberikan tanda sebagai produk yang spesifik seperti untuk tempat tidur bayi harus menmpelkan PSC Mark.

b. Pelabelan Sukarela oleh Swasta

(1) Industrial Standardization Law : JIS Mark

Peraturan ini antara lain bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk, meningkatkan efisiensi produksi, dan merasionalisasikan proses produksi

(2) Consumer Products Safety Law (SG Mark)

Diantara produk furniture, tempat tidur 2 tingkat, kitchen set, kursi untuk anak-anak dan bayi merupakan barang-barang yang harus menggunakan SG Mark oleh Product Safety Association.

(16)

c. Pelabelan Sukarela berdasarkan Peraturan Industri

Berdasarkan peraturan industri tidak ada pelabelan khusus yang ditempelkan pada furniture, namun tetap mengacu pada prosedur untuk sertifikasi dari SG Mark untuk keselamatan konsumen.

Selain beberapa hal di atas, dalam kebijakan perdagangan produk furniture di Jepang terdapat beberapa syarat kebijakan terhadap barang impor, yaitu:

a. Iklim yang berbeda, sehingga diperlukan furniture dari bahan yang kering dan tahan hama (serangga);

b. Ukuran, fungsi, warna dan aspek lain dari furniture harus sesuai dengan selera orang Jepang terutama furniture yang praktis dan efisien;

c. Harga dan desain disesuaikan dengan efisiensi pengiriman dan penyimpanan;

d. Sistem peralatan dan pelayanan terhadap barang impor. II. Saluran Distribusi

(17)

Gambar. Jalur Distribusi untuk Domestic Office Furniture

Gambar. Jalur Distribusi untuk Imported Furniture

Dua distributor utama di Jepang untuk furniture impor adalah Otsuka Kagu dan Nitori, namun demikian, kedua distributor tersebut memiliki lini bisnis furnuture yang berbeda. Otsuka Kagu menjual furniture yang berasal dari Amerika Utara dan Eropa dengan harga lebih mahal untuk segmen kelas menengah ke atas, sedangkan Nitori menjual furniture yang berasal dari Asia dengan harga lebih murah untuk segmen kelas menengah ke bawah. Otsuka Kagu membuat terobosan dengan mempersingkat mekanisme inventory nya sehingga harga furniture impornya menjadi lebih murah dan hampir mendekati harga furniture lokal Jepang. Sementara, Nitori menjual furniture dari Asia dengan spesifikasi yang lengkap, namun diantara persaingan harga terjadi antara furniture dari negara-negara ASEAN dan China.

Saluran perdagangan produk furniture di Jepang, adalah:

a. Importir, mendapatkan barang dari perusahaan asing dengan kontrak impor kemudian didistribusikan ke pedagang perantara;

(18)

b. Pedagang Perantara, mendapatkan barang dari perusahaan ekspor asing melalui importir, dimasukkan ke dalam jalur primer;

c. Pengecer, mendapatkan barang dari pedagang perantara, yang termasuk pengecer adalah toko dan jasa perdagangan lewat internet, disebut jalur sekunder;

d. Konsumen, merupakan pengguna dari produk.

Diagram diatas memperlihatkan bahwa agak suit bagi eksportir untuk langsung menjual produknya ke konsumen akhir. Hal itu antara lain karena sistem ekspor impor yang rumit, komunikasi yang bisa menimbulkan salah paham, apalagi bila terjadi masalah ketidaksesuaian mutu, order atau sampainya barang yang tidak sesuai dengan kontrak.

III. Peluang dan Hambatan 3.1. Peluang

Beberapa hal yang menjadi peluang bagi Indonesia untuk memasuki dan meningkatkan pasar furniture di Jepang adalah sebagai berikut:

a. Sudah dikenalnya Indonesia sebagai penghasil kayu tropis untuk bahan baku furniture (jati dan beberapa jenis kayu lainnya)

b. Sudah dikenalnya mutu furniture dari Indonesia

c. Usaha perindustrian Jepang untuk menjual furniture impor dari USA dan Eropa di pasaran dengan produk yang tidak terlalu mahal yang memiliki volume penjualan yang besar.

d. Kemajuan pada proses pengalihan produksi ke arah produk yang lebih murah ke Asia Tenggara dimana biaya tenaga kerjanya murah dan bahan baku untuk furniture dapat mudah diperoleh sehingga produk akhir dapat tetap bersaing.

Disamping itu perlu dicatat beberapa komentar atas produk furniture Indonesia yang terkadang ukurannya sangat besar untuk rumah/ condominium Jepang yang relatif kecil, berat, serta berwarna gelap, padahal pada umumnya masyarakat Jepang lebih menyukai warna dasar yang muda (coklat muda, putih susu, cream) sehingga akan memberikan kesan rumah yang lebih besar. Kesan lainnya adalah model furniture Indonesia yang terkesan ramai dan tidak sederhana, sehingga sulit untuk dipadukan dengan hiasan hiasan rumah orang Jepang.

3.2. Hambatan

5.2.1. Hambatan Tarif

Berdasarkan Japan Tariff, rata-rata tarif bea masuk di Jepang termasuk yang paling rendah di dunia. Selain itu tarif bea masuk beberapa komoditi pertanian cenderung menurun dan tarif bea masuk produk utama, antara lain autos and autos parts, software, computer dan mesin industri sudah 0%. Namun demikian, beberapa produk tertentu masih tinggi tarif bea masuknya, misalnya produk

(19)

kulit, makanan olahan tertentu dan produk-produk manufaktur. Sementara tarif bea masuk secara umum rendah, disisi lain rata-rata tarif bea masuk pertanian termasuk yang tertinggi di dunia, yaitu sekitar 50%, dibanding dengan USA (12%) dan Uni Eropa (30%).

The Customs and Tariff Bureau, Departemen Keuangan adalah instansi yang menangani tarif bea masuk. Sebagai anggota dari the Harmonized System Convention, maka sistem klasifikasi tarif Jepang sama dengan negara lainnya, termasuk dengan Indonesia, yaitu sanpai dengan 6 digit (six-digit code). Buku tarif bea masuk Jepang terdiri atas 4 (empat) kolom dari applicable rates, yaitu: umum, WTO, preferensi dan sementara. Tarif bea masuk Jepang preferensi diberikan kepada negara berkembang (tarif rendah sampai dengan 0%).

Sistem tarif telah disederhanakan yaitu bagi barang impor yang bernilai rendah dengan nilai freight kurang dari ¥100.000 (sekitar US$ 870), misalnya bungkusan kecil untuk kepentingan pribadi. Sistem ini juga menghemat waktu untuk mengklasifikasikan barang dan nilainya, sehingga memperkecil biaya handling oleh customs brokers. Para importer dapat memilih antara tarif normal atau tarif yang disederhanakan, dimana nilainya bisa lebih tinggi atau lebih rendah. (Sumber: Bidang Perdagangan KBRI Tokyo)

(20)

008 (IDEA BRANDING INC.)

Sumber : Survey of Japan’s Furniture & Part ¥44900

¥3990

¥3400 ¥24900

(21)

Sumber : FY2005 market Survey Programme (Furniture & Gift Items), ASEAN Japan Centre

(22)

5.2.2. Hambatan Non Tarif

Meskipun disatu sisi tarif bea masuk Jepang sudah rendah, Jepang masih menerapkan ketentuan-ketentuan yang menghambat atau menahan importasi produk ke Jepang. Meskipun telah ada persaingan, tekanan dari USA dan negara lain serta faktor lainnya, eksportir masih menemui masalah hambatan non tarif, antara lain: a. Standar yang unik bagi Jepang (baik formal dan informal)

b. Persyaratan bagi eksportir untuk menunjukkan pengalaman sebelumnya di Jepang;

c. Ketentuan yang lebih berpihak pada produk domestik dan diskriminasi terhadap produk asing;

d. Wewenang lisensi dipegang oleh asosiasi industri dengan anggota yang terbatas, yang berpengaruh kuat di pasar dan kemampuan untuk mengendalikan informasi;

e. Cross stock holding dan inter koneksitas antara pelaku bisnis sejenis merugikan pemasok di luar kelompok;

f. Masih adanya kartel (formal dan informal);

g. Pentingnya hubungan personal sebagai warisan budaya serta keengganan untuk mengubah cara-cara bisnis.

Cara untuk mengatasi hal-hal diatas tergantung pada jenis industri, daya saing produk atau jasa yang bersangkutan dan kreativitas manajemen. Selain itu, perlu diketahui pula bahwa non-tariff barriers tersebut hanya ada dalam pasar yang sangat kompetitif, dimana Jepang adalah pasar yang besar dan menarik sehingga persaingan bisa menjadi “keras”.

IV. Kiat-kiat Memasuki Pasar Jepang

Berikut ini adalah beberapa petunjuk memasuki pasar Jepang untuk produk furniture yaitu :

1. Eksportir perlu memperoleh informasi atau melakukan survey pasar dari negara yang akan dituju. Informasi hasil market survey dapat diperoleh dari BPEN-Departemen Perdagangan atau dari Atase Perdagangan RI di Tokyo, Jepang , Kantor Indonesian Trade Promotion Centre (ITPC) di Osaka, Jepang atau kantor Japan External Trade organization (JETRO) di Jakarta. 2. Berdasarkan market survey tersebut, eksportir dapat mengetahui lebih

mendalam mengenai produk furniture di Jepang dan menyeleksi produk mereka sesuai dengan standard dan kriteria produk yang memang diminta oleh pasar Jepang. Bila belum sepenuhnya sesuai, perlu dilakukan adaptasi produk.

3. Menghitung biaya produksi dan pemasaran sehingga diperoleh harga yang berdaya saing yang akan ditawarkan kepada calon pembeli atau mitra dagang di Jepang.

(23)

4. Berkoordinasi dengan BPEN untuk memperoleh inquiry yang kerap datang dari pembeli Jepang, ataupun mendapatkan calon mitra melalui promosi online JETRO yaitu Trade Tie-up Promotion Program (TIPP).

5. Furniture yang menggunakan bahan baku kayu alam dan rotan memiliki sifat memuai dan menyusut tergantung kelembaban udara, juga seringkali mudah terkena serangan jamur dan serangga. Untuk menghindarkan hal ini, produk furniture harus dikeringkan dengan sempurna mencapai kadar kelembaban yang dibutuhkan . Furniture metal harus menggunakan anti-rust agent.

a. Eksportir perlu memperlihatkan produknya langsung kepada konsumen, oleh karena itu langkah paling efektif adalah dengan ikut berpartisipasi dalam pameran dagang bertaraf internasional di Jepang.

6. Eksportir perlu secara pro aktif berpartisipasi pada tiap kegiatan promosi furniture di Jepang mengingat partisipasi pada pameran merupakan kegiatan promosi yang sangat efektif karena memberikan berbagai manfaat. 7. Pembeli Jepang sangat berhati hati dalam melakukan negosiasi oleh karena

itu biasanya proses negosiasi dengan Jepang memakan waktu yang sangat lama, namun demikian, sekali mereka melakukan keputusan untuk membeli produk furniture, mereka akan menjadi konsumen setia.

Gambar

Grafik 3.  Produksi furniture Jepang, 1995-2004 ( Dalam ¥ milyar )
Tabel dibawah memperlihatkan beberapa karakteristik furniture dari  beberapa negara penghasil
Grafik 2. Impor furniture Jepang dari Indonesia (2003-2007)
Grafik 3. Lima Negara Pemasok Furniture ke Jepang,2007  (US$ juta)  214.381 173.916 155.942 123.953 38.909

Referensi

Dokumen terkait

Dewan juri dan panitia tidak akan bertanggung jawab apabila terjadi tuntutan hukum dari pihak-pihak lain atas karya yang sudah dikirim, baik terkait dengan hak cipta,

Jika pasien lama, maka Petugas Loket Pendaftaran mencari dan mengambil Kartu Rekam medis milik pasien sesuai dengan nomer regester yang dimiliki pasien, adapun  prosesnya adalah :

Rundown itu acuan untuk melaksanakan on air, itu menjadi tangung jawab produser yang bertugas mengisi rundown tersebut dengan materi – materi yang akan ditayangkan, dalam rundown

Tugas dan tanggung jawab guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam memberikan pencerahan dan merubah perilaku peserta didik semakin menantang, seiring pesatnya

(2) Klinik atau Balai Pengobatan Umum adalah berbentuk Badan yang memiliki izin untuk melakukan pelayanan kesehatan dasar sesuai ketentuan perundang-undangan

Jika hal ini terjadi pada lereng dengan material penyusun (tanah dan atau batuan) yang lemah maka akan menyebabkan berkurangnya kuat geser tanah/batuan dan

1) Air meteorik, merupakan air tanah yang berasal dari atmosfer, yaitu air hujan yang jatuh ke permukaan. 2) Air konat, merupakan air tanah yang berasal dari proses