• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. LANDASAN TEORI"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Air

Air merupakan material yang membuat kehidupan terjadi di muka bumi. Undang-Undang Sumber Daya Air Nomor 7 Tahun 2004 menyatakan bahwa air adalah semua air yang terdapat pada, di atas maupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat (UU RI No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air). Air di permukaan bumi merupakan salah satu bagian sumber daya alam terbarukan dalam suatu sistem siklus hidrologi.

Air menguap dari permukaan samudera akibat energi panas matahari. Laju dan jumlah penguapan bervariasi dan uap air yang dihasilkan murni karena pada waktu dibawa naik ke atmosfir kandungan garam ditinggalkan. Kemudian uap air dibawa udara yang bergerak. Uap air akan mengalami kondensasi dan membentuk butir-butir air, yang pada gilirannya akan jatuh kembali sebagai presipitasi berupa hujan dan/atau salju dalam kondisi yang memungkinkan. Presipitasi ada yang jatuh di samudra, di darat, dan sebagian menguap kembali sebelum mencapai ke permukaan bumi. Presipitasi yang jatuh di permukaan bumi menyebar ke berbagai arah dengan berbagai cara. Sebagian akan tertahan sementara di permukaan bumi sebagai es atau salju, atau genangan air, yang dikenal dengan simpanan depresi. Sebagian air hujan atau lelehan salju akan mengalir ke saluran atau sungai sebagai aliran permukaan. Jika permukaan tanah porus, sebagian air akan meresap ke dalam tanah melalui peristiwa yang disebut infiltrasi dan sebagian lagi akan kembali ke atmosfer melalui penguapan dan transpirasi oleh tanaman.

Di bawah permukaan tanah terdapat zona kapiler (vadoze zone) atau zona aerasi, yaitu pori-pori tanah yang berisi air dan udara. Air yang tersimpan di zona tersebut disebut dengan kelengasan tanah (soil moisture) atau air kapiler. Pada kondisi tertentu air dapat mengalir secara lateral pada zona kapiler yang disebut dengan proses interflow. Uap air dalam zona kapiler dapat juga kembali ke permukaan tanah kemudian menguap. Kelebihan air kapiler akan ditarik masuk oleh

(2)

gravitasi, proses ini disebut drainase gravitasi. Pada kedalaman tertentu, pori-pori tanah atau batuan akan jenuh air. Batas atas zona jenuh air disebut muka air tanah (water table). Air yang tersimpan dalam zona jenuh air disebut air tanah. Air tanah ini bergerak sebagai aliran air tanah melalui batuan atau lapisan tanah sampai akhirnya keluar ke permukaan sebagai sumber air (spring), atau sebagai rembesan ke danau, waduk, sungai, atau ke laut (Suripin, 2004).

Gambar 1. Siklus Hidrologi

(Sumber: https://www.google.co.id/gambar siklus hidrologi pdf, 2015)

Air dapat berupa air tawar (fresh water) dan dapat pula berupa air asin (air laut) yang merupakan bagian terbesar di bumi ini. UNESCO (1978) dan Chow et al. (1988) menyatakan: jumlah air yang ada di bumi ini 96.54% berada di laut dan 1.73% ada di Kutub (Kutub Utara dan Selatan), 1.69% berupa air tanah (0.76% air tawar dan 0.93% air asin). Jumlah air tanah dangkal, danau, rawa/ payau, sungai, dan air biologi adalah 0.0151% dan ini hanya kurang lebih 9/1000 dari air tanah (Kodoatie, 2005).

Lima aspek kehidupan terkandung dalam air, yaitu: a. sebagai energi kinetik (dalam pengangkutan) penggerak turbin atau generator (tenaga listrik), b. sebagai unsur pokok makhluk hidup (90% tubuh makhluk hidup berupa air), c. sebagai

(3)

habitat (tempat tinggal makhluk hidup), d. sebagai sarana industri, e. sebagai penunjang kebutuhan rumah tangga (Budiastuti, 2010). Secara alami air mengalir dari hulu ke hilir, dari daerah yang lebih tinggi ke daerah yang lebih rendah. Air mengalir di atas permukaan tanah namun air juga mengalir di dalam tanah (Kodoatie dan Sjarief, 2008). Kuantitas dan kualitas air pada lokasi serta waktu tertentu dipengaruhi oleh berbagai hal, kepentingan, dan tujuan. Dua komponen utama sumber daya air adalah air permukaan (surface water) dan air tanah (ground water). Konsep dasar dalam pengelolaan air permukaan yaitu wilayah sungai, sedangkan untuk pengelolaan air tanah, cekungan air tanah (CAT) sebagai acuannya.

a. Air Permukaan

Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, seperti: air di dalam sistem sungai, air di dalam sistem irigasi, air di dalam sistem drainase, air waduk, danau, kolam, retensi (Kodoatie dan Sjarief, 2008). Jumlah air permukaan diperkirakan hanya 0.35 juta km3 atau hanya sekitar satu persen dari air tawar yang ada di bumi. Air permukaan berasal dari aliran langsung air hujan, lelehan salju, dan aliran yang berasal dari air tanah (Suripin, 2004). Air permukaan biasanya mengandung berbagai macam organisme hidup. Air permukaan sangat tergantung dengan curah hujan dan sering dicemari oleh sampah keluarga, kotoran hewan, limbah industri. Air permukaan yang biasanya dimanfaatkan sebagai sumber penyediaan air bersih dapat berasal dari: air waduk yang berasal dari air hujan dan air sungai; air sungai yang berasal dari air hujan dan mata air; air danau yang berasal dari air hujan, air sungai atau mata air.

b. Air Tanah

Air tanah adalah sejumlah air yang terdapat di bawah permukaan bumi yang dapat dikumpulkan dengan sumur-sumur, terowongan atau sistem drainase atau dengan pemompaan (Kodoatie dan Sjarief, 2008). UU Sumber Daya Air menyatakan air tanah merupakan air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah (UU RI No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air). Air tanah merupakan salah satu kebutuhan utama bagi manusia, baik untuk memenuhi kebutuhan hidup maupun untuk menunjang aktivitasnya.

Air tanah merupakan sumber air tawar terbesar mencakup kira-kira 30% dari total air tawar atau 10.5 juta km3 (Suripin, 2004). Pemanfaatan air tanah

(4)

akhir-akhir ini meningkat dengan cepat, bahkan di beberapa tempat tingkat eksploitasinya semakin membahayakan. Air tanah diambil untuk digunakan sebagai sumber air bersih maupun untuk irigasi, melalui sumur terbuka, sumur tabung, spring, atau sumur horizontal. Cara pengambilan air tanah yang paling tua dan sederhana adalah dengan membuat sumur gali dengan kedalaman lebih rendah dari posisi permukaan air tanah. Jumlah air yang diambil dari sumur gali biasanya terbatas dan yang diambil adalah air tanah dangkal. Sumur gali biasanya dibuat dengan kedalaman tidak lebih dari 5-8 meter di bawah permukaan tanah.

Air tanah dibedakan menjadi: air tanah bebas atau air tanah dangkal, air tanah dalam, air tanah semi tertekan, dan air tanah tertekan atau artesis. Perbedaan tersebut didasarkan pada keterdapatannya pada suatu susunan distribusi vertikal akuifer (Soemarto, 1995). Susunan distribusi vertikal akuifer tersebut secara alami didasarkan pada kedudukan suatu akuifer terhadap kedudukan akuifer lain dalam kemampuannya mengandung maupun mengalirkan air.

Air tanah dangkal atau air tanah bebas disebut juga air tanah tidak tertekan karena terdapat dalam suatu akuifer tidak tertekan (unconfined aquifer). Surbakti (1987) menyatakan bahwa kedalaman air tanah dangkal maksimal 15 meter di bawah permukaan tanah. Air tanah dangkal adalah air tanah yang ditemukan atau terkandung dalam akuifer bebas atau tidak tertekan, yaitu akuifer jenuh air yang berada di bagian atas dibatasi oleh muka air tanah bebas dan dibatasi oleh lapisan kedap air (impermeable layer) di bagian bawahnya (Kodoatie, 1996).

Air tanah dalam adalah air tanah yang berada minimal 15 meter di bawah permukaan tanah (Surbakti, 1987). Sumur-sumur gali yang dibuat untuk mengusahakan air tanah dapat dikategorikan sebagai sumur dangkal, sumur dalam atau artesis, tergantung seberapa dalam air tanah dapat diusahakan dari dalam tanah. Air tanah (sumur) seringkali mengandung Ca2+ dan Mg2+ yang tinggi sehingga meningkatkan kesadahan (Budiastuti, 2010).

Secara umum air tanah berasal dari air permukaan yang meresap ke dalam tanah. Air hujan yang jatuh ke permukaan bumi kemudian meresap ke dalam tanah melalui pori-pori tanah maupun akar tanaman pada zone aerasi, kemudian mengalami infiltrasi dan perkolasi sehingga mencapai zone jenuh air. Jumlah air

(5)

tanah terbatas bila dibandingkan dengan air permukaan. Menurut Todd (1989), asal usul air tanah dapat dibagi menjadi:

1) Air meteorik, merupakan air tanah yang berasal dari atmosfer, yaitu air hujan yang jatuh ke permukaan.

2) Air konat, merupakan air tanah yang berasal dari proses pengendapan dan terjebak di dalam batuan sendimen. Sifat air konat tidak mengikuti siklus hidrologi seperti air meteorik, dan sangat dipengaruhi oleh proses saat pembentukan.

3) Air juvenile, merupakan air tanah yang terbentuk akibat kegiatan vulkanik dan kegiatan magma. Air juvenile mengalir ke permukaan tanah bersamaan dengan aktivitas vulkanik dan mempunyai kandungan mineral yang tinggi.

4) Air metamorphose, merupakan air tanah yang terdapat pada batuan yang mengalami perubahan akibat proses alam, seperti proses pelapukan.

5) Air marine, merupakan air laut yang masuk ke dalam akuifer. Air tanah berdasarkan kadar garamnya dapat dibagi menjadi: 1) Air tanah tawar

Air tanah dapat berasal dari air hujan (disebut juga air meteoric atau vadose). Air hujan yang meresap ke dalam tanah menjadi bagian dari air tanah, perlahan-lahan mengalir ke laut, atau mengalir langsung dalam tanah atau permukaan dan bergabung dengan aliran sungai. Air yang masuk ke dalam tanah akan mengisi ruang antar butir formasi batuan serta mengalami pergerakan di dalamnya, yang disebut sebagai air tanah.

Berdasarkan parameter yang berupa sifat fisik, sifat hidrodinamika, kenampakan di lapangan dan cara terdapatnya, tipe air tanah dibedakan menjadi tipe air tanah dangkal dan tipe air tanah dalam. Air tanah dangkal mudah ditemukan dengan kedudukan muka air tanahnya dekat dengan permukaan tanah. Fluktuasi air tanah dangkal dipengaruhi langsung oleh keadaan musim regional. Sedangkan air tanah dalam, kedudukan muka air tanahnya jauh di bawah muka air tanah dangkal, biasanya dibatasi oleh lapisan kedap atau lapisan berbutir halus.

(6)

Air tanah ain (air asin) banyak mengandung mineral garam. Kandungan garam pada air tanah dikenal dengan kadar garam atau salinitas air tanah. Adanya air asin di bawah tanah disebabkan oleh beberapa hal. Air asin terbentuk karena batuan pembawa berupa jebakan mineral garam, batuan yang banyak mengandung garam-garam NaCl, sehingga air pada jebakan tersebut menjadi asin. Jebakan mineral terjadi ketika magma mendingin dan air dilepaskan namun tidak sebagai air murni karena mengandung mineral yang larut dalam magma seperti NaCl. Suhu yang tinggi akan meningkatkan efektifitas pembentukan endapan mineral garam (Magetsari et al., 1992).

Air asin bisa juga terjadi pada lapisan yang dulunya merupakan laut purba. Misalnya kawasan Bledug Kuwu. Tanah di kawasan ini merupakan endapan alluvial. Tanah ini diperkirakan ada sejak 10 ribu tahun lampau. Perkiraan kawasan Bledug Kuwu sebagai dasar laut purba mencakup juga wilayah Sangiran di Kabupaten Sragen (di sebelah selatan Bledug Kuwu). Di sekitar Bledug Kuwu juga ditemukan banyak lokasi yang mempunyai air asin dan letupan lumpur. Jadi kemungkinan laut purba tersebut membentang dari kawasan Bledug Kuwu ke arah barat daya (Sangiran) dan bisa juga sampai ke kawasan Telukan.

Selain itu, terjadinya air asin di bawah permukaan karena adanya peresapan air laut. Masuknya air laut ke dalam rongga tanah sering terjadi pada daerah pantai yang disebut intrusi. Air yang terperangkap dalam batuan sedimen saat pengendapan dinamakan connate. Air tawar yang terperangkap dalam endapan laut pada umumnya asin. Air laut yang terendapkan terjadi karena ada pengangkatan litosfer dari dalam bumi. Air laut yang ikut terangkat litosfer menyebabkan air laut terjebak masuk ke daratan.

Air asin tidak hanya berasal dari air laut, tetapi air asin adalah semua air yang mempunyai kadar kegaraman yang tinggi. Tingkat kegaraman biasanya dicerminkan dari total kandungan zat terlarut Total Dissolved Solids (TDS). Air tanah tawar mempunyai TDS kurang dari 1000 mg/l. Sementara air tanah payau/asin TDSnya lebih dari 1000 mg/l. Kandungan unsur Cl- yang tinggi umumnya didapati pada air asin. Air asin adalah pencemaran yang paling umum ke dalam air tanah.

(7)

Intrusi air asin adalah suatu peristiwa penyusupan air asin ke dalam akuifer di mana air asin menggantikan atau tercampur dengan air tanah tawar yang ada di dalam akuifer. Penyusupan ini akan menyebabkan air tanah tidak dapat dimanfaatkan, dan sumur yang memanfaatkannya terpaksa ditutup atau ditinggalkan. Air dengan larutan garam yang tinggi tidak baik untuk sistem irigasi maupun kebutuhan air bersih masyarakat (Kodoatie, 1996). Akan tetapi sejumlah garam di dalam air terdapat angka-angka yang masih diijinkan untuk berbagai macam keperluan. Persoalan salinitas akan timbul jika jumlah garam yang ada melebihi dari angka yang diijinkan tanpa ada usaha untuk mencegah akumulasi garam tersebut.

Tabel 1. Klasifikasi Air Berdasarkan Nilai TDS

Penggunaan TDS (mg/L)

Air minum (pemakaian domestik) Konsumtif Peternakan

Pemakaian Irigasi

< 500 < 3000 < 5000 (Sumber: United States Environmental Protection Agency, 1976)

2. Kualitas Air

a. Pengertian Kualitas Air

Team PPLH (1990) menyatakan kualitas air adalah karakteristik yang dicerminkan oleh parameter kimia organik, kimia anorganik, fisik, biotik, dan radioaktif bagi perlindungan dan pengembangan air untuk peruntukan tertentu (Mardani, 2001). Karakteristik kualitas air dibutuhkan untuk suatu pemanfaatan tertentu. Atas dasar hal itu maka apabila suatu keadaan air tidak layak diperuntukan untuk air minum, masih memungkinkan keadaan air tersebut dapat digunakan untuk kebutuhan industri. Hal ini disebabkan oleh perbedaan keadaan kualitas air yang tercermin dalam batas-batas setiap parameter air disesuaikan peruntukannya.

Mutu air dinilai dalam parameter-parameter penentu kualitas air. Nilai-nilai parameter mutu kualitas air tersebut dipergunakan untuk meninjau kecocokan suatu keadaan air tertentu guna pemakaian tertentu pula, yang sering disebut dengan kriteria. Kriteria mutu air adalah nilai-nilai yang didasarkan pada pengalaman dan kenyataan ilmiah yang dapat dipergunakan oleh pemakainya untuk menetapkan manfaat relatif dari air tertentu. Sedangkan baku mutu air

(8)

ditetapkan oleh badan-badan pengatur untuk menetapkan taraf-taraf batas bagi berbagai bahan kandungan yang dapat disetujui sesuai dengan tujuan pemanfaatannya (Linsley dan Franzini, 1991).

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dibagi menjadi 4 kelas yaitu:

1) Kelas I

Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum dan peruntukan lainnya yang mempersyaratkan mutu air yang sama.

2) Kelas II

Air yang peruntukan dapat digunakan untuk prasarana/ sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

3) Kelas III

Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

4) Kelas IV

Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Kualitas air dapat memberikan gambaran sementara perbedaan keruangan faktor eksternal dan internal dari suatu bahan air serta menggambarkan komposisi tingkat biota di dalamnya. Kualitas air juga sangat penting untuk dipelajari karena dapat dipergunakan untuk mengetahui dan mengelola kondisi badan air.

b. Kualitas Air Tanah

Air tanah adalah air yang terletak pada wilayah jenuh di bawah permukaan tanah (Asdak, 2007). Air bawah tanah yang merupakan sumberdaya alam terbarukan (renewable natural resources) saat ini telah memainkan peran penting pada penyediaan pasokan kebutuhan air bagi berbagai keperluan, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya pergeseran nilai terhadap air bawah tanah itu

(9)

sendiri. Masyarakat, baik perseorangan maupun kelompok membutuhkan air untuk keperluan sehari-hari dan untuk kebutuhan lainnya. Hal ini berarti fungsi air tanah sebagai air minum dan air bersih harus diupayakan sebaik-baiknya agar memenuhi persyaratan kualitas dan kuantitasnya.

Air bersih digunakan untuk memenuhi kebutuhan air domestik dan air non domestik. Kebutuhan air domestik dapat berupa kebutuhan rumah tangga, sedangkan kebutuhan air non domestik meliputi: kebutuhan air untuk industri, pariwisata, tempat ibadah, tempat sosial, serta tempat-tempat komersial atau tempat umum lainnya (Kodoatie dan Sjarief, 2008). Pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih selain harus memenuhi kuantitas juga harus memenuhi kriteria kualitas air sesuai pemanfaatannya (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002). Air bersih harus bebas dari mikroorganisme penyebab penyakit dan bahan-bahan kimia yang dapat merugikan kesehatan manusia maupun makhluk hidup lainnya.

Sebagian besar penduduk di Indonesia masih menggunakan air sumur sebagai sumber air bersih untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Air sumur umumnya masih mengandung racun dan zat-zat berbahaya lainnya, seperti unsur besi. Unsur besi jika keberadaannya melebihi standar yang telah ditentukan akan menyebabkan bau dan rasa yang tidak enak, serta menimbulkan karat pada pipa dan noda pada pakaian (Steel dan Ghee, 1979), serta di dalam tubuh manusia dapat merusak dinding usus, yang dapat mengakibatkan kematian (Soemirat, 1994).

Pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih untuk keperluan air minum merupakan prioritas utama di atas segala keperluan yang lain. Air minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, tidak mengandung kuman pathogen dan segala makhluk yang membahayakan manusia, tidak mengandung zat kimia yang dapat mengubah fungsi tubuh, dapat diterima secara estetis, dan tidak merugikan secara ekonomis. Air itu seharusnya tidak menimbulkan korosif dan tidak meninggalkan endapan pada seluruh jaringan distribusinya (Slamet, 1996).

Kualitas air menyatakan tingkat kesesuaian air terhadap penggunaan tertentu dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, mulai dari air untuk

(10)

memenuhi kebutuhan langsung yaitu: air minum, mandi, mencuci, air irigasi atau pertanian, peternakan, perikanan, rekreasi, dan transportasi (Suripin, 2004). Penentuan kualitas air untuk berbagai peruntukan terbagi dalam tiga parameter, yaitu:

1) Parameter Fisika Air a) Suhu

Temperatur air tanah dipengaruhi oleh musim, cuaca, siang, dan malam, serta lokasinya. Temperatur air yang bersumber dari mata air merupakan temperatur sebenarnya dari air tanah, karena sesuai temperatur batuan yang ditempati sumber air. Temperatur air tanah sesuai dengan hukum gradient barothermis yang berbunyi semakin dalam asal air tanah, semakin tinggi temperaturnya (Karmono dan Cahyono, 1987).

Syarat suhu udara air bersih yaitu suhu udara normal (270C) ± 30C. Suhu sangat berguna karena memperlihatkan kecenderungan aktivitas kimia dan biologi, pengentalan, tekanan uap, ketegangan permukaan, dan nilai-nilai penjenuhan dari benda padat dan gas. Secara umum, kenaikan suhu perairan akan mengakibatkan kenaikan aktifitas biologi sehingga akan membentuk O2 lebih banyak. Kenaikan suhu perairan secara alamiah

disebabkan oleh aktifitas penebangan vegetasi di sekitar sumber air tersebut, sehingga cahaya matahari yang masuk ke dalam air semakin banyak. Suhu air sebaiknya tidak terlalu panas dan sejuk agar tidak terjadi pelarutan zat kimia yang ada pada saluran/ pipa yang dapat menbahayakan kesehatan, tidak menghambat reaksi-reaksi biokimia di dalam saluran/ pipa, dan mikroorganisme pathogen tidak mudah berkembang.

b) Warna

Kehadiran organisme, bahan-bahan tersuspensi yang berwarna, dan ekstrak senyawa-senyawa organik serta tumbuhan dapat menimbulkan warna pada air (Suriawira, 2005). Umumnya air murni tidak berwarna dan bening atau jernih. Warna perairan biasanya dikelompokkan menjadi dua, yaitu warna sesungguhnya (true color) dan warna yang tampak (apparent color). Warna sesungguhnya adalah warna yang hanya disebabkan oleh bahan-bahan kimia terlarut dan pada penentuan warna sesungguhnya,

(11)

bahan-bahan tersuspensi yang dapat menyebabkan kekeruhan dipisahkan terlebih dahulu. Warna tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh bahan terlarut, tetapi juga oleh bahan tersuspensi. Warna dapat diamati secara visual (langsung) ataupun diukur berdasarkan platinum kobalt (Pt Co) dengan membandingkan warna air sampel dan warna standar.

c) Rasa dan Bau

Rasa dan bau disebabkan oleh adanya zat organik dan zat sulfide. Zat organik tertentu ada yang menyebabkan rasa manis, asam, pahit, serta bau wangi pada air minum/ ada juga zat organik yang menyebabkan timbulnya warna tertentu. Zat sulfide akan menyebabkan air menjadi sangat berbau seperti telur busuk, karena kadar sulfide dalam air adalah nol. Garam-garam dapat menyebabkan rasa asin, pahit, dan getir.

d) TDS (Total Dissolved Solid)

Padatan terlarut adalah padatan yang mempunyai ukuran lebih kecil dibandingkan padatan tersuspensi. Padatan terlarut terdiri dari senyawa organik dan anorganik yang larut dalam air, mineral, dan garam-garaman (Fardiaz, 2003). TDS secara langsung berhubungan dengan kemurnian air. Nilai TDS yang tinggi di dalam air menjadikan air tidak layak digunakan sebagai air konsumsi. Berbagai level dan kriteria TDS tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Level dan Kriteria TDS

Level TDS (mg/L) Kriteria <300 Baik sekali ≥300 - <600 Baik ≥600 - <900 Cukup ≥900 - <1200 Buruk ≥1200 Buruk sekali (Sumber: WHO, 1996) e) Kekeruhan

Kekeruhan merupakan ukuran transparasi perairan yang ditentukan secara visual. Kekeruhan dapat disebabkan oleh banyak faktor, antara lain karena adanya bahan yang tidak terlarut seperti: debu, tanah liat, bahan organik atau anorganik, dan mikroorganisme air. Akibatnya air menjadi kotor dan tidak jernih sehingga bakteri pathogen dapat berlindung di dalam atau di sekitar bahan penyebab kekeruhan. Kekeruhan tergantung pada

(12)

konsentrasi partikel-partikel padat yang ada di dalam air (Suripin, 2004). Alat pengukur tingkat kekeruhan air disebut dengan turbidmeter, satuan NTU. Kontaminasi logam-logam seperti besi dan mangan serta adanya partikel-partikel dari tanah merupakan suatu faktor penyebab kekeruhan (Fardiaz, 2003).

2) Parameter Kimia Air

Kandungan bahan kimia di dalam air berpengaruh terhadap kesesuaian penggunaan air. Secara umum karakteristik kimia air meliputi: pH, alkalinitas, kation dan anion terlarut, dan kesadahan (Suripin, 2004).

a) Derajat Keasaman (pH)

Parameter pH merupakan salah satu parameter yang sangat penting dalam analisis kualitas kimia air karena penyimpangan pH terhadap baku mutu air minum dapat menyebabkan beberapa senyawa kimia berubah menjadi racun yang dapat mengganggu kesehatan. Air murni bersifat netral dengan pH 7. Air dengan pH di atas 7 bersifat basa dan pH di bawah 7 bersifat asam.

b) Alkalinitas

Kebanyakan air bersifat alkaline karena garam-garam alkaline sangat umum berada di tanah. Ketidakmurnian air disebabkan oleh adanya karbonat dan bikarbonat dari kalsium, sodium, dan magnesium. Keasaman air disebabkan adanya karbondioksida dalam air yang diukur berdasarkan banyaknya kalsium karbonat yang diperlukan untuk menetralkan asam karbonat.

c) Kesadahan (Hardness)

Kesadahan air merupakan hal yang sangat penting dalam penyediaan air bersih. Air dengan kesadahan tinggi memerlukan sabun lebih banyak sebelum terbentuk busa. Air sadah mengandung karbonat dan sulfat, atau klorida dan nitrat, dari kalsium dan magnesium, di samping besi dan alumunium.

 Kesadahan Karbonat

Kesadahan karbonat disebabkan oleh adanya ion-ion magnesium (Mg2+) dan kalsium (Ca2+) yang bersenyawa karbonat dan bikarbonat

(13)

dalam air, yang dapat dihilangkan dengan pemanasan biasa (memisahkan CO2 dari karbonat).

 Sulfat (SO-24)

Sulfat dalam air minum dapat mempengaruhi rasa dan bau. Sulfat bersama klorida di dalam air akan memudahkan terjadinya korosi pada alat-alat pemanasan yang terbuat dari logam. Sulfat berasal dari pembusukan sampah. Pembusukan zat yang mengandung belerang dan penurunan kadar campuran belerang menjadi sulfida menghasilkan bau. Peningkatan kadar sulfat merupakan hasil sampingan dari industri kimia, tekstil, dan kertas selama proses dari alam dan limbah industri (Martini, 2007).

 Klorida (Cl-)

Hampir semua perairan mengandung klorida. Konsentrasinya sangat bervariasi, dari konsentrasi terendah sampai konsentrasi yang besar (seperti terkandung dalam air laut). Perubahan konsentrasi klorida dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pencemaran dari perairan lain, limbah industri, limbah rumah tangga, serta intrusi air laut.  Nitrit (NO-2) dan Nitrat (NO-3)

Jumlah nitrat yang besar dalam tubuh cenderung berubah menjadi nitrit dan dapat membentuk methaemoglobine sehingga dapat menghambat perjalanan oksigen dalam tubuh, hal ini dapat menyebabkan penyakit blue baby. Nitrit ádalah zat yang bersifat racun sehingga kehadiran bahan ini dalam air minum tidak diperbolehkan.

Tabel 3. Kesadahan Air

Kelas Kesadahan (mg/L) Derajat Kesadahan

1 ≤55 Lunak

2 ≥56 - ≤100 Sedikit sadah

3 ≥101 - ≤200 Moderat sadah

4 ≥201 - ≤500 Sangat sadah

(Sumber: Suripin, 2004)

Kesadahan air sementara akibat keberadaan Kalsium dan Magnesium bikarbonat dapat dihilangkan dengan dididihkan atau menambahkan kapur dalam air. Kesadahan air permanen akibat adanya

(14)

Kalsium dan Magnesium Sulfat, Clorida, dan Nitrat dapat dilunakkan dengan perlakuan khusus. Kesadahan air dinyatakan dalam mg/L berat Kalsium karbonat (Suripin, 2004). Standar kesadahan total adalah 500 mg/L, jika melebihi akan dapat menimbulkan beberapa resiko seperti: mengurangi efektivitas sabun, terbentuknya lapisan kerak pada alat dapur, kemungkinan terjadi ledakan pada boiler, sumbatan pada pipa air.

d) Besi (Fe)

Air memiliki kandungan-kandungan logam tertentu yang diakibatkan oleh berbagai faktor. Kandungan logam dalam air merupakan salah satu penentu kelayakan air untuk dikonsumsi. Kandungan unsur kimia dalam air sangat bergantung pada formasi geologi tempat air itu berada dan formasi geologi tempat dilaluinya air. Apabila selama perjalanannya air tersebut melalui suatu batuan yang mengandung besi maka secara otomatis air akan mengandung besi. Disamping itu peran formasi geologi tempat tinggal air juga banyak berperan terhadap kualitas air, sebab air mempunyai sifat melarutkan batuan yang ditempati dan dilalui. Logam Fe merupakan salah satu logam yang terdapat secara alami pada air, khususnya air yang belum diolah.

Unsur besi adalah unsur pokok yang terdapat secara luas dan biasanya dalam jumlah yang melimpah pada batuan dan tanah. Keberadaan besi pada kerak bumi menempati posisi keempat terbesar. Besi ditemukan dalam bentuk kation Ferro (Fe2+) dan Ferri (Fe3+). Pada perairan alami dengan pH sekitar 7 kadar oksigen terlarut yang cukup, ion Fe2+ yang bersifat mudah larut dioksidasi menjadi ion Fe3+ (Rahmayani, 2009). Dalam jumlah kecil zat besi dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan sel-sel darah merah. Kandungan zat besi di dalam air yang melebihi batas akan menimbulkan gangguan. Standar kualitas Fe dalam air minum ditetapkan 0.3 mg/L (Peraturan Menteri Kesehatan RI No.492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum). Unsur besi yang berlebih dalam air akan menimbulkan perubahan rasa, warna, dan menimbulkan pengendapan sehingga unsur besi dalam berbagai peruntukan air cenderung dibatasi (Slamet, 1996).

(15)

e) Mangan (Mn)

Mn adalah logam berwarna abu-abu keperakan. Keberadaan Mn di alam jarang sekali berada dalam keadaan unsur, umumnya berada dalam keadaan senyawa dengan berbagai macam valensi. Hubungannya Mn dengan kualitas air yang sering dijumpai adalah senyawa mangan dengan valensi 2, valensi 4, dan valensi 6. Mangan di dalam senyawa MnCO3,

Mn(OH)2 mempunyai valensi dua, zat tersebut relatif sulit larut dalam air,

tetapi untuk senyawa Mn seperti garam MnCl2, MnSO4,

Mn(NO3)2 mempunyai kelarutan yang besar di dalam air (Janelle dan Wei,

2004).

Senyawa mangan dan besi di dalam sistem air alami dan juga di dalam sistem pengolahan air, berubah-ubah tergantung derajat keasaman (pH) air. Kandungan Mn yang melebihi ambang batas dapat berakibat kurang baik bagi kesehatan maupun estetika kepada konsumen. Mn dalam air menimbulkan warna ungu/hitam. Kandungan Mn dalam air minum tidak boleh melebihi 0.4 mg/L (Peraturan Menteri Kesehatan RI No.492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum). 3) Parameter Biologi Air

Kualitas air bersih ditentukan dengan keberadaan atau ketidakberadaan bakteri Escherichia coli melalui E. coli Test (Suripin, 2004). Escherichia coli adalah bakteri non-pathogen yang hidup dalam usus binatang berdarah panas. Bakteri ini dalam air biasanya mengeluarkan tinja, sehingga keberadaannya di dalam air dapat dijadikan indikasi keberadaan bakteri pathogen. Organisme pathogen di perairan merupakan indikasi adanya pencemaran air. Oleh karena itu organisme pathogen di perairan harus diketahui. Mengingat tidak mungkin mengindikasikan berbagai macam organisme pathogen, maka pengukurannya menggunakan bakteri E. coli sebagai indikator organisme. Bila dalam sumber air ditemukan bakteri Coliform, maka hal ini merupakan indikasi bahwa sumber tersebut telah mengalami pencemaran oleh kotoran manusia/hewan (Suriawira, 1996). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, standar

(16)

E. coli dan total bakteri Coliform pada air minum kadar maksimum yang diperbolehkan 0 jumlah per 100 ml sampel.

Penyediaan air bersih untuk kebutuhan rumah tangga pada dasarnya memerlukan air yang langsung dapat diminum (portable water). Air tersebut seharusnya tidak berwarna, tidak berbau, dan berasa segar (Suripin, 2004). Persyaratan kualitas air minum menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum Tabel 4. Tabel 4. Parameter Wajib Persyaratan Kualitas Air Minum

No Jenis Parameter Satuan Kadar Maksimum

yang diperbolehkan 1 Parameter yang berhubungan langsung

dengan kesehatan

a. Parameter Mikrobiologi

1) E. coli

2) Total bakteri Coliform b. Kimia an-organik 1) Arsen 2) Fluorida 3) Total Kromium 4) Kadmium 5) Nitrit, (Sebagai NO2 -) 6) Nitrat, (Sebagai NO3-) 7) Sianida 8) Selenium Jumlah per 100 ml sampel Jumlah per 100 ml sampel mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L 0 0 0.01 1.5 0.05 0.003 3 50 0.07 0.01 2 Parameter yang tidak langsung

berhubungan dengan kesehatan a. Parameter Fisik

1) Bau 2) Warna

3) Total zat padat terlarut (TDS) 4) Kekeruhan 5) Rasa 6) Suhu b. Parameter Kimia 1) Alumunium 2) Besi 3) Kesadahan 4) Khlorida 5) Mangan 6) pH 7) Seng 8) Sulfat 9) Tembaga 10) Amonia - TCU mg/L NTU - 0 C mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L - mg/L mg/L mg/L mg/L Tidak berbau 15 500 5 Tidak berasa Suhu udara ± 3 0.2 0.3 500 250 0.4 6.5-8.5 3 250 2 1.5

(17)

3. Eceng gondok

a. Klasifikasi Eceng gondok

Eceng gondok merupakan tanaman asli Brazil yang didatangkan ke Indonesia tahun 1894 untuk melengkapi koleksi tanaman di Kebun Raya Bogor. Tanaman ini telah menyebar ke seluruh perairan yang ada, baik waduk, rawa, maupun sungai di perairan Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan daerah lainnya (Suprapti, 2008).

Klasifikasi eceng gondok menurut Lawrence (1994) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Phanerogamae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Alismatales Famili : Pontederiaceae Genus : Eichornia

Spesies : Eichornia crassipes (Mart.) Solms k

Gambar 2. Eceng gondok

(Sumber: https://www.google.co.id/Gambar+Eichornia+crassipes, 2015)

Eceng gondok termasuk dalam genus Eichornia, famili Pontederiaceae, kelas Monocotyledonae, dan divisi phanerogamae (Gerbano dan Siregar, 2005). Eceng gondok merupakan tanaman yang hidup mengapung di air dan

kadang-Keterangan: 1 Bunga 2 Daun 3 Tangkai Daun 4 Akar 1 2 3 4

(18)

kadang berakar dalam tanah. Tingginya sekitar 0.4-0.8 meter. Tidak mempunyai batang, daunnya tunggal, dan berbentuk oval. Ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin, mengkilap, dan berwarna hijau. Daun eceng gondok tergolong dalam mikrofita yang terletak di atas permukaan air, yang di dalamnya terdapat lapisan rongga udara dan berfungsi sebagai alat pengapung tumbuhan. Zat hijau daun (klorofil) eceng gondok terdapat dalam sel epidermis. Di permukaan atas daun dipenuhi oleh mulut daun (stomata) dan bulu daun. Rongga udara yang terdapat dalam akar, tangkai daun, dan daun selain sebagai alat penampungan juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan O2

dari proses fotosintesis. Oksigen hasil dari fotosintesis ini digunakan untuk respirasi tumbuhan di malam hari dengan menghasilkan CO2 yang akan terlepas

ke dalam air.

Tangkai daun memanjang, berbentuk silindris, dengan diameter 1-2 cm. Tangkai ini mengandung air yang dibalut serat yang kuat dan lentur. Tangkai berbentuk bulat menggelembung yang di dalamnya penuh dengan udara yang berperan untuk mengapungkan tumbuhan di permukaan air. Lapisan terluar petiole adalah lapisan epidermis, kemudian di bagian bawahnya terdapat jaringan tipis sklerenkim dengan bentuk sel yang tebal disebut lapisan parenkim, kemudian di dalam jaringan ini terdapat jaringan pengangkut (xylem dan floem). Rongga-rongga udara dibatasi oleh dinding penyekat berupa selaput tipis berwarna putih.

Bunganya termasuk bunga majemuk dengan jumlah 10-35 tangkai dengan daun pelindung duduknya sangat rapat (dekat), yang terbawah memiliki helaian kecil dan pelepah berbentuk tabung, poros bulir persegi (Steenis, et al., 1975). Bunga eceng gondok berbentuk bulir dan mempunyai tangkai yang panjang serta mempunyai dua daun pembalut. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya berbentuk kapsul dengan tiga ruang, biji mempunyai kulit biji yang keras (Matthews, 1967).

Akarnya merupakan akar serabut. Bagian akar eceng gondok ditumbuhi dengan bulu-bulu akar yang berserabut, berfungsi sebagai pegangan atau jangkar tumbuhan. Sebagian besar peranan akar untuk menyerap zat-zat yang diperlukan tumbuhan dari dalam air. Pada ujung akar terdapat kantung akar yang berwarna merah di bawah sinar matahari. Susunan akarnya dapat mengumpulkan lumpur

(19)

atau partikel-partikel yang terlarut dalam air. Akar tanaman ini mampu menetralisir air yang tercemar limbah sehingga seringkali dimanfaatkan untuk penanganan limbah industri.

Eceng gondok memiliki keunggulan dalam kegiatan fotosintesis, penyediaan oksigen, dan penyerapan sinar matahari. Bagian dinding permukaan akar, tangkai daun, dan daunnya memiliki lapisan yang sangat peka sehingga pada kedalaman yang ekstrem sampai 8 meter di bawah permukaan air masih mampu menyerap sinar matahari serta zat-zat yang larut di bawah permukaan air. Akar, tangkai daun, dan daunnya juga memiliki kantung-kantung udara sehingga mampu mengapung di air. Keunggulan lain dari eceng gondok adalah berpotensi untuk menurunkan Fe, Zn, Mn, dan Al dari air limbah (Haryanti et al., 2009). Eceng gondok mampu mentolerir adanya Fe, Zn, Mn, dan Al dalam limbah sehingga tanaman tetap tumbuh dan beradaptasi dengan medium tersebut. Santoso (1990) menyatakan bahwa unsur-unsur hara tanaman seperti N, P, dan K cukup tersedia pada limbah-limbah tersebut, sehingga energi untuk pembelahan mitosis dan pemanjangan sel cukup. Eceng gondok juga dapat digunakan sebagai komponen utama pembersih air limbah dari berbagai industri dan rumah tangga. Karena kemampuannya yang besar, tanaman ini diteliti oleh NASA untuk digunakan sebagai tanaman pembersih air di pesawat ruang angkasa (Little, 1979; Thayagajaran, 1984).

Menurut Zimmel et al., (2006); Tripathi dan Shukla (1991) eceng gondok juga dapat digunakan untuk menurunkan konsentrasi COD dari air limbah. Tingginya konsentrasi zat organik dalam limbah cair tahu termasuk kandungan amoniak akan menyebabkan terjadi penurunan kandungan oksigen dalam air sehingga kebutuhan oksigen biologi dan kebutuhan oksigen kimia dalam perairan tinggi. Pada akar eceng gondok memiliki mikrobia rhizofera yang mampu mereduksi bahan organik dan anorganik dalam air dan menguraikannya dari senyawa komplek menjadi senyawa sederhana. Eceng gondok memanfaatkan bahan organik untuk proses fotosintesis dari hasil penguraian oleh bakteri. Seiring dengan berlangsungnya proses fotosintesis dan penguraian maka terjadi juga proses penurunan konsentrasi zat organik dalam limbah dan oksigen dari hasil

(20)

fotosintesis eceng gondok meningkat. Peningkatan oksigen terlarut dalam air berpengaruh pada penurunan kadar COD.

b. Pertumbuhan Eceng gondok

Eceng gondok pada umumnya tumbuh mengapung di atas permukaan air dan lahan-lahan basah atau di antara tanaman-tanaman pertanian yang dibudidayakan di lahan basah. Tanaman ini banyak dijumpai di daerah rendah di pinggiran sawah, danau, waduk, rawa, dan di kawasan industri di pinggir sungai dari hulu sampai hilir (Gerbono dan Siregar, 2005; Thayagajaran, 1984). Tanaman ini hidup di daerah tropis maupun subtropis. Eceng gondok digolongkan sebagai gulma perairan yang mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan dan berkembangbiak secara cepat. Tempat tumbuh yang ideal bagi eceng gondok adalah perairan yang dangkal dan berair keruh, dengan suhu berkisar antara 28-300C dan kondisi pH berkisar 4-12. Di perairan yang dalam dan berair jernih di dataran tinggi, tanaman ini sulit tumbuh. Eceng gondok mampu menghisap air dan menguapkanya ke udara melalui proses evaporasi.

Eceng gondok berkembangbiak dengan sangat cepat, baik secara vegetatif maupun generatif. Perkembangbiakan dengan cara vegetatif dapat melipat ganda dalam waktu 7-10 hari (Suprapti, 2008). Kondisi optimum bagi perkembangannya memerlukan kisaran waktu antara 11-18 hari. Pertumbuhannya sangat cepat dan menimbulkan berbagai masalah. Kondisi merugikan yang timbul sebagai dampak pertumbuhan eceng gondok yang tidak terkendali diantaranya adalah (Siswoyo, 2011):

1) Meningkatnya evapontranspirasi (penguapan dan hilangnya air melalui daun-daun tanaman), karena daun-daun-daun-daunnya yang lebar dan serta pertumbuhannya yang cepat.

2) Menurunnya jumlah cahaya yang masuk ke dalam perairan sehingga menyebabkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air DO (Dissolved Oxygens).

3) Mengganggu lalu lintas (transportasi) air, khususnya bagi masyarakat yang kehidupannya masih tergantung dari sungai seperti di pedalaman Kalimantan dan beberapa daerah lainnya.

(21)

5) Menurunkan nilai estetika lingkungan perairan.

Syarat pertumbuhan yang optimum bagi eceng gondok adalah air yang dangkal, ruang tumbuh luas, air tenang, cukup cahaya matahari, suhu antara 20-300C, cukup unsur hara, dan pH antara 7-7.5. Eceng gondok memanfaatkan kedalaman air secara terbatas yakni antara 2-3 meter. Namun di daerah tropis ada kemungkinan sampai sedalam 5 meter. Hal ini disebabkan penetrasi cahaya matahari hanya akan terjadi pada kedalaman 2-3 meter atau paling banyak 5 meter di bawah permukaan air. Kedalaman air tidak mempengaruhi produksi biji. Eceng gondok tetapi mempengaruhi perkecambahan biji. Prosentase perkecambahan biji Eceng gondok yang dibenamkan beberapa sentimeter di dalam lumpur menjadi menurun jika dibandingkan dengan yang diletakkan di permukaan lumpur. Ketenangan air merupakan faktor yang sangat penting untuk memungkinkan pertumbuhan massal dari eceng gondok. Keadaan air yang bergolak karena mengalir atau bergelombang karena angin dapat menghambat pertumbuhan eceng gondok.

c. Manfaat Eceng gondok

Eceng gondok merupakan tumbuhan air tawar yang dikenal sebagai gulma. Tumbuhan ini banyak ditemukan di Indonesia khususnya di perairan. Eceng gondok menghasilkan bahan organik yang mempercepat proses pendangkalan, juga mengurangi produksi ikan karena kerapatan tumbuhan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam air dan menghambat proses aerasi. Pertumbuhan eceng gondok yang sangat pesat, selain menimbulkan masalah juga bermanfaat. Eceng gondok dapat dimanfaatkan dalam beberapa hal, diantaranya: 1) Bahan baku produk kerajinan anyaman

Tangkai daun eceng gondok dapat dijadikan sebagai bahan baku produk kerajinan anyaman yang dapat dikomersialkan. Hanya dengan berbekal keterampilan yang mudah dipelajari, didukung dengan kemauan, kreatifitas, dan seni, maka eceng gondok dapat diolah menjadi kerajinan tas, sepatu, sandal, keranjang, tempat tissue bahkan dapat dibuat mebel seperti kursi, meja, dan sofa. Bagian tumbuhan eceng gondok dikeringkan terlebih dahulu kemudian diolah menjadi berbagai macam kerajinan yang memiliki nilai jual.

(22)

2) Alternatif pembuatan bioetanol

Eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pembuatan bioetanol. Kandungan selulosa dan senyawa organik pada eceng gondok berpotensi memberikan nilai kalor yang cukup baik. Dengan demikian bioetanol dari eceng gondok ini dapat dimanfaatan sebagai bahan bakar alternatif, disamping itu dapat membuat dampak baik bagi lingkungan (Barus, 2004).

3) Eceng gondok sebagai serat alami

Eceng gondok adalah salah satu bahan serat alami yang belum banyak termanfaatkan. Eceng gondok yang mulanya adalah tanaman gulma di daerah perairan kini sedang dikembangkan untuk bahan baku industri serat tekstil. Pemanfaatan tanaman gulma ini dapat dinilai ekonomis karena ketersediannya yang cukup melimpah di alam Indonesia. Kandungan serat pada eceng gondok mencapai 20% dari berat keringnya. Dengan kondisi seperti itu, maka serat Eceng gondok berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan komposit tekstil. Dibandingkan dengan penghasil serat lain, eceng gondok tidak berkedudukan sebagai komoditas primer masyarakat pada umumnya (seperti papan, sandang, dan pangan) karena pada dasarnya eceng gondok berupa gulma. Sebut saja serat nanas (untuk pangan), serabut kelapa (untuk arang/briket), serat bambu (media pengganti kayu, biasanya digunakan untuk dinding rumah, pagar, atap, industri kerajinan, dll), serat kapas (produksi kapas sedang menurun dan harus bersaing dengan industri tekstil yang telah mapan). Dalam hal ini, kita tidak perlu khawatir bahwa meningkatnya konsumsi eceng gondok akan mengganggu stabilitas papan, sandang, atau pangan yang sangat penting bagi masyarakat.

4) Fitoremediasi

Fitoremediasi adalah upaya penggunaan tanaman dan bagian-bagiannya untuk dekontaminasi limbah dan masalah-masalah pencemaran lingkungan baik secara ex-situ menggunakan kolam buatan atau reaktor maupun in-situ (langsung di lapangan) pada tanah atau daerah yang terkontaminasi limbah (Subroto, 1996). Pencucian polutan dalam fitoremediasi dapat dimediasi oleh tumbuhan, termasuk pohon, rumput-rumputan, dan tumbuhan air.

(23)

Strategi fitoremediasi yang sudah digunakan secara komersial maupun masih dalam taraf riset yaitu strategi berlandaskan pada kemampuan mengakumulasi kontaminan (phytoextraction) atau pada kemampuan menyerap dan mentranspirasi air dari dalam tanah. Kemampuan akar menyerap kontaminan dari air tanah (rhizofiltration) dan kemampuan tumbuhan dalam memetabolisme kontaminan di dalam jaringan (phytotransformation) juga digunakan dalam strategi fitoremediasi. Fitoremediasi juga berlandaskan pada kemampuan tumbuhan dalam menstimulasi aktivitas biodegradasi oleh mikrob yang berasosiasi dengan akar (phytostimulation) dan imobilisasi kontaminan di dalam tanah oleh eksudat dari akar (phytostabilization) serta kemampuan tumbuhan dalam menyerap logam dari dalam tanah dalam jumlah besar dan secara ekonomis digunakan untuk meremediasi tanah yang bermasalah (phytomining) (Chaney, 1995).

Eceng gondok sebagai fitoremediasi dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas air yang tercemar, khususnya terhadap limbah domestik dan industri, sebab eceng gondok memiliki kemampuan menyerap zat pencemar yang lebih baik dibandingkan jenis tumbuhan lainnya. Menurut Sriyana (2006), eceng gondok dapat menyerap zat organik melalui ujung akar. Zat–zat organik yang terserap akan masuk ke dalam tangkai daun melalui pembuluh pengangkut kemudian menyebar ke seluruh bagian tanaman eceng gondok. Pada proses ini zat organik akan mengalami reaksi biologi dan terakumulasi di dalam tangkai daun tanaman, kemudian diteruskan ke daun. Lapisan epidermis pada eceng gondok tidak berfungsi sebagai alat perlindungan jaringan, tetapi berfungsi untuk mengabsorbsi gas-gas dan zat-zat makanan secara langsung dari air. Jaringan di sebelah dalam banyak terdapat jaringan pengangkut yang terdiri dari xylem dan floem, dengan letak yang tersebar merata di dalam parenkim (Widyaningsih, 2007).

Banyak peneliti melaporkan bahwa eceng gondok dapat menyerap zat pencemar dalam air dan dapat dimanfaatkan untuk mengurangi beban pencemaran lingkungan. Tercatat bahwa dalam waktu 24 jam eceng gondok mampu menyerap logam Cd, Hg, dan Ni sebesar 1.35 mg/g, 1.77 mg/g, dan 1.16 mg/g bila logam itu berada dalam keadaan tidak tercampur dan menyerap

(24)

Cd 1.23 mg/g, Hg 1.88 mg/g, dan Ni 0.35 mg/g berat kering apabila logam-logam itu berada dalam keadaan tercampur dengan logam-logam lain dalam air (Aningsih, 1991).

Eceng gondok adalah salah satu jenis tanaman mengapung (floating) yang dapat digunakan untuk pengolahan limbah karena tingkat pertumbuhan tanaman yang tinggi dan kemampuannya dalam menyerap hara langsung dari kolam air (Suryati dan Priyanto, 2003). Filtrasi, adsorpsi padatan tersuspensi, dan pertumbuhan mikroba pada akarnya dapat menghilangkan unsur-unsur hara dari air.

Eceng gondok merupakan tumbuhan yang sangat toleran terhadap kadar unsur hara yang rendah dalam air, tetapi respon terhadap kadar unsur hara yang tinggi juga sangat besar. Pertumbuhan eceng gondok dipengaruhi oleh pH. Pada pH sekitar 7.0-7.5, eceng gondok mempunyai pertumbuhan yang lebih baik. Pada pH di bawah 4.2 dapat meracuni pertumbuhan eceng gondok, sehingga eceng gondok mati. Eceng gondok dapat dimanfaatkan untuk proses pemulihan lingkungan. Pemanfaatan tumbuhan dalam aktivitas kehidupan manusia untuk proses pemulihan lingkungan yang tercemar dengan menggunakan tumbuhan telah dikenal luas dengan istilah fitoremediasi (phytoremediation). Proses dalam sistem ini berlangsung secara alami dengan enam tahap proses secara serial yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan/pencemar yang berada di sekitarnya. Menurut Mangkoedihardjo (2005) keenam tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

1) Phytoaccumulation (phytoextraction) yaitu proses tumbuhan menarik zat kontaminan dari media sehingga berakumulasi di sekitar akar tumbuhan. Proses ini disebut juga hyperaccumulation.

2) Rhizofiltration (rhizo=akar) adalah proses adsorpsi atau pengendapan zat kontaminan oleh akar dengan cara menempel pada akar. Proses ini telah dibuktikan dengan percobaan menanam bunga matahari pada kolam mengandung zat radio aktif di Chernobyl, Ukraina.

3) Phytostabilization yaitu penempelan zat-zat kontaminan tertentu pada akar yang tidak mungkin terserap ke dalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut

(25)

menempel erat pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air dalam media.

4) Rhyzodegradation yaitu penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas mikroba yang berada di sekitar akar tumbuhan. Misalnya ragi, fungi, dan bakteri. Oksigen hasil fotosintesis di daun dan tangkai daun ditransfer ke akar yang permukaannya luas sehingga membuat rizhosfer menyediakan lingkungan mikro dengan kondisi yang kondusif bagi bakteri nitrit. Hal tersebut menyebabkan aktivitas dekomposisi oleh bakteri nitrit yaitu perubahan amoniak menjadi nitrat lebih meningkat (Fitter dan Hay, l989). 5) Phytodegradation (phytotransformation) yaitu proses yang dilakukan

tumbuhan untuk menguraikan zat kontaminan yang mempunyai rantai molekul yang kompleks menjadi molekul yang sederhana yang dapat berguna bagi pertumbuhan tumbuhan itu sendiri. Proses ini dapat berlangsung pada daun, batang, akar atau di luar sekitar akar dengan bantuan enzim yang dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri.

6) Phytovolatilization yaitu proses menarik dan transpirasi zat kontaminan oleh tumbuhan dalam bentuk yang telah menjadi larutan terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya lagi untuk selanjutnya diuapkan ke atmosfer. Beberapa tumbuhan dapat menguapkan air 200-1000 liter per hari untuk setiap batang.

Eceng gondok dapat menyerap zat organik melalui ujung akar. Zat–zat organik yang terserap akan masuk ke dalam tangaki daun melalui pembuluh pengangkut kemudian menyebar ke seluruh bagian tanaman eceng gondok. Pada proses ini zat organik akan mengalami reaksi biologi dan terakumulasi di dalam batang tanaman, kemudian diteruskan ke daun (Sriyana, 2006).

4. Asas-asas Lingkungan

Lingkungan terdiri dari komponen abiotik, biotik, dan kultur yang saling terkait satu dengan lainnya. Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (Undang-Undang Republik Indonesia No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). Kondisi dan tata hubungan

(26)

antara komponen lingkungan menganut asas tertentu. Asas-asas lingkungan terdiri dari 14 asas yang terbagi dalam 4 kelompok, yaitu: a. Asas 1-6 mengenai sumber daya alam, b. Asas 6-8 mengenai keanekaragaman, c. Asas 9-12 mengenai stabilitas ekonomi, d. Asas 13-14 mengenai populasi (Sastrawijaya, 2000).

Asas lingkungan yang berkaitan dengan penelitian ini adalah asas ke-1 mengenai energi tak pernah hilang hanya berubah dan asas ke-4 mengenai kejenuhan dan ketidak jenuhan.

a. Asas ke-1

Semua energi yang memasuki sebuah organisme hidup, populasi atau ekosistem dapat dianggap sebagai energi yang tersimpan atau terlepaskan. Energi dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain tetapi tidak dapat hilang, dihancurkan atau diciptakan. Asas ini menjelaskan bahwa energi yang masuk dalam individu, populasi atau ekosistem dianggap sebagai energi yang tersimpan atau terlepaskan. Pada penelitian ini eceng gondok mempunyai kemampuan sebagai biofilter karena pada akar eceng gondok terdapat mikrobia rhizosfera yang dapat mereduksi bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut di dalam air dengan cara menyerapnya dari perairan dan sedimen kemudian mengakumulasikan bahan terlarut tersebut kedalam struktur tubuhnya sebagai sumber nutrisi. Eceng gondok memanfaatkan bahan organik untuk proses fotosintesis dari hasil penguraian oleh bakteri.

b. Asas ke-4

Kemampuan lingkungan untuk menyokong suatu materi ada batasnya. Untuk semua kategori sumber alam, jika pengadaanya sudah optimum, pengaruh kenaikan menurun dengan penambahan sumber alam itu sampai ke suatu tingkat maksimum. Asas ini menjelaskan bahwa penggunaan sumber daya alam hingga melebihi batas maksimal ini tidak ada pengaruh yang menguntungkan lagi. Dalam penelitian ini, kemampuan eceng gondok dalam menyerap logam Fe dan Mn ada batasnya. Penambahan berbagai parameter hingga mencapai maksimal justru akan menurunkan kemampuan eceng gondok dalam menyerap logam Fe dan Mn karena kenaikan pengadaanya yang melebihi batas maksimal justru akan merusak disebabkan kesan peracunan dari penjenuhan Fe dan Mn.

(27)

B. Kerangka Berpikir

Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan, baik manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Permasalahan terkait dengan air sebagai kebutuhan pokok kehidupan sehari-hari, baik sebagai air minum, air bersih, industri, dan irigasi terletak pada kuantitas dan kualitasnya. Kualitas air minum merupakan salah satu aspek yang sangat penting. Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Kualitas air harus memenuhi syarat kesehatan yang meliputi persyaratan fisika, kimia, dan biologi (Peraturan Menteri Kesehatan RI No.492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum).

Air sumur sebagai salah satu air bawah tanah hingga saat ini masih digunakan kebanyakan masyarakat sebagai sumber air untuk keperluan sehari-hari dan untuk kebutuhan lainnya. Kualitas air tanah pada sumur gali yang dimanfaatkan oleh sebagian penduduk yang bertempat tinggal di daerah Kelurahan Telukan, Kecamatan Grogol Sukoharjo tidak begitu baik. Berkaitan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan analisis kualitas air sumur. Ketergantungan masyarakat pada air sumur dengan kualitas air yang buruk diperlukan suatu upaya perbaikan kualitas air. Salah satu upaya perbaikan kualitas air yang buruk yaitu dengan fitoremediasi.

Fitoremediasi adalah pemanfaatan tanaman, mikroorganisme untuk meminimalisasi dan mendetoksifikasi polutan. Eceng gondok merupakan salah satu tanaman fitoremediasi mampu menyerap zat organik, anorganik, serta logam berat lain yang merupakan bahan pencemar (Enein et al., 2011). Proses fitoremediasi berlangsung secara alami dengan enam tahap proses secara serial yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan/ pencemar yang berada disekitarnya yaitu: phytoaccumulation (phytoextraction), rhizofiltration, phytostabilization, rhyzodegradation, phytodegradation, phytovolatilization. Pemanfaatan eceng gondok diharapkan dapat memperbaiki kualitas air sumur di Kelurahan Telukan, Kecamatan Grogol Sukoharjo. Secara sederhana kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

(28)

Gambar 3. Kerangka Berpikir

C. Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran, maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Kualitas air sumur di Kelurahan Telukan, Kecamatan Grogol Sukoharjo tercemar, yang ditandai dengan air berwarna keruh, menimbulkan kerak berwarna kuning, berbau, dan berasa asin.

2. Ada pengaruh pemanfaatan eceng gondok terhadap peningkatan kualitas air sumur di Kelurahan Telukan, Kecamatan Grogol Sukoharjo.

Tercemar

 Air sumur keruh, terasa asin, menimbulkan kerak/ endapan berwarna kuning pada wadah air (Survei pendahuluan Maret 2014).

 Air sumur berasa (Pendataan Profil Desa dan Tingkat Perkembangan Desa, 2013).

 Bau, TDS, Kekeruhan, Fe, dan Mn melebihi baku mutu (Hasil Analisis Uji Pendahuluan, 2014).

 Lapisan air asin bawah tanah menyebar merata pada daerah Telukan dari arah Barat-Timur/Utara-Selatan dgn kedalaman berkisar 20-30 m dari permukaan dan dgn kedalaman sekitar 100 m (Pembela (2005).

Eceng gondok sebagai Fitoremediator Air Sumur

Peningkatan Kualitas Air Sumur Tidak tercemar

 Memenuhi baku mutu untuk air minum, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI

No.492/Menkes/Per/IV/2010.

 Suhu  pH  Cahaya Bahan Baku Air Minum

Gambar

Gambar 1. Siklus Hidrologi
Gambar 2. Eceng gondok
Gambar 3. Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Jika pandangan aliran hukum positif ini dihubungkan dengan hukum internasional, maka hukum internasional berlaku dan mengikat masyarakat internasional,

Dengan begitu, Woods merupakan pegolf termuda yang mampu meraih 60 gelar selama ini.. Sebelumnya, Sam Snead tercatat sebagai

leher yang dimainkan dengan memetik senarnya. Alat-alat musik tradisional Simalungun ini pada umumnya digunakan untuk upacara-upacara tertentu yang disesuaikan berdasarkan

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2015 Tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit.. Departemen Kesehatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara batang sengon yang berasal dari Wamena yang kemungkinan tahan karat tumor dengan batang sengon yang berasal dari Solomon yang

Saran yang diberikan dalam penelitian ini antara lain perlu dipikirkan strategi kebijakan ekspor yang berkesinambungan yang sesuai dengan tujuan nasional pembangunan

Kejadian myoma uteri yang ditemukan di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta lebih banyak terjadi pada wanita yang beresiko yaitu usia 35-50 tahun, sama hal dengan tinjauan

Perlu perbaikan perbaikan :: Langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar dan atau tidak sesuai Langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar dan atau tidak sesuai urutannya atau