• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keyword: entrepreneurship, language skill, free rethoric, string rethoric

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keyword: entrepreneurship, language skill, free rethoric, string rethoric"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

WIRAUSAHA BERBASIS KETERAMPILAN BERBAHASA Kasus Pranata Adicara Upacara Pengantin Jawa

(dimuat di Jurnal UNS) Oleh

Suwarna

suwarnadr@uny.ac.id. Universitas Negeri Yogyakarta Abstract

Language skill can develop the entrepreneurship. Specially for the ceremony of Java wed, entrepreneurship base on the skill have language skill ( master of ceremony: MC) will be continued to expand. To develop the entrepreneurship, MC require to have ( 2) elements of language competence, art, and culture like language stratification, diction, rhyme, Javanese song, tembang gending, suluk, poetry, wangsalan, sengkalan, displace the code and mingle the code, and language style; free rethoric ( like narasi lamba, penjanturan, and

pencandaraan) and string rethoric like pathetan, suluk, sendhon, ada-ada, Javanese song, and tembang gending, and ( 3) partner of effort.

Keyword: entrepreneurship, language skill, free rethoric, string rethoric A. Pendahuluan

Judul tersebut menimbulkan pertanyaan yang menggelitik, “Dapatkah keterampilan berbahasa sebagai sarana untuk berwirausaha? Jika dapat, bagaimana caranya?” Selama ini yang ada di benak kita, apabila ada kata berbicara bisnis hampir selalu dikaitkan dengan bidang ekonomi dan teknologi. Dengan kata lain, apabila kita akan berbisnis, kita harus terjun di bidang ekonomi dan teknologi. Mampukah keterampilan berbahasa ikut menerobos dan mengambil peran pada kedua bidang tersebut?

Dalam uraian tulisan yang dimaksud keterampilan berbahasa mengarah pada keterampilan wicara, khususnya keterampilan wicara berbahasa Jawa. Singkatnya, dapatkah keterampilan berbahasa Jawa dijadikan sarana untuk berwirausaha? Mungkin pertanyaan ini tidak membumi (ngayawara). Namun, kita boleh saja bermimpi karena mimpi itu akan membawa pada kenyataan.

Salah satu bentuk keterampilan wicara berbahasa Jawa adalah keterampilan menjadi pewara berbahasa Jawa (pranatacara, pranata adicara). Keterampilan pranata adicara merupakan bagian keterampilan berbahasa. Secara sekilas keterampilan berbaha ini tidak terkait dengan bidang ekonomi dan teknologi. Namun keterampilan pranata adicara dapat berkolaborasi dengan bidang ekonomi dan teknologi dalam hal tertentu. Hal tertentu yang dimaksud adalah pada upacara pengantin Jawa –yang notabene termasuk bidang budaya-. Kegiatan budaya –upacara pengantin- malah selalu terkait dengan bidang ekonomi dan teknologi. Bidang ekonomi yang dimaksud mengacu pada bisnis tata rias dan busana pengantin, bisnis boga, dan dekorasi. Bidang teknologi terkait dengan entertainment (sound system, musik, tata lampu, video shoting, fotograf). Dengan kata lain, keterampilan pranata adicara dapat menyatu/berkolaborasi dengan bidang lain. Kesatuan itu disebut showbis entertainment.

Pertanyaannya dapatkah wirausaha berbasis keterampilan berbahasa itu bertahan dan dikembangkan? Dengan semangat optimis pertanyaan ini dapat dijawab. Ada 11 latar belakang bahwa wirausaha berbasis keterampilan wicara berbahasa Jawa dapat terus bertahan dan berkembang.

(2)

1. Selama manusia ada, selama itu pula upacara pengantin terjadi. Upacara pengantin –saya yakin- tidak akan musnah. Bahkan pada zaman yang semakin modern ini upacara pengantin Jawa juga semakin modern dengan berbagai variasi dan modifikasi pengembangan menyesuaikan dengan kehendak zaman –nut ing jaman kelakone-.

2. Semakin banyak orang tidak tahu budaya Jawa (upacara pengantin), keberadaan pranata adicara semakin dibutuhkan karena prana adicara akan menjadi nara sumber sekaligus praktisi dalam upacara pengantin.

3. Semakin banyak orang tidak dapat berbahasa Jawa dengan baik dan benar, pranata adicara semakin dibutuhkan karena dalam upacara pengantin dibutuhkan ragam khusus (register) bahasa Jawa yang berbeda dengan bahasa Jawa sehari-hari.

4. Semakian orang sibuk, keberadaan pranata adicara semakin dibutuhkan karena dimintai sebagai pendukung dalam pengurusan berbagai upacara pengantin (terutama pada acara).

5. Semakin ingin sukses dalam upacara pengantin, pranata adicara semakin dibutuhkan. Menjadi pengantin hanya sekali seumur hidup (cita-cita), maka harus sukses. Jika gagal, kekecewaan juga dikenang seumur hidup. Maka harus suskes, pranata adicara dibutuhkan.

6. Semakin banyak gedung pertemuan, hotel, restoran penyelenggara upacara pengantin, pranata adicara semakin dibutuhkan.

7. Semakin banyak perumahan, semakin banyak banyak gedung pertemuan untuk upacara pengatin. Karena perumahan pada umumnya tidak luas, sedangkan upacara pengantin membutuhkan tempat luas, maka banyak gedung pertemuan, hotel, restoran, bahkan sekarang berkembang di out door (taman, kebun).

8. Semakin ingin praktis, pranata adicara semakin dibutuhkan. Banyak yang menghendaki upacara pengantin secara praktis, tidak bertele-tele/berlama-lama, maka pranata adicara melaksanakan berbagai tugas profesional demi kperaktisan acara, misal memberikan kata sambutan, memimpin rapat, lobi-lobi bisnis, dsb.

9. Semakin individual, pranata adicara semakin dibutuhkan. Individual merupakan salah satu sifat manusia dan karakteristik orang modern –tidak ingin merepotkan orang lain-, maka segala kegiatan upacara pengantin diserahkan kepada yang profesional, termasuk pranata adicara.

10. Untuk menunjukkan jatidiri, upacara pengantin Jawa semakin eksis, yang berarti pranata adicara semakin dibutuhkan.

11. Hasrat untuk melestarikan budaya, upacara pengantin Jawa terus bertahan, yang berarti pranata adicara tetap dibutuhkan.

B. Pembahasan

1. Unsur Wirausaha Berbahasa

Dua unsur pokok dalam wirausaha berbasis keterampilan berbahasa adalah bahasa dan wicara. Unsur bahasa yang diberdayakan antara lain unggah-ungguh, diksi, persajakan, tembang, tembang gending, suluk, pantun, wangsalan, sengkalan, alih kode dan campur kode, dan gaya bahasa. Pemberdayaan wicara mengacu pada ragam wicara, ragam tutur, atau olah vokal (Suwarna, 2009a, Roach, 2002). Semua itu dapat disebut retorika, yakni menyampaikan tuturan (secara lisan) dengan bahasa indah (Beebe & Beebe, 1994, Lucas, 1989)..

Wirausaha unggah-ungguh mengacu pada penggunaan bahasa Jawa ragam krama. Ragam krama paling banyak digunakan dalam wirausaha berbasis

(3)

keterampilan berbicara. Dengan kata lain ragam krama paling produktif. Ragam ngoko dalam upacara pengantin juga sering digunakan, terutama dalam pencandraan dan penjaturan.

Diksi sangat dipengaruhi oleh konteks. Konteks resepsi pengantin Jawa sangat kompleks. Ada berbagai hal yang mempengaruhi konteks antara lain acara resepsi pengantin Jawa, derajat, pangkat, kedudukan pemangku hajat, jati diri pengantin, busana yang dikenakan pengantin, dan pendukungnya (penerima tamu dan among tamu, petugas buku tamu, pager ayu pager bagus), agama, jenis para tamu (derajat, pangkat, kedudukan, asal daerah, pekerjaan), tempat resepsi pengantin, makanan, nuansa resepsi, musik iringan, dan sebagainya. Semua itu mempengaruhi pilihan dan penggunaan kata oleh pewara.

Karakteristik diksi kepewaraan dalam resepsi pengantin Jawa ditandai oleh lain produktivitas pemakaian (1) kata-kata Kawi, (2) sinonim, (3) perifrasis, (4) persajakan, (5) imbuhan Kawi (sisipan √um, √in), dan (6) awalan {ha-}.

Penggunaan kata-kata atau frase bersinonim juga produktif dalam ragam bahasa kepewaraan dalam resepsi pengantin Jawa. Sebagai contoh perifrasis buku nikah dibuat frase pustaka pikukuhing palakrama, dhaup diganti frase hanambut guna talining hakrama, potret diganti frase tedhak citra, tedhak sungging, cinitra ing gambar foto, citra pinilih, cinitra gambar winangun. Mobil diganti dengan rata kencana ingkang gumarenggeng hambrengengeng kadya sasra bremara. Hal demikian biasa digunakan dalam penjanturan dan pencandraan. Penjanturan adalah mendeskripsikan sesuatu secara indah, tetapi yang dideskripsikan hanya ada di dalam angan-angan (unobservable) pewara seperti harapan kehidupan yang bahagia, mecapai cita-cita, uraian petuah, dan sebagainya. Pencandraan yakni melukiskan sesuatu dengan bahasa Jawa yang indah, yang dideskripkan kelihatan (observable) seperti pakaian, gedung, taman, busana, dan hiasan. Keindahan tersebut (suara dan bahasa) menunjukkan bahwa pewara mampu beretnopuitika (Kadarisman, 1999).

Tembang adalah puisi terikat yang dituturkan dengan cara dilagukan. Pada umumnya tembang yang dilantunkan oleh pewara adalah tembang macapat. Ragam bahasa kepewaraan dalam resepsi pengantin Jawa juga ditandai oleh tembang gending. Tembang gending dilantunkan bersamaan dengan iringan gending atau karawitan. Ada beberapa bentuk tembang gending dalam resepsi pengantin pengantin Jawa.

Suluk juga merupakan penanda ragam bahasa kepewaraan dalam resepsi pengantin Jawa. Suluk dibagi menjadi tiga yaitu pathetan, sendhon, dan ada-ada. Pathetan digunakan untuk membangun suasana tenang, agung, dan syahdu. Pathetan diiringi oleh rebab, gender, gambang, dan suling. Sendhon digunakan untuk membangun suasana sedih atau romantis. Ada-ada digunakan untuk membangun suasana menyentak. Pathetan dilagukan oleh pewara. Irama lagu pathetan diiringi oleh gender, gambang, suling, dan rebab. Pathetan digunakan untuk membangun suasana tenang, agung, dan syahdu. Sendhon merupakan bagian dari suluk untuk membangun suasana sedih, romantis, dan mendekrispikan karakter tokoh. Lagu vokal sendhon diiringi gender, gambang, dan suling. Pengiring sendhon sama dengan pengiring pathetan minus rebab. Ada-ada termasuk dalam suluk atau sulukan. Ada-ada digunakan untuk membangun suasana menyentak. Dalam dunia pewayangan ada-ada diiringi dhodhogan dan keprak. Dalam resepsi pengantin tidak ada dodogan maupun keprak, maka ada-ada cukup dilantunkan oleh pewara.

Ragam bahasa kepewaraan resepsi pengantin Jawa juga ditengarai oleh pantun. Dalam bahasa Jawa pantun disebut parikan. Ada berbagai pantun yakni

(4)

pantun dalam tuturan lamba, pantun dalam tembang, pantun humor, dan pantun plesetan. Pantun berbahasa Jawa (parikan) menjadikan interaksi semakin harmonis antara pewara dengan audien sehingga suasana lebih hidup dan dinamis.

Wangsalan merupakan penanda ragam bahasa kepewaraan dalam resepsi pengantin Jawa. Wangsalan dalam resepsi pengantin terdapat dalam tuturan lamba, wangsalan dalam tembang, dan wangsalan dalam senggakan. Wangsalan memperindah tuturan dan harmonisasi antara pewara dengan swarawati. Bagi pranata adicara, wangsalan menunjukkan tingkat intelektualitas sastra tinggi. Dalam wangsalan pewara bermain kata, mensinergikan situasi, beretoris, yang menyatu dengan tuturan berolah vokal tinggi.

Ragam bahasa kepewaraan dalam resepsi pengantin Jawa juga ditandai oleh penggunaan sengkalan. Sengkalan jarang ditemukan karena membuat sengkalan tidak mudah. Hanya pewara yang memiliki dasar akademis yang memadai yang biasa menggunakan wangsalan. Dengan kata lain hanya pewara berkualitas saja yang sering menggunakan wangsalan.

2. Strategi Pengembangan Wirausaha Berbasis Bahasa a. Gaya Tutur Bebas

Berdasarkan pengamatan dan data retospektif (analitis penulis sebagai praktisi pranata adicara). Ditemukan jenis-jenis gaya tutur bebas dalam ragam bahasa kepewaraan resepsi pengantin Jawa yaitu gaya tutur irama lamba, jantur, candra, pantun, dialog, wangsalan, dan sengkalan. Gaya tutur demikian terjadi pada retorika bebas (Rakhmat. Jajaludin. 1998), yakni cara bertutur yang tidak terikat oleh genre tuturan.

candra ≥ jantur ≥ lamba

Formula 1. Tingkat melodiusitas

Apabila ketiga irama tersebut dihubungkan dengan materi tutur, diformulasikan seperti kerucut berikut. Kerucut berikut menunjukkan semakian menuju ke puncat semakin tingkat kesulitan, semakin berirama, semakin susastra atau indah, dan semakin kompleks (Suwarna, 2009b). Lagu/retorika candra merupakan keterampilan yang kompleks karena meliputi semua kompetensi seperti kompetensi acara, olah vokal, penguasaan bahasa indah (dihiasi dengan kosakata kawi), gaya bahasa, tembang, suluk, ada-ada, penguasaan alat atau properti, penguasaan gending, dsb. Yang demikian itu menurut Djelantik (2004), tuturan berestetika tinggi.

(5)

Candra

Jantur

Lamba

Formula 2. Kerucut Irama b. Gaya Tutur Terikat

Ditemukan beberapa gaya tutur terikat dalam ragam bahasa kepewaraan dalam resepsi pengantin Jawa yaitu gaya tutur pathetan suluk, sendon

(selanjutnya ditulis sendon), ada-ada, tembang, dan tembang gending. Berbagai gaya tutur tersebut dapat disebut retorika terikat. Dalam bertutur atau beretorika, pewara terikat genre (Kennedy & Gioia, 2002) yang umumnya berupa puisi, tembang, atau lagu.

1) Pathetan

Pathetan adalah ungkapan dari lagu pathet yang berupa lagu dan diiringi dengan rebab, gender barung, gambang, dan suling. Sesuai dengan namanya, pathetan merefleksikan pathet yang digunakan dalam tabuhan karawitan. Dalam resepsi pengantin, pathetan sering digunakan pada awal resepsi. Hal ini untuk memberitahukan kepada tim karawitan bahwa gamelan ditabuh sesuai dengan pathet yang dikehendaki pewara.

(1) Pathetan Slendro Nem

5 5 5 5 5 5 5 5 Pa- lu- gon la- gu- ning le- kas,

53 3 3 5 3 3 5 23 5.35 Lu- ki- ta li- nu- ting ki- dung ong..., 5 6 1 1 1 1 1 61 3.21 Ka- dhung ka- de- reng ha- mo- mong ong ..., 5 5 5 5 5 5 35 32

(6)

5365 3 3 3 3 3 3 23 Ha- ywa na kang tan a- go- long, 5 325 3 3 3 3 323532 1 Gu-mo-long ma- na- du- ka- ra, 1 2 3 3 3 3 32 2 Ka- ra- na-ni- ra ma- nga- pus,

2 2 2 2 2 2 212 2 323 2.1232.16 Pus- pi- ta wang-sa- lan se- mon ing ... ing.... 2) Suluk

Suluk (sulukan) adalah lagu vokal berirama bebas, penyajiannya diiringi rebab, gender barung, gambang, dan suling. Sulukan juga diadopsi dari lagon yang dituturkan dalang dalam pagelaran wayang. Untuk mengawali atau menyelingi suatu adegan, dalang sering menggunakan sulukan. Sulukan bernada rendah, sedang, dan tinggi. Sulukan selalu dikaitkan dengan tokoh. Ini merupakan ciri sulukan. Dalam resepsi pengantin, tokoh yang dimaksud adalah pengantin, misalnya sulukan mendeskripsikan diri pengantin.

(2) Sulukan Pelog Pathet Nem

5 6 1 2 2 2 2 21 2 321 Mi- jil la- ngen- i- ra sri- te-man- ten, 5 61 1 1 1 1 1 21 65 Te - dhak ing sa- sa- na wi- wa- ha,

3 3 3 123 1 23 3 3 35 321 145 45 Gi- na- re- beg ka-dang sen- ta- na myang war- ga, 654 5421 216

o…ng… o…ng … ong…, 6 6 6 6 6 6 612 12 sa - sat hap- sa- ri tu- mu- run, 321 21 65

o…ng . o… ng, 5 5 5 5 a- tut run- tut, 6 3 2 1 6 o…ng… o…ng….

3) Sendon

Sendon termasuk bagian dari sulukan. Sendon berguna untuk

(7)

untuk diterapkan dalam resepsi pengantin. Oleh karena itu, pewara juga melantunkan sendon dalam resepsi pengantin.

(3) Sendon Pelog Pathet Nem 5356 5356 2 2 23 216 Ri- sang sri- pa- ngan- ten, 1 2123 2 2 2 2 21 6 Tu- hu su- lis-tya ing war- na, 2 2 2 2 2 2 21 6

Dha- sar- e su- si- la- ta- ma, 35356 35356 2 2 2 2 123 216

Ka- dya ra- tu mi- wah ra- ja. (28/01/06/Ska/SP)

4) Ada-ada

Ada-ada adalah suara vokal pewara untuk menggugah perhatian audien (tamu, penabuh gamelan, atau operator sound system jika tidak ada iringan

karawitan secara langsung). Ada-ada bersifat menghentak dan dinamis. Ada-ada dipilah menjadi dua yaitu ada-ada wantah dan ada-ada greget saut.

a) Ada-ada Wantah

Ada-ada wantah biasa dilantunkan saat tidak ada suara gending. Suara pewara menjadi solo (individu) dan fokus, misalnya ada-ada wantah dilantunkan antargending. Ketika gending suwuk (berhenti/habis) dan untuk menyambut gending berikutnya, pewara melantunkan ada wantah. Pada bagian akhir ada-ada dapat dilanjutkan lantunan gamelan.

(4) Ada-Ada Wantah Slendro Pathet Nem 1 1 1 1 1 16 1

U- mub kang ja- la- ni- dhi, 5 5 5 5 5 5 53 2 Gu- ma-lu-dhug gun- tur ke- tur, 61 5 3 2 5 5 5

So-lah ing pa- ra jal- ma, 6 1612 1 1 1 1 165 5 Pa- ti- pa- ti ham- ben- tus- i, 2 3 162 2

So- ma la- rut,

6 1 2 3 5 6 5 3 Ka- tem- puh kang ga- ra- ga- ra .

(8)

b) Ada-ada Greget Saut

Ada-ada greget saut lebih dinamis, lebih menghentak, dan lebih “garang” daripada ada-ada wantah.

(5) Ada-Ada Greget Saut Pelog Pathet Barang

2 2 2 2 2 7 7 7 7 7 7 7 6 7 Ri- sang pe- ngan ten ar- sa te- dhak ing sa- sa- na, 5 6 7 7 7 7 7 2 765

Neng- gih sa- sa- na ri- neng- ga, 6 7672 7 7 7 7 76 5 Ka- dya ra- tu mi- wah ra- ja, 7 7 7 7 7 7 67 Ha- ne- lahi cah- ya- ne,

2 2 2 2 2 2 27 6 Lir sur- ya kem- bar su- mu- nu, 7

Ing....

5) Tembang

Tembang merupakan salah satu gaya tutur ragam terikat bahasa kepewaraan dalam resepsi pengantin Jawa. Yang dimaksud tembang di sini adalah tembang yang dilagukan oleh pewara secara solo (individu) dengan tidak ada iringan musik. Gaya tutur tembang terikat oleh guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu.

Konvensi guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu merupakan konvensi baku bersifat mengikat. Artinya pelantun tembang tidak boleh meninggalkan konvensi tersebut. Jika aturan ini dilanggar, terjadi disharmoni sehingga tembang kurang atau tidak enak didengar. Untuk menepati konvensi tersebut, pelantun tembang boleh melakukan penyimpangan tutur secara linguistik, misalnya dengan baliswara, uluran, wancahan, plutan, dan garban.

(6) Mijil Pelog Pathet Enem

6 6 6 1212 6 1 2 3 3212 2 Ra- ma i- bu lan ta- ran- ing u- rip, (1) 1 6 5 3 56 6

Te- man- ten ru- ma- os, (2)

3 3 21 612 6 5 3 216123 35653 2121 Wi- wit la- ir ngan- tos ing sa- mang- ke, (3) 6 12 3 3 2 2 1 3 653 2121

(9)

1 2 3 12 65326 6 Pu- tra a- tur bek- ti, (5) 2 2 21 6123 321 32.16

Cu- ma dhong pa- nges- tu. (6) (24/05/05/Yk/WW)

6) Tembang Gending a) Bawa

Bawa yaitu suara vokal pewara untuk mengawali sebuah gending. Bawa ini berfungsi sebagai pengganti instrumen untuk membuka atau mengawali gending. Tembang Pocung (7) merupakan bawa untuk membuka gending. Tembang gen-ding selanjutnya dilantunkan oleh swarawati. Tembang Pocung tersebut mengguna-kan pathet manyura. Pathet manyura merefleksikan bahwa resepsi pengantin telah sampai pada segmen ketiga. Segmen ketiga kurang lebih pada waktu prosesi resepsi pengantin berlangsung menit ke 81-120. Hal ini dikuatkan dengan baris terakhir berbunyi mugi tansah rahayu ingkang pinanggih ‘semoga bertemu dalam keselamatan’. Pernyataan tersebut sangat biasa dan lazim disampaikan pada bagian suatu akhir resepsi pengantin Jawa.

(7) Bawa Pocung Slendro Pathet Manyura

3 3 3 3 1 1 1 2 6 6 56 53

Mu- gi an- tuk, nu- gra- ha Hyang Ma ha A- gung, 12 6 3 3 353 21

kang ha- meng- ku kar- sa,

1 2 2 2 21 23 12 16 mi-wah pe- ngan- ten ke- ka- lih,

6 1 2 3 2 2 21 6 3 23 61 2 Mu- gi tan- sah ra- ha- yu ing- kang pi- nang- gih.

b) Buka Celuk

Bawa dan buka celuk memiliki kesamaan fungsi yaitu untuk membuka gending, lagu, atau langgam. Akan tetapi, wujud antara keduanya berbeda. Bawa bukan merupakan syair dalam lagu yang diiringi karawitan. Tembang bawa berdiri sendiri, bukan merupakan bagian syair lagu yang diiringi karawitan. Umumnya bawa berupa satu kesatuan tembang secara utuh.

Wujud buka celuk merupakan kebalikan dari bawa. Buka celuk merupakan larik-larik bagian dari syair yang diiringi karawitan. Larik yang dilantunkan oleh pewara dalam buku celuk pada umumnya beberapa kata dari larik pertama suatu gending atau langgam yang akan dilantunkan. Penentuan beberapa kata pada larik pertama berguna untuk (1) memberitahukan nama gending, lagu, atau langgam yang diminta oleh pewara, (2) memandu nada dan irama terkait dengan laras dan pathetnya, dan (3) menggugah kekompakan pengiring karawitan (pewara, swarawati dan wiraswara, dan pangrawit).

(10)

(8) Bawa Celuk dilanjutkan Lagu Mari Kangen Pelog pathtet nem 1 .5 6 .2 1

MC: E je- bul ka- e,

. 5 6 6 6 6 6 1 .6 1 . 6 5 . . MC + Srwt : kang tak an ti- an- ti wus te- ka mre- ne, 3 .1 2 .5 3

Srwt :Wis ra- da su- we,

.1 2 .2 2 6.2 1 5 5 5 5 Ba- bar pi- san o-ra a- na ka- bar- e,

2 3 1 .2 5 . .6 2 . . Sa-jak e ra- da la- len, 2 3 5 .6 2 .1 6 . Mung tan- sah da- di im- pen, .2 1 .2 5 .6 1 .2 6 . Yen pi- nu- ju ngge-get la- ti, .2 1 .2 5 . 6 1 .2 6 . E- sem- e a-ma-rak a- ti, 6 .1 5 .6 2 .

E ma- ri ka- ngen,

.1 6 .1 5 .. 1 6 5 2 . Mu- ga - mu- ga tan- sah te- gen, 6 1 5 .6 35 32 1 .

A- ti- ku da- di ten- trem, 3 21 61 2 23 1 216 5 . A- mu- lat ne- tra kang ta- jem, .5 5 .5 5 .5 35 32 1 Ma- ri ka-ngen mu- lat si- ra, 3 21 61 2 23 1 21 6 5 Ne- tra ta- jem tyas jat- mi- ka.

c) Langgam

Selain melakukan bawa dan buka celuk, pewara melantunkan syair langgam seperti pada Langgam Klinci Ucul Pelog Pathet Barang dan Langgam Yen ing Tawang Ana Lintang Pelog Pathet Nem, Langgam Ngujiwat Pelog Barang, Lagu

(11)

Sarung Jagung Pelog Barang Langgam Roncen Melati Pelog Nem , Lagu Sholawat Badar Pelog Pathet Barang, Langgam Dadi Ati Pelog Pathet Barang . Dalam hal demikian, posisi pewara layaknya seorang wiraswara. Wiraswara yaitu seorang pria yang bertugas menjadi pelantun lagu atau tembang dalam pentas karawitan. Seorang wanita yang bertugas menjadi pelantun tembang dalam pentas karawitan disebut swarawati atau pesindhen.

d) Gending

Pewara juga mejadi pelantun tembang dalam gending, misalnya pada gending ladrang Asmaradana pelog pathet barang, ladrang Asmaradana slendro pathet manyura, dan sinom pelog bem. Keterikatan wiraswara terhadap laras dan pathet sangat mencolok pada ladrang Asmaradana pelog pathet barang dan ladrang Asmaradana slendro pathet manyura. Walaupun syair kedua tersebut sama, perbedaan laras membawa konsekuensi perbedaan nada dan irama. (9) Ladrang Asmaradana Cengkok Ketoprakan Laras Pelog Pathet Barang 3 5 5 5 6 12 5 3553

Ge- ga- ran- e wong a- kra- mi, (runtang-runtung ro kancane) 2 3 2 12 6 3 31 321 Du- du ban- dha du- du- ru- pa,

(rujakane timun, sajakane angelamun) 1 2 3 21 6 5 5 61

a- mung a- ti pa- wit- an- e,

(ramya, e ya ramaya, ramya saksinome) 2 3 2 12 6 3 31 321

Lu- put pi- san ke- na pi- san,

(ngetan bali ngulon apa sedyane kelakon) 656 2 3 2 1 13 216

yen gam- pang lu- wih gam- pang,

(rujak rujak tela sajakane rada gela, rada gela) 2 3 2 12 6 3 31 321

yen a- ngel -a- ngel ke- lang - kung,

(dirajang sledrine, digadhang-gandhang muktine, ngono e ya ngono) 5 6 2 3 2 1 13 216

tan ke- na ti- num- bas har- ta.

(gotong royong, gotong royong nyambut gawe)

Dalam ketiga tembang tersebut, terdapat isen-isen atau abon-abon. Isen-isen atau abon-abon adalah sindenan bukan baku, berfungsi untuk mengisi bagian gending “kosong” di sela-sela tembang baku. Isen-isen dalam tembang di atas ditulis dalam kurung dan dicetak miring pada setiap akhir larik tembang baku. Isen-isen dilantunkan oleh swarawati atau bersama-sama dengan wiraswara lainnya. Isen-isen berguna sebagai berikut.

(12)

(a) Menjadi hiasan sehingga lagu atau tembang menjadi lebih indah atau enak didengar, seakan-akan antara tembang dan isen-isen saling saut beriringan. (b) Memandu tembang baku. Tembang wiraswara bergantian dengan swarawati.

Nada swarawati memandu nada-nada permulaan setiap baris tembang yang dilantunkan wiraswara.

(c) Membuat variasi nada dan irama sehingga gending dinamis. (d) Membuat variasi warna suara.

e) Koor dalam Gending

Beberapa tembang yang telah dibahas di atas dilagukan secara solo (indivi-du oleh pewara) dan bergantian antara swarawati dan pewara. Selain itu pewara juga melantunkan tembang secara koor atau bersama dengan swarawati. Dalam lagu Jae Wana pelog pathet barang pewara melantunkan lagu secara koor dengan swarawati. Antara pewara dengan swarawati menggunakan nada yang sama. Yang membedakan keduanya adalah warna suara, yaitu suara pria (pewara) dan suara wa-nita (swarawati). Harmoni dalam warna suara menimbulkan keindahan dalam koor.

(10) Lagu Jae Wana Pelog Pathet Barang 2 7 2 7 7 2 3 2 7 MC : Ja-e, ja-e, ja- e ning wa- na,

2 3 4 2 3 MC : Mung nga- yem -a- yem,

7 7 6 6 5 5 3 2 2 2 2 35 MC : Ja-e wa-na po- yang- pa- ying- an ra- sa- ku,

7 7 6 6 5 5 3 2 2 7 3 2 Srwt : Ja- e wa- na po- yang -pa- ying- an ra- sa- ku,

4.3 2 43 2 MC + Srwt : Ja- e wa- na,

Srwt : 4. 3 2 7 4 3 2 Tan- sah ha- nga- yang-a- yang, MC + Srwt :

2 3 4 2 2 2 1 2 3 2 U- pa- ma- ne pan-cen wis gi- na- ris, 6 5 3 5 6 5 2 2 2 A- mung bi- sa nya- wang sla- ga- ne, 1 2 3 2

Kang nglam- lam- i,

5 5 5 5 6 1 3 2 6 5 3 2 3 5 Ti- ne- mu-ne je-bul tan-sah a- nye- nyo- gah a- ti,

(13)

2 3 3 3 5 5 6 7 2 3 2 7 E- man-e- man e- man ra-sa- ku mung e- man, 2 7 7 2 3 2 7 2 3 4 2 3 Ja- e ja- e-ne wa- na mung nga- yang- a- yang, MC : 7 7 6 6 5 5 3 2 2 2 2 35 Ja- e wa- na po yang- pa- ying- an ra- sa- ku, Srwt : 7 7 6 6 5 5 3 2 2 7 3 2 Ja- e wa- na ka- ya ku- mle- dhang ra- ga- ku, MC : 4.3 2 43 2 4. 3 2 7 4 3 2

Ja-e wa- na tan-sah a- nga- yang-a- yang. (25/06/06/Yk/WW)

3. Menjalin Kemitraan

Untuk dapat mengembangkan usaha, perlu dijalin mitra. Mitra pranata adicara adalah pengelola paket pengantin (wedding organizer), perias, gedung pertemuan, catering/jasa boga, hotel, restoran, dekorator (Suhariyo, 2000). Walaupun pranata adicara memiliki kompetensi kepewaraan yang bagus, tetapi jika tidak memiliki mitra bisnis, dia akan sulit berkembang. Selain itu juga perlu dilakukan dengan mempertahankan mitra akan tetap mau bekerjasama yang saling menguntungkan(simbiosis mutualisme).

D. Penutup

Sebenarnya para guru bahasa Jawa (atau orang-orang yang menguasai bahasa Jawa dengan baik) telah memiliki bekal utama dan satu langkah kemenangan daripada yang lain. Kita hanya menambah dan mengasah kompetensi yang kita miliki untuk mempertajam komptensi pranata adicara. Untuk dapat mengembangkan wirausaha berbasis keterampilan berbahasa, perlu dikembangkan keterampilan mengembangkan bahasa dan wicara. Selain itu perlu, dijalin kemitraan dengan pebisnis yang sebidang.

(14)

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA

Beebe, Steven A & Beebe, Susan J. 1994. Public Speaking. Second Edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Djelantik, A.A.M. 2004. Estetika Sebuah Pengantar. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Kadarisman, A Effendy. 1999. Wedding Narrative as Verbal Art Performance: Explorations in Javanese Poetics. Dissertation.

Kennedy, X.J & Gioia, Dana. 2002. An Introduction to Poetry. New York: Longman. Lucas, Stephen E. 1989. The Art of Public Speaking. Third Edition. New York:

McGraw Hill Publishing Company.

Pringgawidagda, Suwarna. 2006. Tata Upacara dan Wicara Pengantin Gaya Yogyakarta. Yogyakarta: Kanisius.

Rakhmat. Jajaludin. 1998. Retorika Modern Pendekatan Praktis. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Roach, Peter. 2002. Phonetics. New York: Oxford University Press.

Spradley, James P. 1980. Participant Observation. New York: Holt Rinehart and Winston.

Suhariyo, Suryati. 2000. Pengalaman Mengelola Paket Pengantin. Makalah. Yogyakarta: UNY.

Suwarna. 2009. Bahasa Pewara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suwarna. 2009. Pengembangan Olah Vokal Pewara dalam Resepsi Pengantin Jawa. Jurna Bahasa dan Seni. Malang: Universitas Negeri Malang.

(15)

RIWAYAT HIDUP

Suwarna dilahirkan di Klaten, 1 Pebruari 1964, dosen UNY, pendidikan terakhir S3 Universitas Negeri Malang. Selama mengabdi di Universitas Negeri Yogyakarta pernah menjadi pembina mahasiswa, anggota senat fakultas, ketua bidang pengajaran di UPPL, sekretaris KKN LPM UNY, dan staf ahli PR I. Ia pernah menjadi dosen berpres-asi pada tingkat fakultas dan universitas.

Karya buku yang diterbitkan (1) Strategi Penguasaan Berbahasa (Penerbit Adicita Yogyakarta, 2002), (2) Gita Wicara Jawi, Pranatacara saha Pamedhar Sabda (Penerbit Kanisius, cetakan ke-4) 2003), (3) Mutyara Rinonce Budi Pekerti ing Pewayangan (Penerbit Grafika Indah, cetakan ke-4, 2003), (4) Puspa

Sumekar Budi Pekerti ing Lagu Dolanan Anak (Grafika Indah, cetakan ke-3, 2002), (5) Mengenal Busana Pengantin Gaya Yogyakarta (Penerbit Adicita, 2001), (6) Siraman (Penerbit Adicita, 2003), (7) Paningset dan Midodareni

(Penerbit Adicita, 2003), (8) Pawiwahan dan Pahargyan (Penerbit Adicita, 2003), (9) Panduan Acara Pengantin Berbagai Gaya (Penerbit Adicita, 2003), (10) Tingkeban (Penerbit Adicita, 2003), (11) Kunci Sukses Menjadi MC (Penerbit Adicita, 2003), (12) ) Pengajaran Mikro Pendekatan Praktik (Tiara Wacana, 2005) dan (13) Pengantin Gaya Yogyakarta Tata Upacara dan Wicara (Kanisius, 2006). (14) Bahasa dan Gaya Wicara Pa (Pelangi, 2007), (16) Analisis Wacana (2007), (17) Pragmatik (2008), (18) Teori Relevansi (2008), (19) Upacara

Pengantin Gaya Mangkunegaran (2008), (20) Bahasa Pewara (2009), (21)Metode Analisis Teks dan Wacana (2009), (22) Ekspresi Lisan Lanjut (2009).

Sebagai penelaah buku pelajaran (1) Citra Widyatama (Yogyakarta, 1998), (2) Kaloka Basa (Yogyakarta, 2002, 2004), (3) Piwulang Basa Jawa (Klaten, 2005), (4) Laksita Basa (Madiun, 2004), (5) Upacara Tedhak Siten (2002), (6) Pinter Basa (2005), (7) Wasis Basa (2005), (8) Seneng Basa (2006), (9) Citra Basa (2007).dan (10) LKS kangge SLTA “Adiluhung” (2005).

Karya ilmiah juga dimuat di beberapa jurnal terakreditasi, meneliti dengan biaya dari Bank Dunia UNESCO, TOYOTA FOUNDATION Jepang, Ditjen Dikti, Balai Bahasa, Dinas Pendidikan DIY, dan UNY.

Kompetensi profesional yang lain, sebagai MC (master or ceremony) pengantin adat tradisional, nasional, dan internasional. Kota yang pernah

disinggahi untuk menjadi pembawa acara Jakarta, Bandung, Tegal, Pekalongan, Purwokerto, Kebumen, Semarang, DIY, Klaten, Sragen, Purwodadi, Blora, Kediri, Surabaya, Sragen, dan Malang. Pengisi suara video upacara pengantin. Tahun 1989, ia menikah dengan Warih Jatirahayu dan dianugerahi 1 putri Jwarita Daniswari belajar di SMA Negeri 1 Ngemplak, 2 putra: Satriyo Gilar Selo Nugroho belajar di SMP negeri 1 Depok, dan Caesar Rosyad Achmadi di SBI SMP 4 Pakem . Tahun 2004 Allah berkenan memanggil untuk beribadah haji bersama istri ke Mekkah Al Mukaromah dan Madinah Al Munawarah.

Referensi

Dokumen terkait

– Kelas Orang memiliki turunan kelas Mahasiswa dan Dosen – Kelas Mahasiswa memiliki atribut dari kelas Orang yang. menurunkannya tambahannya adalah atribut Nim dan IPK – Kelas

Penelitian ini memberi gambaran mengenai karakteristik pengunjung dan penilaian mereka terhadap Taman Wisata Alam Situ Gunung, mengkaji fungsi permintaan wisata

Pada bagian tanah di belakang dinding abutment yang dibebani lalu-lintas, harus diper- hitungkan adanya beban tambahan yg setara dengan tanah setebal 0.60 m yang berupa beban

Walaupun dalam Pasal 22D ayat (1) dan (2) UUD 1945 dikatakan Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan rancangan undang- undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat mengenai

Tabel–tabel yang digunakan dalam Sistem Informasi ini antara lain : 4.1 Tabel Penerimaan Field name Data Tipe No_penerimaan Text tg_penerimaan Text jam_masuk Text

Glede na dostop komitenta do bančnih prodajnih poti delimo bančne prodajne poti na: • tradicionalno bančništvo, ki vključuje poslovanje preko bančnih enot; •

X domino kontrol manajemen tidak kuat, hal ini dapat dilihat dari ketiadaan komitmen atau ketertarikan terhadap K3, perjanjian kerja dengan pekerja hanya

Dari uraian di atas dapat ditarik adanya kesimpulan bahwa secara umum bahwa pandangan masyarakat kampus UII akan adanya temuan candi di lokasi kampus harus dijaga dan