• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya MODUL KHUSUS KOMUNITAS C01. Relawan. Peran Relawan Dalam Nangkis. PNPM Mandiri Perkotaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya MODUL KHUSUS KOMUNITAS C01. Relawan. Peran Relawan Dalam Nangkis. PNPM Mandiri Perkotaan"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Peran Relawan

Dalam Nangkis

MODUL KHUSUS KOMUNITAS

DEPARTEMEN

PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya

(2)

Modul 1 Mencari Relawan Nangkis 1

Kegiatan 1: Simulasi Mendorong Bis Mogok 2

Kegiatan 2: Menemukan Relawan 3

Modul 2 Bergerak Bersama PNPM Mandiri Perkotaan 18

(3)

Modul 1

Topik: Mencari Relawan Nangkis

Peserta memahami dan menyadari:

1. Pentingnya keberadaan relawan dalam mendorong perubahan sosial untuk penanggulangan kemiskinan

2. Mengidentifikasi motivasi relawan

Kegiatan 1: Simulasi mendorong bis mogok Kegiatan 2: Menemukan relawan

3 Jpl ( 135 ’)

Bahan Bacaan:

1. Lembar Kerja 1 – mendorong bis mogok 2. Lembar Kerja 2 – menemukan relawan

3. Bahan Bacaan – Relawan dalam Penanggulangan Kemiskinan 4. Bahan Bacaan – Potret Relawan

• Kerta Plano

• Kuda-kuda untuk Flip-chart • LCD

• Metaplan

(4)

Simulasi Mendorong Bis Mogok

1) Jelaskan bahwa beberapa sessi ke depan, kita akan berdiskusi mengenai peran relawan dari anggota masyarakat untuk mendukung kerja-kerja penanggulangan kemiskinan. Saat ini kita akan bersama-sama belajar mengapa harus ada relawan.

2) Bagi peserta dalam 4 kelompok. Bagikan Lembar Kerja 1 – Menggerakkan Bis Mogok. Lakukan simulasi bersama seluruh peserta.

3) Setelah peragaan, dorong diskusi diantara peserta. Ajukan pertanyaan-pertanyaan pembantu: ƒ Dari sisi posisi, kelompok mana yang paling mungkin menggerakkan mobil tersebut? ƒ Adakah satu kelompok yang berhasil mendorong bis? Apa yang membuat berhasil?

Mengapa gagal?

ƒ Apa syarat utama agar bis bisa bergerak?

ƒ Jika faktor tenaga sebagai syarat mutlak, apa yang harus dilakukan agar kendaraan bergerak?

ƒ Faktor apa lagi yang harus diperhitungkan?

4) Ilustrasikan proses mendorong bis tersebut sebagai upaya mendorong perubahan (penanggulangan kemiskinan). Diskusikan bersama peserta:

ƒ Mungkinkan tim faskel atau faskel seorang diri mampu mendorong perubahan di masyarakat?

ƒ Apa syarat utama untuk mendorong perubahan di masyarakat?

ƒ Jika faktor jumlah orang sebagai syarat mutlak, apa yang harus dilakukan agar terjadi perubahan?

(5)

Beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh dari simulasi Mendorong Bis Mogok :

ƒ Bahwa bis hanya bisa digerakkan bila kekuatan pendorong lebih besar dari beban yang ada. Perubahan hanya akan bisa mencapai tujuannya jika bisa mengatasi kekuatan anti perubahan. Oleh karena itu, pengorganisasian masyarakat merupakan upaya menjawab masalah mendasar, yaitu membangun kekuatan.

ƒ Bahwa kekuatan belumlah cukup jika tidak dikelola dengan baik; meskipun dengan orang yang cukup, kecil kemungkinan bis dapat bergerak jika semua orang mendorong dari sisi samping. Oleh karena itu, pengorganisasian masyarakat merupakan upaya menjawab masalah mendasar, yaitu mengelola kekuatan dengan suatu strategi tertentu agar kekuatan mencapai batas optimum.

ƒ Jika mobil hendak didorong dalam jarak yang jauh, ketahanan stamina merupakan syarat. Oleh karena itu, pengorganisasian masyarakat merupakan upaya untuk menjawab masalah mendasar, yaitu mengembangkan kekuatan yang di dalamnya mencakup keberlanjutan gerakan perubahan dalam mencapai tujuan.

ƒ Kelompok warga yang membantu mendorong bis itulah relawan-relawan yang bersama kelompok anda membantu menggerakkan bis. Orang-orang seperti itulah yang perlu ditemukan dan dijadikan barisan pendukung dalam kerja-kerja pengorganisasian masyarakat untuk penanggulangan kemiskinan. Memetakan dan membina hubungan dengan orang-orang kunci di masyarakat merupakan satu langkah awal dalam pengorganisasian masyarakat. Di hampir semua desa/kelurahan selalu ada orang-orang yang energik, bersemangat dan memiliki kepedulian sosial untuk membantu sesama, bukan orang yang bersemangat mencari proyek untuk kepentingan pribadi belaka.

5) Bagikan Bahan Bacaan 1 – Relawan dalam Penanggulangan Kemiskinan. Persilahkan peserta untuk membaca dan menggarisbawahi hal-hal yang dianggap penting.

6) Diskusikan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peserta.

7) Sampaikan kembali kesimpulan-kesimpulan hasil diskusi dan berikan umpan balik.

Melakukan pengorganisasian masyarakat untuk penanggulangan kemiskinan dimaksudkan memperkuat (memberdayakan) masyarakat sehingga masyarakat mampu mandiri dalam mengenali persoalan-persoalan kemiskinan yang ada dan dapat mengembangkan jalan keluar (upaya mengatasi masalah kemiskinan). Pengorganisasian masyarakat berangkat dari asumsi :

1. bahwa masyarakat punya kepentingan terhadap perubahan (komunitas harus berperan aktif dalam menciptakan kondisi yang lebih baik bagi seluruh masyarakat);

2. bahwa perubahan tidak pernah datang sendiri melainkan membutuhkan perjuangan untuk dapat mendapatkannya;

3. bahwa setiap usaha perubahan (sosial) pada dasarnya membutuhkan daya tekan tertentu, dimana usaha memperkuat (daya tekan) juga memerlukan perjuangan.

(6)

Menemukan Relawan

1) Sampaikan bahwa saat ini kita akan berdiskusi lebih jauh lagi mengenai kerelawanan. Pertanyaan penting diskusi kita adalah: ”Sulitkah menemukan relawan di tengah-tengah masyarakat?”

2) Bagikan Bahan Bacaan 2 – Potret Relawan. Beri kesempatan kepada peserta untuk membaca. 3) Beri kesempatan kepada peserta untuk berkomentar atas bahan bacaan atau menambah

cerita-cerita tentang kerelawanan yang ada di kampungnya.

4) Bagikan LK 2 – Menemukan Relawan. Minta peserta untuk berpasangan dan saling mewawancarai.

5) Beri kesempatan kepada satu peserta untuk menyampaikan hasil wawancaranya kemudian menempelkan hasilnya di papan tulis. Beri kesempatan kepada peserta lain yang menemukan motivasi kerelawanan yang berbeda. Apabila semua karakteristik relawan sudah tersampaikan persilahkan semua peserta untuk menempelkan hasil wawancara dengan mengelompokkan berdasarkan karakteristik motivasi yang sama.

6) Lakukan review terhadap kertas-kertas hasil wawancara. Berikan umpan balik terutama untuk menghilangkan adanya stereotipe tertentu tentang kerelawanan, misalnya, relawan pasti selalu laki-laki, berpendidikan tinggi, berusia tua, berprofesi pegawai negeri, dsb. Nyatakan bahwa siapapun bisa menjadi relawan, tanpa melihat status sosial, usia, penghasilan, dsb.

Beberapa alasan yang mendorong warga untuk menjadi relawan antara lain: ƒ Memiliki wahana kegiatan yang positif.

ƒ Kalangan tua sebagai pihak yang memiliki pengalaman dapat menyumbangkan ilmu untuk kepentingan masyarakatnya dan tetap aktif berkegiatan.

ƒ Kalangan muda memiliki sarana untuk mengembangkan diri. ƒ Sebagai sarana belajar tentang diri dan lingkungan.

ƒ Peluang untuk ”berbuat” menolong pihak lain dan berkontribusi bagi penanggulangan kemiskinan

Seringkali tidaklah mudah menemukan orang yang ’sempurna’ sesuai harapan (ingat pembelajaran dalam sessi pemberdayaan). Orang-orang yang memiliki sikap dan nilai ’luhur’, tetapi pengetahuannya kurang, lebih dimungkinkan untuk belajar ketimbang orang yang berpendidikan tetapi tidak memiliki sikap dan nilai ’luhur’.

Para relawan sebaiknya direkrut dari kalangan masyarakat setempat yang memiliki kepeduliaan terhadap kemiskinan yang dialami tetangganya. Kesediaan orang-orang semacam ini ditunjukkan dengan sukarela menyediakan waktu dan tenaga untuk terlibat dalam berbagai kegiatan penanggulangan kemiskinan.

Lebih jauh mengenai cara mengidentifikasi relawan dapat dipelajari dalam sessi pemetaan sosial dan RKM

(7)

LK 1 – Mendorong Bis Mogok

PETUNJUK SIMULASI

ƒ Bayangkan anda dan kelompok tim faskel anda sedang nongkrong di pinggir jalan.

ƒ Satu saat melintas pelan bis dan kemudian berhenti. Bis berisi anak-anak TK yang hendak bersekolah yang jaraknya sekitar 10 km lagi. Pengemudi bis meminta pertolongan untuk mendorong bis.

ƒ Kelompok anda dan beberapa kelompok warga datang untuk menolong.

ƒ Ketentuan untuk memberikan pertolongan adalah satu kelompok hanya boleh menggerakkan (mendorong atau menarik) dari satu sisi saja. Karena itu, kelompok 1 (tim faskel) hanya mendorong dari sisi belakang, kelompok 2 hanya mendorong dari sisi depan, kelompok 3 hanya mendorong dari sisi samping kiri, dan kelompok 4 hanya mendorong dari sisi samping kanan bis.

ƒ Persilahkan satu demi satu kelompok untuk membantu mendorong bis. Peragakan proses tersebut. Dapatkah bis bergerak?

ƒ Persilahkan semua kelompok secara bersamaan membantu mendorong bis. Peragakan proses tersebut. Dapatkah bis bergerak?

ƒ Persilahkan semua kelompok untuk berembug, mengatur strategi bagaimana mendorong bis untuk sampai ke tujuan dengan selamat. Peragakan strategi tersebut. Dapatkan bis bergerak?

(8)

.

LK 2 – Menemukan Relawan

Apakah benar masyarakat Indonesia memiliki kepedulian sosial tinggi?

Ataukah sebaliknya, sudah mulai ‘itung-itungan’ dan sulit diajak bergotong royong?

Wawancarailah teman anda untuk menggali cerita-cerita mengapa seseorang di desa/kelurahannya mau menjadi relawan.

Apakah sulit/mudah memperoleh relawan di desa/kelurahan anda?

________________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________________ ___________________________________

Apa yang mendorong mereka mau menjadi relawan?

(9)

Relawan dalam Penanggulangan Kemiskinan

ƒ Siapakah yang dimaksud dengan “Relawan” ?

Relawan adalah seseorang atau sekelompok orang yang secara ikhlas karena panggilan

nuraninya memberikan apa yang dimilikinya tanpa mengharapkan imbalan/upah ataupun karier.

ƒ Mengapa PNPM Mandiri Perkotaan menumbuhkan relawan ?

Kenyataan bahwa hampir di semua masyarakat aktivitas sosial berupa sifat

tolong-menolong sudah sejak lama sering kita jumpai. Salah satunya yang sering kita kenal adalah “gotong-royong” yang dalam kerelawanan merupakan suatu bentuk tipikal dari jaring pengaman sosial yang paling utama di masyarakat miskin.

ƒ Kenyataan ini menunjukkan bahwa sesungguhnya modal sosial berupa sifat-sifat “kerelawanan” di masyarakat sudah ada, kemudian melalui PNPM Mandiri Perkotaan justru diberikan peluang pada masyarakat untuk menumbuh-kembangkan potensi modal sosial ini dengan mengaktualisasikan dirinya sebagai relawan.

ƒ PNPM Mandiri Perkotaan merupakan gerakan moral menanggulangi kemiskinan. Hal ini sangat sejalan dengan fitrah kita sebagai manusia yang sesungguhnya adalah mahluk sosial yang sifat-sifat utamanya justru ditunjukkan oleh kemampuannya membantu orang lain sebagai wujud rasa syukur kepada Illahi.

ƒ Siapakah yang dapat menjadi Relawan ?

Semua warga yang secara ikhlas tanpa membeda-bedakan derajat dan status sosial bersedia mengabdikan dirinya tanpa mengharapkan imbalan ataupun karier dapat menjadi relawan. Artinya, siapapun dapat menjadi relawan, selama memiliki semangat dan jiwa kerelawanan. Relawan tidak tergantung dari kelompok masyarakat mana dia berasal. ƒ Apa kontribusi Relawan bagi penanggulangan kemiskinan?

Kreatifitas seseorang untuk berkontribusi membantu orang lain sesungguhnya dapat diwujudkan dengan banyak cara, bahkan mungkin tidak terhitung. Pada dasarnya, kontribusi yang dapat diberikan oleh relawan adalah semua karunia yang telah diperolehnya, antara lain:

- Waktu

- Tenaga

- Bakat termasuk kemampuan intelektualitas

- Harta

ƒ Apa peran Relawan dalam menanggulangi kemiskinan ?

Peran utama para relawan adalah sebagai “Agen perubahan” atau “Agen Pembaruan” di masyarakat yang berfungsi mempercepat terjadinya proses penanggulangan kemiskinan. Membangun masyarakat adalah misi utama relawan dalam menanggulangi kemiskinan, yang secara khusus melalui PNPM Mandiri Perkotaan dilakukan dengan berbagai aktivitas

(10)

pendampingan masyarakat (terutama KSM, BKM dan UP-UP). Beberapa aktivitas yang dapat dilakukan oleh para relawan ini antara lain :

ƒ Peningkatan kapasitas (capacity building) bagi masyarakat, terutama masyarakat miskin dengan memberikan bimbingan dan pelatihan (coaching and training).

ƒ Memberikan bantuan teknis bagi masyarakat yang dibutuhkan dalam menjalani rangkaian siklus proses PNPM Mandiri Perkotaan.

ƒ Membangun jaringan kerja dan jaringan sumberdaya, sebagai upaya membuka ruang dan akses masyarakat pada informasi, teknologi, kapital, dll.

ƒ Melakukan upaya-upaya mobilisasi sumberdaya, sehingga berbagai upaya penanggulangan kemiskinan dapat secara efektif terselenggara bersama masyarakat. Para relawan pun ikut berperan mendorong tumbuhnya komunitas belajar kelurahan (KBK), yang dimulai dengan membangun kelompok-kelompok diskusi diantara para relawan, kemudian mengikutsertakan pihak-pihak lain yang peduli baik dari kalangan pemerintah kelurahan/desa, maupun lembaga sosial atau kemasyarakatan yang ada di lingkungan kelurahan/desa. Dengan demikian upaya kajian atau pembelajaran mengenai berbagai hal pembangunan masyarakat, terutama penanggulangan kemiskinan dapat terus berlangsung di masyarakat. Artinya, masyarakat secara dinamis terus meningkatkan kapasitasnya, dan proses belajar menjadi budaya komunitas.

ƒ Bagaimana PNPM MANDIRI PERKOTAAN membuka peluang menumbuhkan

Kerelawanan ?

ƒ Sejak awal Rembuk Kesiapan Masyarakat (RKM), setiap tahapan siklus, dan setiap saat dibuka kesempatan seluas-luasnya bagi relawan melalui Pendaftaran Relawan.

ƒ Konsep dasar PNPM Mandiri Perkotaan: manusia pada dasarnya baik dan kebaikan dapat diwujudkan dalam sikap memberi/membantu orang lain secara “Ikhlas”. Tidak dibayar (upah) untuk berbuat baik adalah peluang untuk seseorang mengaktualisasikan dirinya sebagai relawan, dan membangun kultur sehat di warga agar terjamin keberlanjutan nilai-nilai dan prinsip seperti yang ditumbuh kembangkan melalui PNPM Mandiri Perkotaan.

ƒ PNPM Mandiri Perkotaan secara sengaja membuka ruang pengabdian yang dapat diisi oleh para Relawan, seperti menjadi anggota BKM/LKM, merintis pengembangan Komunitas Belajar Kelurahan, pendampingan dalam pengembangan KSM, beraktivitas secara gotong-royong, membangun semangat kebersamaan dalam menyikapi kemiskinan, dsb adalah bidang-bidang kerja yang dipromosikan PNPM Mandiri Perkotaan untuk para Relawan.

ƒ PNPM Mandiri Perkotaan seraca sistematis mengupayakan berbagai fasilitasi bagi para relawan melalui pengembangan kapasitas dan pengakuan, seperti:

- kesempatan mengikuti pelatihan-pelatihan

- pengembangan jejaring

ƒ Bagaimana memelihara Semangat dan Jiwa Kerelawanan?

Dalam rangka keberlanjutan program penanggulangan kemiskinan di masyarakat maka peran para relawan menjadi sangat penting, terutama untuk terus menjaga dinamika masyarakat. Kondisi yang perlu terus dipertahankan bagi keberadaan peran para relawan ini adalah dengan terus memelihara semangat dan jiwa kerelawanannya. Hasilnya adalah

(11)

semakin tumbuhnya kebersamaan (social cohesion), yang merupakan dampak positif dari tindakan kerelawanan.

Baik atas prakarsa pemerintah maupun prakarsa BKM/LKM bersama unsur perangkat kelurahan/desa perlu terus (i) Membangun jejaring kebersamaan, (ii) peningkatan kapasitas, (iii) mengupayakan penghargaan dan pengakuan dari Pemda.

Salah satu komponen penting bagi keberlanjutan peran para relawan dalam

penanggulangan kemiskinan adalah dengan ”manajemen relawan” melalui: perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring aktivitas kerelawanan secara terbuka dan bertanggung jawab (prinsipnya: transparansi dan akuntabilitas).

Dengan demikian hasil kerja para relawan ini menjadi semakin nyata dan berarti di masyarakat.

(12)

Potret

Haswa Kenalkan Aksara dari Pintu ke Pintu

Sabtu | 24 November 2007 | 12:51 wib | 22 Komentar

Salah satu indikasi lemahnya sumber daya manusia Indonesia adalah buta aksara yang masih disandang sebagian warga masyarakat kita. Sebuah huruf sebesar gedung stadion olahraga di Senayan, Jakarta, pun tidak bisa dibaca akibat penyakit buta yang satu itu. Kondisi ini menjadi keprihatinan Haswa sehingga dengan sukarela dia memperkenalkan aksara Latin dari pintu ke pintu. Itu dilakukannya sejak pria ini bertugas di SMP Negeri 6 Raha, ibu kota Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, tahun 1997.

Ia menyangsikan keakuratan data statistik yang menyebutkan penduduk buta huruf di Sultra tinggal 73.787 orang pada tahun 2006 dan di Kabupaten Muna tersisa 13.457 orang. “Di lapangan, saya melihat penduduk buta baca tulis masih sangat banyak, termasuk di Kota Raha sendiri,” kata Haswa.

Sebagai warga baru di Kelurahan Wapunto, Kota Raha, Haswa membangun hubungan sosial mulai dari masjid. Dari pergaulan sesama jamaah masjid dia mengetahui bahwa sebagian teman barunya tidak pandai baca-tulis alias buta aksara. Sebagian besar mereka bekerja sebagai buruh pelabuhan.

Ketika ditawari untuk belajar baca-tulis, para buruh tersebut menyatakan mau. “Tanpa pikir panjang saya langsung mengunjungi mereka dari rumah ke rumah untuk mulai memperkenalkan huruf alfabet,” tutur anak keempat dari delapan bersaudara buah perkawinan dari Lasimpa dan Wahaya ini.

Karena mulai banyak peminat dan rata-rata dari pekerja di pelabuhan, teknik pembelajaran dilakukan secara klasikal, sistem kelas. Untuk itu, dia menggunakan balai desa atau rumah-rumah peserta yang agak luas sebagai ruang belajar. Biaya untuk pengadaan papan tulis white board, spidol, buku tulis, pensil, dan sebagainya berasal dari kocek Haswa sendiri.

Pengaruh ponsel

Waktu Haswa makin tersita ketika sebagian penyandang buta aksara di kelurahan itu enggan bergabung dengan warga yang belajar di balai desa maupun berkelompok dengan sesama peserta baru. Mereka ini kebanyakan para ibu rumah tangga.

(13)

finansial karena harus menyediakan alat tulis-menulis dan bahan bacaan lebih banyak untuk disebar ke rumah-rumah warga binaan. “Ini risiko dari sebuah pekerjaan sosial,” katanya.

Untuk mencapai bobot yang diharapkan, Haswa menyusun sendiri kurikulumnya. Bahan ajar meliputi pelajaran membaca, menulis, dan berhitung. Pekerjaan itu tidak asing baginya karena profesi Haswa memang seorang guru berijazah S-1 dari Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Haluoleo (Unhalu), Kendari.

Ketika masih studi di perguruan tinggi negeri itu, Haswa juga aktif dalam kegiatan pembebasan buta aksara. Bukan aksara Latin, melainkan buta aksara Al Quran. Santrinya mencapai ratusan anak dari berbagai kalangan, mulai dari anak tukang becak sampai anak pejabat.

Selanjutnya, selama 1997-2004 dia telah ‘memelekkan’ lebih kurang 300 orang buta aksara di Kelurahan Wapunto. Mereka diberi semacam sertifikat berupa Surat Keterangan Melek Aksara. Bila ingin

memperoleh ijazah setara sekolah dasar, mereka bisa mengikuti ujian Paket A versi Departemen Pendidikan Nasional. “Tetapi, mereka menyatakan sudah cukup mahir membaca dan menulis,” ujarnya. Setelah menyelesaikan pendidikan S-2 jurusan Manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Makassar tahun 2006, Haswa kembali melanjutkan kegiatannya memberantas buta aksara di Wapunto. Saat ini ia tengah menangani 150 peserta baru, sekitar 80 persen di antaranya adalah ibu-ibu rumah tangga. Pengaruh alat telekomunikasi telepon genggam atau telepon seluler (ponsel) ikut memotivasi ibu-ibu itu untuk segera bebas dari buta aksara. Seperti diungkapkan Haswa, ibu-ibu itu mengaku ingin pandai baca-tulis agar bisa menggunakan telepon genggam.

Kegiatan Haswa sebagai relawan pemberantasan buta huruf menarik perhatian Ketua Penggerak Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kabupaten Muna Waode Siti Nurlaila. Istri Bupati Muna Ridwan itu

kemudian menyerahkan dua kelompok PKK penyandang buta aksara untuk dimelekkan. Setiap kelompok berjumlah 20 orang. “Tugas itu sudah saya selesaikan,” ujarnya.

Lahir pada 1 Juni 1972 di Desa Bubu, Kecamatan Bonegunu (kini Kabupaten Buton Utara), Haswa kini merasa tugasnya mulai agak ringan sebagai relawan. Sebagai Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Cabang Kecamatan Lohia, ia membagi tugas itu dengan temannya yang memiliki komitmen sama. “Sejumlah anggota PGRI saya telah termotivasi untuk menjadi relawan,” katanya.

Dia juga bukan lagi guru biasa untuk bidang studi IPS di sekolahnya sebab sejak 19 September 2007, Haswa diangkat sebagai Kepala SMP Negeri 6 Raha.

Dibekali keterampilan

Sasaran pelayanan Haswa kini tidak lagi hanya sebatas Kelurahan Wapunto, tetapi seluruh wilayah Kecamatan Lohia. Tantangannya pun mulai bermunculan. “Kita ini sudah tua, buat apalagi belajar,”

(14)

katanya mengutip pernyataan sebagian warga.

Tantangan itu dijawabnya dengan memberikan bekal keterampilan sebagai pelajaran tambahan. Pelatihan mengolah jambu mete gelondongan menjadi kacang mete, membuat pot bunga, serta budidaya tanaman hias merupakan beberapa contoh keterampilan yang diajarkan Haswa. Anak-anak muda putus sekolah pun digalangnya. Mereka dihimpun dalam wadah Karang Taruna Soliwunto. Sebanyak 83 anggota karang taruna itu dilatih membuat pot dan membudidayakan tanaman hias di lahan pekarangan rumah mertua Haswa yang tak seberapa luas di Jalan Sutan Syahrir Nomor 15, Kelurahan Wapunto, Raha.

Bersama istrinya, Waode Mulyana, serta kedua anaknya, Haswa masih menumpang di rumah mertua. Waode Mulyana yang berijazah S-1 juga guru IPS di SMP Negeri 1 Raha. “Baru mulai bikin fondasi,” ujar Haswa mengenai rencana membangun rumahnya sendiri.

Penulis: YAMIN INDAS/KOMPAS

(15)

Sekilas Tentang Kerelawanan

(Nurani Galuh Savutri dalam ”Panudan Manajemen Kerelawanan, Ford Foundation – PIRAC)

Kerelawanan merupakan sumbangan masyarakat bagi pengembangan pembangunan masyarakat sipil. Relawan memiliki peranan penting dalam pembangunan terutama apabila dikaitkan dengan pengembangan sector nirlaba khususnya organisasi nirlaba (LSM). Masyarakat sipil yang kuat hanya mungkin dibangun dengan dukungan keberadaan organisasi nirlaba yang berdaya dan filantropi yang efektif.

Kerelawanan juga merupakan proses pendidikan masyarakat. Tidak ada seorang pun bersedia menjadi relawan tanpa menanyakan “saya bekerja untuk apa?” Lembaga harus menjelaskan isu apa yang sedang diperjuangkan secara menarik sehingga hati dan pikiran calon relawan menjadi terbuka serta secara sukarela bersedia menyumbangkan waktu, pikiran dan tenaganya untuk membantu lembaga mencapai visi dan misi lembaga. Relawan memiliki peranan penting dalam (1) filantropi, (2) fundraising (seorang relawan dapat menjadi donatur yang sangat loyal), (3) kaderisasi,(4) peningkatan akuntabilitas lembaga, dan (5) sebagai penghubung antara lembaga dan publik (vita link).

Masyarakat sipil yang kuat dapat dipastikan memiliki tingkat kerelawanan yang tinggi. Kita dapat mengambil contoh Amerika, United Kongdom, Kanada dan Belanda yang secara umum telah dikenal sebagai negara yang sangat mengutamakan kerelawanan dan kerelawanan telah menjadi suatu tradisi kuat yang telah menjadi bagian gaya hidup masyarakat. Di Amerika, 55 % penduduk Amerika terlibat dalam dunia kerelawanan. Prosentase tersebut terdiri dari 49 % pria dan 61 % perempuan, sekitar 70 % menjadi relawan di lembaga-lembaga nirlaba, 20 % menjadi relawan di organisasi kepemerintahan, dan 10 % menjadi relawan untuk lembaga profit misalnya rumah sakit, panti asuhan. Di Amerika, siapa pun dapat menjadi relawan. Setiap relawan meyumbangkan waktunya sekitar 4,2 jam.

Di UK, ada sekitar 22 juta relawan. Waktu yang disumbangkan oleh semua relawan di UK selama satu minggu adalah sekitar 90 juta jam per minggu dan hal ini berarti para relawan tersebut telah memberikan kontribusi ke negara tidak kurang dari £40 millar per tahun. Kerelawanan mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap kondisi perekonomian suatu negara. Cynthia P Scheneider dari American Women’s Club mengatakan bahwa dari hasil penelitian di 22 negara menunjukan kerelawanan di Amerika sama dengan 10,5 juta pekerjaan full-time. Pada tahun 2000, lebih dari 6,5 juta orang Kanada menjadi relawan. Rata-rata seorang relawan menyumbangkan waktunya sekitar 162 jam per tahun, yang berarti waktu yang disumbangkan oleh semua relawan di Kanada kira–kira 1,05 millyar jam. Hal ini sama dengan 549.000 pekerjaan full time (national survey of Giving, Volunteering, and Participating in 2000).

Di negara-negara tersebut diatas, kerelawanan sudah menjadi elemen penting untuk pembangunan perekonomian negara dan masyarakat sipil. Sehingga pengelolaaan kerelawanan menjadi salah satu prioritas negara. Di setiap provinsi setiap negara memiliki pusat pengelolaan kerelawanan. Bahkan di setiap lembaga yang membutuhkan jasa relawan pasti memiliki divisi khusus yang bertanggung jawab terhadap manajemen kerelawanan lembaga. Di bulan November 1997, Sekretaris Jenderal PBB menyatakan tahun 2001 sebagai International Year of Volunteer (IYV) dengan tujuan utama ditingkatkannya pengenalan (recognition), fasilitasi (Facilitation), jaringan (networking), dan promosi (promotion) kerelawanan. IYV diharapkan dapat menciptakan suatu

(16)

peluang unik untuk menunjukan prestasi jutaan relawan di seluruh dunia dan dapat mendorong lebih banyak orang untuk terlibat dalam kegiatan kerelawanan.

Dalam budaya Indonesia kerelawanan sebenarnya bukan hal baru. Sejak jaman dahulu, kerelawanan sudah mengakar dalam tradisi dan dipraktekan dalam kehidupan bermasyarakat. Bentuk kerelawanan yang paling umum dipraktekan oleh masyarakat Indonesia terutama di pedesaan adalah gotong royong dalam kegiatan pembangunan rumah, pembangunan sarana sosial, perkawinan, maupun kematian. Para pemuda, orang tua, dan wanita secara sukarela memberikan kontribusi baik berupa tenaga, uang dan sarana sesuai dengan kemampuan mereka. Sedangkan perkotaan, nilai-nilai kerelawanan sudah mulai luntur. Di kota, setiap tenaga atau bantuan yang dikeluarkan selalu diukur dengan uang atau materi. Dalam kegiatan semacam kerja bakti atau ronda, warga lebih memilih membayar orang atau mewakilkan ke pembantu daripada harus terkena giliran.

Namun dekimian, seiring dengan menjamurnya lembaga nirlaba atau LSM di Indonesia paska-reformasi dan rentetan bencana alam serta kerusuhan yang kuantitasnya lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, semangat kerelawanan (Voluntarism) dan solidaritas kemanusiaan (genuine solidarity) nampak semakin menonjol. Bahkan Prof. Mitsua Nakamura, research fellow di Harvard University mengatakan bahwa mengingkatnya kerelawanan dan solidaritas kemanusiaan di Indonesia menunjukan adanya peningkatan pertumbuhan partisipasi masyarakat sipil (civil siciety) dan kemungkinan besar dapat menjadi sebuah faktor politik yang penting di masa mendatang. Pertumbuhan partisipasi di masa mendatang. Pertumbuhan partisipasi masyarakat sipil tersebut harus dipertahankan bahkan diperkuat agar semangat solidaritas kemanusiaan dan kerelawanan di masyarakat Indonesia tidak hilang.

Pemerintah Indonesia juga mulai memandang pentingnya peran kerelawanan dalam pembangunan bangsa. Untuk meningkatkan kerelawanan dan meningkatkan kapasitas relawan di Indonesia, pada bulan Agustus 2003 Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi bekerjasama dengan UNDP membuka Pusat Pengembangan Kerelawanan (Volunteer Development Center atau VCD). Di samping sebagai pusat informasi relawan dan kerelawanan di Indonesia, VDC juga berfungsi sebagai forum bagi relawan, organisasi kerelawanan dan stakeholder yang lain untuk saling bertukar informasi, pengetahuan, skill dan keahlian.

Hampir semua LSM baik organisasi karitas, organisasi pelayanan masyarakat dan organisasi advokasi membutuhkan relawan. Sayangnya, banyak lembaga yang hanya melibatkan relawan untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat incidental saja, belum mensinergikan relawan dalam struktur lembaga sebagai bagian penting lembaga yang juga memiliki peranan penting untuk mencapai visi dan misi lembaga serta untuk keberlanjutan pencapaian misi lembaga di masa mendatang. Potensi kerelawanan masih digunakan sebatas untuk menanggulangi berbagai masalah yang diakibatkan bencana alam dan penyakit, belum disinergikan untuk mengatasi berbagai masalah sosial secara lebih strategis. Akibatnya, relawan tidak dikelola secara profesional dan akhirnya lembaga akan kehilangan media kampanye yang efektif dan modal sosial (social capital) yang sangat mahal. Yang akhirnya, lembaga akan kehilangan dukungan publik dalam memperluas gerakan sosial.

Oleh karena itu peranan relawan perlu dipandang sebagai salah satu sumber daya lembaga yang dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam mencapai visi dan misi lembaga. Karenanya relawan perlu dikelola secara profesional di mana sistem pendekatan manajemen kerelawanan yang dipakai hampir sama dengan sistem manajemen staf lembaga. Dengan adanya sistem manajemen kerelawanan yang bagus maka peran dan fungsi relawan akan dapat menjadi optimal dan akhirnya dapat membantu lembaga dalam mencapai misi lembaga.

(17)

Manfaat memiliki relawan

Relawan telah menjadi sumber daya yang bernilai bagi sebagian besar lembaga non-profit (LSM). Ada beberapa alasan mengapa LSM mulai melihat pentingnya melibatkan relawan dalam program mereka, yaitu :

(1)

Relawan memiliki peranan penting untuk membangun masyarakat sipil yang adil dan demokratis.

Hal ini akan membantu memperkuat tanggungjawab, partisipasi dan interaksi masyarakat sipil.

(2) Program relawan bermanfaat baik bagi lembaga maupun relawan

Program relawan akan membantu mempercepat terjadinya perubahan sosial dan pencapaian pembangunan masyarakat sipil yang kuat.

(3) Program relawan bermanfaat baik bagi lembaga maupun relawan

Program kerelawanan dapat meningkatkan kapasitas lembaga dalam upaya mencapai visi dan misi lembaga dan memberikan peluang atau kesempatan bagi relawan untuk dapat mengembangkan diri dan berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sipil.

(4) Program kerelawanan didasarkan pada hubungan setara dan saling menghargai.

Relawan berhak untuk mendapatkan tugas yang berarti, diperlakukan sebagai teman kerja yang setara, mendapatkan supervisi secara efektif, dan terlibat serta berpartisipasi secara penuh. Namun demikian, relawan juga harus bertanggung jawab dan melakukan tugas-tugasnya secara aktif berdasarkan kemampuannya dan loyal pada tujuan dan prosedur-prosedur lembaga.

Beberapa manfaat yang sering diaungkapkan oleh beberapa LSM baik di Indonesia maupun diluar negeri tentang program kerelawanan, antara lain :

¾ Relawan dapat menjadi penghubung antara lembaga dan masyarakat, sehingga memperkuat hubungan lembaga ke masyarakat;

¾ Lembaga memperoleh tenaga, waktu dan keahlian gratis yang bernilai sama atau bahkan lebih besar dari pekerjaan staf yang digaji dan bekerja penuh waktu;

(18)

¾ Lembaga membangun dukungan publik, yang akhirnya dapat memperluas gerakan sosial lembaga;

¾ Lembaga memiliki media kampanye gratis;

¾ Lembaga melakukan proses pendidikan masyarakat;

¾ Staf memiliki banyak waktu untuk pengembangan program dan/atau perluasan kegiatan dan pelayanan yang ditawarkan lembaga;

¾ Memberi peluang ke staff untuk meningkatkan keahlian atau expertise di area program yang sedang mereka kerjakan;

¾ Staf memiliki lebih banyak waktu untuk memperkuat jaringan lembaga; ¾ Relawan memiliki potensi besar untuk menjadi donatur lembaga;

¾ Relawan menjadi sumber ide dan energi bagi pengembangan program lembaga.

Apa dan Siapa Relawan

Pekerjaan kerelawanan (volunteer work) adalah segala bentuk bantuan yang diberikan secara sukarela untuk menolong orang lain. Sedangkan relawan adalah seseorang yang secara sukarela (uncoerced) menyumbangkan waktu, tenaga, pikiran dan keahliannya untuk menolong orang lain (help others) dan sadar bahwa tidak akan mendapatkan upah atau gaji atas apa yang telah disumbangkan (unremunerated). Menjadi relawan adalah salah satu aktivitas yang dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai wujud kepedulian dan komitmennya terhadap sebuah visi tertentu.

Hampir semua relawan yang terlibat dalam pekerjaan kerelawanan termotivasi oleh semangat untuk menolong orang lain sebagai bentuk rasa kepedulian dan tanggung jawab untuk membantu meningkatkan kesejahteraan orang lain. Tentu saja motivasi yang bersifat altruistik tersebut juga diikuti oleh motivasi-mitivasi pribadi yang lain, misalnya keinginan untuk memperoleh pengalaman baru, mendapatkan teman baru, mendapatkan perspektif baru, menggali potensi atau hanya sekedar untuk mengisi waktu luang.

Melalui kerelawanan, relawan dapat saling belajar, dapat lebih memahami isu yang diminati secara lebih kritis, lebih mampu mengorganisasi diri dan sekaligus mampu melakukan aksi nyata dalam keterlibatannya di berbagai kegiatan.

Dilihat dari pola pelaksanaannya, ada tiga pola kerelawanan yang saat ini berkembang. Pertama, kegiatan kerelawanan yang dilakukan oleh individual dan tidak dikoordinir oleh lembaga atau organisasi tertentu. Aktivitas ini banyak berlangsung di masyarakat, namun sulit untuk diukur ataupun diteliti karena dianggap sebagai kegiatan rutin harian. Kedua, kegiatan kerelawanan yang dikoordinir oleh kelompok organisasi, atau perusahaan tertentu, namun bersifat insidentil atau dilakukan secara tidak kontinyu. Misalnya, kegiatan bakti sosial dan donor darah dalam rangka ulang tahun lembaga atau perusahaan. Ketiga, kegiatan kerelawanan yang dikelola kelompok atau organisasi secara profesional dan kontinyu. Pola ketiga ini ditandai dengan adanya komitmen yang kuat dari relawan (baik tertulis maupun lisan) untuk terlibat aktif dalam kegiatan yang dilakukan, adanya aktivitas yang rutin dan kontinyu serta adanya divisi atau organisasi yang khusus merekrut dan mengelola para relawan secara profesional.

Relawan dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu :

Relawan jangka panjang, adalah relawan yang memiliki kepedulian dan komitmen tinggi

terhadap suatu isu, visi atau kelompok tertentu dan bersedia mendedikasikan diri untuk memperjuangkan isu/visi yang di yakininya dalam jangka waktu tak tertentu. Relawan jangka

(19)

panjang memiliki ikatan yang kuat baik dengan lembaga maupun isu atau program yang sedang dilakukan oleh relawan lembaga. Biasanya relawan tipe ini memiliki ikatan emosi yang kuat terhadap isu atau tugas yang sedang dikerjakan dan sejalan dengan lamanya partisipasinya dalam suatu lembaga, maka nilai, identitas diri dan rasa kepemilikan terhadap isu/tugas/lembaga juga akan meningkat.

Umumnya, relawan jangka panjang direkrut melalui salah satu cara berikut : rekrutmen sendiri (memiliki kepedulian dan komitmen terhadap isu dan berusaha menemukan dan bergabung dengan lembaga atau wadah yang dapat mewujudkan komitmen dirinya), keterikatan diri terhadap isu atau lembaga yang berkembang semakin kuat (ikatan batin dengan suatu isu atau lembaga tumbuh menjadi lebih kuat), dan kloning (bergabung dengan lembaga karena ajakan staf atau relawan yang sudah bergabung terlebih dahulu).

Karena lamanya bergabung dan semakin meningkatnya kapasitas relawan dalam suatu isu atau program, relawan jangka panjang dapat dilibatkan dalam penentuan deskripsi tugas relawan, bahkan relawan tersebut dapat berinisiatif untuk menambah atau memodifikasi tugas-tugasnya. Bahkan apabila diperlukan, mereka juga bersedia meluangkan lebih banyak waktu dan tenaganya agar misi yang diembannya tercapai. Pengakuan atau reward dari lembaga akan semakin memperkuat komitmen dan keterlibatannya dalam pencapaian misi lembaga.

Relawan Jangka Pendek, adalah relawan yang bergabung dengan suatu lembaga hanya dalam

jangka waktu tertentu. Biasanya relawan tipe ini memiliki kepedulian terhadap suatu isu tetapi tidak menganggap isu atau keterlibatannya dalam lembaga tersebut sebagai suatu prioritas dalam hidupnya.

Relawan jangka pendek sebelum bergabung dengan suatu lembaga akan memastikan terlebih dahulu tentang deskripsi tugas yang akan mereka lakukan dan berapa lama komitmen yang harus mereka berikan ke lembaga tersebut. Mereka hanya bersedia melakukan tugas-tugas yang sesuai dengan jangka waktu mereka sediakan, sehingga biasanya relawan tipe ini tidak bergabung dalam suatu lembaga untuk jangka waktu lama.

Relawan jangka pendek biasanya direkrut oleh suatu lembaga melalui salah satu cara berikut : mereka tertarik bergabung dengan suatu lembaga karena tertarik dengan deskripsi tugas relawan, bukan pada misi lembaga; mereka terekrut melalui kegiatan-kegiatan atau event-event lembaga, biasanya mereka tertarik pada jenis event atau kegiatan yang dilakukan oleh suatu lembaga; dan mereka bergabung dengan suatu lembaga karena ajakan teman.

Agar suatu lembaga dapat memiliki cukup relawan jangka panjang, maka lembaga harus memiliki kegiatan promosi internal yang bagus dengan cara memberikan pengakuan atau recogition baik formal maupun informal ke relawan yang dimiliki, memberikan tanggung jawab dan tugas-tugas yang jelas, menarik dan menantang, serta perlahan-lahan meyakinkan mereka agar bersedia memberikan komitmen yang lebih lama. Semua hal ini dapat dilakukan apabila lembaga memiliki desain dan sistem manajemen kerelawanan yang efektif. Desain dan sistem manajemen kerelawanan tidak dapat diciptakan secara spontan, tetapi harus direncanakan dan disusun secara sistematis serta memandang program kerelawanan sebagai salahsatu bagian dari komponen utama lembaga dalam upaya mencapai misi lembaga.

(20)

Modul 2

Topik: Bergerak Persama PNPM Mandiri Perkotaan

Peserta memahami dan menyadari:

Perannya dalam penanggulangan kemiskinan bersama PNPM Mandiri Perkotaan

Membuat daftar peran relawan

1 Jpl ( 45 ’)

Bahan Bacaan:

Siklus PNPM Mandiri Perkotaan

• Kerta Plano • Metaplan

(21)

Membuat Daftar Peran Relawan

1) Sampaikan bahwa saat ini kita akan belajar bersama mengenai peran yang bisa dijalankan oleh relawan untuk menanggulangi kemiskinan bersama PNPM Mandiri Perkotaan. hubungan antara fasilitator kelurahan dan relawan. Ajak peserta untuk mengingat kembali peran fasilitator pembangunan (pembelajaran di sessi-sessi awal).

2) Ingatkan kepada peserta mengenai siklus PNPM Mandir Perkotaan , kemudian diskusikan apa yang bisa dilakukan oleh ralwan dalam setiap tahapan siklus. Ajaklah peserta untuk sama – sama mengisi tabel seperti di bawah ini yang ditulis dalam kertas plano.

Kegiatan Penanggulangan Kemiskinan Peran Relawan

RK PS BKM PJM KSM Sosialisasi Program Media Warga

Dalam Pelaksanaan dan monitoring kegiatan setelah BKM terbentuk dan PJM disusun KBK

Lainnya ?

Dari pengalaman sebelumnya, seringkali relawan hanya diartikan bisa berperan sampai pada pembangunan BKM/LKM. Peran relawan banyak dipahami digantikan oleh anggota BKM/LKM setelah BKM/LKM terbentuk. Padahal relawan merupakan salah satu mitra BKM/LKM di tingkat kelurahan/desa yang sangat penting. Kerelawanan sebagai wujud dari kepedulian masyarakat, menjadi penting untuk terus ditularkan kepada berbagai pihak dan terimplementasikan dalam keseluruhan kegiatan penanggulangan kemiskinan bukan hanya pada proses identifikasi masalah dan perencanaan tetapi juga dalam pelaksanaan program dan monitoring evaluasi. Peran dalam pelaksanaan dan monev dapat diwujudkan dengan keterlibatan mereka dalam memfasilitasi proses belajar di KSM, penumbuhan dan proses belajar dalam Komunita Belajar Kelurahan (KBK), proses belajar dalam membahas masalah – masalah khusus seperti masalah kesehatan, pendidikan, sanitasi lingkungan dan sebagainya. Dalam kegiatan – kegiatan lain relawan dapat menyumbangkan waktu, pemikiran dan tenaganya dalam rapat – rapat BKM/LKM, pada UP – UP, melakukan monitoring kegiatan KSM dan memberikan masukkan

(22)

3) Refleksikan bersama dan berikan penegasan – penegasan

Prinsip-Prinsip Kerjasama Fasilitator – Relawan

Menjadi fasilitator belajar, bukan menjadi penyuluh atau guru. Prinsip ini harus

benar-benar dipahami dan diterapkan oleh fasilitator. Tugas fasilitator adalah mengembangkan proses yang membuat peserta menentukan apa yang ingin dipelajarinya dan kemudian mencari cara untuk belajar bersama-sama. Jangan merasa bahwa seorang fasilitator harus paling tahu soal penanggulangan kemiskinan. Kalau ini yang tertanam dalam hati seorang fasilitator, maka hati tak akan tenang dan khawatir di cap sebagai fasilitator bodoh oleh relawan/warga.

Menjadi narasumber apabila diperlukan dan mampu. Seorang fasilitator yang menguasai

sesuatu isu atau topik, bisa menjadi narasumber apabila diperlukan. Selebihnya, fasilitator bertugas untuk mendorong agar masyarakat saling belajar. Setiap orang bisa menjadi narasumber dari pengalamannya. Kita bisa belajar dari kesederhanaan petani yang buta huruf tentang merencanakan keuntungan produksi kebunnya. Kita juga bisa belajar dari perempuan tentang pengelolaan keuangan rumah tangga.

Membangun suasana kesetaraan dan dialogis. Semua orang punya pengalaman untuk

dibagi, pendapat untuk disampaikan, dan harapan-harapan. Roh dari kesetaraan adalah menghargai sesama manusia, tanpa membeda-bedakan. Boleh membedakan, selama untuk keberpihakan terhadap pihak yang lemah dan terabaikan.

Membangun suasana menghargai perbedaan pendapat. Jangan pernah menghindari

perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat memang seringkali mengarah kepada konflik. Tetapi coba ingat-ingat, setiap kali kita sedang berdebat mempertahankan pendapat kita (seperti yang dialami seorang yang sedang berkonflik), maka otak kita berpikir keras mencari jawaban atas serangan lawan. Nah, ini semacam latihan otak, supaya terasah daya kritisnya. Catatan, prosesnya harus dikelola dengan baik, jangan sampai debat kusir dan buntu (deadlock).

Menghargai berbagai kemampuan masyarakat. Semua orang saling membutuhkan

kemampuan yang dimiliki orang lain. Seorang pemimpin, membutuhkan masukan dari para petani untuk mengembangkan program di desanya. Juga seorang pandai cendekia, mungkin perlu belajar membetulkan kunci rumah kepada tetangganya.

Memiliki semangat belajar tinggi. fasilitator yang penuh semangat akan menularkan

“energinya” kepada masyarakat. Jika fasilitator tampil tanpa semangat, maka demikian pula dengan relawan/warga masyarakat.

Serius tapi santai. Mengapa menjadi prinsip? Banyak program atau kegiatan di desa yang

dilakukan sekedar memenuhi tugas. Suasana kegiatannya tidak menyenangkan dan tidak terasa bermanfaat. Ini menjadi prinsip karena membuat masyarakat membuang waktunya untuk kegiatan sekedarnya. Sebuah kegiatan seharusnya menyenangkan dan sekaligus bermanfaat. Kita harus menghormati waktu yang dimiliki masyarakat.

(23)

Kreatif dan inovatif. Pengembangan dan penggunaan media belajar membutuhkan

kreativitas dan sikap mau mencoba sesuatu yang baru (inovatif). Kreativitas dan inovasi ini sebaiknya berasal dari peserta dan fasilitator bersama-sama. Membangun sebuah kelompok yang kreatif, inovatif, gembira, dan bersemangat, merupakan pencapaian yang berharga yang bisa dilakukan seorang fasilitator.

(Diadaptasi dari Prinsip-prinsip FI dan Relawan, Memberdayakan Masyarakat dengan

Mendayagunakan Telecenter, Buku 1 - Panduan untuk Fasilitator Infomobilisasi, Diterbitkan

(24)
(25)

Referensi

Dokumen terkait

Klien yang memiliki kebutuhan komplek yang timbul dari interaksi kebutuhan fisik, medis, sosial emosional akan mendapatkan keuntungan dari perencanaan pulang pasien

Jawab: yaitu dengan meyakini bahwa Allah SWT itu mempunyai sifat maha berbicara (kalam) dan sesungguhnya Berbicaranya Allah SWT itu tidaklah sama dengan berbicaranya kita

Jadi coping adalah upaya atau cara untuk mengatasi masalah dan menyesuaikan diri dengan keinginan yang akan dicapai dan respons terhadap situasi yang menjadi

Berdasarkan wawancara diatas dapat penulis simpulkan bahwa masyarakat Desa Jati Wetan melakukan strategi coping dalam menanggulangi/ mengurangi stress yang dirasakan saat

Demikian ringkasan eksekutif Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) OPD Dinas Pangan dan Pertanian Kota Bengkulu, sebagai laporan pertanggungjawaban pelaksanaan

Pada Trip III ini didapatkan nilai oksigen terlarut yang tinggi pada stasiun penelitian terutama stasiun di Danau Cala (Sungai Dalam, Suluk, Pulau Karam, dan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1

Info Data Penyulang : berfungsi untuk menampilkan informasi data-data penyulang yang terdapat pada setiap rayon (Lampiran 3).. Info Data Tiang : berfungsi untuk menampilkan