• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya membuat peneliti mendapatkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya membuat peneliti mendapatkan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1.1.1 Kinerja Museum Sebagai Daya Tarik Wisata

Terinspirasi dengan filosofi yang mengatakan “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya” membuat peneliti mendapatkan inspirasi untuk mengangkat judul yang berhubungan dengan nilai sejarah dan budaya yang kuat, sehingga muncul sebuah gagasan untuk mengangkat museum sebagai obyek penelitian. Karena sudah kita ketahui bahwasanya museum merupakan wadah untuk mengenal sejarah dan dari mengenal sejarah itu membuat kita lebih mengenal jasa para pahlawan kita.

Mengutip dari salah satu artikel KOMPAS.com pada tanggal 7 Januari 2015 menyatakan bahwa “Louvre yang sangat terkenal dan berada di Perancis, berhasil meraih kunjungan wisatawan sebesar 9,3 juta pada tahun 2014. Hal ini menjadikan Louvre kembali menjadi museum paling banyak dikunjungi di dunia”. Masih dalam artikel yang sama seperti dikutip dari kantor berita AFP, “pihak Louvre mengumumkan dari angka tersebut 70 persen penjualan tiket masuk berasal dari wisatawan asing. Turis asing paling banyak berasal dari Amerika Serikat, Tiongkok, Italia, Inggris, dan Brasil. lebih dari setengah pengunjung di tahun 2014 berusia di bawah 30 tahun”. Museum Louvre yang terletak di Rive Droite Seine Paris, salah satu kota di Negara Prancis, memiliki koleksi seni dan barang antik. Untuk koleksinya yang paling terkenal adalah lukisan ‘Mona Lisa’ karangan Leonardo da Vinci dan patung Venus de Milo dari zaman Yunani Kuno.

(2)

2

Museum Louvre memiliki lokasi yang strategis yaitu di pusat kota Paris di tepian Sungai Seine. Museum ini pun bisa diakses melalui transportasi publik yaitu Metro (subway) melalui trek Louvre-Rivoli yang merupakan line 1 dari jaringan Metro kota Paris yang memiliki 14 buah line Metro. Museum Louvre memiliki tiga pintu masuk. Yang utama adalah melalui pintu masuk utama di piramida kaca yang berada di tengah area, lalu melalui pusat perbelanjaan bawah tanah Carrousel de Louvre, dan yang terakhir melalui Porte des Lions. Jika masuk melalui pintu utama (piramida) akan tersedia elevator yang terutama bermanfaat bagi lansia, ibu dengan anak, maupun orang dengan cacat fisik. Hal ini merupakan bukti bahwa pihak museum sangat memperhatikan masalah pelayanan dan kepuasan pengunjung.

Jumlah kunjungan di sebuah Museum Louvre Paris bisa mendatangkan wisatawan hingga 9,3 juta per tahunnya, jauh berbanding dengan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia pada Januari hingga Desember 2014 yang hanya menyentuh angka 9.435.411. (Kemenparekraf 2014). Artikel tersebut membuktikan bahwa museum dapat dijadikan salah satu daya tarik wisata yang dapat menarik banyak kunjungan wisatawan. Dilihat dari jumlah wisatawan yang datang hampir separuhnya berusia 20 hingga 35 tahun, hal ini membuktikan trends pengunjung museum tidak lagi didominasi usia anak sekolah atau lansia.

Gambar 1.1

(3)

3

Selain memberikan pengalaman, mengunjungi museum dapat menambah pemahaman terhadap banyak hal baru. Terutama dari koleksi yang ditampilkan oleh museum dapat bercerita serta memberikan informasi yang tepat sesuai dengan kebutuhan pengunjung museum. Karena dikemas dengan fun, museum pun jauh dari kesan membosankan. Seperti yang terlihat di ArtScience Museum, Marina Bay Sands, Singapura. Aneka perabot modern, playful, dan sophisticated benar-benar memanjakan mata para pengunjung museum. Tidak berbeda jauh dengan Museum Louvre di Kota Paris, Artscience Museum di Singapura menjadikan museum sebagai salah satu daya tarik wisata dengan tujuan dapat menarik wisatawan baik domestik maupun mancanegara.

Dari segi tampilan bangunan fisik ArtScience Museum, sudah dikemas dengan baik dan menonjolkan sisi keunikan sehingga membuat wisatawan tertarik untuk mengunjungi museum. Selain koleksi museum yang begitu mempesona dengan tampilan display yang menarik, museum ini sering mengadakan pameran – pameran baik skala nasional maupun internasional dan yang terbaru ini pameran Mummy: Secrets of the Tomb. Essential Eames: A Herman Miller Exhibition dan 50 Greatest Photographs National Geographic

Gambar 1.2

ArtScience Museum, Marina Bay Sands, Singapura (Foto: Fitri/Okezone, 2014)

(4)

4

Dari artikel di atas membuktikan museum dapat dijadikan sebagai salah satu daya tarik wisata yang memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan dan dijadikan asset berharga di bidang pariwisata, sehingga bisa meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan baik domestik maupun internasional. Kedua museum di atas telah memberikan contoh bagaimana museum bisa berfungsi sebagai alternatif baru untuk dijadikan daya tarik wisata.

1.1.2. Kondisi Kinerja Museum di Indonesia

Pariwisata di Indonesia sejauh ini mengalami peningkatan yang signifikan, dapat dilihat dari tingginya capaian target sektor pariwisata sepanjang tahun 2013 semakin menguatkan bahwa prospek pariwisata yang semakin besar pada 2014. Tahun 2013 sektor pariwisata meraih kunjungan 8.802.129 wisman atau tumbuh 9,42 persen dengan perolehan devisa sebesar 10,05 miliar dollar AS. Data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemenparekraf mencatat dalam dua bulan terakhir November dan Desember 2013 kunjungan wisman mencapai rekor tertinggi masing-masing sebesar 807.422 dan 860.655 wisman.

Dengan meningkatnya pariwisata di Indonesia, hal ini juga berdampak terhadap museum-museum di Indonesia, dimana museum di Indonesia mengalami suatu perkembangan. Museum tidak lagi ingin disebut sebagai ’gudang’ tempat menyimpan barang-barang antik seperti anggapan masyarakat pada umumnya, tetapi museum berusaha untuk menjadi tempat dimana pengunjung dapat merasakan suatu suasana dan pengalaman yang berbeda, yang hanya akan mereka dapatkan jika mereka berkunjung ke museum.

(5)

5

Perubahan ini membuat peran museum berkembang menjadi tempat preservasi, penelitian dan komunikasi, yang tujuannya untuk menyampaikan misi edukasi sekaligus rekreasi kepada masyarakat (Weil, 1990; Hooper-Greenhill, 1994:140). Menurut Ibu Mari Elka Pangestu (Menteri Kemenparekraf Periode 2009-2014) dalam wawancara di sebuah acara di Palembang mengatakan "Dengan melihat museum kita bisa tahu bahwa kreativitas manusia sudah ada sejak zaman dulu. Jadi ayo kembali ke museum supaya bisa mengetahui pertumbuhan industri kreatif." Menurut Ibu Mari lagi, museum di suatu tempat juga potensial menghidupkan industri kreatif di mana jika makin banyak orang yang datang mengunjungi museum maka multiplier effect yang timbul akan makin luas. Masyarakat di sekitarnya akan menikmati potensi kesejahteraan dari sisi industri kreatif yang hampir pasti akan berkembang. "Orang yang datang sebagai wisatawan pasti akan mencari souvenir, replika, hingga kuliner," katanya. Kemenparekraf dalam hal ini telah menetapkan enam kebijakan untuk merevitalisasi museum yang ada di Indonesia. Salah satu dari enam kebijakan itu yakni memperbaiki bangunan fisik, termasuk dalam display agar benda-benda artefak di dalamnya mampu bercerita, menarik, dan edukatif

Selain itu mengunjungi museum merupakan salah satu cara yang dapat menjadi pilihan bagi masyarakat untuk memanfaatkan waktu luang dan waktu libur mereka bersama keluarga. Hal ini karena museum dapat digunakan sebagai wadah yang tepat dalam mempelajari bidang pendidikan, sejarah,dan kebudayaan. Dengan demikian museum seharusnya dapat menarik perhatian masyarakat agar berkunjung dan mendorong keinginan rasa ingin tahu yang dapat meningkatkan pembelajaran.

(6)

6

Meskipun begitu, berdasarkan penelitian E. Hopper (Museum and Their Visitors, New York: Routledge, 1994) dalam bidang pemasaran yang dilakukan di Inggris menemukan bahwa masyarakat tidak mengunjungi museum karena citra museum yang membosankan, milik golongan tertentu,dan tidak relevan. Hasil survei menunjukkan bahwa pengunjung berpikir tidak memperoleh manfaat dalam mengunjungi museum. Hal ini menurutnya juga tidak jauh berbeda dengan keadaan di negara lain, termasuk di Indonesia sehingga citra museum perlu diperbaharui. E. Hopper merekomendasikan agar museum memperbaiki perannya yang semula hanya sebagai “rumah penyimpanan” menjadi sebuah “rumah pembelajaran” yang menyediakan lingkungan pembelajaran untuk menambah pengetahuan bagi pengunjung. Sejumlah museum sudah menyadari hal ini sehingga terjadi peningkatan jumlah museum yang dikelola berdasarkan perspektif bisnis, yaitu dengan mengadopsi strategi dan kebijakan pemasaran. Tujuannya adalah meningkatkan aksesibilitas koleksi yang dimiliki bagi masyarakat.

Implementasi strategi pemasaran oleh pengelola manajemen ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya kinerja museum, permasalahannya kondisi kinerja museum di Indonesia secara garis besar terlihat pada proses pendiriannya, hanya dengan tujuan untuk menciptakan kelembagaan yang melakukan pelestarian warisan budaya dalam arti yang luas, artinya bukan hanya melestarikan fisik benda-benda warisan budaya, tetapi juga melestarikan makna yang terkandung di dalam benda-benda tersebut. Berbeda dengan negara lain yang konsep pemikiran secara global sudah maju, dimana menciptakan museum tidak sebatas untuk pelestarian kebudayaan tetapi juga memperhatikan dari segi wisatanya dengan mengemas

(7)

7

museum secara menarik sehingga masyarakat maupun wisatawan gemar mengunjungi museum, seperti yang dicontohkan oleh Museum Louvre di Paris.

Kinerja museum di Indonesia sejauh ini belum menjadikan museum sebagai tempat tujuan wisata bagi masyarakat dan wisatawan secara global. Masih banyak wisatawan, terutama wisatawan domestik yang notabenenya sebagai tuan rumah tidak terlalu akrab dengan kata “museum”, museum tidak lagi dijadikan alternatif utama sebagai media pembelajaran, hiburan, dan kesenangan. Sudah sulit ditemui masyarakat yang memilih mengunjungi tempat-tempat bersejarah maupun bangunan budaya sebagai alternatif hiburan di akhir pekan. Hal ini sangat disayangkan karena tempat bersejarah (museum) sesungguhnya menyimpan banyak potensi yang masih sangat bisa dimaksimalkan.

Sejauh ini museum di gambarkan sebagai tempat suram dan menyeramkan, kesan yang ditimbulkan oleh wisatawan menjadikan museum daya tarik wisata yang tidak menarik dan membosankan. Hal tersebut dibuktikan dalam jumlah kunjungan wisatawan. Wisatawan nusantara maupun mancanegara yang berkunjung ke museum di Indonesia masih memprihatinkan. Sebanyak 328 museum di seluruh Indonesia, hanya mampu menarik 10 juta kunjungan pertahun. Jumlah ini relatif kecil dibandingkan dengan museum di negara lain, di mana satu museum di Singapura bisa menarik hingga 6 juta kunjungan pertahunnya, belum lagi apabila dibandingkn dengan Museum Louvre di Kota Paris, Perancis bisa mencpai 9 juta kunjungan pertahunnya. sumber: (Subdirektorat Pengembangan dan Pemanfaatan Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Kementerian Pendidikan Dasar Menengah dan Kebudayaan, 2014).

(8)

8

1.1.3 Kondisi Kinerja Museum di Daerah Istimewa Yogyakarta

Yogyakarta, sebagai salah satu daerah tujuan wisata bagi wisatawan domestik maupun mancanegara memiliki kekayaan potensi alam dan budaya yang sangat beragam. Peninggalan seni-budaya yang masih terpelihara dengan baik dan dapat disaksikan di monumen-monumen peninggalan sejarah dan budaya (Candi Prambanan dan Ratu Boko, Kraton Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat), Kota tua Kota Gedhe, Makam Raja-raja Mataram di Imogiri, beberapa museum dan adat istiadat serta kesenian tradisional.

Menurut data Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Kemendikbud RI, Jumlah museum se-Indonesia hingga tahun 2014 mencapai 327 museum. Dari jumlah tersebut sebagian besar berada di Yogyakarta, yaitu sebanyak 40 an atau 15%. Museum tersebut dikelola oleh perorangan, swasta maupun pemerintah. Hal tersebut membuktikan bahwa potensi museum yang ada di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai daya tarik wisata sangat besar.

Tidak berbeda jauh dengan kondisi kinerja museum secara nasional. Kondisi kinerja museum pada wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta belum terlalu menggembirakan. Sejauh ini museum – museum yang ada di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta belum terlalu memiliki pengaruh penting dalam menarik serta meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan yang ada di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan “Saat ini memang museum di DIY belum menjadi bagian dari kunjungan wisatawan. Dari 28 museum di provinsi ini, hanya beberapa museum yang selalu ramai dikunjungi pelajar," (http://jogjanews.com/hanya-sedikit-museum-jogja-yang-ramai, 2015)

(9)

9

1.1.4 Kinerja Museum Sonobudoyo Yogyakarta

Museum Sonobudoyo merupakan museum negeri yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Terletak di jantung Kota Yogyakarta tepatnya di Jalan Trikora no.6 disebelah barat laut Alun –Alun Utara Yogyakarta. Dilihat dari segi lokasi, Museum Sonobudoyo memiliki keunggulan dari segi akses masuk karena terletak di pusat kota dan sebagai gerbang utama masuknya wisatawan ke Yogyakarta, museum ini mulai dibangun pada tahun 1934 dan diresmikan pada tanggal 6 November 1935 dengan sengkalan “Kayu Winayanging Brahmana Buda”, oleh Sri Sultan Hamengku Buwana VIII (Purwoko, 1981: 2).

Pendirian museum ini diprakarsai oleh organisasi Java Instituut yang beranggotakan para intelektual yang berasal dari Eropa dan Pribumi Indonesia. Organisasi ini memiliki ketertarikan pada hasil budaya dan seni tradisional masyarakat pribumi. Kegiatan utama dari organisasi ini adalah melestarikan dan mengembangkan kebudayaan pribumi yang mencakup wilayah Jawa, Bali, Madura, dan Lombok. Tidak mengherankan apabila koleksi yang berada di Museum Sonobudoyo didominasi hasil budaya dari keempat daerah tersebut. Kinerja Museum Sonobudoyo sejauh ini sudah baik namun tidak jauh berbeda dengan yang dialami museum – museum di DIY.

Walaupun dari segi jumlah koleksi yang dimiliki oleh Museum Sonobudoyo merupakan nomor dua terlengkap secara nasional setelah Museum Nasional di Jakarta. Namun sayang sekali kinerja Museum Sonobudoyo belum dapat dioptimalkan secara baik, dilihat dari observasi awal peneliti dan dari

(10)

10

referensi yang peneliti dapatkan ada beberapa permasalahan Museum Sonobudoyo, yang peneliti uraikan dalam tabel dibawah ini :

Tabel 1.1

Permasalahan Dasar Museum Sonobudoyo Sumber :Analisis, 2015

ASPEK PENGUNJUNG ASPEK PENGELOLA

1.Banyak pengunjung yang belum terlalu mengenal Museum

Sonobudoyo

1.Penempatan staff yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya.

2.Seringkali pengunjung merasa bosan saat mengunjungi museum

2.Kondisi display tempat koleksi dipamerkan yang

membosankan dan monoton. 3.Pengunjung tidak mendapatkan

pemahaman yang cukup terhadap koleksi museum. Sehingga kesan yang diberikan membuat

pengunjung malas untuk kembali datang lagi.

3.Tidak dilengkapi oleh fasilitas – fasilitas pendukung seperti audio visual terhadap koleksi agar dapat terlihat lebih

menarik. Walaupun sudah ada dibeberapa ruang pameran tetapi tidak berfungsi.

Dari data tabel di atas terlihat adanya beberapa permasalahan di Museum Sonobudoyo, sebagian besar dipengaruhi dari citra dan kemasan museum yang belum memenuhi keinginan pengunjung. Jika dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan dari tahun ke tahun, berdasarkan data yang diperoleh dari tahun 2011 hingga 2015 jumlah kunjungan wisatawan ke Museum Sonobudoyo mengalami grafik postif adanya peningkatan jumlah kunjungan dapat dilihat tabel dibawah ini

Tabel 1.2

Jumlah kunjungan wisatawan Museum Sonobudoyo Sumber : Data Statistik Museum Sonobudoyo, 2015

TAHUN DOMESTIK MANCANEGARA JUMLAH

2011 13.966 5.065 19.031

2012 13.670 5.758 19.428

2013 16.543 6.215 22.758

2014 21.000 5.863 26.863

(11)

11

Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan di Museum Sonobudoyo, sayangnya tidak diimbangi dengan kinerja yang ada. Hal tersebut dapat dilihat apabila jumlah kunjungan wisatawan ke Museum Sonobudoyo dibandingkan dengan jumlah kunjungan wisatawan di daya tarik wisata lainnya maupun museum yang berada di sekitar lokasi Museum Sonobudoyo, jauh tertinggal dpat dilihat berdasarkan tabel dibawah ini :

Tabel 1.2

Jumlah kunjungan wisatawan di beberapa tempat daya tarik wisata di Wilayah DIY tahun 2014

Sumber : Statistik Kepariwisataan 2015

Berdasarkan tabel di atas, jumlah kunjungan wisatawan di beberapa daya tarik wisata dalam satu lokasi dengan Museum Sonobudoyo terjadi kesenjangan jumlah kunjungan wisatawan, terlihat jelas perbedaan yang sangat mencolok. Pada tahun 2014 jumlah kunjungan Museum Sonobudoyo mencapai 26.853 sangat jauh berbeda dengan Museum Benteng Vredeburg mencapai 371.486. bahkan dibandingkan dengan Museum Ullen Sentalu yang lokasinya jauh dari pusat kota bisa mencapai 78.607. (Sumber. Data Statistik Kepariwisataan 2015), dapat diartikan sejauh ini Museum Sonobudoyo belum dapat menjadi pilihan utama wisatawan dalam mengujungi daya tarik wisata yang ada di DIY. Sehingga diperlukan kajian yang lebih untuk mencari sesuatu yang baru dalam hal

0 200000 400000 600000 800000 1000000 1200000 2014 Keraton Yogya Taman Pintar Museum Benteng V Museum Sonobudoyo Taman Sari

(12)

12

meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan salah satunya dengan mengoptimalkan kinerja Museum Sonobudoyo, diharapkan dengan adanya hubungan branding dan packaging dapat meningkatkan kinerja museum.

Sehingga selain meningkatkan jumlah kunjungan pada museum. Museum Sonobudoyo dapat memiliki sebuah citra tersendiri atau semacam identitas mutlak yang membuat pengunjung lebih mengetahui dan mengenal Museum Sonobudoyo. Berdasarkan data – data yang ada dan permasalahan yang sebelumnya sudah dibahas di awal yang peneliti dapatkan, untuk penelitian kali ini peneliti mengangkat Museum Sonobudoyo yang ada di Yogyakarta dari jumlah keseluruhan museum yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta, dikarenakan dilihat dari kriteria yang peneliti telah tentukan, dari segi kelengkapan koleksi museum, letak museum dan keterbatasan waktu yang dmiliki.

1.1.4 Branding and Packaging terhadap Kinerja Museum

Kinerja dalam konteks perusahaan nir-laba mencerminkan pencapaian misi, tujuan, dan sasaran, berdasarkan seorang ahli museum dari jerman, Gestrud Rudolf, (Ditjen Kebudayaan Depdikbud, 1984) menyimpulkan misi, tujuan, dan sasaran yang harus ditempuh oleh museum dapat dilihat dan diukur dari dua aspek yaitu, kinerja sosial dan kinerja ekonomi. Dimana kinerja sosial dapat menjadi ukuran apakah sebuah museum sudah dikenal oleh masyarakat ataukah belum. Frekuensi jumlah kunjungan seseorang atau kelompok yang mengunjungi museum dalam satu tahun dapat digunakan sebagai parameter, semakin jarang orang kembali ke museum akan mengindikasikan bahwa museum bukanlah sebuah kebutuhan yang perlu dipenuhi.

(13)

13

Kunjungan murid sekolah ke museum sebagai bagian dari tugas pendidikan misalnya tidak mencerminkan kinerja ini karena bukan dimotivasi oleh keinginan pribadi. Hal ini berbeda tentunya dengan orang-orang yang datang bergantian sepanjang tahun, karena museum memenuhi kebutuhan mereka. Sedangkan kinerja ekonomi merupakan wacana baru yang bagi sebagian pengelola masih diperdebatkan pemahaman ekonomi ini tidak dimaksudkan untuk menempakan museum sebagai ‘badan usaha’ komersial, di mana faktor keuntungan (profit) menjadi salah satu tujuan dari kinerja museum. Dalam konteks yang lebih luas, pengertian kinerja ekonomi ini harus dibawa ke tataran yang lebih tinggi, yaitu bagaimana museum mampu berkonstribusi meningkatkan pendapatan penduduk di sekitarnya, perolehan pedagang yang berjualan di sekitar museum, ataupun kesejahteraan pegawai yang bekerja di dalam museum, mungkin dapat menjelaskan kinerja ini.

Museum berdasarkan otoritas yang dimilikinya dapat memberi kesempatan kepada dunia usaha untuk memanfaatkan koleksinya bagi kepentingan komersial; misalnya mencetak kartu pos atau perangko. Di luar negeri sudah dikembangkan pemikiran baru bahwa sesama museum diperbolehkan menjual atau membeli koleksi selama tidak dibawa ke luar negeri, contohnya adalah Perancis. Proses jual beli ini erat kaitannya dengan ekonomi, karena dana yang dipergunakan untuk membelinya berasal dari uang tiket dan jasa. Wacana yang belum bisa diterima di Indonesia, ada banyak peraturan dan etika yang masih menjadi pertimbangan serius untuk mencari jalan keluar peran ekonomi semacam ini. .

(14)

14

Di dalam sebuah case study yang dilakukan oleh J. Tobelem, (“The Marketing Approach in Museum,” Museum Management an Curatorship, vol. 16, 1997), tentang kinerja museum menyatakan bahwa untuk saat ini museum sudah seharusnya merubah konsep dan pemahaman yang lebih luas terutama dalam hal pemasaran. Bahwa dengan mengedepankan tampilan yang baru dengan dikemas (packaging) secara baik dan memiliki sebuah nilai (branding) untuk memudahkan wisatawan mengingat museum itu sendiri. Dikuatkan oleh penelitian E. Hopper dalam bidang pemasaran yang dilakukan di Inggris menemukan bahwa masyarakat tidak mengunjungi museum karena citra museum yang membosankan, milik golongan tertentu, dan tidak relevan. Hasil survei menunjukkan bahwa pengunjung berpikir tidak memperoleh manfaat dalam mengunjungi museum.

Hal ini menurutnya juga tidak jauh berbeda dengan keadaan di negara lain. Citra museum perlu diperbarui, E Hopper merekomendasikan agar museum memperbaiki perannya yang semula hanya sebagai “rumah penyimpanan” menjadi sebuah “rumah pembelajaran” yang menyediakan lingkungan pembelajaran untuk menambah pengetahuan bagi pengunjung. Sejumlah museum sudah menyadari hal ini sehingga terjadi peningkatan jumlah museum yang dikelola berdasarkan perspektif bisnis, yaitu dengan mengadopsi strategi dan kebijakan pemasaran. Tujuannya adalah meningkatkan aksesibilitas koleksi yang dimiliki bagi masyarakat. Implementasi strategi pemasaran oleh pengelola manajemen ditentukan oleh beberapa faktor pertumbuhan sektor museum, kebutuhan pendanaan pengelolaan/pemeliharaan, meningkatnya persaingan, meningkatnya waktu luang yang dimiliki individu, dan kebutuhan bagi museum untuk mengetahui

(15)

15

profil pengunjung dengan lebih baik. Menurut J. Tobelem, pengelola museum menjalankan strategi pemasaran untuk mengoptimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki, yang berimplikasi pada peningkatan usaha komersialnya (toko souvenir,restoran) atau meningkatkan pendanaan dari donator.

Strategi pemasaran juga membantu museum untuk mencapai tujuan dan sasarannya dengan lebih efisien atau dengan kata lain memiliki kinerja yang bagus. Kinerja dalam konteks perusahaan nir-laba mencerminkan pencapaian misi, tujuan dan sasaran. Misi museum adalah untuk membantu perkembangan sikap yang positif terhadap kebudayaan, melakukan penelitian dan menjaga warisan cagar budaya. Misi ini tercermin dalam kinerja sosial. Bagi beberapa museum, memperoleh pendapatan yang memadai untuk memelihara koleksi dan membiayai kegiatan operasional sehari-hari (kinerja ekonomi) merupakan sasaran yang tidak mungkin terhindarkan Penelitian ini menguji hubungan orientasi pemasaran (branding dan packaging) terhadap kinerja sosial dan kinerja ekonomi museum, dimana penelitian sebelumnya lebih banyak membahas dari segi fisik museum. Dari hasil penelitian ini diharapkan nantinya hubungan branding dan packaging bisa meningkatkan kinerja social dan kinerja ekonomi Museum Sonobudoyo.

1.2 Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang sudah peneliti jelaskan sebelumnya ada dua permasalahan yang akan peneliti angkat. Berikut adalah rumusan masalah dari penelitian ini :

1).Dari segi kinerja museum, kinerja Museum Sonobudoyo dapat dilihat dari sisi sosial dan ekonomi. Jika dilihat dari sisi sosial, misi museum dalam

(16)

16

mengenalkan dan menginformasikan kandungan pada koleksi museum belum tersampaikan secara baik dan kurang menarik sehingga membuat para pengunjung merasa bosan dan ingin cepat mengakhiri kunjungannya. Faktor tersebut yang menyebabkan banyaknya wisatawan yang malas mengunjungi museum dan tidak berminat untuk datang kembali. Museum kurang menarik dalam memberikan informasi koleksi yang ada pada museum sehingga dikhawatirkan pengunjung tidak mendapatkan pengetahuan yang cukup tentang isi museum. Hal tersebut yang menyebabkan museum tidak terlalu dikenal dan citra yang diciptakan museum tidak melekat terhadap wisatawan.

Jika dilihat dari sisi ekonomi, promosi dan pemasaran yang belum berjalan optimal, serta kurangnya kegiatan yang diselenggarakan atau diikuti oleh pihak museum berdampak terhadap kurangnya antusias dan minat wisatawan untuk mengunjungi museum. Harga tiket yang relatif murah tidak serta merta membuat banyak jumlah pengunjung tertarik sehingga berdampak pada kondisi museum yang tidak terawat dan SDM yang terlihat bekerja tidak secara optimal, selain itu museum tidak memiliki koleksi utama yang dapat dijadikan sebagai koleksi bernilai komersial, serta fasilitas yang tidak berfungsi manandakan indikasi kurangnya pendapatan. Diharapkan apabila kinerja ekonomi ini berjalan secara optimal, museum dapat menghidupi diri sendiri tampa harus menunggu bantuan dari pemerintah.

2).Brand image (branding) maupun dari segi kemasan (packaging) di Museum Sonobudoyo terlihat belum optimal dibuktikan dengan tidak terlalu dikenalnya museum tersebut bagi sebagaian besar wisatawan lokal maupun

(17)

17

mancanegara. Tampilan museum yang tidak menarik dan media dalam mempresentasikan museum terhadap pengunjung terlihat monoton menandakan indikasi bahwa Museum Sonobudoyo belum mengoptimalkan pengaruh dari branding dan packaging.

Maka dengan adanya penelitian ini untuk menganalisis kekuatan hubungan sebuah citra atau branding dengan dipadukan kemasan (packaging) Diharapkan dapat membuat Museum Sonobudoyo lebih terlihat menarik dan dikenal oleh masyarakat maupun wisatawan. Dengan demikian, secara otomatis para pengunjung baik masyarakat lokal dan wisatawan dapat menjadikan museum sebagai salah satu daya tarik wisata yang menarik untuk dikunjungi.

1.3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan dari rumusan masalah yang telah peneliti ungkapkan maka untuk pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut :

1) Bagaimana kondisi kinerja sosial dan ekonomi Museum Sonobudoyo saat ini ? 2) Bagaimana hubungan Branding dan Packaging terhadap kinerja sosial dan ekonomi Museum Sonobudoyo sebagai sebuah daya tarik wisata di Yogyakarta? 1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1) Mengetahui sejauh mana kinerja sosial dan ekonomi Museum Sonobudoyo saat penelitian dilakukan.

2) Mengetahui sejauh mana tingkat pengaruh adanya branding dan packaging dalam mengoptimalkan kinerja sosial dan ekonomi Museum Sonobudoyo sebagai sebuah daya tarik wisata di Yogyakarta.

(18)

18 I.5. Sasaran Penelitian

1). Mengidentifikasi kondisi kinerja sosial dan ekonomi Museum Sonobudoyo. 2). Mengidentifikasi dan menjelaskan hubungan antara pengarug branding & packaging terhadap kinerja sosial dan ekonomi Museum Sonobudoyo

3). Mengidentifikasi langkah – langkah dan strategi untuk mengoptimalkan kinerja sosial dan ekonomi Museum Sonobudoyo (dengan menggunakan konsep bauran pemasaran yang sudah dimodifikasi yaitu branding and packaging).

4). Menghasilkan arahan dan rekomendasi hasil dari penelitian dimana hubungan pengaruh branding & packaging terhadapa kinerja sosial dan ekonomi Museum Sonobudoyo terhadap pihak yang terkait.

I.6. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, informasi, dan referensi bagi beberapa kalangan diantaranya sebagai berikut :

1. Bagi peneliti sebagai bahan informasi untuk menerapkan pengetahuan selama perkuliahan dan penelitian ini.

2. Bagi pembaca dan pelaku pariwisata sebagai bahan informasi bagi masyarakat umum dan wisatawan domestik maupun internasional dalam memahami segala persepsi yang berkaitan dengan kinerja museum dan pengembangannya terhadap pariwisata

3. Bagi stakeholder sebagai bahan pertimbangan dan rujukan dalam menyusun peraturan dan kebijakan pembangunan dan pengembangan pariwisata dengan referensi untuk pengoptimalan kinerja museum – museum yang ada di Kota Yogyakarta dan bagaimana museum dapat dijadikan sebagai destinasi wisata .

(19)

19 1.7 Keaslian Penelitian

No

Penulis Judul / Tahun Fokus Lokus Metode Hasil

1 Laksmi Kusuma Wardani Nilai Budaya Pada Interior Museum Sonobudoyo (2007) (Tesis) Potensi Koleksi Budaya Museum Sonobudoyo Metode Kualitatif Deskriptif 1.Pengelolaan Museum dengan memfokuskan pada interior museum 2.Pengembangn melalui dan dilihat dari sudut pandang arsitektur 2 Alwin Suryono Pelestarian Arsitektur Museum Sonobudoyo (2009) (Tesis) Persepsi terhadap pelestraian museum Museum Sonobudoyo Metode Kualitatif

1.Fungsi arsitektur dalam melestarikan bentuk fisik dari museum

2.Merubah persepsi masyarakat terhadap bangunan museum yang dianggap biasa menjadi sesuatu yang mempunyai nilai 3 Ashar Murdihastomo Model Pembelajaran Bagi Kelompok Disabilitas di Museum Sonobudoyo (2015) (Tesis) Pemenuhan Fasilitas dan tawaran modelpembelajaran di museum yang tepat untuk kelompok disabilitas Museum Sonobudoyo Metode Observasi Metode Wawancara Menunjukan bahwa fasilitas yang dibutuhkan untukmengakomodasi pengunjung kelompok disabilitas

(20)

20 4 Irma Yunita Pengaruh

Kualitas Pelayanan, Kualitas Produk Dan Brand Image Terhadap Loyalitas Pemasang Iklan Di Pt. Radar Banten Dan Pesaingnya (2015) (Tesis) Bagaimana pengaruh kualitas pelayanan, kualitas produk dan Branding terhadap loyalitas konsumen

Radar Banten Metode Kuantitatif dengan analisa regresi ganda

kesimpulan penelitian ini terbukti bahwa hanya 2 variabel yang berpengaruh positif yaitu variabel Kualitas Produk dan Brand Image tetapi variable Kualitas Pelayanan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap loyalitas konsumen.

5 Rezi Edi Muin Hubungan branding dan packaging terhadap kinerja Museum Sonobudoyo sebagai daya tarik wisata (2016) (Tesis) Bagaimana pengaruh dari hubungan branding & packaging terhadap kinerja sosial dan kinerja ekonomi museum Museum Sonobudoyo Metode Deskriptif Kualitatif 1.Mengidentifikasikan kinerja sosial dan kineja ekonomi Museum

Sonobudoyo sat ini belum berjalan secara optimal 2.Menerapakan pengaruh dari hubungan branding & packaging dapat

meningkatan kinerja sosial dan kinerja ekonomi Museum Sonobudoyo

(21)

21 I.8 Alur Penelitian

I.8 Alur Penelitian Pengaruh Branding & Packaging terhadap

kinerja Museum Sonobudoyo KEGIATAN PARIWISATA

Strategi pemerintah dan pengelola museum untuk mengotimalkan kinerja museum dari segi sosial dan ekonomi

Dengan meningkatkan kualitasBranding dan Packaging diharapkan mampu meningkatkan kinerja museum

TEORI PENDUKUNG : 1. Definisi pariwisata dan Komponen

pariwisata

2. Tinjauan terhadap kinerja museum 3. Tinjauan terhadap potensi dan daya

tarik wisata

TEORI UTAMA : Branding dan Packaging

Komponen yang akan diteliti:

1. Jumlah kunjungan wisatawan

2. Fasilitas & Produk yang dimiliki museum 3. Sarana pemasaran museum

4. 2. INPUT YANG

DIPEROLEH

WAWANCARA DENGAN PEMERINTAH DAN PENGELOLA MUSEUM

OBSERVASI KE LAPANGAN DAN KUESIONER KE PENGUNJUNG

IMPLEMENTASI DARI

STARTEGI KINERJA MUSEUM STRATEGI UNTUK KINERJA MUSEUM E M P I R I 1 .

MENGANALISIS KONDISI EKSISTING KINERJA MUSEUM SONOBUDOYO SEBAGAI DAYA TARIK WISATA

MENGANALISIS PENGARUH BRANDING & PACKAGING TERHADAP KINERJA MUSEUM SONOBUDOYO

HASIL DARI ANALISIS TERHADAP PENGARUH BRANDING & PACKAGING TERHADAP KINERJA MUSEUM SONOBUDOYO

KESIMPULAN DAN HASIL PEMBAHASAN SEBAGAI REKOMENDASI 3 2

OUTPUT

P E M B A H A S A N

Referensi

Dokumen terkait

Cuci secara diberus dengan bahan kimia yang sesuai untuk membersihkan kesan- kesan kuning dan lain-lain kesan kotoran yang ada dan dikeringkan menggunakan peralatan yang

Persetujuan ini dapat diubah setiap saat dengan kesepakatan tertulis Para Pihak. Setiap perubahan atas persetujuan ini mulai berlaku sesuai dengan ketentuan ayat l

Pada zona ini masyarakat Blambangan sudah berani mengeksplorasi motif batik milik Mataram Islam menjadi karya motif batik milik Blambangan maka di letakkan RUANG

[r]

Dengan melihat latar belakang masalah dan pokok masalah yang telah penulis paparkan pada bab sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa Pendekatan yang digunakan

(2) Badan Usaha Swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan kepada Direktur Jenderal laporan tahunan mengenai pelaksanaan produksi dan pemasaran hasil

• Tujuan: Untuk mengaktifkan register agar register dapat ditulisi • Data yang ditulisi bisa berasal dari memori atau dari hasil.

Tentang Rasionalitas), Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang, - tidak diterbitkan ... 26 Sinkronisasi pemikiran tentang Tuhan, antara Descartes dengan Islam bisa