• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. (PP No 37 tentang Pengelolaan DAS, Pasal 1).

Daerah aliran sungai merupakan unit alam berupa kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis berupa punggung-punggung bukit yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh di atasnya ke sungai utama (Sunarti 2008) dan kemudian menyalurkannya ke laut (Asdak 1995). Guna dari DAS adalah menerima, menyimpan, dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya melalui sungai.

DAS adalah suatu bentang lahan yang dibatasi oleh punggung bukit pemisah aliran (topographic divide) yang menerima, menyimpan, dan mengalirkan air hujan melalui jaringan sungai dan bermuara di satu patusan (single outlet) di sungai utama menuju danau dan laut. (Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air) .

DAS merupakan ekosistem alam berupa hamparan lahan yang bervariasi menurut kondisi geomorfologi (geologi, topografi, dan tanah), penggunaan lahan, dan iklim yang memungkinkan terwujudnya ekosistem hidrologi yang unik.

(2)

DAS dibagi menjadi tiga bagian yaitu DAS bagian hulu, DAS bagian tengah, dan DAS bagian hilir. DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang dapat diindikasikan oleh kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan. DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau. DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah (Effendi 2008).

Pengelolaan DAS pada dasarnya ditujukan untuk terwujudnya kondisi yang optimal dari sumber daya vegetasi, tanah, dan air, sehingga mampu memberi manfaat secara maksimal dan berkesinambungan bagi kesejahteraan manusia. Selain itu pengelolaan DAS dipahami sebagai suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di DAS untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya air dan tanah, yang dalam hal ini termasuk identifikasi keterkaitan antara tata guna lahan, tanah dan air, serta daerah hulu dan hilir suatu DAS (Asdak 1995).

(3)

2.2 Curah Hujan Wilayah

Curah hujan wilayah merupakan curah hujan yang pengukurannya dilakukan di suatu wilayah tertentu (wilayah regional). Menurut Sosrodarsono & Takeda (1977) data curah hujan dan debit merupakan data yang sangat penting dalam perencanaan waduk. Analisis data hujan dimaksudkan untuk mendapatkan besaran curah hujan. Perlunya menghitung curah hujan wilayah adalah untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir. Metode yang digunakan dalam perhitungan curah hujan rata-rata wilayah daerah aliran sungai (DAS) ada tiga metode, yaitu metode rata-rata aritmatik (aljabar), metode poligon Thiessen dan metode Isohyet. (Loebis, 1987)

2.2.1 Metode Aritmatik (Aljabar)

Yaitu curah hujan rata-rata DAS dapat ditentukan dengan menjumlahkan curah hujan dari semua tempat pengukuran untuk suatu periode tertentu dan membaginya dengan banyaknya stasiun pengukuran. Metode ini dapat dipakai pada daerah datar dengan jumlah stasiun hujan relatif banyak, dengan anggapan bahwa di DAS tersebut sifat hujannya adalah merata (uniform) Secara sitematis dapat ditulis sebagai berikut :

𝑃 =𝑛1∑𝑛 𝑃𝑖

1=1 ... (2.1)

dengan:

p = Curah hujan rata-rata.

p1,p2,..,pn = Curah hujan pada setiap stasiun. n = Banyaknya stasiun curah hujan.

(4)

Contoh perhitungan dengan cara aritmatik :

Dengan tinggi hujan, h1, h2, h3 dan banyaknya station n, maka :

hrata-rata = n h h h123 ... ... (2.2)

Gambar 2.1 Cara Aritmatik (sumber : Diktat Hidrologi-6 Hadi Susilo, 2009) Dengan ketentuan tinggi hujan di :

A = 4 mm/etmal F = 4 mm/ etm.

B = 8 mm/etmal G = 3 mm' etm.

C = 10 mm/etmal H = 14 mm/ etm.

D = 4 mm/etmal I = 8 mm/ etm.

E = 5 mm/etmal M = 7 mm/ etm.

Terdapat harga rata-rata = 4 + 8 + 10 + 4 + 5 + 4 + 3 + 10 + 8 + 7 10

(5)

2.2.2 Metode poligon Thiessen

Gambar 2.2 Cara Thiessen (sumber : Diktat Hidrologi-6 Hadi Susilo, 2009)

Tabel 2.1 Cara Thiessen

Stasiun Tinggi Hujan (mm) Luas Km2 Luas Relatip % Tinggi Hujan (mm)

A 4 3 3 0.12 B 8 3 3 0.24 C 10 - - - D 4 2 2 0.08 E 5 2 2 0.10 F 4 20 20 0.80 G 3 15 15 0.45 H 14 20 20 2.80 I 8 15 15 1.20 J 7 20 20 1.40 100 100 7.19

(sumber : Diktat Hidrologi-6 Hadi Susilo, 2009)

Yaitu curah hujan rata-rata didapatkan dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung tiga stasiun hujan. Dengan demikian setiap stasiun penakar hujan akan terletak pada suatu wilayah poligon tertutup luas tertentu. Cara ini dipandang lebih baik dari cara rerata aljabar, yaitu

(6)

dengan memasukan faktor luas areal yang diwakili oleh setiap stasiun hujan. Jumlah perkalian antara tiap-tiap luas poligon dengan besar curah hujan di stasiun dalam poligon tersebut dibagi dengan luas daerah seluruh DAS akan menghasilkan nilai curah hujan rata-rata DAS. Prosedur hitungan dari metode ini digambarkan pada persamaan-persamaan berikut :

𝑃 =

𝐴1.𝑃1+𝐴2.𝑃2+⋯+𝐴𝑛.𝑃𝑛

𝐴 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 ... (2.3) dengan:

p = Curah hujan rata-rata.

p1,p2,...,pn = Curah hujan pada setiap stasiun.

A1,A2,...,An = Luas yang dibatasi tiap poligon atau luas daerah yang mewakili stasiun 1,2,...,n.

Nilai perbandingan antara luas poligon yang mewakili setiap stasiun terhadap luas total daerah aliran sungai (DAS) tersebut disebut sebagai faktor bobot Thiessen untuk stasiun tersebut. Dengan demikian cara ini dipandang lebih baik dari cara rerata aljabar karena telah memperhitungkan pengaruh letak penyebaran stasiun penakar hujan. Metode ini cocok untuk menentukan hujan rata-rata dimana lokasi hujan tidak banyak dan tidak merata.

(7)

2.2.3 Metode Isohyet

Gambar 2.3 Cara Isohyet (sumber : Diktat Hidrologi-6 Hadi Susilo, 2009)

Tabel 2.2 Cara Isohyet

Luas km2 Luas relatif % Isotach rata-rata Tinggi hujan mm

3 3 14 0,42 15 15 12 1,80 20 20 9 1,80 25 25 6,5 1,63 12 12 4,5 0,54 10 10 3,5 0,35 15 15 3 0,45 100 100% 6,99

(sumber : Diktat Hidrologi-6 Hadi Susilo, 2009) Cara memakai koefisien 

𝛽 =

ℎ𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 ℎ𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚

𝛽 =

1970

𝛽−0.12

− 3960 + 1720 𝛽

...

...(2.4) Yaitu metode ini menggunakan pembagian DAS dengan garis-garis yang menghubungkan tempat-tempat dengan curah hujan yang sama besar. Curah hujan rata-rata di daerah aliran sungai didapatkan dengan menjumlahkan perkalian antara curah hujan rata-rata di antara garis-garis isohyet dengan luas daerah yang dibatasi oleh garis batas DAS dan dua garis isohyet, kemudian dibagi dengan luas seluruh

(8)

DAS. Cara ini mempunyai kelemahan yaitu apabila dikerjakan secara manual, dimana setiap kali harus menggambarkan garis isohyet yang tentunya hasilnya sangat tergantung pada masing-masing pembuat garis. Unsur subyektivitas ini dapat dihindarkan dengan penggunaan perangkat lunak komputer yang dapat menghasilkan gambar garis isohyet berdasarkan sistem interpolasi grid, sehingga hasilnya akan sama untuk setiap input data di masing-masing stasiun hujan. Persamaan dalam hitungan hujan rata-rata dengan metode isohyet dapat kita rumuskan seperti berikut :

𝑝 = ( 𝐴𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴1 𝑥 (𝑝1+𝑝2)2 ) + ( 𝐴𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴2 𝑥 (𝑝2+𝑝3)2 ) +…..+ ( 𝐴𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴1 𝑥 (𝑝𝑛+𝑝𝑛+1)2 )

... (2.5) dengan:

p = Curah hujan rata-rata,

p1,p2,...,pn = Besaran curah hujan yang sama pada setiap garis isohyet At = Luas total DAS (A1+A2+...+An)

2.3 Evapotranspirasi

Evapotranspirasi tanaman adalah perpaduan dua istilah yakni evaporasi dan transpirasi. Kebutuhan air dapat diketahui berdasarkan kebutuhan air dari suatu tanaman. Apabila kebutuhan air suatu tanaman diketahui, kebutuhan air yang lebih besar dapat dihitung (Hansen dkk., 1986). Evaporasi yaitu penguapan di atas permukaan tanah, sedangkan transpirasi yaitu penguapan melalui permukaan dari air yang semula diserap oleh tanaman. Atau dengan kata lain, evapotranspirasi adalah banyaknya air yang menguap dari lahan dan tanaman dalam suatu petakan karena panas matahari (Asdak, 1995).

(9)

Menurut Sri Harto (1993), ada dua bentuk transpirasi yaitu : transpirasi stomata, dimana air lepas melalui pori-pori pada stomata daun dan transpirasi kutikular, dimana air menguap dari permukaan daun ke atmosfir melalui kutikula. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses transpirasi adalah suhu, kecepatan angin, kelembaban tanah, sinar matahari, gradien tekanan uap. Juga dipengaruhi oleh faktor karakteristik tanaman dan kerapatan tanaman (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).

Ada 3 faktor yang mendukung kecepatan evapotranspirasi yaitu :

1. Faktor iklim mikro, mencakup radiasi netto, suhu, kelembaban dan angin 2. Faktor tanaman, mencakup jenis tanaman, derajat penutupannya, struktur

tanaman, stadia perkembangan sampai masak, keteraturan dan banyaknya stomata, mekanisme menutup dan membukanya stomata.

3. Faktor tanah, mencakup kondisi tanah, aerasi tanah, potensial air tanah dan kecepatan air tanah bergerak ke akar tanaman (Linsley dkk., 1979).

Faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi adalah suhu air, suhu udara (atmosfir), kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, sinar matahari. Pada waktu pengukuran evaporasi, kondisi/keadaan iklim ketika itu harus diperhatikan, mengingat faktor itu sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan (Sosrodarsono dan Takeda, 1983).

Pada kondisi atmosfir tertentu evapotranspirasi tergantung pada keberadaan air. Jika kandungan air dalam tanah selalu dapat memenuhi kelembaban yang dibutuhkan oleh tanaman, digunakan istilah evapotranspirasi potensial. Evapotranspirasi yang sebenarnya terjadi pada kondisi spesifik tertentu, dan disebut evapotranspirasi aktual.

(10)

2.3.1 Evapotranspirasi Potensial

Evapotranspirasi adalah proses penggabungan dari proses evaporasi dan transpirasi. Evaporasi (penguapan) adalah suatu proses perubahan molekul air dalam wujud cair ke dalam wujud gas. Evaporasi terjadi pada badan-badan air misalnya danau, sungai dan genangan air. Transpirasi adalah proses hilangnya air dalam bentuk uap air dari jaringan hidup tanaman yang terletak diatas permukaan tanah melewati kutikula dan lentisel.

Dalam menghitung evapotranspirasi potensial digunakan Metode Penman Modifikasi karena metode ini menggunakan banyak data meteorologi dan klimatologi diantaranya suhu udara, kelembaban relatif, kecepatan angin dan lamanya penyinaran matahari. Metode ini sering dipakai di Indonesia karena metode ini dianggap lebih akurat dan terukur dibandingkan metode lain. Metode Penman Modifikasi biasanya dipakai pada daerah yang memiliki intensitas curah hujan sedang sampai tinggi seperti pada daerah Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Bali.

2.3.2 Evapotranspirasi Aktual

Evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang sebenarnya terjadi atau actual evapotranspiration, dihitung sebagai berikut :

Eactual = E p − ∆E.. ... (2.6) 2.3.3 Metode Penman

Metode Penman Modifikasi digunakan untuk luasan lahan dengan data pengukuran temperatur, kelembaban, kecepatan angin dan lama matahari bersinar (Doorenbos dan Pruitt, 1977).

(11)

Berikut rumus Penman Modifikasi :

ETo = c [wRn + (1-w)f(u)(ed-ea)] ... (2.7) Dimana :

E = Evapotranspirasi potensial harian (mm/hari)

C = Faktor koreksi karena pengaruh kondisi cuaca siang dan malam hari W = Faktor pemberat (weighting factor)

Rn = Radiasi netto

F(u) = Fungsi dari kecepatan angin (m/s) ea = Tekanan uap jenuh

ed = Tekanan uap aktual

Adapun langkah-langkah dalam menghitung Metode Penman Modifikasi sebagai berikut :

Tabel 2.3 Komponen Perhitungan Metode Penman

No Uraian Satuan

1 Temperatur rata-rata bulanan oC

2 Kecepatan Angin = u km/hari

3 f(u) = 0.27((1+u*c)/100)

4 Sunshine %

5 Kelembaban Relatif (RH) %

6 Ea mbar

7 ed (tabel) atau ed = ea x RH/100 mbar

8 ea – ed mbar 9 w (tabel) 10 1-w (tabel) 11 Ra (Tabel Ra) 12 Rs = (0.25 + 0.5 n/N) Ra. 13 Rns = (1- ) Rs 14 f(T) = TK 15 f(ed) = 0.34 - 0.044 sqrt (ed) 16 f (n/N) = 0.1 + 0.9 n/N 17 Rn1 = f(T) f(ed) f(n/N) 18 Rn = Rns - Rn1 19 C (Tabel C)

(12)

No Uraian Satuan 20 ETo = c [wRn + (1-w)f(u)(ed-ea)] mm/hari

21 Evapo. aktual (Epm) mm/bln

Sumber : Modul hidrologi evaporasi dan evapotranspirasi Gneis Setia Graha, ST., MT.

Data Klimatologi yang digunakan adalah rerata 10 tahunan, adapun data klimatologi yang diperlukan adalah data temperatur udara ˚C, kelembaban relatif (Rh) %, kecepatan angin U (m/s), lamanya penyinaran matahari %.

Tabel 2.4 Tabel Koreksi u Tinggi

Pengukuran 0.5 1.0 1.5 2.0 3.0 4.0 5.0 Faktor Koreksi 1.35 1.15 1.06 1.0 0.93 0.98 0.83 Sumber : Penman (1948)

u = kecepatan angin rata-rata pada ketinggian 2 m di atas tanah (km/hari). Bila kecepatan angin tidak diukur pada ketinggia 2 m, u harus dikoreksi.

Tabel 2.5 Hubungan Antara Tekanan Uap Jenuh (ea) dengan Suhu Udara Rata-Rata. Temperature ea 0°C m bar 0 6.1 1 6.6 2 7.1 3 7.6 4 8.1 5 8.7 6 9.4 7 10.0 8 10.7 9 11.5 10 12.3 11 13.1 12 14.0 13 15.0 14 16.1 15 17.0 16 18.2 17 19.4 18 20.6

(13)

Temperature ea m bar 0°C 19 22.0 20 23.4 21 24.9 22 26.4 23 28.1 24 29.8 25 31.7 26 33.6 27 35.7 28 37.8 29 40.1 30 42.4 31 44.9 32 47.6 33 50.3 34 53.2 35 56.2 36 59.4 37 62.8 38 66.3 Sumber : Penman (1948)

ea didapat dari tabel hubungan antara tekanan uap jenuh dengan suhu udara rata-rata. Jika nilai temperatur terdapat angka di belakang koma maka dilakukan interpolasi.

Tabel 2.6 Nilai Ra Terhadap Waktu dan Latitude Belahan Bumi Bagian Selatan dan Utara

Bulan

Lintang Utara Lintang Selatan

5 4 2 0 2 4 6 8 10 Januari 13 14.3 14.7 15 15.3 15.5 15.8 16.1 16.1 Pebruari 14 15 15.3 15.5 15.7 15.8 16 16.1 16 Maret 15 15.5 15.6 15.7 15.7 15.6 15.6 15.5 15.3 April 15.1 15.5 15.3 15.3 15.1 14.9 14.7 14.4 14 Mei 15.3 14.9 14.6 14.4 14.1 13.8 13.4 13.1 12.6 Juni 15 14.4 14.2 13.9 13.5 13.2 12.8 12.4 12.6 Juli 15.1 14.6 14.3 14.1 13.7 13.4 13.1 12.7 11.8 Agustus 15.3 15.1 14.9 14.8 14.5 14.3 14 13.7 12.2 September 15.1 15.3 15.3 15.3 15.2 15.1 15 14.9 13.3 Oktober 15.7 15.1 15.3 15.4 15.5 15.6 15.7 15.8 14.6 Nopember 14.8 14.5 14.8 15.1 15.3 15.5 15.8 16 15.6 Desember 14.6 14.1 14.4 14.8 15.1 15.4 15.7 16 16 Sumber : Penman (1948)

(14)

 Tabel 2.7 Nilai Faktor Bobot (1-W) Pada Temperatur dan Ketinggian Tertentu

Sumber : Penman (1948)

 Tabel 2.8 Nilai W Pada Temperatur dan Ketinggian Tertentu

Sumber : Penman (1948) Temperature°C 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 (1-W) at m 0 0.57 0.54 0.51 0.48 0.45 0.42 0.39 0.36 0.34 0.32 0.29 0.27 0.25 0.23 0.22 0.2 0.18 0.17 0.16 0.15 500 0.56 0.52 0.49 0.46 0.43 0.45 0.38 0.35 0.33 0.3 0.28 0.26 0.24 0.22 0.21 0.19 0.18 0.16 0.15 0.14 altitude 1000 0.54 0.51 0.48 0.45 0.42 0.39 0.36 0.34 0.31 0.29 0.27 0.25 0.23 0.21 0.2 0.18 0.17 0.15 0.14 0.13 2000 0.51 0.48 0.45 0.42 0.39 0.36 0.34 0.31 0.29 0.27 0.25 0.23 0.21 0.19 0.18 0.16 0.15 0.14 0.13 0.12 3000 0.48 0.45 0.42 0.39 0.36 0.34 0.31 0.29 0.27 0.25 0.23 0.21 0.19 0.18 0.16 0.15 0.14 0.13 0.12 0.11 4000 0.46 0.42 0.39 0.36 0.34 0.31 0.29 0.27 0.25 0.23 0.21 0.19 0.18 0.16 0.15 0.14 0.13 0.12 0.11 0.1 Temperature°C 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 W at m 0 0.43 0.46 0.49 0.52 0.55 0.58 0.61 0.64 0.66 0.68 0.71 0.73 0.75 0.77 0.78 0.80 0.82 0.83 0.84 0.85 500 0.44 0.48 0.51 0.54 0.57 0.60 0.62 0.65 0.67 0.70 0.72 0.74 0.76 0.78 0.79 0.81 0.82 0.84 0.85 0.86 altitude 1000 0.46 0.49 0.52 0.55 0.58 0.61 0.64 0.66 0.69 0.71 0.73 0.75 0.77 0.79 0.80 0.82 0.83 0.85 0.86 0.87 2000 0.49 0.52 0.55 0.58 0.61 0.64 0.66 0.69 0.71 0.73 0.75 0.77 0.79 0.81 0.82 0.84 0.85 0.86 0.87 0.88 3000 0.52 0.55 0.58 0.61 0.64 0.66 0.69 0.71 0.73 0.75 0.77 0.79 0.81 0.82 0.84 0.85 0.86 0.87 0.88 0.89 4000 0.54 0.58 0.61 0.64 0.66 0.69 0.71 0.73 0.75 0.77 0.79 0.81 0.82 0.64 0.85 0.86 0.87 0.89 0.90 0.90

(15)

Tabel 2.9 Faktor Koreksi (c) Terhadap Uday / Unight

Rhmax = 30% Rhmax = 60% Rhmax = 90%

Rs mm/day 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 Uday m/sec Uday/Unight = 4 0 0,86 0,90 1,00 1,00 0,96 0,98 1,05 1,05 1,02 1,06 1,10 1,10 3 0,79 0,84 0,92 0,97 0,92 1,00 1,11 1,19 0,99 1,10 1,27 1,32 6 0,68 0,77 0,87 0,93 0,85 0,95 1,11 1,19 0,94 1,10 1,26 1,33 9 0,55 0,65 0,76 0,90 0,76 0,88 1,02 1,14 0,88 1,01 1,16 1,27 Uday/Unight = 3 0 0,86 0,90 1,00 1,00 0,96 0,98 1,05 1,05 1,02 1,06 1,10 1,10 3 0,76 0,81 0,88 0,94 0,87 0,96 1,06 1,12 0,94 1,04 1,18 1,28 6 0,61 0,68 0,81 0,88 0,77 0,88 1,02 1,10 0,88 1,01 1,15 1,22 9 0,46 0,56 0,72 0,82 0,67 0,79 0,88 1,05 0,78 0,92 1,06 1,18 Uday/Unight = 2 0 0,86 0,90 1,00 1,00 0,96 0,98 1,05 1,05 1,02 1,05 1,10 1,10 3 0,69 0,76 0,85 0,92 0,83 0,91 0,99 1,05 0,89 0,98 1,10 1,14 6 0,53 0,61 0,74 0,84 0,70 0,80 0,94 1,02 0,79 0,92 1,05 1,12 9 0,37 0,48 0,65 0,76 0,59 0,70 0,84 0,95 0,71 0,81 0,96 1,06 Uday/Unight = 1 0 0,66 0,90 1,00 1,00 0,95 0,98 1,05 1,05 1,02 1,06 1,10 1,10 3 0,64 0,71 0,82 0,89 0,78 0,86 0,94 0,99 0,85 0,92 1,01 1,05 6 0,43 0,53 0,65 0,79 0,62 0,70 0,84 0,93 0,72 0,82 0,95 1,00 9 0,27 0,41 0,59 0,70 0,50 0,60 0,75 0,87 0,62 0,72 0,87 0,95 Sumber : Penman (1948)

(16)

Tabel 2.10 Nilai Pengaruh Kelembaban (ed) Terhadap Longwave Radiation (Rn1) ed mbar f(ed) 6 0.23 8 0.22 10 0.2 12 0.19 14 0.18 16 0.16 18 0.15 20 0.14 22 0.13 24 0.12 26 0.12 28 0.11 30 0.1 32 0.09 34 0.08 36 0.08 38 0.07 40 0.06 Sumber : Penman (1948)

Tabel 2.11 Nilai Pengaruh Perbandingan Antara Lamanya Jam Siang Hari Sesungguhnya dengan Lamanya Jam Siang Maksimal yang Mungkin Terjadi (n/N)

Terhadap Longwave Radiation (Rn1) n/N f(n/N)=0.1+0.9 n/N 0 0.1 0.05 0.15 0.1 0.19 0.15 0.24 0.2 0.28 0.25 0.33 0.3 0.37 0.35 0.42 0.4 0.46 0.45 0.51 0.5 0.55 0.55 0.6 0.6 0.64 0.65 0.69 0.7 0.73 0.75 0.78 0.8 0.82 0.85 0.87

(17)

n/N f(n/N)=0.1+0.9 n/N 0.9 0.91 0.95 0.96 1 1 Sumber : Penman (1948)

Tabel 2.12 Angka Koreksi Bulanan Penman

BULAN C JANUARI 1.04 FEBUARI 1.05 MARET 1.05 APRIL 0.9 MEI 0.9 JUNI 0.9 JULI 0.9 AGUSTUS 1 SEPTEMBER 1.1 OKTOBER 1.1 NOVEMBER 1.1 DESEMBER 1.1 Sumber : Penman (1948) 2.4 Klimatologi

Pengertian klimatologi adalah cabang ilmu yang mempelajari iklim atau kondisi cuaca rata-rata selama periode waktu tertentu. Klimatologi merupakan cabang dari ilmu atmosfer karena mempelajari perubahan pola cuaca rata-rata dalam hubungannya dengan kondisi atmosfer. Berbeda dengan meteorologi, yang berfokus pada sistem cuaca jangka pendek yang berlangsung hingga beberapa minggu, klimatologi mempelajari frekuensi dan kecenderungan sistem tersebut selama bertahun-tahun, bahkan hingga ribuan tahun. Pengetahuan dasar iklim dapat digunakan dalam peramalan cuaca jangka pendek maupun untuk peramalan iklim pada masa mendatang.

(18)

2.5 Model Hidrologi

Pada dasarnya model hidrologi dapat diartikan sebagai tiruan proses hidrologi yang terjadi pada suatu tempat tertentu untuk keperluan analisis tentang keberadaan air menurut aspek jumlah, waktu, tempat, probabilitas dan runtun waktu (time series) di tempat tersebut.

Beberapa pengertian model hidrologi menurut beberapa tokoh adalah sebagai berikut :

a. Clarke (1973), menyebutkan bahwa model sebagai simplifikasi dari satu sistem yang kompleks, baik berupa fisik, analog atau matematik.

b. Dooge (1979), menambahkan bahwa model hidrologi selain sebagai struktur, alat, skema atau prosedur nyata atau abstrak, model hidrologi adalah sebuah hubungan antara masukan atau rangsangan, tenaga atau informasi, keluaran, dan pengaruh atau tanggapan dalam referensi waktu tertentu.

c. Ponce (1989), menyatakan bahwa model hidrologi adalah satu set pernyataan-pernyataan matematika yang menyatakan hubungan antara fase-fase dari siklus hidrologi dengan tujuan mensimulasikan transformasi hujan menjadi limpasan.

d. Sri Harto Br (1993), model hidrologi merupakan sebuah sajian sederhana (simple representation) dari sebuah sistem hidrologi yang kompleks.

e. Singh (1995), mengartikan bahwa model hidrologi sebagai tiruan proses hidrologi untuk keperluan analisis tentang keberadaan air menurut aspek jumlah, waktu, tempat, probabilitas dan runtutan waktu (time series).

f. Purnomo (2005), model adalah abstraksi atau penyederhaaan dari dunia nyata, yang mampu menggambarkan struktur dan interaksi elemen serta

(19)

perilaku keseluruhannya sesuai dengan sudut pandang dan tujuan yang diinginkan.

Sedangkan, dalam konteks keairan, model merupakan suatu bentuk pendekatan sistem dengan memodifikasi proses kejadian alam dengan suatu pemisalan atau persamaan sehingga dengan ketersediaan data yang sangat terbatas dapat dilakukan berbagai kepentingan dalam pengembangan sumber daya air.

Kegunaan model hidrologi menurut Harto (1993), adalah :

a. Peramalan (forecasting), termasuk didalamnya untuk sistem peringatan dan manajemen. Peramalan memberikan maksud bahwa baik besaran ataupun waktu kejadian yang dianalisis berdasar cara probabilistik.

b. Perkiraan (prediction), memberikan pengertian bahwa besaran kejadian dan waktu hipotetik (hypothetical future time).

c. Sebagai alat deteksi dalam masalah pengendalian. Dengan sistem yang telah pasti dan keluaran yang diketahui maka masukan dapat dikontrol dan diatur. d. Sebagai alat pengenal (identification tool) dalam masalah perencanaan

(planning).

e. Eksplorasi data/informasi.

f. Perkiraan lingkungan akibat perilaku manusia yang berubah/meningkat. g. Penelitian dasar dalam proses hidrologi.

Menurut Jorgensen (1988), penggunaan model dalam analisis sangat menguntungkan dan merupakan alat analisis ilmiah karena :

a. Model sangat berguna sebagai instrumen dalam survei untuk sistem yang kompleks.

(20)

c. Keluaran dari model dapat mengatasi kelemahan pengetahuan sehingga dapat digunakan untuk menentukan proritas dalam kegiatan penelitian.

d. Model sangat berguna untuk menguji hipotesa ilmiah, karena model dapat mensimulasikan reaksi ekosistem, yang dibandingkan dengan data hasil pengamatan.

Karena model hidrologi merupakan suatu bentuk penyederhanaan dari suatu sistem yang nyata, maka bentuk sederhananya diharapkan mampu memberikan kemudahan dalam pemahaman dan pengendalian serta merupakan suatu versi yang sedapat mungkin mendekati bentuk aslinya. Penggunaan model mempunyai keterbatasan yang harus dipahami, karena model banyak membutuhkan data-data masukan, sehingga kurangnya data masukan tertentu akan dapat menghasilkan prediksi yang tidak tepat, karena tidak seluruh proses alami dapat diwakili dan tidak mudah untuk diwujudkan dalam bentuk persamaan-persamaan matematika. Model hidrologi bertujuan menggambarkan tanggapan suatu sistem terhadap proses hidrologi yang terjadi jika diberi masukan-masukan tertentu. Dalam penyusunan model hidrologi, titik berat analisis dipusatkan pada proses pengalihragaman hujan menjadi debit melalui suatu sistem DAS.

Model-model hidrologi DAS dapat dikelompokan menjadi dua yaitu yang bersifat tetap (deterministik) dan stochastik. Dalam model-model deterministik proses-proses DAS diperlakukan baik secara empiris atau konseptual sebagai bagian dari sistem yang tetap, tidak menjelaskan proses-proses yang bersifat acak. Padahal di dalam ekosistem DAS dimungkinkan adanya peristiwa/proses yang bersifat acak. Sebaliknya model-model stochastik memperkenalkan suatu ketidakpastian ke

(21)

dalam model-model, mendasarkan pada data/proses yang panjang dan berurutan untuk melihat ciri-ciri peluang dan statistik.

2.5.1 Model Mock

Model Mock merupakan salah satu contoh model hidrologi sederhana untuk menghitung debit bulanan suatu sungai. Model Mock dapat diterapkan apabila data debit sungai tidak tersedia (walaupun ada, akan tetapi rentang data tidak memadai untuk perhitungan). Informasi data debit didasarkan pada hitungan pendekatan (empiris) menggunakan data hujan. Data hujan yang digunakan adalah data hujan setengah bulanan rata-rata. Model ini mentransformasi hujan aliran mengikuti prinsip water balance untuk memperkirakan ketersediaan air sungai.

Metode ini menganggap bahwa hujan yang jatuh pada DAS sebagian akan hilang sebagai evapotranspirasi, Sebagian akan menjadi limpasan langsung (direct run-off) dan sebagian lagi akan masuk ke tanah sebagai infiltrasi. Apabila kapasitas lengas tanah (soil moisture capacity) telah terlampaui, air akan mengalir kebawah akibat gravitasi sebagai perkolasi menuju aquifer jenuh sebagai air tanah (ground water) yang akhirnya akan keluar ke sungai sebagai aliran dasar (base flow). Aliran air hujan yang dialihragamkan (transformation) oleh sistem DAS yang bersangkutan akhirnya akan sampai ke sungai yang ada dalam DAS yang bersangkutan. Aliran air sungai adalah jumlah aliran langsung di permukaan tanah (overland flow) dan aliran dasar (base flow).

Pada prinsipnya metode F.J Mock didasarkan pada konsep pokok hidrologi “water balance” atau konsep keseimbangan air. Pada konsep ini berdasarkan sirkulasi air di bumi atau siklus hidrologi dimana hujan yang jatuh di permukaan bumi dalam hal ini catchment area sebagian akan hilang sebagai evapotranspirasi, sebagian

(22)

akan langsung menjadi direct run-off (limpasan langsung). Data-data yang diperlukan dalam metode ini adalah :

1. Curah hujan bulanan 2. Evapotranspirasi potensial 3. Debit sungai

A. Kalibrasi Model Mock

1) Parameter Model Mock

Mock menyajikan sebuah model yang sederhana untuk menaksirkan tersedianya air di sungai dari angka curah hujan, evapotranspirasi, kelembapan tanah dan cadangan air tanah. Model Mock menggunakan data hujan, data evapotranspirasi potensial, luas DAS, dan data crop factor sebagai data masukan (input). Proses pengalihragaman hujan menjadi aliran memperhitungkan 6 parameter yang merupakan karakteristik DAS tersebut, yaitu :

1. Koefisien infiltrasi musim basah (WTC) 2. Koefisien infiltrasi musim kemarau

3. Initial Soil Moisture (ISM), yaitu kelembapan tanah yang digunakan pada seluruh daerah penggalian.

4. Soil Moisture Capacity (SMC), yaitu kapasitas kelembapan tanah yang digunakan pada seluruh daerah pengaliran.

5. Initial Groundwater Storage (IGWS), yaitu tampungan air tanah pada kondisi awal.

(23)

Dasar-dasar bekerjanya model ini disusun secara sistematis untuk membantu perhitungan model Mock dengan menggunakan program computer.

Tabel 2.13 Komponen Perhitungan Model Mock

No Komponen perhitungan Catatan

1 Evapotranspirasi Aktual (AET) CF = Crop Factor

AET = CF x PET

2 Excess Rainfall (ER) P = Hujan (mm)

ER = P - AET AET = Eapotranspirasi aktual

3 Soil Moisture (SM) Nilai kelembapan tanah

akan dipengaruhi oleh

kondisi porositas lapisan

tanah dari DAS

4 Water Surplus (WS) ΔSM = Perubahan nilai

WS = ER - ΔSM kelembapan tanah (mm)

ΔSM = SMC - ISM SMC = Soil Moisture Capacity

ISM = Initial Soil Moisture

5 Infiltrasi (I) DIC = Koefisien infiltrasi

pada musim kering

I = DIC x WS atau I = WIC x WS WIC = Koefisien infiltrasi

pada musim hujan

6 Groundwater storage (GWS) IGWS = Initial Groundwater GWS = 0.5 x (I + K) x I x IGWS Storage

7 Base Flow (BSF) ΔS = Perubahan volume

BSF = I - ΔS air tanah

ΔS = GWS - IGWS

8 Direct Run-off (DRO) Water Surplus

DRO = WS - I I = Infiltrasi

9 Total Run-off (TRO) DRO = Direct Run-Off

TRO = BSF + DRO

(Sumber : Jurnal Dian Luneo, Barry Yusuf Labdul, Aryati Alitu, “Optimasi Model Mock Untuk Menghitung Debit Bulanan DAS BOLANGU di BOIDU”).

(24)

2) Evaluasi Ketelitian Model Mock

Evaluasi ketelitian model dilakukan dengan cara membandingkan debit hasil simulasi dengan debit terukur yang tersedia, dengan memperhitungkan koefisien korelasi, selisih volume, koefisien efisiensi.

2.5.2 Model Nreca

Model Nreca (USA) adalah model dengan parameter relatif sedikit dan mudah dalam pelaksanaannya serta model memberikan hasil yang cukup handal. Model Nreca digunakan untuk memperkirakan debit bulanan yang berdasar pada hujan bulanan. Konsep dari Metode Nreca memerlukan inputan utama berupa data hujan dan evapotranspirasi aktual.

Secara umum persamaan dasar dari Metode Nreca ini dirumuskan sebagai berikut: Q = P – ΔE + ΔS ... (2.8) Dimana :

P = Prespitasi/ Hujan rata-rata DAS (mm) ΔE = Evapotranspirasi Aktual (mm)

ΔS = Perubahan Tampungan (mm) Q = Limpasan (mm)

Data masukan yang diperlukan dari model hujan-limpasan Nreca adalah sebagai berikut:

a. Hujan rata-rata suatu DAS (P)

b. Evapotranspirasi potensial dari DAS (PET)

Jika data yang ada adalah evapotranspirasi standar maka harus diubah ke dalam bentuk evapotranspirasi aktual.

(25)

1) langkah perhitungan Model NRECA : Q = DF + GWF ... ... (2.9) DF = EM – GWS... (2.10) GWF = P2 x GWS...(2.11) GWS = P1 x EM...(2.12) S = WB – EM...(2.13) EM = EMR x WB...(2.14) WB = Rb – AET...(2.15) AET = AET/PET x PET...(2.16) Wi = Wo / N... ...(2.17) N = 100 + 0.20 Ra ... ...(2.18) Dimana :

Q = Debit aliran rerata (m3/dt)

DF = Aliran langsung (direct flow)

GWF = Aliran air tanah (ground water flow) EM = Kelebihan kelengasan (excess moist)

GWS = Tampungan air tanah (ground water storage)

P1 = Parameter yang menggambarkan karakteristik tanah permukaan

P2 = Parameter yang menggambarkan karakteristik tanah bagian dalam

WB = Keseimbangan air (water balance)

EMR = Rasio kelebihan kelengasan (excess moist ratio) Rb = Curah hujan bulanan (mm)

(26)

PET = Evapotranspirasi potensial Eto (mm) 2.5.3 Model Sacramento

Model Sacramento adalah salah satu model dari Rainfall Runoff Library (RRL) yang digunakan untuk mengukur komponen-komponen aliran yang meliputi curah hujan, evaporasi dan debit. Model Sacramento menggunakan pengukuran kelembaban tanah untuk mensimulasi keseimbangan air pada suatu daerah tangkapan hujan.

1) Deskripsi Proses Hidrologi

Model Sacramento menggunakan perhitungan lengas tanah (soil Mosture) untuk simulasi neraca air di dalam DAS. Zona atas pada model Sacramento terdapat zona atas yang terdiri dari zona atas tidak lulus air dan zona atas lulus air. Hujan yang jatuh pada permukaan daerah aliran sungai yang tidak lulus air baik bersifat tetap atau sementara, akan menghasilkan aliran limpasan langsung ke sungai. Apabila curah hujan melampaui laju perkolasi, maka kelebihan air bebas akan mengalir horizontal dalam bentuk interflow.

Jumlah air bebas yang menjadi aliran interflow sebanding dengan tersedianya volume air yang melebihi laju perkolasi. Laju aliran interflow ke arah sungai dipengaruhi oleh koefisien drainase aliran keluar dari tampungan air bebas zona atas (UZFW)

Qinterflow = UZFC x UZK ... (2.19) Dimana :

Qinterflow = Debit aliran interflow

(27)

UZK = Koefisien drainase tampungan air bebas zona atas (UZFW). Apabila curah hujan masih berlangsung terus hingga melampaui laju perkolasi dan kapasitas maksimum aliran interflow, maka tampungan air bebas zona atas (UZFW) akan terisi penuh sesuai dengan kapasitasnya, sehingga kelebihan air bebas akan bersatu dengan hujan yang masih turun untuk menjadi limpasan permukaan (surface runoff).

Zona bawah pada zona bawah terdapat tiga tampungan penting untuk air perkolasi. Pertama adalah tampungan air bertegangan zona bawah, disebut Lower Zone Tension Water (LZTW), yaitu tampungan yang mewakili volume air bebas yang dimanfaatkan oleh butiran tanah kering, ketika kelembaban mencapai kedalaman.

2) Perkolasi

Laju perkolasi dari zona atas ke zona bawah tergantung pada kebutuhan air dari tampungan di zona bawah. Kebutuhan zona bawah akan minimum apabila ketiga tampungan di zona bawah terisi penuh.

PERCmin = PBASE = LZFPM x LZPK + LZFSM x LZSK ... (2.20) Dimana :

LZFPM = Kapasitas tampungan air bebas utama zona bawah (LZFP) LZPK = Kapasitas tampungan air bebas tambahan zona bawah (LZFS) LZFSM = Koefisien drainase aliran keluar dari tampungan air bebas utama

zona bawah

LZSK = Koefisien drainase aliran keluar dari tampungan air bebas tambahan zona bawah

(28)

PERCmax = PBASE x (1 + ZPERC) ... (2.21) Dimana :

PERCmax = Tingkat perkolasi maksimum

ZPERC = Koefisien tingkat laju kenaikan perkolasi

Apabila tampungan zona bawah mulai terisi air maka laju perkolasi akan menurun. Penurunan laju perkolasi akan meningkatkan kelembaban tanah secara eksponensial. Eksponensial tersebut di defenisikan sebagai REXP, maka perkolasi aktual yaitu :

PERCact = PBASE x ( 1 + ZPERC x G) ... (2.22) Dimana :

G = ( A/B) x REXP

A = Jumlah dari kapasitas dikurangi isi tampungan zona bawah B = Jumlah dari seluruh kapasitas zona bawah

Karena perkolasi dipengaruhi oleh ketersediaan air bebas di tampungan zona atas, maka perkolasi yaitu :

PERC = PERCact x ( UZFC / UZFM ) ... (2.23) Dimana :

PERC = Perkolasi

UZFC = Isi tampungan air bebas zona atas UZFM = Kapasitas tampungan air bebas zona

(29)

3) Aliran Dasar

Volume aliran dasar berasal dari tampungan air bebas utama dan tambahan pada zona bawah yang dipengaruhi oleh faktor drainase masing-masing tampungan. Jumlah aliran dasar (baseflow) dari air tanah yaitu :

QBASE = LZFPC x LZPK + LZFSC x LZSK ... (2.24) Dimana :

LZFPC = Isi tampungan air bebas utama zona bawah (LZFP) LZFSC = Isi tampungan air tambahan zona bawah (LZFS) 4) Kalibrasi Model Sacramento

Tahap ini merupakan tahap yang digunakan untuk menentukan nilai parameter DAS yang belum diketahui. Dalam proses kalibrasi, nilai-nilai awalnya dianggap berlaku untuk semua parameter dan periode alirannya disimulasikan serta dibandingkan dengan debit-debit terukur. Bila memang diperlukan, maka parameter-parameternya diubah dan pembandingnya diulangi sampai didapat kesesuaian antara data dan pengamatan dan data hasil.

2.6 Flow Duration Curve (FDC)

Flow duration curve adalah grafik hubungan antara deret hidrologi (debit, curah hujan, dan lain-lain) pada sumbu Y terhadap probabilitas/persentase besaran deret hidrologi tersebut (John P Pantouw, 2014:11).

Flow duration curve dibuat dengan cara analisis frekuensi terhadap rangkaian data debit untuk suatu kurun waktu tertentu. Data-data debit yang dibutuhkan berasal

(30)

dari data hasil pengukuran di lapangan atau debit hasil prediksi suatu metoda perhitungan debit (Suyono,2006).

2.7 Metode Kalibrasi

Kalibrasi didefinisikan sebagai proses penyesuaian parameter model yang berpengaruh terhadap kejadian aliran. Proses kalibrasi merupakan upaya untuk memperkecil penyimpangan yang terjadi. Besar nilai parameter tidak dapat ditentukan dengan pasti, sehingga proses kalibrasi dikatakan berhasil jika nilai parameter telah mencapai patokan ketelitian yang ditentukan (Ery Setiawan, 2010).

2.8 Verifikasi Model

Evaluasi statistik yang digunakan menilai performa model dalam penelitian ini adalah nilai koefisien korelasi (R), selisih volume (VE) aliran dan koefisien efisiensi (CE). Koefisien Korelasi (R) dirumuskan sebagai berikut (Jaya Al-Aziz, 2011).

𝑟 =

𝑛 ∑ xi yi−(∑ xi) (∑ yi) √(𝑛 ∑ 𝑥𝑖2−(∑ xi)2)(𝑛 ∑ 𝑦 𝑖2−(∑ yi)2) ... (2.25) Dimana : r = Koefisien korelasi X = Debit terhitung (m3/s) Y = Debit terukur (m3/s)

(31)

Selisih volume (VE) aliran adalah nilai yang menunjukkan perbedaan volume perhitungan dan terukur selama proses simulasi. Selisih volume aliran dirumuskan sebagai berikut (Dwi Tama, 2007)

VE =

|

∑𝑁𝐼=1𝑄𝑜𝑏𝑠𝐼− ∑𝑁𝐼=1𝑄𝑐𝑎𝑙𝐼

∑𝑁𝐼=1𝑄𝑜𝑏𝑠𝐼

|

x 100 % ... (2.26)

Dimana :

Qobsi = Debit terukur (m3/s) Qcali = Debit terhitung (m3/s) VE = Selisih volume (%).

Koefisien efisiensi (Dwi Tama, 2007) menyatakan nilai yang menunjukkan efisiensi model terhadap debit terukur, cara objektif yang paling baik di dalam mencerminkan kecocokan hidrograf secara keseluruhan. Koefisien model dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

CE = [1 − ∑𝑁𝐼=1(𝑄𝑜𝑏𝑠𝐼− 𝑄𝑐𝑎𝑙𝐼) 2 ∑𝑁 (𝑄𝑜𝑏𝑠𝐼−

𝐼=1 𝑄𝑜𝑏𝑠𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎)

2]... (2.27)

2.9 Optimasi dan Korelasi

Analisis korelasi adalah analisis yang membahas tentang derajat hubungan suatu analisis. Untuk mengetahui dua perbandingan antara dua variabel atau lebih harus didapatkan nilai korelasi, nilai korelasi yang menetukan data analisis tersebut optimum adalah yang mendekati 1.

(32)

Koefisien korelasi (R) yang menunjukan derajat hubungan antara Xi dan Yi

ditentukan dari:

Gambar

Gambar 2.1 Cara Aritmatik
Gambar 2.2 Cara Thiessen
Tabel  2.2 Cara Isohyet
Tabel  2.3 Komponen Perhitungan Metode Penman
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kalau misalnya jurusannya bukan jurusan bahasa Inggris mungkin bahasa Indonesianya lebih lancer, tapi ini yang saya belajar dari sama teman- teman.. Ne zaman

Secara umumnya hasil asesmen terhadap kemampuan anak diketahui bahwa: gerak senso-motorik anak tidak mengalami masalah: anak bisa menggunting kertas, melem

secara kuantitatif untuk mengetahui pengaruh edukasi, dengan modul ”Pocket Activity” dalam modifikasi gaya hidup pada faktor risiko kardiovaskular penderita pria

Pengelompokan unsur-unsur dalam sistem periodik modern menghasilkan golongan yang memuat unsur-unsur dengan sifat yang mirip, serta periode di mana terjadi pengulangan

• NAM model yang mempunyai karakter sebagai lumped model yaitu model konseptual rainfall-runoff yang merupakan simulasi dari komponen- komponen aliran permukaan (overland

Judul Tesis : HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI DAN INTAKE ZAT GIZI DENGAN TINGGI BADAN ANAK BARU MASUK SEKOLAH (TBABS) PADA DAERAH ENDEMIS GAKY DI KECAMATAN PARBULUAN

Substrat yang telah diberi konsorsium enzim diinkubasi pada suhu 45 o C pH 5 (suhu dan pH optimum enzim selulase), kadar gula yang terbentuk diukur dengan metode DNS setiap

Untuk mewujudkan visi tersebut, Deputi Bidang Operasi SAR mempunyai misi yaitu “Merumuskan kebijakan dalam rangka penyelenggaraan kegiatan operasi SAR yang efisien dan