• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Kulit

2.1.1 Definisi Kulit

Kulit merupakan organ yang menutupi seluruh tubuh manusia dan berfungsi melindungi tubuh dari pengaruh luar, sehingga kulit perlu dilindungi dan dijaga kesehatannya. Proses kerusakan kulit ditandai dengan munculnya keriput, sisik, kering, dan pecah-pecah. Kulit sangat sensitif terhadap berbagai zat-zat kimia yang dapat pula merusak jaringan kulit. Kulit yang tidak dirawat dapat menunjukan gejala seperti warna kulit yang tidak merata karena panasnya sinar matahari dan tidak menggunakan pelindung atau sunblock, radikal bebas dari berbagai polusi seperti asap kendaraan dan asap rokok untuk kulit wajah, tidak menggunakan pelembab untuk buku-buku jari sehingga kulit kering dan tidak rata yang dapat menimbulkan pengelupasan kulit secara berkala bahkan penuaan. (Wahyuningtyas et al, 2015)

2.1.2 Struktur Kulit

Gambar 2.1 Struktur Kulit (Campbell, 2008)

Kulit terdiri 2 lapisan yaitu epidermis dan dermis. Epidermis merupakan lapisan paling luar kulit dan terdiri atas epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Epidermis hanya terdiri dari jaringan epitel, tidak mempunyai pembuluh

(2)

darah oleh karena itu semua nutrien dan oksigen diperoleh dari kapiler pada lapisan dermis (Kalangi., 2013). Lapisan epidermis tebalnya 75-150 μm, kecuali pada telapak tangan dan kaki yang berukuran lebih tebal. Telapak tangan dan telapak kaki mempunyai kulit yang lebih tebal daripada bagian tubuh yang lain disebabkan oleh adanya lapisan corneum di tempat itu (Sari et al., 2015). Dermis merupakan jaringan metabolik aktif, mengandung kolagen, elastin, sel saraf, pembuluh darah dan jaringan limfatik. Ketebalan dermis bervariasi di berbagai tempat tubuh, biasanya 1-4 mm (Sari et al., 2015).

2.2 Tanaman Jambu Biji Putih (Psidium guajava L.) Klasifikasi ilmiah tanaman

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Myrtales Suku : Myrtaceae Marga : Psidium

Jenis : Psidium guajava L. (Cahyono, 2010)

2.3 Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.)

Tanaman jambu biji (Psidium guajava L.) memiliki struktur daun tunggal dana mengeluarkan aroma yang khas (Jaya, 2018). Bentuk daun jambu biji (Psidium guajava L.) paling dominan adalah daun lonjong dengan pangkal daun yang asimetri (Jaya, 2018). Tepi daun rata dengan ujung daun yang tumpul dan memiliki tekstur menyerupai kertas dengan permukaan daun yang pucat (glaucous) dan terdapat bulu-bulu halus, pendek dan jarang (pubescent) (Jaya, 2018).

Helai daun berbentuk bulat telur agak jorong, ujung tumpul, pangkal membulat, tepi rata agak melekuk ke atas. Buahnya berbentuk bulat sampai bulat telur, berwarna hijau sampai hijau kekuningan. Daging buah tebal berwarna putih

(3)

kekuningan. Biji buah banyak mengumpul ditengah, kecil-kecil, keras, berwarna kuning kecoklatan (Tanri, 2013).

Gambar 2.2 Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) 2.4 Kandungan Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.)

Kandungan daun jambu biji (Psidium guajava L.) pada ekstraksi ethanol 96% adalah tannin sejumlah 2,35 mg/g daun jambu biji (Psidium guajava L.) dan konsentrasinya lebih banyak diantara bagian batang dan buah tumbuhan daun jambu biji (Psidium guajava L.) (Cerio, et al., 2017). Kandungan lain yang terdapat juga dalam daun jambu biji (Psidium guajava L.) adalah Flavonoid, Saponin, dan Terpenoid (Nath, et al., 2015). Kandungan Flavonoid dan saponin hanya terdapat dari ekstrasi daun dengan ethanol pada tumbuhan daun jambu biji (Psidium guajava L.) (Guti´errez, et al., 2008). Kandungan ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) yang berperan sebagai insektisida yaitu tanin 9% serta beberapa persen flavonoid, terpenoid, saponin Berdasarkan uraian tersebut peneliti menggunakan bagian daun dalam penelitian ini (Nath, et al., 2015).

a. Alkaloid

Alkaloid merupakan senyawa kimia bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, umumnya tidak berwarna, dan berwarna jika mempunyai struktur kompleks dan bercincin aromatik. Alkaloid merupakan golongan terbesar senyawa metabolit sekunder pada tumbuhan. Telah diketahui sekitar 5.500 senyawa alkaloid terbesar di berbagai family. Alkaloid dapat ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan seperti biji, daun, ranting dan kulit kayu (Simbala, 2009).

(4)

Salah satu kandungan daun jambu biji (Psidium guajava L.) adalah alkaloid yang dapat meningkatkan trombosit. Trombosit akan mengeluarkan adenosin 6 difosfat (ADP) yang kemudian menyebabkan permukaan trombosit melekat pada lapisan trombosit yang pertama. Trombosit yang baru melekat mengeluarkan lebih banyak ADP sehingga bertambah jumlah trombosit yang melekat. Proses penumpukan trombosit didukung oleh tromboksan A2 yang secara langsung mendorong agregasi trombosit sehingga dapat mempercepat pembekuan darah dengan cara mengeluarkan lebih banyak ADP (Damhoeri dkk, 2011).

b. Saponin

Saponin merupakan salah satu kelas senyawa glikosida, steroid, triterpenoid struktur dan spesifisitas yang memiliki solusi koloid bentuk dalam air dan berbusa seperti sabun. Saponin dapat diklasifikasikan sebagai steroid, triterpenoidal atau alkaloid tergantung pada sifat aglikon, dan bagian aglikon dari saponin disebut sebagai sapogenin yang umumnya oligosakarida. Steroid saponin hormon dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok dengan reseptor yang mengikat mereka, glukokortikoid, kortikoid, mineral, androgen, estrogen, prostagen, vitamin D derivate seperenam, dan erathormon terkait sistem. Steroid dalam studi klinis modern telah mendukung sebagai anti inflamasi dan analgesik agen (Astuti dkk, 2011).

Saponin diklasifikasikan menjadi 2 yaitu : saponin steroid dan saponin titerpenoid. Saponin steroid tersusun atas inti steroid (C27) dengan molekul karbohidrat. Saponin steroid dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang dikenal sebagai saraponin. Tipe saponin ini memiliki efek meningkatkan jumlah trombosit (Prihatman, 2011). Kandungan saponin dapat memicu pembentukan kolagen, yaitu protein struktural yang berperan dalam proses penyemuhan luka (Damhoeri, 2011).

c. Tanin

Senyawa tanin secara garis besar mekanisme yang diperkirakan adalah toksisitas tanin dapat merusak membran sel bakteri dan pembentukan suatu kompleks ikatan tanin terhadap ion logam yang dapat menambah daya toksisitas tanin itu sendiri. Tanin diduga dapat mengerutkan dinding sel atau membran sel

(5)

sehingga mengganggu permeabilitas sel itu sendiri. Akibat terpengaruh permeabilitas, sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya terhenti atau bahkan mati (Ajizah, 2010).

Tanin bersifat antiseptik pada permukaan luka, bekerja sebagai bakteriostatik yang biasanya digunakan untuk melawan infeksi pada luka, kulit, dan mukosa. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis. Tanin memiliki efek menangkal radikal bebas, meningkatkan oksigenasi, meningkatkan kontraksi luka, meningkatkan pembentukan pembuluh darah, dan jumlah fibroblas (Li dkk, 2011).

Tanin juga berfungsi sebagai astrigen yang dapat menyebabkan penciutan pori-pori kulit, memperkeras kulit, menghentikan eksudat dan perdarahan ringan, sehingga mampu menutup luka dan mencegah perdarahan yang biasa timbul pada luka (Yenti, 2011).

d. Flavonoid

Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam, yang terdiri dari 15 atom karbon, dengan dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propane (C3) sehingga membentuk susunan C6-C3-C6. Sebagian besar senyawa flavonoid alam ditemukan dalam bentuk glukosida, dengan unit flavonoid terikat pada suatu gula. Glikosida adalah kombinasi antara suatu gula dan suatu alkohol yang saling berikatan melalui ikatan glukosida (Lenny, 2010).

Flavonoid bersifat polar karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil ataupun mengikat gula, oleh karena itu flavonoid umumnya larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol dan butanol. Flavonoid dapat digunakan sebagai antioksidan. Antioksidan adalah senyawa yang melindungi sel terhadap efek kerusakan oleh oksigen reaktif. Flavonoid juga dapat mempengaruhi kenaikan jumlah trombosit dan memiliki bioaktifitas sebagai anti kanker, anti virus, anti bakteri, anti peradangan dan alergi (Sudaryono, 2011).

Quercetin merupakan golongan flavonoid yang dapat menaikkan jumlah trombosit karena terkandung asam amino serin dan threonin yang mampu membentuk trombopoetin yang berfungsi dalam proses maturasi megakariosit menjadi trombosit (Sudaryono, 2011). Flavonoid quercetin sebagai antiinflamasi

(6)

yang mampu menghambat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase, sehingga produksi prostaglandin dan leukotrien dapat berkurang. Penurunan jumlah prostaglandin dan leukotrien mengakibatkan migrasi sel radang ke area luka akan berkurang yang menandakan bahwa proses penyembuhan fase inflamasi dipersingkat, sehingga dapat segera memasuki faseproliferasi (Nijveldt dkk., 2011).

Ekstrak etanol daun jambu biji lokal (Psidium guajava L.) dianalisis secara fisika, kimia, dan mikrobiologi menunjukan bahwa kandungan antioksidan tertinggi ada pada kandungan senyawa flavonoid dan merupakan antioksidan secara alami (Hudson, 1990). Flavonoid merupakan zat yang umumnya terdapat dalam tumbuhan dan mempunyai beragam khasiat, antara lain sebagai antioksidan (Achmad, 1990).

2.5 Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava L)

Daun yang dapat digunakan untuk proses ekstraksi adalah daun yang sudah kering dengan melihat warna daun yang sudah coklat dan jika diremas daun akan hancur. Daun yang sudah kering kemudian dihaluskan dan ditimbang. Selanjutnya serbuk simplisia direndam atau dimaserasi menggunakan alkohol 96%. Pemilihan pelarut didasarkan pada prinsip like dissolve like yaitu senyawa polar akan larut pada senyawa polar, dan senyawa non polar akan larut pada senyawa non polar. Etanol dipilih karena bersifat tidak selektif sehingga diharapkan dapat menarik senyawa lebih banyak. Selain itu, etanol juga bersifat tidak toksik (Sulistyaningsih, 2009).

Ekstrak etanol daun jambu biji (Psidium guajava L.) diformulasikan menjadi sediaan lotion sebagai antioksidan. Basis lotion terdiri dari dua fase yaitu fase minyak dan fase air dapat bercampur dengan adanya penambahan bahan pengemulsi (emulgator). Lotion yang diinginkan dalam formulasi adalah lotion tipe M/A yang lebih mudah dibersihkan dan dicuci karena karakteristik fase luarnya yang hidrofilik. Bahan dasar yang digunakan untuk menyusun basis lotion terdiri dari aquades, ekstrak etanol daun jambu biji (Psidium guajava L.), cera alba, metil paraben, parafin cair, propil paraben, asam stearat, NaOH, carbomer, span 80, tween 80, oleum rosae, dan α-Tokoferol. Proses formulasi lotion

(7)

dilakukan dengan menggunakan metode intermitten shaking (2 menit pengadukan dengan selang waktu istrahatnya 20 detik). Pengadukan berselang-seling lebih efisien dibandingkan dengan pengadukan terus menerus karena dengan interval waktu yang singkat dapat memberi keseragaman terhadap fase terdispersi bercampur dengan fase pendispersi serta memberikan waktu antara bahan yang satu dengan bahan yang lain untuk saling memperkecil tegangan permukaan (Mardikasari, 2017).

2.6 Ekstraksi

Ekstrak merupakan salah satu dari tehnik isolasi senyawa dari bahan alam bisa dari nabati maupun hewani untuk diambil zat aktif untuk dilakukan pengujian. Pelarut yang sesuai dengan bahan akan meemiliki zat aktif yang tinggi. Penghentian proses ekstraksi pada saat optimumnya kesetimbangan antara konsentrasi dalam sel tanaman dengan konsentrasi senyawa dalam pelarut. Kemudian disaring antara pelarut dan sampel. Ekstraksi yang terkenal adalah ekstraksi maserasi, perlokasi, infundasi, dan sokletasi (Mukhiriani, 2014)

Ekstraksi menggunakan pelarut untuk mendapatkan zat aktif biasanya menggunakan cara ekstraksi dingin yaitu dengan cara maserasi atau dengan sebutan metode ekstraksi padat cair salah satunya yaitu maserasi. Macerace merupakan bahasa latin yang berarti melunakkan. Metode disebut dengan metode yang sangat sederhana dan dapat digunakan sebagai cara pengekstrakan dalam skala kecil dan sekala besar. Zat pelarut yang biasa digunakan adalah alkohol, etanol, dan aquades. Metode maserasi memiliki lima jenis maserasi yaitu, digesti, pengadukan kontinyu, remaserasi, maserasi melingkar, dan maserasi melingkar bertingkat. Variasi maserasi ini digunakan sesuai kebutuhan penelitian dan tidak semuanya digunakan (Mukhiriani, 2014).

2.7 Tinjauan tentang Lotion 2.7.1 Lotion

Lotion didefinisikan sebagai campuran dari dua cairan yang tidak saling bercampur, yang distabilkan dengan sistem emulsi dan jika ditempatkan pada suhu ruang akan berbentuk cairan yang dapat dituang. Proses dispersi suatu

(8)

larutan ke dalan larutan yang tidak saling bercampur dinamakan dengan emulsi, bentuknya doplet dan ukurannya dipengaruhi oleh laju pengadukan selama proses emulsifikasi (Nazipi et al., 2017). Lotion merupakan campuran dari fase cair, fase minyak, dan humektan yang dicampur menjadi satu. Air merupakan komponen yang paling banyak dalam pembuatan lotion. Air yang sering digunakan sebagai lotion merupakan air murni atau aquades yang berfungsi sebagai pelarut (Departemen Kesehatan, 1993).

Emolient merupakan sebuah media yang dapat melembutkan lapisan kulit sehingga tidak kusam. Emolient juga dapat mencegah resiko penyakit kulit yang disebut dengan dermatis. Lotion akan membuat kulit terasa nyaman, lembab, halus dan tidak berminyak. Humektan merupakan zat yang melindungi emulsi kekeringan kulit yang kinerjanya mempertahankan air saat pemakaian di dermis. Fungsi dari humektan adalah mengurangi kekeringan zat campuran air dan minyak ketika disimpan pada suhu ruang. Jenis humektan yang dapat digunakan sebagai lotion adalah propilen glikol, gliserin, dan sorbitol dengan kisaran 0,5-15% (Kurniawan, 2012).

Bahan pengental (thickener) digunakan sebagai pengatur kekentalan dan mempertahankan kestabilan produk. Cara kerja pengental dalam lotion adalah mencegah terpisahnya partikel dari emulsi. Bahan pengental untuk lotion yang umum digunakan adalah water soluble polimer. Biasa digunakan untuk lotion yaitu menggunakan polimer natural, polimer sintesis, dan semi sintetis polimer. Pengental yang biasanya digunakan adalah gum-gum alami, derivatif selulosa, dan karbomer sering digunakan dalam pembuatan lotion. Penggunaan (thickener) harus dengan proporsi yang sedikit yaitu kurang lebih 2,5%. Bahan pengawet pada umumnya digunakan sebesar 0,1-0,2%. Suhu yang tepat digunakan adalah pada suhu 35-45° C agar zat aktif yang didalamnya tidak mengalami kerusakan, pengawet yang baik memiliki yaitu sebagai pencegah tumbuhnya berbagai macam mikroorganisme yang menyebabkan penguraian bahan, pengawet harus memiliki sifat larut pada konsentrasi larutan, dan tidak menimbulkan bahaya pada dermis. Pengawet yang biasa digunakan adalah metil paraben dan propil paraben (Kurniawan, 2012).

(9)

2.8 Evaluasi Sediaan

Evaluasi sediaan dilakukan untuk mengetahui apakah sediaan yang dibuat telah sesuai dengan kriteria yang ditentukan dan mencapai hasil yang maksimal (Barry, 1983). Evaluasi sediaan lotion meliputi :

1. Organoleptis

Pengujian organoleptis dilakukan dengan cara pengamatan langsung bentuk, warna dan bau sediaan (Ardana et al., 2015).

2. Homogenitas

Homogenitas sediaan ditunjukkan dengan ada atau tidaknya butiran kasar. Homogenitas berkaitan dengan keseragaman kandungan jumlah zat aktif dalam penggunaan sediaan (Lachman et al., 1994). Uji homogenitas merupakan perataan fase terdispersi dalam bahan pendispersi, tidak adanya agregasi partikel sekunder, distribusi yang merata dan teratur dari fase terdispersi serta penghalusan partikel primer yang besar. Hasil pengujian homogenitas menunjukkan bahwa seluruh formula memiliki karakteristik yang homogen, baik sebelum maupun sesudah cycling test. Dikatakan homogen sebab pada gumpalan yang ada, lotion, tercampur secara merata serta terlihat persamaan warna yang merata (Mardikasari, 2017).

3. Pengukuran Viskositas

Pengujian viskositas ini dilakukan untuk mengetahui besarnya suatu viskositas dari sediaan, dimana viskositas tersebut menyatakan besarnya tahanan suatu cairan untuk mengalir. Makin tinggi viskositas maka makin besar tahanannya (Voigt, 1994).

Viskositas ditunjukan dengan persamaan: ŋ = σ

γ Keterangan:

ŋ : Viskositas

σ : Gaya Geser (Shearing stress) γ : Kecepatan Geser (Shearing rate)

(10)

Pengamatan organoleptis yang dilakukan adalah pengamatan bentuk, warna, bau yang dilakukan secara visual. Pengamatan organoleptik menunjukkan bahwa warna dan bau dari basis dan ke tiga formula setelah cycling test selama 6 siklus tidak mengalami perubahan, namun konsistensi dari basis dan ke tiga formula tersebut mengalami perubahan yaitu dari kental menjadi kental agak cair, hal ini disebabkan karena terjadi penurunan viskositas pada basis dan ke tiga formula tersebut (Mardikasari, 2017).

4. Pengukuran pH

Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter, dengan cara alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar pH netral (pH 7,00) dan larutan dapar pH asam (pH 4,00) hingga alat menunjukan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan kertas tissue. Selanjutnya elektroda dicelupkan ke dalam sediaan sebanyak 3 gram yang sudah diencerkan dengan air 30 ml, sampai alat menunjukkan harga pH yang konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan harga pH sediaan. pH sediaan basis lotion harus sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5-6,5. Range pH normal kulit yaitu 5,0-6,8 (Ardana et al., 2015).

5. Daya Sebar

Daya sebar adalah kemampuan dari suatu sediaan untuk menyebar di tempat aplikasi. Hal ini berhubungan dengan sudut kontak sediaan dengan tempat aplikasinya. Daya sebar merupakan salah satu karakteristik yang bertanggung jawab dalam keefektifan pelepasan zat aktif dan penerimaan konsumen dalam penggunaan sediaan semisolid. Diameter permukaan yang dihasilkan dengan naiknya pembebanan menggambarkan karakteristik daya sebar. Faktor-faktor yang memengaruhi daya sebar yaitu viskositas sediaan, lama tekanan dan temperatur tempat aksi (Garg et al., 2002). Pengukuran daya sebar yaitu sebanyak 0,5 gram sediaan diletakan diatas kaca bulat berdiameter 15 cm. Ditimbang terlebih dahulu kacanya kemudian diletakkanan diatas massa sediaan dan dibiarkan selama 1 menit, diukur diameter sebar lotion dengan mengambil sebar rata-rata diameter dari beberapa sisi. Kemudian

(11)

ditambahkan lagi 50 gram beban tambahan dan didiamkan 1 menit dan dicatat diameter sediaan yang menyebar seperti sebelumnya hingga tidak terjadi perubahan diameter yang berarti (Murtinigsih et al., 2014). Syarat daya sebar untuk sediaan topikal yaitu 5-7 cm (Ardana et al., 2015).

6. Uji Tipe Emulsi

Emulsi yang stabil yaitu yang mampu mempertahankan sifat awalnya dan tetap terdistribusi merata dalam fase eksternal. Suatu sistem emulsi dapat mengalami ketidakstabilan fisik yang bersifat reversible (creaming dan flokulasi) dan irreversible (koalesen dan inversi fase) ketidaksetabilan reversible dapat kembali dalam keadaan awal dengan sedikit agitasi, sedangkan irreversible dapat berakhir dengan terjadi pemisahan fase (Gadri et al, 2012).

Umunya suatu emulsi dianggap tidak stabil secara fisik jika fase dalam atau terdispersi pada pendiaman cenderung untuk membentuk agregat dari bulatan-bulatan. Jika bulatan atau agrgat naik ke permukaan atau turun ke dasar emulsi tersebut akan membentuk suatu lapisan pekat dari fase dalam (Ansel, 2008).

a. Uji Pengenceran Tetesan

Sejumlah tertentu sediaan diencerkan dengan aquadest, jika emulsi tersebut bercampur dengan air secara sempurna maka emulsi tersebut bertipr air dalam minyak (Aulton, 2001).

b. Uji Kelarutan Warna

Sejumlah tertentu sediaan dilakukan pewarnaan dengan menggunakan metilen blue, jika fase terluar adalah air (minyak dalam air) akan bercampur dengan metilen blue (Aulton, 2001).

2.9 Uji Stabilitas

Stabilitas dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan dan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan, sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat produk dibuat (Dirjen POM, 1995). Stabilitas fisik lotion menjamin indentitas,

(12)

kekuatan, kualitas dan kemurnian suatu produk (Djajadisastra, 2004). Tujuan pemeriksaan kestabilan obat adalah untuk menjamin bahwa setiap batch obat yang didistribusikan tetap memenuhi persyaratan yang ditetapkan meskipun sudah cukup lama dalam penyimpanan. Pemeriksaan kestabilan digunakan sebagai dasar penentuan batas kadaluwarsa, cara-cara penyimpanan yang perlu dicantumkan dalam label. (Lachman et al., 1994).

Faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas dari sediaan farmasi, antara lain stabilitas bahan aktif, interaksi antara bahan aktif dengan bahan tambahan, proses pembuatan bentuk sediaan, kemasan, cara pengemasan dan kondisi lingkungan yang dialami selama pengiriman, penyimpanan, penganan dan jarak waktu antara pembuatan dan penggunaan. Faktor lingkungan seperti temperature, radiasi cahaya dan udara (khususnya oksigen, karbon dioksida dan uap air) juga mempengaruhi stabilitas (Osol et al, 1980; 1990).

Metode uji stabiltas yang digunakan pada penelitian ini adalah uji Freeze thaw dan real time. Uji freeze thaw dilakukan dengan prosedur sampel disimpan pada suhu 4ºC ± 2oC selama 24 jam lalu dipindahkan ke dalam oven bersuhu 40º±2ºC selama 24 jam (satu siklus). Uji stabilitas dilakukan sebanyak 6 siklus. Diamati perubahan fisik yang terjadi apakah terjadi pemisahan selama 12 hari (Dewi, 2014). Pada hari pertama dilakukan uji stabilitas real time. Sediaan diletakkan pada ruangan dengan suhu 30 ± 2ºC/ 25 ± 2ºC sesuai ICH, pada penelitian ini dilakukan selama 30 hari (Danimayostu, 2017). Uji stabilitas real time dilakukan pada dua suhu tinggi, pada suhu kamar, dan pada suhu rendah selama satu bulan, kemudian dilakukan pengamatatn organoleptis dan pemeriksaan pH (Countries, 2013).

2.10 Tinjauan Bahan Tambahan 1. Propilenglikol

Rumus molekus propilenglikol C3H8O2 dan berat molekul 76,09. Propilenglikol adalah cairan jernih, tidak berwarna, kental, praktis tidak berbau manis, rasa sedikit tajam mirip gliserin. Propilenglikol memiliki titik leleh 59ºC. Propilen glikol larut pada aseton, kloroform, etanol (95%), gliserin, air, larut pada 1 dari 6 bagian dari eter, tidak larut dalan minyak mineral ringan atau fixed oil,

(13)

tetapi melarutkan beberapa minyak esensial. Propilenglikol berfungsi untuk pengawet antimikroba, humektan dengan konsentrasi ≈ 15% dan sebagi pelarut. Propilenglikol banyak digunakan guna untuk pelarut, ekstraktan, dan pengawet berbagai formulasi parenteral dan nonparenteral. Propilenglikol stabil bila dicampur dengan etanol (95%), gliserin, atau air; larutan mengandung air dapat disterilkan dengan autoklaf. Propilenglikol bersifat higroskopis, sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindungi dari cahaya, di tempat sejuk dan kering. Propilenglikol inkompatibel dengan oksidator seperti kalium permanganat (Rowe et al., 2009).

Gambar 2.3 Struktur Molekul Propilenglikol (Rowe et al., 2009) 2. Polisorbat 80 atau Tween 80

Polisorbat 80 adalah surfakatan dan emulsifier nonionik yang sering digunakan dalam makanan dan kosmetik. Pada suhu 25ºC, Tween 80 berwujud cair, berwarna kekuningan dan berminyak, memiliki aroma yang khas, dan berasa pahit. Larut dalam air dan etanol, tidak larut dalam minyak mineral. Kegunaan Tween 80 antara lain sebagai: zat pembasah, emulgator, dan peningkat kelarutan (Rowe, 2009). Selain fungsi, fungsi tersebut, Tween 80 juga berfungsi sebagai peningkat penetrasi (Akhtar, et al., 2011).

(14)

3. Paraffin Cair

Cairan Parafin dalam dunia Kimia dapat disebut juga dengan Alkana dengan formula umum CnH2n+2. Cairan Parafin Merupakan cairan yang memiliki sifat yang mudah larut dalam eter, benzena, CS2, pada minyak yang menguap, dalam hampir seluruh jenis minyak lemak yang hangat, susah larut pada etanol absolut, tidak memiliki rasa, tidak larut di dalam air, putih atau bening, tidak larut pada alkohol dan gliserin, berupa cairan minyak kental yang tembus cahaya atau sedikit buram, tidak memiliki bau dan sedikit berminyak (Rowe et al., 2009).

Gambar 2.5 Struktur Molekul Paraffin (Rowe et al., 2009) 4. Asam Stearat

Asam stearat adalah asam lemak jenuh dengan 18 rantai karbon dan memiliki nama IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry) asam oktadekanoat. Asam lemak adalah asam karboksilat dengan rantai karbon tak bercabang yang berakhir dengan gugus karboksil (-COOH). Gugus karboksil terdiri dari 1 atom karbon yang terikat pada atom oksigen dengan ikatan rangkap, dan gugus hidroksida yang terdiri dari atom oksigen dan hidrogen terikat bersama-sama (Rowe et al., 2009).

(15)

5. Setil Alkohol

Alkohol dalam ilmu kimia memiliki pengertian yang lebih luas lagi. Dalam kimia, alkohol atau alkanol adalah istilah yang umum untuk senyawa organik apa pun yang memiliki gugus hidroksil (–OH) yang terikat pada atom karbon, yang ia sendiri terikat pada atom hidrogen dan atau atom karbon lain (Rowe et al., 2009).

Gambar 2.7 Struktur Molekul Setil Alkohol (Rowe et al., 2009).

6. Natrium Benzoat

Natrium benzoat adalah zat pengawet yang digunakan pada makanan. Zat ini terbentuk secara alamia pada beberapa buah, zat ini bernama garam natrium asam benzoat serta aman untuk dikonsumsi dan dapat dioleskan ke kulit. Sebenarnya zat ini tidak dapat digunakan dalam produk asam tertentu karena dapat bergabung menjadi senyawa yang berbahaya, namun tidak beracun dan tidak mengiritasi jaringan. Zat ini mudah larut di dalam air, dan fungsi utamanya yaitu dapat memperlambat tumbuhnya jamur dan bakteri di dalam makanan maupun kosmetik. Natrium benzoat adalah garam natrium, NaC7H5O2, dari asam benzoat, C7H6O2. Produksi zat tersebut ketika asam bezoat bereaksi dengan natrium hidroksida, NaOH, dan ion natrium menggantikan salah satu ion hidrogen dalam asam untuk menghasilkan natrium benzoat dan air. Beberapa jenis makanan asam, natrium benzoat dapat bereaksi dengan asam askorbat atau sitrat untuk menghasilkan benzena, senyawa karsinogenik potensial. Meskipun kadang-kadang dikacaukan dengan boraks atau natrium borat, yang merupakan garam asam borat, kedua bahan kimia tersebut sangat berbeda (Rowe et al., 2009).

(16)

Gambar 2.8 Struktur Molekul Natrium Benzoat (Rowe et al, 2009)

7. BHT

BHT (butylated hydroxytoluene) merupakan antioksidan yang hampir menyerupai vitamin E dan biasa digunakan dalam industri makanan dengan fungsi sebagai pengawet. Fungsinya untuk mencegah minyak dan lemak di dalam makanan teroksidasi dan menjadi bau. BHT digunakan untuk antioksidan dalam kosmetik, makanan, dan obat-obatan. Pada sediaan topikal, BHT digunakan sebagai anti oksidan dengan kadar 0,0075-0,1%. BHT memiliki inkompatibilitas dengan agen pengoksidasi kuat seperti peroksida dan permanganat dapat menyebabkan pembakaran spontan. Garam ferri dapat merubah warna dan hilangnya aktifitas. Pemanasan dengan katalitik asam bisa menjadi dekomposisi cepat dengan pelepasan gas isobutena yang mudah terbakar (Rowe et al., 2009).

Gambar 2.9 Struktur Molekul BHT (Rowe et al, 2009) 8. Parfum Vanilla

Cairan yang biasa dikenakan pada tubuh atau pakaian disebut parfum. parfum sejati atau ekstrak mengandung lebih banyak minyak wangi dari pada odokolonyo. Parfum (15-30 persen konsentrat pewangi dalam alkohol 90-95 persen). Bahan parfum berasal dari tumbuhan atau hewan. Parfum yang sering

(17)

digunakan dan sering dipilih adalah jenis parfum beraroma vanilla (Tadulako, 2013).

Gambar 2.10 Struktur Molekul Vanilla Oil (Rowe et al., 2009) 9. Aqua Destilata

Aqua destila digunakan sebagai pelarut. Aquades memiliki karakteristik jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Rumus molekulnya adalah H20 dan berat molekulnya adalah 18,02. Pada umumnya aquades larut pada berbagai pelarut polar (Depkes RI, 2014).

Gambar

Gambar 2.1 Struktur Kulit (Campbell, 2008)
Gambar 2.2 Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.)  2.4 Kandungan Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.)
Gambar 2.3 Struktur Molekul Propilenglikol (Rowe et al.,  2009)  2.  Polisorbat 80 atau Tween 80
Gambar 2.5 Struktur Molekul Paraffin (Rowe et al., 2009)  4.  Asam Stearat
+4

Referensi

Dokumen terkait

SEKOLAH TINGGI TINGGI ILMU KESE ILMU KESEHAT HATAN ENDERAL ACHMAD YA AN ENDERAL ACHMAD YANI NI YOGYAKARTA YOGYAKARTA 2015 2015 LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PENGESAHAN. SATUAN

Aulia Rohaly, 2020, Pengaruh Penyaluran Dana Desa terhadap Tingkat Kesejahteraan Melalui Infrastruktur Sebagai Variabel Intervening ( Studi Masyarakat Desa

Berdasarkan latar belakang di atas dapat di ketahui bahwa kurangnya pengetahuan dan keterampilan pengurus sampah dalam mengelola sampah kampus selain itu kurangnya

Formaldehida atau yang kita kenal sebagai formalin merupakan desinfektan yang sering pula digunakan sebagai bahan pengawet mayat yang sangat mudah masuk ke dalam tubuh lewat jalur

Pembuatan padang rumput campuran dapat dilakukan dengan menyebar biji rumput yang dicampur dengan biji leguminosa (Mc Ilroy, 1976) atau seperti yang dinyatakan

a) Pasukan Penyiasat bertanggungjawab menyediakan Laporan Hasil Siasatan atau Laporan Akhir dan kemukakan kepada Urusetia Kehilangan dan Hapuskira dalam tempoh dua

Perencanaan yang dilakukan Humas Pusat Survei Geologi Melalui Kegiatan Geoseminar Dalam Mempertahankan Citra Perusahaan Dikalangan Peserta Seminar adalah melakukan diskusi

Faktor eksternal yang berupa peserta didik yang belum beradaptasi, pendekatan scientific yang masih sulit dilakukan, materi yang tidak sampai mendalam, sarana prasarana yang