• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN Latar Belakang"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bisnis eceran (ritel) merupakan salah satu bagian yang penting dalam saluran pemasaran. Pengecer berperan sebagai perantara yang menyalurkan produk dari produsen ke konsumen akhir. Saat ini, jenis-jenis ritel modern di Indonesia sangat banyak seperti pasar modern, pasar swalayan, department store, specialty store, mall/supermall/plaza dan trade centre. Definisi dari beberapa jenis ritel dapat dilihat dalam tabel 1.

Tabel 1. Definisi Beberapa Jenis Ritel

Jenis Ritel Defenisi

Pasar modern Sarana penjualan barang-barang kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sembilan bahan pokok.

Department Store

Sarana penjualan berbagai macam kebutuhan sandang dan bukan kebutuhan sembilan bahan pokok, yang disusun dalam bagian yang terpisah- pisah dalam bentuk counter.

Specialty store Sarana penjualan yang hanya memperdagangkan satu kelompok produk saja. Trend saat ini adalah produk elektronik dan bahan bangunan dalam skala yang cukup besar.

Mall/ Supermall / Plaza

Sarana untuk melakukan perdagangan, rekreasi, restoran, dan sebagainya, yang terdiri dari banyak outlet yang terletak dalam bangunan/ruang yang menyatu.

Trade centre Pusat jual beli barang sandang, papan, dan kebutuhan sehari-hari secara grosiran dan eceran yang didukung oleh sarana yang lengkap seperti restoran/food court.

Sumber: Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2007, Media Data

Industri ritel telah menjelma menjadi primadona baru di dunia bisnis. Menurut penelitian AC Nielsen Indonesia (2003), salah satu lembaga riset yang terkemuka di Indonesia, mencatat beberapa trend menarik tentang industri ritel, dalam studi yang laporanya berjudul Shopper Trend 2003. Studi tersebut mencatat beberapa kecenderungan, salah satunya adalah meningkatnya jumlah konsumen yang berbelanja di toko modern, terutama untuk konsumen yang hidup di

(2)

perkotaan, sehingga tidak heran pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Beberapa alasan perkembangan ritel di Indonesia adalah pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, perubahan sosial budaya masyarakat, kemajuan teknologi, dan perkembangan infrastuktur (Maaruf, 2006).

Dalam 5 tahun terakhir, pasar modern merupakan penggerak utama perkembangan ritel modern di Indonesia. Pada tahun 2004–2008, omset pasar modern bertumbuh 19,81 persen, tertinggi dibanding format ritel modern yang lain. Omset Department Store, Specialty Store, dan format ritel modern lainnya masing-masing meningkat hanya 5,25 persen, 8,66 persen, dan 10,42 persen per tahun.

Tabel 2. Perkembangan Omset Ritel Modern, 2004-2008 (Rp Triliun) Jenis Ritel 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-Rata Peningkatan

(%)

Pasar Modern 26,95 31,86 38,87 44,85 55,45 19,81

Departemen Store 5,45 5,99 6,26 6,43 6,68 5,25

Specialty Store 1,18 1,52 1,56 1,57 1,61 8,66

Lainnya 4,62 5,83 6,51 6,55 6,76 10,42

Sumber: AC Nielsen, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, Media Data

Peningkatan omset yang cukup tinggi tersebut membuat pasar modern semakin menguasai pangsa omset ritel modern. Pada tahun 2004, market share omset pasar modern adalah 70,5 persen dari total omset ritel modern di Indonesia dan pada tahun 2008 telah meningkat menjadi 78,7 persen. Selain itu, jika dibandingkan terhadap total omset industri ritel di Indonesia (ritel modern dan ritel tradisional), omset pasar modern juga mengalami peningkatan dari 18,3 persen pada tahun 2004 menjadi 24,4 persen pada tahun 2008 (Tabel 3).

Tabel 3. Perkembangan Market Share Ritel Modern, 2004-2008

Deskripsi 2004 2005 2006 2007 2008

Omset Pasar modern (Rp T) 27,0 31,9 38,9 44,8 55,4

Total Omset Bisnis Ritel Modern (Rp T) 38,2 45,2 53,2 59,4 70,5 % Omset Pasar Modern terhadap Ritel Modern 70,5 70,5 73,1 75,5 78,7 Total Omset Ritel Nasional 146,9 161,4 183,4 198,0 227,4 % Omset Pasar Modern terhadap Total Bisnis 18,3 19,7 21,2 22,6 24,4

(3)

Ritel

Sumber: AC Nielsen, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, Media Data

Setelah diperkenalkan pertama kali di Indonesia pada era 1970-an, saat ini terdapat 3 jenis pasar modern, yaitu minimarket, supermarket, dan hypermarket. Perbedaan utama dari ketiganya terletak pada luas lahan usaha dan jenis barang yang diperdagangkan. Karakteristik dari ke-3 jenis pasar modern tersebut dapat dilihat pada lampiran 2. Berdasarkan jenis pasar modern, minimarket dan hypermarket adalah pasar modern dengan performance yang baik dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ini. Performance minimarket yang sangat baik terlihat dari laju pertumbuhan omsetnya. Pada tahun 2004 sampai 2008 omset minimarket meningkat sangat tinggi, rata-rata 38,5 persen per tahun. Omset hypermarket juga meningkat cukup tinggi, yakni 21,5 persen per tahun. Sementara pada periode tahun 2004 sampai 2008 tersebut, omset supermarket meningkat hanya 6,2 persen per tahun (Tabel 4).

Tabel 4. Perkembangan Omset Pasar Modern Berdasarkan Jenisnya, 2004-2008 (Rp Triliun)

Pasar Modern 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-Rata

Peningkatan (%)

Minimarket 4,90 7,00 9,70 11,70 17,80 38,55

Supermarket 11,45 11,96 12,67 13,85 14,55 6,19

Hypermarket 10,60 12,90 16,50 19,30 23,10 21,57

Sumber: Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, Media Data (diolah)

Performance hypermarket yang sangat baik terlihat dari kemampuannya menjadi pasar modern dengan pangsa omset terbesar. Pada tahun 2008, omset hypermarket adalah Rp 23,1 triliun atau 32,76 persen dari total omset seluruh pasar modern di Indonesia. Kemampuan hypermarket menjadi pasar modern dengan pengumpulan omset terbesar disebabkan hypermarket menawarkan pilihan barang yang lebih banyak dibandingkan dengan supermarket dan minimarket, sementara harga yang ditawarkan hypermarket relatif sama bahkan pada beberapa barang bisa lebih murah daripada supermarket dan minimarket.

Kinerja cemerlang hypermarket juga ditunjukkan melalui pertumbuhan jumlah gerai. Pada tahun 2004-2008 pertumbuhan gerai hypermarket sangat tinggi, yakni 40,91 persen per tahun. Gerai minimarket juga meningkat cukup

(4)

tinggi, yakni 16,43 persen per tahun, sementara gerai supermarket meningkat hanya 11,09 persen per tahun (Tabel 5).

Tabel 5. Perkembangan Jumlah Gerai Pasar Modern Berdasarkan Jenisnya, 2004-2008

2004 2005 2006 2007 2008 Rata-Rata Peningkatan (%)

Minimarket 5.604 6.465 7.356 8.889 10.289 16,43

Supermarket 956 1.141 1.311 1.379 1.447 11,09

Hypermarket 34 50 83 99 130 40,91

Sumber: Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, Media Data (diolah)

Jumlah gerai hypermarket yang bertumbuh sangat tinggi tersebut menunjukkan bahwa format hypermarket yang baru diperkenalkan ke masyarakat di Indonesia pada awal tahun 2000-an disambut baik oleh konsumen di tanah air. Selain itu, pertumbuhan jumlah gerai juga disebabkan oleh perubahan gaya hidup masyarakat. Berdasarkan sebaran geografisnya, gerai-gerai pasar modern tersebut terkonsentrasi di Pulau Jawa. Hal ini tidak lepas dari kondisi dimana konsentrasi penduduk dan pusat perekonomian Indonesia memang berada di pulau ini.

Maaruf (2006) menyatakan bahwa bidang pertama yang mempengaruhi pertumbuhan pasar ritel adalah perkembangan demografi. Perkembangan demografi ini dapat dilihat dari perkembangan jumlah penduduk. Pulau Jawa adalah target yang sangat bagus dengan jumlah penduduk yang sangat besar membuat pendistribusian lebih ekonomis. Jumlah penduduk yang besar membutuhkan barang dan jasa dalam jumlah yang besar. Mereka memerlukan barang dan jasa untuk kebutuhan pribadi dan untuk rumah tangga. Beberapa barang kebutuhan masyarakat adalah pangan (makanan), sandang (pakaian), perhiasan, peralatan rumah tangga, dan merchandise umum. Selain kebutuhan individu akan barang yang dikonsumsi (makanan/minuman), dimanfaatkan (tisu), dipakai (alat), atau dikenakan (pakaian), juga ada kebutuhan akan jasa, seperti laundry, salon, foto studio, sport & fitness center, bengkel, dan penginapan. Pada tahun 2008, dari 11.866 gerai pasar modern, sekitar 83 persen diantaranya (9.822 gerai) berlokasi di Pulau Jawa, yaitu propinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jogjakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Beberapa provinsi di luar Pulau Jawa yang menarik para peritel besar adalah Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, dan Bali (Tabel 6).

(5)

Tabel 6. Sebaran Gerai-Gerai Pasar Modern, 2008 (Unit)

Provinsi Minimarket Supermarket Hypermarket Total

Pulau Jawa 8.775 940 107 9.822 DKI Jakarta 3.986 317 40 4.325 Jawa Barat 1.300 194 29 1.523 Banten 1.004 28 14 1.046 Jogjakarta 406 45 4 455 Jawa Tengah 979 172 4 1.155 Jawa Timur 1.118 184 16 1.318 Pulau Sumatera 954 195 11 1.160 Sumatera Utara 412 74 6 492

Riau dan Batam 96 62 2 160

Sumatera Barat 205 23 - 228 Sumatera Selatan 206 27 3 236 Lampung 35 9 - 44 Bali 200 52 2 254 Pulau Sulawesi 104 48 7 159 Sulawesi Selatan 56 37 6 99 Sulawesi Utara 48 11 1 60 Pulau Kalimantan 112 56 3 171 Kalimantan Selatan 40 19 1 60 Kalimantan Timur 43 23 1 67 Kalimantan Barat 29 14 1 44 Papua 28 10 - 38 Lain-lain 116 146 - 262 Total 10.289 1.447 130 11.866

Sumber: Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, Media Data (diolah)

Salah satu hal yang mendorong konsumen berbelanja di hypermarket adalah harganya yang lebih murah dengan variasi produk yang lebih banyak dan penggunaan konsep one stop shopping. Semakin meningkatnya perkembangan hypermarket menyebabkan persaingan antar hypermarket menjadi semakin ketat. Persaingan ini semakin ketat dengan hadirnya berbagai merek toko (house brand). House brand memungkinkan pedagang besar atau pedagang eceran memberi harga lebih rendah dan juga memungkinkan untuk memperoleh keuntungan lebih

1

(6)

tinggi. House brand memiliki keunggulan harga yang lebih murah 5-15 persen dari merek pabrikan atau merek nasional.1

Produk house brand diciptakan untuk konsumen yang sensitif terhadap harga tetapi menginginkan produk yang berkualitas. Konsumen yang sensitif terhadap harga memiliki elastisitas permintaan yang sangat elastis, dimana perubahan harga sedikit saja dapat meningkatkan/menurunkan permintaan yang cukup besar. Ada beberapa kategori produk yang paling banyak dijual dengan menggunakan house brand. Kategori pertama adalah barang yang terbuat dari kertas, seperti tisu dapur, tisu wajah, dan tisu untuk toilet. Kategori selanjutnya merupakan barang kebutuhan sehari-hari nonmakanan, seperti kapas, benang pembersih gigi, alat pembersih, dan plastik pembungkus makanan. Dan kategori terakhir adalah bahan makanan, yang meliputi beras, gula, minyak goreng, makanan beku, dan sebagainya.2

Potensi untuk menjual merek toko di Indonesia telah dilakukan oleh sejumlah pengusaha ritel antara lain Carrefour, Matahari, Giant, Superindo, Hero, Alfamart, Indomaret, dan Marco. Produk house brand dari masing-masing peritel tersebut dapat kita lihat dilampiran 3. Pada kelompok hypermarket hanya terdapat 5 peritel dan 3 diantaranya menguasai 88,5 persen pangsa omset hypermarket di Indonesia. Tiga pemain utama tersebut adalah adalah Carrefour yang menguasai hampir 50 persen pangsa omset hypermarket di Indonesia, Hypermart (Matahari Putra Prima) dengan pangsa 22,1 persen, dan Giant (Hero Grup) dengan 17,75 persen (Tabel 6).

Tabel 7. Omset Peritel Hypermarket, 2008 (Rp Triliun)

No. Hypermarket Omset (Rp Milyar) Market Share (%)

1. Carrefour 11.250 48,70 2. Hypermart 5.100 22,08 3. Giant 4.100 17,75 4. Makro 2.200 9,52 5. Indogosir 450 1,95 Total 23.100 100,00

Sumber: Media Data - Februari 2009 (diolah)

Giant sebagai jaringan hypermarket milik Hero yang baru beroperasi pada tahun 2002, telah mampu memberi kontribusi pendapatan sebesar 40 persen pada

2

(7)

tahun 2005 bagi grupnya dan pada tahun 2008 kontribusi pendapatan telah menjadi 78,3 persen, mengungguli kontribusi pendapatan supermarket yang telah lebih dulu ada. Giant merupakan salah satu ritel modern yang menjual berbagai jenis produk house brand mulai dari bahan pangan, makanan ringan hingga toileteries. Berdasarkan wawancara dengan staf Giant, dapat diketahui bahwa pengembangan berbagai jenis kategori produk house brand oleh Giant didasarkan pada permintaan konsumen dan ketersediaan pemasok untuk menjadikan produknya sebagai house brand. Beberapa produk house brand Giant adalah gula, kecap manis, minyak goreng, makanan ringan, kopi, tas, sepatu, pakaian, pembersih lantai, detergen, sabun cuci tangan, pewangi pakaian, kertas, alat tulis, rice cooker, roti tawar, air mineral, peralatan masak, selang, antena, rempah-rempah bumbu dapur, popok bayi, kapas, lampu, tahu kering, kain pel, serbet, kamper, sapu, dan hanger.

Pemasaran produk telah memasuki pasar di mana persaingan yang terjadi bukan hanya antar perusahaan tetapi telah meluas menjadi persaingan antar merek bahkan persaingan dengan house brand yang dimiliki masing-masing peritel. Peritel perlu menyediakan produk yang sesuai keinginan konsumen untuk dapat memenangkan persaingan. Perilaku konsumen cenderung mementingkan citra, mutu, rasa, serta kemudahan dalam berbelanja terutama masyarakat golongan menengah ke atas yang tersebar di kota-kota besar. Oleh karena itu, diperlukan kajian mengenai persepsi konsumen terhadap produk house brand sehingga dapat memberikan produk yang sesuai dengan kualitas yang diinginkan konsumen.

1.2. Perumusan Masalah

Pertumbuhan ritel yang semakin pesat menyebabkan persaingan bisnis ritel semakin ketat. Hadirnya merek toko (house brand) semakin memperketat persaingan di antara produsen serta perusahaan ritel. Giant merupakan salah satu hypermarket yang menawarkan produk house brand. Beberapa produk Giant yang menggunakan house brand adalah beras, gula, kecap manis, minyak goreng, makanan ringan, kopi, tas, sepatu, pakaian, pembersih lantai, detergen, sabun cuci tangan, pewangi pakaian, kertas, alat tulis, rice cooker, roti tawar, air mineral, peralatan masak, selang, antena, rempah-rempah bumbu dapur, popok bayi, kapas, lampu, tahu kering, kain pel, serbet, kamper, sapu, dan hanger (lampiran 1).

(8)

Produk house brand yang akan dibahas adalah beras sebagai produk pangan. Beras merupakan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Seiring dengan meningkatnya pendidikan dan pendapatan masyarakat menyebabkan kesadaran terhadap mutu beras yang dikonsumsi semakin tinggi. Hal ini bermuara pada pemilihan jenis, kualitas, kemasan, dan rasa beras yang semakin selektif. Semakin selektifnya masyarakat dalam pemilihan jenis beras diantaranya disebabkan oleh banyaknya jenis dan merek beras yang tersedia di pasaran, baik dari produsen dan pedagang beras lokal maupun distributor beras impor. Selain itu, fenomena pencampuran beras yang marak terjadi di pasar tradisional juga membuat konsumen mulai beralih kepada beras kemasan yang dijual di ritel. Berdasarkan penelitian Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, dapat kita lihat pencampuran beras yang dilakukan oleh beberapa merek dagang untuk beras jenis pandan wangi (tabel 7).

Tabel 8. Data Pencampuran Beras

Merek Pandan Wangi (%) Bukan Pandan Wangi (%) Butir Patah (%)

OKH 42,25 46,61 11,14 Simanalagi 13,04 60,18 26,78 PAS 11,77 56,69 31,54 KK 24,54 45,16 30,30 Sae 20,64 45,05 34,31 Walet 19,78 68,06 12,16 Top 33,91 60,92 5,17 Burung Nuri 39,47 41,74 18,79 Prima 16,82 59,84 23,34

Sumber: Media Data - Februari 2009, diolah

Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa beras jenis pandan wangi yang beredar di masyarakat mimiliki persentase beras yang bukan pandan wangi jauh lebih besar daripada persentase beras pandan wangi. Bulir beras juga sangat banyak yang patah. Hal ini tentu saja akan sangat merugikan konsumen sehingga konsumen mulai beralih kepada beras kemasan yang dijual di ritel dengan asumsi bahwa beras kemasan yang masuk ke ritel sudah memiliki standar kualitas tertentu. Hal ini menyebabkan adanya prediksi bahwa kedepannya permintaan beras di ritel modern akan mengalami peningkatan.

(9)

Selain itu, satu suplier beras dapat memproduksi lebih dari satu jenis beras sehingga pilihan konsumen semakin banyak. Produk house brand beras Giant sendiri terdiri dari enam jenis beras, yaitu pandan wangi, setra ramos, rojolele, cianjur, ciherang, dan cisadane. Suplier untuk produk house brand beras Giant ada tiga, yaitu PT Pertani, Pabrik Beras OKH, dan KUD Warga Bakti. Beberapa merek beras yang dijual di Giant adalah Segowangi, Topi Koki, Si Pulen, Lautan Mas, Rojolele Delangu, Ayam Jago, LCO, Angrek Aplicata, dan Rumah Adat. Merek-merek ini juga menjual berbagai jenis beras sehingga pilihan konsumen semakin beragam. Harga yang ditawarkan oleh produsen beras cukup bervariasi dengan perbedaan harga antara Rp 2.000/kg–Rp 5.000/kg. Produk house brand beras Giant juga mengalami fluktuasi penjualan yang cenderung menurun. Gambar 1 menunjukkan tren penjualan produk house brand beras Giant pada bulan Mei 2009 hingga April 2010.

Gambar 1. Tren Penjualan Beras Giant Bulan Mei Tahun 2009 hingga April Tahun 2010 (dalam kemasan)

Sumber: Giant, Taman Yasmin (2010)

Syarat yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan agar dapat sukses dalam persaingan adalah berusaha mencapai tujuan untuk menciptakan dan mempertahankan pelanggan dengan membuat citra yang baik di mata pelanggan

0 100 200 300 400 500 600 700

Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr

Ju m lah P en ju al an Bulan

(10)

itu sendiri yang nantinya akan menimbulkan loyalitas yang berkelanjutan. Hal tersebut bisa dicapai oleh suatu perusahaan melalui upaya menghasilkan dan menyampaikan barang serta jasa yang diinginkan konsumen. Sebagai pemilik merek, Giant memiliki kepentingan untuk mengetahui persepsi konsumen terhadap merek yang dimilikinya. Persepsi konsumen penting diketahui oleh pemasar karena persepsi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen.

Persepsi konsumen akan berbeda antara konsumen yang satu dengan yang lainnya. Persepsi terkait dengan bagaimana konsumen melihat realitas yang ada, meskipun seringkali apa yang dipikirkan konsumen sebagai realitas bukanlah realitas yang sebenarnya. Individu membuat keputusan dan tindakan berdasarkan apa yang mereka rasakan sebagai realitas, maka sangat penting bagi pemasar untuk memahami persepsi konsumen mengenai produknya (Schiffman dan Kanuk, 2000). Berdasarkan uraian di atas, beberapa rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana proses keputusan pembelian produk house brand beras Giant? 2. Bagaimana persepsi konsumen produk house brand beras Giant?

3. Hal-hal apa saja yang mempengaruhi keputusan pembelian produk house brand beras Giant?

4. Bagaimana alternatif bauran pemasaran yang tepat berdasarkan analisis perilaku konsumen Giant?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis proses keputusan pembelian produk house brand beras Giant. 2. Menganalisis persepsi konsumen atas produk house brand beras Giant. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian produk

house brand beras Giant.

4. Merekomendasikan alternatif bauran pemasaran yang tepat berdasarkan analisis perilaku konsumen Giant.

(11)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi perusahaan yang meliputi karakteristik konsumen, persepsi konsumen, jenis dan kualitas beras yang menjadi pilihan konsumen, faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian produk, serta menjadi bahan pertimbangan Giant dalam memformulasikan serta memilih strategi pemasaran perusahaan. Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk melatih diri, berpikir, dan menuangkan ide serta pemikirannya ke dalam bentuk laporan penelitian serta menambah wawasan mengenai perilaku konsumen terutama produk beras. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi mengenai karakteristik konsumen dan menganalisis persepsi konsumen serta faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian produk house brand Giant untuk komoditas beras. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan rekomendasi bauran pemasaran yang diharapkan dapat meningkatkan performa perusahaan untuk dapat memenangkan persaingan. Pengukuran persepsi konsumen dilakukan secara umum dan tidak mengunakan merek tertentu sebagai pembanding persepsi. Hal ini disebabkan merek beras yang dijual di Giant cukup banyak. Selain itu, penelitian ini hanya dilakukan di salah satu hypermarket Giant yang ada di Taman Yasmin Kota Bogor, sedangkan analisis di kota lain tidak tercakup dalam penelitian. Hal ini disebabkan karena adanya keterbatasan waktu dan biaya.

Gambar

Tabel 6. Sebaran Gerai-Gerai Pasar Modern, 2008 (Unit)
Gambar  1  menunjukkan  tren  penjualan  produk house  brand beras Giant pada bulan Mei 2009 hingga April 2010.

Referensi

Dokumen terkait

Sementara itu, pemerintah telah mengeluarkan beberapa teknologi penentuan dosis pupuk tepat guna spesifik lokasi yaitu dengan cara mempergunakan Bagan Warna Daun

Koi herpesvirus (KHV) merupelet salah satu penyakit infeksius yang menyerang spesies Cyprinus carpio Linnaeus yaitu ikan Mas yang disebabkan oleh virus DNA.. Sejak

Apabila permintaan lebih kecil dari persediaan, maka sisa persediaan barang yang tidak habis terjual harus dijual kembali dengan harga yang lebih rendah dari

Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi kualitas sibling rivalry yang menentukan apakah hubungan antar saudara kandung akan baik atau buruk (Hurlock, 1996: 207-210) yaitu

Hal ini juga sangat mempengaruhi penghambatan pendistribusian tali rafia di karenakan adanya penutupan akses masuk di daerah tersebut dan beberapa pasar yang tutup sehingga

Dari hasil analisis RT-PCR dan pengurutan DNA menunjukkan bahwa sampel dengan kode B1 dan B2 menunjukkan homologi tertinggi dengan data virus yang terdaftar di GenBank

Berdasarkan deskripsi data dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Peralatan laboratorium di SMA Negeri se Kabupaten Karo 33%

Warna : Berwarna, transparan Deskripsi : Alat Ini digunakan untuk menunjukkan volume dengan meng- gunakan media pasir / barang cair Limas Segi Empat Transparan Ukuran : 80 x 80