• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan 1. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan 1. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah berdasarkan hasil analisis LQ dan DLQ dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Sektor pertanian sebelum era otonomi daerah berkontribusi sebagai sektor basis dengan rata-rata nilai LQ sebesar 1,52 poin. Sebagai sektor basis, kontribusinya terhadap laju pertumbuhan ekonomi daerah masih lebih rendah dibandingkan kontribusi sektor yang sama di tingkat nasional yang ditunjukkan dari nilai DLQ sebesar 0,99 poin. Dari hasil analisis LQ dan DLQ, dapat digolongkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor prospektif Provinsi Jawa Tengah sebelum era otonomi daerah.

b. Sektor pertanian setelah era otonomi daerah masih berkontribusi sebagai sektor basis, tetapi mengalami penurunan rata-rata nilai LQ menjadi 1,43 poin. Sebagai sektor basis, kontribusinya terhadap laju pertumbuhan ekonomi daerah meningkat sehingga mampu mengimbangi kontribusi sektor yang sama di tingkat nasional yang ditunjukkan dari nilai DLQ sebesar 1,00 poin. Dari hasil analisis LQ dan DLQ, dapat digolongkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor unggulan Provinsi Jawa Tengah setelah era otonomi daerah.

2. Kontribusi subsektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah berdasarkan hasil analisis LQ dan DLQ dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Subsektor tanaman bahan makanan sebelum era otonomi daerah merupakan subsektor basis (LQ = 2,04) dimana kontribusinya terhadap laju pertumbuhan ekonomi daerah masih lebih rendah dibandingkan subsektor yang sama di tingkat nasional (DLQ = 0,99), sehingga tergolong sebagai subsektor prospektif sebelum era otonomi daerah. Pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan

(2)

b. Subsektor tanaman perkebunan sebelum era otonomi daerah merupakan subsektor basis (LQ = 1,36) dimana kontribusinya terhadap laju pertumbuhan ekonomi daerah masih lebih rendah dibandingkan subsektor yang sama di tingkat nasional (DLQ = 0,94), sehingga tergolong sebagai subsektor prospektif sebelum era otonomi daerah. Pertumbuhan subsektor tanaman perkebunan setelah era otonomi daerah mengalami penurunan dan menjadikannya sebagai subsektor non basis (LQ = 0,84) yang kontribusinya terhadap laju pertumbuhan ekonomi daerah masih lebih rendah dibandingkan kontribusi subsektor yang sama di tingkat nasional (DLQ = 0,99) sehingga tergolong sebagai subsektor tertinggal setelah era otonomi daerah.

c. Subsektor peternakan sebelum era otonomi daerah merupakan subsektor basis (LQ = 1,14) dimana kontribusinya terhadap laju pertumbuhan ekonomi daerah lebih tinggi dibandingkan subsektor yang sama di tingkat nasional (DLQ = 1,03), sehingga tergolong sebagai subsektor unggulan sebelum era otonomi daerah. Pertumbuhan subsektor peternakan sebagai subsektor basis setelah era otonomi daerah mengalami peningkatan (LQ = 1,37) dimana kontribusinya terhadap laju pertumbuhan ekonomi daerah masih lebih tinggi dibandingkan kontribusi subsektor yang sama di tingkat nasional (DLQ = 1,01) sehingga tergolong sebagai subsektor unggulan setelah era otonomi daerah.

d. Subsektor kehutanan sebelum era otonomi daerah merupakan subsektor non basis (LQ = 0,71) dimana kontribusinya terhadap laju pertumbuhan ekonomi daerah masih lebih rendah dibandingkan subsektor yang sama di tingkat nasional (DLQ = 0,93), sehingga tergolong sebagai subsektor tertinggal sebelum era otonomi daerah. Pertumbuhan subsektor kehutanan sebagai subsektor non basis setelah era otonomi daerah mengalami penurunan (LQ = 0,41) dimana kontribusinya terhadap laju pertumbuhan ekonomi daerah justru meningkat dan mampu melebihi kontribusi subsektor yang sama di tingkat nasional (DLQ = 1,01) sehingga tergolong sebagai subsektor andalan setelah era otonomi daerah.

(3)

e. Subsektor perikanan sebelum era otonomi daerah merupakan subsektor non basis (LQ = 0,62) dimana kontribusinya terhadap laju pertumbuhan ekonomi daerah masih lebih tinggi dibandingkan subsektor yang sama di tingkat nasional (DLQ = 1,02), sehingga tergolong sebagai subsektor andalan sebelum era otonomi daerah. Pertumbuhan subsektor kehutanan sebagai subsektor non basis setelah era otonomi daerah mengalami penurunan (LQ = 0,55) dimana kontribusinya terhadap laju pertumbuhan ekonomi daerah juga menjadi lebih rendah dibandingkan subsektor yang sama di tingkat nasional (DLQ = 0,98) sehingga tergolong sebagai subsektor tertinggal setelah era otonomi daerah. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kontribusi sektor pertanian terhadap

perekonomian Provinsi Jawa Tengah berdasarkan hasil analisis shift-share dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Kegiatan ekonomi nasional (regional share) memberikan pengaruh paling tinggi terhadap pertumbuhan sektor dan seluruh subsektor pertanian sebelum era otonomi daerah. Kegiatan ekonomi nasional berpengaruh positif terhadap sektor pertanian Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp 12.059.754 juta. Pelaksanaan otonomi daerah mendorong terjadinya peningkatan pengaruh kegiatan ekonomi nasional terhadap pertumbuhan sektor dan seluruh subsektor pertanian. Pengaruh kegiatan ekonomi nasional terhadap sektor pertanian Provinsi Jawa Tengah meningkat menjadi Rp 18.785.399 juta setelah era otonomi daerah. b. Struktur kegiatan ekonomi daerah (proporsional shift) berpengaruh negatif

terhadap pertumbuhan sektor pertanian dan seluruh subsektor pertanian, kecuali subsektor perikanan, sebelum era otonomi daerah. Komponen proporsional shift berpengaruh negatif sebesar Rp -5.774.690 juta yang menunjukkan bahwa sektor pertanian bukan sektor spesialisasi Provinsi Jawa Tengah. Pelaksanaan otonomi daerah menjadikan struktur ekonomi daerah semakin tidak mampu mendorong pertumbuhan sektor dan seluruh subsektor pertanian. Komponen proporsional shift berpengaruh semakin negatif terhadap sektor pertanian

(4)

c. Keunggulan lokasi (differential shift) berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan sektor pertanian dan seluruh subsektor pertanian, kecuali subsektor peternakan dan perikanan, sebelum era otonomi daerah. Komponen differential shift berpengaruh negatif sebesar Rp -4.336.825 juta yang menunjukkan bahwa faktor keunggulan lokasi tidak mampu meningkatkan daya saing sektor pertanian di Provinsi Jawa Tengah. Pelaksanaan otonomi daerah berhasil memperbaiki pengaruh keunggulan lokasi terhadap pertumbuhan sektor dan seluruh subsektor pertanian, kecuali subsektor peternakan dan perikanan. Komponen differential shift yang masih bernilai negatif sebesar Rp -1.750.325 juta yang menunjukkan bahwa faktor keunggulan lokasi masih belum mampu meningkatkan daya saing sektor pertanian di Provinsi Jawa Tengah, tetapi pelaksanaan otonomi daerah berhasil meningkatkan pengaruh dari keunggulan lokasi.

4. Kontribusi sektor pertanian terhadap penyerapan tenaga kerja berdasarkan analisis regresi tren linear dan pemerataan pendapatan antar daerah berdasarkan analisis Indeks Williamson di Provinsi Jawa Tengah dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Sektor pertanian merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja paling

tinggi di Provinsi Jawa Tengah. Penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian selama periode 1990-2011 mengalami tren penurunan rata-rata sebesar 1,182 persen pertahun, dimana pelaksanaan otonomi daerah berpengaruh terhadap penurunan tersebut. Penurunan jumlah tenaga kerja sektor pertanian yang diikuti transfer tenaga kerja ke sektor lain, khususnya sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, menunjukkan adanya peralihan prioritas pembangunan daerah dari sektor tradisional ke sektor modern.

b. Tingkat ketimpangan pendapatan antar daerah di Provinsi Jawa Tengah termasuk dalam kategori ketimpangan menengah pada kedua periode penelitian. Pelaksanaan otonomi daerah berpengaruh terhadap tingkat ketimpangan yang lebih tinggi pada periode tersebut (Vw = 0,6929) dibandingkan sebelum era otonomi daerah (Vw = 0,6507). Sektor pertanian berpengaruh positif terhadap pemerataan pendapatan antar daerah di Provinsi Jawa Tengah sebelum dan

(5)

B. Saran

1. Sektor pertanian merupakan sektor basis di Provinsi Jawa Tengah selama periode pengamatan. Peningkatan laju pertumbuhan PDRB sektor pertanian yang diikuti penurunan proporsinya dalam PDRB Jawa Tengah menunjukkan laju pertumbuhan PDRB sektor pertanian masih lebih rendah dibandingkan sektor ekonomi lainnya yang lebih modern. Perlu menjadi perhatian serius bagi Pemerintah provinsi Jawa Tengah untuk dapat memaksimalkan potensi yang dimiliki sektor pertanian sebagai sektor basis dengan melakukan modernisasi sektor pertanian,.

2. Pertumbuhan yang positif dari sektor pertanian akan berdampak positif bagi sektor ekonomi lainnya. Pertumbuhan sektor ekonomi lainnya dapat dipacu melebihi sektor pertanian karena memiliki peluang labih besar untuk meningkatkan nilai tambahnya, sedangkan pertumbuhan sektor pertanian hanya bisa didorong dengan peningkatan produksi. Perlu menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk meningkatkan produksi komoditas-komoditas di sektor pertanian melihat semakin menurunnya luasan lahan pertanian dan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan hasil-hasil pertanian.

3. Peran sektor pertanian sebagai sektor yang mampu menyerap tenaga kerja paling besar di Provinsi Jawa Tengah mengalami pertumbuhan yang selalu menurun. Penurunan yang terjadi disebabkan adanya transfer tenaga kerja ke sektor lain akibat pembangunan ekonomi daerah yang semakin mengandalkan sektor modern. Perlu menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk mengandalikan transfer tenaga kerja dari sektor pertanian. Sektor modern mengandalkan produksi dari sektor pertanian sebagai input, penurunan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian yang berlangsung terus menerus pada kemudian hari bisa menurunkan produksi hasil-hasil pertanian.

4. Sektor pertanian berhasil mengurangi tingkat ketimpangan pendapatan antar daerah di Provinsi Jawa Tengah. Perlu menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melihat tingkat ketimpangan pendapatan antar daerah yang justru

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Pengambilan Keputusan Penilaian terhadap pemilihan siswa mengikuti lomba kompetensi siswa merupakan sebuah sistem yang dapat menentukan peserta yang mengikuti lomba kompetensi

Tujuan : Gangguan harga diri teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan Kriteria Hasil : Klien dapat percaya diri dengan keadaan penyakitnya.. Kaji respon,

Kesalah yang mungkin terjadi saat penggunaan pipet mikro adalah pemasangan tip yang tidak benar atau kurang kuat sehingga memungkinkan tip tersebut dapat terlepas,

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik simpulan bahwa implementasi pembelajaran sejarah yang menggunakan model Team Assisted Individualization (TAI)

Metode yang akan digunakan oleh peneliti metode Numbered Head Together (NHT) yang merupakan model pembelajaran yang bersifat berkelompok dengan Discovery Learning

Hasil penelitian serupa juga dilakukan oleh Bayuningsih (2011), menjelaskan bahwa terdapat perbedaan bermakna saturasi oksigen sebelum dan sesudah penggunaan nesting

Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan kondisi aktivitas ekonomi luar negeri di Indonesia pada periode 1998-2014 serta menganalisis pengaruh dan

Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh bahwa tidak ada interaksi antara perlakuan batang bawah dengan batang atas, namun secara terpisah tinggi tanaman sampai dengan