BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Polipropilena.
Polipropilena adalah suatu polimer termoplastik dan dipakai dalam bermacam-macam penggunaan seperti kemasan makanan, kemasan air minum, tekstil, alat-alat laboratorium, komponen automotif, pengeras suara, mainan anak-anak, botol dan sebagainya. Polipropilena menempati urutan kedua polimer yang paling populer setelah polietilena. Polimer ini mempunyai derajat kristalinitas antara LDPE dan HDPE dan kekuatannya lebih rendah dibandingkan dengan HDPE dan fleksibilitasnya lebih rendah dari LDPE. Density adalah antara 0,85-0,95 g/cm 3 , temperatur transisi gelas, Tg = -150C, nomor Chemical Abstract Service ( CAS) 9003-07-0, titik leleh 1700C dan rumus molekul (C3H6)n. Polipropilena mempunyai nama kimia poli (1-metiletilena). Nama lain dari polimer ini adalah polipropena, polipropena, polimer propena dan homopolimer 1- propena. Monomer dari polipropilena adalah propilena atau propena. (http : WWW. Wikipedia.org.2008) Polimerisasi propilena menjadi polipropilena berlangsung secara adisi dengan mekanisme radikal bebas dengan adanya suatu inisiator peroksida atau melalui mekanisme senyawa komplek dengan adanya katalis Ziegler-Natta. Katalis ini mampu mengarahkan monomer ke orientasi spesifik sehingga menghasilkan polipropilena isotaktik dengan derajat kristalinitas yang tinggi. Kristalinitas yang tinggi pada polipropilena mengakibatkan polimer ini mempunyai daya regang tinggi dan kaku.
Polimerisasi propilena secara radikal bebas umumnya akan menghasilkan polipropilena ataktik dengan derajat kristalinitas rendah dan cendrung amorf, hal ini disebabkan tingginya reaktifitas hidrogen alilik. Tahapan reaksi polimerisasi polipropilena meliputi tahap inisiasi, propagasi dan terminasi.
CH3= CH-CH3 [ —CH2-CH—] n
Propilena CH3 Polipropilena
Gbr . 2.1 : Reaksi polimerisasi propilena
Berdasarkan struktur rantainya polipropilena terdapat tiga susunan gugus metil terhadap bidang utama rantai-rantai karbon, dengan kata lain terdapat tiga isomer ruang (taktisitas) :
Ataktik : Gugus-gugus metil tertata secara acak pada rantai polipropilena. Isotaktik : Gugus-gugus metil berada pada pada sisi yang sama
Sindiotaktik : Gugus-gugus metil tertata secara berselang seling pada kedua sisi rantai (Hans,Elias.G, 1977)
Isotaktik
Sindiotaktik
Ataktik
Polipropilena mempunyai konduktivitas panas rendah, kekuatan benturan yang tinggi, tahan terhadap pelarut organik. Terhadap termal polipropilena kurang stabil hal ini adalah karena adanya hidrogen tertier yang labil. Pencampuran polipropilena dengan bahan pengisi dan penguat memungkinkan polipropilena mejadi bahan yang tahan terhadap tekanan meskipun pada suhu tinggi. Kerapuhan pada suhu rendah juga dapat dihilangkan dengan menggunakan bahan pengisi dan penguat (Gacther, 1990)
2.2 Degradasi Polipropilena dengan Benzoil Peroksida.
Polipropilena adalah suatu polimer atau makromolekul rantai panjang yang mempunyai derajat polimer tinggi . Polipropilena termasuk polimer termoplastik yang akan lunak bila dipanaskan dan kembali mengeras bila dingin. Pada pemanasan pada suhu pengolahannya dengan adanya suatu initsiator peroksida, seperti benzoil peroksida polimer ini akan mengalami degradasi , yaitu terjadi pemutusan pandai rantai utama.
Pada penelitian ini degradasi polipropilena dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh polipropilena yang mempunyai bobot molekul lebih rendah dan rantai lebih pendek. Polipropilena bobot molekul rendah dan rantai lebih pendek ini diharapkan setelah digrafting dengan anhidrida maleat lebih mudah bereaksi dengan gugus hidroksil selulosa dan masuk keantara serat-serat selulosa dalam papan partikel.
Pada tahap awal reaksi karena pengaruh panas, inisiator benzoil peroksida terdekomposisi secara homolitik membentuk radikal, RO•. Selanjutnya radikal ini akan menarik sebuah atom hidrogen dari molekul polipropilena sehingga terbentuk makromolekul radikal tertier, 3P•. Kemudian makromolekul radikal tertier ini mengalami pemutusan rantai pada posisi ß sehingga rantai polipropilena makin pendek, bobot molekul turun dan viskositas intrinsik turun dan proses ini akan terus berlanjut bila tidak ada terminasi rantai sesuai dengan mekanisme reaksi berikut (Bettini, S.H, 1999)
Terminasi 3
P• +
2P
t•
3P
2P
t(4)
Gbr. 2.3 : Reaksi dedgradasi polipropilena oleh suatu peroksida
2.3 Fungsionalisasi Polipropilena
Polipropilena mempunyai kedudukan penting diantara polimer sintesis karena aplikasi komersialnya. Kekurangan dari polipropilena adalah sensitif terhadap foto oksidasi, sukar diwarnai dan permukaannya bersifat hirofobik sehingga membatasi pemakaiannya dalam beberapa bidang penting secara teknologi. Kekurangan ini dapat diatasi dengan fungsionalisasi dengan teknik grafting, yaitu mencangkokkan monomer maupun polimer ke rantai poliproplena. Dengan teknik ini polipropilena memperoleh sifat-sifat tambahan yang diperlukan untuk aplikasi khusus tanpa mengubah sifat-sifat asli yang diinginkan. Fungsionalisasi polipropilena dengan suatu gugus reaktif polar merupakan suatu cara yang efektif untuk meningkatkan polaritas
Dekomposisi peroksida
Penarikan atom hidrogen
polipropilena sehingga affinitasnya dengan bahan polar lain semakin bertambah. Adanya gugus reaktif polar pada polipropilena akan memperbaiki adesi antar permukaan antara komponen polipropilena dengan komponen selulosa dalam papan partikel. Teknik grafting dapat dilakukan dalam larutan maupun dalam keadaan cair (molten state).
Polimer graft adalah suatu polimer yang terdiri dari satu atau lebih spesi, terikat sebagai rantai samping pada rantai utama dan mempunyai susunan atau konfigurasi yang berbeda dari susunan dan konfigurasi rantai utama. Struktur paling sederhana dari suatu kopolimer graft adalah
—MMMMMMXMMMMMM—
G
Gbr. 2.4 : Struktur kopolimer graft.
Rangkaian unit monomer M adalah rantai utama, G adalah rantai samping (graft) dan X adalah unit pada rantai utama tempat G terikat. Pada polimer graft rantai utama dan rantai samping dapat berupa unit homopolimer atau kopolimer.
Reaksi grafting ini pada umumnya diinisiasi oleh suatu radikal peroksida yang mentrasfer aktifitasnya ke rantai polimer (Dean,S 2001, Garcia, M 1997, Russel, 2002, Keener, 2004)
Funsionalisasi polipropilena dengan maleat anhidrida berlangsung secara grafting dalam internal mixer pada suhu titik leleh polipropilena dengan adanya benzoil peroksida sebagai sumber radikal bebas. Tahapan reaksi meliputi dekomposisi inisiator membentuk radikal bebas, penarikan sebuah atom hidrogen oleh radikal bebas dari polipropilena, pemutusan rantai polipropilena, reaksi grafting maleat anhidrida pada polipropilena, transfer rantai dan terminasi. Menurut Bettini, S.H ( 1999) mekaninme reaksi grafting anhidrida maleat pada PP adalah :
Gbr : 2.5 Mekanisme reaksi grafting polipropilena dengan anhidrida maleat Grafting anhidrida maleat
Grafting anhidrida maleat
Transfer rantai
Terminasi secara kombinasi
Derajat grafting dapat ditentukan dengan cara titrasi dengan menggunakan larutan basa dalam metanol atau etanol seperti natrium hidroksida atau kalium hidroksida, dengan indikator phenolptalein. Perlu diperhatikan sebelum titrasi dilakukan harus ditambahkan beberapa tetes air agar gugus anhidrida terbuka menjadi karboksilat. Untuk melihat apakah grafting anhidrida maleat telah terjadi dapat diketahui dengan membandingkan spektrum FTIR nya dengan spektrum FTIR polipropilena murni. Salah satu indikasi telah terjadi grafting ditandai dengan munculnya serapan karbonil yang khas pada bilangan gelombang sekitar 1720 cm-1 ( Eddyanto, 2007)
2.4 Metode-metode Grafting
Pembentukan kopolimer graft biasanya melibatkan difusi melewati batas fasa antara monomer dan polimer. Ada empat macam metode grafting ( mekanisme) yang umum dilakukan, yaitu ( Hans, R.K, Oscar, N, 2005)
1. Mekanisme radikal bebas
Metode polimerisasi radikal bebas adalah metode tertua dan paling banyak dipakai untuk mensistesis polimer graft karena relatif sederhana. Ada lima macam metode grafting suatu polimer secara mekanisme radikal bebas.
a. Metode kimia
Sumber radikal bebas diperoleh dari suatu inisiator seperti benzoil peroksida atau azobisobutironitril (AIBN). Inisiator akan terdekomposisi menghasilkan radikal bebas. Selanjutnya dikal bebas ini menarik satu atom hidrogen dari polimer sehingga dihasilkan polimer radikal. Kemudian polimer radikal akan bereaksi dengan monomer ( senyawa yang akan digraft pada rantai polimer) membentuk polimer graft.
b. Metode fotografting
Gugus kromofor yang ada pada polimer menyerap radiasi elektromagnetik pada daerah visible dan ultra violet. Hal ini akan memustuskan ikatan dan terbentuknya radikal yang akan menginisiasi radikal. Bila polimer tidak menyerap , fotolisis secara
tidak langsung diinisiasi dengan menggunakan fotosensitizer yang menyerap sinar dan mentransfer energi sinar tersebut ke spesi lain dalam sistem.
c. Metode grafting radiasi.
Pada metode ini radikal dihasilkan akibat adanya pemutusan rantai utama oleh energi radiasi yang tinggi ( radiasi gamma). Keburukan cara ini adalah ikatan silang dan degradasi polimer dapat terjadi bersamaan dengan grafting.
d. Metode grafting plasma
Paparan ( exposure) polimer terhadap glow discharge menghasilkan radikal bebas pada rantai utama yang selanjutnya mengadisi monomer. Pada discharge suhu rendah sistem terdiri dari elektron, atom, ion-ion, atom dan molekul tereksitasi.. Partikel-partikel ini menyebabkan terjadinya efek radiasi pada permukaan maupun pada bagian dalam zat.
e. Metode grafting mekanokimia
Gabungan gaya mekanik dan ultasonik dapat menyebabkan polimer terdegradasi, dan umumnya akan menghsilkan radikal bebas. Degradasi mekanik dapat dilakukan dengan cara mastikasi, miling, ekstrusi atau pengadukan. Radikal yang dihasilkan akan mengadisi monomer membentuk polimer graft.
2. Mekanisme ion a. Metode anion
Polimerisasi anion menjadi suatu metode yang sangat baik untuk membuat polimer blok dan graft. Polimer graft diinisiasi oleh anion-anion yang dihasilkan oleh reaksi antara basa dengan poroton asam pada rantain utama. Pembawa rantai adalah muatan negatif
b. Metode kation
Inisiasi reaksi antara alkil halida labil dan asam-asam lewis digunakan untuk grafting kation pada polimer terhalogenasi. Pembawa rantai adalah suatu makro radikal bermuatan positif.
3. Mekanisme koordinasi
Streospesifik inisiator dapat memberikan polimer streoblock yang mengandung urutan isotaktik dan heterotaktik. Greber menggrafting olefin pada polistirena-butadiena menggunakan sistem inisiator Ziegler-Natta dimana dietil aluminium hidrida bereaksi denga gugus pendant membentuk makromolekul trialkilaluminium.
4 Mekanismen koupling
Polimer mengadung hidrogen aktif dapat dipakai untuk sintesis polimer graft. Polimer graft juga dapat dibuat dengan koupling dua atau lebih polimer yang mengadung gugus fungsi yang sesuai.
2.5 Interaksi antara polipropilena-PPd-g-AM - Serbuk kayu
Interaksi antara polimer dengan serbuk kayu dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu interaksi fisik dan interaksi kimia. Pada interaksi fisik yang terjadi hanya ikatan sekunder, yang terbentuk antara molekul polimer dengan molekul bahan filler Interaksi ini termasuk ikatan hidrogen, ikatan van der waals, gaya-gaya dispers dan gaya-gaya dipol. Dalam interaksi ini sturuktur molekul polimer dan sturuktur molekul serbuk kayu tetap dipertahankan. Pada interaksi kimia, akan terbentuk suatu ikatan antara gugus fungsi polimer dan gugus fungsi bahan aditif sehingga membentuk kopolimer. Terbentuknya ikatan ini dapat diketahui dari analisis spektrum FTIR, yaitu adanya pembentukan gugus fungsi baru atau hilangnya gugus fungsi pada polimer dan bahan aditif. Bila ditinjau dari sudut kekuatan ikatan maka interaksi kimia jauh lebih kuat daripada interaksi fisik. (Singh,R.P, 1992)
Polipropilena dengan tepung kelapa sawit merupakan dua bahan polimer yang sukar bercampur, karena derajat kepolaran yang berbeda dan daya adesinya yang lemah. Untuk mendapatkan campuran yang homogen, pengolahannya tidak dapat dilakukan dengan cara konvensional, yang hanya menghasilkan interaksi fisik antar komponen polimer. Brown memberikan beberapa metode untuk meningkatkan
kompabilitas komposit, yaitu kokristalisasi, penambahan bahan perekat , pengikatan silang dan pembentukan kopolimer. Keempat proses ini dilakukan dalam mesin pengolah yang sekaligus berfungsi sebagai reaktor modifikasi. Cara ini disebut Teknik Pengolahan Reaktif.(Caulfield,D.F 2005, Hans, Elias,G 1977, Paul Fowler, 2006 Khairijah, H.B, 2005)
Buruknya interaksi antara segmen-segmen molekul yang dicampur menyebabkan tingginya tegangan antarmuka antara polipropilena dan serbuk kayu kelapa sawit sehingga mengakibatkan serbuk kelapa sawit sulit terdispersi pada matrik Keadaan ini menyebabkan kerapuhan campuran dan ini disebut kegagalan mekanik dan cara menanggulanginya disebut kompabilitasi (Bledzi,A.K 1999, Amash, A 1998, Maloney,TM, 1993)
Untuk mendapatkan kompabilitas dan kekuatan papan partikel yang baik , salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menambahkan bahan perekat. Dalam hal ini bahan perekat yang digunakan adalah PPd-g-AM. Bahan perekat PPd-g-AM dibuat dengan cara grafting ( mencangkokkan ) suatu gugus reaktif anhidrida maleat ke rantai utama molekul polipropilena dalam internal mixer pada suhu titik lelehnya (170o C) dengan adanya suatu inisiator benzoil peroksida. Sebelum dilakukan grafting anhidrida maleat pada polipropilena, polipropilena terlebih dahulu didegradasi dengan benzoil peroksida untuk memperoleh polipropilena yang mempunyai bobot molekul lebih kecil dan rantai lebih pendek dengan tujuan agar PPd-g-AM yang terbentuk mempunyai titik leleh lebih rendah. Terikatnya gugus anhidrida malet pada molekul polipropilena (terbentuknya PPd-g-MA) , maka polaritas PPd-g-MA semakin meningkat sehingga akan menambah reaktifitasnya sebagai bahan perekat antara serbuk kayu kelapa sawit ( selulosa ) dengan matrik polipropilena. Selanjutnya diperediksi akan terjadi ikatan ester antara gugus anhidrida maleat dengan gugus hidroksil dari selulosa kayu kelapa sawit dan ini akan meningkatkan sifat-sifat mekanik papan partikel . Reaksi antara bahan perekat PPd-g-AM dengan serat selulosa dan belitan rantai polipropilena ditunjukkan pada gambar 2.6 dan gambar 2.7 seperti berikut :
Gbr. 2.6 : Reaksi gugus anhidrida dalam PPd-g-AM dengan gugus hidroksil kayu (Caulfield, D.F 2005)
Gbr. 2.7. Belitan ( entanglement ) Poliprolena (PP) pada PPd-g- AM dalam papan partikel (Caulfield,D.F 2005)
Permukaan serat
lignoselulosa PPd – g - Ma
serat
2.6 Papan Partikel
Papan partikel adalah suatu bahan buatan yang diproses melalui percampuran atau penggabungan komponen kayu dalam bentuk serat, partikel maupun serbuk dengan bahan perekat dan bahan aditif lainnya seperti pewarna, penstabil dan sebagainya kemudian dikempa panas sehingga memiliki sifat seperti kayu (Amash, A 1998). Serbuk kayu yang digunakan dapat berasal dari serbuk penggergajian, limbah pertukangan dan limbah perkebunan sehingga tidak memerlukan sumber kayu dan plastik dapat diperoleh hasil plastik daur ulang. Pada umumnya proses pembuatan papan partikel mencakup pembuatan partikel, pengelompokan ukuran partikel, pengeringan partikel, pencampuran partikel dan perekat, pencetakan, pengempaan, pendinginan, penghalusan dan penimpanan. Mutu papan partikel ditentukan oleh jenis kayu, jumlah zat ekstraktif, rapat massa kayu, ukuran partikel, perekat dan cara pengolahan. (Tomimura, 1992)
Bentuk partikel yang digunakan dalam pembuatan partikel dapat mermacam-macam seperti bentuk : serbuk, serpih ( flake), hasil ketaman (shaving), potongan kecil (chips), untai (strand), sliver, dan wafer.
Jenis-jenis papan partikel dapat dibedakan berdasarkan :
a. Kekuatan : Ada tiga kelompok kekuatan papan partikel, yaitu tinggi, sedang dan rendah
b. Bentuk : Bentuk yang umum adalah datar, melengkung dan tertentu (cetakan)
c. Macam perekat : Penggolongan berdasarkan jenis perekat, yaitu tipe U (urea formaldehid, tipe M ( melaminformaldehid) dan tipe P ( fenol formaldehid) d. Kerapatan : Berdasarkan kerapatan papan partikel dikelompokkan dengan
kerapatan rendah, sedang dan tinggi.
1. Papan partikel berkerapatan rendah ( Low Density Particleboard ), yaitu papan yang mempunyai kerapatan kurang dari 0,4 g/cm3
2. Papan partikel berkerapatan rendah ( Medium Density Particleboard ), yaitu papan yang mempunyai kerapatan antara 0,4 -0,8 g/cm3
3. Papan partikel berkerapatan rendah ( High Density Particleboard ), yaitu papan yang mempunyai kerapatan lebih dari 0,8 g/cm3
e. Susunan partikel : Berdasarkan penyusunan partikel, papan partikel dibagi menjadi papan partikel homogen, berlapis tiga dan bertingkat.
f. Arah partikel : Arah partikel berbentuk acak, sejajar dan berselang-seling.
2.7. Kayu Kelapa Sawit
Pohon kelapa sawit ( Elais guinensis Jaqc) termasuk dalam Palmales, famili cocoideae. Ketinggian tanaman ini dapat mencapai 12 meter dan tumbuh tegak lurus dengan diameter berkisar antara 45 - 60 cm. Usia produktif tanaman kelapa sawit bisa mencapai 25 tahun. Kayu kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal batang dan bagian ujung, bagian tengah batang, inti dan bagian tepinya. Beberapa sifat kayu kelapa sawit dapat dilihat pada tabel berikut (Bakar, E.S 2003)
Tabel 2.1 : Beberapa sifat-sifat penting kayu kelapa swit :
No Sifat-Sifat Penting Kayu Kelapa Sawit
Bagian Dalam Batang
Tepi Tengah Inti
1 Kerapatan ( g/cm 3) 0,35 0,28 0,20 2 Kadar air (%) 156 257 365 3 Kekuatan lentur ( kg/cm 2) 29,99 11,42 6,98 4 Keteguhan lentur (kg/cm 2) 295 129 67 5 Susut volume (%) 26 39 48 6 Kelas awet V V V
7 Kelas Kuat III-V V V
Sumber : Bakar (2003)
Komponen utama yang terkandung pada batang kelapa sawit adalah selululosa, lignin, air, pati dan abu. Kadar air dan pati yang tinggi menyebabkan
kestabilan dimensi kayu , sifat fisik, sifat mekanik rendah sehingga mudah patah, retak dan berjamur (Eero sjostrom 1993). Dalam kayu kelapa sawit kering pada ketinggian sampai 6 meter terdapat kandungan selulosa (39,77 %), pentosa (21,53 %), lignin (18,10 %), air (12,05 %) abu (2,20 %), SiO2 (0,71%) (Manurung, E.D 2001)
Kayu kelapa sawit mempunyai sifat yang tidak seragam mulai dari bagian luar sampai ke bagian dalam, demikian juga mulai dari pangkal bawah sampai ke bagian atas batang. Secara umum kekurangan kayu kelapa sawit dibandingkan dengan kayu lainnya adalah kandungan air dan zat pati yang tinggi, dalam pngolahan mudah menumpulkan pisau dan gergaji, kualitas permukaan kayu yang rendah dan keawetannya rendah. Masalah lain dalam pemanfatannya adalah sifatnya yang sangat higroskopis. Walaupun kayu kelapa sawit sudah dikeringkan, akan tetapi kayu ini masih dapat lagi mnyerap air kembali hingga 20 % (Balfas, 2003)
Selulosa yang merupakan komponen utama dalam kayu kelapasawit dan mempunya struktur sebagai berikut ( Eero Sjostrom, 1993)
Gbr : 2.8 Struktur molekul selulosa
Selulosa adalah suatu polisakarida homopolimer yang tersusun dari unit-unit ß-D-glukopiranosa yang diikat dengan ikatan ß (1,4) glukosida. Molekul-molekul selulosa adalah liner dan mempunyai tendensi kuat membentuk ikatan hidrogen
secara intra dan antarmolekul. Molekul-molekul selulosa bergabung bersama-sama membentuk mikrofibril yang terdiri dari bagian sangat teratur (kristalin) yang berselang seling dengan bagian tidak teratur (amorf). Mikrofibril membentuk fibril dan akhirnya serat selulosa. Sebagai konsekuensi dari struktur fibril dan ikatan hidrogen yang kuat selulosa mempunyai kekuatan tarik tinggi dan tidak larut dalam kebanyakan pelarut.
Struktur kristalin selulosa dikarakterisasi secara analisis difraksi sinar-X dan dengan metode yang didasarkan pada absorpsi radiasi infra merah terpolarisasi Selulosa tidak larut dalam air, kristalin dan mempunyai bobot molekul tinggi. Adanya gugus hidroksil menyebabkan selulosa dapat membentuk ikatan hidrogen baik secara intra maupun antarmolekul. Teradapat dua ikatan hidrogen dalam setiap rantai selulosa, yaitu dari O(6) pada sutu glukosa ke O(2)H pada glukosa didekatnya dan juga dari O(3)H ke oksigen cincin. Rantai selulosa liner adalah merupakan bentuk satu dimensi dan rantai ini akan membentuk ikatan hidrogen dengan rantai selulosa liner lain membentuk selulosa dua dimensi. Ikatan hidrogen antar rantai ini terjadi melalui O(3) pada suatu rantai ke posisi O(6) pada rantai lain. Selanjutnya struktur-struktur selulosa dua dimensi ini akan diikat dengan ikatan Van der Waals membentuk struktur tiga dimensi yang disebut dengan struktur kristalin mikrofibril (Eero Sjostroms, 1993).
2.8. Grafting Divinil Benzena pada Polipropilen.
Reaksi grafting divinil benzena pada polipropilena dapat terjadi selama proses
pembuatan papan partikel. Mekanisme reaksi diperkirakan berlangsung melalui mekanisme radikal bebas. Reaksi diawali dengan dekomposisi inisiator oleh termal sehingga terbentukan radikal bebas. Selanjutnya radikal bebas ini akan menyerang ikatan rangkap dari divinil benzena dan terbentuk radikal divinil benzena. Kemudian radikal divinil bnzena ini berikatan dengan polipropilena dan terbentuk ikatan silang. Adanya ikatan silang ini akan menambah kekuatan sifat mekanik papan partikel (Eddyanto, 2007)Menurut (Eddyanto, 2007) reaksi pengikatan silang antara rantai polipropilena dengan molekul-molekul divinil benzena berlangsung seperti gambar 2.9. Disamping terjadinya reaksi pengikatan silang, reaksi polimerisasi divinil benzena membentuk homopolimer sangat mungkin terjadi karena adanya inisiator benzoil peroksida sebagai sumber radikal bebas dan reaksi ini tidak diharapkan.
Gbr. 2.9 : Reaksi antara polipropilena dengan divinil benzena.
2.9. Ketahanan Lentur Kering dan Modulus Elastisitas Lentur
Ketahanan lentur kering adalah merupakan sifat mekanik sutu bahan. Sifat mekanik bahan adalah hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik berkaitan dengan kekuatan, kekerasan dan kekuatan. Pengujian ketahanan lentur dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan papan patikel terhadap pembebanan pada tiga titik lentur dan juga untuk mengetahui keelastisan bahan. Ketahanan lentur adalah tegangan terbesar yang dapat diterima bahan akibat pembebanan luar tanpa bahan tersebut mengalami deformasi yang besar. Besarnya kekuatan lentur bergantung pada bahan dan kuatnya beban. Pada pengujian lentur, bagian atas spesimen akan mengalami tekanan dan bagian bawah bahan akan
CH CH2 CH CH2 CH CH3 CH CH3 T-101, 180 oC TR, 15 min. PP-g-DVB DVB PP
+
1576,1595 1630 1603 707 708mengalami tegangan tarik. Kekuatan lentur dihitung dengan persamaan menurut SNI 03-2015-2006.
2.10. Scanning Electron Microscopy (SEM)
SEM merupakan salah satu jenis mikroskop elektron yang menggunakan berkas elektron untuk menggambarkan profil permukaan suatu bahan. Pada dasarnya kerja dari SEM adalah dengan cara menembakkan arus elektron berenergi tinggi pada permukaan bahan yang dikenai arus elektron tersebut akan memantulkan berkas tersebut kesegala arah dengan intensitas yang berbeda-beda. Detektor akan mendeteksi lokasi dan arah permukaan yang memantulkan elektron dengan intensitas yang paling tinggi dan memberi informasi mengenai profil permukaan tersebut. Permukaan bahan yang ditembak dengan berkas elektron diamati dengan scanning. Berdasarkan arah pantulan berkas elektron pada berbagai titik, maka profil permukaan dapat dibangun dengan program komputer. SEM memiliki resolusi yang lebih tinggi dari pada mikroskopi optik, hal ini disebabkan panjang gelombang optik lebih panjang dari pada panjang gelombang de Boglie. Agar SEM memberikan gambar yang baik maka permukaan bahan terebut harus dapat memantulkan elektron atau dapat melepaskan elektron sekunder. Pada umumnya bahan yang demikian adalah logam. Untuk bahan yang bukan logam, agar profil permukaannya dapat diamati, maka bahan tersebut harus dilapisi dengan film tipis logam. Metode pelapisan yang umum adalah cara evaporasi dan sputtering.
2.11 Viskositas Intrinsik.
Viskositas larutan polimer dapat memberikan informasi tentang volume,bentuk,kelenturan molekul, berat molekul maupun interaksi antara polimer dan molekul-molekul pelarut. Interpretasi sifat dasar viskositas larutan polimer encer didasarkan pada analisa sifat-sifat hidrodinamikanya, yaitu sifat-sifat yang berhubungan dengan gerakan-gerakan molekul dalam larutan. Gerak translasi relatif makromolekul terhadap molekul-molekul pelarut mungkin acak (gerak Brown),
terarah (difusi) atau gerakan pada medan sentrifugal ( pengendapan). Pada aliran laminar dengan kecepatan gradien tertntu sebagian makro molekul bergerak dengan kecepatan yang berbeda, tergantung apakah makro molekul berada pada zona liran cepat atau pada aliran lambat. Akibatnya, makro molekul mengalami gaya kopel yang membuatnya berotasi dalam aliran. Gerak translasi dan rotasi makro molekul meenyebabkan gesekan antara segmen-segmen makro molekul dan molekul-molekul pelarut yang mengakibatkan viskositas larutan lebih tinggi dari pada pelarutnya. Pertambahan viskositas karena rotasi makromolekul ditetapkan sebagai viskositas intrinsik (Tager, A). Hubungan antara berat molekul dengan viskositas intrinsik adalah dinyatakan dengan persamaan Mark-Kuhn-Houwink
[ ]
a KM = η(2.1 )
[ ]
η = Viskositas intrinsik K dan a = tetapanViskositas larutan polimer ditentukan dengan menggunakan viskosimeter Oswald
2.12 Spektroskopi Infra Merah
Untuk dapat mengidentifikasi data infra merah polimer, persyaratan yang harus dipenuhi adalah zat tersebut harus homogen secara kimia. Spektrum infra merah suatu zat polimer pada dasarnya adalah serapan-serapan monomer dan pengaruh kopling antara monomer-monomer diabaikan. Seringkali suatu polimer mempunyai spektrum yang lebih sederhana dari pada spektrum monomer-monomernya, meskipun polimer dapat mengadung 10 4 atom. Hal ini disebabkan tidak ada perubahan tetapan gaya pada kelompok-kelompok atom sejenis. Atom-atom dalam kelompok ini akan selalu bervibrasi pada frekuensi yang sama dan tidak tergantung pada sistem molekul dimana atom-atom tersebut berada, bilamana syarat
tetapan gaya pada kelompok tidak berubah dipenuhi. Faktor ini merupakan hal yang sangat penting untuk karaktererisasi spektrum infra merah.
Bila sinar infra merah dilewatkan melalui sample, maka sejumlah frekuensi diserap sedangkan frekuensi lain diteruskan tanpa diserap. Spektrum infra merah akan dihasilkan bila dilukiskan persen seapan dengan frekuensi. Molekul hanya menyerap sinar infra merah jika dalam molekul ada transisi energi sebesar hν. Transisi yang terjadi di dalam serapan infra merah berkaitan dengan perubahan vibrasi molekul. Frekuensi vibrasi dihitung dengan memakai hukum Hooke (Kemp, W 1979).