BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Radikal BebasRadikal bebas adalah suatu bentuk senyawa oksigen reaktif yang secara umum dapat dikatakan sebagai senyawa yang memiliki elektron yang tidak berpasangan (Winarsi, 2007).
Radikal bebas diproduksi secara endogen di dalam sel oleh mitokondria, membran plasma, lisosom, peroksisom, retikulum endoplasma, dan inti sel. ROS (spesies oksigen reaktif) dan RNS (spesies nitrogen reaktif) merupakan suatu radikal bebas yang biasanya dihasilkan dalam tubuh. Contoh turunan kedua spesies tersebut, diantaranya radikal superoksida (O2), hidroksil (OH), peroksil (ROO), hidrogen peroksida (H2O2), singlet oksigen (O), nitrit oksida (NO), peroksi nitrit (NOO), dan asam hiploklorit (HOCl). Atom atau molekul dengan elektron bebas ini, digunakan untuk menghasilkan tenaga dan beberapa fungsi fisiologi seperti kemampuan membunuh virus dan bakteri.
Tahapan - tahapan dalam mekanisme reaksi radikal bebas menurut Winarsi (2007) sebagai berikut :
1. Tahap Inisiasi
Tahap ini disebut tahap permulaan dimana merupakan tahap awal yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas. Misalnya :
Cl-Cl Cl + Cl
R1-H + OH R1 + H2O
2. Propagasi
Merupakan tahap perambatan, yaitu tahap terjadi perpanjangan rantai radikal, radikal yang terbentuk pada tahap ini mengawali sederetan reaksi yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas baru. Reaksi-reaksi ini disebut tahap propagasi. Jumlah berulangnya tahap propagasi disebut rantai panjang (chain length).
R2-H + R1 R2 + R1-H
R3-H + R2 R3 + R2-H
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Radikal BebasRadikal bebas adalah suatu bentuk senyawa oksigen reaktif yang secara umum dapat dikatakan sebagai senyawa yang memiliki elektron yang tidak berpasangan (Winarsi, 2007).
Radikal bebas diproduksi secara endogen di dalam sel oleh mitokondria, membran plasma, lisosom, peroksisom, retikulum endoplasma, dan inti sel. ROS (spesies oksigen reaktif) dan RNS (spesies nitrogen reaktif) merupakan suatu radikal bebas yang biasanya dihasilkan dalam tubuh. Contoh turunan kedua spesies tersebut, diantaranya radikal superoksida (O2), hidroksil (OH), peroksil (ROO), hidrogen peroksida (H2O2), singlet oksigen (O), nitrit oksida (NO), peroksi nitrit (NOO), dan asam hiploklorit (HOCl). Atom atau molekul dengan elektron bebas ini, digunakan untuk menghasilkan tenaga dan beberapa fungsi fisiologi seperti kemampuan membunuh virus dan bakteri.
Tahapan - tahapan dalam mekanisme reaksi radikal bebas menurut Winarsi (2007) sebagai berikut :
1. Tahap Inisiasi
Tahap ini disebut tahap permulaan dimana merupakan tahap awal yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas. Misalnya :
Cl-Cl Cl + Cl
R1-H + OH R1 + H2O
2. Propagasi
Merupakan tahap perambatan, yaitu tahap terjadi perpanjangan rantai radikal, radikal yang terbentuk pada tahap ini mengawali sederetan reaksi yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas baru. Reaksi-reaksi ini disebut tahap propagasi. Jumlah berulangnya tahap propagasi disebut rantai panjang (chain length).
R2-H + R1 R2 + R1-H
R3-H + R2 R3 + R2-H
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Radikal BebasRadikal bebas adalah suatu bentuk senyawa oksigen reaktif yang secara umum dapat dikatakan sebagai senyawa yang memiliki elektron yang tidak berpasangan (Winarsi, 2007).
Radikal bebas diproduksi secara endogen di dalam sel oleh mitokondria, membran plasma, lisosom, peroksisom, retikulum endoplasma, dan inti sel. ROS (spesies oksigen reaktif) dan RNS (spesies nitrogen reaktif) merupakan suatu radikal bebas yang biasanya dihasilkan dalam tubuh. Contoh turunan kedua spesies tersebut, diantaranya radikal superoksida (O2), hidroksil (OH), peroksil (ROO), hidrogen peroksida (H2O2), singlet oksigen (O), nitrit oksida (NO), peroksi nitrit (NOO), dan asam hiploklorit (HOCl). Atom atau molekul dengan elektron bebas ini, digunakan untuk menghasilkan tenaga dan beberapa fungsi fisiologi seperti kemampuan membunuh virus dan bakteri.
Tahapan - tahapan dalam mekanisme reaksi radikal bebas menurut Winarsi (2007) sebagai berikut :
1. Tahap Inisiasi
Tahap ini disebut tahap permulaan dimana merupakan tahap awal yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas. Misalnya :
Cl-Cl Cl + Cl
R1-H + OH R1 + H2O
2. Propagasi
Merupakan tahap perambatan, yaitu tahap terjadi perpanjangan rantai radikal, radikal yang terbentuk pada tahap ini mengawali sederetan reaksi yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas baru. Reaksi-reaksi ini disebut tahap propagasi. Jumlah berulangnya tahap propagasi disebut rantai panjang (chain length).
R2-H + R1 R2 + R1-H
3. Terminasi
Ini adalah tahap akhir yaitu tahap bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain atau dengan senyawa penangkap radikal, sehingga potensi propagasinya rendah. Tahap terminasi digambarkan sebagai berikut :
R1 + R1 R1-R1
Gambar 1. Terminasi Senyawa Antiradikal dengan Radikal (Cholisoh dan Utami, 2008)
Ketidakstabilan radikal bebas yang reaktif di dalam tubuh, sangat berbahaya karena dapat menyebabkan penyakit baru dengan cara mendegenerasi sel. Radikal bebas yang reaktif ini dapat bereaksi dengan lemak tak jenuh yang terdapat pada tubuh dan membentuk radikal superoksida, radikal superoksida, dan juga radikal hidroksil (Kustanto, 2009).
Salah satu aktivitas antioksidan adalah kemampuan suatu senyawa untuk menangkap radikal bebas. Antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif (Fajriyah, 2009). Antioksidan juga memiliki struktur molekular yang dapat memberikan elektronnya dengan cuma-cuma kepada molekul radikal bebas dan memutuskan reaksi rantai dari radikal bebas (Kumalaningsih, 2006).
Menurut Maulida dan Naufal (2010), senyawa antioksidan diklasifikasikan menjadi 5 tipe antioksidan berdasarkan fungsinya, yaitu: 1. Primary antioxidants
Merupakan senyawa-senyawa fenol yang memiliki kemampuan memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas asam lemak. Dalam hal 3. Terminasi
Ini adalah tahap akhir yaitu tahap bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain atau dengan senyawa penangkap radikal, sehingga potensi propagasinya rendah. Tahap terminasi digambarkan sebagai berikut :
R1 + R1 R1-R1
Gambar 1. Terminasi Senyawa Antiradikal dengan Radikal (Cholisoh dan Utami, 2008)
Ketidakstabilan radikal bebas yang reaktif di dalam tubuh, sangat berbahaya karena dapat menyebabkan penyakit baru dengan cara mendegenerasi sel. Radikal bebas yang reaktif ini dapat bereaksi dengan lemak tak jenuh yang terdapat pada tubuh dan membentuk radikal superoksida, radikal superoksida, dan juga radikal hidroksil (Kustanto, 2009).
Salah satu aktivitas antioksidan adalah kemampuan suatu senyawa untuk menangkap radikal bebas. Antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif (Fajriyah, 2009). Antioksidan juga memiliki struktur molekular yang dapat memberikan elektronnya dengan cuma-cuma kepada molekul radikal bebas dan memutuskan reaksi rantai dari radikal bebas (Kumalaningsih, 2006).
Menurut Maulida dan Naufal (2010), senyawa antioksidan diklasifikasikan menjadi 5 tipe antioksidan berdasarkan fungsinya, yaitu: 1. Primary antioxidants
Merupakan senyawa-senyawa fenol yang memiliki kemampuan memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas asam lemak. Dalam hal 3. Terminasi
Ini adalah tahap akhir yaitu tahap bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain atau dengan senyawa penangkap radikal, sehingga potensi propagasinya rendah. Tahap terminasi digambarkan sebagai berikut :
R1 + R1 R1-R1
Gambar 1. Terminasi Senyawa Antiradikal dengan Radikal (Cholisoh dan Utami, 2008)
Ketidakstabilan radikal bebas yang reaktif di dalam tubuh, sangat berbahaya karena dapat menyebabkan penyakit baru dengan cara mendegenerasi sel. Radikal bebas yang reaktif ini dapat bereaksi dengan lemak tak jenuh yang terdapat pada tubuh dan membentuk radikal superoksida, radikal superoksida, dan juga radikal hidroksil (Kustanto, 2009).
Salah satu aktivitas antioksidan adalah kemampuan suatu senyawa untuk menangkap radikal bebas. Antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif (Fajriyah, 2009). Antioksidan juga memiliki struktur molekular yang dapat memberikan elektronnya dengan cuma-cuma kepada molekul radikal bebas dan memutuskan reaksi rantai dari radikal bebas (Kumalaningsih, 2006).
Menurut Maulida dan Naufal (2010), senyawa antioksidan diklasifikasikan menjadi 5 tipe antioksidan berdasarkan fungsinya, yaitu: 1. Primary antioxidants
Merupakan senyawa-senyawa fenol yang memiliki kemampuan memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas asam lemak. Dalam hal
ini pemberian atom hidrogen dari gugus hidrogen senyawa fenol sehingga terbentuk senyawa yang stabil. Senyawa antioksidan kelompok ini antara lain, BHA, BHT, PG, TBHQ, dan tokoferol.
2. Oxygen scavengers
Yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi. Dalam hal ini, senyawa tersebut akan mengadakan reaksi dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlah oksigen akan berkurang. Contoh beberapa senyawa ini adalah vitamin C (asam askorbat), askorbilpalminat, asam eritorbat, dan sulfit.
3. Secondary antioxidant
Senyawa-senyawa dalam kelompok ini mampu untuk berdekomposisi hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil. Umumnya antioksidan tipe ini digunakan untuk menstabilkan poliolefin resin. Misalnya, asam tiodipropionat dan dilauriltiopropionat.
4. Antioxidative enzime
Adalah enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal bebas. Contonya glukose oksidase, superoksidase dismutase (SOD), glutation perioksidase dan katalase.
5. Chelators sequestrants
Ini adalah senyawa-senyawa yang memiliki kemampuan mengikat logam seperti besi dan tembaga yang mengkatalisis reaksi oksidasi lemak. Contoh senyawa-senyawanya adalah asam sitrat, asam amino. Ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA), dan fosfolipid.
B. Uji Aktivitas Radikal DPPH (1,1 diphenyl-2-picryl-hydrazil)
Pada tahun 1992 Goldschmidt dan Renn adalah dua orang yang pertama kali menemukan reagen DPPH. DPPH merupakan seyawa radikal bebas berwarna ungu, dan pada awalnya digunakan sebagai reagen kolorimetri. Selain itu, reagen DPPH juga berfungsi untuk investigasi reaksi inhibisi polimerisasi, uji antioksidan (amina, fenol, dan vitamin), serta inhibisi reaksi homolitik (Kurniawan, 2011).
Gambar 2. Struktur DPPH (Kurniawan, 2011)
Mekanisme penangkapan radikal DPPH oleh antioksidan yaitu berupa donasi elektron atau radikal hidrogen kepada radikal. Elektron atau radikal hydrogen yang didonasi akan membentuk molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH. Jika semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan, maka menyebabkan radikal DPPH (berwarna ungu) menjadi senyawa non-radikal (kuning terang). Perubahan ini dapat diukur secara stoikiometri sesuai dengan jumlah elektron atau atom hidrogen yang ditangkap oleh molekul DPPH akibat adanya zat antioksidan. Dengan demikian aktivitas penangkap radikal dapat dihitung dari peluruhan radikal DPPH. Kadar radikal DPPH tersisa diukur secara spektrofotometri pada panjang gelombang 517 nm (Mun’im et
al, 2008).
Gambar 3. Donasi Elektron atau Radikal Hidrogen dari Antioksidan ke Radikal DPPH
(Mun’im et al, 2008)
Penggunaan radikal DPPH secara umum, digunakan untuk screening berbagai sampel dalam penentuan aktivitas antioksidan. Radikal DPPH
Gambar 2. Struktur DPPH (Kurniawan, 2011)
Mekanisme penangkapan radikal DPPH oleh antioksidan yaitu berupa donasi elektron atau radikal hidrogen kepada radikal. Elektron atau radikal hydrogen yang didonasi akan membentuk molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH. Jika semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan, maka menyebabkan radikal DPPH (berwarna ungu) menjadi senyawa non-radikal (kuning terang). Perubahan ini dapat diukur secara stoikiometri sesuai dengan jumlah elektron atau atom hidrogen yang ditangkap oleh molekul DPPH akibat adanya zat antioksidan. Dengan demikian aktivitas penangkap radikal dapat dihitung dari peluruhan radikal DPPH. Kadar radikal DPPH tersisa diukur secara spektrofotometri pada panjang gelombang 517 nm (Mun’im et
al, 2008).
Gambar 3. Donasi Elektron atau Radikal Hidrogen dari Antioksidan ke Radikal DPPH
(Mun’im et al, 2008)
Penggunaan radikal DPPH secara umum, digunakan untuk screening berbagai sampel dalam penentuan aktivitas antioksidan. Radikal DPPH
Gambar 2. Struktur DPPH (Kurniawan, 2011)
Mekanisme penangkapan radikal DPPH oleh antioksidan yaitu berupa donasi elektron atau radikal hidrogen kepada radikal. Elektron atau radikal hydrogen yang didonasi akan membentuk molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH. Jika semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan, maka menyebabkan radikal DPPH (berwarna ungu) menjadi senyawa non-radikal (kuning terang). Perubahan ini dapat diukur secara stoikiometri sesuai dengan jumlah elektron atau atom hidrogen yang ditangkap oleh molekul DPPH akibat adanya zat antioksidan. Dengan demikian aktivitas penangkap radikal dapat dihitung dari peluruhan radikal DPPH. Kadar radikal DPPH tersisa diukur secara spektrofotometri pada panjang gelombang 517 nm (Mun’im et
al, 2008).
Gambar 3. Donasi Elektron atau Radikal Hidrogen dari Antioksidan ke Radikal DPPH
(Mun’im et al, 2008)
Penggunaan radikal DPPH secara umum, digunakan untuk screening berbagai sampel dalam penentuan aktivitas antioksidan. Radikal DPPH
dapat digunakan untuk sampel padatan maupun larutan, dan tidak spesifik untuk komponen antioksidan partikular, tetapi dapat digunakan untuk pengukuran kapasitas antioksidan secara keseluruhan pada suatu sampel (Kurniawan, 2011).
C. Uji Aktivitas Radikal Oksida Nitrit (NO•)
Oksida nitrit adalah suatu molekul yang memiliki aktivitas antioksidan yang merupakan agen pembentuk radikal bebas. Oksida Nitrit (NO) memiliki elektron tidak berpasangan dan menunjukkan reaktivitas tinggi dengan beberapa tipe protein dan radikal bebas lain (Joseph et al, 2010).
Prinsip metode ini berdasarkan pada penghambatan radikal oksida nitrit dari sodium nitroprusid di dalam larutan penyangga (buffer) dan diukur menggunakan reagen Griess (N. Balakrishnan et al, 2009). Kemampuan radikal oksida nitrit untuk direduksi oleh antioksidan diukur dengan penurunan absorbansi pada panjang gelombang 546 nm dan hasil yang diperoleh merupakan % penghambatan nitrit oksida (Banerjee S et al, 2011).
Gambar 4. Reaksi Antara Ion Nitrit dengan sulfanilamida yang digabung dengan Naphtylethylendiamine (Wikipedia en, 2013)
D. Kromatografi kolom
Kromatografi merupakan proses pemisahan berdasarkan perbedaan distribusi campuran komponen antara fase gerak dan fase diam. Fase diam dapat berupa pembentukan kolom dimana fase gerak dibiarkan untuk
mengalir (kromatografi kolom) atau berupa pembentukan lapis tipis dimana fase gerak dibiarkan untuk naik berdasarkan kapilaritas (kromatografi lapis tipis). Perlu diperhatikan bahwa perbedaan senyawa memiliki koefisien partisi yang berbeda antara fase gerak dan diam. Senyawa yang berinteraksi lemah dengan fase diam akan bergerak lebih cepat melalui sistem kromatografi. Senyawa dengan interaksi yang kuat dengan fase diam akan bergerak sangat lambat (skoog, 1998).
Pemisahan komponen campuran melalui kromatografi adsorpsi tergantung pada kesetimbangan adsorpsi-desorpsi antara senyawa yang teradsorb pada permukaan dari fase diam padatan dan pelarut dalam fase cair. Tingkat penyerapan komponen tergantung pada polaritas molekul, aktivitas adsorben, dan polaritas fase gerak cair. Umumnya, senyawa dengan gugus fungsional lebih polar akan teradsorb lebih kuat pada permukaan fase padatan dan sebaliknya. Aktivitas adsorben tergantung komposisi kimianya, ukuran partikel, dan pori-pori partikel (Braithwaite and Smith, 1995 dalam Noviyanti, 2010).
E. Purwoceng (Pimpinella alpina Molk)
Klasifikasi Pimpinella alpina Molk. menurut Darwati dan Roostika (2006) sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Class : Angiospermae Ordo : Apiales Familia : Apiaceae Genus : Pimpinella
Spesies : Pimpinella pruatjan Molk Sinonim : Pimpinella alpina Molk
Gambar 5. Tanaman purwoceng (Darwati dan Roostika, 2006)
Secara tradisional purwoceng yang merupakan tanaman asli Indonesia digunakan sebagai penambah seksualitas pria, memperlancar buang air kecil, dan penambah stamina pria. Tanaman ini berasal dari dataran tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Ditemukan juga di Gunung Pangrango Jawa Barat dan daerah pegunungan di Jawa Timur. Pada saat ini tanaman tersebut semakin jarang ditemukan karena eksploitasi yang tidak terkendali. Sampai sekarang belum banyak laporan penelitian tentang purwoceng (Darwati dan Roostika, 2006).
Hasil penelitian Balittro dengan Pemda Kabupaten Banjarnegara tahun 2003 menunjukkan purwoceng dapat tumbuh diluar habitat aslinya meskipun tidak optimal. Dilaporkan juga penelitian kultur in vitro purwoceng yang menjelaskan bahwa purwoceng relatif sulit diperbanyak secara in vitro karena pengaruh faktor utama yaitu lingkungan habitatnya (Darwati dan Roostika, 2006). Studi kimia yang dilakukan Suzery dkk (2005) menemukan komponen aktif dalam purwoceng yang berasal dari dataran tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Komponen aktif yang diduga mempunyai efek meningkatkan seksualitas pria yaitu stigmasterol dan germakron. Selain itu ditemukan juga komponen lain seperti minyak atsiri yang terdiri dari germacren, β-elemen, champen, borneol. Pada masyarakat sekitar Dieng, purwoceng digunakan untuk meningkatkan seksualitas pria, penambah stamina pria serta memperlancar buang air seni. Beberapa penelitian juga dilaporkan bahwa purwoceng memiliki efek abdrogenik (Usmiati dan Yuliani, 2010).