MODEL LAPS-H
(Penelitian Kuasi Eksperimen pada Materi Geometri Kelas V Sekolah Dasar di Kecamatan Cileunyi)
ARTIKEL
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh
NITA HARRISAH 1205566
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
KAMPUS CIBIRU
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA SD YANG
MEMPEROLEH PEMBELAJARAN
MODEL LAPS-H
Nita Harrisah
1, Komariah
2, Lely Halimah
3Program Studi PGSD Kampus Cibiru Universitas Pendidikan
Indonesia
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD khususnya dalam menemukan alternatif-alternatif jawaban dan ide-ide yang baru dalam memecahkan masalah yang bersifat terbuka. Adapun rumusan masalahnya adalah “apakah terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan kreatif matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan model LAPS-H dan pembelajaran konvensional?”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh model LAPS-H terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis yang dilihat dari rumusan masalah. Kemampuan berpikir kreatif matematis adalah proses kemampuan berpikir dengan memunculkan indikator fluency, flexibility, dan originality. Model LAPS-H adalah suatu model yang digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah. Tahapannya yaitu pemahaman masalah, rencana, solusi, dan pengecekan. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan desain nonequevalent control group design dan teknik sampling purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas V-B SDN Cibiru 06 dengan jumlah 33 siswa sebagai kelas eksperimen dan kelas V Cintaasih 02 dengan jumlah 36 siswa sebagai kelas kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata- rata posttest kemampuan berpikir kreatif kelas eksperimen sebesar 79,92 dan kelas kontrol sebesar 61,04. Maka dapat dikatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif antara siswa yang memperoleh pembelajaran model LAPS- H dan pembelajaran konvesional dinyatakan berbeda hal ini ditunjukkan pada hasil uji perbedaan rerata sebesar 0,000. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan kreatif matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan model LAPS-H dan pembelajaran Konvensional, dan rata-rata terbesar diperoleh kelas ekpserimen.Oleh karena itu, model LAPS-H dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa sekolah dasar.
Kata Kunci: Berpikir Kreatif Matematis, Model LAPS-H (Logan Avenue Problem Solving- Heuristic)
1)
Mahasiswa PGSD UPI Kampus Cibiru, NIM 1205566
2)
Dosen Pembimbing 1, Penulis Penanggung Jawab
3)
Dosen Pembimbing 2, Penulis Penanggung Jawab 1 1
MATHEMATICAL CREATIVE THINKING SKILL
OF ELEMENTARY SCHOOL’S STUDENTS WHICH USE
LAPS-H MODEL
ABSTRACT
The background of this research is the lack of mathematical creative thinking in elementary school, particulary in in finding alternatives answer and new ideas to solve the open-ended problem. Otherwise, statement of the problem in this research are “is there any significant differents between student using LAPS-H model with student with convensional model?”. The aim of this research is to see how influence LAPS-H model to mathematical creative thinking skill based on the statement of the research. Mathematical creative thinking in this research is a process of thinking skill with appearing the indicator of fluency, flexibility, and originality. There are solution for enchance the skill, that is a LAPS-H model with step of understand the problem, plan, solution, and check. Research methodology that is used is quasi experimental with non-equevalent control group design and purposive sampling technique. Sample of this research is 33 students of 5th B Grade at Cibiru-06 elementary school as experimental class and 36 students of 5th grade at Cintaasih 02 elementary school as control class. The research showed that posttest average of mathematical creative thinking ekxperiment class that is 79,92 and control class that is 61,04. So, we can say that Creative thinking skill between students that receive LAPS-H learning model and conventional teaching-learning is different which showed in mean difference test that is 0,000. Conclusion of the research is to know that there are improve skill and significant different between the student with LAPS-H and student convensional model and the largest average posttest obtained experiment class. Based on the statement, LAPS-H model can be able for alternative learning to improve mathematical creative thinking skill’s elementary school student.
Keywords: Mathematical creative thinking, LAPS-H (Logan Avenue Problem Solving- Heuristic) Model.
Salah satu pembelajaran yang
membutuhkan kemampuan berpikir kreatif yaitu pada pembelajaran matematika, karena selain matematika dikatakan sebagai seni berpikir kreatif, matematika
juga merupakan sarana untuk
mengembangkan kreativitas dan
dipandang sebagai alat untuk menemukan solusi dari berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari- hari sehingga, implikasi dalam pembelajarannya dihadapkan pada soal- soal pemecahan masalah. Hal ini terkait dengan pandangan Cornelius (dalam Abdurrahman, 2003, hlm. 253) mengenai lima alasan perlunya belajar
matematika bahwa “Matematika
merupakan sarana berpikir yang jelas dan
logis, sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari- hari, sarana mengenal pola- pola hubungan dan generalisasi
pengalaman, sarana untuk
mengembangkan kreativitas, dan sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya”.yang menyatakan Terkait dengan tujuan pembelajaran matematika diatas, bahwa kondisi pembelajaran matematika di lapangan khususnya pada Sekolah Dasar yang berada di kecamatan Cileunyi masih memerlukan pembenahan yang lebih Matematis Siswa SD yang
Memperoleh Pembelajaran Model LAPS-H 1 2
optimal agar tujuan dari pembelajaran matematika matematika di sekolah dasar dapat tercapai dengan baik. Hal ini didasarkan oleh hasil survei yang menunjukkan bahwa masih rendahnya kemampuan berpikir kreatif matematis. Rendahnya kemampuan berpikir kreatif matematis siswa ini salah satunya disebabkan oleh strategi pembelajaran yang masih didominasi oleh guru sehingga kurang memberikan kesempatan siswa untuk memberikan ide-idenya dalam suatu pembelajaran. Pembelajaran cenderung bersifat hafalan rumus- rumus tanpa mengetahui dan memahami bagaimana rumus itu didapatkan sehingga ketika disajikan soal- soal yang berbeda dengan contoh atau dimodifikasi ke bentuk lain maka siswa akan mengalami kesulitan, siswa terbiasa dengan soal- soal yang rutin sehingga ketika disajikan soal- soal yang yang membutuhkan banyak jawaban dan banyak cara siswa mengalami kesulitan karena terpaku dengan jawaban- jawaban yang bernilai tunggal.
Agar dapat menyelesaikan solusi permasalahan dengan baik, siswa harus dibekali ide-ide yang kreatif sehingga siswa dapat membuat berbagai solusi atas permasalahan matematis yang ada. Jika
peningkatan kemampuan kreatif
matematis siswa meningkat maka
biasanya siswa dapat memecahkan
masalah- masalah matematis yang tidak biasa ditemukan pada solusi- solusi siswa pada umumnya.
Berdasarkan analisis permasalahan di atas, maka perlu adanya suatu solusi untuk dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa salah satunya dengan penerapan strategi atau pendekatan yang efektif dan inovatif. Salah satu solusi yang akan digunakan dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yaitu dengan
menggunakan model Logan Avenue
Problem Solving- Heuristic (LAPS- H).
Terkait dengan uraian permasalahan di atas, maka peneliti menyusun rumusan
masalahnya yaitu “Apakah terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan model LAPS-H dan pembelajaran Konvensional?”. Adapun tujuan masalahnya didasarkan pada rumusan masalah yang dibuat yaitu untuk mengetahui “perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa antara yang memperoleh
pembelajaran dengan menggunakan model
LAPS-H dan pembelajaran
Konvensional?”.
Model LAPS-H merupakan suatu
model pembelajaran pemecahan
matematika yang menekankan pada
pencarian alternatif- alternatif jawaban dengan bantuan berupa pertanyaan- pertanyaan heuristic baik dilakukan secara tertulis ataupun lisan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang disajikan, kemudian menentukan alternatif yang akan diambil sebagai solusi, dan menarik kesimpulan dari masalah yang telah diselesaikannya.
Tahapan-tahapan pembelajaran pada model LAPS-H menurut Ngalimun (2014, hlm. 177) “yaitu pemahaman
masalah, rencana, solusi, dan
pengecekan”. Perbedaan dari keduanya yaitu pada model LAPS-H ini lebih dikhususkan kembali pada penggunaan strategi heuristic dalam rangka mencari solusi penyelesaian masalahnya.
Pada tahapan pemahaman masalah ini siswa diharapkan mampu untuk memahami masalah yang telah disajikan. Misalnya, siswa diberikan soal yang tidak rutin kemudian siswa sudah mampu mentranformasi kalimat dalam kehidupan sehari- hari ke dalam matematika sehingga siswa mengetahui permasalahan yang ada di dalam soal. Biasanya dalam tahap ini
adanya langkah heuristic berupa
pertanyaan dengan kata tanya “apa masalahnya?”. tahapan ini merupakan langkah awal untuk mempersiapkan siswa 1 3
agar dapat melakukan langkah selanjutnya.
Tahapan rencana ini dilakukan agar siswa dapat merencanakan solusi dari masalah yang telah dipahami sebelumnya. Biasanya tahapan ini berupa konjektur- konjektur siswa untuk mencari alternatif pemecahan masalahnya. Pada tahap ini diikuti dengan langkah heuristic berupa kata tanya “adakah alternatif”. Siswa dapat mencari alternatif pemecahan masalah melalui bantuan diagram, tabel, gambar, ataupun algoritma kemudian dianalisis alternatif jawaban tersebut dengan kata tanya “apakah bermanfaat?”. Kebermanfaatan disini dapat diartikan sebagai kesesuaian antara alternatif yang
telah didapatkan siswa dengan
permasalahan yang telah disajikan sehingga alternatif jawaban siswa ini akan terpakai dalam pencarian solusi dan langkah ini merupakan langkah prasyarat agar peserta dapat mencari solusi untuk memecahkan masalah yang ada.
Tahapan Solusi dilakukan setelah menemukan alternatif dan menganalisis kebermanfaatan alternatifnya maka siswa diharapkan dapat menyelesaikan masalah
dengan menjelaskan solusi
permasalahannya. Biasanya dalam
tahapan ini diikuti dengan langkah
heuristic berupa kata tanya “apa
solusinya?”. Tahapan ini merupakan tahapan yang paling penting untuk dilakukan. Jika dikaitkan dengan kemampuan yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu kemampuan berpikir kreatif matematis maka dalam kegiatan penyelesaian masalah (solusi) dituntut untuk mencerminkan tiga indikator kemampuan berpikir kreatif matematis yang digunakan dalam penelitian ini yakni
fluency, flexibility, dan originality.
Tahapan Pengecekan dilakukan setelah siswa sudah mencari solusinya,
langkah yang terakhir yaitu
mengkomunikasikan solusi yang telah
dibuatnya dan mengecek kembali
alternatif jawaban yang lain. Kemudian
siswa membandingkan solusi yang telah dibuatnya dengan alternatif lainnya untuk mencari solusi yang lebih baik. Pada tahapan ini diikuti dengan langkah
heuristic berupa kata tanya “bagaimana
sebaiknya mengerjakannya?”.
Berdasarkan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu mengenai rendahnya kemampuan berpikir kreatif matematis di SD untuk itu perlu adanya peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD. Adapun definisi berpikir kreatif yaitu kemampuan berpikir kreatif matematis adalah proses kemampuan berpikir yang divergent untuk menemukan atau menghasilkan sesuatu yang baru dalam menyelesaikan masalah matematis dengan cara memperolah cara yang beragam dan dapat mencari alternatif solusi terhadap suatu permasalahan atau dapat memunculkan indikator kemampuan berpikir kreatif .
Indikator yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada indikator kemampuan berpikir kreatif matematis yang digunakan dalam penilaian TTCT tersebut yaitu kelancaran (fluency),
keluwesan (flexibility), dan keaslian (originality) (Silver dalam Fidyawati, 2011).
Kelancaran (Fluency) yang dapat diartikan sebagai kelancaran siswa dalam menyelesaikan masalah. Kelancaran siswa ini dapat dilihat dari menjawab banyaknya masalah dalam menyelesaikan masalah
matematis biasanya masalah yang
disajikan berupa masalah yang non rutin. Keluwesan (Flexibility) dapat diartikan sebagai keberagaman ide atau gagasan siswa dalam menjawab masalah, keluwesan siswa dapat dilihat dari banyaknya alternatif jawaban yang diberikannya biasanya masalah yang disajikan bersifat open ended. Kemudian
Keaslian (originality) yang diartikan sebagai kebaruan ide atau gagasan yang diberikan dalam menyelesaikan masalah yang disajikan. Biasanya ide ini merupakan hal yang baru atau unik dan Matematis Siswa SD yang
Memperoleh Pembelajaran Model LAPS-H 1 4
berbeda artinya ide tersebut belum ditemukan sebelumnya.
Implementasi model LAPS-H pada materi geometri dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1 Implementasi Model LAPS-H
Tahapan Kegiatan Pembelajaran Pemahaman
Masalah
Guru memberikan permasalahan yang sesuai dengan materi yang dipelajari serta memberikan rangsangan kepada siswa berupa pertanyaan heuristik. Contoh pertanyaan adalah “apa masalahnya?”. Pertanyaan tersebut digunakan agar siswa mampu memahami masalah yang disajikan. Rencana Guru meminta siswa untuk merencanakan solusi yang sesuai dengan soal dengan memberikan rangsangan berupa pertanyaan heuristik “adakah alternatif pemecahannya?”. Rencana ini mengarahkan siswa untuk pada tahap solusi seperti memikirkan cara atau alternatif yang sesuai dengan masalah yang disajikan. Solusi Guru meminta siswa menjawab masalah
yang disajikan dengan memberikan rangsangan berupa pertanyaan heuristik. Contoh pertanyaan yang digunakan misalnya adalah sebagai berikut:
Bagaimana cara kamu untuk mengubah 3 buah kubus satuan agar menjadi bangun ruang yang berbeda?
Selain cara yang kamu gunakan di atas adakah cara lain agar kubus itu menjadi bangun yang berbeda?
Coba gambarkan ketiga kubus tersebut sesuai dengan kedua caramu!
Semakin banyak siswa memberikan alternatif jawaban maka kemampuan
flexibility siswa semakin bagus. Pada
tahapan solusi ini merupakan tahapan yang dapat memunculkan kemampuan berpikir kreatif fluency, flexiblity, dan originality. Kemampuan tersebut dapat terlihat pada jawaban siswa.
Pengecekan Setelah siswa memberikan solusi terhadap permasalahan yang disajikan, guru meminta siswa untuk mengecek atau memeriksa kembali hasil pekerjaannya. Dalam langkah ini siswa diberikan rangsangan berupa pertanyaan heuristik baik secara tulisan ataupun lisan yang diberikan oleh guru. Pertanyaan heuristik secara tertulis yang digunakan contohnya yaitu “Dari kedua cara yang sudah kamu jelaskan dan gambarkan, cara manakah yang paling mudah? Berikan alasanmu!”. Sementara itu, pertayaaan lisan dilakukan oleh guru kepada siswa pada saat setiap kelompok mempresentasikan ke depan kelas dengan menanyakan kepada siswa mengenai jawaban yang paling baik dari berbagai jawaban kelompok.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakannya adalah
metode kuasi eksperimen. Dalam
pelaksanaan metode ini yang peneliti tidak secara acak memasukkan (nonrandom
asignment) sampel ke dalam dua kelompok yakni kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Menurut Creswell (2013, hlm. 19) mengemukakan bahwa
“penelitian eksperimen berusaha
menentukan apakah suatu treatment
mempengaruhi hasil sebuah penelitian”. Artinya dalam hal ini yaitu berusaha
menentukan apakah siswa yang
memperoleh model LAPS-H dapat
mempengaruhi kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa.
Desain penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah desain kuasi eksperimen nonequivalent
control group design. Adapun gambaran
dari desain kuasi eksperimen
nonequevalent control group design
adalah sebagai berikut: Kelompok A O X O (Treathment Group) Kelompok B O - O (Control Goup) Keterangan: O : Pretest/ Posttest
X : Pembelajaran matematika dengan menggunakan model LAPS-H
Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas V Sekolah Dasar tahun ajaran 2015/2016 yang berada di kecamatan Cileunyi kabupaten Bandung sedangkan sampel yang ada dalam penelitian ini adalah siswa kelas V sekolah dasar yang berasal dari SDN Cintaasih 02 dan SDN Cibiru 06.
Pemgambilan sampel tersebut
dilakukan dengan menggunakan teknik
purposive sampling yaitu sampel diambil
berdasarkan pertimbangan kemampuan kreatif matematis yang hampir sama dari 1 5
kedua sampel. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka peneliti menjadikan dua SD tersebut menjadi sampel penelitian yakni Kelas V- B SDN Cibiru 06 dijadikan sebagai kelas eksperimen yaitu dilakukan dengan pembelajaran matematika yang menggunakan model LAPS-H (Logan
Avenue Problem Solving-Heuristic)
sedangkan kelas V di SDN Cintaasih 02 dijadikan sebagai kelas kontrol yaitu
dilakukan dengan pembelajaran
matematika yang menggunakan
pembelajaran konvensional.
Instrumen Penelitian adalah alat yang digunakan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam sebuah penelitian. Adapun intsrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal tes. Jenis tes yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tes uraian dan prosedur yang digunakannya adalah pretest dan posttest dengan soal yang sama. Tes uraian ini
dimaksudkan untuk mengukur
kemampuan berpikir kreatif siswa sebelum dilakukan treatment dan sesudah dilakukan treatment yaitu dengan menggunakan model LAPS-H (Logan
Avenue Problem Solving- Heuristic).
Sebelum dibuatkan instrumen tes, terlebih dahulu dibuatkan kisi- kisi soal dan penilaian. Kisi-kisi soal dibuat sebanyak 20 soal kemudian diujicobakan. Uji coba soal ini dilakukan untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya
pembeda dan tingkat kesukaran.
Perhitungan tersebut dilakukan dengan menggunakan bantuan program Microsoft
Excel 2013 dan IBM SPSS Statistics 20.
Berdasarkan perhitungan validitas tersebut didapatkan 17 soal yang valid dan dari soal yang valid tersebut dipilih 10 soal untuk dijadikan instrumen.
Adapun penilaian yang digunakan diadaptasi dari penilaian “Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif” menurut Siswono yaitu dikhususkan dengan menilai tiga indikator kemampuan
berpikir kreatif (Fluency, Flexibility, dan
Originality). Pada setiap indikator tersebut
diberikan skor dengan rentang 0-4. HASIL DAN PEMBAHASAN Perolehan Data Pretest
Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh data hasil pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berikut adalah perolehan data pretestnya:
Tabel 2 Perolehan Data Pretest Berdasarkan Tabel 2 di atas, maka diperoleh rata-rata pretest kelas eksperimen sebesar 45,8 dan rata-rata pretest kelas kontrol sebesar 45,6. Sehingga selisih rata-rata pretest kedua kelas tersebut adalah 0,27. Untuk
mengetahui kesetaraan kemampuan
berpikir kreatif matematis siswa pada kedua sampel maka dapat dilakukan dengan menggunakan independent sample
t-test pada data pretest. Karena tes ini
merupakan tes parametrik maka
sebelumnya data harus berdistribusi normal. Berikut adalah hasil uji normalitas pretest kedua sampel:
Tabel 3 Uji Normalitas pada Data Pretest Tests of Normality GROUP Shapiro-Wilk Sig. HASIL PRETEST EKSPERIMEN 0,732 KONTROL 0,144
Berdasarkan tabel 3, uji normalitas yang dilakukan dengan menggunakan Shapiro Wilk dikarenakan N > 30. Kelas eksperimen memperoleh nilai signifikansi sebesar sebesar 0,732 dan kelas kontrol sebesar 0,144 maka Sig dari kedua sampel tersebut > 0,05 sehingga H0 diterima
artinya data berdistribusi normal . Pernyataan tersebut berdasarkan rumusan hipotesisnya yaitu:
H0 = Data berdistribusi normal
H1 = Data tidak berdistribusi normal
Dikarenakan data berdistribusi normal, maka dapat dilanjutkan dengan N Minimum Maximum Sum Mean
Eksperimen 33 30 60 1513 45,8
Kontrol 36 30 70 1640 45,6
Matematis Siswa SD yang Memperoleh Pembelajaran Model LAPS-H 1 6
melakukan uji homogenitas. Berikut adalah hasil uji homogenitas pada data
pretest kedua sampel:
Tabel 4 Uji Homogenitas pada Data
Pretest
Test of Homogeneity of Variance
Levene Statistic Sig. Based on Mean 2,072 0,155
Berdasarkan Tabel 4 di atas, maka dapat dilihat hasil uji homogenitas dengan
menggunakan Levene’s Test yaitu
diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,155 maka sig > 0,05 sehingga sehingga H0
diterima artinya kedua sampel berasal dari
varian yang sama atau homogen.
Pernyataan tersebut berdasarkan rumusan hipotesisnya yaitu:
H0 = Tidak terdapat perbedaan
varians dari kedua sampel H1 = terdapat perbedaan varians dari
kedua sampel.
Setelah melakukan uji homogenitas dan uji normalitas maka dapat dilakukan uji-t sampel bebas (independent sample
t-test) pada data pretest. Berikut ini adalah
hasil dari independent sample t-test yang telah dilakukan:
Tabel 5 Independent Sample t-test pada Data Pretest
Independent Samples Test
Equal variances assumed Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means F Sig. t Sig. (2-tailed) 2,072 0,155 0,141 0,888 Berdasarkan perhitungan uji-t perbedaan rerata pretest pada kedua sampel di atas maka diperoleh nilai Fhitung
sebesar 2,702 dengan nilai signifikansi 0,155 artinya nilai signifikansinya ≥ 0,05 sehingga dapat dinyatakan tidak terdapat perbedaan varians dari kedua sampel atau homogen. Karena datanya homogen maka nilai signifikansi uji dua sisi atau Sig (2-
tailed) yang diambil adalah yang Equal Variances Assumed yaitu sebesar 0,888
artinya ≥ 0,05 sehingga H0 diterima maka
tidak terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa sebelum memperoleh model LAPS- H (Logan Avenue Problem Solving-
Heuristic) dengan siswa yang sebelum
memperoleh pembelajaran konvensional. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada rumusan hipotesis sebagai berikut:
H0 =µ1 = µ2 Tidak terdapat perbedaan
yang signifikan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa sebelum memperoleh model LAPS- H \ dengan
siswa yang sebelum
memperoleh pembelajaran konvensional.
H1 = µ1 ≠ µ2 Terdapat perbedaan yang
signifikan kemampuan
berpikir kreatif matematis siswa sebelum memperoleh model LAPS- H dengan
siswa yang sebelum
memperoleh pembelajaran konvensional.
Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan awal berpikir kreatif matematis kedua sampel hampir sama atau setara.
Perolehan Data Posstest
Setelah diketahui kemampuan awal matematis siswa maka selanjutnya dilakukan posttest pada kedua sampel tersebut. Berikut adalah hasil data posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol:
Tabel 6 Perolehan Data Posttest
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Sum Mean
Eksperimen 33 70 93 2638 79,92
Kontrol 36 45 90 2197 61,04
Berdasarkan Tabel 6 di atas, diperoleh rata- rata posttest di kelas ekperimen sebesar 79,92 dan rata- rata
posttest di kelas kontrol sebesar 61,04
sehingga di dapat selisih dari keduanya yaitu sebesar 18,88 artinya rata- rata nilai
posttest yang diperoleh dari kelas eksperimen lebih besar dibandingkan 1 7
dengan rata- rata nilai posttest di kelas kontrol dan selisih rata- rata hasil posttest dari kedua sampelnya cukup besar.
Setelah hasil posttest sudah
diperoleh datanya, maka langkah
selanjutnya adalah menjawab rumusan
masalah yang sudah dirumuskan
sebelumnya. Adapun untuk menjawabnya yaitu dengan malakukan uji hipotesis yang sesuai dengan rumusan masalah yakni dengan menggunakan independent sample
t-test pada data posttest. Dikarenakan
rumusan masalahnya berkenaan dengan perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran model LAPS-H dengan pembelajaran konvensional sehingga data yang digunakannya adalah data posttest.
Sebelum melakukan uji perbedaan rerata dengan menggunakan independent
sample t-test maka sama halnya dengan
pengolahan data pretest sebelumnya yaitu dilakukan uji pra syarat. Uji prasyaratnya adalah uji normalitas dan homogenitas. Berikut adalah hasil uji normalitas pada data posttest kedua sampel.
Tabel 7 Hasil Uji Normalitas pada Data Posttest
Berdasarkan Tabel 7 di atas, uji normalitas yang dilakukan dengan menggunakan Shapiro Wilk dikarenakan N > 30. Kelas eksperimen memperoleh nilai signifikansi sebesar sebesar 0,100 dan kelas kontrol sebesar 0,243 maka nilai signifikansi dari kedua sampel > 0,05 sehingga H0 diterima artinya data
berdistribusi normal . Pernyataan tersebut berdasarkan rumusan hipotesisnya yaitu:
H0 = Data berdistribusi normal
H1 = Data tidak berdistribusi normal
Dikarenakan data berdistribusi normal, maka dapat dilanjutkan dengan melakukan uji homogenitas. Berikut
adalah hasil uji homogenitas pada data
posttest kedua sampel:
Tabel 8 Uji Homogenitas pada Data
Posttest
Test of Homogeneity of Variance
Levene Statistic Sig. Based on Mean 9,886 0,002
Berdasarkan Tabel 8 di atas, uji
homogenitas dilakukan dengan
menggunakan Levene’s Test yang
menggunakan bantuan program SPSS 20.0
for windows. Berdasarkan perhitungan
homogenitas pada data posttest kedua sampel yaitu diperoleh nilai signifikansi homogenitas dari kelas eksperimen dan kelas kontrol sebesar 0,002 artinya nilai signifikansi (sig) yaitu 0,02 < 0,05 sehingga dapat dinyatakan bahwa H0
ditolak artinya terdapat perbedaan varians dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sejalan dengan pernyataan di atas maka dapat dinyatakan bahwa homogenitas kedua sampel berasal dari varians yang berbeda.
Setelah mengetahui kedua data normal dan sudah diketahui homogenitas kedua sampel maka dapat dilakukan uji t dua sampel yaitu sebagai berikut:
Tabel 9 Independent Sample t-test pada Data Posttest
Independent Samples Test
Equal variances not assumed Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means F Sig. t Sig. (2-tailed) 9,886 0,002 9,593 0,000 Adapun rumusan hipotesis dari pengujian ini adalah sebagai berikut: H0 = µ1 = µ2 Tidak terdapat perbedaan
yang signifikan kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa antara yang
memperoleh pembelajaran dengan model LAPS- H dan pembelajaryan konvensional. H1 =µ1 ≠ µ2 Terdapat perbedaan yang
signifikan kemampuan Tests of Normality Group Shapiro-Wilk Statistic Sig. Hasil Posttest Eksperimen 0,946 0,100 Kontrol 0,962 0,243
Matematis Siswa SD yang Memperoleh Pembelajaran Model LAPS-H 1 8
berpikir kreatif matematis
siswa antara yang
memperoleh model LAPS- H
dan pembelajaran
konvensional. Keterangan :
µ1 = rata-rata kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan
model LAPS- H di kelas
eksperimen.
µ2 = rata-rata kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran
konvensional di kelas kontrol. Berdasarkan Tabel 9 di atas, diperoleh nilai P-Value untuk Levene’s
test sebesar 0,002. Karena nilai tersebut
lebih kecil dari α= 0,05, maka varians kedua data yakni data posttest kelompok eksperimen dan data posttest kelompok kontrol berbeda. pada kolom selanjutnya yaitu diperoleh nilai t, nilai t tersebut menunjukkan nilai thitung, nilai thitung pada
baris pertama, yaitu 9,382 merupakan nilai hasil uji t jika varians kedua data homogen (equal varianced assumed), sementara nilai t pada baris kedua yaitu 9,593 merupakan nilai hasil uji t jika varians kedua data tidak homogen (equal
varianced not assumed).
Karena hasil uji Levene’s test menyatakan kedua varians tidak homogen (P- Value < α) maka nilai thitung yang
digunakan adalah nilai t yang equal
varianced not assumed yaitu sebesar
9,593 dengan sig. (2- tailed) atau nilai signifikansi uji dua sisi sebesar 0,000 artinya nilai P-value yang diperoleh lebih kecil dari α= 0,05, maka dari itu menunjukkan bahwa H0 ditolak artinya
pada taraf kepercayaan 95 % dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa antara yang
memperoleh model Logan Avenue
Problem Solving-Heuristic dan pembelajaran konvensional.
Perbedaan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa antara yang Memperoleh Pembelajaran Melalui Model LAPS-H dengan Pembelajaran Konvensional
Perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dari kedua sampel
yakni kelompok eksperimen yang
memperoleh pembelajaran dengan model
LAPS- H dengan kontrol yang
memperoleh pembelajaran konvensional dapat dilihat dari selisih rata- rata dari hasil pretest dan posttest pada masing- masing kelas. selisih rata- rata pretest dan
posttest kelas eksperimen diperoleh sebesar 34,09 dan selisih rata- rata pretest dan posttest pada kelas kontrol diperoleh nilai sebesar 15,48. Jika dilihat dari rata- rata selisih nilai pretest dan posttest pada masing- masing kelas maka dapat dilihat bahwa selisih rata- rata pretest dan
posttest pada kelas eksperimen peningkatannya lebih besar.
Berdasarkan rumusan masalah
kedua yang telah dirumuskan sebelumnya yaitu “apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa antara yang memperoleh
pembelajaran melalui model LAPS- H dengan pembelajaran Konvensional?” sehingga dalam pengolahan analisis datanya melakukat uji- t perbedaan rerata (Independent Sampe Test) yang diperoleh dari data posttest di kelompok eksperimen dengan posttest di kelompok kontrol. Adapun hasil perhitungan uji-t dua sisi diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 yang artinya lebih kecil dari 0,05. Maka H0 diterima Sehingga dapat dikatakan
bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model LAPS- H dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Untuk lebih jelasnya mengenai perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh model LAPS- H dengan pembelajaran konvensional dapat dilihat pada diagram sebagai berikut:
Gambar 1 Rata- Rata Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Berdasarkan diagram di atas
menunjukkan bahwa rata- rata
kemampuan berpikir kretif matematis
siswa pada kelas eksperimen
menunjukkan presentase sebesar 57% sedangkan rata- rata kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada kelas kontrol menunjukkan presentase sebesar 43% artinya kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada kelas eksperimen menunjukkan presentase yang yang lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen sehingga dapat diasumsikan bahwa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional.
Keterkaitan Temuan dengan Teori Belajar yang Mendukung dan Penelitian yang Relevan dengan model LAPS-H
Terkait dengan tahapan pada pembelajaran model LAPS-H maka model ini merupakan pengembangan dari strategi Polya yang dikhususkan lagi dengan menggunakan strategi heuristic yang
merupakan penemuan murni Maier.
Sementara itu, proses pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini secara berkelompok, hal ini sejalan dengan salah satu implikasi dari teori Vygostky (dalam Mulyati, , hlm. 9) yaitu ‘menghadirkan tugas tantangan bagi siswa dalam kerangka pembelajaran kooperatif’.
Teori Vygostky menjelaskan dua konsep penting dalam belajar yang memiliki keterkaitan dengan model LAPS- H. Adapun dua konsep itu diperjelas oleh Vygostky (dalam Lestari & Yudhanegara, 2015, hlm. 32-33) yaitu terdapat dua konsep penting yang diterapkan dalam teori ini yaitu “Zone of
Proximal Development (ZPD) dan Scaffolding”. ZPD ini yaitu kemampuan
penyelesaian terhadap sebuah masalah yang dilakukan melalui bimbingan dari
guru ataupun dengan teman
sekelompoknya. Sejalan dengan hal tersebut dalam proses ZPD juga adanya proses Scaffolding yaitu sebelum siswa melakukan penyelesaian masalah secara mandiri sebelumnya siswa mendapatkan bantuan dari guru terlebih dahulu berupa petunjuk kerja, contoh- contoh, ataupun pengaitan pada materi prasyarat.
Peran media sangat penting dalam kelangsungan pembelajaran di sekolah dasar. Hal ini sejalan dengan Piaget (dalam MJ, 2012, hlm. 54- 57) bahwa tahapan perkembangan kognitif anak SD berada pada tahap operasional konkrit. Pada pembelajaran dengan menggunakan model LAPS- H yang telah dilakukan juga siswa dilibatkan dengan memanipulasi media seperti siswa tidak hanya disajikan media bangun ruang saja tetapi mereka dilibatkan dengan membuat bangun ruang dari jaring- jaring yang telah diketahuinya. Selain melihat tahapan kognitifnya yang berada pada tahap operasional konkret bahwa ada beberapa komponen belajar yang harus dilibatkan dalam belajar. Adapun komponen tersebut berdasarkan Herman, dkk. (2011) menyatakan bahwa piaget memandang belajar sebagai proses adaptasi siswa terhadap lingkungan yang melibatkan asimilasi dan akomodasi.
Kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran dengan model LAPS- H
dengan pembelajaran konvensional
menunjukkan hasil yang berbeda bukan hanya dilihat dari hasil analisis data statistiknya saja tetapi juga dapat dilihat dari aktivitas siswa pada pembelajarannya.
Siswa yang memperoleh
pembelajaran LAPS-H dalam kegiatan
pembelajarannya yaitu melakukan
kegiatan diskusi kelompok dengan mendiskusikan masalah yang ada dalam
soal, merencanakan solusi yang
Matematis Siswa SD yang Memperoleh Pembelajaran Model LAPS-H 1 10
57% 43%
posttest kelas eksperimen posttest kelas kontrol
Antologi UPI, Volume ..., Nomor ..., Juni 2016 1 11
kelompok. Tahapan tersebut tidak berjalan dengan begitu saja namun, dari setiap
tahapannya siswa dibantu dengan
pertanyaan heuristic atau pertanyaan terbimbing yang menyesuaikan dengan soal yang disediakan tetapi tetap merujuk pada pertanyaan heuristik sebagai berikut yaitu “apa masalahnya, adakah alternatif, apakah bermanfaat, apakah solusinya, dan bagaimana sebaiknya mengerjakannya”. Berdasarkan aktivitas siswa dalam pembelajarannya mengakibatkan siswa
berpartisipasi aktif dalam
pembelajarannya atau dapat dikatakan
pembelajarannya bersifat student
centered.
Pembelajaran yang diterapkan pada kelas konvensional yaitu guru berperan
aktif yaitu guru dominan dalam
menjelaskan materi yang sedang
diajarkan, kemudian siswa disajikan beberapa contoh soal soal untuk melakukan latihan dan dilanjutkan dengan mengerjakan soal latihan yang mirip dengan contoh yang diberikan. Sehingga, dari aktivitas kedua sampelnya dapat dinyatakan berbeda.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya yaitu mengenai perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa antara yang memperoleh model LAPS- H dan model konvensional, maka diperoleh simpulan yaitu sebagai berikut:
Kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa antara yang memperoleh model LAPS- H dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional terdapat perbedaan. Hal tersebut ditunjukkan berdasarkan rata- rata posttest pada kedua sampel. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran model LAPS- H diperoleh
konvensional sebesar 61,04. Sementara itu, berdasarkan nilai signifikansi uji dua sisi pada independent sample t-test diperoleh nilai signifikansinya sebesar 0,000.
Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara siswa yang memperoleh
pembelajaran LAPS- H dengan siswa
yang memperoleh pembelajaran
konvensional.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, M. (2003). Pendidikan bagi
anak berkesulitan belajar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Creswell, John, W. (2013). Research
design pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan mixed. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Fidyawati, Vicky (2009). Kemampuan
berpikir kreatif siswa pada pembelajaran matematika dengan
Herman, Tatang, dkk. (2007). Pendidikan
matematika I. Bandung: UPI Press.
Lestari & Yudhanegara (2015). Penelitian
pendidikan matematika. Karawang:
Refika Aditama.
MJ, Ustad (2012). Teori perkembangan kognitif dalam proses belajar mengajar: Jurnal Edukasi, 7 (2), hlm. 44- 63. tugas pengajuan soal
(problem posing). [Online]. Diakses
dari
http://digilib.uinsby.ac.id/9360/10/d af.%20pustaka.pdf.
Mulyati, Yati, S. (tt). Bagaimana siswa
berkembang dan belajar. [Online].
Diakses dari
Nita Harrisah, Komariah, Lely Halimah, Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SD yang Memperoleh Pembelajaran Model LAPS-H 1 12
/195209291984032-YATI_SITI_MULYATI/Becoming_ a_Teacher.pdf.