• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat Agung dari Tiga Permata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sifat Agung dari Tiga Permata"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Sifat Agung dari Tiga Permata

(2)

Pariyatti Sāsana

www.pjbi.org; hp.0813 1691 3166; pin 2965F5FD

Buddha

Puncak proses evolusi spiritual selama 4 asaṅkheyya kappa dan 100.000 putaran dunia.

‘Budh’ = “memahami, mengerti, telah bangun”: karena dia telah memahami 4KM dan bangkit dari kubangan avijjā (ketidak-tahuan)

Pacceka Buddha memahami ajaran tetapi tidak mampu mencerahkan mahluk.

Satu sistem-dunia (lokadhātu) di satu era hanya mempunyai satu Sammā Sambuddha.

Amatassa dātā = pemberi tanpa-kematian.

Varado = pemberi cinta-yang-paling-murni.

(3)

Buddha

Na me ācariyo atthi = aku tidak mempunyai guru (pengetahuan adi-duniawi).

Beliau mempunyai guru duniawi, seperti Ālāra Kālāma dan Uddaka Rāmaputta.

Sabbaññū = Yang Maha Mengetahui.

Brahmana Dona: “Deva, gandhabba, yakkha, manusia?”

Buddha: “Aku telah menghancurkan kondisi untuk terlahir sebagai Deva...dst.”

“Seperti halnya teratai biru; muncul ke permukaan, tidak tercemari oleh air; oleh dunia Aku tidak tercemari, oleh karena itulah brahmana, Aku adalah Buddha.” (AN.4.36)

(4)

Pariyatti Sāsana

www.pjbi.org; hp.0813 1691 3166; pin 2965F5FD

Buddha

“Sekarang, kaitannya dengan sesuatu yang tidak pernah

terdengar sebelumnya, seseorang memahami Kebenaran

melalui usahanya sendiri, dan karenanya dia mencapai

kemaha-tahuan, dan menguasai daya-daya spiritual. Orang

seperti ini disebut Buddha

yang-telah-tercerahkan-sempurna-atas-usaha-sendiri.” (Pug 29)

Sammā Sambuddha karena tidak hanya mengerti tetapi juga

mengajar serta mencerahkan mahluk lain. Kemampuan yang

demikian membedakanNya dengan Pacceka Buddha, yang

meskipun tercerahkan atas usaha sendiri tetapi dia tidak

mempunyai kemampuan untuk mencerahkan orang lain.

(5)

Buddha

Beliau bukan “juru-selamat”

Kemurnian dan ketidak-murnian tergantung sepenuhnya pada diri sendiri. (Dhp. 165)

Kamu sendirilah yang harus berusaha. Tathāgatha hanya menunjukkan jalan. (Dhp.276)

Jadilah pulau untuk dirimu sendiri; jadilah pelindung untuk dirimu sendiri; janganlah mencari perlindungan pada orang lain. (DN.

2.100)

Pencapaian kebuddhaan adalah realisasi dari kebenaran tentang

kemunculan-yang-saling-bergantungan (paṭiccasamuppāda) [V 1.4-5; M 1. 6-7]

(6)

Pariyatti Sāsana

www.pjbi.org; hp.0813 1691 3166; pin 2965F5FD

2 dari 8 arti ‘Tathāgata’ (DA 1.59-67)

1. Tathā-āgato “yang telah datang”: seseorang yang telah datang ke tengah-tengah kita dengan membawa pesan ‘ketanpa-matian’. Beliau mempunyai kualitas seperti:

Aspirasi (patthānā = mengarah kepada, mengharapkan, keinginan,

permintaan, doa; S 2.99,154; A 1.224; 3.47; 5.212 / Dhs 1059 / Miln 3) adalah keadaan batin yang mengarah kepada pengharapan mulia seperti menjadi Buddha, paccekka Buddha, Arahat dll). Patthānā juga bisa

diartikan sebagai ‘kebulatan tekad’ (paṇidhāna).

3 tingkat Pāramī : pāramī (mengorbankan kepemilikan eksternal)

upapāramī (=lebih tinggi; mengorbankan anggota tubuh sendiri); paramattha pāramī (=tertinggi; mengorbankan nyawa sendiri)

5 Persembahan Agung : anggota tubuh, mata, kekayaan, pangkat, anak-istri.

(7)

2 dari 8 arti ‘Tathāgata’ (DA 1.59-67)

2. Yang-telah-pergi (tathā gato)

• Bodhisattva telah pergi dari beberapa Buddha di masa lalu

(bertemu dan berkonsultasi dengan Buddha Vipassī sampai ke Buddha Kassapa) sampai ke kelahiranNya di Lumbini.

• Gambaran perjalanan yang dilihat dari perspektif lain, yakni dari sudut pandang ‘keberangkatan’ dan eksistensi transenden, bukan dari sudut pandang ‘kedatangan’.

• Terminologi ini merujuk kepada selesainya latihan spiritual

Bodhisatta yang membawaNya ke pembebasan akhir; mengatasi 5 rintangan, 8 jhāna, 18 pandangan-terang yang dimulai dengan hancurnya pemahamam tentang kekekalan dan berujung pada hancurnya 10 belenggu dan realisasi 4 Jalan Adi-duniawi yang memutus 10 belenggu.

• Catatan: lihat juga Loka Sutta (AN 4.23; It.112/121-123) dan Sundarika Bhāradvāja Sutta (Sn 455-486)

(8)

Arahaṃ = arahat

1. Ārakā = dia benar-benar jauh dari semua kilesa karena dia telah mencabut semua jejak-jejak mereka dengan Jalan. Dikarenakan oleh jauhnya jarak inilah dia disebut Arahaṃ (pantas, layak).

2. Ari hata. Musuh-musuh (ari), yakni kilesa, telah dihancurkan oleh Jalan --dikarenakan musuh-musuhnya telah dihancurkan dengan cara demikian maka dia adalah arahaṃ.

3. Arā hatā. Roda kelahiran kembali mempunyai satu pusat yakni ketidak-tahuan dan nafsu-keinginan, dan peleknya telah lapuk dan mati. Jeruji-jerujinya (arā), yaitu formasi-formasi telah

dihancurkan oleh kapak kebijaksanaan --dikarenakan

jeruji-jeruji roda telah dihancurkan dengan cara demikian, maka dia adalah arahaṃ.

(9)

Arahaṃ = arahat

4. Arahati. Dia pantas (arahati) menerima kebutuhan pokok, jubah, makanan, tempat tinggal dan

obat-obatan, dan mempunyai segala kualitas untuk disembah karena dia adalah objek yang paling baik untuk

persembahan --dikarenakan oleh kepantasanNya untuk menerima kebutuhan pokok, dia disebut arahaṃ.

5. Rahābhāva. Dia tidak berperilaku seperti orang tidak bijaksana di dunia dengan menunjukkan kepandaiannya akan tetapi melakukan kejahatan secara

sembunyi-sembunyi karena takut akan reputasi jelek -- karena dia tidak melakukan kejahatan secara tersembunyi, dia disebut arahaṃ.

(10)

Pariyatti Sāsana

www.pjbi.org; hp.0813 1691 3166; pin 2965F5FD

Sammā Sambuddho

(tercerahkan-sempurna-atas-usaha-sendiri)

Dia telah tercerahkan sempurna atas usaha sendiri karena telah menemukan dan memahami segala sesuatu dengan benar dan oleh dirinya sendiri.

Berkaitan dengan penguasaan beliau terhadap 4KM dalam 3 fase dan 12 aspek, Buddha menyatakan:

Abhiññeyyaṃ abhiññātaṃ bhāvetabbañ ca bhāvitaṃ

pahātabbaṃ pahīnaṃ me tasmā Buddho’smi brāhmaṇa. (Yang

harus dipahami secara langsung telah dipahami; yang harus ditumbuh-kembangkan telah ditumbuh-kembangkan, yang harus ditinggalkan telah ditinggalkan oleh Ku; oleh karena itulah, brahmana, aku adalah Buddha). [Sn 558]

(11)

Pariyatti Sāsana

Vijjācaraṇa sampanno (Sempurna dalam

kebijaksanaan dan perilaku)

Dia berbicara apa yang dia lakukan.

Vijjā merujuk kepada pengetahuan dan kebijaksanaan Buddha.

Caraṇa merujuk pada perbuatan beliau.

Konsitensi antara perbuatan dan ucapan. (lihat: Tathāgata Loka Sutta, A.4.23.3a)

Analisa detail dari Vijjā dan caraṇa bisa dilihat di Ambaṭṭha Sutta (D 3); Sāmaññaphala Sutta (D 2) dan Sekha Sutta (M 53).

(12)

Pariyatti Sāsana

www.pjbi.org; hp.0813 1691 3166; pin 2965F5FD

Vijjā (Pengetahuan) [Vism.VII.133]

1. Pandangan terang tentang batin-dan-materi. 2. Pengetahuan tentang daya cipta batin.

3. Pengetahuan tentang berbagai kesaktian. 4. Pengetahuan telinga-deva.

5. Pengetahuan mengetahui pikiran orang lain.

6. Pengetahuan untuk mengetahui kehidupan lampau. 7. Pengetahuan mata-deva.

(13)

Caraṇa (Perilaku)

Puññakiriya vatthu: Dāna, Sīla dan bhāvanā.

Sīla, catuparisuddhi sīla (PIAP), indriya saṁvara, bhojane mattaññutā,

jāgariyānuyoga, saddhā, sati, hiri, ottappa, bāhu sacca, vīriya: 4 jenis usaha (padhāna), paññā; jhāna 1, 2, 3 dan 4.

Bāhu sacca: mempunyai kebiasaan untuk belajar dan merenungkan teks sehingga bisa memahami perbedaan diantara

pañcūpādānakkhandha, dhātu, āyatana dimana kesemuanya ini adalah KM 1.

Merenungkan dan mempelajari paṭiccasamuppāda untuk

mengetahui asal mula dari pañcakkhandha, yang merupakan KM 2.

Belajar dan mempraktikkan 4 satipaṭṭhāna untuk mengetahui jalan dari lenyapnya penderitaan, yang merupakan KM 4.

(14)

Pariyatti Sāsana

www.pjbi.org; hp.0813 1691 3166; pin 2965F5FD

Vijjā dan Caraṇa

Kamma lampau yang diperlukan untuk mencapai Magga dan

Phala yang harus dilatih secara seimbang.

Caraṇa tanpa vijjā seperti seseorang yang bisa berjalan

tetapi buta.

Vijjā tanpa caraṇa seperti seseorang yang bisa melihat

tapi cacat (tidak bisa berjalan).

Tidak berlatih keduanya seperti seorang buta dan

lumpuh. Dia disebut assutava puthujjana (orang biasa yang tidak terpelajar)

Berlatih keduanya seperti seseorang yang bisa berjalan dan mempunyai mata.

(15)

Pariyatti Sāsana

Kurangnya Vijjā (Kebijaksanaan)

Jika seseorang hanya berlatih caraṇa:

Bertemu ajaran Buddha, lahir sebagai manusia,

hidup di tempat yang tepat, lahir dengan

fisik-jasmani sehat dengan indera lengkap, terlahir dari

orang tua yang baik, terlahir pada saat Buddha,

Dhamma dan Saṅgha eksis.

Tetapi tanpa latihan Kebijaksanaan yang cukup

meskipun terlahir dengan kondisi seperti tersebut

maka dia tidak akan mampu memahami dan

melihat Dhamma dengan benar, meskipun

diajarkan langsung oleh Buddha.

(16)

Contoh Orang-orang yang kurang Vijjā (Kebijaksanaan)

Raja Pasenadi: tidak mampu mencapai magga dan phala. Walaupun berdiskusi Dhamma dengan Buddha, tetapi yang didiskusikan hanyalah Dhamma yang tidak

mendalam yang hanya berada pada tingkatan konseptual. (S I.III, Kosala Saṃyutta)

Bhikkhu Sāti: bertemu dan menjadi murid Buddha tetapi tidak mampu memahami Dhamma. Dia berpendapat

bahwa hanya satu kesadaran yang sama: yang berpindah dari satu ke lain kehidupan dan dan juga mengalami hasil dari kamma baik ataupun buruk. Dikarenakan kurangnya praktik vijjā dia tidak bisa memahami Dhamma dengan baik, meskipun dikelilingi oleh bhikkhu yang bijak dan

bahkan diajarkan oleh Buddha sendiri, dia tetap saja tidak bisa memahami Paṭiccasamuppāda.

(17)

Pariyatti Sāsana

Contoh Orang-orang yang Kurang Caraṇa

Walaupun punya pengetahuan Dhamma yang

luas tetapi perilakunya seperti orang yang tidak

berbudaya: suka marah, serakah, melanggar sila,

sombong.

Berkecenderungan terlahir di 4 alam apāya yang

akan membuatnya sulit untuk keluar karena

kurangnya kesempatan untuk berlatih caraṇa di

alam tersebut.

Cerita Kura-kura Buta. (Bālapaṇḍita Sutta, M

3.3.9)

(18)

Contoh Orang-orang yang Kurang Caraṇa

Seandainyapun terlahir sebagai manusia dia akan

terlahir pada saat tidak ada ajaran Buddha.

Ajaran Buddha sangat jarang muncul dimana ada masa

yang lama sekali (bertrilyun tahun) tanpa kemunculan

Buddha. (A 1.13 [Eka puggalo vaggo]; A 5.3.5.3

[Sārandada Sutta])

Meskipun terlahir pada masa Buddha, dia akan terlahir

dengan orang tua dan di tempat yang tidak tepat,

dengan pandangan-salah, tidak ada kebijaksanaan

untuk memahami ajaran Buddha.

(19)

Pariyatti Sāsana

Contoh Orang-orang yang Kurang Berlatih

Caraṇa

Anak Mahādhana: miskin di usia tua, tidak

mampu merealisasi Dhamma, terlahir di

Neraka.

(20)

Pariyatti Sāsana

www.pjbi.org; hp.0813 1691 3166; pin 2965F5FD

Referensi

Dokumen terkait

Walaupun berdasarkan uji sidik ragam tidak nyata, namun berdasarkan hasil perhitungan sidik regresi terlihat bahwa makin lama waktu aktivasi dan makin tinggi

Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambahkan atau mengembangkan variabel lain selain dari variabel yang digunakan pada penelitian ini yang diduga mempengaruhi

Sistem melakukan analisis atas transaksi keuangan yang dilakukan oleh nasabah, analisis berdasarkan skenarion yang telah ditetapkan dalam sistem, yang kemudian sistem akan

Metode yang digunakan untuk menentukan kadar triklosan dalam cairan antiseptik Resik-V Manjakani dan pasta gigi formula adalah kromatografi cair kinerja

Jika dilihat dari tingkat partisipasinya, tampak bahwa masyarakat nelayan cenderung memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dalam pengelolaan sumber daya udang di wilayah

Tujuan dari pengujian fuzzy Node MCU bertujuan untuk menerapkan metode fuzzy dalam pengambilan keputusan yang nanti akan dijadikan output alat ini sesuai

Kajian ini berkisar komitmen pelajar dan pensyarah di kampus antaranya ialah komitmen pelajar terhadap pemakaian kad matrik universiti, komitmen pensyarah memperuntukkan masa bagi

“Analisis Pngaruh Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar, Inflasi, Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK), Serta implikasinya Pada Pembiayaan Mudharabah