• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepemimpinan dan Konflik dan efikasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kepemimpinan dan Konflik dan efikasi "

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

KEPEMIMPINAN DAN KONFLIK

Conflict is a process when a person feel like that another person bring a negative things in their business. Conflict becomes a normal thing in an organization as well as everyday life. The mismatch becomes a trigger in the conflict. Conflict may be positive or negative. Any conflict will ultimately produce a change in view as well as a new perception of a thing. Conflict is addressed and resolved in various ways. Conflict is rooted in an individual or a group. However, the conflict brought great changes into a positive thing if handled properly by an organization.

Keywords : conflict, leadership, organization

PENDAHULUAN

Organisasi adalah wadah bagi setiap anggotanya untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan organisasi. Tak diragukan lagi setiap saat ketegangan dapat saja muncul, baik antar individu maupun antar kelompok dalam yang dapat mempengaruhi kinerja organisasi. Fenomena ini lumrah terjadi karena konflik merupakan realitas yang tidak pernah berhenti dan terus terjadi sepanjang manusia masih bersifat dinamis.

Konflik dapat dipandang sebagai sesuatu yang menguntungkan ataupun merugikan. Menguntungkan apabila konflik yang terjadi dapat membantu meningkatkan kinerja perusahaan, namun sebaliknya pun dapat terjadi apabila konflik memecah belah kesatuan organisasi dan berakibat buruk bagi kinerja perusahaan atau bahkan menghancurkan perusahaan.

Konflik dapat muncul dalam setiap tingkat dalam struktur organisasi. Banyak faktor yang melatar - belakangi munculnya ketidakcocokan atau ketegangan, antara lain: sifat-sifat pribadi yang berbeda, perbedaan kepentingan, komunikasi yang buruk, perbedaan nilai, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan inilah yang akhirnya membawa organisasi ke dalam suasana konflik. Agar organisasi dapat tampil efektif, maka individu dan kelompok yang saling tergantung itu harus menciptakan hubungan kerja yang saling mendukung satu sama lain, menuju pencapaian tujuan organisasi.

I. Pengertian Konflik

(2)

memengaruhi secara negatif tentang sesuatu yang diketahui pihak pertama [ CITATION Rob11 \l 1057 ].

Sedangkan Kreitner dan Kinicki [ CITATION Kre10 \l 1057 ] memberikan definisi konflik sebagai sesuatu proses di mana satu pihak merasa bahwa kepentingannya telah ditentang atau dipengaruhi secara negatif oleh pihak lain. Menurut mereka konflik dapat bersifat positif atau negatif tergantung pada sifat dan intensitasnya. Namun, organisasi dapat menderita dari terlalu sedikitnya konflik. Kreitner dan Kinicki selanjutnya menggambarkan konflik sebagai suatu kontinum seperti dibawah ini :

Menurut Rivai dan Mulyadi (2013), Konflik Organisasi (Organizational conflict) adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok-kelompok oraganisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya-sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan/atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi.

Sehingga dapat disimpulkan dari pendapat ahli di atas bahwa konflik dapat terjadi apabila terdapat ketegangan antara dua pihak atau lebih yang dilatar belakangi oleh perbedaan tujuan dan presepsi sehingga dapat bersifat positif maupun negative tergantung pada sifat dan intensitasnya.

II. Perkembangan pandangan tentang konflik

[ CITATION Rob11 \l 1057 ] membedakan perkembangan pandangan tersebut dalam 3 kategori

a. The traditional view of conflict

Merupakan keyakinan bahwa semua konflik adalah menyakitkan dan harus dihindari. Konflik dipandang negatif dan didiskusikan dengan termonilogi seperti kekerasan, perusakan, dan tidak rasional.

b. The Interactionist view of conflict

Merupakan keyakinan bahwa konflik tidak bisa bisa merupakan kekuatan positif dalam kelompok, tetapi juga kebutuhan bagi kelompok untuk berkinerja secara efektif. Pandangan ini merupakan tingkat konflik minimal dapat membantu kelompok bergairah melakukan kritik dan reatif.

c. Resolution focused view of conflict

(3)

Sedangkan McShane dan Von Glinow [CITATION MCS10 \p 329 \l 1057 ] membagi 5 perspektif konflik dalam 5 kategori :

a. Conflict is bad

Pada periode tersebut konflik dipandang sebagai sesuatu yang buruk. Apabila tingkat konflik rendah maka akan memberikan hasil konflik baik. Semakin tinggi tingkat konflik makan hasil akan semakin butuk. b. Optimal conflict menggambarkan kemungkinan yang terjadi Construction conflict dan relationship conflict

d. Constructive conflict

Merupakan tipe konflik dimana orang memfokuskan diskusi mereka pada persoalan sambil memelihara rasa hormat pada konstruktif karena posisi yang berbeda didorong sehingga gagagasan dan rekomendasi dapat diklarifikasikan, dirancang ulang, dan kekuasan logikanya diuji.

e. Relationship conflict

Merupakan tipe konflik dimana orang memfokuskan pada karakteristik individu lain, daripada persoalan, sebgai sumber konflik. Para pihak mengarahkan pada ketidakcocokan antar personal seperti perselisihan kepribadian daripada perbedaan pendapat berdasar kepada tugas atau keputusan yang sah. Masing-masing pihak berusha meruntuhkan argumen orang lain dengan mempertanyakan kompetensi mereka.

III. Jenis Konflik konflik konstruktif, yaitu konflik yang mendukung tujuan kelompok dan memperbaiki kinerja kelompok.

b) Konflik Disfungsional

(4)

organisasi. Konflik disfungsional disebut juga konflik destruktif, yaitu konflik yang merintangi kinerja kelompok.

b. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya

Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman (1994) membagi konflik menjadi enam macam, yaitu:

1) Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya. 2) Konflik antar-individu (conflict among individuals). Terjadi karena

perbedaan kepribadian (personality differences) antara individu yang satu dengan individu yang lain.

3) Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma -norma kelompok tempat ia bekerja.

4) Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena masing -masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan -masing--masing

6) Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals in different organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari anggota suatu organisasi yang berdampak negatif bagi anggota organisasi yang lain. Misalnya, seorang manajer public relations yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang dilansir seorang jurnalis.

c. Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi Winardi (1992:174) membagi konflik menjadi empat macam, dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut:

3) Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.

4) Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan. Di samping klasifikasi tersebut di atas, ada juga klasifikasi lain, misalnya yang dikemukakan oleh Schermerhorn, et al. (1982), yang membagi konflik atas: substantive conflict, emotional conflict, constructive conflict, dan destructive conflict.

IV. Tipe Konflik

(5)

interpersonal dan c) process conflict, merupakan konflik terhadap bagaimana pekerjaan dilakukan.

Tipe konflik menurut Kreitner dan Kinicki [ CITATION Kre10 \l 1057 ] ada tiga macam tipe konflik yaitu personality conflict, intergroup conflict, dan cross-cultural conflict.

a. Personality conflict adalah perlawanan personal berdasarkan pada perasaan tidak suka, ketidaksepakatan personal atau gaya yang berbeda.

b. Intergroup conflict, merupakan conflict di anatara kelompok kerja, tim, dan departemen yang merupakan tantangan bersama pada efektivitasan organisasi.

c. Cross-cultural conflcit adalah konflik yang terjadi karena melakuan bisnis dengan yang berasal dari budaya yang berbeda. Sering terjadi karena terdapat perbedaan asimsi tentang apa dan bagaimana berpikir dan bertindak dalam melakukan merger, join venture, dan aliansi lintas batas negara.

V. Proses Konflik

Sedangkan McShane dan McShane dan Von Glinow [CITATION MCS10 \p 332 \l 1057 ] menggambarkan proses konflik secara berbeda. Menurut mereka dimulai karena adanya sumber konflik yang menyebabkan timbulnya persepsi dan emosi konflik.

(6)

McShane dan Von Glinow [CITATION MCS10 \p 333 \l 1057 ] menyebutkan adanya beberapa sumber konflik adalah sebagai berikut :

a. Incompatible goals, ketidaksesuaian tujuan

b. Differentiation perbedaan terjadi di antara orang-orang, departemen, dan entitas lain menurut pelatihan, nilai-nilai, keyakinan, dan pengalaman mereka.

c. Internpendence, konflik cenderung meningkat dengan tingkat saling ketergantungan, terjadi karena anggota tim harus berbagi masukan bersama pada pekerjaan mereka, atau menerima hasil seperti reward. d. Scare resources, langkanya sumber daya membangkitkan konflik

karena masing-masing orang atau unit memerlukan sumber daya yang perlu untuk mengalahkan pihak lainnya yang juga memerlukan sumber daya untuk memenuhi kebutuhannya, konflik terjadi karena kemampuan atau motivasi untuk melakukan komunikasi yang efektif.

Pendapat lain menurut Kreitner dan Kinicki (2010) merinci lagi sumber konflik itu menjadi 12 faktor sebagai berikut:

a. ketidakcocokan kepribadian atau sistem nilai;

b. batas-batas pekerjaan yang tidak jelas atau tumpang-tindih; c. persaingan untuk memperoleh sumberdaya yang terbatas;

d. pertukaran informasi atau komunikasi yang tidak cukup (inadequate communication);

e. kesalingtergantungan dalam pekerjaan (misalnya, seseorang tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya tanpa bantuan orang lain);

f. kompleksitas organisasi (konflik cenderung meningkat bersamaan dengan semakin meningkatnya susunan hierarki dan spesialisasi pekerjaan);

g. peraturan-peratuan, standar kerja, atau kebijakan yang tidak jelas atau tidak masuk akal;

h. batas waktu penyelesaian pekerjaan yang tidak masuk akal sehingga sulit dipenuhi (unreasonable deadlines);

i. pengambilan keputusan secara kolektif (semakin banyak orang yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan, semakin potensial untuk konflik);

j. pengambilan keputusan melalui konsensus;

k. harapan-harapan yang tidak terpenuhi (karyawan yang memiliki harapan yang tidak realistik terhadap pekerjaan, upah, atau promosi, akan lebih mudah untuk konflik);

l. tidak menyelesaikan atau menyembunyikan konflik.

VII. Mengelola Konflik dalam Organisasi

(7)

keseimbangan sumberdaya, dan menegangkan hubungan antara orang-orang yang terlibat. Menurut Gibson, et al. (1997), kegagalan dalam menangani konflik dapat mengarah pada akibat yang mencelakakan. Konflik dapat menghancurkan organisasi melalui penciptaan dinding pemisah di antara rekan sekerja, menghasilkan kinerja yang buruk, dan bahkan pengunduran diri.

Para pemimpin harus menyadari bahwa karena konflik disebabkan oleh faktor-faktor yang berlainan, maka model yang digunakan dalam pengelolaan konflik juga berlainan, tergantung keadaan. Memilih sebuah model pemecahan konflik yang cocok tergantung pada beberapa faktor, termasuk alasan mengapa konflik terjadi, dan hubungan khusus antara pimpinan dengan pihak yang terlibat konflik. Menurut Greenhalgh (1999), efektivitas pimpinan organisasi dalam menangani konflik tergantung pada seberapa baik mereka memahami dinamika dasar dari konflik, dan apakah mereka dapat mengenali hal-hal penting yang terdapat dalam konflik tersebut.

Menurut Nader dan Todd dalam Rivai dan Mulyadi (2013) cara mengatasi konflik adalah sebagai berikut:

a. Bersabar (Lumping), yaitu suatu tindakan yang merujuk pada sikap untuk mengabaikan konflik begitu saja atau dengan kata lain isu-isu dalma konflik itu mudah untuk diabaikan, medkipun hubungan dengan orang yang berkonflik itu berlanjut, karena orang yang berkonflik kekurangan informasi atau akses hukumnya tidak kuat.

b. Penghindaran (Avoidance), yaitu suatu tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri hubungannya dengan cara meninggalkannya.

c. Kekerasan/Paksaan (Coercion), yaitu suatu tindakan yang yang diambil dalam mengatasi konlik jika dipandang bahwa dampak yang ditimbulkan membahayakan.

d. Negosiasi (Negotiation), tindakan yang menyangkut pandangan bahwa penyelesaian konflik dapat dilakukan oleh orang-orang yang berkonflik secara bersama-sama tanpa melibatkan pihak ketiga.

e. Konsiliasi (Conciliation), yaitu tindakan untuk membawa semua yang berkonflik ke meja perundingan

f. Mediasi (Mediation), hal ini menyangkut pihak ketiga yang ikut menangani/membantu menyelesaikan konflik agar tercapai persetujuan.

g. Arbitrasi (Arbitration), Kedua belah pihak yang berkonflik setuju pada keterlibatan pihak ketiga yang memiliki otoritas hukum dan mereka sebelumnya harus setuju untuk menerima keputusannya.

h. Peradilan (Adjucation), hal ini merujuk pada intervensi pihak ketiga yang berwenang untuk campur tangan dalam penyelesaian konflik, apakah pihak-pihak yang berkonflik itu menginginkannya atau tidak

(8)

Penanganan konflik menurut Mc Shane and Vil Glinow pada dasrnya sama saja dengan variabel assertiveness dan cooperativeness. Terminologi yang dipergunakan McShane dan Vil Glinow adalah :

a. Problem solving b. Forcing

c. Avoiding d. Yielding

e. Compromising

Menurut Greenhalgh (1999:391), konflik bukanlah suatu fenomena yang obyektif dan nyata, tetapi ia ada dalam benak orang-orang yang terlibat dalam konflik tersebut. Karena itu untuk menangani konflik, seseorang perlu bersikap empati, yaitu memahami keadaan sebagaimana yang dilihat oleh para pelaku penting yang terlibat konflik. Unsur yang penting dalam manajemen konflik adalah persuasi, dan inilah bentuk penyelesaian konflik yang selalu ditekankan oleh Greenhalgh dalam model kontinumnya.

(9)

Selanjutnya ada lima gaya penanganan konflik (Five Conflict-Handling Styles) dari Kreitner dan Kinicki (2010). Model ini ditujukan untuk menangani konflik disfungsional dalam organisasi. Pada sumbu vertikal menggambarkan sisi pemecahan masalah yang berorientasi pada orang lain (concern for others), dan pada sumbu horizontal menggambarkan sisi pemecahan masalah yang berorientasi pada diri sendiri (concern for self). Kombinasi dari kedua variabel ini menghasilkan lima gaya penanganan masalah yang berbeda, yaitu: integrating, obliging, dominating, avoiding, dan compromising.

Integrating (Problem Solving). Dalam gaya ini pihak-pihak yang berkepentingan secara bersama-sama mengidentifikasikan masalah yang dihadapi, kemudian mencari, mempertimbangkan dan memilih solusi alternatif pemecahan masalah. Gaya ini cocok untuk memecahkan isu-isu kompleks yang disebabkan oleh salah paham (misunderstanding), tetapi tidak sesuai untuk memecahkan masalah yang terjadi karena sistem nilai yang berbeda. Kelemahan utamanya adalah memerlukan waktu yang lama dalam penyelesaian masalah.

(10)

untuk memuaskan pihak lain daripada diri sendiri. Gaya ini sering pula disebut smothing (melicinkan), karena berupaya mengurangi perbedaan-perbedaan dan menekankan pada persamaan atau kebersamaan di antara pihak-pihak yang terlibat. Kekuatan strategi ini terletak pada upaya untuk mendorong terjadinya kerjasama. Kelemahannya, penyelesaian bersifat sementara dan tidak menyentuh masalah pokok yang ingin dipecahkan.

Dominating (Forcing). Orientasi pada diri sendiri yang tinggi, dan rendahnya kepedulian terhadap kepentingan orang lain, mendorong seseorang untuk menggunakan taktik “saya menang, kamu kalah”. Gaya ini sering disebut memaksa (forcing) karena menggunakan legalitas formal dalam menyelesaikan masalah. Gaya ini cocok digunakan jika cara-cara yang tidak populer hendak diterapkan dalam penyelesaian masalah, masalah yang dipecahkan tidak terlalu penting, dan waktu untuk mengambil keputusan sudah mepet. Tetapi tidak cocok untuk menangani masalah yang menghendaki partisipasi dari mereka yang terlibat. Kekuatan utama gaya ini terletak pada minimalnya waktu yang diperlukan. Kelemahannya, sering menimbulkan kejengkelan atau rasa berat hati untuk menerima keputusan oleh mereka yang terlibat.

Avoiding. Taktik menghindar (avoiding) cocok digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sepele atau remeh, atau jika biaya yang harus dikeluarkan untuk konfrontasi jauh lebih besar daripada keuntungan yang akan diperoleh. Gaya ini tidak cocok untuk menyelesaikan masalah - malasah yang sulit atau “buruk”. Kekuatan dari strategi penghindaran adalah jika kita menghadapi situasi yang membingungkan atau mendua (ambiguous situations). Sedangkan kelemahannya, penyelesaian masalah hanya bersifat sementara dan tidak menyelesaikan pokok masalah.

Compromising. Gaya ini menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang lain. Ini merupakan pendekatan saling memberi dan menerima (give-and-take approach) dari pihak-pihak yang terlibat.Kompromi cocok digunakan untuk menangani masalah yang melibatkan pihak-pihak yang memiliki tujuan berbeda tetapi memiliki kekuatan yang sama. Misalnya, dalam negosiasi kontrak antara buruh dan majikan. Kekuatan utama dari kompromi adalah pada prosesnya yang demokratis dan tidak ada pihak yang merasa dikalahkan. Tetapi penyelesaian konflik kadang bersifat sementara dan mencegah munculnya kreativitas dalam penyelesaian masalah.

VIII. Manajemen Konflik

[ CITATION Rob11 \l 1057 ] Manajemen konflik menunjukkan penggunaan resolusi dan teknik simulasi untuk mencapai tingkat konflik yang diharapkan. Teknik manajemen yang dapat dilakukan dengan cara :

a. Conflict- resolution technique dapat dilakukan dengan cara : problem solving, superordinate goals, expansion of resources, acoidance, smoothing, compromise, authoriative command, altering human variable, altering the structural variable

b. Conflict – stimulation technique dapat dilakukan dengan cara : communication, bringing in outsides, restructuring the organization, appointing a devil’s advocate

(11)

Menurut Kreitner dan Kinicki (2010), manajer atau pimpinan organisasi harus proaktif untuk mengidentifikasikan keberadaan kondisi - kondisi tersebut dalam organisasinya, dan jika salah satu atau lebih dari kondisi itu muncul, maka ia harus segera mengambil tindakan, sebelum kondisi itu menjadi konflik terbuka atau konflik yang nyata (manifest conflict). Dengan cara seperti ini, diharapkan konflik tidak meluas ke seluruh organisasi dan akhirnya mempengaruhi kinerja karyawan. Untuk itulah maka manajer harus memiliki kemampuan untuk mengelola konflik, sehingga konflik tidak menjadi faktor yang mengancam keberlangsungan hidup organisasi, tetapi menjadi faktor yang fungsional untuk meningkatkan kinerja organisasi.

(12)

KESIMPULAN

Dalam kehidupan organisasi yang melibatkan berbagai pola interaksi antar manusia, baik secara individual maupun kelompok, masalah konflik merupakan fakta yang tidak dapat di hindarkan. Konflik itu sendiri merupakan proses dinamis yang dapat dilihat, diuraikan dan dianalisa. Oleh karena itu, konflik menjadi suatu proses yang sangat menarik dalam dunia manajemen.

Kepemimpinan merupakan faktor terpenting dalam suatu organisasi. Tindakan pemimpin akan mempengaruhi gerak suatu organisasi. Pemimpin yang dapat memerankan fungsi secara maksimal dan dapat mencapai tujuan tertentu yang disepakati dapat dikatakan sebagai kepemimpinan yang efektif. Meskipun konflik sangat mempengaruhi sendi-sendi organisasi, namun konflik merupakan sesuatu yang dapat dikendalikan oleh pemimpin sehingga menjadi konflik yang konstruktif.

Apabila konflik ditangani secara tepat, maka konflik tidak akan menjalar ke bagian-bagian lain dalam organisasi. Sehingga dapat meminimalisir dampak negatif dan mencegah terjadinya konflik yang sama terjadi di kemudian hari. Pemimpin perlu memastikan agar dinamika konflik-konflik yang terjadi dapat menjauhkan organisasi dari ambang kehancuran.

Maka dari itu, pemimpin sebagai pengelola konfllik tidak lepas sebagai pihak yang bertanggungjawab untuk melaksanakan manajemen konflik agar kehidupan organisasi tidak carut-marut. Selanjutnya, pemimpin perlu memastikan agar berbagai metode penanganan yang ada dapat menghasilkan resolusi jangka panjang bagi perusahaan. Tidak ada rumusan yang baku terhadap peran pemimpin dalam mengelola konflik. Dengan kata lain, identifikasi terhadap konflik dan bagaimana pemimpin mengubahnya menjadi hal-hal yang positif bagi anggota organisasi, serta menjaga kestabilan organisasi dengan mengindahkan tujuan organisasi adalah prinsip utama.

DAFTAR PUSTAKA

Gibson, Ivancevich, Donnely. 1997. Organisasi dan Manajemen, Perilaku Stuktur Proses. Jakarta: Erlangga,

Greenhalgh, Leonard. 1999. Menangani Konflik. Dalam A.Dale Timpe, (Ed.), Memimpin Manusia. Alih bahasa oleh Sofyan Cikmat. Jakarta:

PT.Gramedia.

Kreitner, Robert, dan Angelo Kinicki. 1995. Organizational Behavior. Chicago: Irwin.

Kreitner dan Kinicki. 2010. Perilaku Organisasi (Organizational Behavior). Terj: Erly Suandy. Jakarta: Salemba Empat.

McShane, Steven L dan Von Glinow, Mary A. 2010. Organizational Behaviour-Emerging Knowledge and Practice For The Real World 5Th

Edition. New York : McGraw-Hill

(13)

Robbins, Stephen P dan Judge, Timothy A. 2011. Perilaku Organisasi (Organizational Behavior). Terj: Diana Angelica. Jakarta: Salemba Empat.

Stoner, J.A.F. dan Freeman, R.E. 1994. Manajemen (Management Organizations Human Resources). Terj: Intermedia. Jakarta: Intermedia.

Gambar

Tabel 1. Model Diagnosis Konflik Pandangan Kontinum

Referensi

Dokumen terkait

Tehnik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini yaitu dengan observasi secara langsung dan non-sistematis untuk mengetahui secara langsung data yang berhubungan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa ekstrak etanol rimpang rumput teki dapat diformulasi dalam bentuk patch transdermal

Produksi bersih adalah suatu pendekatan penanganan limbah yang bersifat preventif dan terpadu, sehingga dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan melalui pengurangan

Jadi, yang dimaksud dengan “Dakwah Melalui Dangdut (Analisis Pesan Dakwah Album Renungan Dalam Nada Karya Rhoma Irama)” dalam penelitian ini adalah sebuah perbuatan atau

Setelah kemampuan melabel/member nama suatu objek dikuasai, kemudian anak-anak biasanya mencoba mengkombinasikan kata-kata yang sudah dipahami dirangkai menjadi

Sampai dengan tahun 2007, dari data yang penulis dapatkan, jumlah pelanggan telepon seluler berbasis teknologi GSM telah menembus angka lebih dari 86,3 juta dengan

Wehner (1!"# pertama kali melaporkan produksi asam sitrat sebagai hasil sampingan pada fermentasi produksi asam oksalat dengan menggunakan Penicillium glaucum. $ahun

Hasil keluaran sistem pada penelitian ini merupakan deteksi obyek berdasarkan fitur warna dan ukuran1. Hasil ini pun diperoleh dari dua analisa, yaitu analisa obyektif dan