• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

9 2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pengertian Matematika

Menurut Hollands (1995: 81), “Matematika adalah suatu sistem yang rumit tetapi tersususun sangat baik dan memiliki banyak cabang”. The Liang Gie (1999: 23) mengutip pendapat seorang ahli matematika bernama Charles Edward Jeaneneret yang mengatakan “Mathematic is the majestic

structure by man to grant him comprehenshion of the universe”, yang

artinya “matematika adalah stuktur besar yang dibangun oleh manusia untuk memberikan pemahaman jagad raya”.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun KBBI, 2007: 723) matematika diartikan sebagai: “Ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur bilangan operasional yang mempunyai fungsi untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bilangan”. James (Suherman 2001: 16) menyatakan bahwa : ”Matematika merupakan ilmu yang berdasarkan logika yang mempelajari segala hal yang berhubungan dengan susunan, bentuk, besaran dan merupakan suatu konsep ilmu tentang hubungan antara satu dengan yang lainnya yang dikenal sebagai aljabar, analisis, dan geometri”. Lampiran Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan dasar dan Menengah secara tersirat menyatakan bahwa matematika berisi teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit (Depdiknas, 2006: 416).

Pengertian matematika menurut Hollands dan The Liang Gie tersebut di atas merupakan pengertian matematika secara umum dan kurang operasional, berbeda dengan Suherman dan KBBI yang lebih operasional. Dari dua pengertian terakhir, komponen-komponen pengertian matematika mencakup: 1) matematika sebagai sebuah ilmu, 2) dibangun berdasarkan

(2)

logika, 3) mengkaji tentang bilangan, operasi bilangan, aljabar, geometri, teori peluang, dan diskrit serta 4) digunakan untuk memecahkan masalah. Berdasarkan komponen-komponen pengertian matematika, penulis merumuskan bahwa matematika hakikatnya adalah ilmu yang mengkaji tentang bilangan, operasi bilangan, aljabar, teori peluang, diskrit serta bangun ruang yang disusun berdasarkan logika, bertujuan untuk memecahkan masalah.

2.1.2 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika SD

Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan belajar siswa. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasi-kan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.

Ketiga hal tersebut memiliki pengaruh besar terhadap kompetensi dasar dalam pelajaran matematika, antara lain: a) kompetensi dalam bilangan, yang menekankan tentang kemampuan mempelajari dan menerapkan sifat operasi hitung dalam pemecahan masalah dan menaksir hasil dari operasi hitung; b) kompetensi dalam pengukuran dan geometri, yang menekankan tentang identifikasi dalam pengelolaan data, bangun ruang dan dalam menentukan sisi, luas, keliling, dan volume dalam pemecahan masalah; dan c) kompetensi dalam pengelolaan data, kompetensi yang mengutamakan pada kemampuan untuk membaca, mengumpulkan, dan menyajikan data.

Dari ketiga kompetensi di atas digabungkan dan terbentuk menjadi sebuah kompetensi dasar dalam pembelajaran matematika, dan tidak hanya mempengaruhi kompetensi dasar matematika, tetapi juga berpengaruh pada hasil belajar, sebagai indikator, dan materi dalam pembelajaran, khususnya dalam mata pelajaran matematika. Kompetensi dasar matematika mempunyai fungsi dan tujuan/kemanfaatan yaitu dalam pengorganisasian

(3)

dan mengelompokan materi yang didasarkan pada disiplin ilmu dan/atau menurut kecakapan yang hendak dicapai.

Berdasarkan kompetensi dasar dalam matematika, matematika dibagi menjadi beberapa aspek atau ruang lingkup materi, antara lain bilangan, pengukuran, geometri, aljabar, trigonometri, peluang dan statistik, bangun ruang dan bangun datar.

2.1.3 Pembelajaran Matematika SD

Sekarang ini banyak terjadi perkembangan diberbagai bidang ilmu, khususnya dibidang sains dan teknologi modern.Salah satu ilmu yang mendasari perkembangan sains dan teknologi adalah matematika, dan seiring perkembangan teknologi maka berpengaruh juga pada perkembangan matematika dibidang teori tentang bilangan, analisis, peluang, dan teori matematika diskrit sampai saat ini.

Berdasarkan hal tersebut maka pelajaran matematika menjadi satu mata pelajaran yang penting dan harus diberikan sejak usia Sekolah Dasar yang bertujuan agar dapat melatih kemampuan menerima, mengelola, memanfaatkan dan menciptakan teknologi dimasa depan serta bertujuan untuk membekali siswa untuk berfikir secara logis, kreatif, sistematis, kritis, dan analistis serta kemampuan untuk bekerja sama.

Lampiran Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan dasar dan Menengah menyebutkan bahwa matematika merupakan bagian dari kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD/MI dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri (Depdiknas, 2006: 5).

Lebih lanjut dinyatakan bahwa matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.

(4)

Matematika perlu diberikan kepada siswa untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Untuk mencapai misi tersebut, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan pemecahan masalah dan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya (Depdiknas, 2006: 416).

Landasan legal formal Lampiran Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan dasar dan Menengah tersebut menyiratkan bahwa model ataupun metode pembelajaran matematika yang ideal adalah model-model pembelajaran pemecahan masalah dan model kontekstual. Model-model tersebut misalnya model Problem Solving, Inkuiri, Problem Based Learning, dan lain-lain. Model pemecahan masalah sangat penting untuk menumbuhkan kompetensi berfikir secara logis, kreatif, sistematis, kritis, dan analistis. Model kontekstual diperlukan untuk membangun sikap mau bekerja sama (kooperatif). Media pembelajaran yang relevan untuk membelajarkan matematika model kontekstual dan berbasis multi media (menggunakan media teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya). Penilaian yang cocok dengan misi matematika sebenarnya adalah penilaian otentik, yaitu penilaian yang dapat mengukur kemampuan siswa apa adanya secara kontekstual.

Menurut penulis, kondisi ideal pembelajaran matematika SD tersebut dapat dilakukan secara bertahap. Pada sekolah-sekolah di perkotaan, model ideal pembelajaran matematika dapat dilakukan, namun

(5)

di daerah pedesaan, dimana suasana hidupnya masing sederhana dan menganut nilai-nilai hidup paguyuban, maka pembelajaran matematika bisa dimulai dengan menggunakan model-model pembelajaran kooperatif dengan berbagai tipenya. Misalnya tipe Numbered Head Together (NHT), Student Team Achievement Division (STAD), Pendekatan Struktural yang meliputi Think Pair Share (TPS) dan Investigasi Kelompok atau Team Game Tournament (TGT), dan lain-lain. Pertimbangnnya adalah bahwa para siswa dapat tetap dapat menguasai konsep-konsep dasar matematika melalui perrmainan-permainan menarik sekaligus menumbuhkan kompe-tensi kerja sama seperti amanat Permendiknas No. 22 Tahun 2006. Tentang model pembelajaran ini, lebih lanjut akan dibahas di bagian tersendiri.

2.1.4 Penilaian dalam Pembelajaran Matematika SD

Acuan penilaian dalam pembelajaran matematika di SD adalah kompetensi dasar. Kompetensi dasar dalam pelajaran matematika merupakan gabungan dari beberapa standar kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa dan disetiap kompetensi terdapat indikator. Maksud dari indikator dalam hal ini adalah tingkat dari pencapaian hasil belajar siswa yang dilihat dari respon yang ditunjukkan oleh siswa dalam mengikuti pembelajaran.Pada kompetensi dasar matematika terdapat beberapa indikator, antara lain: menghitung, membedakan, menafsirkan, mengidentifikasi, menganalisis, merangkum, dan menerapkan.

Dengan demikian untuk mengukur/ menilai tingkat kemampuan/ kompetensi siswa terhadap materi yang diberikan, indikator di atas dapat menjadi dasar dari penilaian proses belajar dan hasil belajar siswa. Sistem penilaian yang dapat dilakukan yaitu dengan sistem tes tertulis. Tes tertulis dilakukan guna mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam memperoleh pengetahuan dari hasil belajar siswa dalam bentuk nilai atau angka. Maka untuk mengetahui hasil belajar tersebut dilakukan evaluasi setelah proses pembelajaran selesai.

(6)

2.2 Pengertian Model Pembelajaran

Pada hakikatnya pembelajaran adalah proses interaksi antara guru dengan para siswa secara langsung maupun tidak langsung dengan memanfaatkan berbagai media belajar yang ada di sekolah. Joyce & Weil (Rusman 2012: 133) berpendapat model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang digunakan untuk merancang kurikulum pembelajaran (pembelajaran jangka panjang), bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas.

Rusman (2012: 133) mengemukakan pendapatnya bahwa model pembelajaran adalah pola atau strategi pembelajaran yang tepat/sesuai dan efisien yang dipilih oleh guru untuk tercapainya tujuan pembelajaran. Sebelum menentukan model yang sesuai/tepat untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran oleh seorang guru, ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan sebelum memilih model pembelajaran, antara lain:

1. Tujuan yang hendak dicapai:

a. Sesuaikah tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan kemampuan kognitif, afektif dan/atau psikomotorik para siswa?

b. Apakah tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan perbedaan karakter tiap-tiap siswa?

c. Memerlukan keterampilan dibidang akademik atau tidak? 2. Hubungan model pembelajaran dengan materi:

a. Sesuaikah dengan fakta, konsep dan/atau teori?

b. Perlukah syarat tertentu untuk mempelajari materi tertentu? c. Adakah sumber atau informasi yang sesuai dan relevan untuk

mempelajari materi tertentu? 3. Dari sudut pandang siswa:

a. Sesuaikah materi yang diberikan dengan tingkat kematangan/kecakapan setiap siswa?

(7)

b. sesuaikah antara materi yang diberikan dengan bakat minat maupun kondisi setiap siswa? Sesuaikah dengan cara belajar siswa?

4. Pertimbangan non-teknis

a. Tercapaikah tujuan pembelajaran dengan satu model pembelajaran?

b. Atau perlu dengan model pembelajaran lain? c. Tepatkah model pembelajaran yang diberikan?

d. Apakah efektif dan/atau efisien model pembelajaran yang dipilih dalam memberikan materi tertentu?

Menurut Rusman (2012: 136) model pembelajaran mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Model pembelajaran yang dipilih oleh guru harus berdasar atau sesuai dengan teori-teori pendidikan dan teori-teori tentang cara belajar menurut para ahli;

b. Mempunyai misi untuk mewujudkan tujuan pembelajaran; c. Dapat dijadikan acuan atau pedoman untuk meningkatkan

kualitas kegiatan belajar di kelas;

d. Memiliki struktur model yang dinamakan: urutan cara-cara pembelajaran (syntax), adanya prinsip- prinsip reaksi, sistem sosial, dan sistem pendukung;

e. Mempunyai efek sebagai akibat penerapan model pembelajaran;

f. Merancang rencana pembelajaran (desain instruksional) yang sesuai dengan model pembelajaran yang dipilih.

Berdasarkan pendapat para ahli, model pembelajaran merupakan pola atau perilaku umum dalam pembelajaran yang digunakan sebagai dasar/pedoman seorang guru untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Untuk mencapai tujuan tersebut guru dapat memilih model atau pola pembelajaran yang sesuai, tepat dan efektif untuk diterapkan sesuai dengan komponen-komponen pembelajaran tertentu.

(8)

2.3 Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran Kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Menurut Slavin (Isjoni 2012: 12) pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menggunakan cara membentuk kelompok-kelompok kecil untuk belajar dan bekerja secara kolaboratif yang beranggotakan 4-6 orang, dengan struktur heterogen atau kelompok yang beranggotakan siswa dengan kemampuan akademik yang berbeda-beda dan dalam mengerjakan tugas setiap anggota dalam kelompok tersebut harus bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran yang bertujuan untuk memotivasi setiap siswa agar saling memberikan pendapat, berani serta mampu berpendapat, dan menghargai pendapat dari teman.

Model pembelajaran kooperatif sangat baik dan/atau tepat untuk diterapkan, karena siswa dapat bekerjasama dan saling tolong-menolong mengatasi masalah dalam materi yang diberikan, serta meningkatkan kemampuan siswa untuk berfikir kritis dengan saling mengemukakan pendapat masing-masing individu dalam kelompok. Dalam model pembelajaran kooperatif, siswa dituntut untuk terlibat aktif pada proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi, memberikan memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi dalam belajarnya.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan model pembelajaran tersebut merupakan stategi belajar dengan mengkelompokan siswa sebagai anggota kelompok kecil dengan tingkat kemampuannya berbeda, dan setiap anggota kelompok dituntut harus aktif, saling bekerjasama dan membantu anggota kelompoknya guna pemecahan masalah pada materi yang diberikan.

2.3.1 Unsur-unsur dan Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Dalam model pembelajaran kooperatif terdapat beberapa unsur-unsur yang mempengaruhi keberhasilan penerapan model

(9)

pembelajaran. Menurut Lungdren (Isjoni 2012: 13) unsur-unsur pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:

a. siswa harus menanamkan persepsi dalam dirinya bahwa “Tenggelam atau berenang sama”;

b. siswa dituntut harus memiliki rasa tanggungjawab terhadap teman di dalam kelompoknya, selain tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari dan menyelesaikan masalah pada materi yang diberikan;

c. siswa harus saling percaya dan berpandangan bahwa teman kelompoknya juga memiliki tujuan yang sama;

d. siswa harus mampu berbagi tugas dan tanggungjawab antar anggota kelompok; memberikan evaluasi atau penghargaan pada setiap siswa, yang dapat mempengaruhi evaluasi kelompoknya;

e. siswa mampu untuk berbagi kepemimpinan sementara mereka mendapat ketrampilan bekerjasama selama belajar;

f. Setiap siswa dalam kelompoknya dituntut untuk bisa mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani.

Thompson (Isjoni 2012: 14) berpendapat bahwa dengan model belajar secara kooperatif memberikan dampak positif yaitu unsur interaksi sosial pada pembelajaran, maksud dari unsur interaksi sosial dalam penerapan model belajar kooperatif ini adalah siswa belajar bersama dalam kelompok yang dibentuk oleh guru dan dapat saling membantu tanpa membedakan kemampuan masing-masing siswa, jenis kelamin dan suku di dalam kelompoknya.

Model pembelajaran ini juga mengajarkan para siswa dengan keterampilan khusus seperti menjadi pendengar yang baik dalam mendengarkan pendapat teman kelompoknya, mengerjakan lembar yang berisi pertanyaan ataupun tugas sesuai materi yang diajarkan dan kemudian dikerjakan secara bersama-sama, hal tersebut dimaksudkan untuk

(10)

membangun kerjasama dan komunikasi antar individu untuk mentuntaskan tugas yang diberikan. Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif dapat dilihat dalam tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1

Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif

Langkah Tingkah Laku Guru

Langkah 1

Menyampaiakan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan pentingnya topik yang dipelajari dan memotivasi siswa belajar.

Langkah 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan .

Langkah 3

Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melakukan ternsisi secara efektif dan efisien.

Langkah 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakkan tugas mereka. Langkah 5

Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing – masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Langkah 6

Memberikan penghargaan

Guru mencaricara-cara untuk menghargai baik upaya maupun belajar individu dan kelompok. 2.3.2 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Wina Sanjaya (2011: 249) pembelajaran secara kooperatif memiliki beberapa keunggulan dalam pembelajaran, berikut ini keunggulan dalam penerapan pembelajaran kooperatif:

a. Siswa tidak harus selalu bergantung pada penjelasan guru, akan tetapi cara tersebut dapat membangun dan menambah kepercayaan diri, kemampuan berfikir dan menemukan informasi dari anggota kelompoknya;

b. Siswa mampu mengemukakan pendapatnya secara verbal dan membandingkan pendapatnya dengan pendapat anggota kelompoknya;

(11)

c. Mengajarkan sifat menghormati pendapat orang lain dan mampu untuk menerima perbedaan; Mengajarkan pada setiap siswa untuk memiliki tanggungjawab;

d. Membantu peningkatan prestasi akademik setiap siswa dan menambah kemampuan interaksi sosial tiap individu, meningkatkan kedisiplinan dan bersikap positif terhadap sekolah;

e. Menambah kemampuan individu tiap siswa untuk menguji pendapatnya sendiri dan mampu menerima saran dari siswa lainnya;

f. Meningkatkan kemampuan siswa untuk mencari dan menggunakan informasi sesuai fakta yang ada dan kemampuan mempelajari hal abstrak menjadi riil;

g. Meningkatkan motivasi dan rangsangan dalam berpikir pada tiap siswa.

Selain mempunyai kelebihan, model pembelajaran kooperatif ini mempunyai kelemahan yang harus perhatikan dan dihindari, contohnya adanya salah satu anggota kelompok yang tidak berperan aktif untuk bekerjasama dalam pemecahan masalah. Kelemahan tersebut dapat dihindari dengan memperhatikan kelemahan dari model pembelajaran kooperatif yaitu, sebagai berikut:

a. Untuk memahami dan mengerti filosofis pembelajaran kooperatif membutuhkan waktu.

b. Ciri utama dari model pembelajaran kooperatif yaitu siswa saling membelajarkan/membantu siswa lain dalam kelompoknya. Jika tanpa peer teaching yang efektif maka suatu materi yang diajarkan yang seharusnya didapat dan dipahami tidak akan dicapai siswa;

c. Penilaian diberikan berdasarkan dari hasil kerja kelompok. Meskipun demikian guru perlu menyadari bahwa hasil yang diharapkan setiap siswa adalah hasil individu;

(12)

d. Pengembangan kesadaran berkelompok/ berinteraksi membu-tuhkan waktu dan tidak mungkin dicapai dengan penerapan model pembelajaran yang tidak berkesinambungan; e. Selain dituntut untuk mampu bekerjasama, siswa juga harus

mempunyai kepercayaan diri untuk melakukan aktivitas secara individu, hal tersebut bukanlah hal yang mudah untuk mencapai keduanya dengan kemampuan siswa yang berbeda-beda.

Berdasarkan beberapa pemaparan tentang kunggulan dan kelemahan model pembelajaran kooperatif yang telah diuraikan diatas, maka dalam menerapkan pembelajaran kooperatif guru perlu memperhati-kan prinsip-prinsip, karakteristik, serta prosedur dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif itu sendiri dengan benar. Dengan begitu guru dapat memaksimalkan penerapan model pembelajaran kooperatif didalam proses belajar mengajar, dan mengatasi kelemahan dari pembelajaran kooperatif.

2.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT)

2.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)

Model pembelajaran TGT merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif. Slavin (2005: 163) mengemukakan TGT adalah model pembelajaran kooperatif menggunakan turnamen akademik dan menggunakan kuis-kuis, dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelum-nya setara seperti mereka. Menurut Asma (2006: 54) model TGT adalah suatu model pembelajaran oleh guru dan diakhiri dengan memberikan sejumlah pertanyaan kepada siswa..

2.4.2 Karakteristik Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)

TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok – kelompok belajar yang beranggo-takan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis

(13)

kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda. Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing – masing. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS kepada setiap kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama – sama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggungjawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru.

Akhirnya untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan permainan akademik. Dalam permainan akademik siswa akan dibagi dalam meja – meja turnamen, dimana setiap meja turnamen terdiri dari 5 sampai 6 orang yang merupakan wakil dari kelompoknya masing – masing. Dalam setiap meja permainan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang sama. Siswa dikelompokkan dalam satu meja turnamen secara homogen dari segi kemampuan akademik, artinya dalam satu meja turnamen kemampuan setiap peserta diusahakan agar setara. Hal ini dapat ditentukan dengan melihat nilai yang mereka peroleh pada saat pretest. Skor yang diperoleh setiap peserta dalam permainan akademik dicatat pada lembar pencatat skor. Skor kelompok diperoleh dengan menjumlahkan skor – skor yang diperoleh anggota suatu kelompok, kemudian dibagi banyaknya anggota kelompok tersebut. Skor kelompok ini digunakan untuk memberikan penghargaan tim berupa sertifikat dengan mencantumkan predikat tertentu.

2.4.3 Langkah-langkah dalam penggunaan model Teams Games Tournament (TGT)

Slavin (2005: 170) menjelaskan bahwa terdapat beberapa langkah penerapan model TGT yang perlu diperhatikan oleh guru. Langkah-langkah model TGT tersebut adalah sebagai berikut:

(14)

b. Belajar tim, siswa diberikan lembar kegiatan dalam tim dan bersama-sama belajar untuk menguasai materi dalam lembar kegiatan tersebut;

c. Turnamen, memilih siswa dari tiap-tiap kelompok dengan kemampuan pemahaman akademik yang sama atau bersifat homogen untuk mengikuti permainan akademik;

d. Rekognisi tim, penghitungan skor tim didasarkan pada skor turnamen wakil tim/kelompok dan tim tersebut akan direkognisi apabila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah ditetapkan.

Menurut pendapat Trianto (2010: 84) secara runtut menjelaskan langkah-langkah model TGT, sebagai berikut:

a. Siswa dipilih dan dibagi ke dalam tim/kelompok belajar beranggotakan empat orang berdasarkan tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku;

b. Guru menyiapkan materi, kemudian materi diberikan kepada siswa untuk dikerjakan dengan cara bekerjasama di dalam tim/kelompok mereka dan memastikan setiap anggota tim/kelompok telah memahami dan menguasi pelajaran tersebut;

c. Guru melakukan kuis terhadap setiap siswa, didalam pengerjaan kuis para siswa bekerja secara perorangan tanpa bantuan tim/kelompoknya.

Pada penelitian ini penulis akan memilih menggunakan langkah-langkah model pembelajaran TGT dari teori menurut Slavin.

2.4.4 Analisis komponen-komponen Model TGT

Analisis komponen-komponen Model TGT Slavin (2005: 170) menjelaskan terdapat 4 komponen utama yang digunakan dalam model TGT yang secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:

(15)

a. Sintagmatik

1. Tahap Menyampaikan Informasi (Presentasi Klasikal). Pada tahap penyampaian informasi dalam materi pelajaran oleh guru menggunakan cara diskusi, ceramah, maupun demonstrasi atau eksperimen dan dapat dibantu dengan media-media yang ada di sekolah guna memberikan informasi yang benar dan sesuai isi materi mata pelajaran tertentu. Pada tahapan ini guru harus menjelaskan secara sistematis dan jelas agar dalam penyampaian materi dapat diterima oleh para siswa. Selanjutnya isi materi tersebut akan digunakan oleh para siswa untuk menjawab kuis yang akan diberikan pada tahap berikutnya.

2. Tahap Pembentukan Tim atau Pengorganisasian Siswa (Kelompok).

Pada tahap ini guru membuat kelompok-kelompok dengan beranggotakan 4 sampai 6 siswa yang memiliki kemampuan pemahaman akademik yang berbeda-beda, dengan maksud agar mampu mengarahkan semua tim/kelompok untuk belajar bekerjasama untuk mengkaji materi yang diberikan oleh guru. Dengan berdiskusi dapat membantu anggota tim/kelompok yang berkemampuan akademik kurang sehingga secara tim/kelompok siap mengikuti kuis dan mampu meningkatkan hubungan antar sesama anggota tim/kelompok, meningkatkan kepercayaan diri dan keakraban antar siswa.

3. Tahap Permainan (Game Tournament).

Pada tahap permainan, guru membuat permainan akademik yaitu dengan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai materi ajar sebelumnya. Tahap ini merupakan indikator bagi guru untuk mengetahui kemajuan pengetahuan siswa setelah mendapatkan informasi secara klasikal dan hasil diskusi bersama tim/kelompoknya.

(16)

4. Tahap Rekognisi Tim.

Tahapan ini menunjukan gambaran perbedaan peningkatan kemampuan /prestasi siswa, yang diperoleh dari jumlah skor tiap anggota tim/kelompok kemudian dicari rata - ratanya.

b. Prinsip Reaksi

Prinsip reaksi merupakan menggambarkan respon guru terhadap TGT siswa peserta dididiknya, peranan guru pada model adalah sebagai berikut: 1) Membangun ikatan emosional guna terciptanya suasana belajar yang nyaman atau kondusif dalam kegiatan belajar-mengajar; 2) Guru tidak hanya menjadi sumber/media pengetahuan bagi siswa tapi guru juga berperanan sebagai fasilitator, pendamping, dan motivator bagi para siswa; 3) Guru harus mampu menciptakan suasana psikologis yang positif agar siswa memberikan respon yang baik terhadap materi yang disampaikan; 4) Guru harus mampu menjelaskan pentingnya bekerjasama agar tujuan pembelajaran dapat tercapai, dan termasuk upaya peningkatan keterampilan kooperatif setiap siswa; 5) Memberikan bantuan yang terbatas, maksud dari bantuan terbatas adalah hanya pada siswa yang membutuhkan bantuan. Bantuan tersebut dapat berupa pertanyan untuk membuka wawasan siswa.

c. Sistem Sosial

Sistem sosial adalah pola hubungan guru dengan siswa pada saat terjadinya proses pembelajaran. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT, pola hubungan antara guru dan siswa yaitu terjadi interaksi dua arah, yang artinya interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa yang lain. Proses pembelajaran dalam model TGT lebih berpusat pada siswa (student centered approach) karena siswa tidak dianggap sebagai objek belajar yang dapat diatur dan dibatasi oleh kemauan guru, melainkan siswa ditempatkan sebagai subjek yang belajar sesuai dengan bakat, minatdan kemampuan yang

(17)

dimiliki sehingga siswa dapat mengembangkan potensi dirinya. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan siswa dalam TGT yang belajar bersama secara berkelompok dan melibatkan siswa sebagai tutor sebaya tanpa adanya tekanan dari guru. Dengan pembelajaran seperti itu, maka akan tercipta suasana belajar yang menyenangkan sehingga memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan rasa tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

d. Daya Dukung

Model pembelajaran TGT dalam pelaksanaannya memerlukan sarana, bahan dan alat yang dapat menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan sehingga dapat merubah lingkungan belajar yang semula membosankan menjadi lebih menarik dan dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Tetapi tidak memerlukan fasilitas pendukung khusus seperti peralatan khusus atau ruangan khusus melainkan hanya meja-meja yang akan dipakai pada saat game tournament, buku-buku yang menyangkut materi yang dipelajari, LKS dan buku penunjang yang relevan.

e. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring TGT 1) Dampak Instruksional (Instruksional Effect):

Dampak pembelajaran yang diperoleh dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT, yaitu sebagai berikut: a) Kemampuan konstruksi pengetahuan: dalam TGT siswa melakukan aktivitas dalam kelompok-kelompok kecil dan berinteraksi dalam sebuah permainan yang melibatkan siswa. Dengan aktivitas semacam ini dan dilaksanakan secara rutin, kemampuan siswa dalam konstruksi pengetahuan secara mandiri akan meningkat; b) Penguasaan bahan ajar: dalam model TGT, informasi (pengetahuan) melalui tugas yang dilakukan oleh kelompok. Pengetahuan yang diperoleh sendiri dapat bertahan lama dalam memori siswa sehingga pembelajaran menjadi lebih

(18)

bermakna; c) Kemampuan berpikir kritis: dalam model pembelajaran TGT, siswa dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang merangsang pikiran siswa sehingga kemampuan berpikir kritis siswa dapat berkembang dengan optimal; d) Keterampilan kooperatif: pembelajaran dengan TGT memberikan kesempatan kepada siswa dengan berbagai latar belakang kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda untuk bekerja sama, saling tergantung dan belajar menghargai satu sama lainnya. Kondisi semacam ini memungkinkan berkembangnya keterampilan-keterampilan untuk bekerja sama yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat.

2) Dampak Pengiring (Nurturant Effect)

Dampak pengiring yang diperoleh dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT, yaitu sebagai berikut: a) Minat (interest): minat yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan. Adanya turnamen dalam TGT meningkatkan minat belajar siswa untuk mempelajari materi pelajaran; b) Kemandirian atau otonomi dalam belajar: dalam pembelajaran yang menggunakan TGT, siswa tidak menerima pengetahuan secara pasif dari gurunya, tetapi siswa berupaya sendiri mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dalam kelompok-kelompok kecil. Kondisi semacam ini akan menumbuhkan kemandirian atau otonomi siswa dalam belajar; c) Nilai (value): pada TGT terkandung nilai kejujuran dalam merahasiakan soal masing-masing individu, keterbukaan dalam memberikan penjelasan kepada teman lain dan demokrasinya terlihat ketika berdiskusi untuk menyatukan pendapat yang berbeda; d) Sikap positif terhadap suatu mata pelajaran tertentu: adanya suasana persaingan yang kompetitif antar kelompok akan membuat siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, baik dalam

(19)

Keterangan Dampak Instruksional Dampak Pengiring Berfikir kritis Kerja sama Komunikatif Disiplin Model Teams Game Tournament Kemampuan Mengidentifikasi berbagai bangun datar sederhana menurut sifat atau unsurnya Dapat mengidentikasi berbagai sifat-sifat bangun datar

Kemampuan menyebutkan sifat-sifat bangun datar Kemampuan

membandingkan ciri-ciri dari masing-masing jenis bangun datar.

mempelajari bahan ajar dan membangun pengetahuan sendiri. Kondisi ini akan membuat pembelajaran menjadi menyenangkan. Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT, maka akan dapat menumbuhkan sikap positif terhadap suatu mata pelajaran tertentu.

Visualisasi dampak instruksional dan pengiring dapat dilihat dalam gambar 2.1.

Gambar 2.1

Dampak Pengiring dan Instruksional Model Pembelajaran Teams Game Tournaments (TGT).

f. Kelebihan dan kekurangan model Teams Game Tournament ( TGT) Menurut Taniredja (2012: 72 – 73) terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan model TGT, yaitu tentang kelebihan dan kekurangan model TGT.

1. Kelebihan:

a. siswa memiliki kesempatan berinteraksi dengan siswa lain dan mengutarakan pendapatnya secara verbal;

(20)

c. Perilaku suka mengganggu siswa lain menjadi berkurang; d. Menambah motivasi dalam belajar;

e. Tingkat pemahaman terhadap materi mata pelajaran tertentu bertambah;

f. Meningkatkan sifat toleransi antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa;

g. Suasana belajar mengajar lebih hidup atau tidak membosankan.

2. Kekurangan:

a. Tidak semua siswa dalam kelompok aktif berpendapat; b. Waktu yang kurang; Kemungkinan terjadinya kegaduhan.

g. Prosedur Pelaksanaan pembelajaran Matematika Materi Bangun Datar

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran TGT adalah serangkaian aktivitas belajar mengajar dengan model pembelajaran TGT yang sudah direncanakan sebelumnya ke dalam bentuk langkah-langkah pembelajaran di kelas. Prosedur yang harus ditempuh dalam pelaksanaan pembelajaran berbagai energi alternatif dan cara penggunaannya dengan model pembelajaran TGT sebagai dipetakan dalam tabel 2.2.

(21)

Tabel 2.2

Tabel Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran Matematika Materi Bangun Datar dengan Model Pembelajaran Teams Game Tournament (TGT)

Kegiatan Guru Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Siswa

1. Guru menjelaskan materi bangun datar

2. Guru menggunakan media gambar

3. Guru mengidentifikasi siswa berdasarkan

kemampuan akademiknya 4. Guru membagi siswa

menjadi 5 kelompok heterogen

5. Guru memberikan pengarahan tentang permainan yang akan dilakukan

6. Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan rebutan secara berkelompok 7. Guru mencatat jawaban

tiap-tiap kelompok dan memberikan penilaian 8. Guru merekap skor dalam

kelompok

9. Guru memberi penghargaan kepada kelompok yang mendapat skor tertinggi

a. Tahap Menyampaikan Informasi (Presentasi Klasikal) b. Tahap Pembentukan Tim atau Pengorganisasian Siswa (Kelompok) c. Tahap Permainan (Game Tournament) d. Tahap Rekognisi Tim 1. Siswa menyimak penjelasan guru tentang materi Bangun Datar. 2. Memperhatikan media

yang ditayangkan guru 3. Siswa berkumpul sesuai

arahan guru berdasarkan kemampuannya 4. Siswa berkumpul menjadi 5 kelompok sesuai kelompoknya masing-masing 5. Siswa memperhatikan

arahan dari guru 6. Siswa menjawab pertanyaan rebutan dalam kelompok 7. Siswa secara berkelompok memantau perolehan skor 8. Siswa memperhatikan penjelasan guru tentang skor yang diperoleh dari kelompok

masing-masing. 9. Kelompok siswa yang

memperoleh skor tertinggi mendapat penghargaan

Prosedur pelaksanaan pembelajaran matematika materi bangun datar yang merupakan rancangan ini, akan berhasil jika dilaksanakan secara konsisten dalam pembelajaran di kelas. Mekanisme yang dapat digunakan untuk memastikan bahwa dalam pembelajaran prosedur tersebut benar-benar dilakukan adalah dengan pengamatan terhadap aktivitas atau kegiatan guru dan siswa. Hal-hal yang perlu diamati

(22)

adalah: a) Pada tahap Menyampaikan Informasi (Presentasi Klasikal): 1) guru menjelaskan materi bangun datar, Siswa menyimak penjelasan guru tentang materi Bangun Datar, 2) guru menggunakan media gambar, siswa memperhatikan media yang ditayangkan guru; b) Pada Tahap Pembentukan Tim atau Pengorganisasian Siswa (Kelompok): 1) Guru mengidentifikasi siswa berdasarkan kemampuan akademiknya, siswa berkumpul sesuai arahan guru berdasarkan kemampuannya, 2) guru membagi siswa menjadi 5 kelompok heterogen, siswa berkumpul menjadi 5 kelompok sesuai kelompoknya masing-masing; c) Pada Tahap Permainan (Games Tournament): 1) guru memberikan pengarahan tentang permainan yang akan dilakukan, siswa memperhatikan arahan dari guru, 2) guru memberikan pertanyaan-pertanyaan rebutan secara berkelompok, siswa menjawab pertanyaan rebutan dalam kelompok, 3) guru mencatat jawaban tiap-tiap kelompok dan memberikan penilaian, siswa secara berkelompok memantau perolehan skor; d) Pada Rekognisi Tim: 1) guru merekap skor dalam kelompok, siswa memperhatikan penjelasan guru tentang skor yang diperoleh dari kelompok masing-masing, 2) guru memberi penghargaan kepada kelompok yang mendapat skor tertinggi, kelompok siswa yang memperoleh skor tertinggi mendapat penghargaan.

2.5 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Students Team Achievement Division (STAD)

2.5.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Students Team Achievement Division (STAD)

Model pembelajaran STAD merupakan salah satu model atau tipe belajar secara kooperatif yang memiliki struktur antara lain tugas, tujuan, dan penghargaan. Pada model belajar secara kooperatif siswa diberikan motivasi untuk mampu bekerjasama dan/atau mengkoordinasi kelompok belajarnya dalam menyelesaikan tugas yang telah diberikan oleh guru

(23)

dalam mata pelajaran tertentu. Hal tersebut dimaksudkan untuk peningkatan kemampuan menerima perbedaan, berpendapat, dan ketrampilan sosial bagi masing-masing individu.

Wina (2008: 242) menjelaskan bahwa belajar dengan cara kooperatif adalah model pembelajaran dengan menggunakan sistem kelompok belajar yang beranggotakan 4 sampai 5 orang dengan segala perbedaan seperti kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, dan suku atau dengan kata lain kelompok dengan sifat heterogen.

Slavin (Wina, 2008: 242) mengemukakan pendapatnya tentang alasan perlunya menggunakan model belajar secara kooperatif, yaitu (a) dengan menggunakan sistem kooperatif dapat memperbaiki sistem belajar yang dianggap kurang memberi efek peningkatan kualitas belajar, prestasi, harga diri, toleransi, dan meningkatkan hubungan/interaksi sosial, (b) dapat merealisasikan hal-hal yang siswa butuhkan yang mendukung dalam hal belajar, berfikir, pemecahan masalah dan integritas pengetahuan dengan ketrampilan.

2.5.2 Karakteristik Model STAD

Pada model STAD terdapat 5 komponen utama yang terkandung di dalamnya, komponen-komponen tersebut antara lain :

a. Presentasi, penyampaian materi mata pelajaran dan mengadung motivasi untuk para siswa sehingga dalam penyampaian materi dapat diterima dengan jelas oleh para siswa, dan merangsang siswa untuk memiliki rasa ingin tahu terhadap isi materi yang diberikan.

b. Tim, kelompok yang beranggotakan 4 sampai 5 orang siswa dalam kelas dengan karakter yang berbeda-beda, dari segi akademik, jenis kelamin, ras dan suku.

c. Fungsi, dengan membentuk tim/kelompok belajar diharapkan seluruh siswa/anggota tim dapat benar-benar belajar dan paham akan materi yang diberikan.

(24)

d. Tugas, setelah penyampaian materi oleh guru, kemudian dilanjutkan dengan mengumpulkan seluruh tim/kelompok belajar dan ditugaskan untuk menyelesaikan lembar kegiatan yang telah diberikan.

e. Kuis/Tes memberikan kuis/tes yang berisi tentang materi ajar sebelumnya.

Para siswa tidak diperbolehkan untuk bekerjasama dalam mengerjakan tes, sehingga setiap siswa bertanggung jawab secara individual untuk memahami materinya. Tahap perhitungan skor perkembangan individu dihitung berdasarkan skor awal yang didasarkan pada nilai pretes. Berdasarkan skor awal setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya berdasarkan skor tes yang diperolehnya. Perhitungan perkembangan skor individu dimaksudkan agar siswa terpacu untuk memperoleh prestasiterbaik sesuai dengan kemampuan.

2.5.3 Langkah-langkah dalam penggunaan model Students Team Achievement Division ( STAD)

Sintaks model Pembelajaran STAD (Chotimah, 2007) antara lain: a. Membentuk kelompok yang beranggotakan 4 orang siswa

secara heterogen;

b. Penyampaian materi oleh guru;

c. Pemberian tugas ke kelompok-kelompok belajar oleh guru; d. Siswa yang mempunyai kemampuan akademik yang

lebih/pintar menjelaskan apa maksud dari materi yang disampaikan kepada anggota kelompoknya yang kurang paham sehinga seluruh anggota mengerti dan paham;

e. Memberikan kuis kepada para siswa secara individu;

f. Memberikan poin atau penghargaan kepada siswa dengan poin tertinggi;

(25)

h. Penutup.

Langkah-langkah model pembelajaran STAD dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3

Langkah-langkah Model Pembelajaran STAD

2.5.4 Komponen-komponen model Students Team Achievement Division (STAD)

Menurut Slavin (Purwati, 2010) ada 5 komponen utama dalam STAD yang secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Sintagmatik 1. Persiapan

Pada tahap ini, tugas guru adalah menyampaikan skenario pembelajaran kepada siswa, menyiapkan tugas-tugas siswa dan kuis, serta mendata nama-nama siswa untuk dibentuk kelompok heterogen.

LANGKAH TINGKAH LAKU GURU

Langkah 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.

1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan

mengkomunikasikan kompetensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa.

Langkah 2

Menyajikan informasi.

2. Guru menyajikan informasi kepada siswa.

Langkah 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.

3. Guru menginformasikan pengelompokkan Siswa. Langkah 4

Membimbimg kelompok belajar.

4. Guru memotivasi serta

memfasilitasi kerja siswa dalam kelompok-kelompok belajar. Langkah 5

Evaluasi.

5. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Langkah 6

Memberikan penghargaan.

6. Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok.

(26)

2. Presentasi materi

Penyampaian materi pelajaran matematika hanya bersifat pengantar dan hanya menyampaikan garis besar dari materi yang diberikan. Materi lengkap secara tertulis dibagikan kepada siswa. 3. Pembentukan kelompok

Pada tahap ini guru membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang akan dipelajari siswa. Guru memberi bantuan dengan memperjelas perintah, mengulang konsep dan menjawab pertanyaan.

4. Pemberian Tes/Kuis

Setiap selesai satu kali pertemuan akan diadakan tes/kuis yang harus dikerjakan secara individu dan tidak diperbolehkan saling membantu. Dengan demikian setiap siswa bertanggung jawab untuk mengetahui dan memahami materi yang telah diajarkan. 5. Pemberian Poin

Perkembangan Setelah tes dilaksanakan, selanjutnya guru menghitung nilai kemajuan individu (poin perkembangan). Siswa mempunyai nilai untuk tim mereka berdasarkan pada berpa skor siswa melampaui skor siswa yang lalu. Dari hasil nilai perkembangan, maka penghargaan pada prestasi kelompok diberikan dalam tingkatan penghargaan seperti kelompok baik, hebat dan super.

b. Prinsip Reaksi

Prinsip ini menunjukan atau menggambarkan respon guru terhadap para siswa pada saat penyampaian materi yang diberikan. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD, peran guru adalah sebagai berikut:

a) Membangun ikatan emosional, yaitu dengan menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan dalam kegiatan pembelajaran;

(27)

b) Berperan sebagai pendamping, pembimbing, fasilitator dan motivator, bukan menempatkan diri sebagai sumber pengetahuan utama bagi siswa;

c) Harus mampu menciptakan suasana psikologis yang dapat membangkitkan respon siswa;

d) Menekankan pentingnya bekerjasama secara kooperatif dalam kelompok masing-masing untuk mencapai tujuan pembelajaran, termasuk upaya meningkatkan keterampilan kooperatif siswa;

e) Memberikan bantuan terbatas pada siswa yang membutuhkan bantuan. Bantuan tersebut dapat berupa pertanyan untuk membuka wawasan siswa.

c. Sistem Sosial

Sistem sosial adalah pola hubungan antar sesama manusia, pada model pembelajaran STAD, pola hubungan antara guru dan siswa yaitu terjadi interaksi dua arah, yang artinya interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa yang lain.

Pada model STAD, pembelajaran yang diterapkan lebih terpusat pada siswa (student centered approach) disebabkan karena siswa bukan merupakan objek belajar yang dapat selalu diatur dan dibatasi oleh kemauan guru, melainkan siswa ditempatkan sebagai subjek yang belajar sesuai dengan bakat, minat dan keterampilan yang dimiliki sehingga siswa dapat mengembangkan potensi dirinya.

Hal ini dapat dilihat dari penerapan model STAD, siswa diajarkan untuk belajar bersama dengan cara membentuk kelompok belajar dan siswa dilibatkan untuk menjadi tutor bagi teman/siswa dalam kelompoknya tanpa ada tekanan/perintah yang berlebihan dari guru. Model pembelajaran ini, bertujuan agar dapat terciptanya suasana yang menyenangkan, ketenangan, serta dapat melatih rasa tanggung jawab, persaingan yang sehat dan siswa merasa dilibatkan dalam kegiatan belajar (menjadi siswa yang aktif).

(28)

d. Daya Dukung

Model pembelajaran STAD dalam pelaksanaannya memerlukan sarana, bahan dan alat yang dapat menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan sehingga dapat merubah lingkungan belajar yang semula membosankan menjadi lebih menarik dan dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Tetapi tidak memerlukan fasilitas pendukung khusus seperti peralatan khusus atau ruangan khusus melainkan hanya meja-meja yang akan dipakai saat mengerjakan LKS dan buku penunjang yang relevan.

e. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring 1) Dampak Instruksional (Instruksional Effect)

Dampak pembelajaran yang diperoleh dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, yaitu sebagai berikut:

a. Kemampuan konstruksi pengetahuan

Dalam STAD siswa melakukan aktivitas dalam kelompok-kelompok kecil dan berinteraksi dalam sebuah permainan yang melibatkan siswa. Dengan aktivitas semacam ini dan dilaksanakan secara rutin, kemampuan siswa dalam konstruksi pengetahuan secara mandiri akan meningkat.

b. Penguasaan bahan ajar

Dalam model STAD, informasi (pengetahuan) melalui tugas yang dilakukan oleh kelompok. Pengetahuan yang diperoleh sendiri dapat bertahan lama dalam memori siswa sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.

c. Kemampuan berpikir kritis

Dalam model pembelajaran STAD, siswa dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang merangsang pikiran siswa sehingga kemampuan berpikir kritis siswa dapat berkembang dengan optimal.

(29)

d. Keterampilan kooperatif

Pembelajaran dengan STAD memberikan kesempatan kepada siswa dengan berbagai latar belakang kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda untuk bekerja sama, saling tergantung dan belajar menghargai satu sama lainnya. Kondisi semacam ini memungkinkan berkembangnya keterampilan-keterampilan untuk bekerja sama yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat.

2) Dampak Pengiring (Nurturant Effect)

Dampak pengiring yang diperoleh dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, yaitu sebagai berikut:

a. Minat (interest)

Minat yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan. Adanya turnamen dalam STAD meningkatkan minat belajar siswa untuk mempelajari materi pelajaran.

b. Kemandirian atau otonomi dalam belajar

Dalam pembelajaran yang menggunakan STAD, siswa tidak menerima pengetahuan secara pasif dari gurunya, tetapi siswa berupaya sendiri mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dalam kelompok-kelompok kecil. Kondisi semacam ini akan menumbuhkan kemandirian atau otonomi siswa dalam belajar. c. Nilai (value)

Pada STAD terkandung nilai kejujuran dalam merahasiakan soal masing-masing individu, keterbukaan dalam memberikan penjelasan kepada teman lain dan demokrasinya terlihat ketika berdiskusi untuk menyatukan pendapat yang berbeda.

d. Sikap positif terhadap suatu mata pelajaran tertentu

Adanya suasana persaingan yang kompetitif antar kelompok akan membuat siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, baik dalam mempelajari bahan ajar dan membangun pengetahuan

(30)

sendiri. Kondisi ini akan membuat pembelajaran menjadi menyenangkan. Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, maka akan dapat menumbuhkan sikap positif terhadap suatu mata pelajaran tertentu.

Visualisasi dampak instruksional dan dampak pengiring dipaparkan pada gambar 2.2.

Gambar 2.2

Dampak Pengiring dan Instruksional Model Pembelajaran Students Team Achievement (STAD)

f. Kelebihan dan kekurangan model Students Team Achievement Division ( STAD)

1. Kelebihan model pembelajaran Kooperatif STAD

Menurut Davidson (Nurasma, 2006: 26) kelebihan dari model STAD adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan kecakapan individu; b. Meningkatkan kecakapan kelompok; Keterangan

Dampak Instruksional Dampak Pengiring

Dapat mengidentikasi berbagai sifat-sifat bangun datar Kemampuan menyebutkan sifat-sifat bangun datar Kemampuan membandingkan ciri-ciri dari masing-masing jenis bangun datar. Students Team Achievement Division ( STAD) Kemampuan Mengidentifikasi berbagai bangun datar sederhana menurut sifat atau unsurnya Berfikir kritis Percaya diri Kerja sama Komunikatif Tanggungjawab

(31)

c. Meningkatkan komitmen;

d. Meningkatkan kepercayaan terhadap teman sebaya; e. Tidak bersifat kompetitif;

f. Tidak ada dendam antar siswa.

2. Kekurangan model pembelajaran kooperatif STAD

Slavin (Nurasma, 2006: 2007) berpendapat bahwa terdapat juga kekurangan dari penerapan model STAD yaitu:

a. Kurangnya kontribusi dari siswa yang memiliki kemampuan akademik yang rendah;

b. Adanya dominasi dari siswa dengan nilai akademik tinggi;

g. Prosedur Pelaksanaan pembelajaran Matematika Materi Bangun datar

Matematika Materi Bangun datar Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran STAD adalah serangkaian aktivitas belajar mengajar dengan model pembelajaran STAD yang sudah direncanakan sebelumnya ke dalam bentuk langkah-langkah pembelajaran di kelas. Prosedur yang harus ditempuh dalam pelaksanaan pembelajaran berbagai energi alternatif dan cara penggunaannya dengan model pembelajaran STAD tersaji dalam tabel 2.4.

(32)

Tabel 2.4

Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran Matematika Materi Bangun Datar dengan Model Pembelajaran Students Team Achievement Division

KEGIATAN GURU

SINTAK

PEMBELAJARAN KEGIATAN SISWA

1. Guru menyampaikan skenario pembelajaran 2. Guru menyampaikan

informasi akan ada tugas-tugas yang akan dikerjakan

3. Guru mengidentifikasi kondisi kemampuan akademik siswa untuk persiapan membentuk kelompok heterogen 4. Guru menjelaskan

materi bangun datar secara garis besar. 5. Guru membagikan

materi secara lengkap untuk dibaca oleh siswa.

6. Guru membagi siswa menjadi 5 kelompok heterogen

7. Guru memberikan LKS serta menjelaskan panduan mengerjakan. 8. Guru memberikan skor

kelompok 9. Guru memberi penghargaan kepada kelompok yang mendapat skor tertinggi. a. Tahap persiapan. b. Menyampaikan Informasi (Presentasi Klasikal). c. Tahap Pembentukan Tim atau Pengorganisasian Siswa (Kelompok). d. Tahap mengerjakan LKS . e. Tahap Pemberian Penghargaan Kelompok. 1. Siswa mendengarkan informasi dari guru. 2. Siswa mendengarkan

tugas-tugas apa yang akan diberikan

3. Siswa mendengarkan arahan guru dalam rangka

menyiapkan diri membentuk kelompok heterogen.

4. Siswa menyimak penjelasan guru tentang ringkasan materi bangun datar. 5. Siswa menerima materi

lengkap dan membacanya

6. Siswa berkumpul untuk membentuk kelompok heterogen.

7. Siswa mengerjakan LKS 8. Siswa memperhatikan

informasi guru tentang skor yang diperoleh dari

kelompok masing-masing. 9. Kelompok siswa dengan

skor tertinggi menerima penghargaan.

Prosedur pelaksanaan pembelajaran matematika materi bangun datar menggunakan model pembelajaran STAD seperti halnya rancangan model pembelajaran TGT, barulah merupakan rancangan ini, akan berhasil jika dilaksanakan secara konsisten dalam pembelajaran di kelas.

(33)

Mekanisme yang dapat digunakan untuk memastikan bahwa dalam pembelajaran prosedur tersebut benar-benar dilakukan adalah dengan pengamatan terhadap aktivitas atau kegiatan guru dan siswa. Hal-hal yang perlu diamati adalah: a) Pada tahap Persiapan: 1) guru menyampaikan skenario pembelajaran, siswa mendengarkan informasi dari guru, 2) guru menyampaikan informasi akan ada tugas-tugas yang akan dikerjakan, siswa mendengarkan tugas-tugas apa yang akan diberikan, 3) guru mengidentifikasi kondisi kemampuan akademik siswa untuk persiapan membentuk kelompok heterogen, siswa mendengarkan arahan guru dalam rangka menyiapkan diri membentuk kelompok heterogen; b) Pada tahap menyampaikan informasi hal-hal yang harus diamati adalah: 1) guru menjelaskan materi bangun datar secara garis besar, siswa menyimak penjelasan guru tentang bangun datar, 2) guru memberikan materi lengkap untuk dibaca siswa, siswa menerima materi dan membacanya; c) Pada tahap Pembentukan Tim, hal yang harus diamati adalah guru membagi siswa menjadi 5 kelompok heterogen, siswa berkumpul untuk membentuk kelompok heterogen; d) Pada tahap mengerjakan LKS, hal yang harus diamati adalah guru memberikan LKS serta menjelaskan panduan mengerjakan, siswa mengerjakan LKS sesuai panduan; e) Pada tahap Pemberian Penghargaan Kelompok: 1) guru memberikan skor kelompok, siswa memperhatikan informasi guru tentang skor yang diperoleh dari kelompok masing-masing, 2) guru memberi penghargaan kepada kelompok yang mendapat skor tertinggi, siswa dengan skor tertinggi menerima penghargaan.

2.6 Hasil Belajar

2.6.1 Pengertian Hasil Belajar

Nana Sudjana (2005: 3) hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotoris. Oleh sebab itu dalam penilaian hasil belajar, peranan instruksional yang

(34)

berisi rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan dikuasai siswa menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penilaian. hasil belajar merupakan pengalaman-pengalaman belajar yang diperoleh siswa dalam bentuk kemampuan- kemampuan tertentu.

Horward Kingsley (Nana Sudjana, 2005: 22) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum.Dalam kesimpulan yang dikemukakan Abdillah (2002) dalam (Aunurrahman, 2011: 35), belajar adalah usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek asek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu.

Menurut Bloom, dkk (Aunurrahman 2011: 49) ada 6 tingkatan intelegensi dalam ranah kognitif yaitu:

1. Pengetahuan, mengacu pada kemampuan untuk mengenal atau mengingat materi yang dipelajari dari yang hal yang paling sederhana sampai pada teori-teori yang tersulit;

2. Pemahaman, mengacu pada pemahaman intisari/makna materi; 3. Penerapan, mengacu pada kemampuan menggunakan atau

menerapkan materi yang sudah dipelajari dengan berdasar pada aturan/kaidah/prinsip yang sesuai dengan materi;

4. Analisis, mengacu pada kemampuan menguraikan materi ke dalam komponen-komponennya;

5. Sintesis, mengacu pada kemampuan memadukan konsep hingga membentuk suatu struktur atau bentuk baru;

6. Evaluasi, mengacu pada kemampuan memberikan pendapat atau pertimbangan terhadap materi untuk tujuan tertentu.

(35)

2.6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar seseorang. Menurut Slameto (2003: 54), faktor yang mempengaruhi hasil belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja. Adapun kedua faktor tersebut meliputi:

1. Faktor yang ada pada diri individu yang sedang belajar disebut faktor intern yang meliputi:

a. Faktor jasmaniah, meliputi kesehatan, cacat tubuh; b. Faktor psikologis, meliputi intelegensi, perhatian, minat,

bakat, motif, kematangan, kesiapan;

c. Faktor kelelahan baik itu kelelahan jasmani maupun rohani.

2. Faktor yang ada pada luar individu yang disebut faktor ekstern, yang meliputi:

a. Faktor keluarga, meliputi cara mendidik, suasana, hubungan dengan anggota keluarga, ekonomi, latar belakang budaya;

b. Faktor sekolah, meliputi metode belajar yang digunakan, kurikulum, interaksi atara guru dan hubungan siswa dengan siswa lain, tingkat kedisiplinan sekolah, media pembelajaran, waktu, standar pelajaran, suasana kelas maupun sekolah, tugas;

c. Faktor masyarakat, meliputi interaksi sosial, informasi, pergaulan, budaya yang ada di masyarakat.

Dari beberapa faktor-faktor tersebut, salah satunya yang berpengaruh adalah dari faktor sekolah yaitu metode/cara mengajar guru. Faktor tersebut dianggap penting karena faktor tersebut berpengaruh pada tingkat pemahaman materi dan dalam pemerolehan hasil atau prestasi belajar siswa. Selain itu lingkungan belajar yang paling dominan dalam mempengaruhi hasil belajar adalah kualitas pengajaran, hal ini akan mempengaruhi efektif atau tidaknya proses belajar-mengajar.

(36)

2.6.3 Pengukuran Hasil Belajar

Nana Sudjana (2005: 2) menjelaskan tentang kegiatan penilaian yakni cara yang digunakan oleh guru untuk mengetahui sejauh mana tujuan-tujuan instruksional telah dicapai atau dikuasai oleh siswa setelah mereka menempuh pengalaman belajarnya (proses belajar-mengajar) dalam bentuk hasil belajar. Kegiatan penilaian hasil belajar sama artinya dengan mengukur tingkat pemahaman materi yang diberikan untuk menentukan tercapai atau tidak tujuan dalam proses pembelajaran. Karena dalam kegiatan pengukuran hasil belajar siswa, guru menggunakan perbandingan antara tingkat kemampuan akademik siswa dengan hasil belajarnya. Ditinjau dari segi proses pengukurannya, kemampuan siswa dapat dinyatakan dengan angka.

Dengan demikian, hasil belajar siswa dapat diperoleh guru dengan terlebih dahulu memberikan seperangkat tes kepada siswa untuk menjawabnya. Hasil tes belajar siswa tersebut akan memberikan gambaran tentang kemampuan dan pemahaman materi siswa pada suatu materi pelajaran tertentu yang kemudian dikonversi dalam bentuk angka-angka.

Berdasarkan kajian tersebut, maka penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap kemampuan belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu yang merupakan perubahan dari ranah kognitif, afektif, psikomotorik serta digunakan untuk melakukan evaluasi berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran (Hamdani 2010: 307).

Dalam penelitian ini batasan hasil belajar yang digunakan adalah hasil belajar pada ranah kognitif. Cakupan ranah kognitif ini antara lain tentang pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisa, sintesis, dan evaluasi.

2.7 Penelitian Yang Relevan

Abdus Salam, Anwar Hossain, dan Shahidur Rahman (2015) dalam jurnal yang berjudul “Effects Of Using Teams Games Tournaments (TGT) Cooperative Technique For Learning Mathematics In Secondary Schools

(37)

Of Bangladesh”, membuktikan bahwa model pembelajaran tipe TGT lebih baik daripada model pembelajaran konvensional ini didasarkan pada nilai rerata posttest TGT 24,56 sedangkan model pembelajaran konvensional atau ceramah hanya 9,65.

Andani Putri Pambudi dan Siswandari (2014) dalam jurnal pendidikan yang berjudul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) Dan TGT (Team Games Tournament) Terhadap Hasil Belajar Akuntansi Ditinjau Dari Minat Belajar Siswa (Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas XI IPS SMA XXX Tahun 2014)”, membuktikan dalam penelitiannya bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif model pembelajaran tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar akuntansi dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT menciptakan pembelajaran yang mempunyai karakteristik aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan dengan adanya permainan atau turnamen yang dapat memacu semangat kompetisi para siswa, sedangkan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD juga menciptakan pembelajaran yang aktif, namun siswa cenderung kurang tertarik dengan kuis individual yang menuntut para siswa mengerjakan soal tanpa bantuan teman satu kelompok.

Muhammad Mahmud Afandi (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Berbantu Domino Matematika (Domat) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VI SD N Gugus Dahlia Desa Dadapayam Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2012/2015”. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar siswa, sehingga pembelajaran TGT berbantu Domino Matematika (DOMAT) berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika pada materi operasi hitung campuran, FPB, dan KPK siswa kelas VI SD Negeri Gugus Dahlia desa Dadapayam semester ganjil tahun pelajaran 2012/2015. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata hasil belajar matematika siswa kelas eksperimen 66,94, sedangkan rata-rata hasil

(38)

belajar siswa kelas kontrol 62,59 dengan nilai signifikasi 0,023<0,05. Rata-rata hasil belajar matematika siswa kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol.

Mei Utami (2013) dalam skripsinya yang berjudul “Penggunaan Model Pembelajaran TGT Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pada Siswa Kelas V SD Negeri Weton Kulon Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran TGT dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional dengan perhitung t hit = 10,374 > ttab = 2,003. Rata-rata skor hasil belajar IPA kelompok yang dibelajarkan dengan model pembelajaran TGT menunjukkan hasil lebih tinggi dari pada model pembelajaran konvensional. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif model pembelajaran TGT terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas V.

Putu Enny R., I Made Candiasa dan I Made Kirna (2013) dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif TGT Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Darimotivasi Berprestasi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Semarapura Tahun Pelajaran 2012/2013”, menyatakan model pembelajaran tipe TGT memiliki pengaruh yang cukup baik dalam meningkatkan prestasi belajar matematika tiap-tiap siswa atau peserta didik. Penelitian tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh N.D. Muldayanti (2013) yang membuktikan bahwa model pembelajaran TGT lebih efektif daripada model pembelajatran tipe STAD, hal tersebut berdasarkan pada tingkat keaktifan, berfikir secara bebas dan terbuka, bekerja atas prakarsa sendiri pada tiap-tiap individu, sedangkan pada model pembelajaran tipe STAD hanya murid yang berkemampuan lebih tinggi yang lebih aktif.

Dian Eki Purwanti (2013) dalam jurnalnya yang berjudul “The Comparasion Between STAD And TGT On Students Achievement And Motivation: Senior High School” juga membuktikan model pembelajaran

(39)

tipe STAD lebih baik dibandingkan model pembelajaran tipe TGT, yang didasarkan pada nilai rerata posttest STAD lebih tinggi yaitu 68,0506 sedangkan TGT hanya 58,2200.

Tugiyo (2013) dalam skripsinya yang berjudul ”Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Kelas 4 SD Negeri Wonomerto 03 Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Semester I Tahun Pelajaran 2013/2014”. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan yang dirumuskan adalah bahwa penggunaan model pembelajaran tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas IV SD Negeri Wonomerto 03 Kecamatan Bandar Kabupaten Batang semester I tahun pelajaran 2013/2014, hal ini dibuktikan oleh kenaikan hasil belajar matematika yang terdiri dari kenaikan presentase ketuntasan belajar matematika dari pra siklus 25%, siklus I naik menjadi 60%, dan siklus II naik menjadi 90%. Kenaikan skor minimal pra siklus sebesar 30, pada siklus I naik menjadi 40 dan pada siklus II naik menjadi 60. Peningkatan skor maksimal pra siklus sebesar 72, pada siklus I naik menjadi 80 dan pada siklus II naik menjadi 100. Peningkatan skor rata-rata yakni pada kondisi pra siklus sebesar 32,30; siklus I naik menjadi 71.00 pada siklus II naik lagi menjadi 75.00. Hasil belajar matematika yang dicapai siswa telah melebihi indikator yang ditetapkan yaitu ≥80% dari seluruh siswa yang secara klasikal telah tuntas dengan KKM ≥65.

Sumiyati (2012) dalam skripsinya yang berjudul ”Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Tentang Menjumlahkan Dan Mengurangkan Berbagai Bentuk Pecahan Melalui Model Pembelajaran Koopertif Tipe STAD (Student Team Achievement Division) Pada Siswa Kelas V SDN Timbang 01 Kecamatan Banyuputih Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2011/2012”. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan meggunakan model pembelajaran koopertif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dapat meningkatkan hasil belajar matematika

(40)

tentang menjumlahkan da mengurangkan berbagai bentuk pecahan pada siswa kelas V SDN Timbang 01 Kecamatan Banyuputih Kabupaten Batang tahun pelajaran 2011/2014. Pada siklus I keberhasilan pembelajran matematika dari jumlah siswa 17 anak yang tuntas adlah 64,71% yang belum tuntas adalah 11,76%.

Annisa Ayurani (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Efektivitas Pembelajaran Cooperative Tipe STAD (Student Teams Achivement Divisions) Terhadap Hasil Belajar Matematika Materi Bangun Ruang Siswa Kelas IV A MI Sultan Agung”. Berdasarkan analisis data dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut 1) Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dapat diterapkan dalam mata pelajaran matematika materi bangun ruang ada kelas IV A MI Sultan Agung Sleman. Ini dibuktikan pada setiap pertemuan para siswa antusiasmen gikuti pelajaran dan dapat mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dengan nilai diatas KKM sehingga dapat meningkatkan hasil prestasi belajar mereka; 2) Peningkatan prestasi hasil belajar Matematika materi bangun ruang pada siswa di kelas IV-A MI Sultan Agung Sleman setelah menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dari Siklus I dan Siklus mengalami peningkatan. Dimana pada Siklus I banyak siswa yang mendapat nilai diatas 6 sebanyak 61,11% dan pada siklus II banyak siswa yang mendapat nilai diatas kriteria ketuntasan minimal sebanyak 72,22%. Ini membuktikan bahwa setelah menggunakan metode STAD prestasi hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif digunakan untuk meningkatkan hasil belajar Matematika siswa di kelas IV-A MI Sultan Agung Sleman. Ini dikarenakan pada tahap siklus I metode ini cukup efektif digunakan pada pembelajaran matematika bangun ruang dan pada siklus II metode ini efektif digunakan karena pada siklus II siswa yang mendapatkan nilai diatas KKM lebih banyak dari saat siklus I.

Hariyuwati (2012) dalam skripsinya yang berjudul ”Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran STAD, Siswa Kelas

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Penyebab terjadinya knocked down flange adalah pekerja kurang teliti, pekerja kurang memahami SOP produksi, kesalahan setting up mesin, mesin seamer tidak stabil, komponen

Dalam penulisan ini telah didapatkan data dari hasil ATP di Sekolah Dasar wilayah Kebumen yang mengacu pada aspek-aspek salah satunya adalah kematangan berfikir

Dalam hal Saya tidak menyediakan informasi dan dokumen-dokumen sebagaimana yang dipersyaratkan oleh Prudential dalam jangka waktu tertentu atau jika salah satu dari informasi atau

Berdasarkan wawancara dengan guru serta anak TK dan SD (kelas 1) di Surabaya, permasalahan yang terjadi adalah sejak dini tidak dibiasakan untuk dekat dengan dunia olahraga

Bila dilihat dari sejarahnya, bahkan sebelum adanya UU No.6 Tahun 2014 ini Desa Karang Bajo telah memiliki sistem informasi untuk desa dalam bentuk radio

He knew a bit about sentient weapons, artifacts of great power and great ego, and he understood that Entreri, after decades of enslavement, could not begin to control Charon’s

Plagiat.. Salah satu bisnis atau usaha yang juga merasakan ketatnya persaingan saat ini adalah bisnis layanan jasa transportasi seperti ojek online yaitu Go- jek. Persaingan