• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL KARKAS TERNAK DOMBA DAN KAMBING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL KARKAS TERNAK DOMBA DAN KAMBING"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL KARKAS TERNAK DOMBA DAN KAMBING

(Profile of Sheep and Goat Carcass)

ROSWITA SUNARLIM danSRI USMIATI

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Jl. Tentara Pelajar No. 12 Cimanggu, Bogor 16114

ABSTRACT

Small ruminant (sheep and goat) is kind of commodity which is prospective as meat supplier in Indonesia. Although sheep and goat is the same small ruminant, both of them have difference in some aspects. Its distinctive is domination on kind of feed, behavior on grazing and socialization pattern. These factors can affect to meat profile. Aim of research was to get profile of sheep and goat carcass. Research was designed by Block Randomized Completely Design (BRCD) factorial pattern 2x2 with three replications. Treatments of research were: (i) sex of animal (A1 = female and A2 = male), and (ii) kin of ruminant (B1 = goat and B2 = sheep). Animal of research was male and female local sheep and goat age > 2 years old. Parameters measured were weighing of live weight, carcass, meat (loin, rump, meat mix), fat, and bone (gram); carcass percentage (%); redness degree (a), cooking losses (%) and tenderness level. Results of research showed that kind of small ruminant implied to live weight, carcass, rump, meat mix, bone, and redness degree, while sex factor effected to carcass and bone weight, carcass percentage and tenderness degree. For all result, sheep has carcass profile better than goat carcass based on high on value of carcass weight (12.12 kg), rump (1892.5 gram), and mix meat (1162,83 gram) and low on bone weight (1443.30 gram) and same on weight of meat, loin, fat, tenderness and cooking losses with goat carcass.

Key Words: Profile, Meat, Sheep, Goat, Age

ABSTRAK

Ruminansia kecil (domba dan kambing) merupakan jenis komoditas yang prospektif sebagai pemasok daging di Indonesia. Walaupun domba dan kambing termasuk dalam golongan ternak ruminansia kecil, kedua jenis ternak tersebut memiliki perbedaan dalam beberapa hal. Perbedaan tersebut diperkirakan dapat mempengaruhi profil daging yang dihasilkan. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan profil karkas domba dan kambing. Penelitian dilakukan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 2 x 2 dengan tiga ulangan. Faktor perlakuan adalah: (i) jenis kelamin ternak (A1 = betina dan A2 = jantan); dan (ii) jenis ternak ruminansia kecil (B1 = kambing dan B2 = domba). Ternak percobaan merupakan domba dan kambing lokal jantan dan betina umur > 2 tahun. Parameter pengukuran meliputi penimbangan terhadap bobot hidup, karkas, daging (lulur, paha dan tetelan), lemak, dan tulang (gram); persentase karkas (%); derajat kemerahan (a); susut masak (%) dan tingkat keempukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis ternak berpengaruh terhadap bobot hidup, bobot karkas, bobot daging paha, bobot daging tetelan, bobot tulang, dan derajat kemerahan, sedangkan jenis kelamin mempengaruhi bobot karkas, persentase karkas, bobot tulang dan keempukan daging. Kedua faktor tidak menunjukkan hubungan interaksi. Secara keseluruhan domba memiliki profil karkas yang lebih baik dibandingkan karkas kambing berdasarkan tingginya bobot karkas (12,12 kg), bobot daging paha (1892,50 gram), dan bobot daging tetelan (1162,83 gram) serta rendahnya bobot tulang (1443,30 gram) dengan nilai bobot daging total, daging lulur, perlemakan, keempukan dan susut masak yang relatif sama dengan daging kambing.

Kata Kunci: Profil, Daging, Domba, Kambing, Umur

PENDAHULUAN

Kebutuhan daging untuk konsumsi di Indonesia semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan kesadaran

masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi makanan bergizi. Sebagai jenis ternak yang prospektif memasok daging di Indonesia, domba dan kambing memiliki perbedaan dalam beberapa hal antara lain dominasi jenis

(2)

pakan yang dikonsumsi, perilaku merumput dan pola sosialisasi. Faktor-faktor tersebut diperkirakan dapat mempengaruhi profil daging yang dihasilkan. Secara umum domba dan kambing memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap agroekosistem yang ada dan mampu mengkonversi pakan yang berkualitas rendah menjadi daging yang bergizi tinggi. Ternak kambing biasanya dipelihara dengan cara dilepas, sedangkan domba lebih banyak dipelihara dalam kandang dan digembalakan. Dalam pola sosialisasinya, kambing dikenal sebagai ternak yang soliter dibandingkan domba yang hidup dalam kelompok-kelompok. Kambing biasanya diberikan makanan dari hijauan apa saja yang tersedia terutama hijauan pada lahan-lahan marjinal yang memilki serat kasar tinggi, rendah protein, energi dan mineral (BATUBARA et al., 2004). Ternak kambing dianggap relatif ekonomis karena kemampuannya dalam memanfaatkan pakan berserat tinggi dibandingkan dengan ternak domba (KUSWANDI dan THALIB, 2005).

Umumnya daging kambing dan domba dikonsumsi dalam bentuk olahan seperti sate, sop, soto, gulai, tongseng dan sebagainya yang dijajakan di pinggir jalan, rumah makan dan hotel berbintang (SUNARLIM et al., 2004). Umumnya penjualan daging domba dan kambing didasarkan kepada berat karkas (daging dan tulang) dan belum didasarkan kepada klasifikasi bagian-bagiam potongan komersial seperti di negara-negara maju. Hasil utama yang diharapkan dari pemotongan ternak adalah daging yang merupakan bagian dari karkas sebagai tolok ukur produktivitas ternak potong. Seekor ternak potong dianggap mempunyai nilai ekonomis tinggi bila produksi karkas yang dihasilkan juga tinggi. Menurut BERG dan BUTTERFIELD (1976), beberapa faktor yang mempengaruhi produksi karkas seekor ternak antara lain adalah bangsa, jenis kelamin, umur dan bobot potong disamping faktor nutrisi. Bangsa yang memiliki bobot potong besar menghasilkan karkas yang besar. SOEPARNO (1994) menyatakan bahwa bobot potong yang semakin meningkat menghasilkan karkas yang semakin meningkat pula sehingga diharapkan bagian daging menjadi lebih besar. RACHMADI (dalam HASNUDI 2005) menyatakan bahwa semakin tinggi bobot potong menyebabkan bobot karkas segar dan

persentase karkas semakin tinggi. Dalam kaitannya dengan faktor umur, bertambahnya umur ternak yang sejalan dengan pertambahan bobot hidup maka bobot karkas akan bertambah (SPEEDY, 1980). Pada bobot tubuh dan karkas yang sama ternak jantan (domba) mengandung lebih banyak daging dan tulang serta lebih sedikit lemak dibandingkan ternak berjenis kelamin betina (COLOMER-ROCKER et

al., 1992). Hal ini disebabkan oleh perbedaan

laju pertumbuhan pada umur yang sama antara ternak jantan dan ternak betina (SOEPARNO, 1994).

Menurut BERG dan BUTTERFIELD (1976), bobot karkas merupakan pengurangan bobot hidup oleh komponen saluran pencernaan, darah, kepala, kulit dan keempat kaki mulai dari persendian carpus atau tarsus ke bawah. JUDGE et al., (dalam HASNUDI 2005), persentase karkas merupakan perbandingan antara bobot karkas dengan bobot hidup saat dipotong (dikurangi isi saluran pencernaan dan urine) dikali dengan 100%. Komponen utama karkas terdiri atas jaringan otot (daging), tulang dan lemak yang imbangan ketiga komponen tersebut menentukan kualitas karkas. HASNUDI (2005), proporsi komponen karkas dan potongan karkas yang dikehendaki oleh konsumen adalah karkas atau potongan karkas yang terdiri atas proporsi daging tanpa lemak (lean) yang tinggi, tulang yang rendah dan lemak yang optimal. Komposisi karkas akan berubah dengan bertambahnya bobot karkas. Peningkatan bobot karkas akan diikuti oleh pertambahan persentase lemak dan penurunan persentase daging serta tulang (FORREST et al., 1975).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil karkas domba dan kambing.

MATERI DAN METODE Bahan dan alat

Ternak percobaan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 12 ekor yaitu tiga ekor domba lokal jantan, tiga ekor domba lokal betina, tiga ekor kambing lokal jantan dan tiga ekor kambing lokal betina masing-masing berumur lebih dari dua tahun. Ternak diperoleh dari peternak di Ciawi Bogor.

(3)

Alat-alat yang digunakan adalah timbangan,

Warner Bratzler Shear, dan alat-alat

penyembelihan dan pemotongan karkas.

Metode

Seluruh ternak percobaan dipuasakan selama 17 jam, setelah itu ditimbang untuk mendapatkan bobot hidup (bobot potong). Selanjutnya ternak disembelih dan dikuliti serta diambil komponen saluran pencernaan (visceral), darah, kepala, kulit dan keempat kaki mulai dari persendian carpus atau tarsus ke bawah kemudian ditimbang untuk mendapat bobot karkas. Tahap berikutnya karkas dipotong-potong dibagi menjadi komponen karkas berupa daging lulur (longissimus dorsi), daging paha, daging tetelan, lemak, dan tulang. Seluruh komponen karkas masing-masing ditimbang. Daging yang dihasilkan kemudian diukur pada derajat kemerahan (a), tenderness/ keempukan dan penghitungan cooking

loss/susut masak (%).

Rancangan percobaan dan parameter pengukuran

Penelitian dilakukan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 2 x 2 dengan tiga kelompok ternak. Faktor perlakuan meliputi: (i) jenis kelamin ternak (A1 = betina dan A2 = jantan); dan (ii) jenis ternak ruminansia kecil (B1 = kambing dan B2 = domba). Parameter pengukuran meliputi bobot hidup, bobot karkas, bobot daging (daging lulur, paha dan tetelan), lemak, dan tulang (gram); persentase karkas (%);

derajat kemerahan (a); susut masak (%) dan tingkat keempukan (tenderness).

HASIL DAN PEMBAHASAN Profil fisik karkas

Pengamatan terhadap profil fisik karkas meliputi bobot hidup, karkas dan persentasenya, daging total, daging lulur, daging paha, daging tetelan, lemak dan tulang.

Bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas

Hasil penimbangan terhadap bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas disajikan pada Tabel 1.

Berdasarkan hasil sidik ragam, faktor jenis ternak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot hidup, sedangkan faktor jenis kelamin tidak berpengaruh, dan kedua faktor tidak saling berinteraksi. Domba memiliki bobot hidup lebih berat (25,47 kg) dibandingkan bobot hidup kambing (24,25 kg). Menurut BERG dan BUTTERFIELD (1976), bobot potong atau bobot hidup seekor ternak antara lain tergantung kepada faktor bangsa ternak disamping faktor pakan yang diberikan.

Hasil analisis ragam juga menunjukkan bahwa jenis kelamin dan jenis ternak berpengaruh terhadap bobot karkas masing-masing pada tingkat kepercayaan 5% dan 1%, namun kedua faktor tidak menunjukkan interaksi. Ternak jantan memiliki bobot karkas lebih tinggi (11,78 kg) dibandingkan bobot karkas ternak betina (10,73 kg), sedangkan bobot karkas domba lebih berat (12,12 kg)

Tabel 1. Bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas domba dan kambing

Jenis ternak Jenis kelamin ternak Bobot potong (kg) Bobot karkas (kg) Persentase karkas (%)

Domba Jantan 25,80a 12,53a 44,18a Betina 25,13a 11,70b 43,01b Rata-rata 25,47A 12,12A 43,60A Kambing Jantan 24,23a 11,03a 42,48a Betina 24,27a 9,77b 39,39b Rata-rata 24,25B 10,4B 40,94B

Huruf kapital superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P < 0,01) dan huruf kecil superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0,05)

(4)

dibandingkan bobot karkas kambing (10,40 kg). Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi karkas seekor ternak antara lain adalah bangsa dan jenis kelamin (BERG dan BUTTERFIELD, 1976). Bangsa ternak yang memiliki bobot potong besar akan menghasilkan karkas yang besar pula. Menurut SOEPARNO (1994), jenis kelamin menyebabkan perbedaan laju pertumbuhan. Pada umur yang sama ternak jantan biasanya tumbuh lebih cepat dibandingkan ternak betina. Hal ini menyebabkan bobot hidup ternak jantan lebih berat dibandingkan bobot hidup ternak betina (HAMMOND et al., 1984). Bertambahnya bobot hidup mengakibatkan bertambahnya bobot karkas (SPEEDY, 1980).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis kelamin ternak berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap persentase karkas, demikian pula jenis ternak berpengaruh sangat nyata (P < 0,01), kedua faktor tidak saling berinteraksi. Persentase karkas ternak jantan lebih besar (43,33%) dibandingkan persentase karkas ternak betina (41,20%), dan persentase karkas domba lebih besar (43,60%) dibandingkan kambing (40,93%). Terdapat hubungan yang erat antara bobot potong, bobot dan persentase karkas. Semakin tinggi bobot potong maka semakin tinggi bobot dan persentase karkasnya (RACHMADI dalam HASNUDI, 2005). Hasil penghitungan persentase karkas sejalan dengan hasil pengukuran terhadap pengukuran bobot potong (bobot hidup) dan bobot karkas karena persentase karkas merupakan perbandingan antara bobot karkas dengan bobot hidup saat dipotong (dikurangi isi saluran pencernaan dan urine) dikali dengan 100% (JUDGE et al. dalam HASNUDI, 2005).

Bobot daging, lemak dan tulang

Hasil penelitian terhadap bobot daging total, bobot lemak dan bobot tulang dari setengah karkas kiri domba dan kambing dapat dilihat pada Tabel 2.

Berdasarkan data pada Tabel 1 dan 2 bila dijumlahkan komponen daging, lemak dan tulang dari setengah karkas kiri ternak domba maupun kambing (Tabel 2) dan dibandingkan dengan bobot karkasnya (Tabel 1) tampak bahwa jika hasil penjumlahan komponen karkas dikalikan dua maka jumlahnya yang tidak sesuai. Contoh jumlah komponen daging, lemak dan tulang setengah karkas kiri domba jantan misalnya 5605,93 gram sedangkan bobot setengah karkas adalah 12,53 kg atau 12.530 gram, sedangkan dua kali dari jumlah 5605,93 adalah 11.211,86 gram (11,21 kg) sehingga memiliki selisih 1318,14 gram (1,32 kg). Hal ini disebabkan oleh karena bobot karkas antara karkas kiri dan kanan kemungkinan tidak sama. Faktor lain adalah alat ukur (timbangan) kemungkinan berbeda. Penimbangan bobot karkas menggunakan timbangan kasar Salter kapasitas 50 kg sedangkan penimbangan komponen karkas menggunakan timbangan kapasitas 5 kg.

Menurut BERG et al. dalam HASNUDI (2005), komponen utama karkas terdiri atas jaringan otot (daging), tulang dan lemak. Walaupun bobot karkas domba lebih berat dibandingkan bobot karkas kambing kemungkinan memiliki perbedaan proporsi/ perbandingan antara ketiga komponen karkas tersebut yaitu komponen tulang pada karkas domba lebih mendominasi komponen dagingnya. Sehingga pada bobot karkas yang

Tabel 2. Bobot daging total, bobot lemak dan bobot tulang setengah karkas kiri domba dan kambing Bobot

Jenis ternak Jenis kelamin ternak

Daging (g) Lemak (g) Tulang (g)

Domba Jantan 3571,93a 544,33a 1489,67a Betina 2852,68a 644,17a 1397,00b Rata-rata 3212,31A 594,25A 1443,34A Kambing Jantan 2917,50a 893,57a 1820,00a Betina 2590,03a 598,33a 1512,00b Rata-rata 2753,77A 745,95A 1666,00B

Huruf kapital superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P < 0,01) dan huruf kecil superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0,05)

(5)

lebih berat, komponen daging karkas domba relatif sama dengan komponen daging yang dihasilkan kambing yang bobot karkasnya lebih rendah. Menurut WHYTES dan RAMSAY dalam PRATIWI (1997), distribusi bobot daging tidak banyak bervariasi antara bangsa ternak pada jenis kelamin yang sama.

Penggunaan ternak jantan dan betina baik domba maupun kambing dalam penelitian ini kemungkinan memiliki umur yang relatif sama sehingga kemungkinan laju pertumbuhan komponen daging dan lemak ada pada tingkat yang sama oleh karena itu bobot daging dan bobot lemak tidak berbeda. Selain itu tampaknya penggunaan bangsa domba dan kambing juga tidak cukup dapat membedakan bobot daging dan bobot lemak yang dihasilkan karena kedua bangsa ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah domba dan kambing lokal yang bobot potong dan bobot karkasnya relatif kecil. Menurut SUGENG (1991), ternak domba lokal Indonesia memiliki ciri berbadan kecil serta hasil karkasnya rendah (SUGENG, 1991). Oleh karena itu komponen karkas berupa daging dan lemak juga sangat sedikit.

Berdasarkan uji statistik terhadap bobot tulang, jenis ternak dan jenis kelamin ternak berpengaruh nyata (P<0,05), namun keduanya tidak saling berinteraksi. Bobot tulang kambing lebih berat (1666,0 g) dibandingkan bobot tulang domba (1443,3 g), sedangkan bobot tulang ternak jantan lebih berat (1654,8 g) dibandingkan bobot tulang ternak betina (1454,5 g). Hasil penelitian OWEN et al., (1978) terhadap komponen karkas pada domba dan kambing juga menunjukkan bahwa

persentase tulang pada kambing lebih tinggi dibandingkan tulang domba. Hasil yang sama dilaporkan oleh SUNARLIM dan SETIYANTO (2005) pada kambing kacang dan domba lokal jantan. Setiap bangsa ternak akan menghasilkan karkas dengan karakteristiknya masing-masing (FORREST et al., 1975), demikian pula proporsi komponen karkasnya. Bila proporsi salah satu komponen karkas lebih tinggi maka proporsi salah satu atau kedua komponen lainnya lebih rendah dan sebaliknya (SOEPARNO, 1992). Perbedaan bobot tulang tersebut disebabkan oleh pengaruh bangsa ternak terhadap laju pertumbuhan masing-masing komponen karkas termasuk tulang (SOEPARNO, 1992).

Perbedaan bobot tulang pada ternak jantan lebih berat dibandingkan bobot tulang ternak betina kemungkinan disebabkan karena bobot hidup ternak jantan yang lebih berat dibandingkan bobot hidup ternak betina. Pada umur yang sama, ternak jantan memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat yang dapat mempengaruhi bobot karkas dan proporsi masing-masing komponen karkas. Selain itu kemungkinan juga berhubungan dengan perbedaan faktor genetik antara ternak jantan dan betina yang menentukan proporsi masing-masing komponen karkas.

Bobot daging lulur, daging paha dan daging tetelan

Hasil penelitian terhadap bobot daging, bobot daging lulur, bobot daging paha dan bobot daging tetelan domba dan kambing ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Bobot daging, bobot daging lulur, bobot daging paha dan bobot daging tetelan domba dan kambing Bobot

Jenis ternak Jenis kelamin ternak

Daging lulur (g) Daging paha (g) Daging tetelan (g)

Domba Jantan 335,93a 1955,00a 1281,00a Betina 378,80a 1830,00a 1044,67a Rata-rata 357,37A 1892,50A 1162,84A Kambing Jantan 327,20a 1696,73a 893,57a Betina 294,37a 1599,00a 696,67a Rata-rata 310,79A 1647,87B 795,12B

Huruf kapital superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P < 0,01) dan huruf kecil superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0,05)

(6)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis ternak dan jenis kelamin ternak tidak berpengaruh terhadap bobot daging lulur. Demikian pula kedua faktor tersebut tidak saling berinteraksi. Rataan bobot daging lulur domba sebesar 357,37 g dan bobot daging lulur kambing sebesar 310,79 g, sedangkan bobot daging lulur ternak betina sebesar 336,59 g dan ternak jantan 331,57 g. Hasil yang tidak berbeda ini kemungkinan karena disebabkan oleh antara lain faktor genetik dan nutrisi. Penggunaan bangsa ternak dalam penelitian ini adalah domba dan kambing lokal yang memiliki tubuh kecil sehingga daging lulur yang dihasilkan tidak cukup banyak untuk dapat membedakan hasil. Selain itu, kemungkinan pakan yang diberikan tidak banyak digunakan oleh ternak untuk pembentukan daging lulur. Daging lulur adalah komponen karkas yang memiliki harga yang cukup tinggi karena merupakan daging yang paling empuk. Keempukan ini disebabkan antara lain oleh faktor aktivitas masing-masing bagian karkas. Daging lulur berasal dari bagian karkas yang relatif tidak banyak digunakan untuk bergerak. Selain itu bagian karkas ini memiliki tingkat marbling yang paling baik dibandingkan karkas bagian lainnya.

Berdasarkan hasil analisis ragam, jenis ternak berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap bobot daging paha, sedangkan faktor jenis kelamin tidak berpengaruh, demikian pula antara kedua perlakuan tidak terdapat hubungan interaksi. Bobot daging paha domba lebih berat (1892,50 g) dibandingkan bobot daging paha kambing (1647,87 g). Menurut NGADIYONO dalam HASNUDI (2005) dalam penelitian potongan komersial sapi menunjukkan bahwa perbedaan bobot potongan komersial disebabkan oleh adanya perbedaan bobot potong sehingga berakibat terhadap perbedaan bobot karkas termasuk di dalamnya bobot tiap komponen karkas. Tampaknya bobot daging paha domba yang lebih berat dibandingkan kambing karena bobot potong dan bobot karkas domba lebih berat dibandingkan bobot potong dan bobot karkas kambing. Selain itu perbedaan ini disebabkan karena persentase tulang kambing lebih tinggi disamping itu laju pertumbuhan masing-masing komponen karkas yang berbeda dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

bangsa ternak (SOEPARNO, 1992), umur dan nutrisi (GAILI et al., 1972).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis ternak berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap bobot daging tetelan, sedangkan faktor jenis kelamin tidak berpengaruh, demikian pula antara kedua perlakuan tidak terdapat hubungan interaksi. Bobot daging tetelan pada domba lebih berat (1162,83 g) dibandingkan bobot daging tetelan kambing (795,12 g). Fenomena hasil penimbangan terhadap bobot daging tetelan serupa dengan bobot daging paha. Hal ini disebabkan karena daging tetelan merupakan daging yang menempel dan ada di antara pada tulang rusuk. Tampaknya hal ini juga berhubungan dengan perbedaan pola perilaku dan aktivitas kedua jenis ternak. Domba merupakan jenis ternak yang relatif tidak banyak bergerak dibandingkan kambing sehingga zat-zat dalam pakan kemungkinan akan digunakan untuk membentuk daging, sedangkan kambing adalah ternak yang relatif aktif terutama kambing yang dibiarkan lepas. Zat nutrisi dalam pakan yang masuk ke dalam pencernaannya akan lebih banyak digunakan untuk pergerakan yang lebih aktif.

Profil fisik daging (derajat kemerahan, tingkat keempukan dan persentase susut masak)

Hasil pengukuran terhadap derajat kemerahan, keempukan dan persentase susut masak daging domba dan kambing disajikan pada Tabel 4

Hasil sidik ragam terhadap derajat kemerahan daging menunjukkan bahwa jenis ternak berpengaruh nyata (P < 0,05) sedangkan jenis kelamin ternak tidak berpengaruh nyata. Kedua faktor perlakuan tidak menunjukkan adanya interaksi. Daging kambing mempunyai derajat kemerahan lebih tinggi (11,00) dibandingkan derajat kemerahan daging domba (9,63). Derajat merah pada daging dipengaruhi oleh jumlah mioglobin. Semakin tinggi mioglobin maka semakin merah warna daging. Kandungan mioglobin daging dipengaruhi oleh faktor genetik yang berhubungan dengan aktivitas ternak. Kambing merupakan jenis ternak yang aktivitas tinggi dibandingkan domba. Ternak kambing biasanya dipelihara

(7)

Tabel 4. Profil fisik daging domba dan kambing

Jenis ternak Jenis kelamin ternak Derajat kemerahan (a) Keempukan (kg) Susut masak (%)

Domba Jantan 10,60a 2,47a 30,63a Betina 8,67a 5,21b 25,30a Rata-rata total 9,63A 3,84A 27,97A Kambing Jantan 11,26a 2,73a 28,11a Betina 10,74a 3,35b 28,16a Rata-rata total 11,00B 3,04A 28,14A

Huruf kapital superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P < 0,01) dan huruf kecil superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0,05)

dengan cara dilepas, sedangkan domba lebih banyak dipelihara dalam kandang dan digembalakan. Semakin tinggi aktivitas ternak maka proses glikolisis (perubahan glikogen menjadi energi dari asam laktat) semakin aktif karena semakin banyak diperlukan oksigen yang diikat oleh hemoglobin darah.

Berdasarkan analisis ragam, jenis kelamin ternak mempengaruhi (P<0,05) tingkat keempukan daging domba dan kambing, sedangkan jenis ternak dan interaksi keduanya tidak berbeda nyata. Keempukan daging ternak jantan lebih rendah (2,60 kg) dibandingkan keempukan daging ternak betina (4,28) kg). Menurut SOEPARNO (1994) faktor yang mempengaruhi tingkat keempukan daging antara lain adalah jenis kelamin. Hal ini disebabkan oleh karena ternak jantan lebih aktif dibandingkan ternak betina sehingga daging menjadi lebih liat/keras. Otot (daging) yang banyak mengalami exercise memiliki serabut daging yang lebih tebal. Selain itu, daging dari ternak betina mengandung lemak yang relatif lebih tinggi dibandingkan daging dari ternak jantan. KIRTON et al. dalam HASNUDI (2005), kandungan lemak memperlihatkan perbedaan yang nyata karena adanya perbedaan jenis kelamin. Lemak berfungsi sebagai pembungkus daging dan memberikan keempukan pada daging (BERG dan BUTTERFIELD dalam HASNUDI, 2005).

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai susut masak tidak dipengaruhi oleh jenis ternak maupun jenis kelamin ternak dan keduanya tidak saling berinteraksi. Rata-rata susut masak daging domba adalah 27,97% sedangkan

kambing 28,13%. Rata-rata susut masak daging dari ternak betina 26,73% dan daging ternak jantan 29,37%. Makin rendah nilai susut masak maka kualitas daging lebih baik. Menurut SUNARLIM et al. (1995), nilai susut masak daging domba lokal sebesar 25,97%. Dengan demikian susut masak daging baik dari domba dan kambing jantan maupun betina masih tergolong baik. SOEPARNO (1994), susut masak daging pada batasan normal bervariasi antara 1,5 – 54,5%.

KESIMPULAN

Jenis ruminansia kecil mempengaruhi profil karkas yang meliputi bobot hidup, bobot karkas, bobot daging paha, bobot daging tetelan, dan bobot tulang, serta profil daging berupa derajat kemerahan, sedangkan jenis kelamin ternak mempengaruhi profil karkas pada bobot dan persentase karkas, bobot tulang serta profil daging dalam tingkat keempukannya. Faktor jenis ruminansia kecil dan jenis kelamin ternak tidak saling berinteraksi.

Domba memiliki profil karkas yang lebih baik dibandingkan karkas kambing berdasarkan tingginya bobot karkas (12,12 kg), bobot daging paha (1892,50 gram), dan bobot daging tetelan (1162,83 gram) serta rendahnya bobot tulang (1443,30 gram) dengan nilai bobot daging total, daging lulur, perlemakan, tingkat keempukan dan susut masak yang relatif sama dengan daging kambing.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

BATUBARA, L.P., S.P. GINTING, M. DOLOKSARIBU

dan JUNJUNGAN. 2004. Pengaruh kombinasi bungkil inti sawit dengan Lumpur sawit serta suplementasi molasses terhadap pertumbuhan kambing potong. Pros. Seminar Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor, 4 – 5 Agustus 2004. hlm. 402 – 406.

BERG, R.T. and R.M. BUTTERFIELD. 1976. New Concepts of Cattle Growth. Sydney University Press, Sydney.

COLOMER-ROCKER,F.,A.H.KIRTON,G.J.KMERCER

and D.M. DUGANZICH. 1992. Carcass composition of New Zealand Saanen goats slaughtered at different weights. Small Ruminant Res. 7: 161 – 173.

FORREST,R.,E.D. ABERLE, H.B.HENDRICK, M.D. JUDGE and R.A.MERKELL. 1975. Principle of Meat Science. W.H. Freeman and Co., San Fransisco.

GAILI,E.S.E.,Y.S.GHANEM and A.M.S.GHANEM. 1972. A Coperative study of some Carcass characteristic of Sudan desert sheep and goats. Anim. Prod. 14: 351 – 357.

HAMMOND,J.JR.,J.C.BOWMAN and T.R.ROBINSON. 1984. Hammond’s Farm Animals. Fifth Ed. Butler and Tanner Ltd. London.

HASNUDI.2005. Kajian Tumbuh Kembang Karkas dan Komponennya serta Penampilan Domba Sungei Putih dan Lokal Sumatera yang Menggunakan Pakan Limbah Kelapa Sawit. Sekolah Pascasarjanan, Institut Pertanian Bogor. http://www.damandiri.or.id/detail.php? id=255. (23 Mei 2006).

KUSWANDI dan A. THALIB. 2005. Pertumbuhan kambing lepas sapih yang diberi konsentrat terbatas. Prosiding Seminar Teknologi Peternakan dan Veteriner, 12-13 September 2005. Hal: 590-595.

OWEN, J.E., C.A. PHILBROOKS and N.S.D. JONES. 1978. Studies on the meat production characteristics of Botswana goat and sheep. Carcass tissue composition on distribution. Meat Sci. 2: 59 – 74.

PRATIWI,W.1997. Estimasi Komposisi Karkas dan Hasil Daging Sapi Brahman Cross pada Kisaran Bobot Potong. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

ROMANS,R.J.and P.T.ZIEGLER. 1974. The Meat We Eat. Seventh ed. The Interstate Printer and Publisher, Inc. Danville Illinois.

SOEPARNO. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. SPEEDY,A.W. 1980. Sheep Production. Longmann,

London.

SUGENG, B.Y. 1991. Beternak Domba. Penebar Swadaya. Jakarta.

SUNARLIM, R.dan H.SETIYANTO. 2005. Potongan komersial karkas kambing kacang jantan dan domba lokal jantan terhadap komposisi fisik karkas, sifat fisik dan nilai gizi daging. Pros. Seminar Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12 – 13 September 2005. hlm. 672 – 679.

SUNARLIM, R., TRIYANTINI dan B. SETIADI. 2004. Penggunaan stimulasi listrik pada kambing lokal terhadap mutu daging selama penyimpanan suhu kamar. Pros. Seminar Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4 – 5 Agustus 2004. hlm. 427 – 432.

Referensi

Dokumen terkait

Perusahaan kosmetik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang memiliki saham aktif periode 2010-2012. Perusahaan kosmetik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama

dan ekonomi serta daya saing kompetitif dan komparatif yang paling tinggi; (2) Keberlanjutan kemitraan petani tembakau virginia dengan perusahaan GG agar tetap

Jawab : Penilaian autentik merupakan penilaian apa adanya jadi seluruh potensi peserta didik baik yang tersirat maupun yang tersurat harus diberikan penghargaan.

Bermaksud falsafah pendidikan yang berteraskan roh Islam atau falsafah Islam untuk pendidikan (al-Syaibani) Matlamat: Menyediakan manusia dengan pengalaman dan ilmu pengetahuan

Untuk mata pelajaran bahasa indonesia, didapatkan hasil penelitian untuk pemahaman guru terhadap kurikulum mendapat rata-rata skor sebesar 3,7 (kriteria baik), pemahaman

Dari SPPIP yang telah disusun kemudian diturunkan ke dalam suatu rencana operasional berupa Rencana Pembangunan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP), dimana

Berdasarkan hasil penelitian kesimpulan umum dari penelitian ini adalah terdapat peningkatan kecakapan kewarganegaraan ( civic skil ) siswa dari siklus I ke

Dengan mengucap puji dan syukur ke hadirat Allah Yang Maha Agung, tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu terselesaikannya tugas akhir