PERMODELAN PENGETAHUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
MENGENAI AKTA OTENTIK DI INDONESIA BERBASIS OWL
Yana Indawati1, Doddy Ridwandono2, Mohammad irwan Afandi3
ABSTRACT : Semenjak tahun 1961, secara de facto ada dikenal suatu lembaga dengan sebutan Pejabat Pembuat Akta Tanah atau disingkat PPAT. Namun hingga saat ini, tidak pernah ada, tidak pernah dibuat suatu undang-undang (baca: undang-undang organik) sebagai atau yang dapat dijadikan dasar hukum, guna
mengatur jabatan PPAT, demikian pula peraturan berupa undang-undang yang mengatur akta-akta yang
dibuat oleh atau dihadapan PPAT. Terkecuali peraturan dibawah undang-undang, yaitu peringkat Peraturan Pemerintah (PP). Muncul pertanyaan, apakah akta yang dibuat oleh PPAT adalah akta otentik, apakah PPAT adalah Pejabat Umum, apakah Notaris masih berhak untuk membuat Akta dalam bidang pertanahan. Dalam penelitian ini dibuat suatu permodelan peraturan PerUndangan pada peraturan yang berkaitan dengan akta dengan menggunakan OWL. Permodelan yang dibuat mengambil studi kasus/permasalahan seperti yang dijelaskan pada paragraf pertama. Permodelan yang dibuat tidak ditujukan untuk membuat suatu justifikasi, akan tetapi berusalia membuat suatu model yang dapat digunakan ulang untuk menampung konsep yang berbeda. Bahasa yang digunakan adalah 0WL2 dengan alat bantu Protege 4.2. Hasil permodelan
menunjukkan bahwa OWL dapat menampung konsep pengetahuan dari Peraturan PerUndang-Undangan
yang mengatur masalah pembuatan akta. Konsep yang terdapat dalam model yang dihasilkan dapat dirubah
sesuai dengan interpretasi terhadap aturan yang ada.
Keywords : hukum, ontology, semantic web, permodelan pengetahuan, kecerdasan buatan
Correspondence : 'Fakultas Hukum, UPN "Veteran" Jawa Timur 2&3Fakultas Teknik Industri, UPN "Veteran" Jawa Timur, email: [email protected], [email protected], [email protected]
PENDAHULUAN
Secara teori terdapat hubungan erat antara
iogika (model formal) dan ilmu hukum. Namun kenyataan menunjukkan bahwa hubungan antara keduanya belum berada dalam tingkat yang matang, (Verheij, B,, dkk. 1997). Namun dengan adanya perkembangan dalam bidang ontology untuk
merepresentasikan pengetahuan memunculkan
harapan untuk memodelkan pengetahuan dalam bidang hukum.
Terdapat beberapa penelitian dalam bidang Ontology yang berkaitan dengan ilmu hukum. Saias, J. And Quaresma, P. (2005) membuat metodologi untuk merubah dokumen putusan hukum ke dalam ontology. Laarschot, R. dkk (2005), Steenbergen, W (2005), Klein, M. dkk (2006), Uijttenbroek, E.M., dkk (2007), Uijttenbroek, Elisabeth. M. dkk. (2008) adalah rangkaian penelitian yang bertujuan untuk membuat suatu sistem yang dapat menghasilkan informasi daftar dokumen yang memiliki jenis kasus yang hampir sama yang dideskripsikan pengguna sistem. Pada penelitian itu telah dihasilkan Ontology
beserta sistem pencariannya. Namun sistem yang
dibuat memiliki kekurangan pada sisi tampilan, tidak r
aampu menangani masalah perubalian (versioning)
dan tidak menangani masalah lex specialis (Hoekstra, Rinke. dkk. 2009). Saskia van de Ven dkk (2008) telah membuat sistem yang mampu memberikan kesimpulan apakah suatu kasus telah melanggar norma tertentu; namun penelitian ini tidak mencakup konsep lex posterior.
Tulisan ini akan membahas peraodelan
peraturan perundangan yang mengatur masalah
akta otentik, Notaris dan PPAT. Akta merupakan salah satu alat bukti yang dapat dijadikan dasar mengenai hak atas kepemilikan (1865 BW). Motivasi dari pemodelan peraturan perundangan tersebut dilandasi adanya perbedaan pendapat
mengenai akta otentik. Yang pertama, kewenangan
untuk membuat akta otentik, apakah harus Pejabat Umum. Kedua, apakah ada Pejabat Umum selain notaris. Ketiga, apakah PPAT adalah Pejabat Umum. Keempat, apakah akta PPAT adalah termasuk akta otentik. Kelima apakah Notaris masih berhak untuk membuat akta tanah. Hasil dari pemodelan tidak ditujukan untuk membuat justifikasi, akan tetapi untuk menunjukkan bahwa pemodelan dalam bidang hukum dengan menggunakan Ontology sebagai basisnya dapat dilakukan dalam skala tertentu, dapat digunakan
untuk memodelkan pengetahuan dalam bidang hukum dan dapat mengakomodasi perbedaan interpretasi.
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini akan berisi penjelasan ringkas mengenai Definisi dan Typoloy dari Ontology. Bab
ini berguna untuk memberikan pengetahuan mengenai kecenderungan pendekatan peneliti dalam mengembangkan Ontology.
Ontology
Penggunaan Ontology dianggap sebagai kunci untuk memungkinkan terjadinya komunikasi antar
manusia dan mesin secara semantik. Walaupun
pada awalnya Ontology ditujukan untuk knowledge sharing dan konstruksi Sistem Berbasis
Pengetahuan, pada kenyataannya saat ini Ontology juga merupakan salah satu tools untuk
mengimplementasikan visi dari Semantic Web. Karenanya definisi dari Ontology, tujuan dan karakteristiknyamemiliki pergeseran makna seiring berjalannya waktu (Nuria 2008).
Berdasarkan paragraf sebelumnya dapat disimpulkan bahwa perkembangan Ontology sendiri sudah dimulai sebelum munculnya teknologi
Semantic Web. Dengan adanya kemampuan menyandingkan teknologi web dan ontology maka dimungkinkan untuk membuat suatu representasi pengetahuan dalam sistem yang tersebar.
Dalam (Nuria, 2008) dipaparkan belasan definisi dari ontology. Salah satu yang akan dicuplik adalah Lassila and McGuinness (2001), mensyaratkan adanya tiga property dibawah ini jika sebuah spesifikasi eksplisit dari sebuah konsep dapat dinyatakan sebagai sebuah ontology:
1. Sejumlah kosa kata tidak tak terhingga yang
terorganisasi
2. Kelas dan hubungan antar istilah yang tidak ambigu
3. Terdapat aturan hubungan subclass dalam aturan
yang ketat
Paling tidak untuk saat ini ontology:
Lebih banyak digunakan untuk domain pengetahuan yang bersifat statis daripada domain pengetahuan yang bersifat dinamis.
Dapat digunakan dengan cara yang
berbeda-beda untuk mendukung aplikasi cerdas: untuk
melakukan kontrol terhadap kosa kata, untuk
digunakan sebagai pengatur dan pendukung
navigasi dari sebuah situs, untuk digunakan sebagai sebuah media untuk mendukung proses pencarian, untuk pengecekan konsistensi, untuk mendukung interoperabilitas, untuk mendukung generalisasi dan spesialisasi informasi.
Pada saat ini Ontology tidak hanya digunakan
pada area rekayasa pengetahuan tapi juga
digunakan pada aplikasi bahasa natural (natural
language applications), pada area basis data, information retrieval dan untuk memfasilitasi komunikasi.
Khususnya saat ini ontology digunakan untuk
mengimplementasikan/mendapatkan makna
semantik dari sebuah isi (content). Visi dari web semantik sendiri telah mempengaruhi definisi dari
ontology. Ontology akan memainkan peran vital
dalam dunia web semantik dengan menyediakan sumber data yang dapat dibagi dan dapat digunakan
sebagai meta data.
Tingkat formalitas dalam mengadopsi deskripsi
ini dapat sangat beragam, berkisar antara bahasa
natural dan logika formal namun yang jelas peningkatan tingkat formalitas dan aturan baku akan lebih meningkatkan pemahaman oleh mesin.
Terlebih lagi disaat ini ontology juga
dipergunakan dalam area sistem multi-agent untuk meningkatkan komunikasi antar agent, "jika dua buah agent berkomunikasi mengenai suatu domain, maka dibutuhkan sebuah kesepakatan terminology yang digunakan oleh agent tersebut mengenai suatu domain".
Typology Ontology
Dalam Casellas, Nuria (2008) disarikan tiga belas Typology yang diambil dari beberapa peneliti. Dalam hal ini akan disampaikan kesimpulan yang didapat. Dari semua typology yang ada dapat disimpulkan beberapa kriteria klasifikasi: subyek
ontology, tingkat keumuman (generality), dan
terakhir formalisasi atau tingkat kompleksitas dari Tujuan. Ra&gkuman dari g?|ps& J &i u beberapa meneliti meng- fe*a^jBJggm^.'
indikasikan bahwa tujuan jfSS-^S.ji'**'?.."'
penciptaan dari sebuah ontology
ajB555iiI^rik-i'2-1. Untuk memungkinkannya ^^f
e^^^L-V:;1
interoperabilitas antar system SR^^-ijjP?".?" 2. Memberikan keuntungan j&^BisSJgi^si&sS^1
untuk basis pengetahuan
g^^^p^^'"-;-(Knowledge Base) atau r
aggpmfgujptj
rekayasa sistem informasi jg&ejj^^J^;
Yana I, Doddy R, M. IrwanA, Permodelan
a. Membantu dalam hal penyerapan
pengetahuan (Knowledge Acquisition)
b. Menawarkan penggunaan ulang
(Reusabiliy)
c. Dimungkinkannya untuk melakukan penalaran dan pemecahan masalah d. Menjalankan Semantic Annotation,
indexing, pencarian dan retrieval e. Menyediakan Dokumentasi bagi sistem
lain
3. Memastikan (conform) sebuah teori.
4. Memungkinkan terjadinya komunikasi antar agent dan antar organisasi melalui pengetahuan yangterstruktur.
Subyek-Masalah.Dalam kategori ini pertama-tama harus dibedakan antara representation framework dan content ontology.
Content ontology dapat dibedakan lagi menjadi
dynamic knowledge ontology dan static
knowledge ontology
Generality.Tingkat dari keumuman dari sebuah ontology biasanya berhubungan dengan kemampuan penggunaan ulang dari sebuah ontology. Jenis dari tingkat keumuman ini bervariasi dari abstract, general, dan independen, disamping
jenis ontology yang lainyaitu dependent dan spesifik.
Namun demikian, ada beberapa hal yang perlu diperjelas.Yangpertama, beberapa penelitimerujuk
pada istilah domain ontology untuk menggambarkan
tingkat keumuman (generality) dan representasi pengetahuan statis pada saat yang bersamaan. Karenanya pembedaan akan istilah antara tingkat keumuman dan subyek-masalah dibutuhkan. Kedua, sebagai konsekuensinya, tingkat keumuman
dan subyek masalah jika digabungkan dapat
memberikan perbedaan domain, tugas dan metode ontology. Domain, tugas, dan metode ontology
merujuk pada dua tipe pengetahuan (domain dan
problem-solving) dan karenanya bisa terdiri dari
beberapa level generality (core atau specific). Ontology yang disebut dengan aplication ontology adalah ontology spesifik yang mengkombinasikan pengetahuan statis dan dinamis
untuk area pengetahuan tertentu. Yang terakhir,
beberapa ontology dapat memiliki beberapa tingkat
keumuman pada saat yang bersamaan. Artinya ontology tersebut dapat terdiri dari beberapa modul
dan dapat digunakan ulang. Ontologyjenis ini disebut
dengan "large scale general purpose ontology" atau universal ontology, yang bertujuan untuk
memodelkan seluruh common sense (misalnya word net).
Berdasar hal tersebut dapat dibagi beberapa tingkatan generality:
@ Top/Upper level Ontology. Ontology jenis ini dapat disebut juga dengan upper comprehensive ontology (menjelaskan konsep yang sangat general dan ditujukan agar ontology yang lain dapat menggunakan ontology ini sebagai media/ jembatan). Ontology ini dapat digunakan antar
domain yang berbeda. @ Gambarl. Typology
Core Ontology. Didalamnya terdapat konsep top-level dari sebuah domain, yang memungkinkan penggunaan ulang (khusus pada domain tertentu).
@ Domain-Specific. Dapat dipahami sebagai subdomain ontology, dimana pengetahuan yang
direpresentasikan didalamnya bersifat spesifik pada domain itu saja (misalnya: Ontology Hukum Kriminal)
Formalitas dan tingkat kompleksitas
struktur Ontology. Mengacu dari beberapa
peneliti dapat dibagi ke dalam: highly formal,
semi-formal, structured informal dan highly informal.
Mengacu pada peneliti lain Semi formal dan highly formal dapat disebut juga dengan light-weight
ontology dan heavy-weight ontology.
ANALISA PERATURAN PERUNDANGAN
Sub Bab ini akan berisi langkah-langkah
analisa Peraturan Per-Undang-Undangan yang berkaitan dengan Akta Otentik. Dalam setiap
langkahnya akan disertakan pula komentar dari hasil
analisa.
Peraturan Per-Undang-Undangan Yang
Mengatur Akta Otentik
Pada sub bagian ini akan dipaparkan urutan
/alur Peraturan PerUndang-Undangan yang mengatur mengenai akta otentik.
Fungsi Alat Bukti
Dalam pasal 1865 disebutkan:
"Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia
mempimyai sesuatu hak atau guna meneguhkan haknya sendiri, maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa,
diwajibkan untuk membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut" (ex pasal 1865 BW)
Jenis Bukti
Pada Pasal 1866 yang dimaksud dengan alat bukti adalah:
-bukti tulisan
-bukti dengan saksi-saksi, - persangkaan-persangkaan,
-pengakuan, dan kemudian yang terakhir adalah -sumpah.
Akta Otentik Sebagai Salah Satu Bukti Dalam Bentuk Tulisan
Bukti tulisan yang memiliki kedudukan paling kuat adalah akta otentik. Defmisi akta otentik sendiri adalah (Pasal 1868 KUHPerdata):
"Suatu akta otentik, ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat dimana akta
dibuatnya".
Ada 3 unsur dan sekaligus merupakan tiga ciri yang esensial yang dimiliki oleh "akta otentik" yaitu: Pertama : bentuk dari akta otentik itu, harus
ditentukan oleh undang-undang; artinya tidak boleh diatur dengan ketentuan atau peraturan yang lebih rendah
daripada undang-undang;
Kedua : dibuat oleh atau dihadapan "pejabat
umum";
Ketiga : akta otentik itu dibuat dalam wilayah jabatan dari pejabat yang berwenang
membuatnya itu.
Analisa:
1. Dalam pasal 1868 disebutkan bahwa bentuk Akta Otentik ditentukan dengan
Undang-Undang.
Harus dipastikan apakah memang "HARUS", atau boleh dengan peraturan yang lain. Hal ini menentukan jenis pemodelan yang akan dilakukan.
2. Akta Otentik Dibuat Oleh ATAU Di hadapan Pejabat Umum. Hal ini memiliki dampak yang berbeda (Jenis akta yang dihasilkan berbeda) Akta Relaas dan Akta Partij. Namun dalam pemodelan, hal ini tidak dibahas.
3. Siapa yang disebut sebagai Pejabat Umum. Penjelasan mengenai hal ini dapat dilihat pada
sub 3.1.4.
4. Apakah Akta Otentik hanya dapat dibuat oleh
Pejabat Umum.
' Definisi Notaris Sebagai Pejabat Umum Dalam pasal 1 PJN dinyatakan dan ditegaskan,
bahwa:
"Notaris adalah Pejabat Umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh
yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian
tanggalnya, menyimpan aktanya, memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya
sepanjang pembuatan akta sedemikian oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain." Analisa:
1. Notaris adalah Pejabat Umum. (Penjelasan dari sub 3.1.3). Dapat dikatakan bahwa pasal ini
adalah lex specialis dari pasal 3.1.3.
2. Notaris adalah Pejabat Umum yang
satu-satunya berwenang membuat akta otentik,
kecuali ada peraturan yang membolehkan
pejabat lain untuk membuatnya. Atau ada aturan yang mengecualikan Notaris untuk membuatnya. 3. Aturan-aturan lain dalam pasal ini tidak
dimodelkan.
4. Apakah Peraturan Umum itu adalah Undang-Undang. Dalam penelitian ini Peraturan Umum
yang dimaksud adalah Undang-Undang.
Kesimpulan sampai dengan sub 3.1.4.:
1. Notaris adalah Pejabat Umum.
2. Dimungkinkan, sebuah Akta, hanyaNotaris yang dapat membuatnya, Notaris dan Pejabat tertentu
dapat membuatnya, Notaris dilarang/
dikecualikan untuk membuat akta tertentu. Semua ini bergantung dari Peraturan.
3. Sebuah Akta Otentik tidak hanya dapat dibuat oleh Pejabat Umum saja tetapi dapat dilakukan oleh pejabat lain sepanjang ada aturan yang mengaturtentang hal itu. Perlu diperjelas apakah kemudian pihak/pejabat yang dapat membuat akta tersebut juga dikatakan sebagai pejabat
umum.
4. Sampai sejauh ini belum ada peraturan yang menyatakan bahwa bentuk dari akta otentik dapat ditentukan oleh peraturan selain peraturan
setingkat Undang-Undang.
Akta Otentik Dibuat Selain Notaris
Merujuk pada sub 3.1.4, apabila menurut peraturan umum, disebut secara umum tentang
Yana I, Doddy R, M. Irwan A, Permodelan.
"akta otentik" itu berarti harus diartikan adalah akta notaris, kecuali memang secara tegas dikecualikan kepada dan menjadi wewenang pejabat lain, atau
oleh peraturan umum ditegaskan bahwa "juga"
diberikan kewenangan untuk itu kepada pejabat yang lain (W. Setiawan, 2003).
Adapun akta-akta yang pembuatannya juga ditugaskan kepada pejabat lain atau oleh undang-undang dikecualikan pembuatannya kepadanya,
antara lain:
1) akta pengakuan anak di luar kawin (pasal 281 KUH Perdata);
2) akta berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotik (pasal 1227 KUH Perdata);
3) akta berita acara tentang penawaran
pembayaran tunai dan konsinyasi (pasal 1405 dan 1406 KUH Perdata);
4) akta protes wesel dan cek (pasal 143 dan 218
KUH Dagang);
5) akta Catatan Sipil (pasal 4 KUH Perdata)..
Keterangan:
1. Poin nomor 1 hingga poin 4, Notaris dan Pej abat Lain yang ditunjuk sesuai dengan aturan yang ada dapat membuat akta otentik
2. Poin nomor 5, Notaris dikecualikan untuk membuat akta tersebut
Akta Diluar Akta Otentik
Pasal 1869 BW menyebutkan "Suatu akta yang tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, baik karena tidak berwenangnya atau tidak cakapnya pejabat umum yang bersangkutan
maupun karena cacat dalam bentuknya, mempunyai
kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan bila ditandatangani oleh para pihak".
Analisa:
1. Dalam pemodelan akan dibuat suatu class
tulisan/akta bawah tangan yang terdiri dari 3 sub
class. Akta bawah tangan, karena dibuat oleh
pejabat umum yang tidak cakap; Akta bawah
tangan, karena bentuk dari akta tersebut cacat;
Akta bawah tangan jikaditandatangani para pihak (dan memenuhi duakondisi sebelumnya).
PPAT
Riwayat Awal
Diambil dar
i seminar IPPAT (26 April 2003):
Tatkala lahir dan keluar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1961, sebagai peraturan
pelaksanaan dari pasal 19 UUPA, terjadi
"penggeseran penafsiran";
Adapun isi dari pasal 19 UUPA itu, jelas, tegas, terang dan sangat pasti, tidak boleh ditafsirkan lain sebagaimana dapat dibaca, bahwa:
1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut
ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah."
2) Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi:
a. pengukuran, perpetaan dan pembukuan
tanah;
b. pendaftaran hak atas tanah dan peralihan
hak-hak tersebut;
c. pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang
berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat; d. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan
mengingat keadaan Negara dan masyarakat, dst"
e. Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya
yang bersangkutan dengan pendaftaran tersebut dalam ayat 1 di atas,
dst"
PP No. 10 Tahun 1961, memuat aturan yang keluar dari pakem dan diluar sistem, sebagaimana dimuatdidalampasal 19dariPPNo. lOTahun 1961 tersebut sebagai berikut:
"Setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan suatu
hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau
meminjam uang dengan hak-hak atas tanah sebagai tanggungan harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria."
No.10 Tahun 1961,
Yaitu Menteri Agraria memberi kewenangan
kepada dirinya, untuk mengangkat Pejabat Pembuat Akta Tanah:
a. Notaris,
b. Pegawai dan bekas Pegawai Departemen Agraria,
c. Para Pegawai Pamong Praja,
d. Orang-orang lain yang telah lulus ujian yang diadakan oleh Menteri Agraria;
No. 11 Tahun 1961.
Menteri Agraria memberi kewenangan kepada dirinya untuk menentukan akta PPAT; No. 15 Tahun 1961.
Menteri Agraria memberi kewenangan
kepada dirinya, untuk menentukan akta hipotik,
demikian pula mengatur hukum acara dan kekuatan
hukum dari sertipikat (bukti pendaftaran) hipotik.
Dasar Hukum PPAT
Semenjak tahun 1961, secara de facto ada dikenal suatu lembaga dengan sebutan Pejabat Pembuat Akta Tanah atau disingkat PPAT. Namun hingga saat ini, tidak pernah ada, tidak pernah dibuat
suatu undang-undang (baca: undang-undang
organik) sebagai atau yang dapat dijadikan dasar hukum, guna mengatur jabatan PPAT, demikian pula
peraturan berupa undang-undang yang mengatur
akta-akta yang dibuat oleh atau dihadapan PPAT.
Terkecuali peraturan dibawah undang-undang, yaitu
peringkat Peraturan Pemerintah (PP).
Namun terdapat beberapa Undang-Undang yang menyatakan bahwa PPAT adalah Pejabat
Umum.
pasal 1 ayat 4 Undang-undang Nomor 4 Tahun
1996 - Undang-Undang Hak Tanggungan, tiba-tiba ada istilah Pejabat Umum dalam kalimat: "Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah Pejabat
Umum".
Peraturan Tentang Bentuk Akta PPAT Akta PPAT dibuat dengan bentuk yang ditetapkan oleh Menteri. Permen Agraria No 11 Tahun 1961.
Hasil Analisa Peraturan Per-Undang-Undangan Dari sub 3.1, dapat ditarik beberapa data untuk dapat dimodelkan. Yaitu:
Kesimpulan sampai dengan sub 3.1.: 1. Notaris adalah Pejabat Umum.
2. Dimungkinkan, sebuah Akta, hanyaNotaris yang dapat membuatnya, Notaris dan Pejabat tertentu dapat membuatnya, Notaris dilarang/ dikecualikan untuk membuat akta tertentu.
Semua ini bergantung dari Peraturan.
3. Sebuah Akta Otentik tidak hanya dapat dibuat oleh Pejabat Umum saja tetapi dapat dilakukan oleh pejabat lain sepanjang ada aturan yang
mengaturtentang hal itu. Perlu diperjelas apakah kemudian pihak/pejabat yang dapat membuat akta tersebut juga dikatakan sebagai pejabat
umura.
4. Sampai sejauh ini belum ada peraturan yang menyatakan bahwa bentuk dari akta otentik
dapat ditentukan oleh peraturan selain peraturan setingkat Undang-Undang.
5. Terdapat akta-akta yang dapat dibuat oleh Notaris, Oleh Notaris dan Pejabat Lain yang ditunjuk, dan kondisi dimana Notaris dikecualikan.
6. Terdapat Undang-Undang yang menyatakan bahwa PPAT adalah Pejabat Umutn (walaupun bukan dalam satu Undang-Undang Khusus mengenai PPAT)
7. Akta PPAT diatur bentuknya oleh Peraturan
Bukan setingkat dengan Undang-Undang.
8. Perlu dimodelkan apakah PPAT adalah Pejabat Umum (merujuk pada Undang-Undang) 9. Perlu dimodelkan bahwa akta PPAT merujuk
pada peraturan Menteri.
lO.Perlu dimodelkan apakah Notaris tidak lagi
berhak untuk membuat akta mengenai pertanahan.
11. Apakah akta PPAT adalah akta otentik.
PEMODELAN PENGETAHUAN
Permodelan Peraturan PerundanganTidak semua peraturan PerUndang-Undangan
dimodelkan ke dalam sistem. Yang disertakan hanya Undang-Undang atau peraturan lain yang mengatur masalah akta. Dari seluruh Undang-Undang atau peraturan lain yang mengatur akta hanya dipilih beberapa saja, untuk digunakan dalam studi kasus. Sebagian dari ontology mengenai Peraturan Perundangan dapat dilihat pada gambar 2. Sedangkan gambar 3 menggambarkan ontology top (posisi teratas)
Pemodelan Pejabat Umum
Karena yang menjadi dasar adalah aturan mengenai Pejabat Umum, maka konsep Pejabat Umum akan didefinisikan terlebih dahulu.
Pejabat Umum didefinisikan sebagai berikut: Subyek Orang
and
(diatur Oleh/Diberi Wewenang
some
Aturan Aturan Tentang PejabatUmum)
Yana I, Doddy R, M. IrwanA, Permodelan .
Atau dalam OWL ditulis sebagai berikut: <Equivalent Classes>
<Class IRI="#Pejabat Umum'7> <Object Intersection Ofi>
<Class IRI="#Subyek Orang"/> <Object Some Values From>
<Object Property IRI="#diatur Oleh/Diberi
Wewenang"/>
<Class IRI="#Aturan Aturan Tentang Pejabat
Umum"/>
</Object Some Values From> </Object Intersection Ofi> </Equivalent Classes>
Maknanya:
1. Setiap orang yang memiliki property "diatur Oleh/Diberi Wewenang" Aturan Tentang Pejabat Umum maka orang tersebut adalah Pejabat Umum.
2. Setiap orang yang dijadikan anggota dari Pejabat Umum memiliki property diatas. Hal ini
dikarenakan class tersebut menggunakan class
equivalent. Jika hal ini tidak diinginkan maka dapat dibuat aturan lain, semisal hams Notaris,
atau harus Pejabat. ^
h) ,_.. ^ X... ' TlK)^:-*5@ ftrjtjiinP(rt)KnjU(ijnjn ;
f
""'I PlrMMFlllilliilttfO ^;;jntiwii[iM*iMi)is y *@@**,.@"@'@*; ly^, ~@ \ @^ sGambar2. Ontology Peraturan Perundangan Permodelan Aturan-Aturan Tentang Pejabat TJmum
Aturan-Aturan tentang Pejabat Umum adalah
sebuah class yang mengandung aturan. Definisi
kelas tersebut adalah:
Undang-Undang
and (mengatur Tentang some
Konsep Pejabat Umum)
Atau dalam OWL:
<Equivalent Classes>
<Class IRI="#Aturan Aturan Tentang
Pejabat Umum'7>
<Object Intersection Of>
<Class IRI="#Undang-Undang"/>
<Object Some Values From>
<Object Property IRI="#mengatur
Tentang"/>
<Class RI="#Konsep Pejabat Umum"/>
</Object Some Values From> </Object Intersection O >
</Equivalent Classes> Maknanya:
Setiap kali ada aturan Undang-Undang yang
mengatur mengenai konsep Pejabat Umum maka aturan tersebut termasuk dalam class Aturan-Aturan Tentang Pejabat Umum.
Konsep ini perlu dibuat untuk mengakomodasi
kebutuhan akan adanya kemungkinan, bahwa
pembuat akta otentik bisa dibuat oleh Pejabat Umum (karena diatur dalam UU tertentu) atau bisa dibuat oleh seseorang yang menjalankan fungsi Pejabat Umum (karena diatur dalam UU Tertentu). Pemodelan Undang-Undang Yang Mengatur Mengenai Pejabat Umum
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai
peraturan PJN yang menyatakan/mengatur tentang pejabat umum.
Untuk kebutuhan hal itu maka perlu dibuat
suatu class "Konsep Pejabat Umum". Kemudian
instance dari class Notaris reglement (lihat gambar 4.3). Instance dari class Notaris Reglement diberikan property "mengatur tentang" yang
mengatur tentang "Konsep Pejabat Umum".
:>iruiinPtiUndin(llndnijin .j-j_ ,'K*onlpSubyl>iMfnj*llnkiF>FunplPtjtbittJiiii -^V(nnpP<Jik<tUpym~~: tMi K-|lMII .f A Ptim y ~ ~ \Pt[jjlCHiinSlpll
Gambar3. Top Ontology
Pemodelan Notaris
Definisi Notaris adalah sebagai berikut: Subyek Orang
(diatur Oleh/Diberi Wewenang value Contoh Instance Dari Notaris Reglement-1860-3)
Atau dalam OWL ditulis sebagai berikut:
<Equivalent CIasses> <Class IRI="#Notaris"/>
<Object Intersection O >
<Class IRI="#Subyek Orang'7> Object Has Value>
Object Property IRI="#diatur Oleh/ Diberi Wewenang"/>
<Named Individual IRI="#Contoh
Instance Dari Notaris Reglement-1860-3 "/>
</Object Has Value> </Object Intersection O@> </Equivalent Classes>
Maknanya:
1. Jika ada subyek orang memiliki property "diatur Oleh/Diberi Wewenang" dengan nilai/value
Contoh Instance Dari Notaris Reglement-1860-3, maka orang tersebut adalah Notaris. 2. Jika ada instance dari seorang Notaris, maka
. instancejtersebut memiliki property seperti pada
poin 1 secara otomatis.
3 Rar6rl#NtrtaYi s adalah subyek orang yang diatur
oleh aturan yangjuga anggotad'ari kelas Aturan-Aturan Tentang Pejabat Umum, maka Notaris
adalah Pejabat Umum.
Femodelan Akta Otentik - Akta PT
Pada sub 4.7 tplah dibuat aturan dari Notaris, yang juga adalah Pejabat Umum. Padabagian ini akan dibuat aturan dari keJas Akta PT. Ontology Akta dapat dilihat pada gambar 4.
Definisi dari Akta PT adalah sebagai berikut: BuktiTertulis
and
(dibuat Oleh some Notaris) and
(memiliki Bentuk Yang Diatur Dalam value Contoh Instance Dari Butfr a Dari Ayat 1
Dari Pasal 8 Dari UU No 1 Tahun 1995)
and
(memiliki Bentuk Yang Diatur Dalam value Contoh Instance Dari Butir b Dari Ayat 1
Dari Pasal 8 Dari UU No 1 Tahun 1995)
and
(memiliki Bentuk Yang Diatur Dalam value
.Contoh Instance Dari Butir c DariAyat 1 Dari
Pasal 8 Dari UU No 1 Tahun 1995)
Atau dalam OWL: <Equivalent Classes>
<Class IRI="#Akta Pendirian PT'7> <Object Intersection Of>
<Class IRI="#Bukti TertuIis"/> <Object Some Values From>
<Object Property IRI="#dibuat Oleh"/>
<Class IRI="#Notaris'7>
</Object Some Values From> <Object Has Value>
<Object Property IRl="#memiliki Bentuk Yang Diatur Dalam"/>
<Named Individual IRI="#Contoh Instance Dari Butir a Dari Ayat 1 Dari Pasal 8 Dari UU No 1 Tahun 1995"/>
</Object Has Value> <Object Has Value>
<Object Property IRI="#memiliki Bentuk Yang Diatur Dalam"/>
<Named Individual IRI="#Contoh Instance Dari Butir b Dari Ayat 1 Dari Pasal 8
Dar
i UU No 1 Tahun 19957>
</Object Has Value> <Object Has Value>
Object Property IRI="#memiliki Bentuk Yang Diatur Dalam"/>
<Named Individual IRI="#Contoh Instance Dari Butir c Dari Ayat 1 Dari Pasal 8 Dari UU No 1 Tahun 1995"/>
</ObjectHasValue> </Object Intersection Of> </Equivalent Classes>
Maknanya:
Anggota dari kelas Akta Pendirian PT adalah tuninan (instance) dari kelas "Bukti Tertulis", Harus Dibuat Oleh Notaris, Harus Memiliki Aturan-Aturan yang sudah ditentukan (misalnya: "Contoh Instance
Dari Butir c Dari Ayat 1 Dari Pasal 8 Dari UU No
1 Tahun 1995"). Jika sebuah Bukti Teftalis tidak memenuhi syarat ini maka Bukti1 Tertulistersebut tidak akan dianggap sebagai Akta Pendirian PT.
Untuk menentukan apakah Akta Pendirian PT adalah Akta Otentik, maka perlu dlbiiatOefinisi dari
Yana I, Doddy R, M. IrwanA, Permodelan...
I
^@[I Akta Otentik. s@-\ r\ @-.<t>-~---~v@/\ ^r
',t* ln|>.-ilwl>ii-i|f>iaiM; (@"""@^ . @ 4lMlJt ^'tiliMiuir4ir(Gambar4. Ontology Akta Pemodelan Akta Otentik
Definisi Akta Otentik:
(BuktiTer
tulis
and (dibuatOleh some PejabatUmum) and (memilikiBentukYangDiaturDalam some Undang-Undang))
or (BuktiTertulis and (dibuatOleh some
SubyekMenjalankanFungsiPejabatUmum) and (memilikiBentukYangDiaturDalam some Undang-Undang))
Atau dalam OWL:
<EquivalentClasses>
<Class IRI="#AktaOtentik"/> <ObjectUnionOf>
<ObjectIntersectionOf>
<Class IRI="#BuktiTertulis"/> <ObjectSomeValuesFrom> <ObjectProperty ERI="#dibuatOleh"/> <Class IRI="#PejabatUmum"/> </Obj ectSomeValuesFrom> <ObjectSomeValuesFrom> <Obj ectProperty IRI="#memilikiBentukYangDiaturDalarn'7> <Class IRI="#Undang-Undang"/> </ObjectSomeValuesFrom> </ObjectIntersectionOfi> <ObjectIntersectionOfc* <Class lRI="#BuktiTertulis"/> <ObjectSomeValuesFrom> <ObjectProperty IRI="#dibuatOleh"/> <Class IRI="#SubyekMenjalankanFungsiPejabatUmum"/> </ObjectSomeValuesFrom> <ObjectSomeValuesFrom> <ObjectProperty IRI="#memilikiBentukYangDiaturDalam"/> <Class IRI="#Undang-Undang"/> </ObjectSomeValuesFrom> </ObjectIntersectionOi> </ObjectUnionOf> </EquivalentClasses> <EquivalentClasses> Maknanya:
1. Akta otentik adalah instance dari kelas "Bukti Tertulis", memiliki property "dibuat Oleh" dengan value dari "Pejabat Umum", dan bentuk dari bukti tertulis tersebut harus diatur oleh Undang-Undang.
2. Kelas Akta Otentik merupakan Super Kelas dari Akta Pendirian PT. Akta Pendirian PT bersifat
lebih spesif
ik (lihat sub 4.6)
3. Karena akta pendirian PT sudah sesuai dengan deskripsi akta otentik maka akta pendirian PT (lihat sub 4.6) dianggap sebagai akta otentik. 4. Karena Akta Otentik didefinisikan sebagai bukti
tertulis yang bentuknya harus diatur dalam Undang-Undang, maka akta PPAT tidak dapat dikategorikan sebagai akta otentik. Hal ini bisa berubahjikaaturanpemodelannyadisesuaikan. Permodelan PPAT dan Akta PPAT.
Untuk PPAT, cara pemodelannya sama dengan pemodelan Notaris. Hanya
aturan/Undang-Undang yang diterapkan berbeda, yaitu Dasar Hukumnya adalah pasal 1 UU No 4 Tahun 1996.
Ini pun dengan catatan bahwa di asumsikan dasar
hukum dari PPAT adalah Undang-Undang tersebut. Jika memang demikian maka PPAT adalah pejabat
umum. Jika dikehendaki lain maka aturan tersebut
dapat dirubah. Namun paling tidak, dengan adanya pemodelan ini maka akan dapat dilihat/di runut mengenai dasar hukum sebuah jabatan. Akta PPAT
diatur oleh Peraturan Menteri (bukan
Undang-Undang), maka dengan demikian tidak bisa dimasukkan ke dalam kelas Akta Otentik.
SIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal berikut:
1. Ontology dapat dibangun dengan menerapkan tahapan implementasi yang diawali dari konsep/ kelas yang paling dasar, kemudian berlanjut pada konsep/kelas yang lebih kompleks.
2. Masih diperlukan kejelasan mengenai
interpretasi dari sebuah peraturan.
3. Ontology yang dibuat sudah mampu untuk
konteks peraturan yang mengatur tentang akta.
Beberapa kesimpulan telah dapat dibuat. Namun karena tujuan dari penelitian ini tidak untuk menjustifikasi sebuah teori kesimpulan-kesimpulan yang didapat tidak ditulis pada bab
ini. Lebih detail dapat dilihat pada Bab IV 4. Kesimpulan yang diambil tidak bersifat baku atau
mengikat, namun bergantung interpretasi atas suatu peraturan, dan pada penelitian ini telah
disiapkan sejumlah konsep/kelas yang dapat
disesuaikan kriteria/aturannya.
SARAN
1. Ontology dapat dikembangkan menjadi Ontology
yang mendukung konsep versioning, lex specialis,
lex posterior dan lex superior yang lebih eksplisit 2. Dikembangkan tampilan antar muka (layer aplikasi) yang dapat digunakan dengan mudah.
DAFTAR PUSTAKA
Antoniou, G. And Harmelen, F (2008) Semantic Web
Primer. Second Edition. The MIT Press, Cambridge, Massachusetts, London, England
Asshiddiqie, J. (2000) Masa Depart Hukum Di Era Teknologi Informasi: Kebutuhan Untuk
Komputerisasi Sistem Informasi Administrasi Kenegaraan Dan Pemerintahan, Program
Pendidikan Lanjutan Hukum Teknologi Informasi dan Telekomunikasi, Lembaga Pendidikan Lanjutan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Senin, 1 Mei 2000, diaksesJuli 2010
http://www.legalitas.Org/node/21
Benjamins, R. V. Casanovas, P. Breuker, J. And
Gangemi (2005), "Law and the Semantic Web,
an Introduction" In : Law and the SemanticWeb. Eds: Benjamins, R. V. Casanovas, P. Breuker, J. And Gangemi, A.
Springer-Verlag Berlin Heidelberg, pp 1-17
Breuker, J, Valente, A, Winkels, R (2005), "Use and
Reuse of Legal Ontologies in Knowledge Engineering and Information Management" In
: Law and the SemanticWeb. Eds: Benjamins, R. V. Casanovas, P. Breuker, J. And Gangemi,
A. Springer-Verlag Berlin Heidelberg, pp
36-64
Breuker, J. Et al. (2009), "The Flood, the Channels
and the Dykes: Managing Legal Information
in a Globalized and Digital World ", In :Law, Ontologies and the Semantic Web Channelling the Legal Information Flood.
Eds: Breuker, J., Casanovas, P., Klein, C.M.A and Francesconi, E. IOS Press, Amsterdam
Netherlands, pp 3-18
Hoekstra, Rinke. Et al. (2009), "LKIF Core: Principled Ontology Development for the
Legal Domain" In :Law, Ontologies and the
Semantic Web Channelling the Legal
Information Flood. Eds : Breuker, J., Casanovas, P., Klein, C.M.A and Francesconi, E. IOS Press, Amsterdam Netherlands, pp 3-18 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Klein, M.Etal(2006) Supporting Layman in Finding
Relevant Court Decisions in the BEST-project,
NWO Symposium, (Leiden), March 31th. Laarschot, R. Et al (2005) The Legal Concepts and
the Layman's TermsBridging the Gap through Ontology-Based Reasoning about Liability Proceeding of the 2005 conference on Legal Knowledge and Information Systems: JURIX 2005: The Eighteenth Annual
Conference, pp 115-125
Laarschot, R.(2005) Ontology-based knowledge modelling in Dutch civil law, Msc Thesis, Vrije Universiteit Amsterdam
Protege Documentation (2010), Ontology Development 101: A Guide to Creating Your First Ontology, diakses Juli 2010, http://protege.stanford.edu/publications/
ontology_development/ontology 101 .pdf Saias, J. And Quaresma, P. (2005) "A Methodology
to Create Legal Ontologies in a Logic
Programming Information Retrieval System" In :Law and the SemanticWeb. Eds: Benjamins, R. V. Casanovas, P. Breuker, J. And Gangemi, A. Springer-Verlag Berlin
Heidelberg, pp 185-200
Steenbergen, W (2005) Rationalizing Dispute
Resolution: From best alternative to the most
likely one Proceedings 3rd ODR workshop,
Brussels, December 8-10,2005
Uijttenbroek, E.M., et al, (2007) Semantic Case Law Retrieval - Findings and Challenges, Proceedings SW4Law workshop. (Stanford), pp 33-40
Uijttenbroek, Elisabeth. M. Et al. (2008) Retrieval of Case Law to Provide Layman with
Yana I, Doddy R, M. Irwan A, Permodelan.
RH
Information about Liability: Preliminary Results of the BEST-Project Computable Models of the Law: Languages, Dialogues, Games, Ontologies, pp 291 - 311
Valente, A. (2005), "Types and Roles of Legal Ontologies" In :Law and the SemanticWeb.
Eds: Benjamins, R. V. Casanovas, P. Breuker, J. And Gangemi, A. Springer-Verlag Berlin
Heidelberg, pp 65-76
Verheij, B., Hage J., and Lodder, A. R. (1997) Logical tools for legal argument: a practical
assessment in the domain of tort, Proceedings
of the 6th international conference on Artificial intelligence and law, (Melbourne, Australia), pp 243 - 249
askia van de Ven et al. (2008), "Judging Amy: Automated Legal Assessmentusing OWL 2", Estrella Project Deliverable and Publications,
www.estrellaproject.org.
Hoekstra, Rinke. Etal. (2009), "BestPortal: Lessons Learned in Lightweight Semantic Access to
Court Proceedings".
Casellas, Nuria (2008), Modelling Legal Knowledge through Ontologies. OPJK: the Ontology of Professional Judicial Knowledge, Disertasi