KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI KAWASAN PERAIRAN TELUK BAKAU
Oleh
Endang Purnama Sari, Falmi Yandri Khodijah dan Nancy William
ABSTRAK
Plankton merupakan kelompok organisme yang memegang peranan penting disuatu ekosistem perairan. Kawasan Teluk Bakau Kepulauan Riau berhubungan langsung dengan laut terbuka. Kondisi perairan Teluk Bakau dapat mengalami perubahan, baik fisik maupun kimia yang disebabkan oleh aktivitas manusia dan faktor alami. Hal ini akan mempengaruhi kelangsungan hidup plankton yaitu kelimpahan dan keanekaragamannya.
Dari ke tiga stasiun yang diambil sampelnya, maka di temukan beberapa jenis plankton diantaranya adalah Nitzschia acicularis, Mastogloia smithii, Synedra, Spirulina sp, Stauroneis, Oscillatoria limosa, Microchaeta robusta, A. Chnanthes, Asterionella formaga, Anabaenopsis elenkii, Anomoeoneis exilis, E. Triodon, Microcoleus lacustris, dan Lauderia borealis. Berdasarkan nilai indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman Teluk Bakau terkategori tingkat rendah hingga sedang. Sementara indeks dominasi juga rendah. Nilai indeks keanekaragaman plankton di stasiun I berkisar 2,12-2,86, stasiun II berkisar 1,41-2,89 dan stasiun III 2,15-2,18. Indeks keseragaman pada stasiun I berkisar antara 0,40-0,52, stasiun II 0,02-0,16 dan stasiun III berkisar antara 0,04-0,12. Indeks dominasi pada stasiun I berkisar 0,09-0,19, stasiun II 0,02-0,16 dan stasiun III berkisar antara 0,04-0,12.
Hasil pengamatan parameter fisika-kimia menunjukkan bahwa nilai suhu berkisar antara 29-300C, salinitas 30-310/00, DO berkisar antara 5,2 – 5,8, pH 7,9-8,3, arus 29,9 – 34,6 cm/detik dan kecerahan 1-1,2 meter. Semua parameter tersebut sangat mendukung kehidupan plankton di kawasan Teluk Bakau Tanjungpinang Kepulauan Riau.
PENDAHULUAN Latar Belakang
Teluk Bakau adalah salah satu daerah kawasan pesisir yang terdapat di Kepulauan Riau. Kawasan pesisir merupakan daerah pencampuran antara rezim darat dan laut, serta membentuk suatu keseimbangan yang dinamis dari masing-masing komponen. Interaksi antara hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang dengan lingkungannya di perairan pesisir mampu menciptakan kondisi lingkungan yang sangat cocok bagi berlangsungnya proses biologi dari berbagai macam jenis
organisme akuatik. Kawasan pesisir yang memiliki ketiga ekosistem tersebut biasanya memiliki produktivitas yang sangat tinggi. Di samping itu, secara ekologis ketiga ekosistem tersebut mampu berperan sebagai penyeimbang stabilitas kawasan pesisir, baik akibat pengaruh darat maupun dari laut.
Plankton merupakan makanan alami larva organisme perairan. Sebagai produsen utama di perairan adalah fitoplankton, sedangkan organisme konsumen adalah zooplankton, larva, ikan, udang, kepiting, dan sebagainya. Menurut Djarijah (1995), produsen adalah organisme yang memiliki
kemampuan untuk menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi dalam melakukan aktivitas hidupnya, sedangkan konsumen adalah organisme yang menggunakan sumber energi yang dihasilkan oleh organisme lain.
Plankton dalam ekosistem perairan mempunyai peranan yang sangat penting terutama dalam rantai makanan dilaut, karena plankton merupakan produsen utama yang memberikan sumbangan terbesar pada produksi primer total suatu perairan. Peranan penting plankton bagi produktivitas primer perairan, karena plankton dapat melakukan proses fotosintesis yang menghasilkan bahan organik yang kaya energi maupun kebutuhan oksigen bagi organisme yang tingkatannya lebih tinggi. Dari fenomena di atas, maka penelitian ini perlu di lakukan untuk melihat distribusi dan identifikasi plankton di kawasan Teluk Bakau.
PERUMUSAN MASALAH
Kualitas fisika dan kimia suatu perairan, baik secara alami maupun adanya pengaruh dari aktivitas manusia, akan mempengaruhi kelangsungan hidup plankton terutama kelimpahannya. Hal ini selanjutnya berpengaruh terhadap struktur komoditas plankton di perairan tersebut. Keberadaan planton di suatu perairan sangat di dukung oleh ketersediaan nutrien dan kondisi perairan yang optimal.
Secara spasial, suplai nutrien yang masuk ke perairan pesisir menciptakan perbedaan konsentrasi ke arah laut. Terjadinya perbedaan itu disebabkan oleh adanya pengaruh faktor oseanografi, dalam hal ini arus pasang surut dan arus yang ditimbulkan dari aliran buangan yang masuk ke laut. Kemudian secara temporal, variabilitas nutrien berbeda antar musim akibat adanya perbedaan beban nutrien yang memasuki perairan pesisir. Hal ini menyebabkan pula variabilitas cahaya, baik secara spasial maupun temporal (Hood et al. 1991 dan Cloern, 2001). Skema perumusan masalah pada Gambar 1 Berikut ini:
Gambar 1. Skema pendekatan masalah keanekaragaman plankton dan hubungannya dengan parameter fisika-kimia perairan di Teluk Bakau Kabupaten Bintan Kepulauan Riau
Teluk Bakau Potensi Kelautan dan Perikanan
Masukan limbah dari lepas pantai dan daratan (nutrien) Perubahan fisika-kimia perairan Kelimpahan dan
Keanekaragaman Plankton
TUJUAN DAN MANFAAT
Penelitian ini bertujuan untuk melihat kelimpahan plankton di kawasan Teluk Bakau Kabupaten Bintan Kepulauan Riau. Dan manfaat penelitian ini adalah akan memberikan informasi awal tentang keberadaan plankton di kawasan Teluk Bakau.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Pengambilan Sampel
Penelitian ini dilakukan dengan pengukuran dan pengambilan sampel air laut di perairan Teluk Bakau Kepulauan Riau. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2008.
Pengukuran dan Pengambilan Sampel Air Laut
Pengambilan sampel plankton dilakukan pada 3 stasiun menggunakan plankton net dengan pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali dengan cara mengambil contoh air dengan ember berukuran 15 liter sebanyak 2 kali lalu dituangkan ke dalam plankton net. Lalu contoh plankton yang didapat dimasukkan ke dalam botol sampel dan diawetkan dengan larutan alkohol sebanyak 3 – 4 tetes. Selanjutnya akan dianalisis dan dihitung jumlah serta jenisnya. Data Plankton yang diukur adalah :
a. Kelimpahan Plankton
Untuk mengukur kelimpahan plankton dapat dihitung dengan menggunakan rumus Sachlan dan Effendi (1972), sebagai berikut:
N x E x D C x B A F 1000 Keterangan :
F = Jumlah individu per liter D = Volume sampel yang diambil A = Luas cover glass
C = Volume sampel yang disaring B = Luas lapang pandang
E = Volume sampel yang diteliti N = Jumlah organisme yang didapat b. Indeks Keseragaman
Untuk menghitung indeks keragaman plankton yang dikemukakan oleh Magurran (1982) sebagai berikut :
maks H H E ' ' Keterangan : E = Indeks Keseragaman H’ = Indeks Keanekaragaman H maks = Ln S S = Jumlah Spesies
Indeks Keseragaman berkisar antara 0-1. Apabila nilai mendekati 1 sebaran individu antar jenis merata. Nilai E mendekati 0 apabila sebaran individu antar jenis tidak merata atau ada jenis tertentu yang dominan.
c. Indeks Keanekaragaman (H’) (Shanon-Weiner, 1949):
N i LnPi Pi H 1 ' Keterangan :H’ = Indeks Keanekaragaman jenis Pi = ni/N
ni = jumlah individu jenis ke-I N = Jumlah total individu
Kisaran total Indeks Keanekaragaman dapat diklasifikasikan sebagai berikut (modifikasi Wilhem dan Dorris (1968) dalam Mason (1981)):
H’ < 2,3026 : keanekaragaman kecil dan kestabilan komunitas rendah
2,3026 <H’> 6,9078 : keanekaragaman sedang dan kestabilan komunitas sedang H’ > 6,9078 : keanekaragaman tinggi dan kestabilan komunitas tinggi
d. Indeks dominansi (D) (Simpson, 1949) : 2 1
s i N ni D Keterangan : D = Indeks Dominansini = jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah total individu
dengan kriteria (Odum, 1971) sebagai berikut : D mendekati 0 tidak ada jenis yang mendominansi dan D mendekati 1 terdapat jenis yang mendominansi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Plankton Yang Ditemukan
Dari ke tiga stasiun yang diambil sampelnya, maka di temukan beberapa jenis plankton diantaranya adalah Nitzschia acicularis, Mastogloia smithii, synedra, Spirulina sp, Stauroneis, Oscillatoria limosa, Microchaeta robusta, A. Chnanthes, Asterionella formaga, Anabaenopsis elenkii, Anomoeoneis exilis, E. Triodon, Microcoleus lacustris, dan Lauderia borealis (Tabel 1).
Jenis-jenis plankton tersebut tersebar di beberapa titik di setiap stasiun. Dan ada juga yang tidak di temukan sama sekali pada stasiun yang diamati. Adapun jumlah plankton dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini.
22% 11% 13% 5% 0% 13% 1% 9% 2% 1% 11% 0%
2% 10% Nitzschia acicularisMastogloia smithii Synedra Spirulina sp Stauroneis Oscillatoria limosa Microchaeta robusta A. Chnanthes Asterionella formaga Anabaenopsis elenkii Anomoeoneis exilis E. Triodon Microcoleus lacustris Lauderia borealis
Gambar 2. Jumlah Plankton Tiap-tiap Stasiun
Kelimpahan Plankton, Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominasi Planton Di Perairan Teluk Bakau
Keanekaragaman tertinggi dan terendah terdapat pada stasiun II. Pada stasiun I keanekaragaman cukup seragam berkisar antara 2,12 – 2,86. Sedangkan pada stasiun III indeks keanekaragamannya 2,15 – 2,18.
Berdasarkan kisaran nilai indeks keanekaragaman dapat disimpulkan bahwa stasiun I tingkat
keanekaragamannya sedang. Sedangkan pada stasiun II, tingkat keanekaragamannya rendah sampai dengan sedang. Dan pada stasiun III dikategorikan rendah karena adanya faktor ekologis dan faktor lingkungan yang mempengaruhi.
Hasil perhitungan indeks keseragaman di perairan Teluk Bakau
pada ketiga stasiun secara umum berkisar antara 0,28 – 0,61. Berdasarkan kisaran nilai indeks keseragaman dapat disimpulkan bahwa perairan Teluk Bakau memiliki tingkat keseragaman rendah hingga sedang. Keseragaman rendah mengindikasikan bahwa dalam ekosistem tersebut ada kecendrungan dominasi jenis yang disebabkan adanya ketidakstabilan faktor-faktor lingkungan dan populasi (Krebs, 1989). Keseragaman sedang, dapat dikatakan bahwa ekosistem tersebut dalam kondisi yang cukup baik, dimana penyebaran individu tiap jenis relatif hampir seragam (Krebs, 1989).
Berdasarkan hasil perhitungan indeks dominasi di perairan Teluk Bakau secara umum berkisar antara 0,02 – 0,12. Berdasarkan kisaran nilai indeks dominasi dapat disimpulkan bahwa perairan Teluk Bakau memiliki tingkat dominasi rendah. Dominasi rendah tersebut mengindikasikan bahwa tidak terdapat jenis yang secara ekstrim mendominasi jenis lainnya serta di dukung oleh kondisi lingkungan yang stabil sehingga tidak terjadi tekanan ekologis terhadap biota di ingkungan tersebut.
Tabel 1. Jumlah dan jenis plankton di perairan Teluk Bakau
Stasiun I Stasiun II Stasiun III
1 2 3 1 2 3 1 2 3 Nitzschia acicularis 450 522 367 702 468 369 432 279 270 Mastogloia smithii 234 198 189 243 234 225 279 198 189 Synedra 252 198 189 378 315 216 198 234 225 Spirulina sp 216 216 0 234 252 0 0 0 0 Stauroneis 0 0 9 0 0 0 0 0 0 Oscillatoria limosa 387 198 207 477 225 98 306 252 189 Microchaeta robusta 207 0 0 0 0 0 0 0 0 A. Chnanthes 405 288 198 414 261 20 0 0 0 Asterionella formaga 0 189 171 0 0 0 0 0 0 Anabaenopsis elenkii 0 0 189 0 0 0 0 0 0 Anomoeoneis exilis 297 198 0 378 306 0 216 243 279 E. Triodon 0 0 0 18 9 0 0 0 0 Microcoleus lacustris 0 0 0 0 0 0 0 0 333 Lauderia borealis 0 0 0 0 0 0 405 477 801 Kelimpahan Plankton 3672000 3010500 2278500 4266000 3105000 1392000 2754000 2524500 3429000 Indeks Keanekaragaman 2,46 2,86 2,12 2,66 2,89 1,41 2,16 2,18 2,15 Indeks Keseragaman 0,43 0,52 0,40 0,50 0,61 0,28 0,38 0,39 0,38 Indeks Dominasi 0,18 0,09 0,19 0,16 0,08 0,02 0,06 0,04 0,12
Fisika-Kimia Perairan Suhu
Berdasarkan pengukuran pada setiap stasiun pengamatan diperoleh kisaran suhu rata-rata 29-300C. Suhu pada stasiun I adalah 300C. Stasiun II dengan suhu sebesar 290C dan stasiun III memiliki kisaran suhu 290C. Gambar 3 memperlihatkan kisaran suhu rata-rata pada masing-masing stasiun.
Kisaran tersebut sesuai dengan baku mutu suhu air laut sebesar 28-300C yang dapat mendukung kelangsungan hidup biota (Kep.MNLH No. 51 Tahun 2004). Suhu tertinggi terdapat pada stasiun I, karena letaknya dekat dengan pantai biasanya sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan suhu lepas pantai.
28,4 28,6 28,8 29 29,2 29,4 29,6 29,8 30 30,2 I II III Stasiun S uh u
Gambar 3. Kisaran suhu setiap stasiun di perairan Teluk Bakau
Salinitas
Berdasarkan pengamatan dan pengukuran pada tiap-tiap stasiun diperoleh kisaran salinitas secara umum 30-310/00. Stasiun I memiliki kandungan salinitas 300/00. Stasiun II berkisar 300/00, sedangkan stasiun III adalah 310/00.
Kisaran tersebut sesuai dengan baku mutu salinitas air laut sebesar 33-350/00 yang dapat mendukung kelangsungan hidup biota didalamnya (Kep.MNLH No. 51 Tahun 2004). Menurut Bengen (2001), daerah estuaria juga termasuk Teluk memiliki gradien salinitas yang bervariasi, terutama
bergantung pada masukan air tawar dari sungai dan air laut.
29,4 29,6 29,8 30 30,2 30,4 30,6 30,8 31 31,2 I II III Stasiun S a li ni ta s
Gambar 4. Kisaran salinitas setiap stasiun di perairan Teluk Bakau
Arus
Berdasarkan pengukuran arus pada stasiun I di perairan Teluk Bakau diperoleh nilai arus sebesar 30,2 cm/det. Pada stasiun II adalah 34,6 cm/det dan pada stasiun III adalah 29,9 cm/det.
Arus tertinggi terdapat pada stasiun II sedangkan yang terendah terdapat pada stasiun III. Perbedaan arus ini tidak menunjukkan ada nya perubahan yang signifikan antar stasiun.
27 28 29 30 31 32 33 34 35 I II III Stasiun A rus
Gambar 5. Kisaran arus setiap stasiun di perairan Teluk Bakau
Dissolved Oxygen (DO)
Berdasarkan pengamatan dan pengukuran DO di perairan Teluk Bakau, pada stasiun I diperoleh DO sebesar 5,2 mg/l. Nilai DO pada stasiun II sebesar 5,5 mg/l dan pada stasiun III adalah sebesar 5,8 mg/l. Kisaran DO tersebut diatas sesuai dengan baku mutu yaitu > 5 mg/l (Kep.MNLH No. 51 Tahun 2004). Berdasarkan kisaran nilai DO yang sesuai untuk kualitas perairan (Lee et al, 1978), maka perairan Teluk Bakau secara umum termasuk kategori layak untuk mendukung kehidupan biota di dalamnya. 4,9 5 5,1 5,2 5,3 5,4 5,5 5,6 5,7 5,8 5,9 I II III Stasiun DO
Gambar 6. Kisaran DO setiap stasiun di perairan Teluk Bakau
pH
pH tertinggi terdapat pada stasiun II yaitu sebesar 8,3. Diikuti selanjutnya oleh stasiun I sebesar 8,0 dan yang terendah pada stasiun III yaitu dengan nilai pH sebesar 7,9. Gambar 6 memperlihatkan nilai pH masing-masing stasiun. 7,7 7,8 7,9 8 8,1 8,2 8,3 8,4 I II III Stasiun pH
Gambar 7. Kisaran pH setiap stasiun di perairan Teluk Bakau
Kisaran nilai pH tersebut sesuai dengan baku mutu pH air laut yakni sebesar 7-8,5 yang dapat mendukung kelangsungan hidup plankton (Kep. MNLH No. 51 Tahun 2004). Menurut Odum (1971), air merupakan sistem penyangga yang sangat luas dengan pH yang relative stabil sebesar 7-8,5. Dari gambar di lihat bahwa variasi untuk masing-masing stasiun tidak berbeda nyata.
Kecerahan
Berdasarkan monitoring di perairan Teluk Bakau, secara umum pada semua stasiun diperoleh nilai kecerahan antara 1-1,2 m. Kecerahan tertinggi terdapat pada stasiun II dan terendah pada stasiun III. Salah satu faktor penyebab berkurangnya kecerahan disebabkan oleh kekeruhan pada perairan. Menurut Effendi (2003), kekeruhan disebabkan oleh bahan organik/anorganik yang tersuspensi dan terlarut. Perairan Teluk Bakau diketahui banyak mengandung pasir dan lamun. Penyebab lainnya adalah adanya perbedaan waktu pengamatan pada masing-masing stasiun. Kecerahan tinggi pada saat siang hari, sedangkan kecerahan rendah pada pagi dan sore hari.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Perairan Teluk Bakau memiliki 14 jenis plankton, dari hasil analisis indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi menunjukkan bahwa perairan ini memiliki keanekaragaman yang rendah dan tidak ada spesies plankton yang mendominasi, sehingga perairan ini cenderung tidak stabil. Ketidakstabilan perairan erat kaitannya dengan ketersediaan pakan alami bagi larva organisme.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut di kawasan peraiaran Teluk Bakau agar diketahui parameter-parameter lain yang membatasi keberadaan dan kelimpahan plankton (fitoplankton dan zooplankton) yang selanjutnya dapat mempengaruhi struktur komunitas yang terbentuk di kawasan perairan Teluk Bakau.
DAFTAR PUSTAKA
Boney, C. A. D. 1975. Phytoplankton. 1st Ed. The Camelot Press Ltd. Southhampton.
Boyd, C.E. 1979. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Auburn University. Alabama
Bengen, D, G. 2001. Sinopsis : Ekosistem Perairan : Habitat dan Biota. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Hal 42-44.
Brower, J. E., J. H. Zar, dan C. N. V. Ende. 1990. Field and Laboratory Methods for General Ecology. Third Edition. Wm. C. Brown
Publisher. Dubuque, Lowa. P. 40-120.
Cloern, J. E. 2001. Our Evolving Conceptual Model of the Coastal Eutrophication Promblem. Review. Mar. Ecol. Prog. Ser. Vol.210:223-253
Dahuri, R., Rais., S. P. Ginting dan M. J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Edisi Pertama. Penerbit: PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Hal 36.
Djarijah, A.S. 1995. Pakan Ikan Alami. Kanisius, Jakarta. 87 hal.
Effendi, R. 2003. Penelaah Kualitas Air. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hood, R.R., M.R. Abbott and A. Huyer.
1991. Phytoplankton and Photosynthetic Light Response in The Coastal Transition Zone off Nothern California in June 1987. Journal of Geophysical Research. Vol. 96 (C8): 14.766-13.780.
Krebs, C. J. 1989. Ecologycal Methodology. Harper Collins Publisher, Inc. New York. P
357-367.
Menteri Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. No. 51 Tahun 2004. Tentang Baku Mutu
Air Laut.
Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta. Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut
Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia, Jakarta. 459 hal. Odum, E. P. 1971. Dasar-dasar Ekologi.
Edisi ketiga (Alihbahasa Tjahjono Samingan). Gajahmada University Press.
Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Diterjemahkan oleh Ir. Tjahjono Samingan, M.Sc. Gajah Mada Univercity Press. Yogyakarta. 697 hal.
Soedharma, D. 1994. Keanekaragaman
Makrozoobenthos dan
Hubungannya dengan Kulaitas Lingkungan Pesisir Teluk Lampung. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. II (2): 15-34.