• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KOMPOSISI PAKAN TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT PADA KELINCI BUNTING (NEW ZEALAND) DI KECAMATAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KOMPOSISI PAKAN TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT PADA KELINCI BUNTING (NEW ZEALAND) DI KECAMATAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KOMPOSISI PAKAN TERHADAP

PERTAMBAHAN BOBOT PADA KELINCI BUNTING

(NEW ZEALAND) DI KECAMATAN SUMOWONO

KABUPATEN SEMARANG

(Influence of Feed Composition on New Zealand Rabbit Gain Weight Gain

During Pregnancy in Sumowono Disttict Semarang Regency)

A.PRASETYO danT.HERAWATI

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, Kotak Pos 101, Ungaran 50501

ABSTRACT

This reseach was done during February – June 2006, at the “Sido Makmur” rabbit farm in Lanjan Village, Sumowono District, Semarang Regensy. Feed given consisted of 70% forage and 30% concentrate. Forage given were “Jakung/jukut Loseh” (Gallinsoga parvilora), carrot leaf and cabbage wastes. Concentrat BR, was given to non pregnan rabbit and concentrat + tofu waste was given to pregnan rabbit. Concentrat was given at 08:00 and 15:00. The average forage consumption of pregnant rabgbit non pregnan rabbit was 360.99 and 320.50 g/head/day respectively. While the average concentrat consumption was 208.64 and 136.08 g/head/day for pregnant and non pregnant rabbit respectively. The average daily weight gain for the pregnant was 34.07 g/head/day while for the non pregnant rabbit was 27.56 g/head/day. The B/C ratio obtainned in this research was 2.36.

Key Words: Composition, Feed, Pregnant Rabbit, Meat-Characteristic

ABSTRAK

Daging kelinci mempunyai karakteristik yang mirip dengan daging ayam, bahkan kandungan lemak dan kolesterol yang lebih rendah dari daging ayam, kambing, babi dan sapi. Jika dibandingkan ayam, sapi, domba dan babi, daging kelinci mengandung lemak dan kolesterol jauh lebih rendah tetapi proteinnya lebih tinggi. Dengan kandungan gizi seperti itu, daging kelinci akan semakin luas diterima pasar. Dengan prosesing lebih lanjut daging kelinci menjadi diversifikasi produk seperti nugget, sosis, dan bakso maka akan meningkatkan nilai jual. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – Juni 2006 di Peternakan kelinci Kelompok ”Sido Makmur” Desa Lanjan, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang. Pemberian pakan dengan komposisi 70% hijauan dan 30% konsentrat. Jenis pakan hijauan yang diberikan adalah jakung/jukut loseh (Gallinsoga

parvilora), limbah daun wortel dan kubis. Pakan konsentrat yang diberikan ada 2 jenis yaitu konsentrat tanpa

ampas tahu dan konsentrat dengan ampas tahu masing-masing 175 g/ekor dan 225 g/ekor, pola pemberian 2 kali sehari jam 08.00 dan 15.00. Rata-rata konsumsi hijauan kelinci bunting sebesar 360,99 g/ekor/hari dan non bunting 320,50 g/ekor/hari dan konsumsi konsentrat kelinci buting 208,64 g/ekor/hari untuk konsentrat dengan ampas tahu dan kelinci non bunting rata-rata adalah 136,28 g/ekor/hari untuk konsentrat tanpa ampas tahu. Rata-rata pertambahan bobot hidup harian kelinci bunting adalah 34,07 g/hari dan kelinci non bunting 27,56 g/hari. Usaha ternak kelinci sangat prospektif dan menguntungkan dengan parameter kelayakan B/C rasio 2,36.

Kata Kunci: Komposisi, Pakan, Kelinci-Bunting, Karakteristik Daging

PENDAHULUAN

Wabah flu unggas telah memporak-porandakan bisnis peternakan unggas di Indonesia dan juga di Asia dalam tahun 2006 – 2007. Tak terhitung berapa besar kerugian

yang harus ditanggung para peternak, karena pemusnahan yang memang harus dilakukan untuk mencegah penyebaran. Selain itu, muncul isu-isu dan ketakutan luar biasa untuk mengkonsumsi daging unggas karena khawatir

(2)

yang berlebihan tertular oleh virus flu melalui makanan dari daging unggas.

Kelinci yang sudah lama dibudidayakan di Lembang, Jawa Tengah dan Yogyakarta menjadi ternak alternatif pengganti ayam. Di Jawa Tengah dan Yogyakarta kelinci menjadi pengganti daging ayam. Dalam waktu relatif singkat warung sate kelinci dari puluhan menjadi sekitar 100-an. Warung-warung ini diperkirakan membutuhkan 400 ekor kelinci setiap hari.

Kelinci merupakan salah satu komoditas peternakan yang potensial sebagai penyedia daging, karena pertumbuhan dan reproduksinya yang cepat. Ternak kelinci menjadi pilihan untuk dibudidayakan secara luas, karena harga kelinci jauh lebih murah dibandingkan dengan ternak lain seperti kambing, domba maupun sapi. Selain itu pakannya tidak bersaing dengan manusia, maupun dengan industri ternak lain, karena kelinci mempunyai efisiensi penggunaan pakan hijauan yang tinggi.

Kemampuan kelinci menggunakan berbagai jenis pakan, memudahkan kelinci untuk dipelihara di berbagai tempat dengan memanfaatkan potensi sumber daya pakan lokal. Pakan sangat menunjang untuk pertumbuhan seekor ternak, jika pakan yang diberikan berkualitas baik maka pertumbuhan ternak juga akan baik. Pemilihan pakan yang berkualitas baik sangat diperlukan dalam usaha peternakan mengingat 60 – 70% dari seluruh biaya digunakan untuk pakan. Diharapkan dengan budidaya kelinci, petani peternak mampu meningkatkan pendapatan selain juga meningkatkan asupan gizi keluarga/masyarakat.

Daging kelinci mempunyai karakteristik yang mirip dengan daging ayam, bahkan kandungan lemak dan kolesterol yang lebih rendah dari daging ayam, kambing, babi dan sapi. Jika dibandingkan ayam, sapi, domba dan babi, daging kelinci mengandung lemak dan kolesterol jauh lebih rendah tetapi proteinnya lebih tinggi. Kandungan lemak kelinci hanya sebesar 8%, sedangkan daging ayam, sapi, domba dan babi masing-masing 12, 24, 14 dan 21%. Kadar kolesterolnya sekitar 164 mg/100 gram daging, sedangkan ayam, sapi, domba dan babi berkisar 220 – 250 mg/100 gram daging. Kandungan proteinnya mencapai 21%,

Dengan kandungan gizi seperti itu, daging kelinci akan semakin luas diterima pasar. Dengan prosesing lebih lanjut daging kelinci menjadi diversifikasi produk seperti nugget, sosis dan bakso maka akan meningkatkan nilai jual.

Peternakan kelinci di Kabupaten Semarang merupakan salah satu usaha yang menjanjikan keuntungan bila ditekuni secara serius. Ternak kelinci memiliki multi fungsi yaitu sebagai penghasil daging, ternak kesenangan (hobi), menghasilkan kulit, kotoran dan kencingnya sebagai pupuk organik, dan hasil penelitian telah melaporkan bahwa enzim pepsin yang dihasilkan dari (caecum) kelinci mempunyai aktifitas yang setara dengan kemampuan enzin renin yang berasal dari lambung pedet bisa digunakan sebagai starter penggumpal protein casein susu pada pembuatan curd keju (VALENTINO et al., 2005). Menurut laporan tahunan DINAS PETERNAKAN KABUPATEN SEMARANG (2006) bahwa populasi kelinci pada tahun 2005 sebanyak 27.152 ekor. Sentra ternak kelinci adalah Kecamatan Sumowono, Bandungan, Ungaran, Bergas dan Pringapus.

Kawasan agrowisata di Kecamatan Sumowono dan Bandungan merupakan daerah yang potensial untuk pengembangan ternak kelinci. Agroekologi yang mendukung juga daerah tersebut merupakan sentra tanaman sayuran dan bunga sehingga limbah tanaman sayuran merupakan sumber pakan kelinci. Tempat wisata sekitar kawasan candi Gedong

Songo merupakan sentra penjualan sate kelinci

yang membutuhkan daging kelinci setiap harinya, dimana tempat tersebut banyak dikunjungi wisatawan terutama pada hari Minggu.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 4 Februari sampai dengan 4 Juni 2006 di Peternakan kelinci Kelompok ”Sido Makmur” Desa Lanjan, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang.

Materi yang digunakan adalah 20 ekor kelinci New Zealand bunting dan 20 ekor kelinci dewasa tidak bunting. Ransum yang diberikan yang terdapat di Peternakan, Desa

(3)

Metode yang digunakan observasi langsung dengan partisipasi aktif yaitu turut melaksanakan kegiatan pemeliharaan kelinci di Peternakan kelinci. Data yang dikumpulkan dibagi menjadi dua sumber, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi langsung dan wawancara dengan pemilik peternakan dengan menggunakan kuisioner. Data primer yang dicatat antara lain jumlah pakan yang diberikan dan sisa, jenis bahan pakan yang diberikan dan perbandingannya, bobot hidup induk bunting awal dan akhir, dan umur kebuntingan. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka dan instansi terkait.

Data pertambahan bobot hidup diperoleh dengan melakukan penimbangan bobot hidup kelinci bunting. Penimbangan dilakukan pada awal dan akhir pelaksanaan penelitian untuk mengetahui bobot hidup awal dan akhir induk kelinci. Pemberian pakan dilakukan setiap pagi berupa konsentrat dan sore hari berupa hijauan. Sebelum pakan diberikan ternak kelinci dilakukan penimbangan terlebih dahulu masing-masing 175 g/ekor dan 500 g/ekor. Setiap bahan pakan yang digunakan diambil sampel dan ditimbang, kemudian dilakukan analisis untuk mengetahui kadar air dari masing-masing bahan. Sebelum dilakukan analisis bahan pakan tersebut diangin-anginkan atau kering udara. Data yang dikumpulkan diolah untuk mendapatkan konsumsi bahan kering, kadar air, pertambahan bobot hidup, dan konversi pakan kemudian dibandingkan dengan data yang ada di pustaka. Untuk memperoleh parameter kelayakan usaha dengan melakukan analisa finansial B/C rasio dengan skala usaha 20 ekor.

Perhitungan Konsumsi Hijauan = hijauan yang diberikan – hijauan yang tersisa

Perhitungan Konsumsi Konsentrat = konsentrat yang diberikan – konsentrat yang tersisa Perhitungan Konsumsi BK = (pakan yang diberikan x %BK) – (pakan yang tersisa x %BK)

Perhitungan Pertambahan Bobot hidup = Bobot hidup Awal – Bobot hidup Akhir

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan umum lokasi

Peternakan milik Bapak Joko Suparmono terletak di Desa Lanjan, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang. Desa Lanjan berbatasan langsung dengan Desa Sumowono sebelah Utara, Desa Ngadi Kerso sebelah Selatan, Desa Trayu/Candigaron sebelah Barat dan Desa Banyu Kuning Kecamatan Jambu sebelah Timur. Luas wilayah Desa Lanjan adalah 425 ha. Letak Desa Lanjan termasuk dalam daerah perbukitan dengan ketinggian 850 m/dpl., suhu rata-rata 22°C dan kelembaban rata-rata 80%.

Peternakan ini berdiri pada tanggal 8 Agustus 1998. Mula-mula pemilik hanya menyalurkan hobinya dengan memelihara kelinci sebanyak 15 ekor, yaitu 10 ekor kelinci dara, 3 ekor kelinci induk dan 2 ekor kelinci jantan. Peternakan yang dikembangkan termasuk dalam jenis usaha kelinci pembibitan. Kelinci tersebut diperoleh dengan membeli dari tengkulak. Modal awal yang digunakan untuk memulai usaha peternakan kelinci tersebut adalah sebesar Rp. 2.000.000. Jumlah kelinci yang dipelihara berkembang seiring dengan berjalannya waktu dan sekarang telah mencapai sekitar 150 ekor kelinci yang terdiri dari kelinci dara, induk dan jantan. Kelinci yang dipelihara bermacam-macam jenisnya yaitu kelinci New Zealand, Anggora, Rex, Spot dan Lyon. Areal peternakan terdiri dari bangunan kandang, gudang pakan dan tempat penampungan limbah padat dan cair. Peternakan ini terletak berdekatan dengan tempat tinggal Bapak Joko yaitu di belakang rumah peternak. Sistem kandang yang digunakan adalah sistem kandang battery. Kandang yang digunakan adalah 126 buah kandang sistem battery yang terbuat dari bambu, tripleks dan kawat ram.

Anak kelinci mulai lepas sapih umur 30 hari (1 bulan) dan dijual kepada pembeli atau tengkulak yang datang secara langsung ke peternakan. Melalui para tengkulak tersebut dipasarkan kedaerah Solo, Semarang dan Magelang. Penentuan harga sesuai dengan

(4)

standar harga dan umur anak kelinci. Limbah yang dihasilkan berupa limbah cair dan padat. Limbah cair yang dihasilkan biasanya diambil sendiri oleh pembeli dengan harga Rp 330,00 per liter yang dimanfatkan untuk pembuatan Biogas. Sedangkan limbah padat biasanya dimanfaatkan untuk pupuk sayuran dan bunga dengan harga Rp. 250.000 per mobil angkut (mobil pick up).

Komposisi pakan

Pakan yang diberikan pada kelinci berupa hijauan dan konsentrat dengan imbangan 70 : 30. Hal ini sesuai dengan pendapat SARWONO (2002) bahwa peternakan kelinci intensif, pakan yang diberikan sekitar 60 – 80% dan sisanya adalah konsentrat. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari yaitu pagi hari jam 08.00 WIB diberi pakan konsentrat dan sore hari jam 15.00 WIB diberi pakan hijauan (GUSTI dan BUDIANA, 2006).

Pakan hijauan diberikan sebanyak 500 g/ekor/hari dalam bentuk segar. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat KARTADISASTRA (1994) bahwa pemberian hijauan sebesar 650 – 700 g/ekor/hari dalam bentuk segar. Pakan hijauan yang diberikan tidak satu jenis hijauan saja melainkan ada tiga jenis hijauan yang pemberiannya sesuai dengan ketersediaan hijauan tersebut. Hijauan yang diberikan berupa jakung/jukut loseh (Gallinsoga

parvilora), limbah daun wortel dan kubis.

Hijauan yang lebih sering diberikan adalah jakung/ jukut loseh (Gallinsoga parvilora), sedangkan untuk limbah daun wortel dan kubis jarang diberikan. Hal ini sesuai dengan pendapat GUSTI dan BUDIANA (2006) bahwa jakung (Gallinsoga parvilora) adalah sejenis tanaman perdu yang sangat baik untuk kelinci karena kandungan protein serta serat kasarnya tinggi. Hijauan sangat dianjurkan sebagai pakan kelinci. Pemberian pakan berupa kubis atau limbah sayuran lain akan membuat kencing kelinci keluar berlebihan, karena sayuran ini memiliki kandungan air yang tinggi (SUBROTO, 2003).

Ransum yang diberikan pada ternak kelinci ada 2 jenis pakan yaitu ransum I (konsentrat tanpa ampas tahu) dan ransum II (konsentrat

dilaksanakan penelitian dan hari berikutnya konsentrat ditambah dengan ampas tahu. Pemberian pakan konsentrat tanpa ampas tahu sebanyak 175 g/ekor/hari (untuk non bunting) dan konsentrat dengan ampas tahu sebanyak 225 g/ekor/hari (bunting). Hal ini sesuai dengan pendapat SARWONO (2002) bahwa kelinci dewasa rata-rata membutuhkan 120 – 189 g/ekor/hari, kebutuhan konsentrat untuk kelinci bunting bisa naik sekitar 25 – 50% dari kebutuhan normal. Pakan konsentrat terdiri dari ampas tahu, bekatul dan konsentrat BR1.

Pemberiannya dengan perlakuan pencampuran sendiri yaitu bahan pakan dicampur dengan ditambah air matang, garam dan sakarin. Hal ini sesuai dengan pendapat ARITONANG et al. (1992) bahwa pemberian pakan berupa bekatul ditambah garam dan dicampur sedikit air. Imbangan bahan pakan penyusun konsentrat dapat dilihat pada Tabel 1. Ransum kelinci menggunakan BR1 yang merupakan konsentrat untuk ternak unggas karena BR1 mengandung protein yang cukup tinggi. Kandungan nutrisi BR1 adalah 21% PK, 5% LK, 4% SK, 6,5% Abu, 0,9 – 1,1% Ca, dan 0,7 – 0,9% P. Kandungan nutrisi ransum dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Imbangan bahan pakan penyusun konsentrat

Bahan pakan Ransum I (%) Ransum II (%)

Ampas tahu - 71

Bekatul 82 20

BR1 16,5 8

Garam 1 0,6

Sakarin 0,5 0,3 Table 2. Kandungan nutrisi ransum

Ransum I Ransum II Zat pakan ---%--- PK 12,86 15,08 Lemak 9,89 7,51 SK 4,98 10,52 Ca 0,16 0,.09 P 1,38 0,36

(5)

sebelum pakan konsentrat diberikan dan sore hari setelah pakan hijauan diberikan. Hal ini sesuai dengan pendapat SARWONO (2002) bahwa sebelum pukul 08.00 WIB kandang harus sudah dalam keadaan bersih dari kotoran dan sisa pakan.

Konsumsi pakan

Rata-rata konsumsi hijauan kelinci bunting sebesar 360,99 g/ekor/hari dan nonbunting 320,50 g/ekor/hari. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat PARAKKASI (1990) bahwa kelinci bunting membutuhkan hijauan 500 – 1500 g/ekor/hari. Konsumsi hijauan tidak sesuai dengan kebutuhan dapat dikarenakan pemberian hijauan terlalu sedikit sehingga kelinci hanya mangkonsumsi hijauan seadanya saja. Konsumsi konsentrat kelinci non bunting rata-rata adalah 136,28 g/ekor/hari untuk konsentrat tanpa ampas tahu dan kelinci buting 208,64 g/ekor/hari untuk konsentrat dengan ampas tahu. Hal ini sesuai dengan pendapat BASELGA (2002) bahwa kelinci bunting membutuhkan konsentrat lebih tinggi sekitar 25 – 50% dari kebutuhan normal. Kebutuhan normal kelinci dewasa rata-rata 120 – 189 g/ekor/ hari.

Pertambahan bobot hidup kelinci bunting

Selama bunting kelinci mengalami pertambahan bobot hidup. Rata-rata pertambahan bobot hidup harian kelinci bunting adalah 34,07 g/hari dan kelinci non bunting 27,56 g/hari. Menurut SUBROTO (2003) kelinci bunting dan menyusui membutuhkan nutrisi lebih banyak daripada biasanya. Oleh karena itu kelinci bunting dalam mengkonsumsi pakan lebih dari biasanya sehingga bobot hidup kelinci akan mengalami pertambahan. Setelah melahirkan rata-rata bobot hidup induk kelinci mengalami penurunan karena nutrisi yang diperoleh dari pakan selain untuk kebutuhan hidup pokok juga digunakan untuk produksi air susu.

Reproduksi dan perkawinan

Kelinci betina segera dikawinkan ketika mencapai dewasa pada umur 5 bulan (betina

dan jantan). Bila terlalu muda kesehatan terganggu dan mortalitas anak tinggi. Bila pejantan pertama kali mengawini, sebaiknya kawinkan dengan betina yang sudah pernah beranak. Waktu kawin pagi/sore hari di kandang pejantan dan biarkan hingga terjadi 2 kali perkawinan, setelah itu pejantan dipisahkan (KARTADISASTRA, 1998).

Setelah perkawinan kelinci akan mengalami kebuntingan selama 30 – 32 hari. Kebuntingan pada kelinci dapat dideteksi dengan meraba perut kelinci betina 12 – 14 hari setelah perkawinan, bila terasa ada bola-bola kecil berarti terjadi kebuntingan. Lima hari menjelang kelahiran induk dipindah ke kandang beranak untuk memberi kesempatan menyiapkan penghangat dengan cara merontokkan bulunya. Kelahiran kelinci yang sering terjadi malam hari dengan kondisi anak lemah, mata tertutup dan tidak berbulu. Jumlah anak yang dilahirkan bervariasi sekitar 6 – 10 ekor. Kelinci sangat membutuhkan perhatian saat berumur di bawah dua bulan atau masa prasapih karena ia sangat rentan perubahan suhu atau musim dan stres. Kelinci tidak boleh terkena angin malam secara langsung, terutama pada masa peralihan penghujan ke kemarau atau sebaliknya.

Karakteristik daging kelinci

Daging kelinci mempunyai karakteristik yang lebih baik daripada daging sapi, domba, atau kambing. Strukturnya halus dengan warna dan bentuk fisik yang menyerupai daging ayam. Sebagai sumber gizi daging kelinci mempunyai kadar protein lebih tinggi daripada daging ayam, babi, kambing/domba dan sapi yaitu berturut 21, 19,5, 17, 18, 20 gram (LEBAS, 1986).

Kandungan asam lemak esensial lebih tinggi yang diperlukan untuk kesehatan tubuh manusia. Semakin baik penyamaan kalibrasi untuk masing-masing asam lemak, mendorong ke arah suatu penentuan yang lebih tinggi

coeficient cross-validasi (r2) dan standard error rendah cross-validasi (SECV). Prediksi

linoleic, palmitic, palmitoleic dan kandungan asam oleat baik atau sempurna (r2 antara 0,90

dan 0,70); prediksi arachidonic, stearic, α-linolenic dan eicosatrienoic FA mempunyai r2

(6)

vaccenic, icosaenoic dan eicosadienoic FA bersifat meragukan untuk diprediksi. Ketika

asam lemak dikelompokkan, r2 dari

penyamaan-penyamaan kalibrasi adalah: 0.85 untuk FA yang dipenuhi, 0,83 untuk MUFA, 0,93 untuk PUFA dan 0,91 untuk n _6 FA, menandakan prediksi baik atau sempurna. Prediksi FA α-linolenic (r2 = 0,59) diperlukan

lebih banyak ketepatan (Tabel 3). Persamaan yang diperoleh telah digunakan memprediksi

komposisi asam lemak daging kedua kelompok sistem produksi, organik dan konvensional. Daging dari sumber yang organik mempunyai FA monounsaturated (30,54% melawan 34,64%) dan yang lebih tinggi FA polyunsaturated (27,28% melawan 23,66%) dibanding daging kelinci dari sistim konvensional, sedangkan kandungan FA yang diperoleh sama yaitu (42%) di dalam kedua group (Tabel 4).

Tabel 3. Parameter statistik dari persamaan kalibrasi NIR yang sesuai dengan asam lemak (% berat) dari lemak intra dan intermuscular pada daging tungkai belakang kelinci

Asam lemak n Interval Range Mean SD r2 SECV RPD RER

C14 : 0 (myristic) 103 1,66 – 3,12 1,46 2,45 0,30 0,21 0,26 1,12 5,51 C16:0 (palmitic) 102 22,85 – 34,76 11,91 28,10 2,98 0,83 1,21 2,46 9,85 C16:1 cis n_7 (palmitoleic) 100 0,91 – 6,83 5,92 3,10 1,34 0,77 0,64 2,08 9,19 C18:0 (stearic) 96 5,03 – 9,74 44,71 7,42 0,89 0,50 0,63 1,41 7,49 C18:1 n_9 (oleic) 99 18,52 – 30,18 11,66 24,72 3,14 0,84 1,26 2,49 9,24 C18:1 n_7 (vaccenic) 102 0,96 – 1,73 0,77 1,28 0,18 0,33 0,15 1,21 5,03 C18:2 n_6 (linoleic) 100 14,99 – 41,19 26,20 26,60 6,85 0,91 2,08 3,29 12,60 C18:3 n_3 (a -linolenic) 101 1,82 – 4,72 2,90 3,01 0,74 0,59 0,47 1,55 6,12 C20:1 (icosaenoic) 92 0.19–0.53 0.34 0.40 0.07 0.08 0.07 1.04 4.86 C20:2 n_6 (eicosadienoic) 97 0,23 – 0,63 0,40 0,41 0,09 0,23 0,08 1,14 5,13 C20:3 n_6 (eicosatrienoic) 93 0,15 – 0,47 0,32 0,26 0,06 0,54 0,04 1,49 7,44 C20:4 n_6 (arachidonic) 101 0,65 – 3,17 2,52 1,79 0,50 0,63 0,31 1,63 8,21 Saturated 99 30,26 – 46,03 15,77 38,04 3,73 0,85 1,43 2,60 11,00 Monounsaturated 99 20,81 – 37,21 16,4 29,53 4,45 0,83 1,81 2,46 9,04 Polyunsaturated 98 20,11 – 46,78 26,67 32,20 7,42 0,93 2,03 3,65 13,11 n_6 100 17,17 – 42,26 25,09 29,26 7,08 0,91 2,17 3,27 11,58

Saturated = C14 : 0 (myristic) + C16 : 0 (palmitic) + C18 : 0 (stearic).

Monounsaturated = C16 : 1 n_7 (palmitoleic) + C18 : 1 n_9 (oleic) + C18 : 1 n_7 (vaccenic) + C20 : 1 (icosaenoic) Polyunsaturated = C18 : 2 n_6 (linoleic) + C18 : 3 n_3 (a-linolenic) + C20 : 2 n_6 (eicosadienoic) + C20 : 3 n_6 (eicosatrienoic) + C20:4 n _ 6 (arachidonic)

n_6 = C18 : 2 n_6 (linoleic) + C20 : 2 n_6 (eicosadienoic) + C20 : 3 n_6 (eicosatrienoic) + C20 : 4 n_6 (arachidonic) r2 = coeficient of determination of cross-validation; SECV = standard error of cross-validation; RPD = SD/SECV

RER = range/SECV; NIR = spektroskopi Near-infrared

(7)

Tabel 4. Least square means dan standard error persen relatif produksi asam lemak (inter dan intramuscular) pada daging kelinci tungkai belakang dalam sistem produksi konvensional dan organik

Rata-rata (%) Asam lemak Konvensional

(n = 26) Organik (n = 26) Saturated 42,05 42,27 Monounsaturated 34,64 30,54 Polyunsaturated 23,66 27,28 n – 6 21,11 23,39 n – 3 2,47 2,64

Saturated = C14 : 0 (myristic) + C16 : 0 (palmitic) + C18 : 0 (stearic) Monounsaturated = C16 : 1 n_7 (palmitoleic) + C18 : 1 n_9 (oleic) + C18 : 1 n_7 (vaccenic) + C20 : 1 (icosaenoic) Polyunsaturated = C18 : 2 n_6 (linoleic) + C18 : 3 n_3 (a-linolenic) + C20 : 2 n_6 (eicosadienoic) + C20 : 3 n_6 (eicosatrienoic) + C20 : 4 n_6 (arachidonic) n_6 = C18 : 2 n_6 (linoleic) + C20:2 n_6 (eicosadienoic) + C20 : 3 n_6 (eicosatrienoic) + C20 : 4 n_6 (arachidonic) n_3 = C18 : 2 n – 3 (α-linolenic)

Sumber: PLA et al. (2007)

Kandungan asam lemak yang tertinggi berturut adalah linoleic, palmitic dan oleic (Tabel 5.). Studi ini mengevaluasi kandungan asam lemak dari daging kelinci dari jenis Selandia Baru White Californian. Perlakuan meliputi lahir dan dibesarkan keluar rumah di padang pengembalaan (O/O), yang dilahirkan dan dibesarkan di ke dalam rumah atau di dalam kandang (I/I), atau lahir di dalam rumah atau di dalam kandang dan membesarkan keluar rumah di padang pengembalaan (I/O). Kelinci-kelinci yang digunakan pada umur 104 hari dan otot daging pinggang atau (m.

Longissimus dorsi) diambil untuk analisa

lemak. Yang dibandingkan yaitu kelinci-kelinci yang dibesarkan di dalam kandang, dengan kelinci-kelinci dibesarkan keluar rumah atau di padang pengembalaan mempunyai lebih sedikit lemak total sangat nyata, kandungan yang lebih tinggi asam lemak eicosatrienoic dan docosaenoic dan yang lebih tinggi sejumlah dari n-3 asam lemak docosahexaenoic, docosapentaenoic dan eicosapentaenoic (Tabel 6). Menurut BERNARDINI et al. (1999) menyatakan bahwa suatu diet yang berbasis rumput dapat mengubah profil asam lemak dari daging kelinci, yaitu meningkatkan kandungan asam lemak n-3 dan nilai nutrisi daging. Table 5 Kandungan asam lemak dalam daging kelinci tungkai belakang, least square means dan standard

errors (mg/100 g daging) Group Asam lemak Control (n = 44) Selection (n = 40) C10 : 0 (capric) 3,75 ± 0,97 3,19 ± 1,01 C12 : 0 (lauric) 4,97 ± 0,65 6,27 ± 0,68 C14 : 0 (myristic) 54,21 ± 2,69 67,05 ± 2,82 C16 : 0 (palmitic) 607,74 ± 23,42 712,28 ± 24,56 C16 : 1 cis n_7 (palmitoleic) 50,19 ± 4,92 78,00 ± 5,16 C16 : 1 n_9 7,88 ± 0,34 9,36 ± 0,36 C17 : 0 (margaric) 14,69 ± 0,60 16,91 ± 0,63 C17 : 1 (heptadecenoic) 4,84 ± 0,55 6,74 ± 0,58 C18 : 0 (stearic) 169,12 ± 5,61 185,01 ± 5,88 C18 : 1 n_9 (oleic) 537,88 ± 23,16 635,27 ± 24,29 C18 : 1 n_7 31,79 ± 1,26 34,86 ± 1,32 C18 : 2 n_6 (linoleic) 757,89 ± 31,70 776,84 ± 33,24 C18 : 3 n_3 (α-Linolenic) 77,92 ± 4,59 81,20 ± 4,81 C20 : 1 (icosaenoic) 8,24 ± 0,70 9,96 ± 0,73 C20 : 2 n_6 10,95 ± 0,56 12,78 ± 0,58 C20 : 3 n_6 6,67 ± 0,51 6,68 ± 0,54 C20 : 4 n_6 (arachidonic) 47,98 ±,1,18 45,44 ± 1,24

(8)

Tabel 6. Ringkasan dari kandungan asam lemak (gram per 100 g dari jaringan otot) dari M. longissimus

dorsi dari kelinci: pengaruh metoda pembesaran

Asam lemak dan lemak O/O g/100 g I/O g/100 g I/I g/100 g Standard error dari rata-rata Total saturated fatty acids (SFA) 0,118 0,142 0,210 0,26 Total monounsaturated fatty acids (MUFA) 0,060 0,070 0,131 0,21 Total polyunsaturated fatty acids (PUFA) 0,175a 0,200a 0,285b 0,26

Total fat 0,352a 0,412a 0,625b 0,72

PUFA:FA 1,493 1,402 1,419 0,069

Total n-3* 8,556ª 6,316b 4,207c 0,407

Total n-6* 31,416 35,169 33,589 1,423

n-6:n-3 3,737a 5,753b 7,968c 2,879

*nilai yang ada (%) dari n-3 atau n-6 asam lemak dalam total asam lemak superscripts yang berbeda pda baris yang sama adalah Means (a, b, c, P = 0,05) Sumber: IVIS et al. (2006)

Analisis ekonomi

Perkiraan analisis budidaya kelinci didasarkan pada jumlah ternak per 20 ekor induk (Tabel 7).

Usaha pembibitan dengan skala 20 ekor induk betina dan 4 ekor induk jantan, mulai tahun kedua pemeliharaan, peternak sudah menangguk untung sekitar Rp. 25 juta. Tahun pertama laba usaha masih dialokasikan untuk Tabel 7. Analisis finansial usaha ternak kelinci skala 20 ekor selama setahun

Uraian Nilai (Rp.)

Biaya produksi

Kandang dan perlengkapan 1.000.000

Bibit induk 20 ekor @ Rp. 30.000 600.000

Pejantan 3 ekor @ Rp. 20.000 60.000

Pakan

Sayur + rumput 1.000.000

Konsetrat (pakan tambahan) 2.000.000

Obat 1.000.000

Tenaga kerja 2 x 12 x Rp. 150.000 3.600.000

Jumlah biaya produksi 9.260.000

Pendapatan Kelahiran hidup/induk/tahun = 31 ekor Penjualan

Bibit: 20 x 15 x Rp. 20.000 6.000.000

Kelinci potong 20 x 15 x Rp. 50.000 15.000.000

Feses/kotoran 60.000

Bulu 750.000

(9)

menutup biaya investasi seperti pembelian bibit, pembuatan kandang dan pakan.

Perhitungan tersebut berdasarkan asumsi, satu tahun seekor induk akan beranak tiga kali dan sekali beranak sebanyak lima ekor. Sementara harga anak kelinci umur lima bulan berkisar sekitar Rp. 20.000 – Rp. 90.000/ekor, tergantung jenis kelinci. Padahal kelinci bisa beranak empat kali per tahun dengan jumlah sekali beranak 6 – 12 ekor. Sampai saat ini pun harga kelinci hias bisa menjual di atas Rp. 100.000/ekor. Tingkat kematiannya memang bisa mencapai 20%, namun di lokasi penelitian kematian anak sekitar 10%. Kelinci potong yang banyak dipelihara peternak adalah jenis Flemish Giant dan English Spot.

Selain daging, peternak bisa menjual kotoran dan air kencing kelinci. Pupuk kotoran kelinci paling banyak dicari petani salak di Yogyakarta karena bagus untuk tanaman dan buah. Harga pupuk kotoran kelinci mencapai Rp. 7.500/kg, sedangkan air kencingnya Rp. 5.000/liter. Seratus ekor kelinci menghasilkan 25 kg kotoran basah per hari.

KESIMPULAN

Pemberian pakan dengan komposisi 70% hijauan dan 30% konsentrat. Jenis pakan hijauan yang diberikan adalah jakung/jukut loseh (Gallinsoga parvilora), limbah daun wortel dan kubis. Pakan konsentrat yang diberikan ada 2 jenis yaitu konsentrat tanpa ampas tahu dan konsentrat dengan ampas tahu masing-masing 175 gr/ekor dan 225 g/ekor, pola pemberian 2 kali sehari jam 08.00 dan 15.00. Rata-rata konsumsi hijauan kelinci bunting sebesar 360,99 g/ekor/hari dan non bunting 320,50 g/ekor/hari dan Konsumsi konsentrat kelinci non bunting rata-rata adalah 136,28 g/ekor/hari untuk konsentrat tanpa ampas tahu dan kelinci buting 208,64 g/ekor/hari untuk konsentrat dengan ampas tahu. Rata-rata pertambahan bobot hidup harian kelinci bunting adalah 34,07 g/hari dan kelinci non bunting 27,56 g/hari. Setelah melahirkan anaknya bobot hidup induk kelinci mengalami penurunan. Suatu penelitian menyatakan bahwa suatu diet yang berbasis rumput dapat mengubah profil asam lemak dari

daging kelinci, yaitu meningkatkan kandungan asam lemak n-3 dan nilai nutrisi daging. Usaha ternak kelinci sangat prospektif dan menguntungkan dengan parameter kelayakan B/C rasio 2,36.

DAFTAR PUSTAKA

ARITONANG, D., T. PASARIBU dan M. SILALAHI.

1992. Ketercernaan nutrisi onggok, gaplek, ampas sagu, ampas bir dan ampas tahu untuk babi. J. Ilmu dan Peternakan. 5(2): 82 – 86. BASELGA, M. 2002. Rabbit genetic resources in

Mediterrranean countries. Zaragoza Spain: Options Mediterraneannes Ciheam. pp. 221 – 262.

BERNARDINI, M., A. DAL BOSCO dan CASTELINI. 1999. Effect of dietary n–3/n–6 ratio on fatty acids composition of liver meat and perirenal fat in rabbit. Anim. Sci. 68: 647 – 654. DINAS PETERNAKAN KABUPATEN SEMARANG. 2006.

Laporan Tahunan Dinas Peternakan Kabupaten Semarang.

GUSTI,M.P. dan N.S.BUDIANA. 2006. Kelinci Hias.

Penebar Swadaya. Jakarta.

IMAM. 2006. Bisnis Kelinci Menguntungkan. dalam

Tabloid Pertanian Agrina edisi 29 November 2006.

IVIS T. FORRESTER-ANDERSON, JAMES MCNITT,

ROBIN WAYand MARK WAY.2006. Fatty acid content of pasture-reared fryer rabbit meat. J.

Food Composition and Analysis. (19):715 –

719.

JORGE A.RAM_YREZ,ISABEL D_ÝAZ,MARCIAL PLA,

MARTA GIL, AGUST_ÝN BLASCO and MARIA_ANGELS OLIVER. 2005. Fatty acid composition of leg meat and perirenal fat of rabbits selected by growth rate. Food Chemistry. (90): 251 – 256.

KARTADISASTRA, H.R. 1994. Kelinci Unggul. Kanisius, Yogyakarta.

KARTADISASTRA, H.R. 1998. The rabbit as a

potensial animal for meat production in the future. TC on Poultry Husbandry an Feed Mfg. Ciawi, Bogor.

LEBAS,F. 1986. The rabbit husbandry, health and production. Food and Agriculture Organization of The United Nations, Roma.

PARAKKASI,A.1990. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa, Bandung.

(10)

PLA, M., P. HERNA´NDEZ, B. ARIN˜O, J.A.

RAMY´REZ and ISABEL DY´AZ. 2007. Prediction of fatty acid content in rabbit meat and discrimination between conventional and organic production systems by NIRS methodology. Food Chemistry I (100): 165 – 170.

SARWONO,B. 2002. Kelinci Potong dan Hias. Agro Media Pustaka, Depok.

SUBROTO,SENO. 2003. Beternak Kelinci. Penerbit

Aneka Ilmu, Semarang.

VALENTINO E. F., POBI TAROSMAN dan R. AGUS

SLAMET. 2005. Potensi Pepsin yang Berasal

dari Sekum Kelinci Sebagai Pengganti Rennet pada Proses Pembuat Curd Keju, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.

DISKUSI Pertanyaan:

1. Berapa lama kegiatan penelitian ini dilakukan? 2. Berapa berat lahir kelinci?

Jawaban:

1. Lama penelitian sebelum sampai setelah bunting (lahir) ± 1 bulan. 2. Berat lahir anak kelinci tidak ditimbang.

Gambar

Table 2. Kandungan nutrisi ransum
Tabel 3. Parameter statistik dari persamaan kalibrasi NIR yang sesuai dengan asam lemak (% berat) dari  lemak intra dan intermuscular pada daging tungkai belakang kelinci
Table 5   Kandungan asam lemak dalam daging kelinci tungkai belakang, least square means dan standard  errors (mg/100 g daging)  Group  Asam lemak  Control (n = 44)  Selection (n = 40)  C10 : 0 (capric)  3,75 ± 0,97  3,19 ± 1,01  C12 : 0 (lauric)  4,97 ± 0
Tabel 7. Analisis finansial usaha ternak kelinci skala 20 ekor selama setahun

Referensi

Dokumen terkait

Mengintegrasikan nilai-nilai multikultural dalam pembelajaran disekolah-sekolah melalui mata pelajaran yang relevan harusnya sesegera mungkin karena itu adalah wujud

terhadap motivasi belajar peserta didik pada mata pelajaran PAI di SMP Negeri 3 Sungguminasa sebesar 49,5%. Penelitian ini berimplikasi sebagai berikut: 1) Pada dasarnya

Produk yang akan di redesign adalah food cart karena dapat menyimpan alat, bahan yang diperlukan dan mudah di bawa kemana- mana, untuk melakukan redesign

Na-alginat dan Karbopol 940 memberikan pengaruh dapat meningkatkan lama perekatan dan pH permukaan , serta dapat menurunkan indeks pengembangan dan pelepasan secara in-vitro

Landasan teori ini menjadi dasar yang kuat dalam sebuah penelitian yang akan dilakukan, berupa gambaran umum tentang perceraian, sub-bab yaitu judul suatu materi

Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan pemahaman dan kemandirian mahasiswa S1 PGSD Pokjar Sidoarjo pada modul Pengantar Statistika I dan II melalui tutorial perbaikan dengan

1, No.2, Desember 2020 : 111-119 © 2020 JIEES : Journal of Islamic Education at Education School Dengan menerapkan metode analisis muatan literasi sains pada buku ajar

Berlandaskan beberapa permasalahan yang dihadapi, pengembangan model pembe- lajaran yang akan dilaksanakan dibatasi pada model pembelajaran mata kuliah Teknik