• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN. UNICEF menyatakan terjadi trend yang menghawatirkan karena terjadi peningkatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN. UNICEF menyatakan terjadi trend yang menghawatirkan karena terjadi peningkatan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Remaja dan Permasalahannya

UNICEF menyatakan terjadi trend yang menghawatirkan karena terjadi peningkatan jumlah kematian remaja yang berusia 10-19 tahun akibat HIV/AIDS di seluruh dunia yaitu 71.000 remaja pada tahun 2005 meningkat menjadi 110.000 jiwa pada tahun 2012 (Herman, 2013). Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan prevalensi umur perkawinan yang terjadi pada umur kurang dari 15 tahun yaitu sebesar 2,6 % dan usia 15-19 tahun sebanyak 23,9 %. Fenomena inilah yang menyebabkan terjadinya ibu yang melahirkan pada usia terlalu muda (<20 tahun), bahkan ada yang melahirkan pada usia kurang dari 15 tahun. Data lainnya dari BKKBN pada tahun 2013, menyebutkan bahwa sebanyak 4,38 % remaja usia 10-14 tahun telah melakukan aktivitas seks bebas, sedangkan remaja pada usia 14-19 tahun sebanyak 41,8 %. Kejadian aborsi menurut catatan Komisi Nasional Perlindungan Anak terjadi peningkatan, yaitu dari 86 pada tahun 2011 menjadi 121 kasus pada tahun 2012, dan dari kasus tersebut mengakibatkan delapan orang meninggal. Berdasarkan data tersebut, hal ini cukup memprihatinkan karena kehamilan dan persalinan remaja di bawah umur 20 tahun sangat beresiko apalagi ditunjang dengan perilaku seks yang beresiko pula sehingga menambah permasalahan remaja khususnya yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi.

Permasalahan lain yang erat kaitannya dengan remaja dan berhubungan dengan kesehatan reproduksi adalah masalah gizi, merokok dan napza. Data Riskesdas 2013 menyebutkan bahwa remaja pendek menurut prevalensi nasional sebanyak 30,7 %, remaja kurus

(2)

11,2 %, remaja yang merokok pada usia 10-19 tahun sebanyak 19,7 %. Menurut BNN terjadi peningkatan pengguna narkoba pada tahun 2012, dari 3,6 juta orang menjadi 3,8 juta orang pada tahun 2013 dan 22 % diantaranya adalah remaja ( Rohan & Siyoto, 2013).

Di Bali permasalahan yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi remaja juga menunjukkan angka yang memprihatinkan, Faturohman tahun 2009 dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dari tiga ratus dua puluh tujuh remaja di Kabupaten Badung, 5 % (enam belas orang) diantaranya pernah berhubungan sex pada usia 14-19 tahun, dari enam belas orang tersebut, satu pernah terkena penyakit kelamin dan dua pernah hamil hingga berakhir dengan aborsi. Pada tahun 2013, penelitian lain menyebutkan bahwa dari enam ratus tiga puluh tiga pelajar, 10-31 % remaja yang belum menikah pernah punya pengalaman berhubungan sex. Kasus narkoba di Bali menyumbangkan angka 1,8 % atau 55.553 orang dengan permasalahan narkoba. Berdasarkan data diatas, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan terkait dengan masalah kesehatan reproduksi dan permasalahan remaja lainnya di Bali ( Faturrahman, 2009).

Berdasarkan data diatas, permasalahan kesehatan reproduksi remaja yang menjadi prioritas dapat dikelompokkan seperti di bawah ini.

a. Aborsi tidak aman yang diakibatkan sebagian besar dari kehamilan tidak diinginkan. b. Kehamilan dan persalinan dini (terjadi pada usia terlalu muda).

c. Penyakit menular seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS.

d. Kekerasan seksual termasuk pemerkosaan, pelecehan dan perdagangan perempuan (Rohan dan Siyoto, 2013).

(3)

Masa remaja adalah masa terjadinya peralihan terhadap perubahan secara fisik dan psikologis dari masa anak-anak ke masa dewasa (Hurlock, 2003). Perubahan psikologis yang terjadi pada remaja meliputi intelektual, kehidupan emosi, dan kehidupan sosial. Perubahan fisik mencakup organ seksual yaitu alat-alat reproduksi sudah mencapai kematangan dan mulai berfungsi dengan baik (Sarwono, 2005).

Remaja adalah fase peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa, dimana mulai timbul ciri-ciri seks skunder, terjadi pacu tumbuh, tercapainya fertilitas dan terjadinya perubahan-perubahan kognitif dan psikologik. Remaja sebenarnya berada diantara masa anak-anak dan masa dewasa sehingga berada dalam tempat yang tidak jelas, oleh karena itu masa remaja sering disebut masa pencarian jati diri (Rohan & Siyoto, 2013).

Remaja dapat diartikan sebagai masa peralihan dari perkembangan antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perkembangan biologis, kognitif, sosial dan mental-emosional (Santrock, 2003).

WHO ( 2009 ) menyebutkan, yang dimaksud dengan usia remaja yaitu antara usia 12 sampai usia 24 tahun. Menurut Menteri Kesehatan RI (2010), batasan usia remaja adalah antara usia 10 sampai 19 tahun dan belum kawin.

Remaja dibagi menjadi tiga tahap yaitu masa remaja awal (usia 10-13 tahun), masa remaja tengah yaitu (usia 14-16 tahun) dan remaja akhir (usia 17-19 tahun) (Rohan & Sayito, 2013). Masa remaja menurut Santrock (2003), yaitu usia 10-13 tahun dan berakhir saat menginjak usia 18-22 tahun.

(4)

Saat memasuki masa remaja akan diawali dengan perubahan fisik dulu kemudian diikuti perubahan psikis pada remaja. Perubahan yang mencolok pada remaja laki-laki dan perempuan umumnya terjadi saat usia 9-19 tahun. Perubahan yang terjadi bukan hanya bertambah tinggi dan besar saja, tetapi juga terjadi perubahan organ reproduksi sehingga mereka bisa menghasilkan keturunan. Perubahan tersebut dikenal dengan istilah pubertas yaitu perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Remaja perempuan ditandai dengan datangnya menstruasi, sedangkan pada remaja laki-laki ditandai dengan mimpi basah. Remaja laki-laki juga mengalami ejakulasi yaitu keluarnya sperma melalui penis, dan kejadian ini dapat disengaja maupun tidak disengaja yaitu melalui mimpi basah.

Proses menstruasi terjadi kerena luruhnya lapisan pada dinding rahim yang mengandung pembulu darah tempat sel telur yang tidak dibuahi menempel, biasanya terjadi antara tiga sampai tujuh hari. Siklus haid masing-masing remaja berbeda, yaitu dua puluh tujuh hari atau tiga puluh lima hari. Perubahan Alat reproduksi pada perempuan terjadi pada labia minora atau bibir luar, clitoris atau kelentit, rambut kemaluan, lubang vagina, uterus, servik, sel telur, indung telur. Perubahan alat reproduksi laki-laki terjadi pada zakar, buah zakar, saluran kencing (uretra), saluran sperma, skrotum, kelenjar prostat, kandung kencing (Rohan &Siyoto, 2013).

Perkembangan secara psikis juga melewati beberapa tahap yang mungkin dipengaruhi oleh kontak dengan lingkungan sekitarnya. Fase remaja di bagi dalam beberapa tahap perkembangan remaja diantaranya :

a. Fase remaja awal (usia 10-13 tahun)

Pada fase ini remaja merasa dan tampak lebih dekat dengan teman sebaya, menginginkan kebebasan, mulai tampak berfikir khayal terhadap bentuk tubuh.

(5)

Pada masa ini remaja mulai mencari jati diri, ada ketertarikan terhadap lawan jenis, ingin berkencan, mulai merasakan cinta yang mendalam kemampuan berfikir abstraknya semakin berkembang, dan berimajinasi tentang seksual.

c. Fase remaja akhir (usia 17-19 tahun)

Remaja pada fase ini mulai menampakkan kebebasan dirinya, lebih selektif dalam mencari teman, mulai memiliki citra diri ( gambaran, keadaan dan peran ) terhadap dirinya, mampu untuk mengungkapkan perasaan cintanya, mempunyai kemampuan yang baik untuk berfikir abstrak atau khayal.

Remaja seharusnya mengetahui informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi dan hal-hal lain yang menyebabkan permaslahan remaja, supaya remaja mempunyai sikap dan perilaku yang baik terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi mereka sehingga bisa terhindar dari permasalahan remaja (Rohan & Siyoto, 2013).

2.1.2 Kesehatan Reproduksi Remaja 2.1.2.1 Pengertian Kesehatan Reproduksi

WHO mengartikan kesehatan reproduksi bukan karena tidak adanya penyakit dan kecacatan tentang sistem, fungsi dan proses reproduksi tetapi juga adanya kesejahteraan secara fisik, mental dan sosial (Saparinah Sadli, dkk. 2006).

Menurut BKKBN (2009), Kesehatan reproduksi selain mengedepankan kesejahteraan sosial secara menyeluruh terhadap hal yang berkaitan dengan sistem dan fungsi reproduksi, juga mengedepankan kesehatan secara fisik, jadi tidak hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan kecacatan.

(6)

Pencegahan permasalahan remaja bisa dilakukan melalui upaya memberikan pengetahuan dasar pada remaja tentang kesehatan reproduksi remaja, pengetahuan dasar tersebut dapat diuraikan seperti dibawah ini.

1. Pengetahuan mengenai sistem reproduksi, proses reproduksi dan fungsi alat reproduksi beserta hak-hak reproduksi.

2. Informasi mengenai usia kawin dan perencanaan dalam membentuk keluarga berencana. 3. Permasalahan pre menstruasi syndrome (PMS), HIV/AIDS dan berbagai dampaknya. 4. Pengaruh napza dan minuman keras terhadap kesehatan reproduksi.

5. Pengaruh sosial media dan interaksi sosial terhadap sikap dan perilaku seksual. 6. Bentuk-bentuk kekerasan seksual dan berbagai upaya menghindarinya.

7. Komunikasi yang baik dan harus percaya diri agar mampu menghindari berbagai hal negatif.

Peran bidan dalam penanggulangan masalah remaja yaitu sebagai fasilitator dan konselor. Sebagai media konseling bagi remaja untuk memecahkan masalahnya, bidan harus memiliki pengetahuan dan wawasan yang baik dan benar tentang kesehatan reproduksi remaja dan berbagai permasalahannya. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan untuk menanggulangi berbagai permasalahan remaja melalui berbagai prorgam remaja, salah program tersebut yaitu program PKPR dimana program ini menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan yang pelaksanaanya dilakukan oleh Puskesmas.

2.1.3 Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)

PKPR adalah suatu program yang dikembangakan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, sebagai upaya untuk meningkatkan status kesehatan remaja yang menekankan kepada Puskesmas. Pengertian PKPR sendiri adalah suatu pelayanan yang ditujukan dan dapat di

(7)

jangkau oleh remaja, peka akan kebutuhan terkait kesehatannya, dapat menjaga rahasia, efektif dan efisien dalam memnuhi kebutuhan tersebut. Singkatnya, PKPR adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk remaja, dimana pelayanannya dapat diakses oleh semua golongan remaja, dapat diterima, sesuai, komprehensif, efektif dan efisien. Program ini dalam pelaksanaannya, diharapkan petugas Puskesmas mempunyai kepedulian yang tinggi, mau menerima remaja dengan permasalahnnya dan dapat menciptakan suasana konseling yang menyenangkan tanpa adanya stigma dan diskriminasi terhadap remaja tersebut. Lokasi pelayanan PKPR harus mudah dijangkau, nyaman, aman, kerahasiaan remaja dijaga tanpa ada diskriminasi dan stigma (Kemenkes RI, 2011).

Dasar hukum yang menunjang prorgam PKPR diantaranya adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan yang tercantum dalam beberapa pasal dibawah ini.

a. Pasal 131

Pasal 131 Ayat (1) Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas dan berkualitas serta menurunkan angka kematian bayi dan anak. (2) Upaya pemeliharaan kesehatan anak dimulai sejak anak masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan dan sampai berusia 19 tahun. (3) Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak sebagai mana dimaksud pada ayat (1) dan (2) menjadi tanggung jawab dan kewajiban bersama bagi orang tua, keluarga, masyarakat, Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

b. Pasal 136

Pasal 136 Ayat (1) Upaya pemeliharaan kesehatan remaja harus ditujukan untuk mempersiapkan menjadi orang dewasa yang sehat dan produktif baik sosial maupun ekonomi,

(8)

(2) Upaya pemeliharaan kesehatan remaja sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) termasuk untuk reproduksi remaja dilakukan agar terbebas dari berbagai gangguan kesehatan yang dapat menghambat kemampuan menjalani kehidupan reproduksi secara sehat, (3) Upaya pemeliharaan kesehatan remaja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat.

c. Pasal 137

Pasal 137 Ayat (1) Pemerintah berkewajiban menjamin agar remaja dapat memperoleh edukasi, informasi dan layanan mengenai kesehaatan remaja agar mampu hidup sehat dan bertanggung jawab, (2) Ketentuan mengenai kewajiban Pemerintah dalam menjamin agar remaja memperoleh edukasi, informasi dan layanan mengenai kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai pertimbangan moral nilai agama dan berdasarkan ketentuan dan peraturan perundang - undangan.

Puskesmas yang mampu melaksanakan program PKPR mempunyai kriteria diantaranya mempunyai petugas yang dilatih oleh Dinas Kesehatan untuk program PKPR, melatih kader atau konselor sebaya minimal 10 % dari jumlah murid di sekolah binaan, melakukan konseling informasi dan edukasi (KIE) di sekolah binaan 2x setahun, melayani konseling pada semua remaja yang membutuhkan. Menurut Fadhlina (2012), beberapa manfaat dari PKPR dapat diuraikan seperti di bawah ini.

1. Meningkatkan dan menambah wawasan dari petugas kesehatan maupun konselor sebaya melalui kegiatan - kegiatan penyuluhan, dialog interaktif, jambore, Focus Group Discussion (FGD), seminar, dan lain sebagainya.

2. Menjamin kerahasiaan remaja dengan permasalahannya dan memberikan solusi atas masalahnya

(9)

3. Meningkatkan peran remaja dalam membantu mengatasi masalah temannya dan menyebarkan informasi dengan menjadi konselor sebaya.

Program PKPR mempunyai sasaran yaitu semua remaja usia 10 - 19 tahun dan belum menikah, remaja yang dimaksud disini adalah remaja baik sekolah maupun tidak, sehingga bisa melalui karang taruna, remaja masjid, dan lain-lain. Bentuk kegiatan PKPR diantaranya adalah memberikan edukasi dan informasi, layanan medis dan klinik seperti pemeriksaan penunjang jika dibutuhkan, pendidikan keterampilan hidup sehat (PKHS), pelatihan konselor sebaya, konseling, penyuluhan kesehatan, dan pelayanan rujukan baik medis maupun sosial. Kegiatan PKPR di sekolah meliputi penyuluhan, konseling, pelatihan konselor sebaya, pemeriksaan kesehatan, penemuan kasus-kasus dini serta rujukan jika diperlukan. Upaya untuk keberhasilan mengembangkan pemanfaatan PKPR digunakan berbagai strategi yang dapat diuraikan seperti dibawah ini.

1. Pemenuhan sarana dan prasarana yang dilaksanakan secara bertahap 2. Penyertaan remaja secara aktif.

3. Penentuan biaya pelayanan serendah mungkin, bahkan kalau memungkinkan gratis.

4. Dilaksanakannya kegiatan minimal yaitu memberikan konseling, pelayanana klinis medis dan melaksanakan rujukan.

5. Ketepatan penentuan prioritas sasaran.

6. Ketepatan pengembangan jenis kegiatan, missal memperluas kegiatan konseling sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang terjadi di wilayah setempat serta disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas.

7. Melaksanakan monitoring dan evaluasi. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan berkala oleh dinas kesehatan dan tim Puskesmas (Kemenkes RI, 2011).

(10)

Berdasarkan penelitian Arsani, dkk, pada tahun 2013 di Kecamatan Buleleng menunjukkan bahwa ; 1) Peranan Puskesmas dalam program PKPR adalah sebagai ujung tombak pemberi pelayanan kesehatan di masyarakat termasuk remaja; 2) Program PKPR yang dicanangkan Puskesmas Buleleng 1 sebagian besar sudah terlaksana dengan baik, namun masih terdapat 1 sasaran yang belum tercapai yaitu pembentukan konselor sebaya serta belum maksimalnya sosialisasi kepada remaja secara luas; 3) PKPR dirasakan memiliki peranan yang sangat penting bagi remaja.

Hadiningsih (2010), dalam penelitiannya menyebutkan bahwa pelaksanaan program PKPR di Puskesmas Kabupaten Tegal belum memenuhi kriteria pelayanan remaja seperti yang ditetapkan Depkes RI. Ada beberapa faktor penghambat diantaranya Semua Puskesmas belum melaksanakan semua kegiatan puskesmas PKPR diantaranya pelatihan pendidik sebaya dan konselor sebaya, alur dan pelaksanaan pelayanan PKPR kurang sesuai, kurangnya cakupan layanan kepada remaja, dan kurangnya dukungan dari instansi – instansi lain yang terkait dengan program PKPR. Faktor penyebabnya adalah kurangnya sosialisasi program PKPR kepada remaja, pelaksana program PKPR dan kurang konsistennya Kabupaten Tegal dalam pelaksanaan program PKPR, petugas yang terlibat dalam pelaksanaan PKPR belum semuanya terlatih, serta kurangnya dukungan dana dan sarana prasarana. Beberapa faktor pendukung diantaranya adalah sikap pelaksana program, remaja dan Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal terhadap program sangat positif, namun tidak tersedia dana guna memotivasi pelaksana program dalam melaksanakan program PKPR di Puskesmas. Dalam pelaksanaan program PKPR kurang adanya kerjasama yang baik antara berbagai pihak yang terkait program PKPR, disamping itu belum ada stadart operasional prosedur (SOP) pelaksanaan program PKPR di Puskesmas dan di Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal.

(11)

Lola & Erwinda (2009), dalam penelitiannya menunjukkan bahwa pengetahuan mempengaruhi sikap responden terhadap pemanfaatan PKPR di SMPN 01 Sitiung Kabupaten Dharmasraya.

Cutia (2012), dalam penelitiannya menyebutkan bahwa banyak sekali faktor penghambat dalam pelaksanaan PKPR diantaranya kegiatan PKPR masih terbatas pada penyuluhan di sekolah dengan materi Kesehatan Reproduksi Remaja. Remaja yang datang ke Puskesmas belum mendapatkan pelayanan seperti alur model pelayanan PKPR Dinas Kesehatan. Akses remaja ke Puskesmas terbentur dengan jam sekolah. Puskesmas belum melakukan pelatihan konselor sebaya. Belum ada alokasi dana yang cukup untuk kegiatan PKPR. Bahan-bahan penyuluhan masih kurang, belum ada form pelayanan, panduan konseling dan pedoman pelaksanaan, alat bantu pembelajaran edukatif dan transportasi serta ruangan pelayanan. Pemahaman petugas tentang program masih kurang, tidak semua petugas bersikap youth friendly dan memiliki sikap yang positif terhadap pencapaian tujuan, beban kerja petugas tinggi, pengawasan hanya berupa pemeriksaan laporan, kualitas laporan masih rendah, forum kerjasama lintas sektoral belum digunakan untuk menggalang dukungan bagi terselenggaranya PKPR dan standar operasional prosedur dan standar pelayanan minimal belum tersedia.

2.2 Konsep Penelitian

Konsep penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep remaja, konsep PKPR, konsep sarana dan prasarana, konsep kebijakan dan dukungan, konsep persepsi, konsep pengetahuan serta konsep konselor sebaya. Berbagai uraian mengenai konsep penelitian dapat dilihat seperti di bawah ini.

(12)

Remaja adalah fase peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa, dimana mulai timbul ciri-ciri seks skunder, terjadi pacu tumbuh, tercapainya fertilitas dan terjadinya perubahan-perubahan kognitif dan psikologik. Remaja sebenarnya berada diantara masa anak-anak dan masa dewasa sehingga berada dalam tempat yang tidak jelas, oleh karena itu remaja sering disebut masa pencarian jati diri.

Pengertian remaja dalam penelitian ini adalah siswa SMP di wilayah puskesmas Kuta Selatan yang berusia antara 10-19 tahun dan belum menikah.

2.2.2 Konsep PKPR

Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) dalam penelitian ini adalah suatu program yang bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan remaja SMP di wilayah Puskesmas Kuta Selatan. Kegiatan PKPR mencakup pelayanan klinik dan konseling di Puskesmas dan kegiatan di luar Puskesmas yaitu di sekolah yang meliputi penyuluhan, pembinaan, penjaringan dan pembentukan konselor sebaya.

2.2.3 Konsep Persepsi

Mangkunegara mengatakan bahwa persepsi merupakan proses memberi arti dan makna terhadap lingkungan. Proses dalam persepsi dimulai dengan menafsirkan obyek lalu menerima stimulus (Input), mengorganisasikan stimulus, dan menafsirkan stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara membentuk sikap sehingga mempengaruhi perilaku dan menciptakan keseluruhan gambaran yang berarti.

Persepsi dalam penelitian ini adalah pendapat atau suatu proses pemberian arti oleh siswa SMP terhadap program pelayanan kesehatan reproduksi remaja (PKPR) di sekolah dan di Puskesmas, yang dipengaruhi oleh faktor internal diantaranya pengetahuan, informasi baru,

(13)

harapan, motivasi, sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi diantaranya dukungan sekolah, sosial budaya, kebijakan, sarana dan prasarana serta kelompok sebaya.

2.2.4 Konsep Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek menggunakan panca indara yaitu indra pendengaran, penglihatan, indra perasa, peraba, penciuman sehingga menghasilkan tahu. Penginderaan yang sangat berpengaruh yaitu indra penglihatan dan pendengaran. Pengetahuan sangat mempengaruhi sikap seseorang yang nantinya berpengaruh juga terhadap perilaku seseorang. Berbagai penelitian menyatakan bahwa perilaku yang didasari dengan pengetahuan lebih konsisten dibandingkan dengan tanpa adanya pengetahuan.

Pengetahuan dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang diketahui remaja tentang program pelayanan kesehatan reproduksi remaja dan informasi tentang kesehatan reproduksi remaja itu sendiri, meliputi pengetahuan tentang HIV/AIDS, infeksi melular seksual (IMS), narkotik dan zat adiktif (NAPZA), anemia dan lain sebagiainya. Pengetahuan siswa tersebut dipengaruhi oleh informasi, daya ingat, salah penafsiran, kognitif, minat, dan sumber informasi.

(14)

Sarana adalah perangkat atau peralatan yang digunakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan prasarana adalah faktor penunjang yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut atau terselenggaranya suatu kegiatan.

Sarana dalam penelitian ini adalah leaflet, buku panduan dan kelengkapan alat-alat yang digunakan dalam pelayanan kesehatan perduli remaja, sedangkan prasarananya adalah ruangan khusus di sekolah dan puskesmas untuk pelayanan remaja.

2.2.6 Konsep Sumber Informasi

Sumber informasi adalah segala hal yang dapat digunakan oleh seseorang sehingga mengetahui tentang hal yang baru, dan mempunyai cirri-ciri yaitu, 1) dapat dilihat, dibaca dan dipelajari; 2) diteliti, dikaji dan dianalisis; 3) dimanfaatkan dan dikembangkan didalam kegiatan-kegiatan pendidikan, penelitian, laboratorium; 4) ditransformasikan kepada orang lain.

Sumber Informasi dalam penelitian ini adalah segala hal yang dapat digunakan siswa untuk mendapatkan informasi tentang PKPR, dapat berupa leaflet, media elektronik, penyuluhan oleh petugas puskesmas, guru, orang tua dan lain sebagainya.

2.2.7 Konsep Kebijakan dan Dukungan

Kebijakan adalah keputusan suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu sebagai keputusan atau untuk mencapai tujuan tertentu, berisikan ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan pedoman perilaku dalam 1) pengambilan keputusan lebih lanjut, yang harus dilakukan baik kelompok sasaran ataupun (unit) organisasi pelaksana

(15)

kebijakan; 2) penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan baik dalam hubungan dengan (unit) organisasi pelaksana maupun dengan kelompok sasaran yang dimaksud.

Kebijakan dan dukungan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kebijakan dan dukungan dari sekolah serta Puskesmas terkait penyelenggaraan program PKPR.

2.2.8 Konsep Konselor Sebaya

Konselor sebaya adalah pendidik sebaya yang punya komitmen dan motivasi yang tinggi untuk memberikan konseling dalam program PKPR bagi kelompok siswa di sekolahnya. Konselor sebaya dalam penelitian ini adalah siswa SMP yang terpilih menjadi konselor sebaya dalam program PKPR di sekolah.

2.3 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan modifikasi antara teori Lawrence Green dan Kurt Lewin. Uraian tentang kedua teori tersebut dapat diuraiakan sebagai berikut.

2.3.1 Teori Lawrence Green

Lawrence Green melakukan analisis perilaku manusia terkait kesehtaan. Kesehatan individu atau masyarakat dipengaruhi oleh faktor diluar perilaku dan faktor perilaku, sedangkan perilaku itu sendiri dibentuk melalui beberapa faktor, diantaranya seperti dibawah ini.

a. Faktor-faktor predesposisi (predisposing faktor) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nila-nilai sosial budaya, dan sebagainya.

b. Faktor- faktor pendukung (enabling factors), berkaitan dengan keadaan fisik, seperti sarana dan prasarana, fasilitas puskesmas, keberadaan jamban, dan lain sebagainya.

(16)

c. Faktor-faktor pendorong ( reinforcing faktor), yaitu berhubungan dengan kebijakan, petugas kesehatan, atau petugas lain yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat.

Model teori Lawrence Green dapat digambarkan sebagai seperti gambar di bawah ini. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Skema Teori Lawrence Green

Sumber : Teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo, 2003

Berdasarkan teori diatas disimpulkan bahwa perilaku kesehatan individu atau masyarakat dipengaruhi oleh faktor pengetahuan, kepercayaan, sikap dan nilai-nilai dalam masyarakat, disamping itu fasilitas yang tersedia, kelengkapan alat, kenyamanan tempat, sikap petugas kesehatan serta kebijakan pemerintah dapat memperkuat prilaku dalam kesehatan (Notoatmodjo, 2012).

2.3.2 Teori Kurt Lewin Faktor Predisposisi : -Pengetahuan -Sikap -Kepercayaan Faktor Pendukung : -Lingkungan

-Sarana dan Prasarana

Faktor Pendorong : Sikap dan perilaku petugas kesehatan

(17)

Kurt Lewin (1970) mengemukakan bahwa suatu keseimbangan antara berbagai kekuatan pendorong ( driving forces) dan berbagai kekuatan penahan (restraining force) membentuk perilaku seseorang. Model teori Kurt Lewin dapat digambarkan seperti gambar dibawah ini.

Gambar 2.2 Skema Teori Kurt Lewin

Sumber : Teori Kurt Lewin dalam Notoatmodjo, 2003.

Adanya ketidakseimbangan antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan tersebutdi dalam diri seseorang menyebabkan perubahan perilaku, sehingga kemungkinan tiga perubahan perilaku pada diri seseorang adalah sebagai berikut.

a. Meningkatnya kekuatan-kekuatan pendorong. Keadaan ini dapat terjadi karena adanya rangsangan-rangsangan yang mendorong untuk terjadinya perubahan perilaku. rangsangan ini berupa konseling, penyuluhan, pemberian informasi tentang hal yang berkaitan dengan perilaku tersebut.

(18)

b. Menurunnya kekuatan penahan. Keadaan ini disebabkan oleh melemahnya stimulus yang menyebabkan menurunnya kekuatan penahan.

c. Meningkatnya kekuatan pendorong dan menurunnya kekuatan penahan sehingga menyebabkan perubahan perilaku (Notoatmodjo, 2012).

2.4 Model Penelitian

Berdasarkan teori Lawrence Green dan Kurt Lewin, maka peneliti menggambarkan model penelitian dalam kerangka di bawah ini.

Gambar 2.3 Kerangka Berfikir dan Konsep Penelitian

Sumber : Teori Kurt Lewin dan Lawrence Green

Dalam penelitian ini menggunakan modifiaksi antara teori Kurt Lewin dan Lawrence Green, dimana untuk teori Lawrence Green bahwa perilaku remaja (pemanfaatan PKPR) dibentuk oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pendorong dan faktor pendukun. faktor

Pendorong Enabling factors :

Sarana & Prasarana Predisposing Factor : Persepsi : - Pengetahuan -Harapan -Motivasi Reinforcing Factors : Kebijakan Sumber Informasi Dukungan Sekolah Penghambat Pemanfaatan PKPR (Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja)

(19)

predisposisi yaitu berupa persepsi. Persepsi itu sendiri dibentuk oleh faktor internal dan juga faktor eksternal. Faktor internal antara lain adalah pengetahuan, harapan dan motivasi, sedangkan untuk faktor eksternalnya adalah sosial budaya dan lingkungan. Selain faktor predesposisi, perilaku juga dibentuk oleh faktor pendukung yaitu adanya sarana prasarana dan sumber informasi program PKPR. Faktor pendorongnya yaitu kebijakan/dukungan sekolah, peran konselor sebaya dan juga peran petugas Puskesmas. Dari ketiga faktor tersebut bisa menjadi faktor pendorong dan juga faktor penghambat dalam pemanfaatan program PKPR ini. Oleh karena itu peneliti menggabungkan kedua teori ini yaitu Lawrence Green dan Kurt Lewin sehingga dapat menjawab tujuan penelitian.

(20)

Gambar

Gambar 2.1 Skema Teori Lawrence Green
Gambar 2.2 Skema Teori Kurt Lewin
Gambar 2.3 Kerangka Berfikir dan Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Format MARC 21 ini merupakan standar internasional untuk pembuatan katalog terbacakan mesin untuk semua jenis bahan perpustakaan termasuk sumber

Ha diterima artinya ada hubungan antara nyeri lutut osteoarthritis dengan aktivitas fisik lanjut usia di posyandu lansia Nedyo Waras dan Ngudi Waras

Menurut peneliti, ada beberapa responden beranggapan bahwa kebutuhan dasar lansia tidak terlalu penting untuk diutamakan melainkan untuk melatih agar lansia tidak

Hasil pengujian dan perhitungan dengan menggunakan datasheet , sumber data WHO dan rumus segitiga didapatkan disain yang baik dari Lampu PJU Otomatis dengan

R4.19 Kalo dari conference call for paper itu eemm pengetahuan tentang bahasa mungkin mas ya karena bahasa Inggris ini kan luas tidak hanya dari Amreika saja dari British saja

Menyerahkan kembali berkas bendel A yang akan dimintakan perlawanan (verzet) kepada majlis hakim yang mengadili. Memerintahkan kepada juru sita atau uru sita penggantui

In collecting data the writer takes some advertisement “English Slogan” on Television to analyze in semantic aspect like lexical meaning and grammatical