• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN PERFORMA DARI REFRIGERAN HALOKARBON DENGAN REFRIGERAN HIDROKARBON BERDASARKAN ANALISIS EKSERGI OMIL CHARMYN CHATIB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBANDINGAN PERFORMA DARI REFRIGERAN HALOKARBON DENGAN REFRIGERAN HIDROKARBON BERDASARKAN ANALISIS EKSERGI OMIL CHARMYN CHATIB"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN PERFORMA DARI REFRIGERAN

HALOKARBON DENGAN REFRIGERAN HIDROKARBON

BERDASARKAN ANALISIS EKSERGI

OMIL CHARMYN CHATIB

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(2)

© Hak cipta milik IPB, Tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seulruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber :

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laoran, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang menggunakan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(3)

PERBANDINGAN PERFORMA DARI REFRIGERAN

HALOKARBON DENGAN REFRIGERAN HIDROKARBON

BERDASARKAN ANALISIS EKSERGI

OMIL CHARMYN CHATIB

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Saint pada

Departemen Teknologi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(4)

Judul Tesis : Perbandingan Performa dari Refrigeran Halokarbon dengan Refrigeran Hidrokarbon Berdasarkan Analisis Eksergi

Nama : Omil Charmyn Chatib

NRP : F151050111 Disetujui Komisi Pembimbing Prof.Dr.Ir.Armansyah H.T,M.Agr Ketua Dr.Ir.Dyah Wulandani,M.S Anggota Dra.Agustina Eliyanti,M.Sc Anggota Diketahui Ketua Program Studi

Ilmu Keteknikan Pertanian

Prof.Dr.Ir.Armansyah H.T,M.Agr

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof.Dr.Ir.Khairil A.Notodiputro,M.S

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 27 Mei 1982 sebagai anak bungsu dari pasangan Ir.Charmyn Chatib,MS dan Ir.Syafina Syam. Pada tahun 2000 penulis diterima di Universitas Andalas Padang melalui jalur UMPTN dan penulis lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada program Pascasarjana di IPB Jurusan Teknik Pertanian.

(6)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v DAFTAR SIMBOL ... vi PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 3 TINJAUAN PUSTAKA ... 4 Pendinginan ... 4

Siklus Refrigeransi Kompresi Uap ... 5

Fungsi dan Bagian-Bagian Mesin Pendingin ... 8

Analisis Eksergi Sistem Refrigerasi Kompresi Uap ... 9

Refrigeran ... 11

Tinjauan Atas Penelitian Sebelumnya ... 14

LANDASAN TEORI ... 17

Perubahan Enthalpi ... 17

Perubahan Entropi ... 18

Konsep Keseimbangan Energi ... 19

Konsep Keseimbangan Entropi ... 20

Konsep Keseimbngan Eksergi ... 21

Kehilangan Eksergi pada Kompresi Uap ... 21

METODOLOGI PENELITIAN ... 25

Waktu dan Tempat ... 25

Bahan dan ALat ... 25

Pembuatan Program Perhitungan Analisis ... 26

Flow Chart Perhitungan Eksergi ... 27

Tahapan Pengambilan Data ... 30

Tahapan Perhitungan ... 30

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

Pembuatan Program ... 35

Bentuk Siklus Carnot Kompresi Uap ... 38

Analisis Tekanan ... 40

Kehilangan Eksergi pada Kompresi Uap ... 43

Efisiensi Eksergi dan COP ... 48

(7)

KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

Kesimpulan ... 53

Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54 .

(8)

DAFTAR TABEL

1 Nilai Efisiensi Eksergi Beberapa Refrigeran pada Suhu Evaporasi -20

oC ... 16 2 Nilai efisiensi eksergi beberapa refrigeran pada suhu kondensasi 30 oC .. 16

(9)

DAFTAR GAMBAR

1 Sistem Refrigerasi dalam Daur Kompresi Uap ... 6

2 Diagram Tekanan - Entalpi ... 6

3 Diagram Suhu - Entropi ... 10

4 Diagram Aktual Suhu - Entropi Siklus Pendinginan ... 11

5 Tabung Refrigeran R-12 dan R-22 ... 13

6 Persentase Eksergi dan Kerugian Eksergi Total sebagai Fungsi Suhu Evaporator dan Suhu Kondensor ... 15

7 Bentuk Keseimbangan Energi pada Satu Sistem ... 19

8 Skema Kehilangan Eksergi Sistem Kompresi Uap ... 22

9 Kehilangan Eksergi pada Kompresor ... 22

10 Kehilangan Eksergi pada Kondensor ... 23

11 Kehilangan Eksergi pada Katup Ekspansi ... 24

12 Kehilangan Eksergi pada Evaporator ... 24

13 Titik Pengukuran Kompresi Uap dalam Diagram P-h ... 26

14 Diagram Alir Simulasi Eksergi Sistem Refrigerasi Kompresi Uap ... 30

15 Grafik P-h dan T-s R-12 ... 35 16 Grafik P-h dan T-s MC-12 ... 35 17 Grafik P-h dan T-s R-22 ... 36 18 Grafik P-h dan T-s MC-22 ... 36 19 Diagram P-h dan T-s R-12 ... 38 20 Diagram P-h dan T-s MC-12 ... 38 21 Diagram P-h dan T-s R-22 ... 39 22 Diagram P-h dan T-s MC-22 ... 39

23 Perbandingan Tekanan R-12 dan MC-12 ... 41

(10)

25 Rasio Kompresi dari Masing-Masing Refrigeran ... 43 26 Nilai Kehilangan Eksergi di Masing-Masing Komponen Refrigerator

untuk Refrigeran R-12 ... 45 27 Nilai Kehilangan Eksergi di Masing-Masing Komponen Refrigerator

untuk Refrigeran MC-12 ... 46 28 Nilai Kehilangan Eksergi di Masing-Masing Komponen Refrigerator

untuk Refrigeran R-22 ... 47 29 Nilai Kehilangan Eksergi di Masing-Masing Komponen Refrigerator

untuk Refrigeran MC-22 ... 48 30 Perbandingan Efisiensi Eksergi Berdasarkan Suhu Evaporasi dan

Kondensasi untuk R-12 dan MC-12 ... 49 31 Perbandingan Efisiensi Eksergi Berdasarkan Suhu Evaporasi dan

Kondensasi untuk R-22 dan MC-22 ... 49 32 Perbandingan COP Berdasarkan Suhu Evaporasi dan Kondensasi untuk

R-12 dan MC-12 ... 50 33 Perbandingan COP Berdasarkan Suhu Evaporasi dan Kondensasi untuk

R-22 dan MC-22 ... 51 34 Daya Ukur untuk Setiap Masing-Masing Refrigeran ... 51

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Perbandingan Sifat fisika dan Termodinamika Refrigerant Hidrokarbon dengan Refrigeran Konvensional ... 56 2. Perbandingan Kinerja Mesin Pendingin Yang Menggunakan

Refrigerant Hidrokarbon Dengan Refrigeran Konvensional ... 57 3 Flow Chart Penelitian ... 58 4 Tabel Hasil Persamaan Polynomial Jenuh Cair dan Jenuh Gas

Refrigeran R-12 ... 59 5 Tabel Hasil persamaan Polynomial jenuh cair dan jenuh gas refrigeran

MC-12 ... 60 6 Tabel Hasil persamaan Polynomial jenuh cair dan jenuh gas refrigeran

R-22 ... 61 7 Tabel Hasil persamaan Polynomial jenuh cair dan jenuh gas refrigeran

MC-22 ... 62 8 Gambar Mesin Refrigeration Test Bench Model RNP-3000E ... 63 9 Gambar Komponen Kondensor dengan Motor Penggerak dan

Kondensor untuk Mesin Refrigeration Test Bench Model RNP-3000E ... 64 10 Gambar Katup Ekspansi dan Evaporator Mesin Refrigeration Test

Bench Model RNP-3000E ... 65 11 Contoh Perhitungan Program Visual Basic 6.0 ... 66

(12)

DAFTAR SIMBOL COP Coefficient of Performance

CP Panas Jenis ( kJ/kg.K )

h Entalpi ( kJ/kg )

h1 Entalpi Masuk Kompresor ( kJ/kg )

h2 Entalpi Keluar Kompresor ( kJ/kg )

h4 in Entalpi Masuk Evaporator ( kJ/kg )

h4 out Entalpi Keluar Evaporator ( kJ/kg )

I Irreversibilitas ( kW )

Ikp Irreversibilitas Kompresor ( kW )

Iknd Irreversibilitas Kondensor ( kW )

Iexp Irreversibilitas Katup Ekspansi ( kW )

Ievap Irreversibilitas Evaporator ( kW )

r

m Laju Aliran Massa Refrigeran ( kg/s )

P Tekanan ( kPa )

Sgen Entropy Generation ( kJ/kg.K )

S1 Entropi Masuk Kompresor ( kJ/kg.K )

S2 Entropi Keluar Kompersor ( kJ/kg.K )

S3 Entropi Keluar Kondensor ( kJ/kg.K )

S4 in Entropi Masuk Evaporator ( kJ/kg.K )

S4 out Entropi Masuk Evaporator ( kJ/kg.K )

T0 Suhu Lingkungan ( 0C )

T1 Suhu Masuk Kompresor ( 0C )

T2 Suhu Keluar Kompresor ( 0C )

T3 Suhu Keluar Kondensor ( 0C )

T4 Suhu Masuk Evaporator ( 0C )

Tevap Suhu Evaporator ( 0C )

Tknd Suhu Kondensor ( 0C )

U Energi Dalam ( Joule )

vs Volume Spasifik ( liter/kg )

Wac Kerja Aktual ( kW )

Wirr Total Kehilangan Eksergi ( kW )

WL Eksergi hilang ( kW )

Wrev Kerja reversible ( kW )

(13)

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Letak negara yang berada di daerah tropis mengindikasikan bahwa pertanian memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan sosial dan ekonomi di Indonesia. Di bidang pertanian aplikasi pendinginan berfungsi sebagai suatu usaha untuk mempertahankan mutu produk-produk pertanian dan makanan agar pertumbuhan mikroorganisme yang terdapat didalamnya dapat diperlambat ataupun dihilangkan, sehingga pada akhirnya dapat membantu terciptanya swasembada pangan.

Aplikasi pendinginan dalam bidang pertanian tersebut kebanyakan digunakan pada industri besar, khususnya industri yang menggunakan proses pendinginan sebagai proses utamanya. Biasanya mesin yang dipakai pada industri tersebut berupa mesin pendingin bertipe kompresi uap yang dapat menghasilkan suhu jauh dibawah 0oC. Akan tetapi salah satu kekurangan pada jenis mesin kompresi uap ini adalah jenis fluida pendingin yang digunakan berupa refrigeran halokarbon yang pemakaiannya telah dilarang di dunia Internasional. Beberapa jenis refrigeran tersebut termasuk pada golongan CFC (Chlorofluorocarbon) seperti R-12, HCFC (Hydrochlorofluorocarbon) seperti R-22, serta campuran CFC dengan HCFC seperti R-502. Dampak negatif dari refrigeran ini telah dibuktikan oleh Molina dan Sherwood pada tahun 1974, dimana pada bahan tersebut terdapat senyawa chlorin yang merupakan senyawa penyebab menipisnya lapisan ozon atau yang biasa dikatakan sebagai Ozon Depletion Potential (ODP). Oleh sebab itu pemakaiannya sudah semestinya tidak dipakai lagi, karena pelarangan terhadap penggunaan refrigeran ini telah disampaikan dalam Protokol Montereal yang berlangsung pada tahun 1992 tentang senyawa-senyawa penyebab ODP (Murdiyarso, 2003).

Untuk menghindari penipisan lapisan ozon tersebut dicarilah alternatif refrigeran lain yang lebih baik tanpa memiliki dampak yang besar terhadap lingkungan. Beberapa penelitian sebelumnya telah mencoba mengembangkan refrigeran yang tidak mengandung chlorin serta tidak merusak lapisan ozon. Refrigeran alternatif yang mulai banyak digunakan yaitu refrigeran dalam golongan HFC (Hydroflorocarbon) seperti R-134a yang dianggap dapat

(14)

mengimbangi performa dari refrigeran sebelumnya (CFC dan HCFC). Akan tetapi Hwang (didalam Sihaloho dan Tambunan, 2005) mengatakan, refrigeran ini masih memiliki satu kelemahan, yaitu berpotensi dalam menyumbangkan pengaruhnya terhadap pemanasan global atau Global Warmning Potential (GWP). Pada Protokol Kyoto yang ditanda-tangani pada tanggal 11 Desember 1997, refrigeran tersebut termasuk zat yang dilarang peredarannya karena menyebabkan pemanasan global, sehingga pemakaiannya masih bersifat sementara. Oleh karena itu, untuk meratifikasi Protokol Montereal dan Protokol Kyoto tersebut, diharapkan industri pendinginan dan industri terkait mencari alternatif lain sebagai pengganti refrigeran yang lebih ramah lingkungan khususnya senyawa yang tidak memiliki ODP dan GWP.

Sementara itu, Indonesia telah turut meratifikasi kedua perjanjian internasional tersebut. Protokol Montereal diratifikasi melalui Keppres RI No. 23 Tahun 1992 dan Kyoto Protocol diratifikasi melalui UU No. 17 Tahun 2004. Kedua perjanjian internasional ini mensyaratkan pelarangan produksi dan penggunaan senyawa-senyawa yang berkontribusi terhadap penipisian lapisan ozon dan pemanasan global (Murdiyarso, 2003). Salah satu bahan pendingin yang saat ini banyak diteliti untuk melihat kemungkinannya sebagai refrigeran pengganti CFC, HCFC dan HFC adalah hidrokarbon. Pertimbangan serta keunggulan hidrokarbon sebagai refrigeran didasarkan pada sifat bahan yang alami dan ramah lingkungan.

Sihaloho dan Tambunan (2005) mengatakan, secara umum penelitian dan penemuan jenis baru refrigeran hidrokarbon menunjukkan bahwa refrigeran tersebut mempunyai potensi yang cukup besar untuk menggantikan CFC, HCFC, atau HFC. Beberapa metoda telah dilakukan untuk melihat sejauh mana performa hidrikarbon yang diproyeksikan sebagai refrigeran pengganti. Umumnya analisis yang digunakan didasarkan atas hukum termodinamika I dengan melihat Coefficient of Performance (COP) dari masing-masing refrigeran. Tetapi pada analisis tersebut tidak memperhitungkan faktor irreversibilitas yang terjadi didalam sistem mesin pendingin. Faktor tersebut dihitung dengan menggunakan analisis eksergi berdasarkan hukum termodinamilka II. Secara umum analisa eksergi bertujuan untuk mencari lokasi dalam proses atau sistem termodinamis di

(15)

mana perpindahan energi terjadi secara tidak efisien. Dalam konteks sistem pendingin kompresi uap, Ahern (1980) mengatakan ireversibilitas terjadi akibat gesekan, perbedaan suhu, dan kehilangan panas dari suatu sistem. Selain itu, pada kenyataannya performansi dari sistem pendingin kompresi uap aktual ditentukan pula oleh jenis refrigeran yang digunakan. Disamping itu penggantian refrigeran (retrofit) pada mesin pendingin yang sama juga akan mempengaruhi kondisi kerja komponen yang digunakan (Lestari, 2007), karena setiap refrigeran memiliki densitas dan titik didih yang berbeda-beda. Penelitian mengenai analisis eksergi masih sangat sedikit, terutama analisis eksergi untuk mengetahui efektifitas refrigeran hidrokarbon. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui performansi berbagai jenis refrigeran hidrokarbon yang ada berdasarkan analisis eksergi dan membandingkannya dengan refrigeran-refrigeran halokarbon yang banyak digunakan selama ini.

2. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji parameter teknis untuk pemilihan refrigeran hidrocarbon dan halokarbon berdasarkan analisis eksergi terhadap satu sistem pendingin kompresi uap.

(16)

II. TINJUAN PUSTAKA

1. Pendinginan dan Pembekuan Hasil Pertanian Pangan

Pendinginan pada dasarnya merupakan salah satu usaha untuk melepaskan panas dari suatu bahan yang bersuhu lebih rendah ke lingkungan yang bersuhu lebih tinggi. Heldman (1975) menyatakan bahwa pendinginan berarti menurunkan suhu bahan sesuai dengan kebutuhan sehingga kandungan air dalam bahan tidak sampai beku. Sedangkan pembekuan adalah proses penurunan suhu dari suatu bahan sampai mencapai suhu dibawah titik bekunya. Proses pembekuan ditandai dengan terjadinya perubahan fase air menjadi padat.

Tujuan dari proses pendinginan adalah untuk menciptakan kondisi produk, dalam hal ini temperatur rendah, agar dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama sebelum dikonsumsi, diolah lebih lanjut, maupun diperdagangkan (Abdullah, 1996). Untuk mendinginkan suatu bahan, bahan tersebut harus didekatkan kepada fluida yang lebih dingin dari suhu bahan itu sendiri. Fluida tersebut disirkulasikan dengan cara yang memungkinkan untuk memindahkan energi yang diambil dari bahan yang didinginkan (Syaiful, 1993).

Pendinginan maupun pembekuan tidak dapat meningkatkan mutu bahan pangan. Hasil terbaik yang dapat diharapkan hanyalah mempertahankan mutu tersebut pada kondisi terdekat dengan saat akan memulai proses pendinginan. Hal ini berarti mutu hasil pendinginan sangat dipengaruhi oleh mutu bahan pada saat awal proses pendinginan (Tambunan, 2001). Produk-produk yang biasanya mengalami penyimpanan sesudah pendinginan adalah buah-buahan, sayuran, susu, dan telur. Penyimpanan dibawah kondisi beku adalah untuk mempertahankan nilai bahan pangan dan juga untuk melindungi produk dari kerusakan dalam jangka waktu yang lama (Syarief dan Kumendong, 1992). Menurut Tambunan untuk setiap bahan pangan yang akan didinginkan mempunyai suhu-suhu tertentu agar bahan tersebut dapat disimpan lebih lama, seperti yang ditampilkan dalam Tabel 1.

(17)

Tabel 1 Suhu Pendinginan Bahan Pangan

Jenis Produk Suhu

penyimpanan (ºC) Lama penyimpanan (hari) Daging Sapi * 1.75 – 4.5 - Daging Ikan * 1 - 3.25 - Alpukat ** 7 - 13 14 s/d 28 Durian ** 10 7 s/d 21 Jambu Taiwan ** 5 21 s/d 28 Mangga ** 15 21 Manggis ** 5 35 Nenas ** 10 21 Pepaya ** 14 - 15 21 s/d 28 Pisang ** 14 14 s/d 21 Rambutan ** 10 7 s/d 14 Semangka ** 10 21 s/d 28 Sumber * (Tambunan, 2001) ** (Othman et al, 2000) 2. Perkembangan Refrigeran

Salah satu bahan terpenting dalam sistem refrigerasi adalah refrigeran. Menurut Dossat (1961), refrigeran merupakan fluida kerja yang vital dalam sistem refrigerasi, pengkondisian udara dan sistem pemompaan panas. Tambunan (2003) juga mengatakan bahwa refrigeran adalah zat yang bertindak sebagai agen pendingin dengan cara menyerap panas dari zat atau benda lain. Pada sistem pendinginan kompresi uap, refrigeran bersikulasi dalam siklus dan secara berulang mengalami penguapan dan pengembunan pada saat menyerap dan melepaskan panas.

Dengan ditemukannya mesin pendingin sistem kompresi uap, terjadi perkembangan yang cepat dalam penemuan refrigeran. Charles Tellier (1828-1913), seorang Perancis, memperkenalkan penggunaan dimethyl ehter sebagai refigeran pada mesin kompresi uap. Disamping itu Tellier juga meneliti penggunaan amonia (NH3) sebagai refrigeran pada tahun 1962, meskipun penggunaannya secara luas pada skala industrial baru dapat dilakukan oleh seorang Jerman Carl von Linde (1842-1934).

Thaddeus Lowe (1832-1913) mulai menggunakan karbon-dioksida (CO2) sebagai refrigeran. Meskipun sempat ditinggalkan, penggunaan CO2 belakangan ini kembali dikembangkan sebagai refrigeran yang ramah lingkungan. Sulfur-dioksida (SO2) pertama kali digunakan sebagai refrigeran oleh ahli fisika Swiss

(18)

Raoul Pierre Pictet (1846-1929), tetapi akhirnya tidak digunakan lagi sesaat sebelum perang dunia II. Metil-klorida (Ch3Cl) juga digunakan oleh orang Perancis C. Vincent sebagai refrigeran pada tahun 1878, meskipun akhirnya hilang dari peredaran pada tahun 1960-an.

Pada tahun 1930, Thomas Midgley et al berhasil mengembangkan refrigeran fluoro-carbon. Refrigeran fluoro-carbon dianggap sebagai refrigeran yang aman karena tidak beracun dan tidak mudah terbakar. Refrigeran CFC yang pertama yaitu R12 (CF2Cl2) mulai dipasarkan pada tahun 1931, diikuti dengan refrigeran HCFC yang pertama yaitu R22 (CHF2Cl) pada tahun 1934. Pada tahun 1961, campuran azeotropik pertama, yaitu R502 (R22 / R115), diperkenalkan ke pasar sebagai refrigeran.

Refrigeran CFC, khususnya R12, dianggap sebagai zat yang sangat istimewa sebagai fluida kerja mesin pendingin sistem kompresi uap, hingga pemenang Nobel dari Amerika (F.S. Rowland dan M.J. Molina) mempublikasikan hasil penelitiannya pada tahun 1974. Rowland dan Molina menyimpulkan bahwa klorin yang dilepaskannya menyebabkan terjadinya perusakan lapisan ozon di angkasa. Untuk menanggapi temuan ini, pada tahun 1987 telah disepakati Protokol Montreal mengenai pelarangan penggunaan zat-zat yang bersifat merusak lapisan ozon.

Refrigeran CFC dan HCFC termasuk pada kategori zat perusak ozon, sehingga penggunaannya sebagai refrigeran juga dilarang. Sebagai gantinya, disarankan penggunaan HFC dimana refrigeran tersebut dihalogenasi tapi tidak diklorinasi. Akan tetapi, refrigeran HFC, baik yang murni (R134a) maupun campurannya (R410A, R407A, R404A, dan lain-lain), juga menimbulkan efek yang negatif terhadap lingkungan yaitu pemanasan global. oleh karena itu dicarilah alternatif refrigeran lain yang lebih ramah terhadap lingkungan.

Beberapa penelitian telah mencoba mengembangkan refrigeran alternatif lainnya, diantaranya dengan mengganti refrigeran halokarbon dengan refrigeran hidrokarbon. Menurut Sihaloho dan Tambunan (2005) refrigeran tersebut mempunyai potensi yang cukup besar sebagai refrigeran pengganti halokarbon. Pendapat ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh La Rocca et.al (1999) dan Tadros et.al (2006), dimana La Rocca mencoba mengganti R-12

(19)

dengan refrigeran hidrokarbon khususnya propana (R600) dan butana (R290). Dari hasil yang didapatkan menjelaskan bahwa penggantian refrigeran dari R-12 ke refrigeran tersebut dapat menghemat energi. Disamping itu penggantian halokarbon ke hidrokarbon dapat meningkatkan COP. Pernyataan ini juga diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Domanski et.al (2006) tetapi dengan menggunakan refrigeran yang berbeda, seperti isobutan (R600a), Propana, yang dibandingkan dengan R134a, R22, R410A, dan R32.

Pada umumnya analisis tersebut lebih berlandaskan pada ke hukum termodinamika I. Tetapi beberapa peneliti telah mencoba melihar performa dari beberapa refrigeran dengan menggunakan hukum termodinamika II melalui analisa eksergi. Somasundaram et.al (2004) mencoba menganalisis campuran beberapa refrigeran halokarbon dengan R600 dan R290 dengan menggunakan analisis eksergi. Campuran yang diteliti diantaranya R23 dengan R290, R23 dengan R600, dan R125 dengan R600. Dari hasil penelitian yang didapatkan menyatakan bahwa campuran R23 dengan R290 memiliki nilai efektifitas tertinggi baik dari segi efisiensi eksergi maupun COP. Tetapi disini tidak diteliti seberapa besar perbedaan performa yang terjadi jika dibandingkan antara refrigeran hidrokarbon dengan refrigeran halokarbon.

Yumrutas et.al (2002) juga mencoba mengembangkan suatu model komputasi analisis eksergi untuk menyelidiki sistem refrigerasi kompresi uap dengan menggunakan amonia sebagai refrigerannya. Software EES (Engineering Equation Solver) digunakan sebagai alat perhitungan dan simulasi. Asumsi yang digunakan adalah aliran steady state, serta kerugian tekanan pada kompresor dan katup ekspansi diabaikan. Hasil yang diperoleh ditampilkan dalam Gambar 1 dan dapat dinyatakan bahwa efisiensi eksergi lebih baik jika suhu evaporasi lebih tinggi dan suhu kondensasi lebih rendah.

(20)

Gambar 1. Persentase Eksergi dan Kerugian Eksergi Total sebagai Fungsi Suhu Evaporator dan Suhu Kondensor (Yumrutas et.al, 2002)

Pada tahun 2006, Silalahi juga melakukan analisis dengan simulasi eksergi terhadap beberapa refrigeran konvensional. Model perhitungan tesebut dilakukan untuk menyelidiki pengaruh suhu evaporasi dan kondensasi pada kehilangan tekanan, kehilangan eksergi, efisiensi eksergi, dan COP pada siklus refrigerasi kompresi uap dengan menggunakan refrigeran R717, refrigeran R12, refrigeran R22 dan refrigeran R134a. Dari hasil tersebut suhu evaporasi dan kondensasi memiliki pengaruh besar pada kehilangan eksergi di evaporator, kondensor, dan kompresor. Exergy loss di kondensor dan di evaporator menurun seiring dengan meningkatnya suhu kondensasi. Berikut ditampilkan nilai efisiensi eksergi dari beberapa refrigeran. 6% 8% 10% 12% 14% -20 -16 -12 -8 -4

Suhu Evaporasi (oC)

E fis ie n s i E k s e rg i R717 R12 R22 R134a 6% 8% 10% 12% 14% 16% 24 28 32 36 40

Suhu Kondensasi (oC)

E fi s ie n s i E kser g i R717 R12 R22 R134a

Gambar 2 Perbandingan Efisiensi Eksergi Berdasarkan Suhu evaporasi dan Kondensasi pada Beberapa Refrigeran (Silalahi, 2006)

(21)

3 4 5 6 7 8 9 -20 -16 -12 -8 -4

Suhu Evaporasi (oC)

CO P R717 R12 R22 R134a 2 3 4 5 6 24 28 32 36 40

Suhu Kondensasi (oC)

CO

P

R717 R12 R22 R134a

Gambar 3 Perbandingan COP Berdasarkan Suhu evaporasi dan Kondensasi pada Beberapa Refrigeran (Silalahi, 2006)

3. Kriteria Pemilihan Refrigeran

Jenis refrigeran yang digunakan dalam sistem refrigerasi mempengaruhi suhu udara yang dihembuskan dalam ruang pendingin. Menurut Arismunandar et al (1981) untuk pemakaian mesin Kompresi Uap sebaiknya dipilih jenis refrigeran yang paling sesuai dengan jenis kompresor yang dipakai. Beberapa persyaratan refrigeran yang baik dipakai diantaranya adalah :

1. Tekanan penguapan yang tinggi, sehingga dapat dihindari kemungkinan terjadinya vacum pada evaporator dan turunnya efisiensi volumetrik karena naiknya perbandingan kompresi.

2. Tekanan pengembunan yang tidak terlalu tinggi. Apabila tekanan pengembunan rendah, maka perbandingan kompresinya menjadi lebih rendah sehingga penurunan prestasi kompresor dapat dihindarkan. Selain itu mesin dapat bekerja lebih aman karena kemungkinan terjadinya kobocoran, kerusakan, ledakan, dan sebagainya menjadi lebih kecil.

3. Kalor laten penguapan harus tinggi. Refrigeran yang memiliki kalor laten penguapan yang tinggi lebih menguntungkan kerena untuk kapasitas refirgerasi yang sama jumlah refrigeran yang bersikulasi menjadi lebih kecil.

4. Volume spesifik yang cukup kecil. Refrigeran dengan volume spesifik gas yang kecil akan memungkinkan penggunaan kompresor dengan volume langkah torak yang kecil.

5. COP yang tinggi.

(22)

7. Viskositas yang rendah. Dengan turunnya tahanan aliran refirgeran dalam pipa, kerugian tekanan akan berkurang.

8. Tidak menyebabkan korosi pada material.

9. Tidak beracun, berbau merangsang, dan tidak mudah terbakar.

Tambunan (2003) juga mengatakan bahwa kriteria evaluasi terhadap refrigeran harus meliputi sifat kimiawi, kesehatan, keamanan, dampak lingkungan, serta termofisiknya. Kriteria untuk kerja fisik meliputi kapasitas pendinginan, kapasitas pemanasan, dan efisiensi energi dalam unit pendinginan tersebut. Berikut ditampilkan tabel perbandingan dari beberapa refrigeran halokarbon (R-12 dan R-22) dengan refrigeran hidrokarbon (MC-12 dan MC-22). Tabel 2 Pebandingan Sifat-sifat Refrigeran Halokarbon dengan Hidrokarbon

(Sumber : Pertamina)

Properties Halocarbon Hydrocarbon

R-12 R-22 MC-12 MC-22 Parameter Kerja : 1. Entalpi cair (kJ/kg) 2. Entalpi gas (kJ/kg) 3. Densitas (kg/m3) 4. CP cair (kJ/kg.K) 5. CP gas (kJ/kg.K)

6. Tekanan Jenuh (bar) 7. Potensial korosi 8. Boiling Point ( f ) 9. Kompresion Rasio 10. Glide Temperature 261 602 533 2.53 1.88 5.5 Iya -21 3.1 0 224 363 1311 0.99 0.7 6.5 Iya Unknown 3.02 0 265 601 492 2.73 2.07 9.5 Tidak -30.4 3.11 7.6 230 413 1191 1.26 0.87 10.4 Tidak -42.1 2.84 0 Aspek Lingkungan : 1. Atmospheric Lifetime 2. GWP 3. ODP 130 8100 1 Unknown 1500 0.055 Lass than 1 4 0 Lass than 1 3 0

Refrigeran R-12 merupakan refrigeran golongan CFC (chlorofluorocarbon) yang dapat menyebabkan kerusakan lapisan ozon (ODP = 1) dan pemanasan global (GWP = 8100). Refrigeran ini termasuk jenis refrigeran yang bersifat kurang aman untuk digunakan dalam proses refrigerasi. Karakteristik dari refrigeran ini yaitu sifat kemudahan mengalirnya yang tinggi (keadaan cair). Selain itu, refrigeran R12 tidak menyebabkan ledakan, tidak membawa aliran listrik dan berubah wujud di air (Sumber : Pertamina)

Berbeda dengan R-12, R-22 merupakan refrigeran yang termasuk ke dalam golongan HCFC (hydrochlorofluorocarbon), dengan nilai ODP sebesar

(23)

0.055 dan menyebabkan pemanasan global yang tinggi dengan nilai GWP sebesar 1500. Jika dibandingkan dengan R-12, refrigeran R-22 tidak bagus bila bercampur dengan oli. Koefisien pindah panas refrigeran ini selama pendidihan dan pengembunan sebesar 25 – 30 % lebih tinggi daripada R12. Refrigeran R-22 memiliki tekanan kondensasi dan suhu keluar yang lebih tinggi dalam mesin refrigerasi (Sumber : Pertamina)

Refrigeran MC-12 termasuk ke dalam golongan hidrokarbon, dimana refrigeran ini merupakan campuran (blend) dari beberapa senyawa hidrokarbon yang diantaranya propana, isobutana, butana. Karena refrigeran ini merupakan campuran dari beberapa senyawa hidrokarbon, maka refrigeran ini memiliki suhu layang (temperature glide) yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan MC-22 (7.6°C). Temperature glide merupakan perbedaan antara suhu uap jenuh dan suhu cair jenuh yang dialami refrigeran pada saat berada dalam tekanan konstan. Refrigeran ini memiliki karakteristik termodinamika yang lebih baik serta memiliki sifat kerapatan yang rendah. Disamping itu produk ini dapat menggantikan refrigeran R-12 tanpa harus mengubah atau mengganti komponen. Dan keunggulan lain dari produk ini adalah memenuhi persyaratan internasional karena memenuhi baku mutu internasional dalam pemakaiannya (Sumber : Pertamina)

MC-22 merupakan refrigeran yang dibuat sebagai penganti refrigeran R-22. Refrigeran ini juga termasuk ke dalam golongan hidrokarbon dengan propana sebagai kandungan utamanya ( 99.7% ). Refrigeran ini memiliki temperature glide yang paling rendah jika dibandingkan dengan MC-12 (0 oC). Disamping itu refrigeran ini juga memiliki rasio kompresi dan laju aliran massa yang relatif lebih kecil, dan efek refrigerasi dan COP yang relatif lebih besar dibanding refrigeran-refrigeran halokarbon. Hal ini mengindikasikan bahwa refrigeran-refrigerant MC-22 lebih efisien (efisiensi termal) dan lebih hemat energi dibanding refrigerant Halokarbon yang digantikannya (Sumber : Pertamina)

Kelemahan refrigeran hidrokarbon adalah sifatnya yang mudah terbakar (flammable), oleh karena itu diperlukan tingkat keamanan yang tinggi (McMulan, 2002). Menurut Sihaloho dan Tambunan (2005) bahaya flammibility hidrokarbon dapat dikurangi dengan mencampurkan flame retardant pada hidrokarbon.

(24)

Pencampuran ini telah dilakukan oleh Stevenson (1994) dengan menggunakan gas CO2 sebanyak 5-35 % dari total refrigeran yang digunakan. Disamping itu penggunaan zat pembau seperti tetrahyrothiophene yang dicampurkan ke dalam hidrokarbon dapat dijadikan sebagai bahan pendeteksi kebocoran karena cairan ini merupakan substansi berbau keras dan cocok digunakan pada mesin pendingin tanpa menimbulkan penyumbatan pada saluran pipa refrigeran (Komatsubara et.al, 2002).

4. Siklus Refrigerasi Kompresi Uap

Prinsip dasar dari refrigerasi yaitu menyerap panas dari suatu ruangan berisolasi atau tertutup, kemudian memindahkan dan mengeluarkan panas ke luar ruangan. Akibatnya ruangan yang berisolasi tersebut menjadi dingin atau dikatakan direfrigerasi, sedangkan panas yang diserap dari ruang tersebut dibuang ke lingkungan. Untuk merefrigerasi ruangan diperlukan tenaga atau energi. Tenaga yang paling mudah dan sering dimanfaatkan adalah tenaga listrik (Illyas, 1993).

Mesin pendingin dengan kompresi uap merupakan salah satu jenis mesin pendingin yang umumnya digunakan pada zaman sekarang. Mesin pendingin ini bekerja secara mekanik dan perpindahan panas berlangsung dengan memanfaatkan sifat refrigeran yang berubah dari fase cair ke fase gas (uap) kemudian ke fase cair kembali berulang (Tambunan, 2001).

Sistem kerja dari mesin pendingin adalah mengikuti daur Carnot terbalik. Secara skematis daur Carnot pada mesin kompresi uap digambarkan seperti pada Gambar 4.

(25)

Gambar 4 Sistem Refrigerasi dalam Daur Kompresi Uap

Siklus refrigersi kompresi uap tersebut terdiri dari rangkaian proses diantaraya proses kompresi, kondensasi, ekspansi, dan evaporasi. Proses tersebut dapat digambarkan dalam diagram tekanan entalpi seperti pada Gambar 5.

Gambar 5 Diagram Tekanan - Entalpi

Proses kompresi terjadi di titik 1-2, dimana refrigeran yang keluar dari evaporator masuk dan dikempa oleh kompresor sehingga menghasilkan gas refrigeran dengan tekanan dan suhu yang lebih tinggi. Fungsi dari kompresor itu sendiri adalah untuk menggerakkan sistem refrigerasi agar dapat mempertahankan perbedaan tekanan rendah dan tekanan tinggi pada sistem. Ada dua hal yang dilakukan kompresor dalam melaksanakan fungsinya. Yang pertama adalah

evaporator Katup ekspansi kompresor 4 Penyerapan panas (QO) Gas jenuh P1 = P4 T1 = T4 Cair – gas P4 < P3 T4 < T3 Daerah tekanan rendah

Pipa isap (suction)

Garis ekspansi kondensor 1 2 3 Pelepasan panas (QK) Gas P2 > P1 T2 > T1 Cair jenuh P3 = P2 T3 < T2 Daerah tekanan tinggi

(26)

menghisap uap refrigeran dari evaporator. Dengan demikian memungkinkan cairan refrigeran mendidih dan menguap pada suhu rendah. Yang kedua yaitu memampatkan uap refrigeran yang diisap dari evaporator, sehingga tekanan dan suhu refrigeran meningkat.

Proses kondensasi terjadi di titik 2-3 didalam kondensor. Kondensor merupakan bagian mesin pendingin yang menerima uap panas bertekanan tinggi dari kompresor. Komponen tersebut berfungsi untuk mengubah wujud refrigeran uap panas bertekanan tinggi menjadi refrigeran cair bertekanan tinggi. Prinsipnya adalah dengan menghilangkan panas sensibelnya yang diikuti oleh penghilangan panas laten. Pada awal proses, suhu refrigeran sedikit mengalami penurunan, selanjutnya berubah fase dari gas ke cair pada suhu tetap.

Pada proses ekspansi (3-4) tekanan cairan refrigeran diturunkan dengan menggunakan katup cekik (expansion valve). Saat terjadi penurunan tekanan, juga terjadi penurunan suhu dan peningkatan mutu gas refrigeran. Dengan penurunan tekanan dan suhu, sebagian refrigeran cair berubah menjadi gas. Menurut Arismunandar et al (1981), katup ekspansi digunakan untuk mengekspansikan secara adiabatik cairan refrigeran yang bertekanan dan bertemperatur tinggi sampai mencapai tingkat keadaan tekanan dan temperatur rendah. Selain itu katup ekspansi berfungsi untuk mengatur pemasukan refrigeran sesuai dengan beban pendinginan yang diterima oleh evaporator

Didalam evaporator terjadi proses evaporasi (4-1). Evaporator merupakan suatu media penyerap kalor yang diberikan oleh beban sehingga fluida refrigeran yang masuk berbentuk cair-gas berubah menjadi gas jenuh. Pada proses ini terjadi terjadi perubahan fase dari cair ke gas dengan cara menyerap panas laten penguapan diambil dari lingkungan atau dari load sehingga terjadi pendinginan diruang evaporator. Besarnya pendinginan dinyatakan dalam efek pendinginan (ton refrigerasi).

5. Analisis Eksergi Sistem Refrigerasi Kompresi Uap

Pendingin (refrigerasi) adalah proses termodinamika, sehingga analisis terhadap terhadap pendinginan harus dilakukan dengan analisis termodinamika. Proses termodinamik reversible adalah proses yang dapat berbalik ke keadaan semula tanpa merubah sedikitpun kondisi lingkungan. Sehingga pada akhir dari

(27)

proses, sistem dan lingkungannya dapat kembali ke keadaan awalnya. Jika ini terjadi maka pertukaran panas bersih dan kerja bersih antara sistem dengan lingkungannya dapat dikatakan tidak ada (Silalahi, 2006). Proses tersebut mengikuti kaidah prinsip hukum thermodinamika I, yaitu energi tidak dapat diciptakan maupun dihilangkan, tetapi dapat diubah menjadi bentuk energi yang lain.

Dari hukum thermodinamika I, pengukuran kinerja siklus refrigerasi dinyatakan dalam Coefficient of Performance (COP). COP merupakan perbandingan tingkat panas yang diterima oleh refrigeran dari beban (load) yang diberikan terhadap panas atau kerja kompresi yang dibutuhkan. Perkin dan Reynolds (1983) juga menyatakan bahwa performansi mesin pendingin tidak dinyatakan dengan efisiensi, tetapi dinyatakan dalam koefisien performansi atau COP.

Pada siklus kompresi uap, COP didefinisikan sebagai perbandingan dari efek pendingin yang dilakukan pada refrigeran dengan kerja yang dilakukan pada refrigeran. COP juga merupakan rasio perbandingan antara selisih entalpi di kompresor dengan selisih entalpi di evaporator, sehingga dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

1 2 4 1 h h h h COP − − = ... (2.1) Kompresi Kerja n Pendingina Efek COP= ... (2.2)

Dalam analisis eksergi berlaku hukum Thermodinamika II, dimana pada suatu sistem terjadi suatu proses nyata tidak dapat balik ke keadaan semula (ireversibelitas). Proses tersebut merupakan proses aktual (Burghardt dan Harbach, 1993). Beberapa faktor yang menyebabkan irreversibelitas diantaranya gesekan dan perpindahan panas. Analisis ini juga digunakan untuk mengetahui efisien tidaknya suatu proses dalam penggunaan energi. Analisis eksergi juga dapat digunakan untuk mencari lokasi dalam proses yang bekerja secara tidak efisien.

Energi yang memasuki sistem refrigerasi bersumber dari kerja kompresor. Tetapi pada kenyataannya tidak seluruhnya digunakan untuk proses pindah panas

(28)

pada sistem refrigerasi, melainkan terdapat banyak kehilangan energi di setiap komponen mesin pendingin. Ahern (1980), menyatakan bahwa irreversibelitas yang terjadi pada sistem kompresi uap disebabkan oleh (1) adanya gesekan piston dalam kompresor, (2) adanya perbedaan suhu batas pada evaporator, (3) kerugian di kondensor dan pipa-pipa refrigeran, (4) kerugian pada kondisi subcooling dan superheating, (5) kehilangan panas pada pipa-pipa saluran refrigeran.

Asumsi yang dibuat dalam analisis ini adalah: 1) Refirigeran berupa gas ideal

2) Katup ekspansi dan kompresor adiabatik. 3) Evaporator dan kondensor isotermis. 4) Penurunan dan kenaikan tekanan diabaikan. 5) Keadaan jenuh pada saat pengeluaran kondensor.

Gambar 6. Diagram Aktual Suhu - Entropi Siklus Pendinginan (Yumrutas, 2002) Garis a-b-c-d-a pada Gambar 4, menunjukkan siklus pendinginan dapat balik dan garis 1-2-3-4-1 menunjukkan diagram T-s untuk siklus pendinginan aktual. Garis 1-2S merepresentasikan proses kompresi isentropik. Untuk kondisi ideal, refrigeran diasumsikan meninggalkan kondenser sebagai cairan saturasi di kondisi 3’ pada tekanan luaran kompresor. Untuk kondisi aktual, jatuh tekanan di kondensor menyebabkan luaran kondenser berada di kondisi 3 sebelum masuk

(29)

katup ekspansi. Jatuh tekanan juga menyebabkan yang keluar dari evaporator seharusnya di kondisi 1 menjadi di kondisi 1’ (Yumrutas, 2002).

Kerja yang digunakan pada siklus aktual selalu lebih besar daripada yang reversible dan perbedaan ini merupakan kerja yang hilang (loss work), yang disebut juga exergy loss atau irreversibilitas. Exergy loss dapat diperoleh dari perhitungan pertumbuhan entropi, dimana entropi didefinisikan sebagai derajat keacakan yang merupakan ukuran penting dari suatu proses yang irreversibel. Pertumbuhan entropi untuk aliran yang steady dinyatakan dalam persamaan (2.3).

=

i i i i in i e out e gen

T

Q

s

m

s

m

S

0

... (2.3)

Pertumbuhan entropi adalah jumlah eksergi output dikurangi eksergi input dan dikurangi laju perpindahan entropi melalui permukaan kendali dimana suhu mutlak yang terjadi adalah Ti. Eksergi yang hilang (exergy loss) digambarkan sebagai ukuran ketidakmampubalikan suatu proses termodinamika. Eksergi yang hilang dapat dihitung dengan rumus:

gen o

L

T

S

W

=

... (2.4) Efisiensi hukum II termodinamika yang dikenal dengan efisiensi eksergi atau effectiveness dapat didefinisikan sebagai perbandingan kerja minimum yang dibutuhkan terhadap input kerja aktual, yaitu:

L rev rev ac rev II

W

W

W

W

W

+

=

=

η

... (2.5)

=

(

1 3

)

1

evap knd rev

T

T

h

h

W

... (2.6)

(30)

III. LANDASAN TEORI

1. Konsep Keseimbangan Energi

Menurut Cengel et.al (2002), perubahan energi dalam suatu sistem merupakan total selisih antara energi masuk dengan energi yang keluar dari sistem. Sehingga prinsip tersebut dapat didefinisikan dalam persamaan dibawah ini. ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ = ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ Sistem Energi Perubahan Keluar Energi Total Masuk Energi Total ... (3.1)

Untuk keseimbangan energi pada sistem steady-flow, total energi mengacu pada control volume konstan (Ecv = konstan), sehingga perubahan energi pada kontrol volume tersebut sama dengan nol (ΔEcv = 0). Oleh karena itu energi yang masuk pada kondisi ini akan sama dengan energi keluar dari sistem tersebut, seperti yang ditampilkan pada persaman dibawah ini.

0 = Δ → Δ =

out sistem sistem

in E E E E Kompresor 2 1 2 2 1 1 • • • • = → + = + = m m h m Q h m W E E out in out in

(

h2 h1

)

m Q Win = out + − • ... (3.2)

Gambar 7. Bentuk Keseimbangan Energi pada Satu Sistem Kondensor out in E E = out air air r in air air rh m h m h m h m • • • • + = + 3 2 ... (3.3) Qout 1 • m 2 • m Win

(31)

Katup Ekspansi 4 3 m h h m E E r r out in • • = =

(

34

)

=0 • h h mr ... (3.4) Evaporator 1 4 Q m h h m E E r in r out in • • = + =

(

4− 1

)

=0 +mh h Qin r ... (3.5)

Entalpi dari suatu sistem didefinisikan sebagai penjumlahan energi dalam dengan selisih hasil kali tekanan dan volume (Sunjaya, 1984). Sehingga secara matematik dapat ditulis sebagai :

V P U

h= + . ... (3.6) Stoecker et.al (1982) juga mendefinisikan bahwa perubahan entalpi dinyatakan sebagai jumlah kerja persatuan massa yang diperlukan oleh suatu proses. Perubahan entalpi yang terjadi dalam sistem ini didasarkan pada persamaan Maxwell, sehingga refrigeran diasumsikan berupa gas ideal. Persamaan untuk menentukan perubahan entalpi yang terjadi dari sistem tersebut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

dP v ds T dh= + ... (3.7)

(

)

dP

P

s

dT

T

s

ds

P

T

s

s

T P

+

=

=

,

T C T s dP v dP P s dT T s T dh P p T P = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ → + ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ = dP v dP P s T dT C dh dP v dP P s T dT T C T dh dP v dP P s dT T C T dh T P T P T P + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + = + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + = + ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + =

(32)

P T T P t v P s dP P s T v dT C dh ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ − = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ → ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + + =

⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ − + = Δ 2 1 2 1 P P P T T P T dP v T v dT C h

+ ⎢⎣⎡ − ⎥⎦⎤ = Δ 2 1 2 1 P P T T P P dP R T v dT C h

(

) (

)

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − + − = − 1 2 1 2 1 2 1 2 . .ln P P R T P P v T T C h h P ... (3.8)

Untuk menghitung berapa entalpi yang terjadi dimana kondisi diasumsikan tidak ada terjadi perubahan tekanan, persamaan yang dipakai adalah sebagai berikut :

(

2 1

)

1 2 h C T T h − = P

(

2 1

)

1 2 C T T h h = P − + ... (3.9) Perhitungan enthalpi pada keadaan cair jenuh menggunakan asumsi bahwa

refrigeran yang keluar dari kondensor berada pada wujud cair jenuh, dan diduga dengan menggunakan suhu di titik T3 melalui persamaan polynomial. Refrigeran yang melalui katup ekspansi berlangsung secara isentalpi sehingga besarnya enthalpi yang masuk ke evaporator sama dengan enthalpi yang keluar dari kondensor (h3 = h4in). Karena refrigeran yang berada pada saat keluar evaporator, masuk kompresor, dan keluar kompresor berada pada keadaan superheated maka nilai enthalpi dapat dihitung berdasarkan persamaan (3.10) sampai dengan (3.12).

(

4 1

)

1 1 4out hv Cp T out Tv h = + − ... (3.10)

(

1 1

)

1 1 1 hv Cp T Tv h = + − ... (3.11)

(

2 2

)

2 2 2 hv Cp T Tv h = + − ... (3.12) 2. Konsep Keseimbangan Entropi

Entropi merupakan suatu derajat keacakan. Menurut Stoecker et.al (1982) entropi memiliki suatu sifat dimana entropi akan bernilai tetap apabila jika suatu gas atau uap ditekan atau diekspansikan tanpa adanya gesekan dan perpindahan kalor dari sistem. Persamaan untuk menentukan perubahan entropi yang terjadi dari sistem tersebut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (3.13).

dP v dT C dQ= P

(33)

=

Δ

=

=

=

=

=

2 1 2 1

.

.

.

.

P P T T P P P P

P

dP

R

n

T

dT

C

s

P

dP

R

n

T

dT

C

ds

dP

P

T

R

T

dT

C

ds

P

T

R

v

dan

T

dQ

ds

dP

T

v

T

dT

C

T

dQ

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = − 1 2 1 2 1 2 ln . P P R n T T C s s P ... (3.13)

Untuk menghitung berapa entropi yang terjadi pada saat keluar dari sistem, dimana kondisi diasusmsikan tidak ada terjadi perubahan tekan tekanan, persamaan yang dipakai adalah sebagai berikut :

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = − 1 2 1 2 ln T T C s s P 1 1 2 2 ln s T T C s P ⎟⎟+ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = ... (3.14)

Asumsi yang dipakai untuk penghitungan nilai entropi sama dengan pada saat penghitungan nilai enthalpi. Pada saat keluar dari kondensor refrigeran berada pada kondisi jenuh cair, sehingga persamaan polynomial entropi cair digunakan untuk menghitung besarnya nilai entropi yang terjadi. Sedangkan untuk menghitugn nilai entropi pada saat masuk evaporator dihitung dengan menggunakan persamaan (3.15).

(

v f

)

f

in xs s s

s4 = − + ... (3.15) Untuk memprediksi nilai entropi yang berada pada kondisi superheated dihitung dengan menggunakan persamaan dibawah ini.

1 1 4 1 4 ln v v out out s T T Cp s ⎟⎟+ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = ... (3.16) 1 1 1 1 1 ln v v s T T Cp s ⎟⎟+ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = ... (3.17) 2 2 2 2 2 ln v v s T T Cp s ⎟⎟+ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = ... (3.18)

(34)

Keseimbangan entropi dirumuskan dengan menggunakan presamaan (3.19). ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ = ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ Sistem Entropi Perubahan n Pembentuka Entropi Total Keluar Entropi Total Masuk Entropi Total ... (3.19) sistem gen out in S S S S − + =Δ gen sistem S T Q S S S = − = ∂ + Δ 2 1

... (3.20)

Dimana

Q T adalah jumlah integral pertambahan diferensial panas ∂ Q

yang masuk atau keluar dari sistem pada temperatur T selama proses panas tersebut. Kompresor 0 1 2 = ∂ → + ∂ = −

T Q S T Q S S gen 1 2 S S Sgen = − ... (3.21) Kondensor gen knd gen S T h h S S S T Q S S + − = − + ∂ = −

2 3 2 3 2 3 ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − − = knd gen T h h S S S 3 2 3 2 ... (3.22) Katup Ekspansi 0 3 4 = ∂ → + ∂ = −

T Q S T Q S S gen 3 4 S S Sgen = − ... (3.23) Evaporator gen evap gen S T h h S S S T Q S S + − = − + ∂ = −

4 1 4 1 4 1 ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − − − = evap gen T h h S S S 1 4 1 4 ... (3.24)

(35)

3. Konsep Keseimbangan Eksergi

Peningkatan dan penurunan eksergi di dalam suatu sistem dipengaruhi oleh jumlah total eksergi yang masuk kedalam sistem yang dikurangi dengan total eksergi keluar dan total eksergi yang musnah (destroy).

⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ = ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ Sistem Eksergi Perubahan Pemusnahan Eksergi Total Keluar Eksergi Total Masuk Eksergi Total ... (3.25)

Hubungan ini mengacu pada keseimbangan eksergi. Dimana perubahan eksergi di dalam suatu sistem selama proses berlangsung sebanding dengan perbedaan antara batasan transfer eksergi yang melewati sistem dan eksergi hancur (destroy) di dalam batasan sistem sebagai hasil dari proses ireversibilitas.

X X X Xinoutdestroy =Δ ... (3.26) Ireversibilitas. gen destroy T S X I = = 0 ... (3.27)

Analisis eksergi diperlukan untuk melihat ketersediaan energi yang mampu diambil atau digunakan untuk sebuah proses. Pada sistem kompresi uap dilihat ketersediaan dan penggunaan energi dapat dilihat pada masing-masing proses. Sehingga aliran proses pada sistem komresi uap ditampilkan pada Gambar dibawah ini.

Gambar 8 Skema Kehilangan Eksergi Sistem Kompresi Uap Evaporator X1 Kompresor Kondensor Katup Ekspansi I kp I kd I exp Iev X3 X2 X4 Qev Qknd

(36)

Kompresor

Untuk menghitung energi yang masuk ke dalam sistem, terutama energi yang digunakan untuk menggerakkan kompresor, dihitung berdasarkan keseimbangan energi yang terjadi pada kompresor. Seperti yang ditampilkan pada persamaan (3.26), sehingga hilangnya eksergi pada kompresor dihitung dengan menggunakan persamaan (3.28). 0 = − − out destroy in X X X

(

)

(

)

[

]

(

)

(

)

(

)

(

)

(

)

(

)

kp kp P kp kp kp kp gen kp kp gen gen kp kp Q T T h h m T T C Q T T h h m s T m Q T T h h m s s s T m Q T T s s s T m h h m S T Q T T s s T h h m • • • • • • • • • • • • • ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − + − = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − + − = Δ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − + − = + − ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − + + − − − = + ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − + − − − = 0 1 2 1 2 0 1 2 0 0 1 2 1 2 0 0 1 2 0 1 2 0 0 1 2 0 1 2 1 ln 1 1 1 0 1 0

(

)

kp kp kp Q T T h h m I • • ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − + − = 0 1 2 1 ... (3.28) Kompresor Ikp X1 X 2

(37)

Kondensor

Gambar 10 Kehilangan Eksergi pada Kondensor

Kehilangan eksergi pada kondensor dihitungan dengan menggunakan (3.22)

(

)

(

)

[

2 0 0 2 0

]

[

(

3 0

)

0

(

3 0

)

]

1 0 ⎟⎟ − 0 =0 ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − − − − − − − − • • • gen knd S T Q T T s s T h h m s s T h h m

(

) (

)

[

]

[

(

) (

)

]

(

)

gen knd S T T T h h m s s T h h m s s T h h m 2 0 0 2 0 3 0 0 3 0 2 3 1 0 ⎟⎟= 0 ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − − − − − − − − − • • •

(

)

(

)

(

)

gen knd S T T h h T m s s s s T m h h h h h h m 203+ 02+ 30 203+ 0 + 0 2− 3 = 0 • • •

(

)

(

)

knd gen T h h mT s s T m S T0 =− 0 23 + 0 2− 3 • •

(

) (

)

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ + − = • knd knd T h h s s T m I 0 3 2 2 3 ... (3.29) Katup Ekspansi

Gambar 11 Kehilangan Eksergi pada Katup eksepansi Kehilangan eksergi pada Katup Ekspansi.

(

)

(

)

[

300 30

]

− •

[

(

40

)

0

(

40

)

]

0 =0 • gen S T s s T h h m s s T h h m X4 Katup Ekspansi Iexp X3 Kondensor X2 X3 Iknd Qknd

(38)

(

h3 h0 h4 h0

)

mT0

(

s3 s0 s4 s0

)

T0S 0 h3 h4 m − − + − − − + − gen = → = • •

(

3 4

)

0 0S mT s s T gen =− − •

(

4 3

)

0 exp mT s s I = − • ... (3.30) Evaporator

Gambar 12 Kehilangan Eksergi pada Evaporator Kehilangan eksergi pada Katup Evaporator.

(

)

(

)

[

4 0 0 4 0

]

1 0 ⎟⎟ −

[

(

1− 0

)

− 0

(

1− 0

)

]

− 0 =0 ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − + − − − • • • gen evap S T s s T h h m Q T T s s T h h m

(

)

(

)

[

]

[

(

)

(

)

]

(

)

gen evap S T T T h h m s s T h h m s s T h h m 4 0 0 4 0 1 0 0 1 0 1 4 1 0 ⎟= 0 ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − − + − − − − − − − • • •

(

)

(

)

(

)

gen evap S T T h h T m s s s s T m h h h h h h m 401+ 0+ 140 401+ 0 − 0 1− 4 = 0 • • •

(

)

(

)

evap gen T h h mT s s T m S T0 =− 0 41 − 0 1− 4 • •

(

)

(

)

evap gen T h h mT s s T m S T0 = 0 14 − 0 1− 4 • •

(

) (

)

⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − − = • evap evap T h h s s T m I 0 1 4 1 4 ... (3.31)

Menurut Ouadha et.al (2005), Penggunaan metoda analisis eksergi memungkinkan untuk menghitung nilai irreversibilitas dalam setiap komponen pada sistem kompresi uap. Untuk menghitung nilai ireversibilitas digunakan persamaan (3.32). evap knd kp L I I I I W = + + exp + ... (3.32) X1 Evaporator Iev X4 Qev

(39)

Sedangkan nilai kerja reversibel (Wrev) dihitung berdasarkan efisiensi siklus Carnot (Yumrutas et.al, 2002) ) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

(

)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − − = • 4 4 1 evap kond in out rev T T h h m W ... (3.33)

Dengan menghitung nilai kerja reversibel dan nilai ireversibilitas total dari mesin kompresi uap maka besarnya nilai efisiensi eksergi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (3.34). L rev rev II W W W + = η ... (3.34)

(40)

IV. METODE PENELITIAN 1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni 2007 – Mei 2008 di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Kampus IPB, Bogor.

2. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Refrigeran R-12, R-22, MC-12, MC-22

2. Pelumas (lubricant) yang sesuai dengan masing-masing refrigeran

3. Secondary rerigerant (brine) yang berupa etilena glikol, air pendingin kondensor.

Sedangkan peralatan yang dipakai untuk penelitian ini antara lain adalah :

1. Satu unit Refrigeration Test Bench Model RNP-3000E buatan Tokyo Meter Jepang. Refrigeration Test Bench ini merupakan jenis mesin pendingin kompresi uap yang dirancang untuk refrigeran R-12. Tetapi mesin ini juga bisa dipakai untuk refrigeran R-22 dan R-502. Selain itu mesin ini dilengkapi dengan menggunakan secondary refrigerant (etilena glikol) dan telah dilengkapi sejumlah alat pengukur seperti termokopel, pengukur tekanan kWh meter, flowmeter untuk refrigeran dan untuk air pendingin.

Gambar 13 Mesin Refrigeration Test Bench Model RNP-3000E

2. Temperatur recorder untuk transduser termokopel Model 308123 buatan Yokogawa

3. Pompa vakum

(41)

3. Pembuatan Program Perhitungan Analisis

Tahapan analisis eksergi yang dilakukan dalam penelitian ini diantaranya yaitu memasukkan data-data yang dibutuhkan seperti properti termodinamika refrigeran yang dipilih, suhu pada kondensor, temperatur evaporator, temperatur fluida pendingin kondensor, temperatur ruangan yang didinginkan, kapasitas refrigerasi dan efisiensi kompressor, tahap perhitungan oleh komputer, dan tahap tampilan hasil perhitungan. Refrigeran yang dipakai dalam analisis ini antara lain adalah refrigeran MC-22, refrigeran MC-12, refrigeran R-12, dan refrigeran R22. Analisis eksergi pada penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap simulasi dan validasi data. Beberapa tahap simulasi diantaranya (1) memasukkan data input yang dibutuhkan (sifat termodinamika refrigeran, suhu kompresor, suhu kondensor, suhu evaporator, suhu ruangan), (2) tahap perhitungan oleh komputer, dan (3) tahap penampilan hasil perhitungan. Pada simulasi ini digunakan data-data termal properti dari setiap masing-masing refrigeran yang diperoleh dari REFPROP 6.0. Data-data tersebut diolah dan kemudian dimasukkan ke dalam program Visual Basic 6.0, sehingga membentuk suatu simulasi analisis eksergi.

P1 P2 h3 = h4 h4 h1 h2 P h P2, T2 P1, T1 T4 T3, m

(42)

Gambar 15 Titik Pengukuran Kompresi Uap dalam Diagram P-h

Gambar 14 dan 15 metampilkan titik-titik pengukuran yang dipasang pada mesin pendingin kompresi uap Tipe Test Bench Model RNP-3000E. Pada titik P1 dan T1 refrigeran yang masuk kedalam kompresor akan dilkempa dari tekanan rendah ke tekanan tinggi, sehingga terjadi perubahan wujud dari gas jenuh menjadi gas panas lanjut. Setelah keluar dari kompresor (pada titik P2 dan T2), refrigeran yang bertekanan tinggi akan terkondensasi dan keluar dari kondensor dalam keadaan cair jenuh (T3). Akibat dari proses kondensasi ini suhu refrigeran akan turun. Selanjutnya didalam katup ekspansi terjadi penurunan tekanan yang diikuti dengan penurunan temperatur (T4in). Dengan terjadinya penurunan tekanan dan suhu di dalam katup ekspansi ini sebagian refrigeran cair berubah menjadi gas yang selanjutnya akan masuk kedalam evaporator. Di evaporator refrigeran akan mengambil panas yang tersedia dari beban, sehingga akibat penyerapan panas ini refrigeran berubah wujud dari cair gas menjadi gas jenuh.

(43)

Model perhitungan berdasarkan analisa eksergi dilakukan untuk menyelidiki pengaruh perbedaan refrigeran terhadap eksergi yang hilang pada siklus refrigerasi sistem kompresi uap. Analisa eksergi ini dikerjakan dengan bantuan komputer yang menggunakan program Visual Basic versi 6.0. Alur dari proses analisis eksergi yang dilakukan seluai dengan Flow Chart perhitungan yang ditampilkan pada Gambar 15.

4. Tahapan Pengambilan data.

Saat pengambilan data, kondisi dari beban (load) dan laju aliran air diberikan sama. Disamping itu masing-masing refrigeran juga diuji pada mesin yang sama. Data yang diambil berupa (1) suhu masuk dan keluar kompresor (T1 dan T2), (2) suhu keluar dari kondensor (T3), suhu masuk dan keluar evaporator (4in dan T4out), serta (3) tekanan yang dihasilkan pada saat refrigeran keluar dan masuk dari kompresor (P1 dan P2), serta laju aliran refrigeran (FR ref).

5. Tahapan Perhitungan

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan program Visual Basic 6.0. Adapun data yang penting dimasukan adalah data properties masing-masing refrigeran, yaitu nilai Tekanan (P), enthalpy (h), entropy (s), volume spesifik (v), dan juga panas jenis (Cp) dalam keadaan jenuh (Saturated). Dari data tersebut akan dapat dihitung nilai enthalpy (h), entropy (s), volume spesifik (v), dan juga panas jenis (Cp) dengan memasukkan nilai suhu (T) dari setiap masing-masing

a

Input T1, T2, T3 T4in, T4out,

Tlingk, Flow Ref, P1, P2

Mulai

Pilih refigeran (R12, R22, MC12, MC22)

(44)

b a

P1 = Tekanan masuk kompersor (kPa)

P2 = Tekanan keluar kompersor (kPa)

T1v = Temperatur gas jenuh keluar evaporator (0C)

T2v = Temperatur gas jenuh masuk kondensor (0C)

Cpg1 = Panas jenis gas jenuh keluar evaporator (kJ/kg.K)

Cpg2 = Panas jenis gas jenuh masuk kondensor (kJ/kg.K)

hv1 = Enthalpy gas jenuh keluar evaporator (kJ/kg)

hv2 = Enthalpy gas jenuh masuk kondensor (kJ/kg)

sv = Entropy gas jenuh keluar evaporator (kJ/kg.K)

vs = Volume spesifik cair jenuh (m3/kg) •

m = laju aliran massa refrigeran (kg/s)

vs Rf Flow m= • Entalpi

h3 = Entalpi keluar kondensor (kJ/kg)

h4 in = Entalpi masuk evaporator (kJ/kg)

h4 out = Entalpi keluar evaporator (kJ/kg)

(Persamaan 3.10)

h1 = Entalpi masuk kompresor (kJ/kg)

(Persamaan 3.11)

h2 = Entalpi keluar kompresor (kJ/kg)

(Persamaan 3.12)

h4f = Entalpy cair jenuh masuk evaporator (kJ/kg)

s4f = Entropic air jenuh masuk evaporator (kJ/kg)

Fr.M = Fraksi massa f v f in h h h h M fr 4 1 4 4 . − − =

(45)

c

WL = Kehilangan Eksergi Total

(Persamaan 3.32) b

Exergy Loss

Ikomp = Eksergi yang hilang di kompresor (kW)

(Persamaan 3.28)

Ikond = Eksergi yang hilang di kondensor (kW)

(Persamaan 3.29)

Iexp = Eksergi yang hilang di katup ekspansi (kW)

(Persamaan 3.30)

Ievap = Eksergi yang hilang di evaporator (kW)

(Persamaan 3.31)

Efisiensi Exergy

(Persamaan 3.34) WRev = Kerja Reversible

(Persamaan 3.33)

Entropi

s4in = Entropi masuk evaporator (kJ/kg.K)

(Persamaan 3.15)

s4 out = Entropi keluar evaporator (kJ/kg.K)

(Persamaan 3.16)

s1 = Entropi masuk kompresor (kJ/kg.K)

(Persamaan 3.17)

s2 = Entropi keluar kompresor (kJ/kg.K)

(Persamaan 3.18)

(46)

Gambar 16 Diagram Alir Simulasi Eksergi Sistem Refrigerasi Kompresi Uap c Coefficient Of Performance (Persamaan 2.2) Efek Pendinginan in out h h n Pendingina Efek = 44 Kerja Kompresi 1 2 h h Kompresi Kerja = − Selesai

(47)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Properti Termodinamika Refrigeran

Untuk menduga sifat-sifat termofisik masing-masing refrigeran dibutuhkan data-data termodinamik yang diambil dari program REFPROP 6.0. Sedangkan untuk tahapan perhitungan dilakukan dengan menggunakan program Visual Basic 6.0. Keluaran dari program tersebut selanjutnya disusun menjadi persamaan polynomial sehingga dapat diprediksi berapa kualitas dari nilai entalpi (h), entropi (s), panas jenis (Cp), serta volume spasifik (v) pada setiap titik pengukuran. Berikut ditampilkan gambar sifat-sifat termofisik untuk keadaan jenuh yang dihitung dengan persamaan polynomial berdasarkan data dari REFPROP 6.0. 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 150 200 250 300 350 400 Entalpi (kJ/kg) T e k a na n (k P a ) Cair Gas -30 0 30 60 90 0.8 1 1.2 1.4 1.6 Entropi (kJ/kg.K) S uhu ( o C ) Cair Gas

Gambar 17 Grafik P-h dan T-s untuk Refrigeran R-12

0 500 1000 1500 2000 2500 150 250 350 450 550 650 750 Entalpi (kJ/kg) T e k a na n (k P a ) Cair Gas -30 0 30 60 90 0.5 0.7 0.9 1.1 1.3 1.5 1.7 1.9 2.1 2.3 2.5 Entropi (kJ/kg.K) Su h u ( o C ) Cair Gas

(48)

0 1000 2000 3000 4000 5000 150 200 250 300 350 400 450 Entalpi (kJ/kg) T e kan an ( k P a ) Cair Gas -30 0 30 60 90 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 Entropi (kJ/kg.K) Su h u ( o C ) Cair Gas

Gambar 19 Grafik P-h dan T-s untuk Refrigeran R-22

0 1000 2000 3000 4000 100 200 300 400 500 600 700 Entalpi (kJ/kg) T e kan an ( k P a ) Cair Gas -30 0 30 60 90 0.5 0.7 0.9 1.1 1.3 1.5 1.7 1.9 2.1 2.3 2.5 Entropi (kJ/kg.K) Su h u ( o C ) Cair Gas

Gambar 20 Grafik P-h dan T-s untuk Refrigeran MC-22

Berikut ditampilkan persamaan polynomial untuk masing-masing refrigeran dalam keadaan jenuh.

1. Persamaan Polynomial R-12 Persamaan Cair Jenuh.

vs = 4e-10.T4 + 4e-08.T3 + 7e-06.T2 + 0,0017.T + 0,7163 h = 2e-08.T4 + 3e-06.T3 + 0,0009.T2 + 0,9367.T + 200 s = 2e-11.T4 + 2e-08.T3 -3e-06.T2 + 0.0034.T + 1 Persamaan Gas Jenuh

Cpg = 2e-09.T4 + 1e-07.T3 + 1e-05.T2 + 0,0024.T + 0,6299 h = -3e-08.T4 - 6e-06.T3 – 0,0007.T2 + 0,4452.T + 352,8 s = 7e-11.T4 – 5e-08.T3 + 5e-06.T3 - 0,0004.T + 1,5594 T = -0,00006.P2 + 0,1382.P - 38.481

2. Persamaan Polynomial MC-12 Persamaan Cair Jenuh.

Gambar

Gambar 1.  Persentase Eksergi dan Kerugian Eksergi Total sebagai Fungsi Suhu  Evaporator dan Suhu Kondensor (Yumrutas et.al, 2002)
Gambar 3  Perbandingan COP Berdasarkan Suhu evaporasi dan Kondensasi pada  Beberapa Refrigeran (Silalahi, 2006)
Gambar 4 Sistem Refrigerasi dalam Daur Kompresi Uap
Gambar 7. Bentuk Keseimbangan Energi pada Satu Sistem  Kondensor  outinEE= outairairinrairairrhmhmhmhm••••2+=3+  ........................................
+7

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun demikian, Keke tidak putus asa dan berusaha mengatasi inferiority yang dialami dengan bentuk striving superiority berupa kompensasi seperti dalam kutipan

Simulasi model dilakukan dengan peubah kebijakan bernilai nol (0), yaitu tidak ada penegakan peraturan yang tegas untuk kawasan lindung baik darat maupun perairan. Pada

Penelitian selanjutnya perlu untuk menambah atau mengganti beberapa variabel yang dimungkinkan dapat memiliki pengaruh lebih besar terhadap pengungkapan corporate social

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmatNya dan memberikan ilmu pengetahuan, kemampuan, kemudahan, kelancaran, serta

masyarakat Aceh untuk menyampaikan pesan-pesan semangat perjuangan hidup dan menyampaikan pesan-pesan keagamaan melalui permainan Rapa’i Pasee, penelitian ini merupakan sesuatu

Penghitungan Zakat Perniagaan Industri Kecil dan Sederhana Kabupaten Pamekasan Madura tahun

pertumbuhan menunjukkan bahwa biaya penjualan dan pemasaran yang dikeluarkan oleh perusahaan tidak berpengaruh terhadap penjualan. b) Regresi Sederhana. Hasil analisis

Persepsi mahasiswa tentang pemanfaatan Situs Sangiran sebagai sumber belajar evolusi bervariasi antara lain: (1) 80% mahasiswa menyatakan bahwa Situs Sangiran