• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Wacana site-spesific-crop management (SSCM), yang juga dikenal sebagai precision

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Wacana site-spesific-crop management (SSCM), yang juga dikenal sebagai precision"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Praktek produksi pertanian terus mengalami perubahan dan modifikasi. Wacana site-spesific-crop management (SSCM), yang juga dikenal sebagai precision agriculture dapat menjadi pertimbangan sebagai kemajuan terbaru dalam produksi pertanian dan mekanisasi pertanian (Sevier et al., 2004). Precision agriculture adalah konsep manajemen pertanian yang berbasis observasi, pengukuran, dan pengendalian variabel di dalam dan luar lahan pertanian (Anonim1. 2014). Dengan menggunakan

multi teknologi dan praktek produksi, yang pada umumnya telah membuka era baru pertanian “high-tech” (Sevier et al., 2004). Untuk meningkatkan keuntungan produksi tanaman, kualitas produk, dan mengurangi dampak lingkungan dari aktifitas produksi (Adamchuk, 2004). Penggunaan sampel tanah; sensor jarak jauh; monitoring lahan; dan viariabel tingkat penggunaan herbisida, petisida, dan pupuk, juga penggunaan Global Posisioning System (GPS) dan Sistem Informasi Geografi (SIG) secara keseluruhan dapat dijadikan dasar pertimbangan atau penentuan Precision agriculture (Sevier et al., 2004).

Dari hasil studi PTPN X pada perkebunan tembakau Danco Com. E Ind de Fumos Ltda. Crus Das Almas, Brazil yang diadakan pada tanggal 25 Maret – 04 April 2012, diketahui bahwa perusahaan perkebunan tembakau tersebut telah menerapkan teknologi irigasi tetes (drip irrigation). Irigasi tetes tersebut menghasilkan

(2)

produktivitas tanaman tembakau yang tinggi, yang membuat PTPN X Klaten tertarik untuk mengaplikasikan teknologi irigasi tetes tersebut (Dion, 2013).

Selama ini irigrasi yang dilakukan pada proses budidaya tembakau Vorstenlanden di PTPN X Klaten dibagi menjadi dua tahapan metode. Metode pertama dilakukan dengan air cor (siraman menggunakan selang/ hose pipe), kedua dengan irigasi curah (pemberian air pada alur). Pemberian air tersebut dirasa masih konvensional dan belum menghasilkan produktivitas tanaman tembakau secara maksimal, baik pada kualitas maupun kuantitas. Hal tersebut dikarenakan masih banyaknya kelemahan pada aplikasi irigasi tersebut, yang pertama jumlah airnya lebih banyak, yang kedua meskipun dengan air lebih banyak namun produksi tembakau produksinya masih kecil. Maka setelah studi yang dilakukan ke Brasil 2004 PTPN X mencoba menerapkan sistem irigasi tetes, akan tetapi penerapan sistem irigasi ini masih belum maksimal, karena saat pelaksanaan pemberian air berdasarkan jadwal waktu, yang sebenarnya kondisi tanah adalah masih cukup air, dan belum waktunya memberikan air irigasi.

Penerapan sistem irigasi tetes pada tanaman tembakau pada PTPN X saat ini masih belum efektif karena mengalami kendala pada penjadwalan irigasi yang masih belum tepat. Diperlukan adanya penjadwalan irigasi agar penggunaan air menjadi efektif dan presisi, selain itu proses irigasi perlu diatur secara otomatis. Dukes et al. (2012) menyatakan kebutuhan air tanaman dapat ditentukan dari keseimbangan water input dan output pada zona perakaran yang disebut dengan water balance. Menurut James. (1988), salah satunya adalah menggunakan pendekatan kadar lengas tanah

(3)

(indikator tanah) yang tersedia di dalam tanah dengan menggunakan sensor lengas tanah.

Salah satu komponen penting yang diperlukan dalam perancangan penjadwalan irigasi saat ini adalah sensor lengas tanah. Persyaratan ini akan menjadi terasa berat karena harga dari sensor yang beredar dipasaran saat ini relatif mahal, sensor saja belum termasuk sistem minimum termurah seharga Rp.60.00,00 (Anonim2,

2014). Dengan tingkat ketelitian yang belum diketahui, dan belum terkalibrasi, sehingga penerapan sensor oleh petani sulit untuk dilakukan. Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi sensor yang murah sehingga efisiensi produksi dapat dicapai.

Pentingnya kandungan lengas tanah serta statusnya bagi pertumbuhan tanaman, memacu para ahli untuk dapat menghasilkan beberapa cara pengukuran kadar lengas tanah. Informasi tentang kadar lengas ini akan dapat digunakan untuk menentukan saat atau jadwal irigasi serta berapa jumlah air irigasi yang harus diberikan untuk setiap pemberian air (Mawardi, 2011).

Penentuan penjadwalan irigasi selalu membutuhkan sebuah metode untuk mengukur lengas tanah dan kebutuhan air tanaman. Komponen utama yang umum digunakan untuk melakukan pengukuran adalah sensor. Tingkat efisisensi berbagai manajemen pengambilan keputusan bergantung pada akurasi pengukuran termasuk akurasi pengukuran sensor (Abraham et al., 1999). Kebutuhan irigasi yang secara spesifik dapat dipenuhi dengan sensor guna mengetahui persentase kadar lengas tanah pada berbagai titik di sepanjang lahan yang akan diirigasi. Selain itu sensor harus dapat diintegrasikan dengan sebuah sistem, seperti sistem irigasi otomatis.

(4)

Sensor harus mampu melakukan pengamatan pada satu kesatuan sistem, menentukan besaran tegangan dari masing-masing sensor. Sebuah mikrokontroler dapat digunakan untuk tujuan seperti ini. Mikrokontroler juga dapat menampilkan hasil pengukuran sensor secara spesifik pada sebuah layar LCD dan juga dapat mengoperasikan katup drip maupun sprinkle untuk irigasi sesuai dengan kadar lengas tanah pada lahan secara spesifik (Agarwal et al., 2011)

Pengembangan irigasi yang efisien dapat memberikan kontribusi secara baik untuk mengurangi biaya produksi, membuat industri lebih kompetitif dan berkelanjutan. Melalui irigasi yang tepat, rata-rata lahan pertanian dapat mengurangi dampak dari penggunaan air yang berlebihan dan dampak akibat larutnya agrichemical. Teknologi sensor lengas tanah telah banyak dikembangkan sehingga dapat bekerja secara efisien dan dapat dioperasikan dengan sistem irigasi otomatis (Carpena2et al., 2014).

Nilai kadar lengas tanah dapat ditentukan dengan menggunakan metode direct (soil sampling) dan indirect (soil moisture sensing). Metode direct pada monitoring kadar lengas tanah secara umum tidak digunakan unutuk penjadwalan irigasi karena metode tersebut banyak gangguan, skala laboratorium, dan membutuhkan waktu yang relatif lama (12-24 jam) (Carpena et al, 2014). Untuk itu perlu dikembangkan suatu sensor lengas tanah yang dapat mendukung (input feedback nilai kadar lengas tanah) guna menentukan waktu irigasi dalam perancangan sistem irigasi otomatis.

Carpena et al. (2012) menyatakan bahwa pengukuran kadar lengas tanah dengan menggunakan sensor merupakan metode pengukuran yang mengukur kadar

(5)

lengas tanah melalui hubungan kalibrasi pengukuran variabel lainnya. Telah diketahui bahwa akurasi sensor tergantung atau dipengaruhi oleh metode sensor (konduktasi, kapasitansi, dll) yang sensitif terhadap karakteristik, tekstur, temperatur, bulk density, dan salinity. Selain itu menurut Mittebach et all. (2012) bagaimanapun fungsi persamaan kalibrasi yang dikembangkan oleh produsen yaitu pada kondisi laboratorium, sedangkan keakurasian pada kondisi lahan masih jarang diketahui terutama pada jangka waktu panjang. Dean et al. (1987) mengatakan bahwa hubungan antara kadar lengas tanah dan pengukuran variable lainya (permitivitty) harus ditentukan secara empiris (pengaplikasian pada lahan) dengan kalibrasinya. Selain itu menurut Evat et al. (2006) pengukuran dengan multi sensor yang telah terkalibrasi di laboratorium (under lab condition) pada berbagai jenis tanah yang kemudian dilakukan uji pada kondisi lahan (validasi) hasil pembacaan masih ada sedikit perbedaan (overistimate atau underestimate). Sehingga pada proses pengaplikasian sensor yang telah terkalibrasi masih perlu dilakukan proses validasi pada kondisi lahan untuk mengetahui keakurasian dan penyimpangan nilai pengukuran yang terjadi pada saat pengaplikasiaan alat.

Penerapan sistem irigasi akan efektif jika didukung dengan penjadwalan irigasi yang baik. Adapun metode yang digunakan untuk menentukan penjadwalan irigasi yaitu dengan memonitorring kadar lengas tanah pada titik sepanjang lahan yang akan diirigasi guna mengetahui kondisi lengas tanah pada keadaan Titik Layu (TL), dan Kapasitas Lapang (KL) sebagai feedback, perlu dan tidaknya irigasi tersebut dilakukan. Untuk itu diperlukan sebuah metode yang dapat menentukan kadar lengas

(6)

tanah dengan cepat, dan salah satunya yaitu dengan menggunakan sensor lengas tanah berdasarkan pada nilai konduktansi tanah. Pertimbangan pemilihan sensor yang berdasarkan konduktifitas ini juga berdasarkan aspek ekonomi dan rancangbangun dimana sensor jenis konduktifitas ini relatif lebih murah dan lebih mudah dalam proses perancangannya. Dengan proses kalibrasi yang spesifik pada kondisi tanah dan lokasi tertentu, sensor ini dapat menunjukkan pembacaan kadar lengas tanah yang akurat.

Penggunaan sensor lengas tanah pada beberapa titik lokasi lahan yang akan diirigasi guna menentukan penjadwalan irigasi tentu membutuhkan sensor dalam jumlah banyak (lebih dari satu) yang dapat mengukur kadar lengas tanah pada waktu yang bersamaan. Dengan menggunakan sebuah Mikrokontroler perancangan multi sensor (lebih dari satu) hal ini dapat dilakukan. Dengan cara ini proses monitoring pada luasan lahan tertentu dengan pemasangan sensor pada beberapa titik lokasi lahan untuk mengetahui kadar lengas tanah dengan cepat dan pada waktu bersamaan dapat dilakukan.

1.2. Tujuan

1. Merancang alat monitoring lengas tanah menggunakan sensor konduktansi berbasis Mikrokontroler ATmega32.

2. Melakukan kalibrasi, validasi dan uji kinerja alat untuk monitoring kadar lengas tanah pada budidaya tanaman tembakau.

(7)

1.3. Manfaat

1. Mampu memberikan hasil penelitian yang nyata berupa sensor lengas tanah yang mampu mendeteksi nilai lengas tanah degan cepat, mudah dioperasikan, dan dapat diintegrasikan ke dalam sistem irigasi otomatis.

2. Peneliti dapat menerapkan disiplin ilmu keteknikan yang diperoleh dari kuliah maupun praktikum untuk menciptakan, merancang, dan memecahkan permasalahan yang terjadi dalam setiap prosesnya dengan baik.

1.4. Batasan Masalah

1. Perancangan alat monitoring lengas tanah dilengkapi dengan 14 sensor lengas tanah secara paralel yang terkalibrasi dengan 1 rumus kalibrasi.

2. Perancangan sensor hanya menitikberatkan pada kemampuan sensor untuk merespon kenaikan maupun penurunan kadar lengas.

3. Faktor-faktor sifat fisik maupun kimia yang dimiliki oleh tanah yang dapat mempengaruhi pengukuran kinerja sensor lengas tanah masih diabaikan dalam penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat sebuah paribasan yang mengajarkan hal ini yaitu paribasan ”kacang mangsa ninggala lanjaran”. Paribasan Jawa ini hampir serupa dengan peribahasa Indonesia

1) Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja. Untuk mendorong pembentukan tenaga kerja yang memiliki karakter, mampu dalam mengantisipasi perubahan

Dengan demikian data yang telah diperoleh dapat membuktikan bahwa data mengenai pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam di Prodi Teknik Pertambangan Fakultas

Hasil penelitian Wahyunie et al (2012) menunjukkan bahwa ketahanan penetrasi pada sistem olah tanah intensif lebih keras jika dibandingkan dengan penerapan olah tanah

Bit yang memiliki ujung penyemprot yang besar yang dapat mengarahkan fluida pemboran ke satu arah kembali ke PDC bit, jenis ini didesain untuk menghancurkan

DRPP/Kuitansi Nama Kegiatan Hasil Pemeriksaan Berkas Kurang 1 000442 Pembelian parang -Belum dilengkapi tanda. tangan pejabat keuangan - SPBY 2 000443 Biaya Parkir -Belum

a. Studi Dokumenter, yaitu Penulis memperoleh bahan hukum primer dari dokumen berupan salinan putusan yang dikeluarkan dari Pengadilan Agama Pelaihari. Bahan hukum

pemikiran di atas dapat disimpulkan bahwa peran Agama dalam Antropologi sebagai panduan untuk membimbing manusia untuk memiliki moral dan perilaku sesuai dengan