• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 2. Landasan Teori. yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik, karena kedua unsur inilah yang sering banyak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 2. Landasan Teori. yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik, karena kedua unsur inilah yang sering banyak"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 2

Landasan Teori

Dalam rangka mengkaji suatu karya sastra biasanya ada dua unsur yang digunakan, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik, karena kedua unsur inilah yang sering banyak disebut para kritikus dalam rangka mengkaji atau membicarakan karya sastra pada umumnya (Nurgiyantoro, 2010, hal.23). Namun dalam penelitian ini, penulis hanya menggunakan unsur ekstrinsik saja.

Menurut Nurgiyantoro (2010, hal.23), unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, yang secara faktual akan dijumpai oleh pembaca karya sastra. Unsur tersebut meliputi peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain. Namun dalam penelitian ini, penulis hanya menggunakan unsur penokohannya saja.

Wellek & Warren dalam Nurgiyantoro (2010, hal 23-24) menjelaskan bahwa unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, namun secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra, meskipun cukup mempengaruhi. Unsur-unsur yang dimaksud antara lain adalah keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang kesemuanya itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya. Pendek kata, unsur biografi pengarang akan turut mempengaruhi karya sastra yang dihasilkannya. Selain itu ada juga

(2)

penerapan prinsip psikologi dalam karya sastra. Dalam unsur ekstrinsik ini penulis menitikberatkan mengenai penerapan prinsip psikologi, khususnya psikologi sosial, dalam karya sastra saja.

2.1 Teori Psikologi Sosial

Psikologi sosial adalah salah satu cabang dari ilmu psikologi yang mempelajari perilaku manusia khususnya dalam lingkungan sosial, yang mempelajari perilaku individual, hubungan antar-pribadi, dan sikap beserta perubahannya (Ahmadi, 2007, hal.v). Namun dalam penelitian ini, penulis hanya membahas tentang sikap serta perubahan sikap.

2.1.1 Sikap

“Istilah sikap yang dalam bahasa Inggris disebut attitude pertama kali digunakan oleh Herbert Spencer (1862), yang menggunakan kata ini untuk menunjuk suatu status mental seseorang.” (Ahmadi, 1991, hal.148)

Allport dalam Hirobumi (2008) mendefinisikan sikap sebagai berikut:

アメリカの社会心理学者オルポートは、「態度とは、個人が物事や状況に反応 し た と き に影 響 を及ぼ す も の で、 そ の個人 の 経 験 によ っ て形作 ら れ た 準備 状

態 で あ る 」と 定 義して い ま す 。つ ま り態度 と は 、 行動 を 起こす 前 の 準 備状 態

で、その人特有のものだと言いたいわけです。(hal.28)

Terjemahan:

Psikolog sosial Amerika Allport mendefinisikan sikap adalah kesiapan individu untuk bereaksi dalam pengaruh segala situasi berdasarkan pengalaman si individu. Singkatnya, sikap adalah kondisi kesiapan individu sebelum melakukan tindakan yang spesifik

(3)

Hal ini juga ditambahkan oleh Gerungan (2004) yang mengatakan:

Pengertian attitude dapat kita terjemahkan dengan sikap terhadap objek tertentu yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap tersebut disertai dengan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap objek itu. Jadi, attitude bisa diterjemahkan dengan tepat sebagai sikap dan kesediaan beraksi terhadap suatu hal. Attitude senantiasa terarahkan kepada suatu hal, suatu objek. Tidak ada attitude tanpa ada objeknya. (hal.160-161)

Thursione dalam Gerungan (2004) juga berpendapat bahwa:

Sikap sebagai tindakan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan objek psikologi. Objek psikologi disini meliputi: simbol, kata-kata, slogan , orang, lembaga, ide, dan sebagainya. Orang dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu objek psikologi apabila ia suka (like) atau memiliki sikap favorable, sebaliknya orang yang dikatakan memiliki sikap yang negatif terhadap suatu objek psikologi bila ia tidak suka (dislike) atau sikapnya unfavorable. (hal.150) Selain definisi sikap yang sudah dijelaskan diatas, sikap juga memiliki aspek-aspek, yaitu:

1. Aspek Kognitif : yang berhubungan dengan gejala mengenal pikiran. Berupa pengetahuan, kepercayaan atau pikiran yang didasarkan kepada informasi yang berhubungan dengan objek.

2. Aspek Afektif : berwujud proses yang menyangkut perasaan-perasaan tertentu seperti ketakutan, kebencian, simpati, antipasti, dan sebagainya yang ditujukan kepada objek-objek tertentu.

3. Aspek Konatif (behavior) : berwujud proses tendensi/kecenderungan untuk berbuat sesuatu kepada objek yang bersangkutan. (Ahmadi, 1991, hal. 149)

(4)

Attitude sendiri dapat dibedakan ke dalam attitude sosial dan attitude individual (Gerungan, 2004, hal.161), namun dalam penelitian ini penulis memfokuskan kepada attitude individual tokoh Uchiha Sasuke. Attitude individual dijelaskan oleh Gerungan (2004) sebagai berikut:

Attitude invidual berbeda dengan attitude sosial, yaitu:

1. Attitude individual dimiliki oleh seorang demi seorang saja, misalnya kesukaan terhadap

binatang-binatang tertentu.

2. Attitude individual berkenaan dengan objek-objek yang bukan merupakan objek perhatian sosial. (hal.162)

Selain itu, menurut Gerungan (2004) sikap/attitude juga memiliki ciri-ciri, yaitu:

1. Attitude tidak dibawa orang sejak ia dilahirkan, tetapi dibentuk dan dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya.

2. Attitude dapat berubah-ubah.

3. Attitude tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap suatu objek.

4. Objek attitude dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

5. Attitude mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan.(hal.163-164)

Sikap tidak bisa disebut sikap, apabila seseorang hanya memiliki pengetahuan mengenai suatu objek saja, tanpa adanya tindakan yang ditunjukkan kepada objek yang bersangkutan. Misalnya, kita tahu bahwa vitamin C baik untuk sistem kekebalan tubuh.

(5)

Mengetahui bahwa vitamin C itu baik untuk tubuh, hanya sampai kepada kognisi / pengetahuan saja. Namun apabila kita tahu mengenai hal itu, dan kita mengkonsumsi vitamin C, maka itulah yang disebut sikap. Dalam hal ini, kita memiliki sikap yang positif terhadap vitamin C. (Gerungan, 2004, hal 164)

Selain itu, dibawah ini juga dijelaskan mengenai fungsi sikap menurut Ahmadi (1991, hal.165-167) :

1. Sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri.

2. Sikap berfungsi sebagai alat pengukur tingkah laku/behavior.

3. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman.

4. Sikap berfungsi sebagai alat pernyataan kepribadian.

2.1.2 Perubahan Sikap

Dalam teori sebelumnya, Gerungan (2004, hal.166) mengatakan bahwa attitude dapat berubah-ubah. Beliau juga menambahkan bahwa pembentukan attitude baru/perubahan attitude, tidak terjadi dengan sendirinya atau dengan sembarangan saja. Melainkan senantiasa berlangsung dalam interaksi antar manusia dan berkaitan dengan objek tertentu. Interaksi sosial di dalam maupun di luar kelompok, dapat mengubah attitude atau membentuk attitude yang baru.

Hal ini juga didukung oleh pendapat Ahmadi (1991, hal.156) yang mengatakan bahwa sikap seseorang tidak selamanya tetap. Ia dapat berkembang manakala mendapat pengaruh, baik dari dalam maupun dari luar yang bersifat positif dan mengesankan.

(6)

Dalam proses perubahan sikap, ada dua faktor yang menjadi penyebabnya, yaitu:

1. Faktor intern : yaitu faktor yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri. Faktor ini berupa selectivity atau daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Misalnya seperti kasus vitamin C yang sebelumnya. Seseorang telah mengetahui mengenai manfaat vitamin C untuk tubuh. Namun orang tersebut memiliki daya pilih dalam dirinya sendiri untuk mengambil sikap positif, dengan mengkonsumsi vitamin C, atau mengambil sikap sebaliknya. 2. Faktor ekstern : yaitu faktor yang terdapat diluar pribadi manusia, yang berupa

interaksi sosial diluar kelompok. (Ahmadi, 1991, hal.157-158)

Menurut Gerungan (2004, hal.168), contoh dari faktor-faktor eksternal itu adalah: a. Adanya interaksi kelompok, dimana terdapat hubungan timbal-balik yang

langsung antara manusia.

b. Karena komunikasi, dimana terdapat pengaruh-pengaruh (hubungan) langsung dari satu pihak saja.

2.1.2.1 Pendekatan Perubahan Sikap Berdasarkan Teori-Teori dari Mar’at

Selain teori-teori di atas, penulis juga menggunakan teori pendekatan perubahan sikap dari Mar’at dalam Handayani (2007, hal.15-17). Berikut ini adalah penjelasan dari teori-teori Mar’at :

1. Teori Stimulus-Respons dan Reinforcement (penguatan)

Teori ini beranggapan bahwa tingkah laku sosial dapat dimengerti melalui suatu analisa stimuli yang diberikan dan dapat mempengaruhi reaksi yang spesifik yang didukung oleh hukuman maupun penghargaan sesuai reaksi yang

(7)

terjadi. Proses dari perubahan sikap ini, serupa dengan proses belajar. Ada tiga variabel penting yang menunjang proses belajar tersebut:

a. Perhatian b. Pengertian c. Penerimaan

Dalam proses perubahan sikap ini, dapat dilihat bahwa perubahan sikap dapat terjadi apabila rangsang yang diberikan melebihi rangsang semula. Adapun faktor yang mendukung terjadinya perubahan sikap adalah adanya imbalan dan hukuman, dimana individu mengasosiasikan tindakannya disertai dengan imbalan atau hukuman, stimulus mengandung harapan bagi individu sehingga dapat terjadi perubahan dalam sikap.

2. Teori Social-Judgement

Pada dasarnya setiap stimulus memiliki nilai kuantitatif dan mempunyai dimensi tersendiri berdasarkan ketertarikan individu tersebut. Kesesuaian dari ketertarikan akan menentukan tingkatan kepuasan yang akhirnya menentukan suatu keputusan yang disebut social-judgement (pertimbangan sosial).

Perubahan sikap juga disebabkan oleh komunikator. Peran dari komunikator adalah memindahkan ide, keinginannya, kepada pihak lain, dengan cara membujuk dimana dalam pendekatannya, komunikator memanfaatkan emosi dari individu. Dengan adanya kesesuaian keputusan antara komunikator dan individu, maka perubahan sikap dapat terjadi.

(8)

3. Teori Fungsional

Dasar dari teori fungsional adalah bahwa perubahan sikap dari seseorang tergantung dari kebutuhan. Pendekatan dari teori ini bersifat phenomenologist, yang berarti bahwa stimulus yang diberikan dapat dimengerti sesuai konteks kebutuhan individu.

Teori fungsi ini beranggapan bahwa sikap memiliki suatu fungsi untuk menghadapi dunia luar agar individu senantiasa menyesuaikan dengan lingkungan menurut kebutuhannya. Sehingga terus menerus terlihat perubahan sikap dan tingkah laku.

Dalam perubahan sikap, ada tiga proses asas yang terlibat, yaitu: a. kepatuhan, b. identifikasi, c. pembatinan. Dalam banyak perubahan sikap, proses pembatinan merupakan kaedah yang dapat mengubah tingkah laku.

Semua teori membahas bahwa lingkungan sosial yang menentukan sikap tersebut. Dalam hal ini, perhatian khususnya diarahkan kepada komunikasi sebagai determinan dari perubahan sikap. Dalam pengertian ini telah menjadi konsep tradisional dari pada pembahasan sikap dimana masalah komunikasi dan interaksi sosial merupakan faktor penentu dari pada perubahan sikap.

Perubahan sikap merupakan hasil dari komunikasi sosial yang sebenarnya merupakan proses dari informasi. Di dalam komunikasi sosial yang merupakan sumber dari pesan tersebut adalah manusia. Sedangkan berita yang akan disampaikan merupakan satu materi yang dinyatakan. Efek daripada berita tersebut terlihat dari

(9)

komponen-komponen sikap yang mengalami perubahan. Dengan sendirinya perlu diteliti apakah berita yang disampaikan itu bersifat emosional atau rasional yang akhirnya menentukan penerima berita tersebut.

2.1.2.2 Pandangan Terhadap Perubahan Sikap

Menurut Carl Hovland dan Irving Janis dalam Handayani (2007, hal.17-18), menjelaskan bahwa mereka menciptakan model perubahan sikap yang sangat berguna. Pada awalnya dengan adanya suatu stimulus yang disebut Hovland sebagai observable persuasion. Dalam hal ini, harus ada seorang komunikator yang memiliki posisi khusus dalam masalah-masalah tertentu dan mencoba untuk meyakinkan dan membujuk orang lain untuk mengubah pendapatnya sesuai dengan pendapat komunikator, dan beranggapan bahwa komunikator tersebut memiliki pendapat yang benar.

Dalam perubahan sikap, individu dengan keadaan yang mereka miliki dihadapkan pada keadaan yang berbeda. Dengan adanya ketidaksesuaian antara sikap individu dengan sikap yang dicerminkan oleh komunikator dalam komunikasinya menyebabkan terjadinya stres. Stres ini disebut sebagai konflik yang tidak seimbang, dimana ketidaksesuaian merupakan sumber dari timbulnya stres. Komunikator pada umumnya menguasai topik daripada penerima berita. Sehingga sulit menolaknya hanya berdasarkan hal-hal yang logis.

(10)

Sarwono (2011, hal.81) mendefinisikan bahwa remaja adalah masa transisi dari periode anak ke dewasa, berkisar antara usia 11-24 tahun, dimana terdapat ciri-ciri psikologis tertentu pada seseorang. Ciri-ciri psikologis itu menurut Allport dalam Sarwono (2011, hal.81-82) adalah sebagai berikut:

1. Adanya pemekaran diri sendiri (extension of the self), yang ditandai dengan kemampuan seorang untuk menganggap orang/hal lain sebagai bagian dari dirinya juga, atau kemampuan untuk mengasihi orang lain.

2. Adanya kemampuan untuk melihat diri sendiri secara objektif (self objectivation), yang ditandai dengan kemampuan untuk mempunyai wawasan tentang diri sendiri (self insight).

3. Memiliki falsafah hidup tertentu (unifying philosophy of life). Individu tersebut tahu kedudukannya dalam masyarakat, ia paham bagaimana seharusnya ia bertingkah laku dalam kedudukan tersebut, dan ia berusaha mencari jalannya sendiri menuju sasaran yang ia tetapkan sendiri. Orang seperti ini tidak lagi mudah terpengaruh dan pendapat-pendapat serta sikap-sikapnya cukup jelas dan tegas.

2.3 Teori Penokohan

Dalam pembicaraaan sebuah fiksi, sering dipergunakan istilah-istilah seperti tokoh atau penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama. Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, atau si pelaku cerita (Nurgiyantoro, 2010, hal.164-165). Nurgiyantoro (2010) juga menambahkan :

Watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh.

(11)

Penokohan dan karakterisasi-karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan, menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak(-watak) tertentu dalam sebuah cerita. (hal.165)

Jones dalam Nurgiyantoro (2010) mengatakan bahwa “penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita” (hal.165). Abrams dalam Nurgiyantoro (2010, hal.165) juga menambahkan: “tokoh cerita

(character) adalah orang(-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.”

2.3.1 Pembedaan Tokoh

Berikut ini adalah pembedaan tokoh menurut Nurgiyantoro (2010, hal.176-194):

a. Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam suatu karya sastra sedangkan tokoh tambahan tidak. Tokoh utama dalam suatu karya sastra tidak selalu satu orang saja, bisa lebih, namun kadar ke-utamaannya berbeda. Pembedaann antara tokoh utama dengan tokoh tambahan tidak dapat dilakukan secara eksak, namun pembedaan itu lebih bersifat gradasi. Kadar keutamaan tokoh-tokoh itu bertingkat: tokoh utama (yang) utama, utama tambahan, tokoh tambahan utama, tokoh tambahan (yang memang) tambahan. b. Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis

Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang populer disebut hero. Tokoh ini menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita sebagai pembaca. Sebuah fiksi harus mengandung konflik,

(12)

ketegangan, khususnya konflik dan ketegangan yang dialami oleh tokoh protagonis. Tokoh penyebab terjadinya konflik disebut tokoh antagonis. Tokoh antagonis beroposisi dengan tokoh protagonis, baik secara langsung ataupun tak langsung, bersifat fisik ataupun batin. Mengenai hal ini, Ishihara (2009, hal.42) berpendapat: 「 ヒ ーロ ー 」な ん とも い え ず カッ コ い い響 き を 持 つ言 葉 だ 。も と も と は英 雄 という意 味なのだが、小説や戯曲、シナリオのことも、男性「ヒーロ ー」女性は「ヒロイン」といったりする。もちろん、近代の小説にでてくる 「中心人物」は、すべてが「英雄」のように派手な行動をするわけではない。 むしろそれとはまったく逆の「タイプ」が多い。 Terjemahan:

“Hero” bagaimanapun tidak bisa dikatakan berpenampilan menarik kecuali mempunyai perkataan yang bergaung dengan baik. Pada awalnya artinya adalah “eiyuu” (hero), tetapi dalam novel dan drama juga berarti “pemeran utama” dalam scenario. Bila lelaki disebut “hero”, bila perempuan disebut “heroine”. Tentunya bukan karena itu dalam novel sekarang ini yang dimunculkan sebagai pemeran utama semuanya seperti “eiyuu” (hero) yang berperilaku hebat. Agaknya hal itu bahkan (type) yang sebaliknya banyak.

c. Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat

Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak tertentu saja, yang sifatnya datar, monoton, dan tidak memberikan efek kejutan bagi pembaca. Sebagai seorang tokoh manusia, tidak diungkapkan mengenai berbagai kemungkinan sisi kehidupannya. Sedangkan tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan kehidupannya. Ia dapat saja memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun ia pun dapat menampilkan

(13)

watak dan tingkah laku yang bermacam-macam, bahkan mungkin bertentangan dan sulit diduga. Abrams dalam Nurgiyantoro (2010, hal.183) juga menyatakan bahwa dibandingkan dengan tokoh sederhana, tokoh bulat lebih menyerupai kehidupan manusia yang sesungguhnya, karena memiliki berbagai kemungkinan sikap dan tindakan, ia juga sering memberikan kejutan.

d. Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang

Altenbernd & Lewis dalam Nurgiyantoro (2010, hal.188) menjelaskan bahwa tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan atau perkembangan perwatakan. Tokoh statis memiliki sikap dan watak yang relatif tetap, tidak berkembang, sejak awal sampai akhir cerita.

Sebaliknya, tokoh berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan (perubahan) peristiwa dan plot yang dikisahkan. Ia secara aktif berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial, alam, maupun yang lain, yang kesemuanya itu akan memperngaruhi sikap, watak, dan tingkah lakunya. Tokoh berkembang cenderung menjadi tokoh kompleks, hal ini dikarenakan adanya berbagai perubahan dan perkembangan sikap, watak, dan tingkah lakunya, yang mungkin mengungkapkan berbagai sisi kejiwaan / psikologis nya.

e. Tokoh Tipikal dan Netral

Alterbernd & Lewis dalam Nurgiantoro (2010, hal 190) Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya, dan lebih

(14)

lain yang lebih bersifat mewakili. Tokoh netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia benar-benar merupaka tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi. Ia hadir (atau dihadirkan) semata-mata demi cerita, atau bahkan dialah sebenarnya yang empunya cerita, pelaku cerita, dan yang diceritakan.

2.3.2 Teknik Pelukisan Tokoh

Nurgiyantoro (2010, hal.194) mengatakan bahwa teknik pelukisan tokoh bertujuan untuk melukiskan sifat, sikap, watak, tingkah laku, dan berbagai hal lain yang berhubungan dengan jati diri tokoh. Di dalam melukiskan tokoh, ada dua teknik yang dapat digunakan, yaitu teknik ekspositori (penjelasan), dan teknik dramatik. Namun dalam penelitian ini, penulis hanya menggunakan teknik dramatik saja.

2.3.2.1 Teknik Pelukisan Tokoh Secara Dramatik

Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik dilakukan dengan cara tidak langsung, yang berarti pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata-kata, maupun non verbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi (Nurgiyantoro, 2010, hal.198). Dalam melukiskan tokoh secara dramatik, ada delapan teknik yang bisa digunakan yaitu, teknik cakapan, teknik tingkah laku, teknik pikiran dan perasaan, teknik arus kesadaran, teknik reaksi tokoh, teknik

(15)

reaksi tokoh lain, teknik pelukisan latar, teknik pelukisan fisik. Namun penulis hanya menggunakan empat teknik saja, yaitu:

1. Teknik Cakapan

Percakapan yang dilakukan oleh para tokoh cerita biasanya juga dimaksudkan untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh yang bersangkutan secara verbal.

2. Teknik Tingkah Laku

Teknik tingkah laku mengarah pada tindakan yang dilakukan tokoh yang bersifat nonverbal atau fisik. Apa yang dilakukan tokoh dalam wujud tindakan dan tingkah laku, dapat dipandang sebagai penunjukkan reaksi, tanggapan, sifat, dan sikap yang mencerminkan kedirian tokoh tersebut.

3. Teknik Pikiran dan Perasaan

Pola pikir dan perasaan tokoh, apa yang melintas di dalam pikiran dan perasaannya, dalam banyak hal akan mencerminkan sifat-sifat kediriannya pula. Bahkan pada hakikatnya, “tingkah laku” pikiran dan perasaanlah yang kemudian disalurkan menjadi tingkah laku verbal dan nonverbal itu.

4. Teknik Reaksi Tokoh Lain

Reaksi tokoh-tokoh lain dimaksudkan sebagai reaksi yang diberikan oleh tokoh lain terhadap tokoh utama, atau tokoh yang dipelajari kediriannya, yang berupa pandangan, pendapat, sikap, komentar, dan lain-lain. Pendek kata, penilaian kedirian tokoh (utama) cerita oleh tokoh-tokoh cerita yang lain dalam sebuah karya. Reaksi tokoh juga merupakan teknik penokohan untuk menginformasikan kedirian tokoh kepada pembaca.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan pemanfaatan controller SDN, administrator jaringan dapat mengubah sifat dan prilaku jaringan secara riil time dan mendeploy aplikasi baru dan layanan

Indaco Coatings Industry dengan metode Single moving average, Exponential smoothing, Weighted moving average, dan Trend Proection pada bulan Maret 2012; Untuk mengetahui

Jhony Seragih (anak sulung Almarhum Dalan seragih) yang menjadi kepala yayasan, oleh orang Amerika yang datang berdoa dipertapakan tersebut mengundangnya pula untuk dating

Kinerja investasi bangunan yang membaik meskipun tidak tercermin dari pertumbuhan ekonomi pada lapangan usaha konstruksi yang justru melambat, namun berdasarkan

Dia memberikan yang terbaik kepada mereka yang menyerahkan pilihan kepada-Nya.” Yang pertama-tama harus kamu lakukan dalam mencari kehendak Tuhan adalah mengesampingkan kehendak

overhead conveyor (OHC), berdasarkan kebijakan perawatan yang diterapkan saat ini 32 mode kegagalan diatasi secara time directed (TD) yaitu kegiatan perawatan yang

Penyebab syok neurogenik antara lain: Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal), rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat

Anonim (2007), melaporkan biji aren mempunyai masa dormansi yang sangat lama yaitu bervariasi antara 6-12 bulan yang terutama disebabkan oleh kulit biji yang keras dan