Analisis Materialisme Dalam Film “露水红颜”
(For Love Or Money): Kajian Marxisme
《露水红颜》电影唯物主义分析
“Lùshuǐ hóngyán” diànyǐng wéiwù zhǔyì fēnxī
SKRIPSI
OLEH:
MUHAMMAD ALDO PRATAMA 150710007
PROGRAM STUDI SASTRA CINA FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2020
PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak mendapat karya atau pendapat yang pernah ditulis ataua diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dibaca dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka
Medan, Januari 2020
Muhammad Aldo Pratama 150710007
Abstract
The thesis was titled "Analysis of Materialism in the Film" For Love Or Money "Study of Marxism." This thesis aims to describe the changes in the character form and the theory of matrealism in the Film露水红颜 Lù Shuǐ Hóng Yán The results obtained is the change of character that is experienced by Xing Lu, due to psychological problems and An element of matrealism that is one of the causes of change.
Keywords: movies, character changes, matrealism
Abstrak
Skripsi ini berjudul “Analisis Materialisme Dalam Film “For Love Or Money”
Kajian Marxisme.” Skripsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan perubahan bentuk karakter tokoh dan teori matrealisme yang ada pada film露水红颜 Lù Shuǐ Hóng Yán
\Hasil yang diperoleh adalah terdapat perubahan karakter yang dialami Xing Lu, dikarenakan permasalahan psikologis dan adanya unsur matrealisme yang menjadi salah satu penyebab perubahannya.
Kata kunci: Film, perubahan karakter, matrealisme
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Segala puji dan syukur penulis ucapkan ke khadirat Allah SWT dengan rahmat, Hidayah, Nikmat serta PertolonganNYA, penulis dapat, menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Universitas Sumatera Utara.
Skripsi ini berjudul “Analisis Matrealisme Dalam Film 露水红颜 Lù Shuǐ Hóng Yán (For Love Or Money) : Kajian Matrealisme, skripsi ini tentu jauh dari kesempurnaan, hal ini disebabkan keterbatasan ilmu yang penulis miliki dan kurangnya pengalaman penulis. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu penulis, untuk itulah penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada:
1. Bapak. Dr, Budi Agustono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Mhd. Pujiono, M.Hum,Ph.D., selaku Ketua Program Studi Sastra Cina, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Sekaligus Dosen Penguji I, yang telah memberikan masukan dan bimbingan yang membangun kepada penulis, selama proses penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Niza Ayuningtias, S.S, MTCSOL., selaku Sekretaris Program Studi Sastra Cina, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Sekaligus Dosen Penguji II, yang telah memberikan masukan dan bimbingan yang membangun kepada penulis, selama proses penyusunan skripsi ini.
4. Bapak T. Kasa Rullah Adha, S.S, MTCSOL., selaku Dosen Pembimbing
Akademik, yang telah sabar membimbing, mengarahkan, memeriksa dan memberikan saran, selama berlangsungnya proses penyusunan skripsi ini.
5. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Administrasi Program Studi Sastra Cina, Fakults Ilmu Budaya yang telah mengajar, membimbing penulis. Selama menempuh pendidikan sarjana (S1) di masa perkuliahan.
6. Ayahanda penulis, Bapak Hasmadi, S.E, dan Ibunda penulis Faridah, Amd yang telah membesarkan penulis dengan penuh perhatian dan kasih sayang, Adik kandung penulis Mhd. Azmi Yirka Fadillah yang tiada hentinya mengingatkan untuk mengerjakan skripsi, dan keluarga besar penulis. Para tante,paman dan saudara/saudari yang telah banyak membatu, dukungan moral bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Sahabat-sahabat dan teman dekat penulis yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepadaa penulis: Annisa Sylviana, Zeco Pardede, Aditya Syahputra, Rizky Febri Surya, Ramadhan Rizky, Rahmadsyah Benyamin, Ridho Hadi Kesuma, Cemet, dan Sopan.
8. Teman-teman Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, stambuk 2015: Putri Dini, Hasti Eva, Meidhanisa, Nuri, Alia, Alya Meshita, yang telah banyak membantu penulis, selama masa perkuliahan dan memberikan bantuan serta semangat menyusun skripsi, serta kakak-abang senior dan adik-adik sejurusan.
9. Teman-teman Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Periode 2017-2018: Manda, Josua Siburian, Vickry Hidayatullah, yang telah memberikan bantuan dan semangat menyusun skripsi.
Dengan segala kerendahan hati, penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun, demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penelitian selanjutnya.
Medan, Januari 2020 Penulis
Muhammad Aldo Pratama
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1... ... 4
Gambar 1.2 ... ... .27
Gambar 1.3...32
Gambar 1.4 ...33
Gambar 1.5...34
Gambar 1.6...35
Gambar 1.7...35
Gambar 1.8...37
Gambar 1.9 ...38
Gambar 1.10...39
Gambar 1.11...39
Gambar 1.12...42
Gambar 1.13...43
Gambar 1.14...44
Gambar 1.15...49
Gambar 1.16...50
Gambar 1.17...51
Daftar Isi
LEMBAR PENGESAHAN ... i
PERYATAAN ORISINALITAS ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR... ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR ISI... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... ... 1
1.2 BatasanMasalah... ... 5
1.3 Rumusan Masalah... ... 5
1.4 Tujuan Penelitian... ... 5
1.5 Manfaat Penelitian... ... 6
1.5.1 Manfaat Teoritis... ... 6
1.5.2 Manfaat Praktis... ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka...7
2.2 Konsep...9
2.2.1 Tokoh dan Penokohan...9
2.2.2 Film...14
2.2.2.1 Unsur-Unsur Pembangun Fiksi...15
2.2.2.1.1 Unsur Naratif...15
2.2.2.1.2 Unsur Sinematik...16
2.2.3 Sosiologi Sastra...18
2.2.4 Psikologi Sosial...18
2.3 Landasan Teori...19
2.3.1 Teori Matrealisme (Marxisme)...19
2.3.2 Matrealisme...23
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitan...26
3.2 Data dan Sumber...27
3.2.1 Data Primer...27
3.2.2 Data Sekunder...28
3.3 Teknik Pengumpulan Data...28
3.4 Teknik Analisis Data...29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Karakter Tokoh Utama Ditinjau dari Psikologi Sosial...30
4.2 Bentuk Matrealisme yang terdapat dalam Film 露水红颜(Lù Shuǐ Hóng Yán) For Love or Money... 46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan...53 5.2 Saran...54
DAFTAR PUSTAKA ...55
1.1 Latar Belakang
BAB 1
PENDAHULUAN
Karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata, Karya sastra meskipun bersifat rekaan, tetapi tetap mengacu kepada realitas dalam dunia nyata (Noor, 2009:13).
Purba (2012: 2) mengatakan bahwa sastra adalah karya lisan atau tertulis ya`ng memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya. Sastra merupakan sebuah karya atau kegiatan seni yang tidak memiliki batasan. Meskipun tidak memiliki sebuah batasan, para ahli sastra memiliki aturan-aturan guna membedakan jenis karya satu dengan yang lain.
Dalam penulisannya, setiap karya sastra mengandung unsur-unsur struktur adalah kerangka desain yang menyatukan berbagai unsur film dan mempresentasikan jalan pikiran dari pembuat film. Struktur terdapat dalam semua bentuk karya seni. Pada film ia mengikat aksi dan ide menjadi satu kesatuan yang utuh (Shintiani, 2011:24). Sastra itu sebuah lembaga masyarakat yang bermedium bahasa, bahasa sendiri adalah ciptaan masyarakat. Oleh sebab itu kebanyakan unsur dalam karya sastra bersifat sosial, yaitu norma-norma yang tumbuh dalam masyarakat. Karya sastra juga mewakili kehidupan dan kehidupan adalah kenyataan sosial.
Karya sastra memiliki beragam jenis, salah satunya adalah film. Menurut Jia dalam Tobing (2018: 2) salah satu bagian dari sastra adalah film yang merupakan satu kesatuan yang memiliki hubungan erat yang terdapat pada dialog naskah (unsur narasi) dengan tokoh (unsur karakter) yang ditayangkan pada media elektronik. Lebih lanjut Rabiger dalam Tobing (2018:2) setiap film bersifat menarik dan menghibur, serta membuat audiens untuk berfikir.
Setiap hasil karya yang ada bersifat unik dan menarik sehingga ada banyak cara yang dapat digunakan dalam suatu film dokumenter untuk menyampaikan ide- ide tentang dunia nyata. Film sebagai media komunikasi massa akan berkaitan dengan fenomena produksi, cara, dan efek dalam berbagai dimensinya. Oleh sebab itu, film sering disebut sebagai media cangkokan dari unsur-unsur seni-seni lainnya seperti drama, teater, puisi, tari, hingga novel, sekaligus juga akrab dengan aktivitas imajinatif dan proses simbolis, yaitu kegiatan manusia menciptakan makna yang menunjuk pada realitas yang lain.
Berdasarkan uraian diatas, penulis ingin mengkaji film yang berjudul yaitu (露水红颜 Lù Shuǐ Hóng Yán) For Love or Money merupakan sebuah film romansa tiongkok yang disutradarai oleh gao xixi dan dibintangi liu yifei (the four, white vengeance, outcast) dan jung ji-hoon alias rain (full house, ninja assassin, the prince).Cerita dalam film ini akan mengikuti seorang wanita muda dari keluarga aristokrat, xing lu (yifei), yang menemukan dirinya terjebak di antara dua pria dan sebuah rahasia di dalamnya. Dia segera menemukan dirinya disiksa oleh keputusan untuk memilih antara pria yang dicintainya atau kehidupan yang kaya dan nyaman.
Film ini diadaptasi dari sebuah buku karya penulis buku-buku laris asal hong kong, amy siu-haan cheung.Selain rain dan liu yifei, film ini juga turut dibintangi oleh wang xuebing, joan chen, shao feng, tiffany tang, andy on, sun haiying, allen lin, dan dong yong.For love or money telah dirilis di bioskop di seluruh china pada 11 november 2014 kemarin dan meraup 5,5 juta dollar as pada debutnya di akhir pekan kemarin.
Penulis ingin mengkaji tentang unsur materialisme yang terdapat pada film tersebut. Saat ini, materialisme menjadi salah satu sorotan. Pengertian materialisme adalah, kata materialisme terdiri dari kata "materi" dan "isme". "Materi"
dapat dipahami sebagai "bahan; benda; segala sesuatu yang tampak".
"Materialisme" adalah pandangan hidup yang mencari dasar segala sesuatu yang termasuk kehidupan manusia di dalam alam kebendaan semata, dengan mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indra.
Sementara itu, orang-orang yang hidupnya berorientasi kepada materi disebut sebagai "materialis". Orang-orang ini adalah para pengusung paham (ajaran) materialisme atau juga orang yang mementingkan kebendaan semata (harta,uang,dsb).Salah satu cuplikan yang terdapat pada film berunsur materialisme sebagai berikut:
Gambar 1.1 Scene ( 07:00-08:22)
Contoh 1:
Yen Zhenming :听我说 Tīng wǒ shuō Dengarkan aku
Xing Lu :你会怎么说?,另一方面,我应该祝贺你的新郎, 你从一开始就对 我撒谎. )
Nǐ huì zěnme shuō?, Lìng yī fāngmiàn, wǒ yīnggāi zhùhè nǐ de xīnláng, nǐ cóng yī kāishǐ jiù duì wǒ sāhuǎng.
Apa yang mau kau katakan? Disisi lain aku harusnya memberi selamat padamu pengantin pria, kau sudah bohong padaku sejak awal.
YenZhenming:我不骗你,我爱你,这是真的.但如果..我可以嫁给他,都属于他的 父亲将是我 的 .
Wǒ bù piàn nǐ, wǒ ài nǐ, zhè shì zhēn de. Dàn rúguǒ.. Wǒ kěyǐ jià gěi tā, dōu shǔyú tā de fùqīn jiāng shì wǒ de.
Aku tidak bohong padamu. Aku mencintaimu, ini benar, tetapi kalau. Aku bisa menikahinya, semua milik ayahnya akan menjadi milikku.
Dari hasil cuplikan pada contoh 1 Yen Zhenming telah menikah dengan perempuan yang lain dan mengungkapkan maksud dari pernikahan yang dilakukannya yaitu untuk mendapatkan harta orang tua dari perempuan tersebut.
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa unsur materialisme terdapat dalam film tersebut.
1.2 Batasan Masalah
Batasan penelitan yang menjadi untuk menghindari penelitian yang tidak terarah serta yang panjang lebar dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana bentuk-bentuk Matrelisme dalam film. (露水红颜 Lù Shuǐ Hóng Yán) For Love or Money Batasan penelitian ini juga dilakukan agar tidak keluar dari jalur pembahasan yang telah peneliti tetapkan sejak awal. Sebab peneliti melakukan batasan penelitian ini untuk dapat terfokus pada data-data yang sudah peneliti peroleh.
1.3 Rumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang masalah diatas, pembahasan yang penulis bahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perubahan karakter tokoh utama ditinjau dari psikologi sosial.
2. Bagaimana bentuk materialisme yang terdapat dalam film For Love Or Money karya Gao Xixi?
1.4 Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan perubahan karakter tokoh utama ditinjau dari psikologi sosial
2. Mendeskripsikan bentuk matrealisme yang terdapat pada film (露水红颜
Lù Shuǐ Hóng Yán) For Love or Money
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini memberikan pengetahuan dan menambah wawasan bagi pembaca untuk dapat mengetahui bentuk-bentuk matrealisme pada film (露水红 颜 Lù Shuǐ Hóng Yán) For Love or Money
1.5.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi atau acuan untuk penelitian khususnya bagi mahasiswa/i Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan di paparkan mengenai tinajuan pustaka yaitu tentang penelitian penelitian sebelumnya, konsep, dan landasan teori. Pertama-tama penulis memaparkan tentang konsep yg berkaitan dengan judul penelitian kemudian tentang landasan teori yang di gunakan penulis sebagai landasan peneliti dalam meneliti,dan terakir memaparkan penelitian-penelitian sebelumnya.
2.1 Tinjauan pustaka
Menurut Ainiyah (2014) dalam skripsi yang berjudul “Kajian Psikologi Sosial Novel Elang Karya Kirana Kejora”. Bercerita tentang kisah cinta seorang perempuan yang menaruh pada pada dua orang pria yang bernama Elang Timur dan Elang Laut. Selain mengenai cinta juga menceritakan tentang pentingnya seorang ayah bagi kehidupan anak. Dalam novel tersebut terdapat interaksi sosial mengenai kehidupan antarmanusia, kebutuhan manusia, pengolahan pikiran manusia dan ketertarikan antarmanusia. Aspek psikologi sosial yang ada dalam novel sangat menarik untuk dibahas dan juga bermanfaat untuk para kaum muda dalam menetukan baik buruknya seseorang untuk dijadikan sebagai pendamping hidup.
Menurut Efendi (2016 ) dalam skripsi yang berjudul “Aspek Psikologi Sosial Dalam Novel Orb Karya Galang Lufiyanto”. Skripsi ini membahas hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan diri sendiri, dan hubungan manusia dengan Tuhan. Religiusitas merupakan suatu nilai yang ada dIbalik
pikiran dan tindakan dalam menjalankan religi. Maksud dari hubungan manusia dengan manusia nerupakan hubungan yang perlu dibina, hubungan yang baik itu dapat terwujud dari persahabatan yang kokoh dan tolong menolong.
Hubungan manusia dengan diri sendiri hal ini bertujuan agar setiap manusia memiliki kesadaran untuk melakukan perbuatan yang terpuji yang ia lakukan. Perbuatan yang dimaksud diantaranya adalah sabar dan rendah hati, sabar adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan kemampuan dalam mengendalikan gejolak diri. Hubungan manusia dengan Tuhan salah satunya adalah taat dan selalu bersyukur, taat melaksanakan perintahnya dan mejauhi larangannya.
Jason (2014 ) dalam Skripsi yang berjudul Materialism in George Eliot’s novel “Silas Marner”. Di dalam skripsi ini terdapat analisis materialistis yang terdapat dalam novel Silas Marner yang ditulis oleh George Eliot. Analisis ini bertujuan untuk menjelaskan tentang kesuksesan material yang membuat manusia menjadi berubah ke sisi negatif sehingga memudarnya rasa kemanusiaan yang diakibatkan oleh materialistis di dalam novel tersebut. Di mana manusia tidak pernah merasa puas akan apa yang dimilikinya. Kontribusi dari penelitian ini terhadap penulis yaitu dapat mengetahui pengaruh materialisme terhadap kehidupan manusia.
Jian (2019) dalam jurnal berjudul " Prinsip-Prinsip Dasar Marxisme”.
Marxisme memainkan peran penting dalam pembangunan komunitas untuk menangani masalah etnis. Bagi Marxisme, implikasinya yang melekat, materialisme historis, dan pembangunan manusia memberikan prinsip-prinsip dasar, dan arahan masa depan untuk memberikan pengembangan manusia
mengusulkan solusi untuk arah masa depannya khususnya untuk masyarakat China. Manfaat penelitian bagi penulis yaitu dapat memahami konsep Marx tentang materialisme.
2.2 Konsep
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:456) konsep diartikan sebagai rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari pengertian konkret, gambaran mental dari objek atau apapun yang berada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Selain itu, konsep dapat diartikan sebagai abstrak dimana mereka meghilangkan perbedaan dari segala sesuatu dalam eksistensi, memperlakukan seolah-olah mereka identik. Dalam hal ini defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan penyamaan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian. Pada bagian ini penulis akan memaparkan konsep yang digunakan dalam penelitian tentang Analisis Materialisme Dalam Film “For Love Or Money” Kajian Marxisme.
2.2.1 Tokoh dan Penokohan
Menurut Aminuddin (2011:79) tokoh adalah pelaku yang mengembang suatu peristiwa dalam suatu cerita, sehingga suatu peristiwa dapat terjalin dengan baik. Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, misalnya sebagai jawaban terhadap pertanyaan: “Siapakah tokoh utama film itu?” atau “Ada berapa orang jumlah tokoh film itu?” dan sebagainya. Watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk
pada sikap dan sifat para tokoh sebagaimana yang ditafsirkan para pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seoran tokoh. Tokoh cerita sebagaimana dikemukakan Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2013:247) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Walaupun tokoh dalam cerita hanya merupakan tokoh rekaan pengarang, ia haruslah merupakan seorang tokoh yang hidup secara wajar, sewajar, sebagaimana kehidupan manusia yang terdiri atas darah dan daging, yang mempunyai pikiran dan perasaan. Kehidupan tokoh cerita adalah kehidupan dalam dunia fiksi, maka ia harus bertindak dan bersikap sesuai tuntutan cerita, dengan watak yang disandangnya. Jika pada suatu cerita ada tokoh yang bertindak secara lain dari citranya yang digambarkan sebelumnya, hal tersebut akan lebih baik tidak terjadi begitu saja dan harus bisa dipertanggung jawabkan. Menurut Nurgiyantoro (2013:258-272) tokoh dibedakan menjadi beberapa jenis. Antara lain sebagai berikut.
1) Tokoh utama yaitu tokoh yang diutamakan dalam cerita.
2) Tokoh tambahan yaitu tokoh yang dalam kehadiranya kurang mendapatkan perhatian.
3) Tokoh antagonis adalah tokoh yang memiliki sifat yang jahat dan sering menjadi sumber permasalahan.
4) Tokoh protagonis adalah tokoh yang sering dikagumi dan memiliki sifat heroik.
Seringkali, lewat tingkah laku tokoh, seorang pembaca dapat menebak
bagaimana karakter atau wataknya. Seperti seorang laki-laki yang senang menyendiri dan sering minum minuman keras. Secara tidak langsung, pembaca akan tahu bagaimana karakter laki-laki tersebut melalui kepribadian dan keseharian tokoh yang digambarkan dalam cerita.
Peran pengarang memang luar biasa dalam pengenalan dan penciptaan tokoh. Seperti yang diungkapkan Wellek dan Warren (2013:83) bahwa sastrawan terutama pengarang itu adalah pelamun yang diterima masyarakat.
Pengarang tidak pernah mengubah kepribadiannya, dan yang diubah adalah publikasi lamunanya. Hadirnya tokoh dalam sebuah cerita bukan tanpa pertimbangan. Pengarang selalu menyesuaian dengan keadaan sekitar tokoh dan bagaimana budaya yang melingkupi tokoh. Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2013:247) menegaskan bahwa dalam penggunaan istilah karakter atau penokohan sendiri dalam berbagai literatur bahasa inggris mengarah pada dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh cerita yang ditampilkan dan sebagai sikap ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral yang di miliki tokoh tersebut.
Penokohan adalah penghadiran tokoh dalam sebuah Film dengan cara langsung atau tidak langsung dan mengundang penonton untuk menafsirkan kualitas dirinya lewat kata dan tindakannya. Adanya karakterisasi tersebut, penonton bisa menjadi penentu, apakah yang dilakukan tokoh dalam cerita.
tersebut baik atau buruk. Tak ubahnya sebuah lakon, karakterisasi atau penokohan.
a. Alur
Penyebutan ‘alur’, secara modern, juga sering disebut sebagai plot atau
jalan cerita, kemudian dalam teori terbaru lebih dikenal dengan adanya istilah struktur naratif. Alur dalam sebuah film merupakan unsur kunci yang kehadirannya membawa dampak besar dalam sebuah film. Alur menjadi penentu baik dan tidaknya film yang dibuat oleh sutradara. Di dalam alur terdapat berbagai proses dan konflik yang tidak pernah lepas dari kehidupan tokoh-tokonya (Nurgiyantoro, 2013:165).
Secara tidak langsung, pembaca selalu memilih cerita yang menarik. Kata
‘menarik’ tersebut tertuju pada konsep cerita dan isi cerita yang sesuai kondisi zamannya. Kemenarikan tersebut dapat diartikan secara khusus, yaitu bagaimana konflik yang terjadi dalam cerita serta apa yang menjadi permasalahan dalam cerita tersebut. Alur adalah siklus yang melingkupi asumsi-asumsi tersebut.
Menurut Loban dkk. (dalam Aminuddin, 2011:85-86) setiap cerita memiliki alur yang tidak sepenuhnya sama. Tidak menutup kemungkinan adanya cerita fiksi yang mengandung tahapan alur yang berbeda. Model tahapan cerita yang lain dapat dijelaskan ketika pengarang mengawali cerita dengan dengan berangkat dari suatu paparan peristiwa yang menegangkan dan menyita perhatian pembaca karena mengandung tanda-tanda. Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2013:167) mengemukakan bahwa alur atau plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, yang dihubungkan oleh hubungan sebab akibat, sehingga dalam sebuah cerita, setiap urutan peristiwa yang muncul selalu disebabkan dan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
Relasi antara peristiwa yang dikisahkan dalam cerita haruslah memiliki hubungan sebab akibat, sehingga tidak berurutan secara kronologis saja. Ketika penampilan peristiwa demi peristiwa tarsebut hanya berdasar pada urutan waktu
saja, maka peristiwa tersebut belum bisa disebut sebagai sebuah lur atau plot.
Agar menjadi sebuah alur yang baik, peristiwa tersebut harus diolah dan disiasati secara kreatif sehingga dari hasil pengolahan tersebut menjadi sesuatu yang indah dan menarik.
b. Latar/Setting
Tahap awal karya fiksi, pada umumnya berisi tentang penyituasian, penyesuaian, dan pengenalan terhadap berbagai hal yang akan diceritakan.
Misalnya pengenalan tokoh, pelukisan keadaan alam, lingkungan, suasana, tempat, mungkin juga hubungan waktu. Tahap awal suatu cerita fiksi umumnya berupa pengenalan tokoh, tempat dan waktu. Akan tetapi, hal tersebut tidak berarti jika pengenalan hanya dilakukan di awal cerita. Pengenalan bisa juga hadir di berbagai tahap lain sesuai alur cerita. Hadirnya latar dalam sebuah cerita membawa kesan realitis kepada pembaca, sehingga pembaca menjadi terbawa suasana dan seolah-olah cerita tersebut benar terjadi. Sehingga, pembaca dipermudah untuk menciptakan daya imajinasinya (Nurgiyantoro, 2013:303).
Latar atau setting memberikan pijakkan yang jelas dalam sebuah cerita.
Adanya latar tersebut, menjadi saksi setiap peristiwa yang terjadi dalam cerita.
Latar juga bisa diartikan sebagai gambaran kapan cerita tersebut dibuat, sehingga ada latar menjadi salah satu cara pembagian periodisasi sastra. Seperti yang dijelaskan Natia (2008:07) bahwa periodisasi sastra di Indonesia dapat dilihat dari sifat, latar karya dibuat, dan bentuknya. Hal itu berarti kehadiran latar dapat dijadikan pijakan waktu suatu karya sastra.
Menonton sebuah film, sama halnya seperti membawa diri masuk pada peristiwa yang ada dalam cerita. Penonton akan bertemu dengan lokasi tertentu
seperti nama kota, desa, jalan, hotel, penginapan dan lainnya sesuai tempat kejadian cerita. Latar tersebut secara jelas menunjuk pada lokasi tertentu yang dpat dilihat dan dirasakan kehadirannya, maka disebutlah latar tersebut sebagai latar fisik. Penunjukkan latar fisik dalam teks fiksi dapat dilakukan denganberbagai cara tergantung kreativitas pengarang. Selain itu terdapat pula latar yang berwujud tata cara, adat istiadat, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat setempat, maka latar yang seperti itu disebut dengan latar spiritual. Sesuai jenis dan unsurnya, menurut Nurgiyantoro (2013:314-322) secara umum latar terbagi menjadi tiga unsur pokok yaitu, latar tempat, waktu dan sosial-budaya.
2.2.2 Film
Nugroho (1995:77) menyatakan bahwa film adalah penemuan komunal dari penemuan-penemuan sebelumnya (fotografi, perekaman gambar, perekaman suara, dll) dan bertumbuh seiring pencapaian-pencapaian selanjutnya, seperti perekaman suara stereo, dll. Disisi lain, film juga menuntut syarat-syarat teknologi hingga fisika, seperti tuntutan dari proses laboraturium. Film sebagai media komunikasi massa akan berkaitan dengan fenomena produksi, cara, dan efek dalam berbagai dimensinya. Oleh sebab itu, film sering disebut sebagai media cangkokan dari unsur-unsur seni-seni lainnya seperti drama, teater, puisi, tari, hingga novel, sekaligus juga akrab dengan aktivitas imajinatif dan proses simbolis, yaitu kegiatan manusia menciptakan makna yang menunjuk pada realitas yang lain. Dan terakhir, film paling sering dihubungkan dengan kajian berbagai disiplin ilmu, seperti psikologi, sosiologi, dll).
2.2.2.1 Unsur-unsur Pembangun Fiksi
Film, dibentuk oleh dua unsur pembentuk yakni: unsur naratif, dan unsur sinematik. Kedua unsur tersebut saling berinteraksi dan berkesinambungan satu sama lain membentuk sebuah film. Masing-masing unsur tidak akan dapat membentuk sebuah film jika berdiri sendiri-sendiri. Bisa dikatakan bahwa unsur naratif adalah bahan atau materi yang akan diolah, sedangkan unsur sinematik adalah cara dan gaya untuk mengolahnya. (Pratista, 2008:hal 10).
2.2.2.1.1 Unsur Naratif
Pengertian naratif adalah suatu rangkaian peeristiwa yang berhubungan satu sama lain dan terikat oleh logika sebab akibat (kausalitas) yang terjadi dalam suatu ruang dan waktu (Pratista, 2008: hal 33) dalam sebuah film cerita, sebuah kejadian pasti disebabkan oleh kejadian sebelumnya misalnya sebuah shot A menggambarkan James Bond menembak dan shot B menggambarkan musuh jatuh terkena tembakan. Shot B terjadi karena shot A, penonton akan mudah memahami karena adanya hubungan kausalitas antara shot A dan shot B. Segala tindakan pelaku cerita tersebut akan memotivasi peristiwa berikutnya, hal ini akan membentuk sebuah pola pengembangan naratif yang dibagi menjadi tiga:
pendahuluan, pertengahan, penutupan. Pola tersebut biasanya disajikan secara linear. Hubungan kausalitas tersebut membuat naratif tidak bisa lepas dari batasan ruang (latar cerita) dan waktu (urutan, durasi, frekuensi).
Salah satu bagian dari naratif adaah plot, plot adalah rangkaian peristiwa yang di sajikan secara audio maupun visual dalam film. Plot dalam film digunakan untuk memanipulasi sebuah cerita sehingga sutradara bisa menyajikan
dan mengarahkan alur cerita sesuai yang ia inginkan. Hal ini sekaligus digunakan untuk mempermudah sineas jika film diangkat berdasarkan novel, tanpa meninggalkan keterikatan ruang dan waktu sehingga film bisa dinikmati penonton (Pratista, 2008: hal. 34). Naratif mempunyai beberapa elemen pokok yang membantu berjalanya sebuah alur cerita, elemen-elemen tersebut adalah : Pelaku cerita: adalah motivator utama yang menjalankan alur cerita, pelaku cerita terdiri dari tokoh protagonis (utama/jagoan) dan antagonis (pendukung/musuh, rival).
Permasalahan konflik bisa diartikan sebagai penghalang tokoh protagonis untuk mencapai tujuannya, permasalahan bisa muncul dari tokoh protagonis maupun antagonis. Tujuan yang ingin dicapai pelaku cerita, bisa berupa fisik seperti mengalahkan musuh atau berupa non fisik seperti kebahagiaan dan sebagainya ( Pratista, 2008: hal 44).
2.2.2.1.2 Unsur Sinematik
Jika naratif adalah pembentuk cerita, maka unsur sinematik adalah semua aspek teknis dalam sebuah film. Dengan kata lain jika naratif adalah nyawa sebuah film, maka unsur sinematik adalah tubuh fisiknya. Namun bukan berarti sinematik kalah penting dari naratif, karena unsur sinematik inilah yang membuat sebuah cerita menjadi sebuah cerita menjadi sebuah karya audio visual berupa film (Pratista, 2008:hal 2) unsur sinematik merupakan aspek-aspek teknis dalam produksi sebuah film. Terdiri dari: (a) Mise en scene yang memiliki empat elemen pokok setting atau latar, tata cahaya, kostum, dan make up, (b) Sinematografi, (c) editing, yaitu transisi sebuah gambar (shot) ke gambar lainnya, dan (d) Suara, yaitu segala dalam film yang mampu kita tangkap melalui pendengaran.
Peran sinematik dalam penelitian ini adalah untuk memberi koridor yang lebih spesifik kepada karaker-karakter Bond Girls dalam bentuk mise-en-scene.
Unsur sinematik meliputi:
A. Mise-en-scene: Adalah segala hal yang terletak didepan kamera yang akan diambil gambarnya dalam proses produksi film, berasal dari bahasa perancis yang memiliki arti “putting in the scene”. Hampir seluruh gambar yang kitalihat dalam film adalah bagian dari unsur mise-en-scene. Mise-en-scene memiliki empat aspek utama yakni setting atau latar, kostum dan make- up (tata rias meliputi wajah dan efek khusus) lighting atau tata cahaya, serta pemain dan pergerakannya.
B. Sinematografi: Unsur sinematografi secara umum dapat dibagi menjadi tiga aspek, yakni, kamera dan film, framing, durasi gambar. Kamera dan film mencakup teknik yang dapat dilakukan melalui kamera dan stok filmnya.
Framing adalah hubungan kamera dengan objek yang akan diambil. Sementara durasi gambar mencakup lamanya sebuah obyek diamil gambarnya oleh kamera.
C. Editing: Terdiri dari dua pengertian; editing produksi: proses pemilihan gambar serta penyambungan gambar yang telah diambil, editing paska produksi: teknik- teknik yang digunakan untuk menghubungkan tiap shot.
D. Suara: Seluruh suara yang keluar dari gambar (film) yakni dialog, musik, dan efek suara. (Pratista, 2008. Hal: 1-2).
2.2.3 Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra merupakan suatu ilmu lintas disiplin (interdisipliner) antara sosiologi dan ilmu sastra. Komunikasi antara individu merupakan aktivitas yang unik sebab membutuhkan saling keterpahaman, dengan perubahan zaman yang semakin menglobal memungkinkan terjadinya interaksi antar individu.
Makin disadari bahwa kehidupan sosial manusia tidak hanya dibangun oleh serangkaian aksi dan interaksi yang sifatnya fiksi dan beavioristik, tapi dibangun oleh sistem dan praktek-praktek penandaan atau simbolik, (Saraswati, 2003: 1).
Menurut Wolff , sosiologi kesenian dan kesusastraan merupakan suatu disiplin tanpa bentuk, terdefinisikan dengan baik, terdiri dari sejumlah studi empiris dan berbagai percobaan pada teori yang lebih general, yang masing- masing hanya mempunyai kesamaan dalam hal bahwa semuanya berurusan antarseni/kesusastraan dan masyarakat, (Faruk, 2015:4).
2.2.4 Psikologi Sosial
Menurut Gordon Allport (1985) bahwa psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang berusaha memahami dan menjelaskan bagaimana pikiran, perasaan, dan tingkah laku seseorang dipengaruhi oleh kehadiran orang lain, baik secara nyata atau aktual, dalam bayangan atau imajinasi, dan dalam kehadiran yang tidak langsung (implied) Menurut Dewey & Hubber (1916) psikologi sosial adalah studi tentang manusia individual, ketika berinteraksi, biasanya secara simbolis dengan lingkungannya, yaitu dengan lambang yang digunakan manusia untuk saling berinteraksi, misalnya: kata-kata, huruf, rambu-rambu, lalu lintas, papan nama, dan lain-lain.
Menurut Show & Costanzo (1970) psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku individual sebagai fungsi stimulus- stimulus sosial. Defenisi ini tidak menekankan stimulus eksternal maupun proses internal, melainkan mementingkan hubungan timbal balik antara keduanya.
Stimulus diberi makna tertentu oleh manusia dan selanjutnya manusia bereaksi sesuai dengan makna yang diberikannya itu.
Menurut Baron & Byrne (2006) psikologi sosial adalah bidang ilmu yang mencari pemahaman tetnang asal mula dan penyebab terjadinya pikiran serta perilaku individu dalam situasi-situasi sosial. Defenisi ini menekankan pada pentingnya pemahaman terhadap asal mula dan penyebab terjadinya perilaku dan pikiran.
2.3 Landasan Teori
2.3.1 Teori Matrealisme (Marxisme)
Marxisme, atau Sosialisme Ilmiah, adalah sebutan untuk seperangkat gagasan yang pertama dirumuskan oleh Karl Marx (1818-1883) dan Friedrich Engels (1820-1895). Secara keseluruhan, gagasan-gagasan ini menyediakan dasar teoritis yang sudah lengkap dijabarkan untuk mencapai bentuk masyarakat yang lebih agung - sosialisme
.
Sebelum menjelaskan tentang konsep materialisme historis Marx, kiranya perlu bagi penulis untuk menjelaskan terlebih dahulu prinsip dasar pandangan materialisme historis, yakni keadaan dan kesadaran. Marx menyatakan bahwa bukan kesadaran manusia yang menentukan keadaan mereka, melainkan
sebaliknya keadaan sosial merekalah yang menentukan kesadaran mereka.
Keadaan sosial manusia, menurut Marx, adalah produksinya atau pekerjaannya.
Manusia ditentukan baik oleh apa yang mereka produksi maupun bagaimana mereka berproduksi.
Pandangan inilah yang kemudian disebut materialis karena sejarah dianggap ditentukan oleh syarat-syarat produksi material. Jadi, Marx menggunakan istilah Marxisme bukan sebagai kepercayaan bahwa hakikat seluruh realitas adalah materi, tetapi menunjuk pada faktor yang menentukan sejarah, yaitu keadaan material manusia (cara manusia menghasilkan apa yang dibutuhkannya untuk hidup) bukan pikiran manusia.
Selain itu, Marx juga mengambil filsafat dialektikanya GWF Hegel untuk mengembangkan konsepnya mengenai materialisme historis. Dialektika Hegel ini menyatakan bahwa sesuatu hanya benar apabila dilihat dengan seluruh hubungannya, yang semuanya terkait dalam satu gerak penyangkalan dan pembenaran (tesis-antitesis- sintesis). Apapun merupakan kesatuan dari apa yang berlawanan, hasil dari proses dialektis yang melalui negasi atau penyangkalan.
Dalam menjelaskan karakteristik penyangkalan dialektis ini, Hegel menggunakan istilah Jerman aufheben yang mempunyai tiga arti:
menyangkal/membatalkan, menyimpan dan mengangkat. Dengan demikian, Hegel telah mengenalkan sebuah filsafat yang telah mempengaruhi pemikiran Marx bahwa sesuatu pada dasarnya mengandung unsur kebalikan/negasinya (opposite).
Negasi dianggap sebagai penghancuran dari yang lama, sebagai hasil dari perkembangan sendiri yang diakibatkan oleh kontradiksi-kontradiksi internal.
Jadi, segala sesuatu bergerak dari taraf yang rendah ke taraf yang lebih tinggi, atau dari keadaan yang masih sederhana kea rah yang lebih kompleks. Inilah yang
kemudian mendorong Marx untuk mengembangkan filsafat materialisme dialektis.
Konsep materialisme dialektis ini, yang menyatakan bahwa setiap materi menghasilkan negasi di dalam entitasnya, merupakan aspek utama yang mempengaruhi Marx dalam menganalisa masyarakat, mulai dari permulaan zaman (primeval period) hingga masyarakat dimana Marx berada, sehingga teori ini disebut Materialisme Historis. Karena materi, oleh Marx, diartikan sebagai keadaan ekonomi, maka teori Marx juga sering disebut ‘analisa ekonomis terhadap sejarah’ (the economic interpretation of history). Marx beranggapan bahwa perkembangan dialektis awalnya terjadi pada struktur bawah (basis) masyarakat, yang nantinya menggerakkan struktur atas-nya (supra-struktur). Basis masyarakat bersifat ekonomis dan tersusun atas dua aspek, yaitu cara berproduksi (teknik dan alat-alat) dan relasi ekonomi (sistem kepemilikan, pertukaran dan distribusi barang). Sementara itu, supra-struktur, yang berdiri diatas basis ekonomi, terdiri atas kebudayaan, hukum, ilmu pengetahuan, kesenian, agama, dan ideologi.
Berdasarkan hukum dialektika, masyarakat telah berkembang menjadi masyarakat kapitalis seperti dimana Marx berada. Gerak dialektis ini, yang disebabkan oleh kontradiksi dari dua kelas utama dalam masyarakat, dimulai dari komune primitif, dimana mereka masih tidak mengenal kelas dan kepemilikan pribadi, menjadi sebuah masyarakat-kelas yang mulai mengenal milik pribadi dan pembagian kerja, sehingga mengenal pula pembagian kelas-kelas sosial. Dalam masyarakat-kelas yang pertama, masyarakat budak (the slave-society), terjadi pertentangan/negasi antara kelas budak dan kelas pemilik budak, yang kemudian
secara dialektis menjadi masyarakat feodal (the feudalist-society) dan pada akhirnya masyarakat kapitalis (the capitalist-society).
Menurut materialisme historis ini, masyarakat-kapitalis, terdesak oleh kontradiksi antara kaum kapitalis dan kaum proletar, akan bertransformasi sebagai gerak dialektis terakhir menjadi masyarakat komunis (the communist-society), dimana masyarakat-tanpa-kelas ini akan terlepas dari segala bentuk kepemilikan pribadi, eksploitasi, opresi dan koersi.
Untuk memahami pokok-pokok Marxisme, kita bisa memecahkannya menjadi tiga bagian, seperti yang dipaparkan oleh Lenin, yakni:
1. Materialisme Dialektis 2. Materialisme Historis 3. Ekonomi Marxis
Tiga bagian ini yang biasanya menjadi bagian utama dari Marxisme. Namun pada dasarnya, Materialisme Historis adalah pemahaman sejarah dengan metode materialisme dialektis, dan Ekonomi Marxis adalah pemahaman ekonomi dengan metode materialisme dialektis. Semua aspek kehidupan bisa ditelaah dengan materialisme dialektis. Kebudayaan, kesenian, ilmu sains, dll., semua ini bisa dipelajari dengan metode materialisme dialektis, dan hanya dengan metode ini kita bisa memahami bidang-bidang tersebut dengan sepenuh-penuhnya.
Jadi, pada dasarnya, pokok dari Marxisme adalah materialisme dialektis.
Oleh karenanya kita akan memulai dari pemahaman materialisme dialektis. Tanpa pemahaman dialektika materialisme, maka kita tidak akan bisa memahami Materialisme Historis dan Ekonomi Marxis.
2.3.2 Materialisme
Ketika kita berbicara mengenai Materialisme, kita berbicara mengenai filsafat Materialisme yang berseberangan dengan filsafat Idealisme. Di sini kita harus membedakan Materialisme dengan “materialisme” yang kita kenal dalam perbincangan sehari-hari. Biasanya kalau kita mendengar kata materialisme, kita lantas berpikir ini berarti hanya memikirkan kesenangan duniawi, hanya suka berpesta-pora, mementingkan uang di atas segala-galanya. Dan ketika kita mendengar kata idealisme, kita lalu berpikir ini berarti orang yang punya harapan, yang bersahaja dan punya mimpi dan cita-cita mulia. Pengertian sehari-hari ini bukanlah pengertian yang sesungguhnya untuk Materialisme dan Idealisme dalam artian filsafat.
Sepanjang sejarah filsafat, ada dua kubu utama, yakni kubu Idealis dan kubu Materialis. Filsuf-filsuf awal Yunani, Plato dan Hegel, adalah kaum Idealis.
Mereka melihat dunia sebagai refleksi dari ide, pemikiran, atau jiwa seorang manusia atau seorang makhluk maha kuasa. Bagi kaum Idealis, benda-benda materi datang dari pemikiran. Sebaliknya, kaum Materialis melihat bahwa benda- benda materi adalah dasar dari segalanya, bahwa pemikiran, ide, gagasan, semua lahir dari materi yang ada di dunia nyata.
Ini bisa kita lihat dengan mudah. Sistem angka kita yang mengambil bilangan sepuluh, ini adalah karena kita manusia memiliki sepuluh jari sehingga kita pun menghitung sampai sepuluh. Bilamana manusia punya dua belas jari, tidak akan aneh kalau sistem angka kita maka akan mengambil bilangan duabelas dan bukan sepuluh. Jadi konsep dasar matematika bukanlah sesuatu yang datang dari langit, bukanlah sesuatu yang tidak ada dasar materinya. Sedangkan kaum
Idealis akan berpikir bahwa bilangan sepuluh ini adalah konsep abadi yang akan selalu ada dengan atau tanpa kehadiran manusia berjari sepuluh.
Kesadaran kita, cara berpikir kita, tabiat-tabiat kita, semua ini adalah akibat dari interaksi kita dengan lingkungan sekeliling kita, yakni dunia materi.
Namun, di dalam kehidupan sehari-hari, ternyata Idealisme merasuk ke dalam cara berpikir kita tanpa kita sadari. Kaum kapitalis pun giat menyebarkan Idealisme ke dalam cara berpikir rakyat pekerja guna melanggengkan kekuasaan mereka. Ditanamkan ke dalam pikiran kita bahwa ada yang namanya itu sifat alami manusia, dan bahwa sifat alami manusia ini adalah serakah dan egois. Oleh karena sifat alami manusia ini maka kapitalisme, sistem masyarakat yang berdasarkan persaingan antara manusia karena keserakahan mereka, adalah sistem yang paling alami dan akan eksis.
Kaum Materialis berpikir berbeda, bahwa sifat serakah dan egois manusia ini bukanlah sifat alami, bukanlah sebuah ide atau gagasan di dalam pikiran manusia yang jatuh dari langit. Materialisme mengajarkan bahwa sifat manusia itu adalah hasil dari interaksinya dengan dunia materi di luarnya, bahwa kesadaran manusia ditentukan oleh keberadaan sosialnya. Maka dari itu, sifat serakah dan egois manusia ini sesungguhnya adalah hasil dari sistem produksi dan sosial yang ada sekarang ini. Keserakahan dan keegoisan manusia yang kita saksikan di jaman sekarang ini tidak ditemukan di dalam masyarakat jaman dahulu, ketika sistem produksi dan sosialnya bukanlah kapitalisme. Dari sudut pandang ini, maka bila kita ubah sistem produksi dan sosial masyarakat, maka akan berubah juga tabiat dasar manusia. Tentunya perubahan ini tidak akan terjadi dalam sekejap, namun penggulingan kapitalisme dan pembangunan sosialisme akan menyediakan
pondasi untuk pembangunan karakter manusia yang baru, yang tidak berdasarkan keserakahan, tetapi berdasarkan semangat gotong royong yang sejati-jatinya.
Dari sini kita bisa lihat bagaimana filsafat idealisme ini pada dasarnya kontra- revolusioner karena filsafat ini membenarkan kapitalisme sebagai sistem yang alami dan kekal. Sedangkan materialisme adalah filsafat yang revolusioner, karena ia mengajarkan kita bahwa kapitalisme bukanlah sistem yang lahir dari apa yang disebut tabiat alami manusia, tetapi justru sebaliknya bahwa tabiat manusia itu adalah hasil dari sistem sosial yang ada.
Akan tetapi materialisme tanpa dialektika adalah materialisme yang formalis dan kaku. Tanpa dialektika, materialisme tidaklah lengkap untuk bisa menjelaskan dunia.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Pengertian metodologi penelitian menurut Hidayat dan Sedarmayanti (2002 : 25) adalah pembahasan mengenai konsep teoritik berbagai metode, kelebihan dan kekurangan, yang dalam karya ilmiah dilanjutkan dengan pemilihan metode yang digunakan. Pengetian metodologi adalah “pengkajian terhadap langkah-langkah dalam menggunakan sebuah metode”. Sedangkan pengertian metode penelitian adalah mengemukakan secara teknis tentang metode-metode yang digunakan dalam penelitiannya. Metodologi adalah metode ilmiah yaitu langkah-langkah yang sistematis untuk memperoleh ilmu, sedangkan metode adalah prosedur atau cara mengetahui sesuatu dengan langkah-langkah sistematis tersebut.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori marxisme dalam film (露水红颜 Lù Shuǐ Hóng Yán) For Love or Money karya Gao Xixi ialah metode
deskripsi dengan analisis dokumen yang bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, fakta dan akurat.. Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2006:4).
3.2 Data dan Sumber Data
Dalam penelitian ini sumber data yang dipakai yaitu sumber data primer dan sekunder. Sumber data primer yaitu sumber data secara langsung berkaitan dengan objek penelitian, sedangkan sumber data sekunder yaitu sumber data yang berupa buku-buku serta kepustakaan yang berkaitan dengan objek penelitian (Kalaen, 2005:148).
3.2.1 Data Primer
Data primer berupa percakapan dan adegan antar tokoh yang terdapat dalam film. Sumber data primer dalam penilitian ini berupa file vidio film (露水红颜 Lù Shuǐ Hóng Yán) For Love or Money karya Gao Xixi yang dirilis tahun 2014 yang berdurasi 98 menit merupakan data utama dan data pokok
J Judul Film : (露水红颜 Lù Shuǐ Hóng Yán) For Love or Money
Sutradara: Gao Xi
Penulis Skenario : Amy Cheung
Bintang Film : Rain, Liu Yifei, Wang Xuebing
,Joan Chen, Shao Feng.
Genre Film: Drama
Tanggal Realese: 7 November 2014
Gambar 1.2
3.2.2 Data Sekunder
Data sekunder yaitu data tambahan atau perlengkapan dari data primer yang ada. Data sekunder ini berupa dokumentasi yang di dapat dari buku, artikel, dokumentasi dari internet, jurnal yang berhubungan dengan film tersebut serta info mengenai film. Data sekunder ini merupakan bahan pendukung dari data primer yang biasanya sangat membantu penelitian apabila data primer sulit diproleh atau terbatas.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang tepat serta sesuai dengan objek penelitian, teknik pengumpulan data yang sesuai dengan objek sangat diperlukan. Langkah- langkah yang dilakukan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah:
1. Mengunduh film : (露水红颜 Lù Shuǐ Hóng Yán) For Love or Money
2. Menonton film berulang ulang.
3. Mengumpulkan data buku, jurnal yang berkenaan pada film tersebut.
4. Mengumpulkan teori-teori yang berkenaan dengan penelitian yang akan Dikaji
5. Simak dan catat data cuplikan-cuplikan film
3.4 Teknik Analisa Data
Teknik analisa data dalam penelitian adalah dengan menggunakan teknik deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif memaparkan, memberikan menganalisis, dan menafsirkan. Adapun langkah-langkah yang di lakukan dalam menganalisis film (露水红颜 Lù Shuǐ Hóng Yán) For Love or Money
1. Tahap identifikasi, yaitu data diindentifikasi sesuai dengan permasalahan yang di teliti, matrealisme dalam film (露水红颜 Lù Shuǐ Hóng Yán) For Love or Money karya Gao Xixi.
2. Tahap klasifikasi, yaitu data yang telah diindentifikasi, selanjutnya dikelompokkan sesuai dengan urutan data pada pokok permasalahan, yaitu matrealisme, yang terdapat dalam film(露水红颜 Lù Shuǐ Hóng Yán) For Love or Money karya Gao Xixi.
3. Tahap analisis, yaitu memberikan penafsiran terhadap data yang telah diklasifikasikan sesuai dengan pokok permasalahan
4. Tahap deskripsi, yaitu mendeskripsikan hasil penafsiran pada tahap interpretasi, sehingga dapat diambil kesimpulan dari data yang telah di teliti, mengenai magtrealisme, matrealisme yang terdapat pada (露水红颜 Lù Shuǐ Hóng Yán) For Love or Money karya Gao Xixi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Perubahan Karakter Tokoh Utama Ditinjau dari Psikologi Sosial
Dalam bab ini peneliti menyajikan hasil penelitian tentang karakteristik dan permasalahan psikologis yang dialami tokoh Xing Lu, tokoh utama dalam film ( 露水红颜 Lù Shuǐ Hóng Yán) For Love or Money , melalui pendekatan psikoanalisis. Karakteristik dalam bab ini berfungsi sebagai jembatan menuju analisis permasalahan psikologis yang dialami tokoh Xing Lu. Permasalahan psikologis yang dimaksud dalam kajian ini merupakan segala masalah yang dialami oleh tokoh Xing Lu dan dianalis secara psikologis sosial. Analisis ini dilakukan dengan teori kepribadian yang dikemukakan dalam teori Psikoanalisis Freud, bahwa sumber dari proses kejiwaan manusia terdiri dari tiga sistem yaitu ego, id, dan superego. Ketiga sistem kepribadian ini berfungsi sebagai suatu kesatuan, bukan sebagai tiga komponen yang terpisah. Kepribadian berkaitan dengan keempat sumber tegangan yaitu proses pertumbuhan fisiologis, frustasi, konflik, dan ancaman (Suryabrata, 2007: 32).
Pertama-tama peneliti melakukan pembedahan karakteristik tokoh Xing Lu setelah menonton dan memahami film (露水红颜 Lù Shuǐ Hóng Yán) For Love or Money berulang kali. Karakteristik dilakukan menggunakan teori Marquaβ.
Setelah mengetahui karakteristik tokoh Xing Lu, kemudian peneliti memulai untuk mengklasifikasikan permasalahan yang dialami tokoh Xing Lu serta mencari berbagai upaya yang dilakukan tokoh Xing Lu sebagai bentuk penyelesaian permasalahan yang dialaminya. Hasil analisis dari bab ini dimulai dari deskripsi film (露水红颜 Lù Shuǐ Hóng Yán) For Love or Money, kemudian
dilanjutkan dengan pemaparan karakteristik tokoh Xing Lu yang terbagi dalam tiga bagian, yakni:
1. Karakterisasi tokoh
Karakterisasi tokoh (menurut Marquaβ (1997: 36-39) dapat dilakukan dengan mengidentifikasi berbagai macam hal yang berkaitan dengan tokoh tersebut, Karakter tokoh disebut juga penokohan. Penokohan adalah cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan sifat, watak, dan karakter pelaku dalam cerita. Cara mengetahui asal muasal karakter yang paling mudah adalah dengan mencari tahu dari mana karakter ini berasal. Contohnya, dari kota mana dia berasal, bagaimana keadaan kota tersebut, bagaimana keluarganya, apa yang dilakukannya semasa kecil, dan bagaimana dia tumbuh besar. Lingkup latar belakang ini tidak harus melulu dari karakter kecil, bisa juga disesuaikan dengan konteks cerita. Cara lain untuk mengetahui asal muasal karakter dengan mudah adalah dengan mencari tahu apa kata penulis script atau sutradara film tentang karakter tersebut. Gambaran dari penulis atau sutradara film ini bisa kita jadikan acuan, atau bahkan komparasi dari apa yang ditulis dalam script dengan yang terlihat di cerita film yakni mengenali sifat-sifat tokoh berdasarkan beberapa aspek, yaitu:
a. Ciri-ciri lahiriah adalah karakteristik tokoh dalam sebuah film yang biasanya, di bawa semenjak lahir. Seperti bentuk fisik dan kehidupan glamor yang di ajarkan oleh leluhur sebelumnya. Sehingga setelah beranjak dewasa ciri-ciri tersebut masih melekat pada dirinya. Inilah yang dituliskan pengarang cerita, agar setiap tokoh mempunyai ciri dan khas masing-masing.
Gambar 1.3 (04:13-04:41)
Xing Lu: 嘿,我们走我会邀请你吃饭.
Hēi ,wǒ men zǒuwǒ huì yāo qǐng nǐ chī fàn.
Hei, ayo kita pergi. Aku akan mengajak mu makan.
Ming Zhen: 好吧,我想要最贵的食物.
Hǎo ba, wǒ xiǎng yào zuì guì de shí wù..
Baiklah, aku mau makanan yang paling mahal.
XingLu: 我有我男朋友的信用卡,没想到你可以回家,在你吃很多之前你 呕吐了.
Wǒ yǒu wǒ nán péng yǒu de xìn yòng kǎ , méi xiǎng dào nǐ kě yǐ huí jiā , zài nǐ chī hěn duō zhī qián nǐ ǒu tù le.
Aku punya kartu kredit pacarku, Jangan pikir kau bisa pulang, sebelum kau makan banyak yang kau muntahkan Ming Zhen: 哈哈,好吧.
Hā hā , hǎo ba. Hahaha,, baiklah.
Seperti Xing Lu adalah seorang wanita cantik, yang mempunyai tubuh proposional, berkulit putih dan bergaya modern, dia suka berbelanja, bahkan membelanjakan temannya,bisa kita liat dari cuplikan gambar di atas. Dan untuk kata-kata yang juga menunjukkan nilai lahiriah Xing Lu adalah “Hei, ayo kita pergi. Aku akan mengajak mu makan”. Dalam kalimat ini terlihat jelas kehidupan mewah yang ada pada diri Xing Lu, dengan cara menteraktir temannya. Agar kehidupan modern yang dimilikinya selalu terlihat oleh teman-temanya.
b. Ciri-ciri sosiologi memiliki hakikat sebagai suatu ilmu yang dapat dipelajari dan mempunyai metode dalam mepelajaranya, selain metode sosiologi pun dapat dikaji melalui serangkaian pendekatan ilmu sosial lainnya. Hakikat sosiologi sebagai ilmu pengetahun adalah sebagai ilmu sosial, hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa sosiologi mempelajari atau berhubungan dengan gejala-gejala kemasyarakatan. Berdasarkan penerapannya, sosiologi digolongkan dalam ilmu pengetahuan murni (pure science) dan dapat menjadi ilmu terapan (applied science).
Sosiologi bertujuan untuk menghasilkan pengertian dan pola manusia dan masyarakatnya. Sosiologi meneliti dan mencari apa yang menjadi prinsip dan hukum-hukum umum dari interaksi manusia serta bentuk, sifat, isi dan struktur masyarakat. Sosiologi merupakan ilmu umum, bukan khusus, artinya mempelajari gejala-gejala pada interaksi antarmanusia.
Gambar 1.4
(03:10-04:03) Xing Lu: 你没事吧?
Nǐ méi shì ba?
Kau tidak apa-apa?.
Xue Bing: 不要.
Bú yào.
Tidak.
Gambar 1.5 (19:15-19:24)
Xing Lu: 你的头呢,我应该带什么去医院?
Nǐ de tóu ne, wǒ yīng gāi dài shén me qù yī yuàn?.
Bagaimana dengan kepalamu, apa perlu ku bawa ke rumah sakit?
Cheng Xun: 没关系,只是擦伤.
Méi guān xi , zhǐ shì cā shāng.
Tidak apa-apa, hanya luka goresan.
Seperti Xing Lu mempunyai jiwa sosial yang tinggi terhadap temannya dan selalu berinteraksi antar manusia dengan baik. Kalimat yang memperkiuat bahwa Xing Lu mempuyai jiwa sosial yang tinggi adalah “Kau tidak apa-apa?” dan Bagaimana dengan kepalamu, apa perlu ku bawa ke rumah sakit?. dari kalimat tersebut sangat terlihat jelas bahwa Xing Lu sangat peduli antar sesama manusia, serta berinteraksi pada sesama manusia dengan cara yang baik dan selalu menggunakan kalimat yang bagus.
c. Tingkah laku adalah sekumpulan tingkah laku yang ditonjolkan manusia, di pengaruhi oleh budaya sikap, emosi nilai dan etika terhadap sesma manusia lain. Ensiklopedi Amerika mendefinisikan tingkah laku adalah sebagai suatu aksi reaksi terhadap lingkungan. Tingkah laku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Jadi, secara umum prilaku manusia pada
hakekatnya adalah proses interaksi individu dengan lingkungan sebagai rangsangan pada diri bahwa dia adalah makhluk hidup.
Gambar 1.6 (15:27-16:10) Xing Lu: 谢谢你昨天,因为你帮助我了.
Xiè xiè nǐ zuó tiān , yīn wéi nǐ bāng zhù wǒ le.
Terima kasih atas kemarin, karena kau sudah membantu . Cheng Xun: 梅关喜.
Méi guān xǐ.
Sama-sama.
Gambar 1.7 (19:50-20:03)
Xing Lu: 谢谢你带我回家.
Xiè xiè nǐ dài wǒ huí jiā.
Terima kasih telah mengantarkan ku pulang.
Cheng Xun: 我们是同学,没有正式的需要。没关系.
Wǒ men shì tóng xué , méi yǒu zhèng shì de xū yà. Méi guān xi.
Kalimat yang menunjukkan tingkah laku Xing Lu adalah wanita yang baik, mudah bergaul dan selalu mengucapkan terima kasih dengan tulus kepada siapapun yang membantunya adalah “Terima kasih atas kemarin, karena kau sudah membantu ku”, dan “Terima kasih telah mengantarkan ku pulang”.
Semua itu ada karena rangsangan dari suatu objek. Ucapan terima kasih yang di lontarkan Xing Lu kepada sesama manusia, merupakan suatu rangsangan atas kebaikan yang telah di lakukan oleh temannya kepada Xing Lu , sehingga timbullah reaksi yang memunculka tingh laku baik.
d. Pikiran dan Perasaan, perasaan sebagai segala sesuatu yang kita rasakan.
Ada perbedaan yang mendasar antara rasa yang dirasakan oleh jiwa (perasaan) dan yang dirasakan oleh fisik. Jika kita menusuk tangan (indra kulit). Jadi, perasaan adalah salah satu fungsi merasa bagi jiwa, seperti perasaan marah, sedih, bahagia, gembira, malas, bosan, dsb.
Sedangkan rasa sakit seperti sakit pada kulit yang terluka, bau harum, suara yang memekakkan telinga atau rujak yang pedas bukanlah fungsi perasaan, tetapi fungsi indrawi. Sedangkan pikiran adalah hasil dari berpikirnya manusia. Namun apa yang disebut dengan berpikir itu ? Banyak orang menyatakan bahwa orang berpikir ketika ia menghadapi masalah. Apakah benar orang berfikir hanya ketika menghadapi masalah. Bahwa ketika kita menghadapi masalah kita berpikir, ya, tapi berpikir tidak harus menunggu ada masalah. Apa yang disebut dengan masalah adalah adanya kesenjangan antara nilai-nilai kebenaran yang kita anut dengan fakta yang terjadi.
Gambar 1.8 (1:04:17-1:05:05)
Xing Lu: 你为什么在这里?我不再需要你了.
Nǐ wèi shén me zài zhè lǐ?wǒ bú zài xū yào nǐ le.
Kenapa kau kemari? Aku tidak membutuhkan mu lagi.
Cheng Xung: 我不敢相信你忘了一切.
Wǒ bù gǎn xiāng xìn nǐ wàng le yí qiè.
Aku tidak percaya kau melupakan semuanya.
Pada dialog diatas “Kenapa kau kemari? Aku tidak membutuhkan mu lagi”. Terlihat jelas bahwasanya pikiran dan perasaan Xing Lu berubah dan kini apa yang dirasakannya adalah rasa cinta yang luar biasa. Dia terpaksa berkata seperti itu, karna pikirannya kini yang lebih memihak pada dirinya. Pikiran akan mendapatkan uang dari Nona Cheng Xun.
Gambar 1.9 (06:45-07:38) Yen Zhenming: Xing Lu...
Xing Lu: 释放我!!
Shì fàng wǒ !!
Lepaskan aku!!
Yen Zhenming: 邓根我!!
Dèng gēn wǒ !!
Dengarkn aku!!
Xing Lu: 你会怎么说?我应该祝贺新郎。你一直在骗我
Nǐ huì zěn me shuō?wǒ yīng gāi zhù hè xīn láng. Nǐ yì zhí zài piàn wǒ.
Apa yang mau kau katakan?. Aku harusnya memberi selamat kepada pengantin pria. Kau telah membohongi ku.
Yen Zhenming: 我不骗你 Wǒ bú piàn nǐ
Aku tidak berbohong padamu.
Pada dialog diatas “ Apa yang mau kau katakan? Aku harusnya memberi selamat kepada pengantin pria. Kau telah membohongi ku. Kalimat yang dilontarkan Xing Lu kepada Yen Zhenming, adalah kalimat perasaan kecewa.
Karena Yen Zhenming telah menghianati cintanya, sehingga membuat Xing Lu terluka.
Gambar 1.10 (1:00:4-1:00:7) Xing Lu: Cheng Xun原谅我.. 原谅我.. 原谅我 Yuán liàng wǒ
Cheng Xun, maafkan aku..maafkan aku..maafkan aku.
Perasaan sedih dan menyesal karna telah mngkhianati Cheng Xun juga di rasakan Xing Lu, “Cheng Xun , maafkan aku, maafkan aku,”. Sangat tergambar jelas dari kalimat meminta maaf yang di lontarkan untuk Cheng Xun, akan tetapi tidak di hadapan Cheng Xun, adalah bentuk perasaan sedih dan menyesal yang dirasakan Xing Lu.
Gambar 1.11 (1:04:12-1:04:36)
Cheng Xun: 你为什么又和他在一起?
Nǐ wèi shén me yòu hé tā zài yì qǐ?
Mengapa kau bersamanya lagi?
Xing Lu: 那是我的事
Nà shì wǒ de shì Itu urusanku.
Cheng Xun: 你为什么这样对我,我错了什么?
Nǐ wèi shén me zhè yàng duì wǒ , wǒ cuò le shén me Mengapa kau melakukan ini padaku, apa salah ku?
Xing Lu: 你没有错什么
Nǐ méi yǒu cuò shén me Kau tidak salah apa-apa.
Perasaan kecewa juga di rasakan Cheng Xun, “Mengapa kau melakukan ini pada ku, apa salah ku?”. Cheng Xun melontarkan kalimat tersebut kepada Xing Lu, ketika Cheng Xun melihat Xing Lu berjalan dengan Yen Zhenming yang adalah mantan kekasihnya, yang telah menghianati cintanya dahulu. Melihat kejadian itu, Cheng Xun tidak terima dan Xing Lu juga tidak peduli dengan apa yang dikatakan Cheng Xun, sehingga perasaan kecewa juga di rasakan Cheng Xun terhadap Xing Lu, wanita yang sangat dicintainya.
Selain melakukan karateristik tokoh, maka diperlukan pula konstelasi dan rancangan tokoh. Konstelasi tokoh dilakukan untuk melihat hubungan antar tokoh yang ada dalam sebuah karya. Rancangan tokoh sendiri digunakan untuk melihat gambaran seorang tokoh, apakah tokoh tersebut merupakan tokoh yang berkarakter tetap (statisch) atau (dynamisch) dan lain sebagainya.
Berdasarkan kutipan berikut dapat dilihat bahwa karakter Xing Lu digambarkan dengan rumit, yakni memiliki dua sifat yang saling bertentangan satu sama lain. Ia memiliki dua kaki, mengenakan baju dan merupakan sosok manusia, tetapi meskipun demikian dia sesungguhnya adalah seekor serigala padang rumput (Hesse, 1927: 34). Dia hidup sebagai manusia dan sesekali waktu dapat berubah menjadi serigala yang liar dan penuh hasrat untuk menghancurkan orang lain.
Tokoh utama dalam film (露水红颜 Lù Shuǐ Hóng Yán) For Love or Money memiliki banyak permasalahan yang termasuk dalam kategori gangguan psikologis sosial. Gangguan psikologis digunakan sebagai pengelompokan permasalahan-permasalahan psikologis yang dialami tokoh utama Xing Lu.
Permasalahan psikologis merupakan permasalahan-permasalahan yang ditinjau dan dianalis secara psikologis, sehingga permasalahan yang akan disajikan dalam bagian ini akan diungkapkan melalui struktur kepribadian manusia yang erat kaitannya dengan psikologi sosial. Freud membagi struktur kepribadian menjadi tiga bagian, yakni id, ego dan superego.
Ketiga bagian tersebut mengambil peran yang cukup besar dalam permasalahan psikologi, menentukan bagaimana suatu permasalahan dapat terjadi.
Permasalahan psikologis juga dapat dikatakan sebagai gangguan psikologi. Pada dasarnya semua manusia selalu memiliki permasalahan psikologi, namun kadar permasalahan psikologis tersebut berbeda antara satu individu dengan individu lainnya. Setelah melihat karakteristik kepribadian Xing Lu , maka akan ditinjau permasalahan psikologis yang dialaminya. Setiap tokoh diciptakan pengarang memiliki ciri-ciri tertentu sehingga penikmat film dapat membedakan setiap tokoh yang ada. Pengarang juga memiliki dua teknik untuk menggambarkan karakter tokoh, yakni penggambaran langsung dan tidak langsung.
Permasalahan psikologis pada analisis ini dibagi menjadi tiga bagian, yakni gangguan depresi, dan gangguan kecemasan. Berikut merupakan paparan kedua kategori permasalahan yang dialami Xing Lu.
1. Gangguan Depresi (Depressive Disorders)
Gangguan depresi merupakan suatu keadaan di mana individu menderita dan merasa tertekan, situasi kurangnya kebahagiaan yang berkepanjangan dalam hidup . Demikian yang dialami oleh tokoh utama Xing Lu dalam film (露水红颜 Lù Shuǐ Hóng Yán) For Love or Money begitu banyak gejala-gejala yang menjurus dalam gangguan depresi. Berikut merupakan kutipan-kutipan analisis dari gangguan depresi.
Gambar 1.12 (09:36-10:15)
Masyarakat: 发生了什么事?是什么让他想要自杀?他很年轻.
Fā shēng le shén me shì?shì shén me ràng tā xiǎng yào zì shā?tā hěn nián qīng.
Apa yang terjadi? Apa yang membuat dia ingin bunuh diri? Dia itu masih muda.
Polisi: 小姐.如果有什么太多你认为,告诉我们,告诉警察.
Xiǎo jiě.rú guǒ yǒu shén me tài duō nǐ rèn wéi , gào sù wǒ men , gào sù jǐng chá ).