• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PSIKOLOGIS SOSIAL PADA TOKOH UTAMA PADA FILM THE MONKEY KING 3 KARYA CHEANG POU SOI 西游记女儿国 电影角色分析 : 社会心理学

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS PSIKOLOGIS SOSIAL PADA TOKOH UTAMA PADA FILM THE MONKEY KING 3 KARYA CHEANG POU SOI 西游记女儿国 电影角色分析 : 社会心理学"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PSIKOLOGIS SOSIAL PADA TOKOH UTAMA PADA FILM „„THE MONKEY KING 3” KARYA CHEANG

POU SOI

《西游记女儿国》电影角色分析:社会心理学

Xī yóu jì nǚ'ér guó》(diànyǐng juésè fēnxī: Shèhuì xīnlǐ xué)

SKRIPSI

OLEH:

Ferry Hasiholan Lumban Tobing 140710010

PROGRAM STUDI SASTRA CINA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

(2)
(3)

Social Psychological Analysis of the Main Figures in The Monkey King 3 Film

" Xī yóu jì nǚ'ér guó " by Cheang Pou Soi

Ferry Hasiholan Lumban Tobing 140710010

ABSTRACT

The research entitled „„Social Psychological Analysis of the Main Figures in The Monkey King 3 Movies” " Xī yóu jì nǚ'ér guó " by Cheang Pou Soi aims to describe social psychology, social thoughts, social influences, and social relations.

In the film "The Monkey King 3" "Xī yóu jì nǚ'ér guó" by Cheang Pou Soi. The research method used is a qualitative descriptive method with David G Myers's approach. Based on the results of data analysis obtained 3 forms of social psychology from the concept of social psychology theory according to Myers in the film The Monkey King 3 "Xī yóu jì nǚ'ér guó". Namely: (1) Social thoughts, (2) Social influence, (3) Social relations. Furthermore, the analysis is carried out by describing the data that has been identified by reducing the smallest parts that show social psychological data. The results of this study suggest, in terms of social psychological analysis in The Monkey King 3 "Xī yóu jì nǚ'ér guó" by Cheang Pou Soi can be studied in terms of the sociology of literature.

Keywords:Analysis, Psychological Social, Film

(4)

Analisis Psikologis Sosial Tokoh Utama Pada Film The Monkey King 3 '' Xī yóu jì nǚ'ér guó "

Karya Cheang Pou Soi Ferry Hasiholan Lumban Tobing

140710010

ABSTRAK

Penelitian dengan judul „„ Analisis Psikologis Sosial Tokoh Utama Pada Film The Monkey King 3 “Xī yóu jì nǚ'ér guó” Karya Cheang Pou Soi ini bertujuan untuk mendeskripsikan psikologis sosial, pikiran sosial, pengaruh sosial, dan hubungan sosial. Dalam film “The Monkey King 3” “Xī yóu jì nǚ'ér guó” karya Cheang Pou Soi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan David G Myers. Berdasarkan hasil analisis data didapat 3 bentuk psikologi sosial dari konsep teori psikologi sosial menurut Myers dalam Film The Monkey King 3 “Xī yóu jì nǚ'ér guó”. Yaitu : (1) Pikiran sosial, (2) Pengaruh sosial, (3) Hubungan Sosial. Selanjutnya, analisis dilakukan dengan mendeskripsikan data yang telah diidentifikasi dengan cara mereduksi bagian- bagian terkecil yang menunjukkan data psikologis sosial. Hasil penelitian ini menyarankan, segi analisis psikologis sosial dalam The Monkey King 3 “Xī yóu jì nǚ'ér guó” karya Cheang Pou Soi bisa dikaji dari segi sosiologi sastra.

Kata Kunci: Analisis, Psikologis Sosial, Film

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan kasihNya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul

“Analisis Psikologis Sosial Tokoh Utama Pada Film The Monkey King 3 (Xī yóu jì nǚ'ér guó) karya Cheang Pou Soi ” Skripsi ini disusun sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana dari Program Studi Sastra Cina, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan, semangat, bimbingan, dan doa kepada penulis. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis dengan segenap hati ingin mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah membantu penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih ini penulis tujukan kepada :

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Mhd Pujiono, M.Hum., Ph.D selaku Ketua Program Studi Sastra Cina Universitas Sumatera Utara, sekaligus Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan kritikan yang membangun selama proses penyempurnaan penulisan karya ilmiah ini.

3. Ibu Niza Ayuningtias, S.S., MTCSOL selaku Sekretaris Program Studi Sastra Cina Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan kritikan yang membangun selama proses penyempurnaan penulisan karya ilmiah ini.

4. Bapak T. Kassa Rullah Adha, S.S.,MTCSOL selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan memberikan masukan yang membangun

(6)

kepada penulis selama berlangsungnya proses penulisan skripsi ini, serta memotivasi agar saya tetap semangat dalam menyusun skripsi ini.

5. Bapak Drs Jhonson Pardosi, Msi., Ph.d. Selaku dosen penasehat akademik yang telah memberikan bimbingan, masukan yang membangun kepada penulis selama berlangsungnya proses perkuliahan Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh dosen dan staf pengajar di Fakultas Ilmu Budaya khususnya Program Studi Sastra Cina, Universitas Sumatera Utara.

7. Orangtua saya yang paling saya kasihi, ayah Wesly Tobing dan Ibu Purnama Pakpahan yang telah memberikan doa, nasihat dan dukungan kepada penulis, semua yang telah diberikan sungguh luar biasa.

8. Saudara penulis Tulus Tobing, Krisman Tobing, Wenny Tobing dan Sorta Tobing yang selalu memberi semangat, serta mendoakan.

9. Sahabat yang selalu bisa memberi saran, dan motivasi kepada penulis, Sahabat terbaik yang selalu mendengar suka duka dan canda tawa penulis, Zeco Pardede, Vino carlos, Hotmangatur, Aldo Pratama, Evan Marpaung dan Yupiter Halawa, yang memberikan semangat, mendoakan dan selalu mengingatkan penulis dalam pengerjaan skripsi ini.

10. Seluruh teman-teman seperjuangan FIB USU, Sastra Cina khususnya stambuk 2014, Huashan, KAMUS FIB, Rumah Sehat, Satu Stick Dua Bola yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, teman yang

(7)

memberikan warna-warni selama perkuliahan serta tempat saya berproses. Tetap semangat menjalani hari-hari.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi yang penulis sajikan ini masih terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya penulis mengharapkan agar nantinya skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak di kemudian hari.

Medan, 08 Februari 2019

Penulis,

Ferry Hasiholan Lumban Tobing

140710010

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Batasan Masalah... 5

1.3 Rumusan Masalah ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat penelitian ... 6

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 6

1.5.2 Manfaat Praktis ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Tinjauan Pustaka ... 7

2.2 Konsep... 9

2.2.1 Tokoh dan penokohan ... 9

2.2.2 Film ... 14

2.2.2.1.1 Unsur Naratif ... 15

2.2.2.1.2 Unsur Sinematik ... 17

(9)

2.2.3 Sosiologi Sastra ... 18

2.2.4 Psikologi Sosial ... 19

2.3 Landasan Teori ... 20

2.3.1 Teori Psikologi Sosial Myers ... 20

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

3.1 Metode Penelitian... 40

3.2 Data dan Sumber Data ... 40

3.2.1 Data Primer ... 41

3.2.2 Data Sekunder ... 42

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 42

3.4 Teknik Analisa Data ... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 44

4.1 Pikiran Sosial ... 44

4.1.1 Pikiran Sosial pada Diri ... 44

4.1.2 Pikiran Sosial pada Sikap ... 48

4.1.3 Pikiran Sosial pada Keyakinan... 51

4.1.4 Pikiran Sosial pada Penilaian ... 55

4.2 Pengaruh Sosial ... 59

4.2.1 Pengaruh Sosial pada Tekanan Konformitas ... 60

4.2.2 Pengaruh Sosial pada Persuasi ... 62

4.2.3 Pengaruh Sosial pada Persuasi ... 64

(10)

4.3 Hubungan Sosial ... 65

4.3.1 Hubungan Sosial pada Prasangka ... 67

4.3.2 Hubungan Sosial pada Perilaku Prososial ... 72

4.3.3 Hubungan Sosial pada Perilaku Antisosial ... 74

4.3.4 Hubungan Sosial pada Ketertarikan dan Keintiman ... 76

BAB V PENUTUP ... 79

5.1 Kesimpulan ... 79

5.2 Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Cover Film... 41

Gambar 4.1 Scene (00:06:08-00:06:20) ... 45

Gambar 4.2 Scene (00:20:49-00:21:08) ... 46

Gambar 4.3 Scene (00:22:29-00:22:33) ... 48

Gambar 4.4 Scene (00:02:41-00:02:50) ... 49

Gambar 4.5 Scene (00:15:34-00:16:00) ... 51

Gambar 4.6 Scene (00:16:30-00:17:02) ... 53

Gambar 4.7 Scene (00:15:34-00:16:00) ... 55

Gambar 4.8 Scene (00:16:26-00:17:02) ... 57

Gambar 4.9 Scene (00:01:57-00:02:25) ... 60

Gambar 4.10 Scene (00:55:05-00:55:33) ... 62

Gambar 4.11 Scene (00:58:03-00:58:16) ... 64

Gambar 4.12 Scene (00:35:22-00:32:50) ... 68

Gambar 4.13 Scene (00:38:31-00:39:20) ... 70

Gambar 4.14 Scene (00:36:51-00:37:03) ... 72

Gambar 4.15 Scene (00:16:30-00:17:02) ... 74

Gambar 4.16 Scene (01:42:04-01:44:26) ... 76

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sastra berasal dari bahasa sanskerta (san skerta : sastra ) yang memiliki arti teks yang mengandung instruksi atau pedoman. Pengertian sastra atau kesustraan merupakan hasil pekerjaan seni dari seseorang yang menggunakan bahasa dan simbol- simbol sebagai jembatan untuk menghubungkan seseorang dengan orang lain dan merupakan hasil imajinasi dari pengalam spirtual pengarangnya. Sastra adalah karya tulisann yang halus (belle letters) adalah karya yang mencatatkan bentuk bahasa.juga dapat diartikan sebagai lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagi medium.

Bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial.Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan social.(lihatKresna 2001: 24, Esten 1978:9. Semi, 1988 : 8 , Sudjiman 1986 : 68 Eagleton 1988 : 4, Sapardi 1979: 1)

Wellek dan Warren dalam Noor (2009: 48) mengatakan bahwa karya sastra itu sebuah lembaga masyarakat yang bermedium bahasa, bahasa sendiri adalah ciptaan masyarakat. Oleh sebab itu kebanyakan unsur dalam karya sastra bersifat sosial, yaitu norma-norma yang tumbuh dalam masyarakat. Karya sastra juga mewakili kehidupan dan kehidupan adalah kenyataan sosial. Karya sastra terbagi atas beberapa bagian, salah satunya adalah film. Menurut Jia (1995) salah satu bagian dari sastra adalah film yang merupakan satu kesatuan yang memiliki hubungan erat yang terdapat pada dialog naskah (unsur narasi) dengan tokoh (unsur karakter) yang ditayangkan pada media elektronik. Selain itu menurut Danesi, (2010: 134). Film adalah teks yang memuat serangkaian citra fotografi yang mengakibatkan adanya ilusi gerak dan tindakan dalam kehidupan nyata. Menurut Rabiger (2009:8) setiap film bersifat

(13)

menarik dan menghibur, serta membuat audiens untuk berfikir. Setiap hasil karya yang ada bersifat unik dan menarik sehingga ada banyak cara yand dapat digunakan dalam suatu film dokumenter untuk menyampaikan ide- ide tentang dunia nyata.

Dalam penelitian ini menggunakan unsur Naratif untuk mengkaji psikologi sosial yang melibatkan pelaku cerita dengan unsur-unsur tema, konflik dan masalah, karakter (tokoh), lokasi dan durasi waktu. Naratif mempunyai beberapa elemen pokok yang membantu berjalannya sebuah alur cerita, elemen-elemen tersebut adalah:

Pelaku cerita: Adalah motivator utama yang menjalankan alur cerita, pelaku cerita terdiri dari tokoh protagonis (utama/jagoan) dan antagonis (pendukung/ musuh, rival).

Permasalahan/konflik biasa diartikan sebagai pengahalang tokoh protagonis mencapai tujuannya, permasalahan bisa muncul dari tokoh protagonis maupun antagonis.

Tujuan: yang ingin dicapai pelaku cerita bisa berupa fisik seperti mengalahkan musuh atau berupa non fisik seperti kebahagian dan sebagainya. Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Dalam hal ini unsur-unsur seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu adalah elemen-elemennya. Mereka saling berinteraksi satu sama lain untuk membuat sebuah jalinan peristiwa yang memiliki maksud dan tujuan, serta terikat dengan sebuah aturan yaitu hukum kausalitas (logika sebab akibat).

(Pratista, 2008: hal 44).

Dalam penelitian ini menggunakan unsur sinematik untuk mengkaji psikologis sosial yang terkandung dalam di dalam film yang berbentuk gambar, suara, teks. Unsur Sinematik adalah tubuh fisiknya. Namun bukan berarti sinematik kalah penting dari naratif, karena unsur sinematik inilah yang membuat sebuah cerita menjadi sebuah karya audio visual berupa film. (Pratista, 2008: hal 2). Unsur Sinematik merupakan aspek-aspek teknis dalam produksi sebuah film. Terdiri dari : (a) Mise en scene yang merupakan memiliki empat elemen pokok: setting atau latar, tata

(14)

cahaya, kostum, dan make uo, (b) Sinematografi, (c) editing, yaitu transisi sebuah gambar (shot) ke gambar lainnya, dan (d) suara, yaitu segala hal dalam film yang mampu kita tangkap melalui indera pendengaran. Kenyataan inilah yang mendorong peneliti menggunakan unsur sinematik untuk mengkaji psikologis sosial dalam film The Monkey King 3.

Menurut (Richard M. Lerner ,1976:78) psikologi perkembangan dirumuskan sebagai pengetahuan yang mempelajari persamaan dan perbedaan fungsi-fungsi psikologis sepanjang hidup. Misalnya, mempelajari bagaimana proses berpikir pada anak-anak usia satu, dua atau lima tahun, memiliki persamaan atau perbedaan, atau bagaimana kepribadian seseorang berubah dan berkembang dari anak-anak, remaja sampai dewasa.

Berdasarkan uraian diatas,penulis ingin mengkaji film yang berjudul Film The Monkey King 3 adalah film yang berdurasi 154 menit dan dirilis pada tahun 2018

yang disutradarai oleh Cheang Pou Soi. The Monkey King 3 sangat populer di China pada tahun 2018 film ini berhasil mendapatkan 114 juta dollar Amerika.

Film The Monkey King 3 menceritakan tentang kisah kera sakti sun wukong bersama gurunya. Sun wukong, Bajie, Wujing dan biksu Xuenzhang tak sengaja memasuki negeri para wanita dari liang barat, sebuah tempat misterius yang dimana tak ada satu pun pria yang tinggal disana.

Ternyanta, sang ratu jatuh cinta pada biksu Xuanzhang pada pandangan pertama tanpa tahu apa itu arti cinta. dan mengira dirinya akan sakit parah karena kutukan cinta yang menyakitkan. Sang pembimbing memperingatkan pada semua bahwa pria adalah mahkluk beracun dan memerintahkan untuk membunuh Xuanzhang dan murid-muridnya. Namun Sun wukong tidak tinggal diam dia

(15)

mencoba menyelamatkan guru dan teman-temannya dengan kekuatan mahasakti yang dia miliki. Namun pendirian Xuanzhang mulai pudar setelah jatuh cinta kepada sang ratu. Namun kedatangan Xuanzhang dan murid-muridnya membuat murka sang dewi sungai lupa yang kemudian merusak kedamaian di negeri wanita tersebut.

Alasan penulis ingin mengkaji Dalam penelitian ini karena di dalam film Monkey King 3 menceritakan biksu Xuenzhang mencintai wanita pada pandangan pertama.Yang dimana kita tahu bahwa seorang biksu sangat jarang memiliki rasa suka terhadap seorang wanita karena sejatinya seorang biksu tidak harus menikah karena filosofi hidup dan spiritualisme. Dan juga seorang biksu menganggap Menikah bisa mengganggu proses perjalanan jiwa menuju kesejatian. Inilah alasan penulis tertarik untuk mengkaji film The Monkey King 3 karya cheang pou soi.

1.2 Batasan Masalah

Batasan penelitan yang menjadi untuk menghindari penelitian yang tidak terarah serta yang panjang lebar dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana pendekatan psikologi sosial dalam film The Monkey King 3. Batasan penelitian ini juga dilakukan agar tidak keluar dari jalur pembahasan yang telah peneliti tetapkan sejak awal. Sebab peneliti melakukan batasan penelitian ini untuk dapat terfokus pada data-data yang sudah peneliti peroleh.

1.3 Rumusan Masalah

Dari pemaparan latar belakang masalah diatas, pembahasan yang penulis bahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perubahan karakter tokoh utama ditinjau dari psikologi sosial.

(16)

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang akan di dapatkan dalam penelitian ini ialah:

1. Mendeskripsikan perubahan karakter tokoh utama ditinjau dari teori Psikologi sosial.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

1. Secara teoritis manfaat dari peneltian ini adalah untuk memberikan wawasan bagi para pembaca mengenai karya sastra, yaitu tentang cara menganalisis dengan menggunakan teori psikologi sosial

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Dapat menambah minat bagi pembaca dalam mengapresiasi karya sastra.

2. Dapat menjadi Referensi bagi penelitian selanjutnya dengan objek kajian yang sama.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

Ainiyah (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Kajian Psikologi Sosial Novel Elang Karya Kirana Kejora”. Bercerita tentang kisah cinta seorang perempuan yang menaruh pada pada dua orang pria yang bernama Elang Timur dan Elang Laut.

Selain mengenai cinta juga menceritakan tentang pentingnya seorang ayah bagi kehidupan anak.Dalam novel tersebut terdapat interaksi sosial mengenai kehidupan antarmanusia, kebutuhan manusia, pengolahan pikiran manusia dan ketertarikan antarmanusia.Aspek psikologi sosial yang ada dalam novel sangat menarik untuk dibahas dan juga bermanfaat untuk para kaum muda dalam menetukan baik buruknya seseorang untuk dijadikan sebagai pendamping hidup.

Efendi (2016) dalam skripsinya yang berjudul “Aspek Psikologi Sosial Dalam Novel Orb Karya Galang Lufiyanto”.Skripsi ini membahas hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan diri sendiri, danhubungan manusia dengan Tuhan.

Religiusitas merupakan suatu nilai yang ada di balik pikiran dan tindakan dalam menjalankan religi.Maksud dari hubungan manusia dengan manusia nerupakan hubungan yang perlu dibina, hubungan yang baik itu dapat terwujud dari persahabatan yang kokoh dan tolong menolong. Hubungan manusia dengan diri sendiri hal ini bertujuan agar setiap manusia memiliki kesadaran untuk melakukan perbuatan yang terpuji yang ia lakukan. Perbuatan yang dimaksud diantaranya adalah sabar dan rendah hati, sabar adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan kemampuan dalam mengendalikan gejolak diri.Hubungan manusia dengan Tuhan salah satunya adalah taat dan selalu bersyukur, taat melaksanakan perintahnya dan mejauhi larangannya.

(18)

Sanjaya (2016) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Aspek Psikologi Sosial Dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk Karya Abdul Malik Karim Amrullah”. Bercerita tentang seorang pemuda yang perjuangan hidupnya sebagai anak buangan ia juga merantau ditempat kelahiran ayahnya untuk belajar ilmu agama agar bisa menjadi anak yang berguna bagi negerinya.

Yusmarani (2017) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Psikologis Sosial Tokoh Utama Dalam Novel Napas Mayat Karya Bagus Dwi Hananto”. Skripsi ini bercerita tentang tokoh utama yang dilihat dari fisik luarnya adalah seseorang yang pendiam, namun ternyata menyimpan dendam yang besar, sehingga menjadi pembunuh dan sosok kanibal (ingin memakan daging seseorang yang dibencinya).Skripsi ini mendeskripsikan dan mengungkap permasalahan psikologi sosial yang dihadapi oleh tokoh utama.Hal tersebut berkaitan dengan bagaimana tokoh utama mempelajari sifat dari hubungan sosialnya, bagaimana tokoh utama memandang dirinya dan orang lain, bagaimana tokoh utama menjalin interaksi, serta bertindak.Dan juga tokoh utama yang mengalami permasalahan psikologi sosial yang berhubungan dengan kondisi hubungan sosialnya, prasangka, dan perilaku antisosial yang ditimbulkan.

2.2 Konsep

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:456) konsep diartikan sebagai rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari pengertian konkret, gambaran mental dari objek atau apapun yang berada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Selain itu, konsep dapat diartikan sebagai abstrak dimana mereka meghilangkan perbedaan dari segala sesuatu dalam eksistensi, memperlakukan seolah-olah mereka identik.Dalam hal ini defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan penyamaan persepsi

(19)

tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.Pada bagian ini penulis akan memaparkan konsepyang digunakan dalam penelitian tentang Kajian Psikologi Sosial pada film The Monkey King 3 karya Cheang Pou Soi

2.2.1. Tokoh dan Penokohan

Menurut Aminuddin (2011:79), tokoh adalah pelaku yang mengemban suatu peristiwa dalam suatu cerita, sehingga suatu peristiwa dapat terjalin dengan baik.

Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, misalnya sebagai jawaban terhadap pertanyaan: “Siapakah tokoh utama film itu?” atau “Ada berapa orang jumlah tokoh film itu?” dan sebagainya. Watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sikap dan sifat para tokoh sebagaimana yang ditafsirkan para pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seoran tokoh. Tokoh cerita sebagaimana dikemukakan Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2013:247), adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkanmemiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakkan.

Walaupun tokoh dalam cerita hanya merupakan tokoh rekaan pengarang, ia haruslah merupakan seorang tokoh yang hidup secara wajar, sewajar, sebagaimana kehidupan manusia yang terdiri atas darah dan daging, yang mempunyai pikiran dan perasaan. Kehidupan tokoh cerita adalah kehidupan dalam dunia fiksi, maka ia harus bertindak dan bersikap sesuai tuntutan cerita, dengan watak yang disandangnya. Jika pada suatu cerita ada tokoh yang bertindak secara lain dari citranya yang digambarkan sebelumnya, hal tersebut akan lebih baik tidak terjadi begitu saja dan harus bisa

(20)

dipertanggung jawabkan. Menurut Nurgiyantoro (2013:258-272), tokoh dibedakan menjadi beberapa jenis. Antara lain sebagai berikut.

1) Tokoh utama yaitu tokoh yang diutamakan dalam cerita.

2) Tokoh tambahan yaitu tokoh yang dalam kehadiranya kurang mendapatkan perhatian.

3) Tokoh antagonis adalah tokoh yang memiliki sifat yang jahat dan sering menjadi sumber permasalahan.

4) Tokoh protagonis adalah tokoh yang sering dikagumi dan memiliki sifat heroik.

Seringkali, lewat tingkah laku tokoh, seorang pembaca dapat menebak bagaimana karakter atau wataknya.Seperti seorang laki-laki yang senang menyendiri dan sering minum minuman keras. Secara tidak langsung, pembaca akan tahu bagaimana karakter laki-laki tersebut melalui kepribadian dan keseharian tokoh yang digambarkan dalam cerita.

Peran pengarang memang luar biasa dalam pengenalan dan penciptaan tokoh.Seperti yang diungkapkan Wellek dan Warren (2013:83) bahwa sastrawan terutama pengarang itu adalah pelamun yang diterima masyarakat. Pengarang tidak pernah mengubah kepribadiannya, dan yang diubah adalah publikasi lamunanya.Hadirnya tokoh dalam sebuah cerita bukan tanpa pertimbangan.Pengarang selalu menyesuaian dengan keadaan sekitar tokoh dan bagaimana budaya yang melingkupi tokoh. Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2013:247) menegaskan bahwa dalam penggunaan istilah karakter atau penokohan sendiri dalam berbagai literatur bahasa inggris mengarah pada dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh cerita

(21)

yang ditampilkan dan sebagai sikap ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral yang di miliki tokoh tersebut.

Penokohan adalah penghadiran tokoh dalam sebuah Film dengan cara langsung atau tidak langsung dan mengundang penonton untuk menafsirkan kualitas dirinya lewat kata dan tindakannya. Adanya karakterisasi tersebut, penonton bisa menjadi penentu, apakah yang dilakukan tokoh dalam cerita tersebut baik atau buruk.

Tak ubahnya sebuah lakon, karakterisasi atau penokohan menjadi salah satu kunci untuk tindak lanjut hal yang harus dilakukan tokoh utama.

a. Alur

Penyebutan „alur‟, secara modern, juga sering disebut sebagai plot atau jalan cerita, kemudian dalam teori terbaru lebih dikenal dengan adanya istilah struktur naratif. Alur dalam sebuah film merupakan unsur kunci yang kehadirannya membawa dampak besar dalam sebuah film. Alur menjadi penentu baik dan tidaknya film yang dibuat oleh sutradara. Di dalam alur terdapat berbagai proses dan konflik yang tidak pernah lepas dari kehidupan tokoh-tokonya (Nurgiyantoro, 2013:165).

Secara tidak langsung, pembaca selalu memilih cerita yang menarik.Kata

„menarik‟ tersebut tertuju pada konsep cerita dan isi cerita yang sesuai kondisi zamannya. Kemenarikan tersebut dapat diartikan secara khusus, yaitu bagaimana konflik yang terjadi dalam cerita serta apa yang menjadi permasalahan dalam cerita tersebut. Alur adalah siklus yang melingkupi asumsi-asumsi tersebut.

Menurut Loban dkk. (dalam Aminuddin, 2011:85-86), setiap cerita memiliki alur yang tidak sepenuhnya sama. Tidak menutup kemungkinan adanya cerita fiksi yang mengandung tahapan alur yang berbeda. Model tahapan cerita yang lain dapat

(22)

dijelaskan ketika pengarang mengawali cerita dengan dengan berangkat dari suatu paparan peristiwa yang menegangkan dan menyita perhatian pembaca karena mengandung tanda-tanda.

Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2013:167) mengemukakan bahwa alur atau plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, yang dihubungkan oleh hubungan sebab akibat, sehingga dalam sebuah cerita, setiap urutan peristiwa yang muncul selalu disebabkan dan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Relasi antara peristiwa yang dikisahkan dalam cerita haruslah memiliki hubungan sebab akibat,sehingga tidak berurutan secara kronologis saja.Ketika penampilan peristiwa demi peristiwa tarsebut hanya berdasar pada urutan waktu saja, maka peristiwa tersebut belum bisa disebut sebagai sebuah lur atau plot.Agar menjadi sebuah alur yang baik, peristiwa tersebut harus diolah dan disiasati secara kreatif sehingga dari hasil pengolahan tersebut menjadi sesuatu yang indah dan menarik.

b. Latar/Setting

Tahap awal karya fiksi, pada umumnya berisi tentang penyituasian, penyesuaian, dan pengenalan terhadap berbagai hal yang akan diceritakan. Misalnya pengenalan tokoh, pelukisan keadaan alam, lingkungan, suasana, tempat, mungkin juga hubungan waktu.Tahap awal suatu cerita fiksi umumnya berupa pengenalan tokoh, tempat dan waktu.Akan tetapi, hal tersebut tidak berarti jika pengenalan hanya dilakukan di awal cerita. Pengenalan bisa juga hadir di berbagai tahap lain sesuai alur cerita. Hadirnya latar dalam sebuah cerita membawa kesan realitis kepada pembaca, sehingga pembaca menjadi terbawa suasana dan seolah-olah cerita tersebut benar terjadi.Sehingga, pembaca dipermudah untuk menciptakan daya imajinasinya (Nurgiyantoro, 2013:303).

(23)

Latar atau setting memberikan pijakkan yang jelas dalam sebuah cerita.Adanya latar tersebut, menjadi saksi setiap peristiwa yang terjadi dalam cerita.

Latar juga bisa diartikan sebagai gambaran kapan cerita tersebut dibuat, sehingga ada latar menjadi salah satu cara pembagian periodisasi sastra. Seperti yang dijelaskan Natia (2008:07), bahwa periodisasi sastra di Indonesia dapat dilihat dari sifat, latar karya dibuat, dan bentuknya.Hal itu berarti, kehadiran latar dapat dijadikan pijakan waktu suatu karya sastra.

Menonton sebuah film, sama halnya seperti membawa diri masuk pada peristiwa yang ada dalam cerita. Penonton akan bertemu dengan lokasi tertentu seperti nama kota, desa, jalan, hotel, penginapan dan lainnya sesuai tempat kejadian cerita.

Latar tersebut secara jelas menunjuk pada lokasi tertentu yang dpat dilihat dan dirasakan kehadirannya, maka disebutlah latar tersebut sebagai latar fisik.

Penunjukkan latar fisik dalam teks fiksi dapat dilakukan denganberbagai cara tergantung kreativitas pengarang. Selain itu terdapat pula latar yang berwujud tata cara, adat istiadat, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat setempat, maka latar yang seperti itu disebut dengan latar spiritual. Sesuai jenis dan unsurnya, menurut Nurgiyantoro (2013:314-322), secara umum latar terbagi menjadi tiga unsur pokok yaitu, latar tempat, waktu dan sosial-budaya.

2.2.2 Film

Nugroho (1995:77) menyatakan bahwa film adalah penemuan komunal dari penemuan-penemuan sebelumnya (fotografi, perekaman gambar, perekaman suara, dll), dan bertumbuh seiring pencapaian-pencapaian selanjutnya, seperti perekaman suara stereo, dll.Disisi lain, film juga menuntut syarat-syarat teknologi hingga fisika, seperti tuntutan dari proses laboraturium. Film sebagai media komunikasi massa akan

(24)

berkaitan dengan fenomena produksi, cara, dan efek dalam berbagai dimensinya. Oleh sebab itu, film sering disebut sebagai media cangkokan dari unsur-unsur seni-seni lainnya seperti drama, teater, puisi, tari, hingga novel, sekaligus juga akrab dengan aktivitas imajinatif dan proses simbolis, yaitu kegiatan manusia menciptakan makna yang menunjuk pada realitas yang lain. Dan terakhir, film paling sering dihubungkan dengan kajian berbagai disiplin ilmu, seperti psikologi, sosiologi, dll).

2.2.2.1 Unsur-unsur Pembangun Fiksi

Film, dibentuk oleh dua unsur pembentuk yakni: unsur naratif, dan unsur sinematik. Keduaunsur tersebut saling berinteraksi dan berkesinambungan satu sama lain membentuk sebuah film. Masing-masing unsur tidak akan dapat membentuk sebuah film jika berdiri sendiri-sendiri. Bisa dikatakan bahwa unsur naratif adalah bahan atau materi yang akan diolah, sedangkan unsur sinematik adalah cara dan gayauntuk mengolahnya. (Pratista, 2008:hal 10)

2.2.2.1.1 Unsur Naratif

Pengertian naratif adalah suatu rangkaian peeristiwa yang berhubungan satu sama lain dan terikat oleh logika sebab akibat (kausalitas) yang terjadi dalam suatu ruang dan waktu (Pratista, 2008: hal 33). Dalam sebuah film cerita, sebuah kejadian pasti disebabkan oleh kejadian sebelumnya misalnya sebuah shot A menggambarkan James Bond menembak dan shot B menggambarkan musuh jatuh terkena tembakan.

Shot B terjadi karena shot A, penonton akan mudah memahami karena adanya hubungan kausalitas antara shot A dan shot B. Segala tindakan pelaku cerita tersebut akan memotivasi peristiwa berikutnya, hal ini akan membentuk sebuah pola pengembangan naratif yang dibagi menjadi tiga: pendahuluan, pertengahan, penutupan. Pola tersebut biasanya disajikan secara linear. Hubungan kausalitas

(25)

tersebut membuat naratif tidak bisa lepas dari batasan ruang (latar cerita) dan waktu (urutan, durasi, frekuensi)

Salah satu bagian dari naratif adaah plot, plot adalah rangkaian peristiwa yang di sajikan secara audio maupun visual dalam film. Plot dalam film digunakan untuk memanipulasi sebuah cerita sehingga sutradara bisa menyajikan dan mengarahkan alur cerita sesuai yang ia inginkan. Hal ini sekaligus digunakan untuk mempermudah sineas jika film diangkat berdasarkan novel, tanpa meninggalkan keterikatan ruang dan waktu sehingga film bisa dinikmati penonton (Pratista, 2008: hal. 34)

Naratif mempunyai beberapa elemen pokok yang membantu berjalanya sebuah alur cerita, elemen-elemen tersebut adalah : Pelaku cerita: adalah motivator utama yang menjalankan alur cerita, pelaku cerita terdiri dari tokoh protagonis (utama / jagoan) dan antagonis (pendukung / musuh, rival). Permasalahan / konflik: bisa diartikan sebagai penghalang tokoh protagonis untuk mencapai tujuannya, permasalahan bisa muncul dari tokoh protagonis maupun antagonis. Tujuan yang ingin dicapai pelaku cerita, bisa berupa fisik seperti mengalahkan musuh atau berupa non fisik seperti kebahagiaan dan sebagainya ( Pratista, 2008: hal 44).

2.2.2.1.2 Unsur Sinematik

Jika naratif adalah pembentuk cerita, maka unsur sinematik adalah semua aspek teknis dalam sebuah film. Dengan kata lain jika naratif adalah nyawa sebuah film, maka unsur sinematik adalah tubuh fisiknya. Namun bukan berarti sinematik kalah penting dari naratif, karena unsur sinematik inilah yang membuat sebuah cerita menjadi sebuah cerita menjadi sebuah karya audio visual berupa film (Pratista, 2008:hal 2). Unsur sinematik merupakan aspek-aspek teknis dalam produksi sebuah film. Terdiri dari: (a) Mise en scene yang memiliki empat elemen pokok: setting atau

(26)

latar, tata cahaya, kostum, dan make up, (b) Sinematografi, (c) editing, yaitu transisi sebuah gambar (shot) ke gambar lainnya, dan (d) Suara, yaitu segala dalam film yang mampu kita tangkap melalui pendengaran.

Peran sinematik dalam penelitian ini adalah untuk memberi koridor yang lebih spesifik kepada karaker-karakter Bond Girls dalam bentuk mise-en-scene. Unsur sinematik meliputi:

a. Mise-en-scene: Adalah segala hal yang terletak didepan kamera yang akan diambil gambarnya dalam proses produksi film, berasal dari bahasa perancis yang memiliki arti “putting in the scene”. Hampir seluruh gambar yang kita lihat dalam film adalah bagian dari unsur mise-en-scene. Mise-en-scene memiliki empat aspek utama yakni setting atau latar, kostum dan make-up (tata rias meliputi wajah dan efek khusus), lighting atau tata cahaya, serta pemain dan pergerakannya.

b. Sinematografi: Unsur sinematografi secara umum dapat dibagi menjadi tiga aspek, yakni: kamera dan film, framing, durasi gambar. Kamera dan film mencakup teknik yang dapat dilakukan melalui kamera dan stok filmnya. Framing adalah hubungan kamera dengan objek yang akan diambil. Sementara durasi gambar mencakup lamanya sebuah obyek diamil gambarnya oleh kamera.

c. Editing: Terdiri dari dua pengertian; editing produksi: proses pemilihan gambar serta penyambungan gambar yang telah diambil, editing paska produksi: teknik-teknik yang digunakan untuk menghubungkan tiap shot.

d. Suara: Seluruh suara yang keluar dari gambar (film) yakni dialog, musik, dan efek suara. (Pratista, 2008. Hal: 1-2)

(27)

2.2.3 Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra merupakan suatu ilmu lintas disiplin (interdisipliner) antara sosiologi dan ilmu sastra. Komunikasi antara individu merupakan aktivitas yang unik sebab membutuhkan saling keterpahaman, dengan perubahan zaman yang semakin menglobal memungkinkan terjadinya interaksi antar individu. Makin disadari bahwa kehidupan sosial manusia tidak hanya dibangun oleh serangkaian aksi dan interaksi yang sifatnya fiksi dan beavioristik, tapi dibangun oleh sistem dan praktek-praktek penandaan atau simbolik, (Saraswati, 2003: 1).

Menurut Wolff , sosiologi kesenian dan kesusastraan merupakan suatu disiplin tanpa bentuk, terdefinisikan dengan baik, terdiri dari sejumlah studi empiris dan berbagai percobaan pada teori yang lebih general, yang masing-masing hanya mempunyai kesamaan dalam hal bahwa semuanya berurusan antarseni/kesusastraan dan masyarakat, (Faruk, 2015:4)

2.2.4 Psikologi Sosial

Psikologi sosial adalah cabang ilmu psikologi yang meneliti dampak atau pengaruh sosial terhadap perilaku manusia. psikologi sosial merupakanperkembangan ilmu pengetahuan yang baru dan merupakan cabang dari ilmu pengetahuan psikologi pada umumnya. ilmu tersebut menguraikan tentang kegiatan-kegiatan manusia dalam hubungannya dengan situasi-situasi sosial. dan dapat disimpulkan bahwa pengertian psikologi sosial adalah studi ilmiah tentang pengalaman dan tingkah laku individu- individu dalam hubungannya dengan situasi sosial

Menurut Gordon Allport (1985) bahwa psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang berusaha memahami dan menjelaskan bagaimana pikiran, perasaan, dan tingkah laku seseorang dipengaruhi oleh kehadiran orang lain, baik secara nyata

(28)

atau aktual, dalam bayangan atau imajinasi, dan dalam kehadiran yang tidak langsung (implied). Menurut Dewey & Hubber (1916) psikologi sosial adalah studi tentang manusia individual, ketika berinteraksi, biasanya secara simbolis dengan lingkungannya, yaitu dengan lambang yang digunakan oleh manusia untuk saling berinteraksi, misalnya: kata-kata, huruf, rambu-rambu, lalu lintas, papan nama, dan lain-lain.

Menurut Show & Costanzo (1970), psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku individual sebagai fungsi stimulus-stimulus social.

Defenisi ini tidak menekankan stimulus eksternal maupun proses internal, melainkan mementingkan hubungan timbale balik antara keduanya. Stimulus diberi makna tertentu oleh manusia dan selanjutnya manusia bereaksi sesuai dengan makna yang diberikannya itu.

Menurut Baron & Byrne (2006), psikologi sosial adalah bidang ilmu yang mencari pemahaman tetnang asal mula dan penyebab terjadinya pikiran serta perilaku individu dalam situasi-situasi sosial. Defenisi ini menekankan pada pentingnya pemahaman terhadap asal mula dan penyebab terjadinya perilaku dan pikiran.

2.3. Landasan Teori

2.3.1. Teori Psikologi Sosial Myers

Menurut Myers. Psikologi sosial adalah ilmu yang mempelajari pengaruh situasi-situasi individu, khususnya bagaimana kita memandang dan mempengaruhi diri sendiri maupun orang lain. Dapat dikatakan, bahwa psikologi sosial adalah ilmu yang mempelajari bagaimana orang berpikir, memengaruhi, dan saling berhubungan

(29)

satu sama lain. Ada tiga hal pokok yang diulas dalam psikologi sosial, yaitu pikiran sosial, pengaruh sosial, dan hubungan sosial (Myers, 2012:4).

a. Hubungan Tokoh dengan Psikologi Sosial

Manusia adalah mahluk hidup ciptaan Tuhan dengan segala fungsi dan potensinya yang tunduk kepada aturan hukum alam, mengalami kelahiran, pertumbuhan, perkembangan, dan mati, dan seterusnya, serta terkait dan berinteraksi dengan alam dan lingkungannya dalam sebuah hubungan timbal balik baik itu positif maupun negatif. Membahas tentang manusia berarti membahas tentang kehidupan sosial dan budayanya, tentang tatanan nilai-nilai, peradaban, kebudayaan, lingkungan, sumber alam, dan segala aspek yang menyangkut manusia dan lingkungannya secara menyeluruh.Begitupun hal yang berkaitan tentang bagaimana manusia berhubungan dengan dirinya sendiri, mengontrol emosi dan berperilaku baik.Apa yang dilakukan manusia dalam kesehariannya terkadang di refleksikan dalam sebuah cerita fiksi sebagai amanat bagi kehidupan.

Seperti yang diungkapkan Teew (2013:189), di dalam karya sastra ada unsur rekayasa yang berdasar pada apa yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Karya sastra adalah karya fiktif, karena semua isinya dibuat atas dasar pemikiran pengarang atau sastrawan. Pencapaian cerita dilakukan dengan menghadirkan tokoh.Tokoh dalam cerita fiksi diibaratkan sebagai manusia di kehidupan nyata. Oleh sebab itu, gejala psikologis maupun sosiologis yang dialami tokoh padasebuah cerita terkadang sama seperti di kehidupan nyata. Tokoh berbaur dan menjalankan alur cerita sesuai kesatuan isi yang telah dibuat pengarang.Bagaimana tokoh berinteraksi dengan lingkungan (keadaan sosial) maupun bagaimana tokoh terpengaruh karena lingkungan yang membuat dirinya menjadi seseorang yang tidak baik (psikologis).

(30)

Penokohan memiliki kaitan langsung, baik dengan peneliti maupun pembaca karya sastra, penokohan sebagai wujud dari pribadi. Saat menciptakan suatu cerita, pengarang membuat penokohan dengan ciri khas yang paling mudah diidentifikasi, dilukiskan dan dipahami khususnya melalui nama. Melalui penokohan, dimungkinkan terwujud pesan-pesan, pandangan dunia, dan berbagai bentuk ideologi yang lain. Dari permasalahan psikologis maupun sosiologis tokoh, hal tersebut saling menimbulkan timbal balik.Masalah-masalah kemasyarakatan dan kejiwaan, khususnya psikologi sosial merupakan dasar peermasalahan dalam rangka mengembangkan pendekatan baru yang di dalamnya terjalin keseluruhan hidup manusia (Ratna, 2011:17).

b. Ruang Lingkup Psikologi Sosial

Pada tahun 1900-an, ada tiga perspektif utama yang dikembangkan oleh para psikolog, masing-masing warisan tersebut meninggalkan warisan penting pada psikolog sosial kotemporer.Tiga perspektif tersebut adalah teori psikoanalisis dari Sigmund Freud, behaviorisme dari Pavlov dan Skinner serta psikologi Gestalt.Para tokoh perintis tersebut mendasarkan teorinya pada ilmu alam.Banyak dari teori tersebut yang kemudian diaplikasikan untuk analisis perilaku sosial.Warisan psikologi Gestalt yang semakin mendukung dengan kajian kognisis sosial yang membahas tentang bagaimana seseorang memandangdan memahami dunia sosialnya. Psikologi sosial menjadi satu ilmu yang mandiri baru sejak tahun 1908. Pada tahun itu ada dua buku teks yang terkenal yaitu "Introduction to Social Psychology" ditulis oleh William McDougall` Psikologi sosial juga merupakan pokok bahasan dalam sosiologi karena dalam sosiologi dikenal ada dua perspektif utama, yaitu perspektif struktural makro yang menekankan kajian struktur sosial, dan perspektif mikro yang menekankan pada kajian individualistik dan psikologi sosial dalam menjelaskan variasi perilaku manusia. (Taylor dkk., 2009:3-6).

(31)

Perspektif mikro psikologi sosial terdiri dari beberapa hal yang di jelaskan oleh David O. Sears maupun Myers.Menurut (Myers, 2012:4), psikologi sosial secara umum mempelajari tiga hal yaitu pikiran sosial, pengaruh sosial dan hubungan sosial.

Pikiran sosial membahas tentang cara kita mempersipsikan orang lain, apa yang kita yakini, penilaian yang kita buat dan sikap. Pengaruh sosial membahas tentang budaya, konformitas, persuasi dan kelompok-kelompok manusia. Terakhir, hubungan sosial membahas tentang prasangka, agresi (perilaku antisosial) dan bantuan (perilaku prososial). Interaksi sosial selalu menjadi awal munculnya pikiran sosial, pengaruh sosial dan hubungan sosial. Hadirnya interaksi sosial selalu mengikuti setiap peristiwa sosial yang dilakukan seseorang. Hubungan insani merupakan hubungan yang terjadi antar individu setelah mereka mengalami interaksi sosial, hubungan ini dilandasi rasa cinta, kasih dan sayang.

Konsep Myers tersebut didukung oleh beberapa profesor Universitas California (Taylor, Peplau, dan Sears: 2009), bahwa dalam psikologi sosial, lebih fokus pada interaksi antar-orang, termasuk dalam hubungan sosial dan cinta kasih, persahabatan dan altruisme, prasangka dan agresi, serta konforitas atau kepatuhan dan kekuasaan. Psikologi sosial juga memelajari bagaimana orang bertindak dalam kelompok dan bagaimana kelompok tersebut memengaruhi anggotanya.

Menurut Zahro (2013:28), psikologi sosial dapat dihubungkan dalam sebuah karya sastra karena peran psikologi sosial dalam masyarakat yang sesungguhnya tidak dapat dipisahkan. Seperti halnya hubungan karya sastra dengan peristiwa kesejarahan, antara perilaku psikologis dengan kehidupan sosial masyarakat juga memiliki hubungan timbal balik. Apresiasi tentang bagaimana kehidupan psikologi tokoh juga beroriantasi pada pengaruh apa perilaku yang tokoh lakukan berkaitan dengan kehidupan sosial yang ia jalani di lingkungannya. Ketika apa yang hadir dalam sebuah

(32)

cerita fiksi adalah cerminan kehidupan masyarakat, maka cerita yang hadir pastilah tidak jauh berbeda dengan apa yang masyarakat lakukan.

Perilaku sosial seseorang selalu bervariasi. Hal itu berarti, apa yang dikerjakan tidak hanya berdasar pada situasi objektif, tetapi juga bagaimana seseorang tersebut menafsirkannya. Psikologi sosial membahas konsep terkecil ketika seseorang melakukan perilaku sosialnya yaitu „diri‟.Konsep diri tersebut nengarahkan seseorang untuk berpikir sosial, sehingga memunculkan sikap-sikap yang hadir di masyarakat.Akan tetapi, dalam hal ini pengaruh sosial juga berimbas pada tingkah laku seseorang. Bagimana orang tersebut menghadapi tekanan lingkungan dan kelompok masyarakat, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada hubungan sosial, antara dirinya dengan masyarakat sekitar. (Myers, 2012:4).

Manusia bertingkah laku sesuai motif dan sikap untuk memunculkan sebuah interaksi sosial, dalam menjalin hubungan sosialnya.Gerungan (2004:140) menjelasakan bahwa, motif dan sikap selalu berhubungan.Sikap sosial yang hadir pada diri seseorang mencerminkan bagaimana lingkungan dan keluargaberpengaruh dalam perilaku manusia.Dengan adanya sikap atau attitude seseorang yang berbeda- beda, pola pikir seseorang pun berbeda.Hal tersebut menjadikan manusia tidak sepenuhnya nyaman dengan semua orang di lingkungannya.Kecenderungan memikirkan perbedaan yang hadir di setiap individu inilah yang memunculkan prasangka sosial.

Taylor dkk. (2009:209), mengungkapkan jika prasangka dapat menjadi salah satu aspek paling berpengaruh terhadap perilaku manusia, dan sering menimbulkan tindakan kekerasan yang mengerikan.Seperti cerpen karya Sambene Osmane “A Black-Skinned Girl” yang menceritakan penindasan ras kulit putih Eropa terhadap ras

(33)

kulit hitam Afrika. Dari hal tersebut, maka dapat diketahui jika karya sastra juga sarat akan kasus psikologi sosial. Interaksi sosial dan hubungan sosial yang dilakukan tokoh adalah wujud perwakilan tentang apa yang ada di lingkungan sekitar.

Hal yang dilakukan oleh tokoh tidak lepas dari berbagai interaksi sosial yang digambarkan dalam cerita.Meskipun dalam penerapannya, mungkin saja tokoh tersebut mengalami ketidaksesuaian ketika berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.Adanya tekanan dari lingkungan sekitar bisa menjadi salah satu faktor yang membuat tokoh menjadi pribadi yang tertutup, sehingga motif dan sikap yang tokoh tersebut terapkan membuat dirinya pemurung, cenderung mengarah pada perilaku antisosial. Lain halnya ketika tokoh adalah pribadi yang terbuka, maka kecenderungan sikap yang dimunculkan adalah sikap prososial dan menganggap setiap tekanan yang ada pada dirinya adalah sesuatu yang memang harus dihadapi tanpa rasa malu ataupun gelisah.. Dapat dilihat bahwa pikiransosial individu dan bagaimana ia bersikap, secara tidak langsung berpengaruh pada interaksi sosial yang ditimbulkan tokoh.

c. Keterkaitan Psikologi Sosial dengan Sastra

Psikologi sosial adalah ilmu yang mempelajari pengaruh situasi-situasi indiividu, khususnya bagaimana kita memandang dan mempengaruhi diri sendiri maupun orang lain. Dapat dikatakan, bahwa psikologi sosial adalah ilmu yang mempelajari bagaimana orang berpikir, memengaruhi, dan saling berhubungan satu sama lain. Ada tiga hal pokok yang diulas dalam psikologi sosial, yaitu pikiran sosial, pengaruh sosial, dan hubungan sosial (Myers, 2012:4).

Atkinson dan Atkinson, (2010:351) menjelaskan bahwa psikologi sosial mendasarkan pendekatannya pada topik tentang dua pengamatan fundamental mengenai perilaku manusia. Pertama, perilaku merupakan fungsi dari orang dan

(34)

situsasinya.Jadi, psikologi sosial berfokus pada telaah tentang pengaruh sosial yang memunculkan berbagai perilaku terhadap individu. Kedua, hal yang mendasari psikologi sosial adalah jika orang menentukan situasi sebagai hal yang nyata, mereka akan bersifat nyata terhadap akibatnya. Hal tersebut berarti bahwa orang tidak hanya akan bereaksi pada ciri objek suatu situasi, tetapi juga pada penafsiran objektifnya sendiri. Itulah yang menyebabkan mengapa orang yang berbeda tidak berperilaku sama dalam situasi objektif yang serupa. Hal yang membedakan psikologi sosial dengan disiplin lainnya terletak pada pendekatannya. Pendekatan psikologi sosial berbeda dengan disiplin lain yang memelajari perilaku sosial dari perspektif kemasyarakatan yang luas.

Menurut Mercer dan Clayton, (2012:158) ketika membahas suatu perilaku manusia dalam studi psikologi sosial, maka yang kita lihat adalah kita menulis berdasarkan perspektif psikologi sosial, bukan biologi seperti yang ada pada psikologi kepribadian. Psikologi sosial terletak diperbatasan antara psikologi dan sosiologi, namun dibandingkan dengan ilmu sosiologi, psikologi sosial fokus pada individu dan lebih banyak menggunakan eksperimentasi. Jika dibandingkan dengan psikologi kepribadian, psikologi sosial tidak memfokuskan diri pada perbedaan individu dan justru lebih berfokus pada bagaimana individu secara umum, memandang dan mempengaruhi satu sama lain.

Uraian tersebut secara garis besar menjelaskan tentang psikologi sosial yang secara murni diterapkan dalam kehidupan nyata.Dalam penelitian sastra, ilmu psikologi maupun psikologi sosial dapat diterapkan dalam karya fiksi. Meskipun apa yang ada dalam sebuah karya tidak mewakili bentuk psikologi sosial secara , akan tetapi dalam sebuah karya sastra terwujud suatu kompleksitas cerita yang tercermin dari kehidupan nyata. Sastra pada dasarnya akan mengungkapkan kejadian melalui

(35)

fakta dari mental penciptanya. Karya sastra yang dijadikan subjek penelitian perlu diberlakukan secara manusiawi, karena karya sastra bukanlah barang mati yang lumpuh, melainkan penuh dengan daya imajinasi yang hidup.Oleh sebab itu penggunaan metode dan teori yang tepat menghasilkan penelitian yang tidak bias data (Endraswara, 2013:22).

Jabrohim (2014:185), menjelaskan bahwa perhatian pada konsumen sastra berangkat dari sisi komunikasi dari sastra. Pengarang membawakan karya dengan cara mereka masing-masing. Saat ini sastra memiliki ciri khas yang bebas.Analisis dan berbgai kajian tentang sastra pun semakin banyak.Banyak studi sastra yang dikaitkan dengan ilmu-ilmu sosial dan humaniora.Humaniora mencakup berbagai subjek yang sangat luas terkait kajian kebudayaan manusia, misalnya arkeologi, kajian keagamaan (teologi), sejarah, filosofi, sastra dan bahasa.Ilmu tersebut terkadang juga digabungkan dengan ilmu diluar disiplin ilmu terkait misalnya psikologi dan filsafat.

Endraswara (dalam Zahro, 2013:26-27), menjelaskan jika seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, konsusmsi masyarakat tentang sastra juga semakin bertambah.Semakin hari banyak sekali pengarang dan sastrawan muda yang bermunculan. Cara kerja psikologi sosial sama dengan sosiopsikologis. Psikologi sosial akan lebih mewadahi muatan sastra secara komperhensip.

Hal tersebut diperkuat dengan penjelasan Aminuddin (2013:46) bahwa pendekatan sosiopsikologis adalah suatu pendekatan yang berusaha memahami latar belakang kehidupan sosial budaya, kehidupan masyarakat, maupun tanggapan kejiwaan atau sikap pengarang terhadap lingkungan kehidupannya atau zamannya pada saat cipta sastra diwujudkan. Yang menjadi pembeda adalah jika dalam

(36)

sosiopsikologis yang dominan dikaji adalah aspek sosialnya, akan tetapi jika psikologi sosial yang akan dominan dibahasa adalah aspek psikologi yang dipicu atau memicu terjadinya keadaan sosial.

Suatu teori psikologi sosial yang diakitkan dengan sastra, maka jelas sekali bahwa tumpuan utama tetaplah karya sastra.Sebuah karya sastra menurut pandangan psikologi sosial hakikatnya adalah sebuah naskah tertulis yang mengandung letupan jiwa. Psikologi sosial juga membahas mengenai kegiatan manusia dalam hubungannya dengan situasi situasi soasial yang akan berpengaruh pada kondisi individu.

d. Hubungan Sosial

Hubungan sosial antar manusia dihubungkan melalui komunikasi. Terjadinya hubungan antar manusia disebabkan karena memang manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sebatang kara. Demi pemenuhan dorongan yang timbul pada dirinya, manusia merasa perlu dan harus berhubungan dengan orang lain. Dorongan tersebut terjadi sebagai tanda untuk melangsungkan hidupnya, mempertahankan dirinya dan meneruskan keturunannya. Hubungan sosial memang tidak dapat dipisahkan dari hadirnya teori psikologi sosial. Hubungan sosial adalah suatu tindakan dimana manusia berproses untuk menjalin sebuah perilaku sosial dilingkungannya. Dalam menjalin hubungan antar manusia, seseorang sering diliputi rasa tidak suka, bimbang, bahkan suka dan disukai. Tak jarang juga terbentuk rasa dibenci maupun membenci karena kelakuannya yang dirasa kurang atau tidak pantas.

Hal tersebut berhubungan dengan fakta sosial bahwa manusia adalah adalah makhluk sosial yang tidak selamanya melakukan berbagai hal secara individual. Walaupun terkadang manusia juga sering mendapatkan konflik ketika menjalin sebuah hubungan

(37)

sosial. Status seseorang dalam sebuah hubungan sosial dipengaruhi oleh karakteristik status yang luas, seperti usia, gender, etnis dan kekayaan (Taylor, 2009:381).

Freud, dalam Gerungan (2004:26) menjelaskan, pola hubungan sosial yang baik pada masa anak-anak sangat besar artinya bagi perkembangan hubungan sosial di masa dewasa. Hal tersebut dikarenakan kehidupan sosial yang hadir akan terjalin seterusnya. Segi sosial manusia itu selalu menjadi hal utama yang dipelajari dalam psikologi sosial, tetapi terkadang sulit dipahami dengan sewajarnya apabila dalam mempelajarinya, seseorang hanya terfokus pada aspek sosialnya tanpa mengungkap segi individual pribadi manusia. Super-ego pribadi manusia sudah mulai dibentuk ketika manusia berumur 5-6 tahun, dan perkembangan super-ego tersebut berlangsung secara terus-menerus selama ia hidup. Super-ego terdiri dari hati nurani, norma-norma, dan cita-cita pribadi yang terbentuk ketika manusia menjalin hubungan sosialnya.

Manusia tidak akan sanggup hidup seorang diri tanpa lingkungan psikis dan rohaniyahnya walaupun secara biologis-fisiologis, ia mungkin dapat mempertahankan dirinya pada tingkat kehidupan vegetatif. Oleh sebab itu, dalam hubungan ada dua proses hubungan sosial yang dialami oleh individu, yaitu interaksi sosial (baik antar individu, maupun antara individu dengan kelompok), serta hubungan insani yang mengarah pada ketertarikan dan keintiman.

Durkheim (dalam Dirdjosisworo, 1991) menjelaskan, adanya hubungan sosial antar manusia tak lepas dari fakta sosial yang ada. Fakta sosial dianggap umum dan normal bila terjadi pada tipe sosial masyarakat yang sama. Dengan demikian, perilaku yang hadir di masyarakat, terkadang dianggap umum karena menjadi hal yang biasa terjadi.Hal tersebut membuntuk budaya yang menjadi hal wajar bagi masyarakat.

Disimpulkan bahwa hubungan sosial yang hadir di dalam masyarakat berpengaruh terhadap perilaku setiap individu dan bagaimana tindakan individu untuk

(38)

menyikapinya.Dalam suatu hubungan sosial terdapat dua hubungan yang saling berpengaruh yaitu interaksi sosial dan hubungan insani atau hubungan personal.

1) Interaksi Sosial

Adanya interaksi antar individu maupun individu dengan kelompok dalam masyarakat.Dapat muncul dalam bentuk komunikasi serta interaksi fisik (menolong) dan ditolong. Menurut Surakhmad (1980:198), salah satu keberhasilan seseorang dalam menjalin hubungan sosialnya adalah dengan mengadakan interaksi sosial yang sehat denngan berbagai kelompok seusianya, serta memiliki sikap sosial yang baik dan berkenan untuk berpartisipasi bersama dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan.

Interaksi sosial juga merupakan langkah awal seseorang bercengkrama dengan kelompok sosialnya.Adanya kelompok sosial memudahkan seseorang untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi. Proses pembentukan pendapat umum pada suatu kelompok, dapat melalui diskusi, kesepakatan dan tingkah laku. Kesepakatan yang diambil akan menghasilkan tingkah laku anggota kelompok secara seragam dan bersama. Kelompok sosial yang besar akan menghasilkan suatu organisasi sosial sesuai kesepakatan keseluruhan anggota. Tanpa organisasi sosial yang jelas, kelompok sosial tersebut akan menjadi kacau dan tidak berkembang (Santoso, 2010:20-21).

Hadirnya interaksi sosial yang baik, maka akan menghasilkan situasi kebersamaan yang baik pula. Situasi kebersamaan adalah suatu situasi di mana berkumpulnya sejumlah individu dengan pembicaraan yang sepaham.Selain itu, pola- pola interaksi sosial dalam kelompok dibedakan dalam tugas dan perasaan sosial.Kedua pola tersebut pasti terjadi dalam kelompok sosial maupun organisasi social.Dengan mengungkapkan bahwa bila seseorang berhasil dalam memelihara

(39)

keteraturan fungsi-fungsi interaksinya dengan lingkungan, maka perubahanekstern baginya hanyalah tak berarti apa-apa. Hal tersebut membuat seseorang menjadi lebih terbuka namun tidak gampang terpengaruh oleh perubahan yang hadir di lingkungannya .

2) Hubungan Insani (Ketertarikan dan Keintiman)

Kebutuhan untuk menjalin hubungan sosial adalah bagian dari evolusi manusia.Ikatan romantis orang dewasa merujuk pada rasa suka, merasa sedih terpisah, dan berusaha mejalin kedekatan untuk menghabiskan waktu bersama.Rasa suka timbul karena banyaknya interaksi yang dilakukan. Pertemuan yang berulang-ulang dengan seseorang akan meningkatkan rasa suka suka kepada orang lain.

Seperti yang dijelaskan oleh Maslow (dalam Minderop, 2011:49), manusia memiliki beberapa tingkatan kebutuhan yang harus terpenuhi, salah satunya adalah kebutuhan akan cinta dan kasih sayang. Manusia butuh dicintai yang pada akhirnya butuh menyatakan cinta. Cinta yang berujung kepada rasa sayang dan ingin terikat.

Realisasinya adalah mencakup kesedian untuk memberi dan menerima.Untuk memperoleh keserasian dalam hidup, manusia harus mampu merealisasikan rasa cinta dan kasih sayangnya. Apabila manusia hidup dalam tuntutan dan ketidakselarasan dengan orang yang tidak dicintainya maka akan menimbulkan frustasi yang parah.

Hubungan insani adalah yang berujung pada rasa suka, cinta, kasih dan sayang pada lawan jenis. Hal ini menimbulkan ketertarikan dan keintiman yang terjadi pada seseorang.

Ketertarikan dalam hal ini adalah bagaimana seseorang menyukai dan mencintai orang lain. Seperti yang Aristoteles katakan, manusia sesungguhnya adalah binatang sosial.Manusia perlu memiliki dan dimiliki.Gerungan (2004:6) menjelaskan

(40)

bahwa menurut Aristoteles, manusia memiliki tingkatan jiwa yang sesuai kemampuan yang ada dalam diri manusia. Manusia selalu ingat atas apa yang lihat dan rasakan ketika apa yang ia hadapi adalah pengalaman berharga. Myers (2012:120-121) mengungkap bahwa tidak semua orang akan berakhir bahagia, dalam menjalin suatu hubungan,.Kebahagiaan tersebut rata-rata hanya hadir di awal hubungan.Adanya perilaku mengabaikan merupakan hal yang selalu terjadi. Kedekatan adalah sebauh tanda awal sebuah pertemanan. Dari hal tersebut kemudian muncullah rasa nyaman.

Para sosiolog banyak yang meneliti bahwa kebanyakan orang-orang menikahi orang- orang yang tinggal dalam lingkungan yang sama dengan mereka, atau bekerja di bidang yang sama dengan mereka. Perkawinan merupakan komitmen yang menjadi tujuan utama rasa cinta, kasih dan sayang.Adanya perkawinan membuat seseorang menjadi lebih dekat dengan pasangannya.

Adanya studi tentang cinta dikemukakan oleh Mercer dan Clayton (2013:183), yang menganggap studi tentang cinta masih relatif baru, jadi terdapat banyak bukti yang tidak konsisten bagi banyak gaya cinta yang diajukan secara tersendiri. Kajian Berscheid mengajukan dua tipe cinta yaitu: cinta welas asih dan cinta kelekatan orang dewasa. Perlu diperhatikan pula bahwa gaya cinta tersebut tidak dianggap sebagai sifat yang stabil, namun merupakan ideologi yang bergantung pada konteks.

Hubungan cinta romantik biasanya terjalin dengan adanya cinta dari sebuah pertemanan.

e. Prasangka Sosial

Prasangka adalah sikap. Sikap adalah kombinasi yang jelas dari perasaan, kecenderungan bertindak, dan keyakinan. Sikap tersebut selalu berdampingan dengan motif sosial seseorang, dan keduanya adalah suatu hal yang akan menimbulkan

(41)

prasangka sosial. Orang yang memiliki prasangka mungkin akan membenci seseorang yang berbeda dengan dirinya dan berperilaku secara diskriminatif. Evaluasi negatif tersebut yang menandai prasangka didukung oleh keyakinan negatif. Keyakinan negatif tersebut kemudian akan berkembang menjadi diskriminasi sosial. Menurut Putra dan Pitaloka (2012:7-8), hal yang mendasari prasangka dapat disimpulkan sebagai upaya atau keinginan merendahakan individu atau kelompok lain. Dalam hal ini, ada empat pemahaman penting yang dapat dijadikan karakteristik prasangka, yaitu:

orientasi yang bersifat negatif terhadap suatu anggota kelompok, buruk dan tidak mendasar, irasional dan banyak kekliruan atau kesalahan dan prasangka yang bersifat rigrid atau sulit berubah.

Gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa yang bercorak pada tindakan diskriminatif terhadap segolongan manusia, tanpa terdapat alasan-alasan yang objektif, menunjukkan adanya prasangka sosial pada seseorang yang dituduhkan.

Sesungguhnya, tidakkan diskriminatif yang berdasar pada prasangka sosial merugikan seseorang itu sendiri, sebab dengan adanya prasangka sosial tersebut, akan menghambat tingkah laku dan potensi manusia yang dikenai prasangka. Prasangka sosial terjadi sebagai akibat dari tingkah laku seseorang yang dianggap tidak sesuai dengan kebanyakan orang dalam suatu lingkungan (Gerungan, 2004:167).

Putra dan Pitaloka (2012:15-37) juga menjelaskan bahwa prasangka dapat muncul berbagai bentuk. Secara sederhana target prasangka terdapat dua bentuk yaitu prasangka secara simbolis dan prasangka secara nyata. Prasangka dalam bentuk simbolis adalah prasangka yang sulit sekali mendapatkan gambaran nyata atau gambaran riil. Contohnya, seperti si A yang berideologi PKI, tetapi ia menyembunyikan ideologinya agar orang lain berperilaku biasa-biasa saja terhadap dirinya dan tidak mendiskrimaninya. Prasangka yang kedua adalah prasangka dalam

(42)

bentuk nyata yaitu prasangka yang secara rill terlihat dan menonjol, contohnya adalah prasangka terhadap etnis Tionghoa, orang tua, orang gemuk, gender, dan warna kulit.

Jika keterangan yang diberikan oleh Pramoedya Ananta Toer dalam novel Hoakiau di Indonesia, sangat jelas betapa dahulu para pendatang dari Tionghoa sangat diterima dengan baik di tanah Jawa, bahkan mereka melebur dan masuk ke pelosok-pelosok tanah Jawa. Semakin berkembangnya usaha yang dibangun orang Tionghoa semakin mengangkat ekonomi masyarakat orang Tionghoa. Kondisi ini oleh sebagian besar masyarakat Indonesia dianggap mematikan perekonomian lokal.Hingga saat ini, masyarakat Indonesia menjadi terbawa keadaan dan menggangaap orang Tionghoa itu pintar berdagang dan pelit.

Mercer dan Clayton (2013:102) mengemukakan bahwa komponen kognitif prasangka adalah stereotip. Stereotip adalah jalan pintas kognitif yang memberi kita untuk menyederhanakan sekumpulan keyakinan tentang seperti apa orang-orang dari kelompok tertentu. Efek yang muncul akibat prasangka adalah timbulnya akibat merugikan bagi individu yang menerimanya.Dengan adanya hal tersebut, maka individu menjadi sakit hati bahkan hal yang ekstrim adalah ketika individu memiliki perilaku yang mengarah pada tindakan agresi.

Prasangka selalu megarah pada pandangan negatif terhadapa orang lain. Hal tersebut terjadi karena adanya kesalahan sosialisasi di awal hubungan.Sebagian dari penyebab perubahan sosialisasi adalah sasaran dari prasangka yang ikut berubah dan ketidak cocokan stereotip lama. Jika ketidak tahuan , lantaran kurangya kontak antar- ras menimbulkan stereotip yang salah, maka kontak yang lebih banyak akan menambah persepsi positif dan mengurangi prasangka (Taylor dkk., 2009:244-246).

(43)

f. Perilaku Prososial dan Antisosial

Perilaku prososial adalah perilaku yang merujuk pada tindakan menolong orang lain. Terdapat berbagai jenis situasi yang dapat mencakup perilaku prososial, contohnya mulai dari menyelamatkan seseorang dalam situasi darurat hingga mendonasikan sumbangan dana bagi korban bencana alam. Adanya perilaku prososial tersebut membuat manusia saling berlomba-lomba untukmencapai motif kebaikan dan mencapai rasa kebahagiaan dalam dirinya. (Mecer dan Clayton, 2013:120).

Perilaku prososial selalu mengarah pada tindakan kebaikan yang ditujukan untuk menjalin rasa kasih sayang antar sesama, sedangkan perilaku antisosial adalah perilaku yang merujuk pada tindakan menyakiti orang lain. Orang yang memiliki perilaku antisosial memiliki kecenderungan prasangka negatif.Antara perilaku prososial dan antisosial terlihat jelas jika kedua perilaku tersebut saling berlawanan.

Sebenarnya hadirnya perilaku antisosial dan prososial adalah hal yang selalu dihadapi manusia. Manusia semestinya memiliki keyakinan dalam hal ketuhanan sehingga mengetahui mana yang baik maupun buruk untuk dirinya, dengan demikian, ia bisa mengendalikan pengaruh sosial yang ada. Weber (2013:12) menjelaskan, seberapapun tajamnya pengaruh sosial yang memungkinkan munculnya perilaku antisosial, akan dapat dinetralkan dengan etika keagamaan dalam kasus-kasus tertentu dan pengaruh sosial tersebut dapat dikondisikan melalui sumber-sumber agama yang di dalamnya terdapat maklumat serta pengarahan hidup yang jelas, sehingga yang dominan muncul adalah perilaku prososialnya.

Menurut Mercer dan Clayton (2013:121), perilaku prososial akan memunculakan sifat altruisme. Perilaku altruisme adalah perilaku menolong yang tidak mementingkan dirinya sendiri dan dimotivasi untuk bermanfaat bagi orang lain.

(44)

Sebaliknya, perilaku antisosial akan memunculkan perilaku agresif yang berkeinginan untuk menyakiti orang lain.

g. Agresi sebagai Perilaku Antisosial

Agresi (aggression) sebagai perilaku fisik atau verbal yang dimaksudkan untuk menyebabkan kerusakan. Definisi ini membedakan perilaku merusak yang tidak disengaja dari agresi seperti kecelakaan yang terjadi begitu saja atau tabrakan yang terjadi di trotoar. Definisi ini juga memunculkan pengecualian terhadap tindakan yang mungkin menimbulkan rasa sakit sebagai akibat yang tidak terhindarkan sebagai efek samping dari membantu orang lain. Perilaku yang termasuk dalam definisi agresi yaitu menendang dan menampa, mengancam dan menghina, bahkan bergunjing (gosip) atau menyindir. Definisi tersebut mencakup pengambilan keputusan selama eksperimen, misalnya eksperimen yang menguji ambang rasa sakit manusia dengan memberikan sengatan listrik. Perilaku lain yang termasuk dalam batasan definisi agresi, yaitu menghancurkan barang, berbohong, dan perilaku lainnya yang memiliki tujuan untuk menyakiti bahkan membunuh (Myers, 2012: 69).

Freud dalam Stor (1991:81) menjelaskan bahwa adanya agresi biasanya juga muncul menuju diri sendiri yang mengarah pada dunia luar seseorang, misalnya tentang kematian. Orang-orang tahu bahwa semua orang akan mati, maka dalam hal ini kematianlah yang menang. Agresi adalah tindakan yang didorong oleh keinginan batin.Dengan kata lain, semakin banyak seseorang menghalangi agresinya terhadap orang lain, maka semakin cenderung dia menghukum dirinya sendiri.Hal tersebut dikuatkan oleh Dollard, dkk (dalam Putra dan Pitaloka, 2012:34) bahwa agresi terdiri dari berbagai bentuk penyampaian.Prasangka juga merupakan awal terbentuknya perilaku agresi karena adanya frustasi.

(45)

Pernyataan Freud tersebut diperkuat dengan adanya teori kebencian oleh Friedrich Nietzsche yang dijelaskan (dalam Weber, 2013:13), yaitu teori yang memuliakan moral terhadap sikap murah hati yang memunculkan rasa dendam terhadap kaum yang berkuasa yang sering memperbudak orang lain. Sikap awal manusia yang memihak pada penderitaan berubah menjadi dendam karena tidak mendapatkan ketidakberuntungan.Hal tersebut dapat memicu terjadinya tindakan agresif manusia.

Tindak agresi selalu dihubungkan dengan perilaku antisosial yang sering muncul ketika seseorang berniat jahat kepada seseorang yang ia tidak sukai. Adanya permusuhan juga dapat dikategorikan sebagai tindakan agresif.Myers (2012:69) menjelaskan bahwa agresi dibagi menjadi dua yaitu, agresi instrumental dan agresi permusuhan. Agresi instrumental atau instrumental aggression adalah tindakan agresif yang ditujukan sebagai alat untuk mencapai tujuan yang lain. Misalnya bom bunuh diri yang dilakukan teroris.Agresi permusuhan atau hostile aggression adalah tindakan agresif yang didasari rasa marah karena permusuhan dan dendam.Misalnya membunuh, melukai, merusak dan merugikan.Hadirnya tindak agresi memungkinkan seseorang tidak bisa mengontrol emosi karena kemarahannya yang mendalam.

Gambar

Gambar 1.1 Cover Film
Gambar 4.1 Pikiran Sosial pada Diri (1)
Gambar 4.2 Pikiran Sosial pada Diri (2)  Scene (00:20:49-00:21:08)
Gambar 4.3 Pikiran Sosial pada Sikap (3)  (Scene 00:22:29-00:22:33)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tokoh adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang

According to Abrams (in Nurgiyantoro,1995:165) “tokoh cerita orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembacara ditafsirkan memilki kualitas

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan struktur cerita anak karya Dyah Saptorini (2) Mendeskripsikan aspek psikologis tokoh utama dalam cerita anak karya

Sebuah karya sastra tidak terlepas dari permasahalan sosial-budaya dan kehidupan masyarakat. Karena itulah pengetahuan tentang ilmu jiwa sangat membantu pengarang

Tokoh cerita merupakan orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama oleh pembaca kualitas moral dan kecenderungan- kecenderungan tertentu

Oleh sebab itu, peneliti membatasi masalah hanya pada aspek psikologis tokoh utama Xu Fugui yang digambarkan dalam novel Huózhe 《活着》 karya Yu Hua ditinjau

Tokoh cerita (character) menurut Abram (dalam Nurgiyantoro, 2002: 165) adalah orang (-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah orang atau pelaku yang ditampilkan dalam sebuah cerita atau karya sastra yang memiliki peranan