• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Manfaat penelitian

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Dapat menambah minat bagi pembaca dalam mengapresiasi karya sastra.

2. Dapat menjadi Referensi bagi penelitian selanjutnya dengan objek kajian yang sama.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

Ainiyah (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Kajian Psikologi Sosial Novel Elang Karya Kirana Kejora”. Bercerita tentang kisah cinta seorang perempuan yang menaruh pada pada dua orang pria yang bernama Elang Timur dan Elang Laut.

Selain mengenai cinta juga menceritakan tentang pentingnya seorang ayah bagi kehidupan anak.Dalam novel tersebut terdapat interaksi sosial mengenai kehidupan antarmanusia, kebutuhan manusia, pengolahan pikiran manusia dan ketertarikan antarmanusia.Aspek psikologi sosial yang ada dalam novel sangat menarik untuk dibahas dan juga bermanfaat untuk para kaum muda dalam menetukan baik buruknya seseorang untuk dijadikan sebagai pendamping hidup.

Efendi (2016) dalam skripsinya yang berjudul “Aspek Psikologi Sosial Dalam Novel Orb Karya Galang Lufiyanto”.Skripsi ini membahas hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan diri sendiri, danhubungan manusia dengan Tuhan.

Religiusitas merupakan suatu nilai yang ada di balik pikiran dan tindakan dalam menjalankan religi.Maksud dari hubungan manusia dengan manusia nerupakan hubungan yang perlu dibina, hubungan yang baik itu dapat terwujud dari persahabatan yang kokoh dan tolong menolong. Hubungan manusia dengan diri sendiri hal ini bertujuan agar setiap manusia memiliki kesadaran untuk melakukan perbuatan yang terpuji yang ia lakukan. Perbuatan yang dimaksud diantaranya adalah sabar dan rendah hati, sabar adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan kemampuan dalam mengendalikan gejolak diri.Hubungan manusia dengan Tuhan salah satunya adalah taat dan selalu bersyukur, taat melaksanakan perintahnya dan mejauhi larangannya.

Sanjaya (2016) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Aspek Psikologi Sosial Dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk Karya Abdul Malik Karim Amrullah”. Bercerita tentang seorang pemuda yang perjuangan hidupnya sebagai anak buangan ia juga merantau ditempat kelahiran ayahnya untuk belajar ilmu agama agar bisa menjadi anak yang berguna bagi negerinya.

Yusmarani (2017) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Psikologis Sosial Tokoh Utama Dalam Novel Napas Mayat Karya Bagus Dwi Hananto”. Skripsi ini bercerita tentang tokoh utama yang dilihat dari fisik luarnya adalah seseorang yang pendiam, namun ternyata menyimpan dendam yang besar, sehingga menjadi pembunuh dan sosok kanibal (ingin memakan daging seseorang yang dibencinya).Skripsi ini mendeskripsikan dan mengungkap permasalahan psikologi sosial yang dihadapi oleh tokoh utama.Hal tersebut berkaitan dengan bagaimana tokoh utama mempelajari sifat dari hubungan sosialnya, bagaimana tokoh utama memandang dirinya dan orang lain, bagaimana tokoh utama menjalin interaksi, serta bertindak.Dan juga tokoh utama yang mengalami permasalahan psikologi sosial yang berhubungan dengan kondisi hubungan sosialnya, prasangka, dan perilaku antisosial yang ditimbulkan.

2.2 Konsep

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:456) konsep diartikan sebagai rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari pengertian konkret, gambaran mental dari objek atau apapun yang berada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Selain itu, konsep dapat diartikan sebagai abstrak dimana mereka meghilangkan perbedaan dari segala sesuatu dalam eksistensi, memperlakukan seolah-olah mereka identik.Dalam hal ini defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan penyamaan persepsi

tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.Pada bagian ini penulis akan memaparkan konsepyang digunakan dalam penelitian tentang Kajian Psikologi Sosial pada film The Monkey King 3 karya Cheang Pou Soi

2.2.1. Tokoh dan Penokohan

Menurut Aminuddin (2011:79), tokoh adalah pelaku yang mengemban suatu peristiwa dalam suatu cerita, sehingga suatu peristiwa dapat terjalin dengan baik.

Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, misalnya sebagai jawaban terhadap pertanyaan: “Siapakah tokoh utama film itu?” atau “Ada berapa orang jumlah tokoh film itu?” dan sebagainya. Watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sikap dan sifat para tokoh sebagaimana yang ditafsirkan para pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seoran tokoh. Tokoh cerita sebagaimana dikemukakan Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2013:247), adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkanmemiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakkan.

Walaupun tokoh dalam cerita hanya merupakan tokoh rekaan pengarang, ia haruslah merupakan seorang tokoh yang hidup secara wajar, sewajar, sebagaimana kehidupan manusia yang terdiri atas darah dan daging, yang mempunyai pikiran dan perasaan. Kehidupan tokoh cerita adalah kehidupan dalam dunia fiksi, maka ia harus bertindak dan bersikap sesuai tuntutan cerita, dengan watak yang disandangnya. Jika pada suatu cerita ada tokoh yang bertindak secara lain dari citranya yang digambarkan sebelumnya, hal tersebut akan lebih baik tidak terjadi begitu saja dan harus bisa

dipertanggung jawabkan. Menurut Nurgiyantoro (2013:258-272), tokoh dibedakan menjadi beberapa jenis. Antara lain sebagai berikut.

1) Tokoh utama yaitu tokoh yang diutamakan dalam cerita.

2) Tokoh tambahan yaitu tokoh yang dalam kehadiranya kurang mendapatkan perhatian.

3) Tokoh antagonis adalah tokoh yang memiliki sifat yang jahat dan sering menjadi sumber permasalahan.

4) Tokoh protagonis adalah tokoh yang sering dikagumi dan memiliki sifat heroik.

Seringkali, lewat tingkah laku tokoh, seorang pembaca dapat menebak bagaimana karakter atau wataknya.Seperti seorang laki-laki yang senang menyendiri dan sering minum minuman keras. Secara tidak langsung, pembaca akan tahu bagaimana karakter laki-laki tersebut melalui kepribadian dan keseharian tokoh yang digambarkan dalam cerita.

Peran pengarang memang luar biasa dalam pengenalan dan penciptaan tokoh.Seperti yang diungkapkan Wellek dan Warren (2013:83) bahwa sastrawan terutama pengarang itu adalah pelamun yang diterima masyarakat. Pengarang tidak pernah mengubah kepribadiannya, dan yang diubah adalah publikasi lamunanya.Hadirnya tokoh dalam sebuah cerita bukan tanpa pertimbangan.Pengarang selalu menyesuaian dengan keadaan sekitar tokoh dan bagaimana budaya yang melingkupi tokoh. Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2013:247) menegaskan bahwa dalam penggunaan istilah karakter atau penokohan sendiri dalam berbagai literatur bahasa inggris mengarah pada dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh cerita

yang ditampilkan dan sebagai sikap ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral yang di miliki tokoh tersebut.

Penokohan adalah penghadiran tokoh dalam sebuah Film dengan cara langsung atau tidak langsung dan mengundang penonton untuk menafsirkan kualitas dirinya lewat kata dan tindakannya. Adanya karakterisasi tersebut, penonton bisa menjadi penentu, apakah yang dilakukan tokoh dalam cerita tersebut baik atau buruk.

Tak ubahnya sebuah lakon, karakterisasi atau penokohan menjadi salah satu kunci untuk tindak lanjut hal yang harus dilakukan tokoh utama.

a. Alur

Penyebutan „alur‟, secara modern, juga sering disebut sebagai plot atau jalan cerita, kemudian dalam teori terbaru lebih dikenal dengan adanya istilah struktur naratif. Alur dalam sebuah film merupakan unsur kunci yang kehadirannya membawa dampak besar dalam sebuah film. Alur menjadi penentu baik dan tidaknya film yang dibuat oleh sutradara. Di dalam alur terdapat berbagai proses dan konflik yang tidak pernah lepas dari kehidupan tokoh-tokonya (Nurgiyantoro, 2013:165).

Secara tidak langsung, pembaca selalu memilih cerita yang menarik.Kata

„menarik‟ tersebut tertuju pada konsep cerita dan isi cerita yang sesuai kondisi zamannya. Kemenarikan tersebut dapat diartikan secara khusus, yaitu bagaimana konflik yang terjadi dalam cerita serta apa yang menjadi permasalahan dalam cerita tersebut. Alur adalah siklus yang melingkupi asumsi-asumsi tersebut.

Menurut Loban dkk. (dalam Aminuddin, 2011:85-86), setiap cerita memiliki alur yang tidak sepenuhnya sama. Tidak menutup kemungkinan adanya cerita fiksi yang mengandung tahapan alur yang berbeda. Model tahapan cerita yang lain dapat

dijelaskan ketika pengarang mengawali cerita dengan dengan berangkat dari suatu paparan peristiwa yang menegangkan dan menyita perhatian pembaca karena mengandung tanda-tanda.

Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2013:167) mengemukakan bahwa alur atau plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, yang dihubungkan oleh hubungan sebab akibat, sehingga dalam sebuah cerita, setiap urutan peristiwa yang muncul selalu disebabkan dan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Relasi antara peristiwa yang dikisahkan dalam cerita haruslah memiliki hubungan sebab akibat,sehingga tidak berurutan secara kronologis saja.Ketika penampilan peristiwa demi peristiwa tarsebut hanya berdasar pada urutan waktu saja, maka peristiwa tersebut belum bisa disebut sebagai sebuah lur atau plot.Agar menjadi sebuah alur yang baik, peristiwa tersebut harus diolah dan disiasati secara kreatif sehingga dari hasil pengolahan tersebut menjadi sesuatu yang indah dan menarik.

b. Latar/Setting

Tahap awal karya fiksi, pada umumnya berisi tentang penyituasian, penyesuaian, dan pengenalan terhadap berbagai hal yang akan diceritakan. Misalnya pengenalan tokoh, pelukisan keadaan alam, lingkungan, suasana, tempat, mungkin juga hubungan waktu.Tahap awal suatu cerita fiksi umumnya berupa pengenalan tokoh, tempat dan waktu.Akan tetapi, hal tersebut tidak berarti jika pengenalan hanya dilakukan di awal cerita. Pengenalan bisa juga hadir di berbagai tahap lain sesuai alur cerita. Hadirnya latar dalam sebuah cerita membawa kesan realitis kepada pembaca, sehingga pembaca menjadi terbawa suasana dan seolah-olah cerita tersebut benar terjadi.Sehingga, pembaca dipermudah untuk menciptakan daya imajinasinya (Nurgiyantoro, 2013:303).

Latar atau setting memberikan pijakkan yang jelas dalam sebuah cerita.Adanya latar tersebut, menjadi saksi setiap peristiwa yang terjadi dalam cerita.

Latar juga bisa diartikan sebagai gambaran kapan cerita tersebut dibuat, sehingga ada latar menjadi salah satu cara pembagian periodisasi sastra. Seperti yang dijelaskan Natia (2008:07), bahwa periodisasi sastra di Indonesia dapat dilihat dari sifat, latar karya dibuat, dan bentuknya.Hal itu berarti, kehadiran latar dapat dijadikan pijakan waktu suatu karya sastra.

Menonton sebuah film, sama halnya seperti membawa diri masuk pada peristiwa yang ada dalam cerita. Penonton akan bertemu dengan lokasi tertentu seperti nama kota, desa, jalan, hotel, penginapan dan lainnya sesuai tempat kejadian cerita.

Latar tersebut secara jelas menunjuk pada lokasi tertentu yang dpat dilihat dan dirasakan kehadirannya, maka disebutlah latar tersebut sebagai latar fisik.

Penunjukkan latar fisik dalam teks fiksi dapat dilakukan denganberbagai cara tergantung kreativitas pengarang. Selain itu terdapat pula latar yang berwujud tata cara, adat istiadat, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat setempat, maka latar yang seperti itu disebut dengan latar spiritual. Sesuai jenis dan unsurnya, menurut Nurgiyantoro (2013:314-322), secara umum latar terbagi menjadi tiga unsur pokok yaitu, latar tempat, waktu dan sosial-budaya.

2.2.2 Film

Nugroho (1995:77) menyatakan bahwa film adalah penemuan komunal dari penemuan-penemuan sebelumnya (fotografi, perekaman gambar, perekaman suara, dll), dan bertumbuh seiring pencapaian-pencapaian selanjutnya, seperti perekaman suara stereo, dll.Disisi lain, film juga menuntut syarat-syarat teknologi hingga fisika, seperti tuntutan dari proses laboraturium. Film sebagai media komunikasi massa akan

berkaitan dengan fenomena produksi, cara, dan efek dalam berbagai dimensinya. Oleh sebab itu, film sering disebut sebagai media cangkokan dari unsur-unsur seni-seni lainnya seperti drama, teater, puisi, tari, hingga novel, sekaligus juga akrab dengan aktivitas imajinatif dan proses simbolis, yaitu kegiatan manusia menciptakan makna yang menunjuk pada realitas yang lain. Dan terakhir, film paling sering dihubungkan dengan kajian berbagai disiplin ilmu, seperti psikologi, sosiologi, dll).

2.2.2.1 Unsur-unsur Pembangun Fiksi

Film, dibentuk oleh dua unsur pembentuk yakni: unsur naratif, dan unsur sinematik. Keduaunsur tersebut saling berinteraksi dan berkesinambungan satu sama lain membentuk sebuah film. Masing-masing unsur tidak akan dapat membentuk sebuah film jika berdiri sendiri-sendiri. Bisa dikatakan bahwa unsur naratif adalah bahan atau materi yang akan diolah, sedangkan unsur sinematik adalah cara dan gayauntuk mengolahnya. (Pratista, 2008:hal 10)

2.2.2.1.1 Unsur Naratif

Pengertian naratif adalah suatu rangkaian peeristiwa yang berhubungan satu sama lain dan terikat oleh logika sebab akibat (kausalitas) yang terjadi dalam suatu ruang dan waktu (Pratista, 2008: hal 33). Dalam sebuah film cerita, sebuah kejadian pasti disebabkan oleh kejadian sebelumnya misalnya sebuah shot A menggambarkan James Bond menembak dan shot B menggambarkan musuh jatuh terkena tembakan.

Shot B terjadi karena shot A, penonton akan mudah memahami karena adanya hubungan kausalitas antara shot A dan shot B. Segala tindakan pelaku cerita tersebut akan memotivasi peristiwa berikutnya, hal ini akan membentuk sebuah pola pengembangan naratif yang dibagi menjadi tiga: pendahuluan, pertengahan, penutupan. Pola tersebut biasanya disajikan secara linear. Hubungan kausalitas

tersebut membuat naratif tidak bisa lepas dari batasan ruang (latar cerita) dan waktu (urutan, durasi, frekuensi)

Salah satu bagian dari naratif adaah plot, plot adalah rangkaian peristiwa yang di sajikan secara audio maupun visual dalam film. Plot dalam film digunakan untuk memanipulasi sebuah cerita sehingga sutradara bisa menyajikan dan mengarahkan alur cerita sesuai yang ia inginkan. Hal ini sekaligus digunakan untuk mempermudah sineas jika film diangkat berdasarkan novel, tanpa meninggalkan keterikatan ruang dan waktu sehingga film bisa dinikmati penonton (Pratista, 2008: hal. 34)

Naratif mempunyai beberapa elemen pokok yang membantu berjalanya sebuah alur cerita, elemen-elemen tersebut adalah : Pelaku cerita: adalah motivator utama yang menjalankan alur cerita, pelaku cerita terdiri dari tokoh protagonis (utama / jagoan) dan antagonis (pendukung / musuh, rival). Permasalahan / konflik: bisa diartikan sebagai penghalang tokoh protagonis untuk mencapai tujuannya, permasalahan bisa muncul dari tokoh protagonis maupun antagonis. Tujuan yang ingin dicapai pelaku cerita, bisa berupa fisik seperti mengalahkan musuh atau berupa non fisik seperti kebahagiaan dan sebagainya ( Pratista, 2008: hal 44).

2.2.2.1.2 Unsur Sinematik

Jika naratif adalah pembentuk cerita, maka unsur sinematik adalah semua aspek teknis dalam sebuah film. Dengan kata lain jika naratif adalah nyawa sebuah film, maka unsur sinematik adalah tubuh fisiknya. Namun bukan berarti sinematik kalah penting dari naratif, karena unsur sinematik inilah yang membuat sebuah cerita menjadi sebuah cerita menjadi sebuah karya audio visual berupa film (Pratista, 2008:hal 2). Unsur sinematik merupakan aspek-aspek teknis dalam produksi sebuah film. Terdiri dari: (a) Mise en scene yang memiliki empat elemen pokok: setting atau

latar, tata cahaya, kostum, dan make up, (b) Sinematografi, (c) editing, yaitu transisi sebuah gambar (shot) ke gambar lainnya, dan (d) Suara, yaitu segala dalam film yang mampu kita tangkap melalui pendengaran.

Peran sinematik dalam penelitian ini adalah untuk memberi koridor yang lebih spesifik kepada karaker-karakter Bond Girls dalam bentuk mise-en-scene. Unsur sinematik meliputi:

a. Mise-en-scene: Adalah segala hal yang terletak didepan kamera yang akan diambil gambarnya dalam proses produksi film, berasal dari bahasa perancis yang memiliki arti “putting in the scene”. Hampir seluruh gambar yang kita lihat dalam film adalah bagian dari unsur mise-en-scene. Mise-en-scene memiliki empat aspek utama yakni setting atau latar, kostum dan make-up (tata rias meliputi wajah dan efek khusus), lighting atau tata cahaya, serta pemain dan pergerakannya.

b. Sinematografi: Unsur sinematografi secara umum dapat dibagi menjadi tiga aspek, yakni: kamera dan film, framing, durasi gambar. Kamera dan film mencakup teknik yang dapat dilakukan melalui kamera dan stok filmnya. Framing adalah hubungan kamera dengan objek yang akan diambil. Sementara durasi gambar mencakup lamanya sebuah obyek diamil gambarnya oleh kamera.

c. Editing: Terdiri dari dua pengertian; editing produksi: proses pemilihan gambar serta penyambungan gambar yang telah diambil, editing paska produksi: teknik-teknik yang digunakan untuk menghubungkan tiap shot.

d. Suara: Seluruh suara yang keluar dari gambar (film) yakni dialog, musik, dan efek suara. (Pratista, 2008. Hal: 1-2)

2.2.3 Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra merupakan suatu ilmu lintas disiplin (interdisipliner) antara sosiologi dan ilmu sastra. Komunikasi antara individu merupakan aktivitas yang unik sebab membutuhkan saling keterpahaman, dengan perubahan zaman yang semakin menglobal memungkinkan terjadinya interaksi antar individu. Makin disadari bahwa kehidupan sosial manusia tidak hanya dibangun oleh serangkaian aksi dan interaksi yang sifatnya fiksi dan beavioristik, tapi dibangun oleh sistem dan praktek-praktek penandaan atau simbolik, (Saraswati, 2003: 1).

Menurut Wolff , sosiologi kesenian dan kesusastraan merupakan suatu disiplin tanpa bentuk, terdefinisikan dengan baik, terdiri dari sejumlah studi empiris dan berbagai percobaan pada teori yang lebih general, yang masing-masing hanya mempunyai kesamaan dalam hal bahwa semuanya berurusan antarseni/kesusastraan dan masyarakat, (Faruk, 2015:4)

2.2.4 Psikologi Sosial

Psikologi sosial adalah cabang ilmu psikologi yang meneliti dampak atau pengaruh sosial terhadap perilaku manusia. psikologi sosial merupakanperkembangan ilmu pengetahuan yang baru dan merupakan cabang dari ilmu pengetahuan psikologi pada umumnya. ilmu tersebut menguraikan tentang kegiatan-kegiatan manusia dalam hubungannya dengan situasi-situasi sosial. dan dapat disimpulkan bahwa pengertian psikologi sosial adalah studi ilmiah tentang pengalaman dan tingkah laku individu-individu dalam hubungannya dengan situasi sosial

Menurut Gordon Allport (1985) bahwa psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang berusaha memahami dan menjelaskan bagaimana pikiran, perasaan, dan tingkah laku seseorang dipengaruhi oleh kehadiran orang lain, baik secara nyata

atau aktual, dalam bayangan atau imajinasi, dan dalam kehadiran yang tidak langsung (implied). Menurut Dewey & Hubber (1916) psikologi sosial adalah studi tentang manusia individual, ketika berinteraksi, biasanya secara simbolis dengan lingkungannya, yaitu dengan lambang yang digunakan oleh manusia untuk saling berinteraksi, misalnya: kata-kata, huruf, rambu-rambu, lalu lintas, papan nama, dan lain-lain.

Menurut Show & Costanzo (1970), psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku individual sebagai fungsi stimulus-stimulus social.

Defenisi ini tidak menekankan stimulus eksternal maupun proses internal, melainkan mementingkan hubungan timbale balik antara keduanya. Stimulus diberi makna tertentu oleh manusia dan selanjutnya manusia bereaksi sesuai dengan makna yang diberikannya itu.

Menurut Baron & Byrne (2006), psikologi sosial adalah bidang ilmu yang mencari pemahaman tetnang asal mula dan penyebab terjadinya pikiran serta perilaku individu dalam situasi-situasi sosial. Defenisi ini menekankan pada pentingnya pemahaman terhadap asal mula dan penyebab terjadinya perilaku dan pikiran.

2.3. Landasan Teori

2.3.1. Teori Psikologi Sosial Myers

Menurut Myers. Psikologi sosial adalah ilmu yang mempelajari pengaruh situasi-situasi individu, khususnya bagaimana kita memandang dan mempengaruhi diri sendiri maupun orang lain. Dapat dikatakan, bahwa psikologi sosial adalah ilmu yang mempelajari bagaimana orang berpikir, memengaruhi, dan saling berhubungan

satu sama lain. Ada tiga hal pokok yang diulas dalam psikologi sosial, yaitu pikiran sosial, pengaruh sosial, dan hubungan sosial (Myers, 2012:4).

a. Hubungan Tokoh dengan Psikologi Sosial

Manusia adalah mahluk hidup ciptaan Tuhan dengan segala fungsi dan potensinya yang tunduk kepada aturan hukum alam, mengalami kelahiran, pertumbuhan, perkembangan, dan mati, dan seterusnya, serta terkait dan berinteraksi dengan alam dan lingkungannya dalam sebuah hubungan timbal balik baik itu positif maupun negatif. Membahas tentang manusia berarti membahas tentang kehidupan sosial dan budayanya, tentang tatanan nilai-nilai, peradaban, kebudayaan, lingkungan, sumber alam, dan segala aspek yang menyangkut manusia dan lingkungannya secara menyeluruh.Begitupun hal yang berkaitan tentang bagaimana manusia berhubungan dengan dirinya sendiri, mengontrol emosi dan berperilaku baik.Apa yang dilakukan manusia dalam kesehariannya terkadang di refleksikan dalam sebuah cerita fiksi sebagai amanat bagi kehidupan.

Seperti yang diungkapkan Teew (2013:189), di dalam karya sastra ada unsur rekayasa yang berdasar pada apa yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Karya sastra adalah karya fiktif, karena semua isinya dibuat atas dasar pemikiran pengarang atau sastrawan. Pencapaian cerita dilakukan dengan menghadirkan tokoh.Tokoh dalam cerita fiksi diibaratkan sebagai manusia di kehidupan nyata. Oleh sebab itu, gejala psikologis maupun sosiologis yang dialami tokoh padasebuah cerita terkadang sama seperti di kehidupan nyata. Tokoh berbaur dan menjalankan alur cerita sesuai kesatuan isi yang telah dibuat pengarang.Bagaimana tokoh berinteraksi dengan lingkungan (keadaan sosial) maupun bagaimana tokoh terpengaruh karena lingkungan yang membuat dirinya menjadi seseorang yang tidak baik (psikologis).

Penokohan memiliki kaitan langsung, baik dengan peneliti maupun pembaca karya sastra, penokohan sebagai wujud dari pribadi. Saat menciptakan suatu cerita, pengarang membuat penokohan dengan ciri khas yang paling mudah diidentifikasi, dilukiskan dan dipahami khususnya melalui nama. Melalui penokohan, dimungkinkan terwujud pesan-pesan, pandangan dunia, dan berbagai bentuk ideologi yang lain. Dari permasalahan psikologis maupun sosiologis tokoh, hal tersebut saling menimbulkan timbal balik.Masalah-masalah kemasyarakatan dan kejiwaan, khususnya psikologi sosial merupakan dasar peermasalahan dalam rangka mengembangkan pendekatan baru yang di dalamnya terjalin keseluruhan hidup manusia (Ratna, 2011:17).

b. Ruang Lingkup Psikologi Sosial

Pada tahun 1900-an, ada tiga perspektif utama yang dikembangkan oleh para psikolog, masing-masing warisan tersebut meninggalkan warisan penting pada psikolog sosial kotemporer.Tiga perspektif tersebut adalah teori psikoanalisis dari Sigmund Freud, behaviorisme dari Pavlov dan Skinner serta psikologi Gestalt.Para tokoh perintis tersebut mendasarkan teorinya pada ilmu alam.Banyak dari teori tersebut yang kemudian diaplikasikan untuk analisis perilaku sosial.Warisan psikologi

Pada tahun 1900-an, ada tiga perspektif utama yang dikembangkan oleh para psikolog, masing-masing warisan tersebut meninggalkan warisan penting pada psikolog sosial kotemporer.Tiga perspektif tersebut adalah teori psikoanalisis dari Sigmund Freud, behaviorisme dari Pavlov dan Skinner serta psikologi Gestalt.Para tokoh perintis tersebut mendasarkan teorinya pada ilmu alam.Banyak dari teori tersebut yang kemudian diaplikasikan untuk analisis perilaku sosial.Warisan psikologi

Dokumen terkait