• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA PADA NOVEL HUÓZHE 活着 KARYA YU HUA: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA 心理文学 : 余华 活着 小说中主角个性的分析

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA PADA NOVEL HUÓZHE 活着 KARYA YU HUA: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA 心理文学 : 余华 活着 小说中主角个性的分析"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA PADA NOVEL HUÓZHE 《活着》 KARYA YU HUA: TINJAUAN

PSIKOLOGI SASTRA

心理文学:余华《活着》小说中主角个性的分析

xīnlĭ wénxué: yúhuà

Huózhe

xiăoshuō zhōng zhǔjué gèxìng de fēnxi

SKRIPSI Oleh :

LARA FATMALA 120710015

PROGRAM STUDI S-1 SASTRA CINA FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan karunia serta ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis dalam penyelesaian tugas akhir sampai sejauh ini.

Adapun tugas akhir yang diberi judul “Analisis Kepribadian Tokoh Utama Pada Novel Huózhe 《活着》 Karya Yu Hua: Tinjauan Psikologi Sastra” disusun sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Budaya, Program Studi Sastra Cina, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyelesaian skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak yang telah memberikan semangat, waktu, bimbingan, arahan dan doa kepada penulis. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Mhd. Pujiono, S.S, M.Hum., Ph.D., selaku Ketua Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Niza Ayuningtias, S.S., MTCSOL, selaku Sekretaris Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nst, M.Si., selaku selaku dosen pembimbing I yang telah dengan sabar dalam membimbing dan mengarahkan penulis dalam mengerjakan tugas akhir sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

(3)

5. Ibu Intan Erwani, S.S., M.Hum., selaku dosen pembimbing II yang telah dengan sabar dalam membimbing dan mengarahkan penulis dalam mengerjakan tugas akhir dalam bahasa Mandarin.

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberikan ilmunya kepada penulis selama perkuliahan sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan penulisan skripsi ini dengan baik.

7. Keluarga yang sangat penulis cintai, Ayahanda M. Razali Rachmany, Ibunda Nurlaila, dan adik yang penulis banggakan Haris Mutuali Sarawi, Muhammad Akmal, Fatimah Zuhra dan Aulia Vizry terima kasih atas cinta, semangat, motivasi dan doanya dalam mendukung penulis dalam mengerjakan tugas akhir ini sampai dengan selesai.

8. Teman-teman tersayang Tika Nurfazira, Sri dila Firmadani, Yulia Syahrina Lubis, Shella Rafiqah Ulli, Tsuruoka Reformanda, Dina Shabrina Putri, Faeny Elvira, Seltica Assyakina, Siska Hardani Damanik, Kirana Putri Aprilia dan masih banyak lagi yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu terima kasih telah menjadi orang yang menjadi sumber semangat, sumber motivasi, dan menjadi sumber penghiburan yang membuat penulis tersenyum dalam hal tersulit sekali pun.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Penulis berharap agar tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, selain itu dapat menjadi sumbangan untuk ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang Sastra Cina.

(4)

Oleh sebab itu, kepada semua pihak penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, demi perbaikan skripsi ini.

Medan, September 2017

Penulis

Lara Fatmala 120710015

(5)

ABSTRACK

This study entitled “Analisis Kepribadian Tokoh Utama Pada Novel Huózhe《活 着》 Karya Yu Hua: Tinjauan Psikologi sastra”. This research purposes was to describe the personality of the main character with psychological theorys of Sigmund Freud and found the factors cause the emergence of personality that dominates the main character described in the novel Huózhe 《活着》 with used sociological theorys of Paul B. Horton. This study used descriptive qualitative method based on analysis of the text in the novel Huózhe 《活着》. Sources of data obtained from novel itself and several books of psychology. The main character personalities were analyzed using psychological theories of Sigmund Freud that includes the id, ego and superego. The results of this study indicated that id, ego and superego cause a changed in the personality of the main character and there were several factors that cause an optimistic and hard worker personality in the main character

Keywords: Main Character; Personality; Psychology Literature; Novel Huózhe 《活着》; Yu Hua

(6)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Analisis Kepribadian Tokoh Utama Pada Novel Huózhe 《 活着》 Karya Yu Hua: Tinjauan Psikologi sastra”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kepribadian tokoh utama bernama Xu Fugui berdasarkan teori psikologi dari Sigmund Freud dan menemukan faktor-faktor yang melatarbelakangi munculnya kepribadian yang mendominasi tokoh utama Xu Fugui digambarkan dalam novel Huózhe 《活着》 dengan menggunakan teori sosiologi dari Paul B. Horton. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif yang menganalisis teks dalam novel Huózhe 《活着

》. Sumber data yang diperoleh berasal dari novel itu sendiri dan beberapa buku psikologi. Kepribadian tokoh utama dianalisis menggunakan teori psikologi Sigmund Frued yang berfokus pada id, ego dan superego. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa id, ego dan superego menyebabkan terjadinya perubahan pada kepribadian tokoh utama serta terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kepribadian optimis dan pekerja keras pada tokoh utama

Kata kunci : Tokoh Utama; Kepribadian; Psikologi sastra; Novel Huózhe 《活着》; Yu Hua

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRACK ... iv

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Batasan Masalah ... 7

1.3 Rumusan Masalah ... 8

1.4 Tujuan Penelitian ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

1.5.1 Manfaat Teoretis ... 9

1.5.2 Manfaat Praktis ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Konsep ... 10

2.1.1 Karya Sastra ... 10

2.1.2 Novel ... 11

2.1.3 Tokoh ... 11

2.1.4 Kepribadian ... 13

2.1.5 Psikologi Sastra ... 13

2.2 Landasan Teori ... 14

2.2.1 Teori Kepribadian Sigmund Freud ... 14

(8)

2.2.2 Teori Sosiologi Paul B. Horton ... 20

2.3 Tinjauan Pustaka ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

3.1 Metode Penelitian ... 27

3.2 Data dan Sumber Data ... 28

3.2.1 Data ... 28

3.2.2 Sumber Data ... 28

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 30

3.4 Teknik Analisis Data ... 30

BAB IV ANALISIS KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA PADA NOVEL HUÓZHE 《活着》 KARYA YU HUA: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA ... 32

4.1 Analisis Kepribadian Tokoh Utama ... 32

4.1.1 Id Tokoh Utama ... 33

4.1.2 Ego Tokoh Utama ... 44

4.1.3 Superego Tokoh Utama ... 61

4.2 Faktor-Faktor Kepribadian Optimis dan Pekerja Keras Tokoh Utama ... 75

4.2.1 Faktor Kepribadian Optimis Tokoh Utama ... 76

4.2.2 Faktor Kepribadian Pekerja Keras Tokoh Utama ... 87

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 92

5.1 Simpulan ... 92

5.2 Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 94

(9)

LAMPIRAN I ... 96 LAMPIRAN II ... 99

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pradopo (2001: 61) berpendapat bahwakarya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala- gejala sosial di sekitarnya. Sejalan dengan itu, Saryono (2009: 20) mengatakan bahwa sastra yang baik tersebut mampu mengingatkan, menyadarkan, dan mengembalikan manusia ke jalan yang semestinya, yaitu jalan kebenaran dalam usaha menunaikan tugas-tugas kehidupannya. Luxemburg (1984: 23) mengatakan, sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial. Keterkaitan tersebut dikarenakan sastra ditulis dalam kurun waktu tertentu yang berhubungan langsung dengan norma-norma dan adat istiadat pada masa itu dan pengarang sastra merupakan bagian dari suatu masyarakat atau menempatkan dirinya sebagai anggota dari masyarakat tersebut.

Novel merupakan salah satu hasil dari karya sastra berbentuk prosa yang berupa cerita rekaan atau karangan narasi yang di dalamnya terdapat unsur instrinsik dan ekstrinsik. Nurgiyantoro (2007: 10), mengemukakan bahwa novel merupakan karya fiksi yang dibangun oleh unsur-unsur pembangun, yakni unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Novel juga diartikan sebagai suatu karangan berbentuk prosa yang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang lain di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat pelaku. Dalam novel terdapat unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik yang saling berkaitan satu sama lain untuk membangun dan membentuk keindahan dalam cerita. Menurut

(11)

Sukada (1987:47), unsur instrinsik adalah unsur yang membangun struktur karya sastra. Unsur-unsur tersebut terdiri atas insiden, perwatakan, plot, teknik cerita, komposisi cerita, dan gaya bahasa, sedangkan unsur ekstrinsik yaitu unsur yang dikaitkan dengan data di luarnya untuk mengetahui seberapa jauh karya sastra itu memiliki dasar atau unsur kesejarahan, sosiologis, psikologis, religius, dan filosofis.

Dalam sebuah karya sastra tidak terlepas dari unsur tokoh. Tokoh merupakan pelaku dalam karya sastra. Setiap tokoh memiliki karakter yang dapat mengungkapkan ekspresi jiwa, perasaan, dan pikiran pengarang, oleh karena itu unsur tokoh berkaitan dengan gambaran sisi psikologis. Berdasarkan hal itu pula, sastra dapat dipahami dari sudut pandang ilmu lain yaitu psikologi. Menurut Irham dan Wiyani (dalam Djamarah, 2011:17), psikologi dapat didefenisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia sebagai individu dan anggota kelompok serta pengaruh yang muncul dari hubungan individu tersebut dengan lingkungan sekitarnya. Psikologi dan karya sastra saling berkaitan, karena sama-sama mempelajari keadaan jiwa seseorang. Keterkaitan antara karya sastra dan ilmu psikologi ini yang kemudian memunculkan ilmu baru, yaitu psikologi sastra.

Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan. Psikologi dan sastra memiliki hubungan fungsional karena sama-sama untuk mempelajari keadaan jiwa seseorang, bedanya dalam psikologi gejala tersebut nyata, sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif dan pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam berkarya (Endraswara, 2008: 96).

(12)

pada dasarnya psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam karya. Begitu juga dengan pembaca, dalam menanggapi karya juga tidak akan lepas dari kejiwaan masing- masing. Kesinambungan kedua ilmu ini akan mengungkap kejiwaan tokoh dalam sastra.

Terdapat tiga unsur yang dijadikan sebagai aspek pendekatan dalam sebuah pengkajian atau penelitian psikologi sastra. Unsur-unsur itu adalah sastrawan sebagai pencipta karya sastra, karya sastra sebagai media yang mewakili ide atau gagasan, serta pembaca sebagai konsumen atau pembaca karya sastra. Karya sastra juga sering dipandang sebagai fenomena psikologis, karena dalam karya sastra akan menampilkan aspek-aspek kejiwaan yang tercermin dalam tokoh- tokoh yang ada dalam karya tersebut. Tokoh tersebut juga mencerminkan keadaan psikologis pengarangnya, karena pengarang menuangkan segala pemikiran dan perasaan yang ia rasakan pada tokoh dalam cerita sebagai bentuk untuk mengekspresikan dirinya.

Untuk mengetahui keadaan jiwa dari tokoh dalam sastra maupun pengarang karya sastra itu sendiri dapat dilihat melalui pendekatan psikoanalisis. Menurut Minderop (2010: 11), psikoanalisis adalah disiplin ilmu yang dimulai sekitar tahun 1900-an oleh Sigmund Freud. Teori psikoanalisis ini berhubungan dengan fungsi dan perkembangan mental manusia, serta ilmu ini merupakan bagian dari psikologi yang memberikan kontribusi besar dan dibuat untuk psikologi manusia selama ini, karena mampu mengkaji bagaimana keadaan jiwa seseorang.

(13)

Novel Huózhe 《活着》 karya Yu Hua yang terbit pertama kali pada tahun 1993 adalah karya sastra kontroversial yang pada awalnya dilarang terbit lalu menjadi karya sastra paling berpengaruh di Cina pada dekade terakhir ini, karena novel yang berlatarkan sejarah revolusi kebudayaan Cina ini mengkritik kebijakan yang diambil rezim pada saat itu masih merupakan isu sensitif di Cina. Novel ini menjadi sebuah bukti tertulis bagi masyarakat luas khususnya masyarakat Cina untuk mengingat periode kacau balau dalam sejarah pemerintahan Cina. Novel Huózhe 《活着》 telah diterjemahkan ke dalam dua puluh bahasa dunia, seperti bahasa Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Belanda, Spanyol, Jepang, Korea dan Indonesia. Pada tahun 2002 Yu Hua menjadi penulis Cina pertama yang memenangkan penghargaan bergengsi James Joyce Foundation Award. Novel Huózhe 《活着》 mendapat penghargaan bergengsi Premio Grinzane Cavour dari Italia pada tahun 1998. Yu Hua lahir pada tahun 1960 di Zhenjiang, China.

Dia menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pada masa Revolusi Kebudayaan dan bekerja sebagai dokter gigi selama lima tahun, sebelum mulai menulis pada tahun 1983. Saat ini Yu Hua tinggal di Beijing.

Novel Huózhe 《活着》 pada awalnya dilarang terbit, karena kegamblangan Yu Hua dalam menggambarkan realita kehidupan rakyat miskin Cina pada masa revolusi yang sedang kacau balau. Novel tersebut juga telah diadaptasi ke sebuah film oleh Zhang Yimou, namun hal tersebut tidak jauh berbeda dengan novelnya yang juga dilarang di Cina. Akibat peristiwa tersebut, novel yang ditulis oleh Yu Hua menjadi terkenal di seluruh dunia. Novel Huózhe 《活着》 mengisahkan tentang kehidupan tokoh utama bernama, Xu Fugui. Tokoh Xu Fugui merupakan

(14)

anak laki-laki dari seorang tuan tanah kaya raya yang menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah bordil bernama Wisma Hijau. Disana ia sangat suka menghabiskan waktunya bersama dengan seorang wanita penghibur yang bertubuh gendut. Selain itu, ia juga kecanduan bermain judi seperti mahyong, sembilan kartu, dan dadu, namun karena kebodohannya dalam semalam ia menjadi petani miskin yang hanya memiliki sepetak tanah lima mu atau 3.335 meter persegi. Tokoh Xu Fugui menjadi miskin setelah kalah bermain judi dari seorang tokoh raja judi bernama Long Er, ia mempertaruhkan seluruh kekayaan ayahnya karena sudah tidak memiliki apa-apa lagi untuk dipertaruhkan, oleh karena itu ia dan seluruh keluarganya harus pindah ke sebuah gubuk di pedesaan.

Di tengah kemelut perang antara kaum nasionalis dan komunis, kemiskinan tokoh Xu Fugui justru membuat nyawanya selamat ketika Cina dilanda hingar-bingar komunisme dan tuan tanah justru menjadi musuh negara.Tokoh Xu Fugui sebagai tokoh utama dalam novel Huózhe 《活着》 dipilih oleh Yu Hua untuk menjadi seorang narator yang menceritakan sendiri bagaimana perjalanan hidupnya kepada seorang anak muda. Tokoh Xu Fugui adalah seorang yang tidak tahu aturan dan tidak pernah mendengarkan nasehat dari keluarganya pada saat ia masih menjadi anak tuan tanah kaya raya, karena ia merasa kekayaan keluarganya tidak akan habis sampai ia mempunyai anak dan cucu nanti oleh karena itu, ia merasa tidak perlu bekerja. Ia tidak perduli dengan keadaan keluarganya, selalu menghambur- hamburkan uang ayahnya dengan bermain judi dan bermain-main dengan wanita penghibur, walaupun demikian betapa beruntungnya ia memiliki keluarga baik hati yang tetap menerimanya setelah ia menjadi miskin dan melupakan segala perbuatan buruknya. Tokoh Xu Fugui melewati kegilaan revolusi, juga

(15)

menyaksikan satu persatu anggota keluarganya direnggut kematian dan harus menguburkan mereka dengan tangannya sendiri. Ketika dunia seperti tidak menyisakan apa-apa lagi bagi tokoh Xu Fugui, dan ketika penderitaan telah menjadi bagian dari darahnya, tokoh Xu Fugui masih riang, sabar, dan terus bekerja keras dalam menjalani hidupnya, karena ia percaya bahwa hidup masih akan lebih baik daripada hari ini. Tokoh Xu Fugui melalui kepribadiannya mengajarkan kita bagaimana memaknai hidup.

Tokoh Xu Fugui yang merupakan tokoh utama dalam novel Huózhe 《活着》

karya Yu Hua adalah cerminan kaum minoritas Tionghoa di seluruh dunia yang tabah dan sabar dalam menjalani kehidupan yang sangat sulit karena peraturan penguasa bangsa yang selalu berubah-ubah dan ingin terus berkuasa pada saat itu.

Ia selalu bekerja keras, karena semua kerja keras itu sesungguhnya adalah upaya pertahanan hidup yang paling realistis.

Novel Huózhe 《活着》 memiliki cerita yang sangat menarik dan memotivasi bagi pembaca, karena di dalam novel ini menceritakan tentang kemampuan manusia dalam menjalani kehidupan yang penuh penderitaan dan kesulitan sebagai pandangan optimis manusia terhadap dunia. Novel ini merupakan salah satu novel mandarin dengan penjualan terbaik juga menerima beberapa penghargaan bergengsi seperti Order des Arts et des Letters pada tahun 2004 dan Grinzane Cavour Prize pada tahun 1998 serta penulisnya yaitu Yu Hua juga beberapa kali menerima penghargaan. Setelah membaca novel ini, penulis tertarik untuk meneliti sisi psikologis tokoh Xu Fugui. Alasan penulis memilih tokoh Xu Fugui, karena di dalam novel tersebut lebih banyak menceritakan tentang

(16)

kehidupan yang dijalani oleh tokoh Xu Fugui serta kepribadiannya yang sangat menarik sehingga membuat pembaca novel merasa tersentuh dan termotivasi untuk lebih menghargai kehidupan. Untuk menganalisi tokoh Xu Fugui, penulis melakukan pendekatan dengan menggunakan teori psikologi sastra berdasarkan pandangan Sigmund Freud. Teori psikologi sastra yang dikemukakan oleh Sigmund Freud atau yang lebih dikenal dengan nama psikoanalisis dipilih oleh penulis, karena teori tersebut merupakan teori dasar dan utama dalam meneliti sisi psikologis manusia serta penulis juga menggunakan teori sosiologi dari Paul B.

Horton untuk menganalisi faktor-faktor penyebab munculnya kepribadian yang dominan pada tokoh Xu Fugui. Sepengetahuan penulis belum pernah ada penelitian sebelumnya yang meneliti sisi psikologis tokoh utama pada novel Huózhe 《活着》 dengan menggunakan teori yang dikemukakan oleh Sigmund Freud. Dengan demikian, penulis tertarik untuk menganalisis aspek psikologis tokoh utama pada novel Huózhe 《 活 着 》 karya Yu Hua berdasarkan teori psikologi sastra dengan menggunakan pandangan Sigmund Freud yang berfokus pada id, ego dan superego.

1.2 Batasan Masalah

Batasan masalah sangat diperlukan dalam meneliti sebuah karya sastra.

Hal tersebut dilakukan agar peneliti ini dapat terfokus dan tidak keluar dari topik permasalahan yang akan dibahas. Oleh sebab itu, peneliti membatasi masalah hanya pada aspek psikologis tokoh utama Xu Fugui yang digambarkan dalam novel Huózhe 《活着》 karya Yu Hua ditinjau dari segi psikologi sastra dengan menggunakan pandangan Sigmund Freud yang berfokus pada id, ego dan

(17)

superego serta faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi perubahan kepribadian pada tokoh utama.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah id, ego dan superego tokoh utama Xu Fugui digambarkan dalam novel Huózhe 《活着》 karya Yu Hua ditinjau dari psikologi sastra ? 2. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan tokoh utama Xu Fugui

berkepribadian optimis dan pekerja keras digambarkan dalam novel Huózhe

《活着》 karya Yu Hua?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan dengan latar belakang masalah, rumusan masalah dan batasan masalah yang telah dipaparkan di atas , penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan id, ego dan superego tokoh utama Xu Fugui dalam novel Huózhe 《活着》 karya Yu Hua ditinjau dari psikologi sastra.

2. Mendeskripsikan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kepribadian optimis dan pekerja keras pada tokoh utama Xu Fugui digambarkan dalam novel Huózhe 《活着》 karya Yu Hua.

(18)

1.5 Manfaat Penelitian

Terdapat beberapa manfaat dari hasil penelitian ini, yaitu:

1.5.1 Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan pembaca dalam menelaah karya sastra khususnya dalam menganalisis novel dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra oleh Sigmund Freud yang berfokus pada id, ego dan superego.

1.5.2 Manfaat Praktis

Selain secara teoretis, manfaat lain yang dapat diperoleh dalam manganalisis novel Huózhe 《 活 着 》 karya Yu Hua melalui pemahaman kepribadian tokoh utamanya, diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu pembaca untuk memahami bagaimana kepribadian tokoh utama yang tergambar dalam novel Huózhe 《活着》 karya Yu Hua, menambah referensi kajian sastra untuk jurusan Sastra Cina, meningkatkan apresiasi mahasiswa terhadap karya- karya sastra, serta hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan bagi peneliti lain yang ingin menelaah karya sastra menggunakan pendekatan psikologi sastra.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini, dipaparkan mengenai konsep, landasan teori dan tinjauan pustaka yaitu tentang penelitian-penelitian sebelumnya. Pertama-tama penulis memaparkan tentang konsep yang berkaitan dengan judul penelitian, kemudian tentang landasan teori yang digunakan penulis sebagai landasan dalam meneliti, lalu memaparkan tentang penelitian-penelitian sebelumnya.

2.1 Konsep

Pada konsep dipaparkan tentang variabel-variabel dalam judul penelitian.

Penulis memaparkan dengan jelas tentang pengertian variabel-variabel pada judul penelitian ini. Dalam penelitian ini menggunakan beberapa konsep, yaitu sebagai berikut.

2.1.1 Karya Sastra

“Sastra sebagai karya lisan atau tulisan yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinalan, keartistikan, keindahan dalam isi, dan ungkapannya.” (Sudjiman, 1998: 68). Sastra adalah hasil karya manusia baik lisan atau tulisan yang menjadikan bahasa sebagai medianya. Hasil dari sastra adalah karya sastra. Karya sastra adalah ciptaan yang disampaikan dengan komunikatif tentang maksud penulis untuk tujuan estetika. Menurut pandangan Sugihastuti (2007: 81-82), karya sastra merupakan media yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan gagasan-gagasan dan pengalamannya. Sebagai media, peran karya sastra berguna untuk menghubungkan dan menyampaikan pikiran-pikiran

(20)

pengarang kepada pembaca. Selain itu, karya sastra juga dapat merefleksikan pandangan pengarang terhadap berbagai masalah yang diamati di lingkungannya.

Realitas sosial yang dihadirkan melalui teks kepada pembaca merupakan gambaran tentang berbagai fenomena sosial yang pernah terjadi di masyarakat dan dihadirkan kembali oleh pengarang dalam bentuk dan cara yang berbeda. Selain itu, karya sastra dapat menghibur, menambah pengetahuan dan memperkaya wawasan pembacanya dengan cara yang unik, yaitu menuliskannya dalam bentuk naratif, sehingga pesan disampaikan kepada pembaca tanpa berkesan mengguruinya.

2.1.2 Novel

Nurgiyantoro (2007: 164) menyatakan bahwa novel merupakan karya yang bersifat realistis dan mengandung nilai psikologi yang mendalam, sehingga novel dapat berkembang dari sejarah, surat-surat, bentuk-bentuk nonfiksi atau dokumen-dokumen. Hal ini juga dipertegas oleh Sudjiman (1998: 53) yang mengatakan bahwa novel adalah prosa rekaan yang menyuguhkan tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa serta latar secara tersusun. Novel sebagai karya imajinatif mengungkapkan aspek-aspek kemanusian yang mendalam dan menyajikannya secara halus. Novel tidak hanya sebagai alat hiburan, tetapi juga sebagai bentuk seni yang mempelajari dan meneliti segi-segi kehidupan dan nilai- nilai baik buruk (moral) dalam kehidupan dan mengarahkan kepada pembaca tentang budi pekerti yang luhur.

2.1.3 Tokoh

Aminuddin (dalam Nurgiyantoro, 2007: 79) berpendapat bahwa tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu

(21)

mampu menjalin suatu cerita, sedangkan menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2007: 80), tokoh cerita adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam suatu tindakan. Berdasarkan dari kedua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah individu rekaan pada sebuah cerita sebagai pelaku yang mengalami peristiwa dalam cerita.

Aminuddin (dalam Nurgiyantoro 2007: 79-80) menyatakan terdapat dua macam tokoh dalam suatu cerita, yaitu :

1. Tokoh Utama

Tokoh utama dalah tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu cerita. Tokoh ini merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Bahkan pada novel- novel tertentu, tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam setiap halaman buku cerita yang bersangkutan.Tokoh utama bisa juga disebut tokoh sentral, tokoh kompleks, tokoh dinamis, tokoh bulat, tokoh berkembang, yaitu tokoh yang seluruh segi wataknya diungkapkan, baik dan buruknya, kelebihan dan kelemahannya. Tokoh utama adalah tokoh yang dinamis, yaitu wataknya dapat berubah, sehingga ada perkembangan yang terjadi pada tokoh ini.

2. Tokoh Pembantu

Tokoh pembantu adalah tokoh yang memiliki peranan tidak penting dalam cerita dan kehadiran tokoh ini hanya sekedar menunjang peran dari tokoh

(22)

utama. Tokoh pembantu biasanya hanya memiliki satu segi watak yang diungkapkan, misalnya berwatak baik saja atau buruknya saja.

2.1.4 Kepribadian

Kepribadian menurut Horton (1999: 12) adalah keseluruhan sikap, perasaan, ekspresi, dan tempramen seseorang. Sikap, perasaan, ekspresi dan tempramen itu akan terwujud dalam tindakan seseorang jika dihadapkan pada situasi tertentu. Sejalan dengan itu, kepribadian menurut Roucek dan warren (Horton, 1999: 12) ialah sebagai organisasi faktor-faktor biologis, psikologis serta sosiologis yang mendasari perilaku individu. Faktor-faktor biologis tersebut meliputi keadaan fisik, watak, seksual, sistem saraf, proses pendewasaan individu yang bersangkutan, dan juga kelainan-kelainan biologis lainnya. Adapun faktor psikologis tersebut meliputi unsur tempramen, perasaan, kemampuan belajar, keinginan, keterampilan, dan lain sebagainya. Faktor sosiologis yang mempengaruhi kepribadian seorang individu tersebut dapat berupa proses dari sosialisasi yang diperoleh sejak kecil.

2.1.5 Psikologi Sastra

Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan dan sastra memiliki hubungan fungsional karena sama-sama untuk mempelajari keadaan kejiwaan orang lain, bedanya dalam psikologi gejala tersebut nyata, sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif dan pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam berkarya (Endraswara, 2008: 96).

Ratna (dalam Minderop, 2010: 54) berpendapat, bahwa pada dasarnya psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam karya.

(23)

2.2 Landasan Teori

Landasan teori merupakan dasar penulis untuk berpijak dalam sebuah penelitian. Teori dipergunakan sebagai landasan berpikir untuk memahami, menjelaskan, menilai suatu objek atau data yang dikumpulkan, sekaligus sebagai pembimbing yang menuntun dan memberi arah di dalam penelitian. Menurut Zaviera (2007: 25), teori merupakan model contoh kenyataan (realitas) yang membantu kita dalam memahami, menjelaskan dan mengontrol realitas tersebut.

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Sigmund Freud mengenai konsep id, ego dan superego untuk menganalisis kepribadian tokoh utama yang tergambar dalam sebuah sastra serta teori sosiologi yang dikemukakan oleh Paul B. Horton yang digunakan untuk menganalisis faktor- faktor penyebab munculnya kepribadian pada tokoh utama.

2.2.1 Teori Kepribadian Sigmund Freud

Psikologi dan sastra sangat berhubungan erat karena keduanya sama-sama mempelajari tentang manusia. Sigmund Freud (dalam Alwisol, 2011: 18) berpendapat bahwa manusia sebagai sistem yang kompleks memiliki energi untuk berbagai tujuan seperti bernafas, bergerak, mengamati, dan mengingat. Mereka mempunyai kepekaan tinggi sehingga mereka mampu menangkap dan merasakan bagaimana suasana batin orang lain yang paling dalam. Endraswara (2008: 96) berpendapat, psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang sastra sebagai aktivitas kejiwaan. Hubungan sastrawan dengan gejala psikologis, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat akan dituangkan dalam karya sastra. Hal ini semua dapat dilihat melalui pendekatan psikonalisis.

(24)

Psikoanalisis pertama kali dimunculkan oleh Sigmund Freud yang berasal dari Austria. Endraswara (2008: 196) mengungkapkan bahwa psikoanalisis adalah istilah khusus dalam penelitian psikologi sastra. Artinya, psikoanalisis ini banyak diterapkan dalam setiap penelitian sastra yang mempergunakan pendekatan psikologi. Psikoanalisis dalam karya sastra berguna untuk menganalisis secara psikologis tokoh-tokoh dalam drama, novel dan karya sastra lainnya, karena dalam menulis karya sastra tanpa disadari pengarang dapat memasukkan unsur- unsur psikologi yang dianutnya. Psikoanalisis juga dapat menganalisis jiwa pengarang lewat karya sastranya.

Dalam kajian psikologi sastra, akan berusaha mengungkapkan sisi psikologis yang di pandang memiliki tiga unsur kejiwaan yaitu id, ego dan superego. Ketiga sistem kepribadian ini berkaitan serta membentuk totalitas, dan berupa tingkah laku manusia yang tidak lain adalah produk interaksi ketiganya.

Adapun teori yang digunakan dalam menganalisis kepribadian tokoh utama pada novel Huózhe 《活着》 karya Yu Hua ini adalah Teori Sigmund Freud mengenai id, ego dan superego.

Menurut Sigmund Freud sebagaimana yang dikutip oleh Alwisol (2011:

14-16), kepribadian terdiri atas tiga aspek yang saling berinteraksi satu sama lain, yaitu:

1. Id

Id adalah sistem kepribadian asli yang dibawa sejak lahir. Dari id kemudian akan muncul ego dan superego. Saat dilahirkan, id berisi semua aspek psikologis yang diturunkan, seperti insting, impuls, dan drives. Id berada dan

(25)

beroperasi dalam daerah unconscious (tidak sadar), mewaliki subjektivitas yang tidak pernah disadari sepanjang usia. Id berhubungan erat dengan proses fisik untuk mendapatkan energi psikis yang digunakan untuk mengoperasikan sistem dari struktur kepribadian lainnya.

Id berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit, ini kerena satu-satunya fungsi id adalah untuk memperoleh kepuasan sehingga kita menyebutnya sebagai prinsip kesenangan (pleasure principle). Pleasure principle diproses dengan dua cara, yaitu tindak refleks (reflex actions) dan proses primer (primary process). Tindak refleks adalah reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir yang dipakai untuk menangani pemuasan ransang sederhana dan biasanya dapat segera dilakukan. Proses primer adalah reaksi membayangkan atau menghayal sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan yang dipakai untuk menangani stimulus kompleks. Proses membentuk gambaran objek yang dapat mengurangi tegangan, disebut dengan pemenuhan hasrat (wish fulfillment), misalnya mimpi, lamunan, dan halusinasi psikotik.

Id hanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan khayalan itu dengan kenyataan yang benar-benar memuaskan kebutuhan. Id tidak mampu menilai atau membedakan antara benar dan salah, tidak tahu tentang moral, jadi harus dikembangkan jalan untuk memperoleh khayalan itu secara nyata, yang memberi kepuasan tanpa menimbulkan ketegangan baru khususnya masalah moral. Alasan inilah yang kemudian membuat id memunculkan ego.

(26)

2. Ego

Ego berkembang dari id dan menjadi satu-satunya sumber seseorang dalam berkomunikasi dengan dunia luar. Ego bekerja untuk memuaskan id, karena itu ego yang tidak memiliki energi sendiri akan memperoleh energi dari id.

Ego dikendalikan oleh prinsip realita (reality principle) yaitu usaha memperoleh kepuasan yang dituntut id dengan mencegah terjadinya tegangan baru atau menunda kenikmatan sampai ditemukannya objek nyata yang dapat memuaskan kebutuhan. Prinsip realita dikerjakan melalui proses sekunder (secondary process), yakni berpikir realistik menyusun rencana dan menguji apakah rencana itu menghasilkan objek yang dimaksud. Proses pengujian itu disebut uji realita (reality testing) yaitu melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang telah dipikirkan secara realistik. Dari cara kerjanya dapat dipahami sebagian besar daerah operasi ego berada di daerah sadar, namun ada sebagian kecil ego beroperasi di daerah prasadar dan tidak sadar.

Pada saat menjalankan fungsi kognitif dan intelektual, ego harus menimbang-nimbang antara sederetan tuntutan dari id yang tidak masuk akal dan saling bertentangan dengan superego, oleh karena itu ego terus-menerus berupaya untuk mengendalikan tuntutan buta dan irasional dari id serta superego dengan tuntutan realistik dari dunia luar.

3. Superego

Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip idealistik (idealistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan prinsip realistik dari ego, superego berkembang dari ego,

(27)

dan seperti ego dia tidak mempunyai energi sendiri. sama dengan ego, superego beroperasi di tiga daerah kesadaran, namun berbeda dengan ego, dia tidak mempunyai kontak dengan dunia luar (sama dengan id) sehingga kebutuhan kesempurnaan yang diperjuangkannya tidak realistik (id tidak realistik dalam memperjuangkan kenikmatan).

Prinsip idealistik mempunyai dua subprinsip, yakni suara hati (conscience) dan ego ideal. Supergo pada hakikatnya merupakan elemen yang mewakili nilai- nilai atau interpretasi orang tua mengenai standar sosial yang diajarkan kepada anak melalui berbagai larangan dan perintah. Apapun tingkah laku yang dilarang, dianggap salah, dan dihukum oleh orang tua, akan diterima anak menjadi suara hati (conscience), yakni berisi apa saja yang tidak boleh dilakukan. Apapun yang disetujui, dihadiahi, dan dipuji orang tua akan diterima menjadi standar kesempurnaan atau ego ideal, yakni berisi apa saja yang seharusnya dilakukan.

Proses pengembangan suara hati dan ego ideal, yang berarti menerima standar salah dan benar itu disebut dengan introyeksi (introjection).

Superego bersifat tidak rasional dalam menuntut kesempurnaan, menghukum dengan keras kesalahan ego, baik yang telah dilakukan baik yang masih di dalam pikiran. Superego juga seperti ego dalam hal mengontrol id, bukan hanya menunda pemuasan id, tetapi juga merintangi pemenuhannya. Sigmund Freud sebagaimana yang dikutip dalam Alwisol (2011: 16), terdapat tiga fungsi superego yaitu:

1) Mendorong ego menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan-tujuan moralistik.

(28)

2) Merintangi impuls id, terutama impuls seksual dan agresif yang bertentangan dengan standar nilai masyarakat.

3) Mengejar kesempurnaan.

Dari uraian di atas dapat diketahui hubungan antara sastra dan psikoanalisis. Hubungan tersebut menurut Milner (dalam Endaswara, 2008: 101) ada dua hal, yang pertama adalah bahwa ada kesamaan antara hasrat-hasrat yang tersembunyi pada setiap manusia, sehingga menyebabkan kehadiran karya sastra yang mampu menyentuh perasaan kita. Karena karya sastra memberikan jalan keluar terhadap hasrat-hasrat rahasia tersebut. Kedua, ada kesejajaran antara mimpi dan sastra, dalam hal ini dihubungkan dengan elaborasi karya sastra dengan proses elaborasi mimpi yang oleh Freud disebut “pekerjaan mimpi”. Bagi Freud mimpi seperti tulisan, yaitu sistem tanda yang menunjuk pada sesuatu yang berbeda dengan tanda-tanda itu sendiri. Keadaan orang yang bermimpi adalah seperti penulis yang menyembunyikan pikirannnya.

Teori psikoanalisis yang diungkapkan oleh Freud dimanfaatkan untuk mengungkapkan gejala psikologi yang ada didalam karya sastra. Menganalisis gejala psikologi yang diungkapkan oleh pengarang dalam karya sastra dan juga digunakan untuk menilai karya sastra sebagai proses kreatif. Selain itu, psikonalisis dalam karya sastra berguna untuk menganalisis secara psikologis tokok-tokoh dalam novel. Dari situlah peran pembaca sebagai penganalisis, korektor, sekaligus pengkritik terlihat sebagai pelaku utama dalam mengkaji karya sastra berdasarkan teori psikoanalisis. Jadi hubungan antara psikoanalisis dan sastra terlihat dari pembaca. Psikoanalisis digunakan pembaca untuk menganalisis

(29)

karya sastra serta melihat keretakan, ketidakteraturan, perubahan, dan distorsi yang sangat penting dalam suatu karya sastra.

2.2.2 Teori Sosiologi Paul B. Horton

Pembentukan kepribadian seseorang berlangsung dalam suatu proses yang disebut dengan sosialisasi, yaitu suatu proses seseorang menghayati norma-norma kelompok di mana ia hidup sehingga muncullah dirinya yang unik. Menurut Horton (1999: 13-18) terdapat lima faktor yang berpengaruh dalam pembentukan kerpribadian seseorang sebagai proses soasialisasi, yaitu:

1. Faktor Warisan Biologis

Semua manusia yang normal dan sehat mempunyai persamaan biologi tertentu, seperti mempunyai dua tangan, panca indera, kelenjar seks, dan otak yang rumit. Persamaan biologis ini membantu menjelaskan beberapa persamaan dalam kepribadian dan perilaku semua orang. Setiap warisan biologis seseorang bersifat unik, yang berarti tidak seorang pun (kecuali anak kembar) yang mempunyai kerakteristik fisik yang hampir sama.

Beberapa orang percaya bahwa kepribadian seseorang tidak lebih dari sekedar penampilan warisan biologisnya. Karakteristik kepribadian seperti ketekunan, ambisi, kejujuran, kriminalitas, kelainan seksual, dan ciri lain yang dianggap timbul dari kecenderungan-kecenderungan turunan, bahkan ada yang beranggapan, melalui tampilan fisik dapat diketahui bagaimana kepribadian orang tersebut. Suatu studi baru-baru ini menemukan bukti bahwa faktor keturunan berpengaruh kuat terhadap keramah-tamahan, perilaku kompulsif (memaksa) dan

(30)

dalam kepemimpinan, pengendalian dorongan impulsif (cepat bertindak), sikap dan minat. Kesimpulannya, bahwa faktor warisan biologis penting dalam beberapa ciri kepribadian dan kurang penting dalam hal-hal lain.

2. Faktor Lingkungan Fisik

Pada umumnya diakui bahwa lingkungan fisik seperti perbedaan iklim, topografi, dan sumber daya alam mempengaruhi kepribadian. Suku Quolla dari Peru digambarkan oleh Trotter (Horton, 1999: 14) sebagai kelompok orang yang paling keras di dunia, dan ia menghubungkan hal ini dengan hiploglikemia (menurunnya kandungan glukosa darah) yang timbul karena kekurangan makanan. Namun, dari beberapa faktor yang diungkapkan oleh Horton, faktor lingkungan fisik merupakan faktor yang kurang penting dalam pembentukan kepribadian seseorang.

3. Faktor Kebudayaan

Norma-norma kebudayaan yang ada dalam lingkungan masyarakat mengikat manusia sejak saat kelahirannya. Seorang anak diperlakukan dalam cara-cara yang membentuk kepribadian. Setiap kebudayaan menyediakan seperangkat pengaruh umum, yang sangat berbeda dari masyarakat ke masyarakat.

Linton (Horton, 1999: 15) mengatakan bahwa setiap kebudayaan menekankan serangkaian pengaruh umum terhadap individu yang tumbuh di bawah kebudayaan masyarakat.

Pengaruh-pengaruh ini berbeda dari satu kebudayaan ke kebudayaan lain, tetapi semuanya merupakan denominator pengalaman bagi setiap orang yang termasuk ke dalam masyarakat tersebut. Suasana lingkungan keseluruhan

(31)

merupakan hal penting dalam perkembangan kepribadian, bukan cara tertentu yang spesifik. Beberapa segi kebudayaan yang memperngaruhi proses perkembangan kepribadian, yaitu norma-norma kebudayaan masyarakat dan proses sosialisasi diri. Sosialisasi adalah suatu proses dimana seseorang menghayati (mendarah dagingkan) norma-norma kelompok di mana ia hidup sehingga timbullah kepribadian yang unik.

4. Faktor Pengalaman Kelompok

Dalam suatu masyarakat dimana setiap orang bergerak dalam sejumlah kelompok dengan standar dan nilai yang berbeda, setiap orang harus mampu menentukan cara untuk mengatasi tantangan-tantangan yang serba bertentangan.

Bahkan dapat dikatakan bahwa manusia membutuhkan pengalaman kelompok yang intim bila mereka ingin berkembang sebagai makhluk dewasa normal.

Kelompok keluarga adalah kelompok terpenting, karena kelompok ini merupakan satu-satunya yang dimiliki seseorang anak selama masa-masa yang peka.

Keberadaan kelompok dalam masyarakat merupakan suatu hal penting dalam perkembangan kepribadian seseorang, karena kelompok-kelompok ini merupakan model untuk gagasan atau norma-norma perilaku seseorang. Kelompok seperti itu disebut kelompok acuan (reference group). Oleh karena itu, tidaklah salah kalau dikatakan bahwa setiap individu bisa menjadi acuan atau referens bagi individu lainnya dalam pembentukan kepribadian yang bersangkutan.

5. Faktor Pengalaman Unik

Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sama ternyata jadi sedemikian berbeda satu sama lainnya sekalipun mereka

(32)

mendapatkan perilaku yang sama. Ini disebabkan oleh pengalaman setiap orang adalah unik dan tidak ada persamaannya. Pengalaman sendiripun tidak ada yang secara sempurna dan menyamainya.

Kepribadian tidaklah dibangun dengan menyusun peristiwa di atas peristiwa lainnya, akan tetapi berusaha memiliki identitas sendiri. Maka proses identifikasi kepribadian berdasarkan pengalaman unik dalam pengertiannya tidak seorang pun memiliki latar belakang pengalaman yang sama. Setiap peristiwa baru, akan menimbulkan pengaruh yang pada akhirnya diperoleh makna.

Dari uraian di atas dapat diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadian seseorang. Teori yang dikemukakan oleh Horton di atas dapat membantu penulis dalam menganalisi faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian tokoh utama pada novel Huózhe 《活着》karya Yu Hua.

2.3 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka adalah teori, data, dan informasi yang menjadi dasar identifikasi, penjelasan dan pembahasan masalah penelitian dari penelitian yang terkait sebelumnya. Tinjauan pustaka berfungsi untuk mengetahui sejarah masalah penelitian, membantu memilih prosedur penyelesaian masalah penelitian, memahami latar belakang teori masalah penelitian, mengetahui manfaat penelitian sebelumnya, menghindari terjadinya duplikasi penelitian, dan memberikan pembenaran alasan pemilihan masalah penelitian.

(33)

Berikut beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang ingin diteliti oleh penulis :

Penelitian pertama oleh Siregar (2011), pada skripsi dengan judul

“Analisis Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Empress Orchid Karya Anchee Min Berdasarkan Psikologi Sastra” yang dipublikasikan oleh Universitas Sumatera Utara memaparkan bagaimana kepribadian tokoh utama pada novel, yaitu Putri Anggrek dengan menggunakan teori yang dikemukakan oleh Sigmund Freud yang berfokus pada id, ego dan superego. Ditemukan bahwa superego lebih dominan menguasai diri Putri Anggrek pada awal cerita, karena ia selalu mengandalkan suara hatinya untuk memutuskan hal mana yang terbaik untuk dilakukan (Ego), namun pada akhirnya Putri Anggrek juga memiliki unsur Id yang mana ia ingin mengikuti keinginan-keinginannya untuk memuaskan hasratnya, seperti terlibat cinta terlarang dengan seorang pejabat tinggi kerajaan.

Skripsi ini dapat membantu penulis dalam meneliti aspek psikologis tokoh utama pada novel Huózhe 《 活 着 》 , karena sama-sama menggunakan teori yang dikemukakan oleh Sigmund Freud.

Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Meirianty (2015), pada skripsi berjudul “Kepribadian Tokoh dalam Novel Xueke Karya Chiung Yao Berdasarkan Psikologi Sastra” yang dipublikasikan oleh Universitas Sumatera Utara memaparkan bagaimana kepribadian tokoh-tokoh dalam novel Xueke dengan menggunakan teori Hippocrates-Galenus dan memaparkan dampak kepribadian tokoh utama pada akhir cerita.Hasil dari analisis menunjukkan bahwa tokoh utama yang tergambar dalam novel Xueke memiliki sifat pemberani,

(34)

pesimis, seorang yang mudah kecewa, menutup diri terhadap orang lain, berkemauan keras dan gigih. Skripsi ini membantu penulis sebagai bahan referensi dalam meneliti tokoh utama pada novel Huózhe 《活着》.

Purba (2015), pada skripsi berjudul “Analisis Psikologis Tokoh Utama Akihiro dalam Novel Saga no Gabai Baachan Karya Yoshici Shimada”yang dipublikasikan oleh Universitas Sumatera Utara memaparkan bagaimana tokoh utama, yaitu Akihiro dalam novel menjalani kehidupannya yang sangat berbeda dari kehidupan sebelumnya yang berdampak pada psikologis tokoh utamanya.

Hasil dari analisis ialah Akihiro yang tinggal bersama neneknya selama delapan tahun setelah Perang Dunia ke II membentuk kepribadian yang pada awalnya merasa tertekan batin dan depresi karena pola Kyouiku Mama (aturan kedisiplinan) yang diterapkan oleh neneknya, kemudian berubah menjadi pribadi yang mandiri, pekerja keras, disiplin, meminta maaf ketika bersalah, menghargai tata krama leluhurnya dan dan menghargai orang yang lebih tua darinya. Skripsi ini menggunakan teori yang dikemukakan oleh Sigmund Freud (id, ego dan superego). Skripsi ini membantu penulis dalam mengkaji aspek psikologis tokoh utama pada novel Huózhe 《活着》 berdasarkan pandangan Sigmund Freud.

Terkahir hasil penelitian dari Sari (2015), pada skripsi yang berjudul

“Analisis Psikologis Tokoh Utama dalam Novel Her Sunny Side Karya Osamu Koshigaya” yang dipublikasikan oleh Universitas Sumatera Utara yang memaparkan sisi psikologis dua tokoh utama yaitu Mao dan Kosuke yang merupakan sepasang kekasih dengan menggunakan teori Sigmund Freud, yaitu id, ego dan superego. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tokoh Mao lebih

(35)

mendominasi kepada Id yang lebih mengutamakan keinginan-keinginan hatinya daripada Ego dan Superego, sedangkan tokoh Kosuke lebih dominan kepada Superego yang mana ia selalu memikirkan dahulu sebelum bertindak dan juga selalu mengontrol keinginan-keinginan hati (Id) yang tidak sesuai dengan prinsipnya (Superego). Skripsi ini membantu penulis dalam meneliti aspek psikologis tokoh utama pada novel Huózhe 《 活 着 》 , karena penulis juga menggunakan teori yang dikemukakan oleh Sigmund Freud, yaitu id, ego dan superego.

Dari paparan di atas, dapat dilihat bahwa teori yang dikemukakan oleh Sigmund Freud yang berfokus pada id, ego dan superego banyak digunakan oleh penulis-penulis lain untuk menganalisis sisi psikologis dari tokoh-tokoh di dalam sebuah novel. Namun, sepengetahuan penulis belum pernah ada penulis lain yang meneliti tokoh utama pada novel Huózhe 《 活 着 》 karya Yu Hua dengan menggunakan teori Sigmund Freud yang berfokus pada id, ego dan superego.

(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini penulis memaparkan tentang metode yang digunakan dalam penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini.

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yaitu cara yang diatur secara sistematis, logis, rasional dan terarah bagaimana pekerjaan sebelum, ketika dan sesudah mengumpulkan data sehingga diharapkan mampu menjawab secara ilmiah perumusan masalah yang telah diterapkan. Dalam hal ini penulis harus memilih metode dan langkah- langkah yang tepat, yang sesuai dengan karateristik objek kajiannya (Pradopo, 2001: 12). Oleh karena itu, berdasarkan permasalahan yang dianalisis dalam novel Huózhe 《 活 着 》 karya Yu Hua metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.

Aminuddin (1990: 20) mengatakan bahwa metode penelitian deskriptif kualitatif adalah menganalisis bentuk deskripsi, tidak berupa angka atau koefesien tentang antarvariable. Sejalan dengan itu, Semi (1993: 31) mengungkapkan bahwa penelitian dengan kualitatif bersifat deskriptif, karena data terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar-gambar, data umumnya berupa pencatatan, foto-foto, rekaman, dokumen, memorandum, atau catatan-catatan resmi lainnya.

(37)

3.2 Data dan Sumber Data

3.2.1 Data

Menurut Subroto (1992: 34), data adalah semua informasi atau bahan yang disediakan oleh alam (dalam arti luas) yang harus dicari atau dikumpulkan dan dipilih oleh penulis. Data pada penelitian ini berupa teks (dialog dan monolog) yang menunjukkan atau menggambarkan sisi psikologis tokoh utama dalam novel Huózhe 《活着》 karya Yu Hua.

3.2.2 Sumber Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis data deskriptif kualitatif dari sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang secara langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2009: 225). Sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel Huózhe 《 活 着 》 karya Yu Hua. Penulis menggunakan novel Huózhe 《活着》 bahasa Mandarin dengan Hanzi sederhana terbitan tahun 2012 serta terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Novel Huózhe 《活着》 dalam bahasa Indonesia berjudul To Live/ Hidup diterbitkan oleh PT. Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2015 di Jakarta. Novel ini diterjemahkan kembali oleh Agustinus Wibowo dengan tebal buku 220 halaman.

Menurut Sugiyono (2009: 225), sumber data sekunder merupakan sumber data yang tidak memberikan informasi secara langsung kepada pengumpul data.

Sumber data sekunder ini dapat berupa hasil pengolahan lebih lanjut dari data primer yang disajikan dalam bentuk lain atau dari orang lain. Data ini digunakan

(38)

untuk mendukung informasi dari data primer yang diperoleh dari teks dalam novel Huózhe《活着》 karya Yu Hua. Penulis menggunakan data sekunder berupa buku-buku yang berkaitan dengan psikologi sastra, jurnal serta internet.

Adapun secara rinci sumber data tersebut adalah:

1. Judul Novel : Huózhe 《活着》

2. Pengarang : Yu Hua

3. Penerbit : zuò jiā chūbăn shè 4. Tahun Terbit : 2012

5. Edisi : Ketiga 6. Jumlah Halaman : 191 Halaman 7. Warna Sampul : Hitam

Penulis juga menggunakan novel terjemahan yang diterjemahkan kembali oleh Agustinus Wibowo untuk membantu penulis dalam mengganalisis sisi psikologis tokoh utama pada novel Huózhe 《活着》 karya Yu Hua. Adapun secara rinci novel terjemahan tersebut adalah :

1. Judul Novel : To Live ; Hidup 2. Pengarang : Yu Hua

3. Penerjemah : Agustinus Wibowo 4. Penerbit : Gramedia Pustaka Utama 5. Tahun Terbit : 2015

6. Edisi : Pertama 7. Jumlah Halaman : 220 Halaman

8. Warna Sampul : Putih, Hijau, Cokelat dan Biru

(39)

9. Gambar Sampul : Seorang pria tua yang sedang berjalan sambil memanggul padi

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Agar memperoleh data yang sesuai dengan objek yang sedang diteliti, di butuhkan suatu teknik pengumpulan data yang sesuai dengan objek penelitian.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan, karena sumber data diperoleh dari data tertulis. Nazir (2005: 11) mengungkapkan bahwa studi kepustakaan adalah teknik mengumpulkan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, catatan-catatan, laporan-laporan yang berhubungan dengan masalah yang dipecahkan. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah :

1. Mengumpulkan data dan referensi yang berhubungan dengan objek penelitian.

2. Membaca novel secara berulang-ulang untuk mencari dan menentukan tokoh utama dalam novel Huózhe 《活着》 karya Yu Hua.

3. Melakukan teknik catat, yaitu mencatat teks (monolog dan dialog dalam narasi) yang menunjukkan dan menggambarkan kepribadian tokoh utama yang terdapat dalam novel Huózhe 《活着》 karya Yu Hua.

3.4 Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah dengan mengunakan teknik deskriptif kualitatif.Sugiyono (2009: 2) menerangkan

“penelitian deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan atau

(40)

menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas”. Pendekatan kualitatif menurut Sugiyono (2009: 14), merupakan metode analisis yang berlandaskan pada filsafah post positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci. Hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna.

Teknik analisis deskriptif dilakukan dengan cara mendeskripsikan kata-kata yang terdapat di dalam novel Huózhe 《 活 着 》 dan dilanjutkan dengan menganalisis id, ego dan superego untuk melihat kepribadian yang mendominasi pada tokoh utama, kemudian menganalisis faktor-faktor penyebab kepribadian yang mendominasi pada tokoh utama. Analisis tersebut didasari oleh teori psikoanalisis yang dikemukakan oleh Sigmund Freud, yaitu id, ego dan superego, untuk menemukan kepribadian yang mendominasi tokoh utama serta menggunakan teori sosiologi yang dikemukakan oleh Horton untuk menemukan faktor penyebab kepribadian yang mendominasi pada tokoh utama. Dengan mendeskripsikan analisis secara benar dan terperinci maka akan dicapai kesimpulan yang akurat.

(41)

BAB IV

ANALISIS KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA PADA NOVEL HUÓZHE

《活着》 KARYA YU HUA: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA

Bab empat ini berisi analisis tentang kepribadian tokoh utama yang digambarkan dalam novel Huózhe 《活着》 karya Yu Hua ditinjau dari psikologi sastra serta memaparkan faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi perubahan kepribadian tokoh utama. Data primer pada penelitian ini berupa kutipan teks yang terdapat pada novel Huózhe 《 活 着 》 . Teori yang digunakan untuk menganalisis kepribadian tokoh utama dalam novel Huózhe 《活着》 adalah teori kepribadian Sigmund Freud. Tiga aspek yang di usung oleh Freud yang terdiri atas id, ego dan superego digunakan untuk menganalisis kepribadian tokoh utama.

4.1 Analisis Kepribadian Tokoh Utama

Tokoh Xu Fugui merupakan tokoh utama dari novel Huózhe 《活着》

yang pada awalnya memiliki kepribadian yang buruk. Tokoh Xu Fugui terlahir sebagai anak dari seorang tuan tanah kaya raya, oleh karena itu ia tidak pernah berpikir untuk bekerja dan selalu berfoya-foya untuk mengisi kebosanannya.

Namun karena kecerobohannya, Xu Fugui dan seluruh keluarganya menjadi miskin, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan pada kepribadian tokoh Xu Fugui.

Berdasarkan teori psikoanalisis Sigmund Freud, kepribadian dibagi atas tiga bagian untuk menjelaskan gambaran mental berdasarkan fungsi dan

(42)

tujuannya, yaitu id, ego dan superego. Oleh karena itu, penulis pertama akan menganalisis id yaitu aspek biologis, selanjutnya yaitu ego aspek psikologis dan yang terakhir superego yaitu aspek sosiologis.

4.1.1 Id Tokoh Utama

Menurut Freud dalam buku Teori Kepribadian (Feist, 2010: 32), id yang berada pada alam bawah sadar tak punya kontak dengan dunia nyata, tetapi selalu meredam ketegangan dengan cara memuaskan hasrat-hasrat dasar, ini dikarenakan satu-satunya fungsi id adalah untuk memperoleh kepuasan (pelasure principle).

Oleh karena sifatnya yang tidak realistis dan mencari kesenangan, id tak punya moralitas. Artinya, id tidak mampu membuat keputusan atas nilai dasar atau membedakan hal-hal yang baik dan buruk. Pandangan tersebut yang berkaitan dengan masalah id dalam kepribadian tokoh utama tergambar dalam kutipan dibawah ini. Berikut beberapa kutipan teks yang menggambarkan id di dalam kepribadian tokoh utama Xu Fugui.

Cuplikan 1 :

“我女人家珍,是城里米行老板的女儿,她也是有钱人家出身的。

有钱人嫁给有钱人,就是把钱堆起来,钱在钱上面哗哗地流,这样 的声音我有四十年没有听到了。”(余华,2012:7)

“Wǒ nǚrén jiā zhēn, shì chéng lǐ mǐ xíng lǎobǎn de nǚ'ér, tā yě shì yǒu qián rén jiā chūshēn de. Yǒu qián rén jià gěi yǒu qián rén, jiùshì bǎ qián duī qǐlái, qián zài qián shàngmiàn huā huā de liú, zhèyàng de shēngyīn wǒ yǒu sìshí nián méiyǒu tīng dàole.” (Yú huá, 2012: 7)

“Istriku Jiazhen anak pedagang beras di kota, dia juga berasal dari keluarga berduit. Perempuan berduit kawin dengan lelaki berduit, itu benar-benar bagaikan menumpuk duit. Duit mengalir di atas duit, bunyi seperti ini sudah empat puluh tahun tak pernah aku dengar lagi.” (Yu Hua, 2015: 11-12)

(43)

Kutipan di atas menjelaskan situasi tokoh Xu Fugui yang sedang bercerita pada seorang pemuda bagaimana perjalanan hidupnya dari ia masih menjadi orang kaya hingga ia jatuh miskin. Kutipan di atas menunjukkan sisi id tokoh Xu Fugui yang terlihat pada kalimat“钱在钱上面哗哗地流,这样的声音我有四十年没有听 到了” “qián zài qián shàngmiàn huā huā de liú, zhèyàng de shēngyīn wǒ yǒu sìshí nián méiyǒu tīng dàole” yang memiliki arti “Duit mengalir di atas duit, bunyi seperti ini sudah empat puluh tahun tak pernah aku dengar lagi”, dimana sisi id Fugui bekerja melalui proses primer, yaitu membayangkan dia dapat mendengar lagi oarang-orang mengucapkan kalimat tersebut kepadanya untuk mendapatkan kepuasan. Ini sesuai dengan fungsi id, yaitu memperoleh kepuasan (pleasure principle). Kutipan di bawah ini juga menjelaskan situasi tokoh Xu Fugui saat masih menjadi orang kaya yang memperlihatkan sisi id tokoh Xu Fugui.

Cuplikan 2 :

“我从小就不可救药,这是我爹的话。私塾先生说我是朽木不可雕 也。现在想想他们都说对了,当初我可不这么想,我想我有钱啊,

我是徐家仅有的一根香火,我要是灭了,徐家就得断子绝孙。”

(余华,2012:8)

“Wǒ cóng xiǎo jiù bùkě jiù yào, zhè shì wǒ diē dehuà. Sīshú xiānshēng shuō wǒ shì xiǔmù bùkě diāo yě. Xiànzài xiǎng xiǎng tāmen dōu shuō duìle, dāngchū wǒ kěbù zhème xiǎng, wǒ xiǎng wǒ yǒu qián a, wǒ shì xú jiā jǐn yǒu de yī gēn xiānghuǒ, wǒ yàoshi mièle, xú jiā jiù dé duànzǐjuésūn.” (Yú huá, 2012: 8)

“Bahkan sejak kecil aku sudah tidak tertolong, begitu kata ayahku.

Guruku bilang aku ini kayu busuk yang sudah tak bisa diukir lagi.

Sekarang kalau dipikir-pikir, omongan mereka berdua itu memang benar adanya. Tapi saat itu aku tidak pikir begitu. Aku pikir, aku punya duit, aku satu-satunya dupa yang menyala di keluarga Xu, kalau aku padam, keturunan keluarga Xu pun tamat.” (Yu Hua, 2015: 12)

Tokoh Fugui pada saat itu masih anak-anak yang hanya mementingkan kesenangannya sendiri tanpa memikirkan orang lain dapat dilihat pada kutipan “

(44)

当初我可不这么想,我想我有钱啊,我是徐家仅有的一根香火,我要是灭了,徐家 就得断子绝孙” “dāngchū wǒ kěbù zhème xiǎng, wǒ xiǎng wǒ yǒu qián a, wǒ shì xú jiā jǐn yǒu de yī gēn xiānghuǒ, wǒ yàoshi mièle, xú jiā jiù dé duànzǐjuésūn” yang memiliki arti “Tapi saat itu aku tidak pikir begitu. Aku pikir, aku punya duit, aku satu- satunya dupa yang menyala di keluarga Xu, kalau aku padam, keturunan keluarga Xu pun tamat”, kalimat ini menunjukkan sisi id yang di alami oleh tokoh Fugui adalah aspek psikologis yang “gelap” dalam bawah sadar manusia yang berisi insting dan nafsu-nafsu tak kenal nilai. Id tokoh utama Xu Fugui yang menampilkan nafsu-nafsu tak kenal nilai juga dapat dilihat pada kutipan berikut:

Cuplikan 3 :

“这个嫖和赌,就像是胳膊和肩膀连在一起,怎么都分不开。后来 我更喜欢赌博了,嫖妓只是为了轻松一下,就跟水喝多了要去方便 一下一样,说白了就是撒尿。赌博就完全不一样了,我是又痛快又 紧张,特别是那个紧张,有一股叫我说不出来的舒坦。”(余华,

2012:8-9)

“Zhège piáo hé dǔ, jiù xiàng shì gēbó hé jiānbǎng lián zài yīqǐ, zěnme dōu fēn bù kāi. Hòulái wǒ gèng xǐhuān dǔbóle, piáojì zhǐshì wèile qīngsōng yīxià, jiù gēn shuǐ hē duōle yào qù fāngbiàn yīxià yīyàng, shuōbáile jiùshì sāniào. Dǔbó jiù wánquán bù yīyàngle, wǒ shì yòu tòngkuài yòu jǐnzhāng, tèbié shì nàgè jǐnzhāng, yǒuyī gǔ jiào wǒ shuō bu chūlái de shūtan.” (Yúhuá, 2012: 8-9)

“Pelacur dan judi itu ibarat tangan dan kaki, bagaimanapun tak mungkin bisa dipisah lagi. Belakangan aku malahan lebih suka judi, main pelacur cuma buat santai-santai sejenak, seperti orang sehabis minum air ya harus buang air, atau kalau dalam bahasa kita, harus pergi kencing. Sedangkan judi itu beda sama sekali. Judi bikin senang, bikin tegang. Terutama gara- gara tegangnya, aku jadi diliputi kepuasan yang tak bisa aku jelaskan.”

(Yu Hua, 2015: 13)

Xu Fugui merasa tidak perlu bekerja karena keluarganya sudah kaya. Oleh karena itu, Xu Fugui selalu mencari kesibukan yang menyenangkan untuk menghabiskan waktunya, salah satunya dengan bermain judi. Berdasarkan data pada kutipan di atas ditunjukkan id tokoh Xu Fugui pada kalimat “赌博就完全不

(45)

一样了,我是又痛快又紧张,特别是那个紧张,有一股叫我说不出来的舒坦”

“Dǔbó jiù wánquán bù yīyàngle, wǒ shì yòu tòngkuài yòu jǐnzhāng, tèbié shì nàgè jǐnzhāng, yǒuyī gǔ jiào wǒ shuō bu chūlái de shūtan”yang memiliki arti “Sedangkan judi itu beda sama sekali. Judi bikin senang, bikin tegang. Terutama gara-gara tegangnya, aku jadi diliputi kepuasan yang tak bisa aku jelaskan”, tokoh utama Xu Fugui merasakan kepuasan yang luar biasa dengan bermain judi dan tanpa memikirkan semua resiko yang akan ia terima, ini sesuai dengan fungsi id untuk memperoleh kepuasan (pleasure principle). Selain bermain judi, tokoh Xu Fugui juga sering bermain dengan wanita penghibur untuk menghabiskan waktunya, yang dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

Cuplikan 4 :

“里面有个胖胖的妓女很招我喜爱,她走路时两片大屁股就像挂在 楼前的两只灯笼,晃来晃去。她躺倒床上一动一动时,压在上面的 我就像睡在船上,在河水里摇呀摇呀。我经常让她背着我去逛街,

我骑上她身上像是骑在一匹马上。”(余华,2012:10)

“Lǐmiàn yǒu gè pàng pàng de jìnǚ hěn zhāo wǒ xǐ'ài, tā zǒulù shí liǎng piàn dà pìgu jiù xiàng guà zài lóu qián de liǎng zhī dēnglóng, huǎng lái huǎng qù. Tā tǎng dǎo chuángshàng yīdòng yīdòng shí, yā zài shàngmiàn de wǒ jiù xiàng shuì zài chuánshàng, zài héshuǐ lǐ yáo ya yáo ya. Wǒ jīngcháng ràng tā bèizhe wǒ qù guàngjiē, wǒ qí shàng tā shēnshang xiàng shì qí zài yī pǐ mǎshàng.” (Yúhuá, 2012: 10)

“Disana ada pelacur gendut yang aku sukai. Ketika dia berjalan, dua belah bokong gedenya itu mirip dua lampion yang dipasang di luar wisma, bergoyang ke kiri dan ke kanan. Dia berbaring di atas ranjang menggeliat-geliat, menindih di atas tubuhnya itu aku seperti tidur di atas perahu, bergoyang-goyang terayun-ayun mengarungi sungai. Aku sering suruh dia gendong aku pergi belanja keliling kota, naik di atas punggungnya rasanya seperti naik kuda.” (Yu Hua, 2015: 15)

Kutipan di atas telihat tokoh Xu Fugui muda saat masih menjadi orang kaya memiliki sisi id yang tidak punya moral berupa impuls seksual, karena ia sangat gemar pergi ke rumah prostitusi. Sesuai dengan fungsi id untuk

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Wereng yang diinfestasikan pada tanaman rentan Pelita menunjukkan repon ketahanan paling tinggi 234 kali lipat dibandingkan pada tanaman tahan Inpari 13 yang

Bahan baku dan tahap-tahap tersebut menjadi titik kritis karena adanya bahaya yang signifikan pada bahan atau tahap tersebut dan tidak ada proses selanjutnya yang dapat

Pokja/Panitia Pengadaan hanya akan mengevaluasi penawaran yang memenuhi syarat yaitu penawaran yang sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Dokumen Pengadaan, tanpa

Berdasarkan Surat Penetapan Pemenang Nomor : SPP/09/III/2015/Har- halaman tanggal 05 Maret 2015 tentang Penetapan pemenang Pekerjaan Pemeliharaan Kebersihan Halaman

Wisatawan yang datang ke Kota Bandung merespon baik dengan adanya konsep green hotel, terlebih dari itu mereka setuju akan penerapan konsep green hotel pada

IFR (Rasio Arus Simpang) : Jumlah dari rasio arus kritis (=tertinggi) untuk semua fase sinyal yang berurutan dalam suatu siklus. PR (Rasio Fase) : Rasio arus kritis

Terapi okupasi adalah jenis terapi yang secara khusus digunakan untuk membantu anak untuk hidup mandiri dengan berbagai kondisi kesehatan yang telah ada dengan

1. Teori Hubungan Masyarakat, teori ini menganggap bahwa sumber konflik berawal dari ketidak percayaan dan permusuhan diantara kelompok yang berbeda didalam suatu masyarakat.