• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Kebutuhan. Perancangan Konseptual. Survei Ketersediaan dan Pengumpulan Data

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Kebutuhan. Perancangan Konseptual. Survei Ketersediaan dan Pengumpulan Data"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Kebutuhan

Perancangan Konseptual

Survei Ketersediaan dan Pengumpulan Data

Akuisisi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak

Perencanaan dan Perancangan Basisdata Perancangan Antarmuka Sistem Pengembangan Aplikasi Pengujian Sistem

Gambar 5 Tahapan penelitian.

Akuisisi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak

Tahapan ini dilakukan untuk merancang perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan dalam pengembangan sistem, berdasarkan fungsionalitas sistem. Perangkat keras yang dibutuhkan harus mampu menjalankan perangkat lunak yang dipilih. Perangkat lunak yang dibutuhkan dalam pengembangan sistem ini adalah perangkat lunak: pembuatan data spasial, sistem manajemen basisdata, dan pengembangan sistem pemetaan berbasis web.

Perencanaan dan Perancangan Basisdata Tahapan ini dilakukan dengan melakukan perancangan lojik dan fisik basisdata. Perancangan lojik merupakan perancangan basisdata dengan membuat diagram keterhubungan antartabel. Perancangan fisik dilakukan dengan memilih atribut yang akan terdapat dalam masing-masing tabel.

Setelah dilakukan perencanaan basisdata maka akan dilakukan pembangunan basisdata. Pembangunan basisdata ini melakukan masukan tipe data spasial dan atribut ke dalam basisdata.

Perancangan Antarmuka

Data yang telah ada diintegrasikan sehingga dapat ditampilkan melalui sistem. Perancangan antarmuka dilakukan pada isi, arsitektur aplikasi dan informasi, desain antarmuka, dan struktur navigasi.

Pengembangan Aplikasi

Perangkat dan teknologi diaplikasikan untuk membangun aplikasi web yang telah dirancang. Pengembagan aplikasi dilakukan dengan melakukan konfigurasi layer pada

mapfile. Mapfile akan berfungsi untuk

mengatur layer yang akan ditampilkan, sumber data yang diperoleh, dan cara ditampilkan.

Pengujian

Pengujian terhadap sistem dilakukan dengan menggunakan metode black-box. Pengujian dilakukan dengan cara memberikan masukan tertentu untuk memeriksa apakah luaran yang dihasilkan sesuai dengan harapan. Pengujian juga dilakukan dengan menganalisis ukuran file gambar yang dihasilkan dan waktu akses. Analisis dilakukan dengan melakukan perbandingan data dari setiap percobaan dan dibuat grafik percobaan tersebut. Pengujian juga dilakukan terhadap jarak objek pada peta luaran aplikasi MapServer dengan jarak objek di tempat yang sebenarnya di muka bumi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kebutuhan

Sistem dikembangkan untuk memberikan informasi penyebaran penderita DBD perkelurahan di Kota Bogor dan hubungannya dengan curah hujan secara spasial. Untuk mewujudkan hal tersebut dilakukan analisis agar sistem sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

1.1 Spesifikasi Pengguna

Pengguna dari sistem ini adalah Dinas Kesehatan yang menggunakan sistem sebagai salah satu tindakan antisipatif dalam penanggulangan penyebaran penderita DBD. Kewenangan dari pengguna adalah melihat dan melakukan edit data spasial pada sistem. 1.2 Kebutuhan Pengguna

Sistem akan memungkinkan pengguna melihat penyebaran penderita DBD secara spasial dan melihat penyebaran penderita DBD dalam bentuk poligon hingga titik lokasi

(2)

kejadian. Sistem akan berisi peta dan data geografi Kota Bogor, penyebaran penderita DBD, penyebaran curah hujan (CH), relasi antara CH dengan jumlah penderita DBD, serta status stratifikasi DBD kelurahan dalam kurun waktu tahun 2002-2006.

Data tersebut dapat dilihat dengan

memilih layer yang akan diaktifkan.

Pengguna juga dapat memperbesar, memperkecil, maupun mencetak peta sesuai kebutuhan. Sistem juga akan menyediakan fungsi untuk melakukan edit pada data spasial penderita DBD.

1.3 Kebutuhan Data

Sistem menampilkan data spasial yang membutuhkan data spasial administratif Kota Bogor (kecamatan dan kelurahan), jalan, sungai, tataguna lahan, dan bangunan. Sistem juga membutuhkan data CH perkelurahan, jumlah penderita DBD perkelurahan untuk tahun 2002-2006, dan penderita DBD pertitik lokasi kejadian yang ada di Kota Bogor. 1.4 Kebutuhan Fungsional

Fungsi dari sistem diidentifikasi setelah dilakukan analisis kebutuhan pengguna. Fungsi dari sistem dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Fungsi SIG DBD

No. Fungsi Sistem

1 Melihat informasi DBD

2 Memilih tema aktif peta

3 Menambah data penderita DBD

4 Mengubah data penderita DBD

5 Menghapus data penderita DBD

6 Mencetak tampilan peta

7 Melakukan perubahan ukuran peta

8 Melakukan perubahan skala peta

9 Menggeser posisi peta

10 Melakukan kueri titik penderita DBD

11 Melakukan kueri poligon kelurahan

12 Menghitung jarak antartitik

13 Menghitung luas poligon

14 Melakukan full-extent peta

Perancangan Konseptual

Hasil dari perancangan akan menjadi acuan untuk melakukan pengembangan sistem. Perancangan terdiri atas pemodelan kebutuhan fungsional, perancangan isi, dan perancangan antarmuka.

2.1 Pemodelan Kebutuhan Fungsional Kebutuhan fungsional dimodelkan dengan menggunakan Data Flow Diagram (DFD). DFD menggambarkan proses yang ada serta aliran keluar dan masuknya data dalam aplikasi. Diagram konteks merupakan level yang paling tinggi. Perincian dari proses diagram konteks digambarkan melalui diagram yang lebih rendah.

Terdapat satu entitas yang berinteraksi pada sistem yaitu pengguna. Pengguna memberikan masukan tertentu kepada aplikasi kemudian hasil eksekusi dengan fungsi tertentu diberikan ke pengguna. Gambaran aplikasi terlihat dalam diagram konteks pada Gambar 6. Pengguna 0 SIG DBD Kota Bogor Permintaan informasi DBD Permintaan tema peta Permintaan edit peta Permintaan cetak peta Data skala peta Data ukuran peta Permintaan manipulasi peta

Kueri poligon Kueri titik

Data titik Data poligon

Tampilan peta

Hasil kueri poligon Hasil kueri titik Hasil cetak peta Informasi DBD

Jarak antartitik Luas poligon

Gambar 6 Diagram konteks sistem. Diagram konteks dikembangkan lagi menjadi DFD level 1 (Lampiran 1). DFD level 1 memiliki informasi proses yang terjadi dalam aplikasi serta aliran data dari entitas ke aplikasi atau aplikasi ke entitas dengan lebih detail. Aplikasi SIG DBD memiliki DFD level 2 (Lampiran 2-4) dan level 3 (Lampiran 5). Kamus data dapat dilihat pada Lampiran 6. Dekomposisi fungsional modul disertakan pada Lampiran 7.

2.2 Isi

Isi yang disajikan dalam aplikasi dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu:

a Peta spasial penyebaran DBD Kota Bogor

Pada bagian peta, informasi yang disajikan adalah:

1 Layer spasial, meliputi:

a Layer kelas penyebaran DBD

(3)

b Layer penyebaran DBD tahun

2006

c Layer peta dasar

d Layer administratif

e Layer sungai

f Layer jalan

g Layer tataguna lahan

h Layer bangunan

i Layer stratifikasi penyebaran

DBD pertahun

2 Komponen peta, meliputi:

a Legenda

b Navigasi peta

c Arah mata angin

d Skala

3 Kueri, berisi informasi dari penderita DBD perkelurahan, meliputi:

a Nama kelurahan

b Jumlah penderita DBD tahun

2002 sampai dengan 2006

c Untuk kueri titik, berisi data

atribut penderita DBD, yaitu alamat dan jenis kelamin

b Informasi DBD

Informasi DBD akan berisi artikel mengenai penyebaran DBD. Artikel tersebut menginformasikan kegiatan pencegahan penyebaran, program pencegahan dari Dinas Kesehatan, maupun penjelasan mengenai DBD.

2.3 Antarmuka

Perancangan antarmuka terdiri atas perancangan antarmuka perangkat keras, perangkat lunak, dan aplikasi. Perancangan perangkat keras memberikan informasi mengenai spesifikasi perangkat keras yang sesuai dengan sistem. Perancangan perangkat lunak memberikan informasi mengenai perangkat lunak yang akan digunakan oleh aplikasi.

a Antarmuka perangkat keras

Spesifikasi perangkat keras yang dirancang untuk menjalankan aplikasi web sistem adalah:

1 Server

a Prosesor clock speed 2.8 GHz

b Memori RAM 1024 MB

c Kapasitas harddisk 80 GB

d VGA Card 128 MB

e Monitor resolusi 1024x768 piksel

2 Client

a Prosesor clock speed 1 GHz

b Memori RAM 256 MB

c Kapasitas harddisk 20 GB

d VGA Card 32 MB

e Monitor resolusi 1024x768 piksel

b Antarmuka perangkat lunak

Spesifikasi perangkat lunak yang dirancang untuk menjalankan aplikasi web sistem adalah: 1 Server a Windows XP Professional b PostgreSQL 8.2.3 c PostGIS 1.2.1 d MapServer 4.8.2 e CartoWeb 3.3.0 2 Client a Windows XP Professional b Mozilla Firefox 2.0 c Antarmuka aplikasi

Antarmuka aplikasi terdiri dari empat bagian utama, yaitu header, navigasi, isi, dan

footer. Header terletak di bagian atas,

navigasi di bagian kiri, isi di bagian tengah dan kanan, dan footer di bagian bawah. Rancangan antarmuka aplikasi dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Rancangan antarmuka. 2.4 Batasan Sistem

Batasan yang digunakan dalam pengembangan aplikasi web ini adalah

shapefile yang akan di-upload memiliki

format yang baku dan tidak boleh diubah. Hal ini dilakukan agar proses konversi data dapat dibaca oleh sistem manajemen basisdata. Survei Ketersediaan dan Pengumpulan Data

Tahapan ini merupakan lanjutan dari tahapan sebelumnya yaitu mengumpulkan data sesuai dengan kebutuhan data yang telah didefinisikan. Data spasial administratif Kota Bogor (kecamatan dan kelurahan), jalan, sungai, tataguna lahan, dan bangunan

(4)

diperoleh melalui Balai Geomatika Bakosurtanal, sedangkan data CH perkelurahan diperoleh melalui stasiun klimatologi di sekitar Kota Bogor. Data jumlah penderita DBD perkelurahan untuk tahun 2002-2006 diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Bogor, dan data penderita DBD pertitik lokasi kejadian diperoleh melalui rumah sakit yang ada di Kota Bogor.

Data CH yang diperoleh belum mewakili semua kelurahan yang ada di Kota Bogor. Stasiun klimatologi yang ada hanya berjumlah tiga buah. Stasiun klimatologi tersebut adalah stasiun klimatologi Baranang Siang, Cimanggu, dan Dramaga. Karena pemetaan yang akan ditampilkan kepada pengguna adalah CH perkelurahan maka dilakukan interpolasi spasial untuk mengetahui nilai CH setiap kelurahan yang ada.

Sistem juga akan menampilkan kelas dan stratifikasi DBD. Kelas overlay DBD merupakan overlay antara layer CH dengan jumlah penderita DBD perkelurahan. Tujuan dari kelas overlay ini adalah untuk melihat persebaran curah hujan dan penderita DBD. Di lain pihak, stratifikasi adalah status suatu kelurahan untuk identifikasi penyebaran DBD oleh Dinas Kesehatan. Status tersebut adalah endemis, sporadis, dan potensial.

3.1 Interpolasi Spasial

Gambar 8 merupakan sebuah peta dari 3 stasiun klimatologi yang ada di sekitar Kota Bogor dan nilai CH pada bulan Januari 2006. Peta tersebut menunjukkan bahwa terdapat area yang cukup luas yang tidak diketahui nilai CH-nya.

Tabel 2 Jarak antara titik perkiraan dengan titik kontrol (meter)

Jarak antara titik Jarak

0, 1 6798.47

0, 2 5563.74

0, 3 6525.44

Sebagai contoh penerapan interpolasi dapat dilihat pada kasus berikut. Terdapat sekumpulan data CH yang telah diketahui pada tiga stasiun untuk bulan Januari 2006. Akan dihitung interpolasi untuk nilai yang tidak diketahui pada titik 0 dengan menggunakan metode IDW. Gambar 9 memperlihatkan lokasi titik 0 yang akan dicari nilainya. Tabel 2 menunjukkan jarak dalam meter antara titik 0 dan tiga titik yang diketahui nilainya.

Gambar 8 Peta Kota Bogor dengan tiga

stasiun klimatologi dan nilai CH pada bulan Januari 2006.

Gambar 9 Nilai titik 0 diinterpolasi oleh tiga stasiun yang diketahui nilainya. Dengan melakukan substitusi pada nilai yang diketahui dan jaraknya pada persamaan,

dapat diketahui nilai z0. Perhitungannya

(5)

2 2 2 2 5 1 1 (293) 6798.47 1 (571) 5563.74 1 (284) 6525.44 3.14 10 i i z d − = + + = ×

2 2 2 2 8 1 1 6798.47 1 5563.74 1 6525.44 7.74 10 i d − = + + = ×

5 0 8 3.14 10 7.74 10 406.26 z − − × = × =

Dari hasil persamaan diketahui untuk titik 0 curah hujan bernilai 406 mm.

Gambar 10 memperlihatkan sebuah

surface CH yang dihasilkan oleh metode IDW

(dengan pangkat 2) dari nilai tiga stasiun klimatologi. Gambar 11 memperlihatkan peta

surface isohyet (isoline dari CH). Bulatan dari

isoline merupakan ciri dari hasil metode IDW.

Gambar 10 Peta surface CH hasil dari metode IDW.

Gambar 11 Peta isohyet yang dibuat dari metode IDW.

Setelah diperoleh hasil interpolasi CH maka akan dihitung CH untuk masing-masing kelurahan. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar tabel bagian atas adalah titik kontrol untuk interpolasi beserta nilainya. Gambar tabel bagian bawah adalah nilai CH setiap kelurahn yang diperoleh dari hasil interpolasi. ID merupakan identifikasi kelurahan. Hasil interpolasi setiap bulan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil peta dari interpolasi CH pada bulan Januari 2006 dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 12 CH hasil interpolasi.

Gambar 13 Peta hasil interpolasi CH bulan Januari 2006.

(6)

3.2 Curah Hujan

Analisis data CH untuk wilayah Kota Bogor menggunakan data CH yang diperoleh dari hasil interpolasi. Grafik CH rata-rata bulanan dari tahun 2002-2006 dapat dilihat pada Gambar 14. 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Bulan CH ( m m ) .

Gambar 14 CH rata-rata bulanan 2002-2006. Berdasarkan rata-rata bulanan selama kurun waktu tersebut untuk masing-masing bulan tampak bahwa CH maksimum terjadi pada bulan Januari yaitu 312-528 mm. CH minimum terjadi pada bulan Agustus dengan kisaran antara 124-268 mm. Akan tetapi jika ditinjau dari distribusi spasialnya tampak bahwa CH yang diterima di wilayah Kota Bogor bagian tengah ke selatan lebih banyak bila dibandingkan dengan daerah lainnya. Hasil analisis CH dapat diuraikan sebagai berikut:

Januari. Jumlah CH rata-rata berkisar antara 312-528 mm. Secara spasial distribusi CH hampir merata kecuali di bagian barat daya Bogor.

Februari. CH mulai tampak turun, tetapi masih berkisar antara 292-456 mm. Penurunan CH terlihat jelas pada wilayah utara dan barat Bogor.

Maret. CH pada bulan Maret juga mengalami penurunan. Konsentrasi CH berada di bagian tengah ke selatan Bogor. CH berkisar antara 300-368 mm.

April. CH pada bulan April mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Distribusi CH berada di bagian tengah ke timur dan barat Bogor. CH berkisar antara 304-528 mm.

Mei. CH pada bulan Mei menunjukkan penurunan dibandingkan bulan April. CH berkisar antara 284-372 mm. Bagian utara Bogor terlihat penurunan CH dan tersebar merata.

Juni. CH pada bulan Juni menunjukkan kondisi semakin menurun dibandingkan

dengan bulan Mei. CH berada pada kisaran 180-260 mm. Mulai terlihat penurunan CH pada wilayah Bogor bagian timur.

Juli. Dibandingkan bulan Juni CH rata-rata pada bulan Juli menunjukkan penurunan di sebagian besar wilayah Bogor. CH berkisar antara 144-248 mm.

Agustus. CH pada bulan Agustus merupakan CH terendah dibandingkan bulan lainnya. CH berkisar antara 124-268 mm. CH rendah terlihat menyebar merata di wilayah tengah dan selatan Bogor.

September. CH pada bulan September menunjukkan peningkatan sedikit dibandingkan bulan Agustus. Secara umum CH berada pada rentang 229-268 mm. Secara spasial CH tersebar merata di seluruh wilayah Bogor.

Oktober. CH pada bulan Oktober menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan bulan September. CH berkisar antara 300-410 mm. CH yang rendah masih terlihat di bagian barat dan utara Bogor. November. CH pada bulan November menunjukkan sedikit penurunan. CH turun pada bagian tengah ke selatan Bogor. CH berkisar antara 304-384 mm.

Desember. CH pada bulan Desember menunjukkan pola yang hampir mirip dengan pola CH November. CH berkisar antara 288-392 mm. CH tersebar merata pada wilayah timur Bogor.

3.3 Sebaran Penderita DBD

Analisis data DBD yang dipergunakan dalam penelitian ini menggunakan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Bogor. Berdasarkan data DBD tahun 2002-2006 diperoleh informasi bahwa pada umumnya kasus DBD dalam setahun jumlahnya berkisar antara 300~1300 kasus. Pada tahun 2002 jumlahnya mencapai 337 kasus, sedangkan pada tahun 2003, 2004, 2005, dan 2006 jumlahnya berturut-turut mencapai 599, 868, 857, dan 1220.

Dari data DBD tersebut dilakukan perhitungan nilai rata-rata bulanan jumlah penderita yang terserang DBD tahun 2002-2006 dan ditampilkan ke dalam grafik. Dari grafik diketahui rata-rata puncak serangan DBD pada bulan Maret, disajikan pada Gambar 15. Data rata-rata bulanan sebaran penderita DBD secara rinci perkelurahan dapat dilihat pada Lampiran 9. Dari data

(7)

rata-rata bulanan juga tampak bahwa pada saat musim hujan pada awal tahun hingga menjelang musim kemarau terjadi lonjakan jumlah penderita yaitu sekitar 200 penderita dalam sebulan.

0 1 2 3

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Bulan Jum lah pe nde ri ta .

Gambar 15 Grafik rata-rata bulanan penderita DBD tahun 2002-2006.

Untuk melakukan pemetaan dari hasil rata-rata bulanan, jumlah serangan DBD dikelompokkan menjadi beberapa kelas yaitu 0 - 1, 2 - 3, dan > 3 (Tabel 3). Pembagian kelas ini ditujukan untuk mempermudah identifikasi daerah dalam analisis.

Tabel 3 Kategori kasus DBD

No Kasus DBD Kategori

1 0 - 1 Rendah

2 2 - 3 Sedang

3 > 3 Tinggi

Setelah diberi kelas maka dibuat sebaran tersebut ke dalam peta. Gambar 16 merupakan peta kelas persebaran DBD tahun 2002-2006. Gambar 16 menunjukkan bahwa daerah yang memiliki intensitas serangan tertinggi (> 3 penderita) adalah kelurahan Tegal Gundil dan Bantar Jati. Kelurahan yang memiliki intensitas sedang (2 - 3 penderita) adalah Tanah Sareal, Kebon Pedes, Sukaresmi, Kedung Badak, Tanah Baru, Tegal Lega, Babakan, Baranang Siang, dan Gunung Batu, sedangkan yang memiliki intensitas rendah (0 - 1 penderita) adalahkelurahan selainnya.

Berdasarkan kriteria hasil analisis rata-rata bulanan kasus DBD di setiap kelurahan di wilayah Kota Bogor (peta persebaran bulanan disertakan pada Lampiran 10) dapat diuraikan secara rinci sebagai berikut:

Januari. Pada bulan Januari terjadi kasus DBD di wilayah Kota Bogor berkisar antara rendah sampai tinggi. Terdapat 3 kelurahan atau sekitar 4.4% masuk dalam kategori tinggi, 16 kelurahan atau sekitar 23.5% masuk dalam kategori sedang, dan 49 kelurahan atau sekitar 72.1% masuk dalam kategori rendah.

Gambar 16 Peta kelas persebaran DBD tahun 2002-2006.

Februari. Pada bulan Februari terjadi adanya lonjakan kasus DBD dibandingkan dengan bulan Januari. Terdapat 7 kelurahan atau sekitar 10.3% masuk dalam kategori tinggi, 23 kelurahan atau sekitar 33.8% masuk dalam kategori sedang, dan 38 kelurahan atau sekitar 55.9% masuk dalam kategori rendah.

Maret. Pada bulan Maret kasus DBD terjadi peningkatan lagi dibandingkan dengan bulan Februari. Terdapat 12 kelurahan atau sekitar 17.6% masuk dalam kategori tinggi, 22 kelurahan atau sekitar 32.4% masuk dalam kategori sedang, dan 34 kelurahan atau sekitar 50.0% masuk dalam kategori rendah.

April. Pada bulan April terjadi penurunan kasus DBD dibandingkan dengan bulan Maret. Terdapat 1 kelurahan atau sekitar 1.5% masuk dalam kategori tinggi, 11 kelurahan atau sekitar 16.2% masuk dalam kategori sedang, dan 56 kelurahan atau sekitar 82.4% masuk dalam kategori rendah.

Mei. Pada bulan Mei terjadi sedikit peningkatan kasus DBD dibandingkan dengan bulan April. Terdapat 2 kelurahan atau sekitar 2.9% masuk dalam kategori tinggi, 11 kelurahan atau sekitar 16.2% masuk dalam kategori sedang, dan 55 kelurahan atau sekitar 80.9% masuk dalam kategori rendah.

Juni. Pada bulan Juni terjadi sedikit penurunan kasus DBD dibandingkan dengan bulan Mei. Terdapat 2 kelurahan atau sekitar 2.9% masuk dalam kategori tinggi, 12 kelurahan atau sekitar 17.6% masuk dalam kategori sedang, dan 54 kelurahan atau sekitar 79.4% masuk dalam kategori rendah.

Juli. Pada bulan Juli terjadi penurunan kasus DBD yang cukup signifikan dibandingkan dengan bulan Juni. Terdapat 2 kelurahan atau sekitar 2.9% masuk dalam kategori tinggi, 4 kelurahan atau sekitar 5.9% masuk dalam kategori sedang, dan 62

(8)

kelurahan atau sekitar 91.2% masuk dalam kategori rendah.

Agustus. Pada bulan Agustus terjadi penurunan kasus DBD dibandinkan dengan bulan Juli dimana tidak terdapat kelurahan dalam kategori tinggi. Terdapat 5 kelurahan atau sekitar 7.4% masuk dalam kategori sedang dan 63 kelurahan atau sekitar 92.6% masuk dalam kategori rendah.

September. Bulan September merupakan bulan dengan angka kasus paling rendah dalam setahun, dimana tidak terdapat kelurahan dalam kategori tinggi. Terdapat 3 kelurahan atau sekitar 4.4% masuk dalam kategori sedang dan 65 kelurahan atau sekitar 95.6% masuk dalam kategori rendah.

Oktober. Pada bulan Okober terjadi adanya peningkatan kasus DBD dibandingkan dengan bulan September. Terdapat 1 kelurahan atau sekitar 1.5% masuk dalam kategori tinggi, 2 kelurahan atau sekitar 2.9% masuk dalam kategori sedang, dan 65 kelurahan atau sekitar 95.6% masuk dalam kategori rendah.

November. Pada bulan November terjadi peningkatan kasus DBD, walaupun tidak terdapat kelurahan yang masuk dalam kategori tinggi. Terdapat 6 kelurahan atau sekitar 8.8% masuk dalam kategori sedang dan 62 kelurahan atau sekitar 91.2% masuk dalam kategori rendah.

Desember. Pada bulan Desember terjadi peningkatan kasus DBD yang cukup signifikan dibandingkan dengan bulan November. Terdapat 3 kelurahan atau sekitar 4.4% masuk dalam kategori tinggi, 11 kelurahan atau sekitar 16.2% masuk dalam kategori sedang, dan 54 kelurahan atau sekitar 79.4% masuk dalam kategori rendah.

Hubungan antara unsur iklim dengan serangan DBD dilakukan dengan cara memetakan salah satu unsur iklim, curah hujan (CH) dan jumlah intensitas serangan DBD. Pemetaan serangan DBD dan unsur iklim CH menghasilkan kelas overlay serangan DBD dan CH. Serangan DBD tertinggi terdapat pada kelurahan Bantar Jati dan Tegal Gundil yang termasuk kelas G (curah hujan 420-470 mm) dengan memiliki intensitas serangan 3-5 penderita. Tabel 4 menunjukkan kelas overlay serangan DBD bulan Januari. Untuk kelas overlay serangan DBD bulan lainnya dapat dilihat pada Lampiran 11.

Tabel 4 Kelas overlay serangan DBD bulan Januari

ID Kelurahan/desa Kesakitan CH (mm) Kelas

56 Sindang Barang 1 270 - 320 D 57 Bubulak 0 270 - 320 D 59 Margajaya 0 270 - 320 D 60 Balumbang Jaya 0 270 - 320 D 55 Cilendek Barat 1 320 - 370 E 58 Situgede 0 320 - 370 E 61 Semplak 1 320 - 370 E 65 Loji 1 320 - 370 E 4 Kedung Badak 2 370 - 420 F 5 Kedung Jaya 2 370 - 420 F 7 Kedung Waringin 1 370 - 420 F 10 Cibadak 1 370 - 420 F 25 Ciwaringin 1 370 - 420 F 27 Kebon Kelapa 1 370 - 420 F 53 Menteng 2 370 - 420 F 54 Cilendek Timur 1 370 - 420 F 62 Curug 2 370 - 420 F 63 Curug Mekar 0 370 - 420 F 64 Pasir Mulya 1 370 - 420 F 66 Gunung Batu 2 370 - 420 F 1 Tanah Sareal 1 420 - 470 G 2 Kebon Pedes 5 420 - 470 G 3 Sukaresmi 3 420 - 470 G 6 Sukadamai 1 420 - 470 G 8 Kayu Manis 0 420 - 470 G 9 Mekar Wangi 2 420 - 470 G 11 Kencana 1 420 - 470 G 12 Cibuluh 2 420 - 470 G 16 Bantar Jati 4 420 - 470 G 17 Kedung Halang 2 420 - 470 G 18 Ciparigi 2 420 - 470 G 22 Sempur 2 420 - 470 G 26 Panaragan 1 420 - 470 G 37 Cikaret 1 420 - 470 G 67 Pasir Jaya 1 420 - 470 G 68 Pasir Kuda 1 420 - 470 G 13 Cimahpar 1 470 - 520 H 14 Tanah Baru 2 470 - 520 H 15 Tegal Gundil 5 470 - 520 H 19 Ciluar 2 470 - 520 H 21 Cibogor 0 470 - 520 H 23 Tegal Lega 1 470 - 520 H 24 Babakan 2 470 - 520 H 28 Gudang 0 470 - 520 H 29 Paledang 1 470 - 520 H 30 Babakan Pasar 0 470 - 520 H 31 Batu Tulis 0 470 - 520 H 32 Rangga Mekar 0 470 - 520 H 33 Pamoyanan 0 470 - 520 H 34 Mulya Harja 0 470 - 520 H 35 Bondongan 3 470 - 520 H 36 Empang 1 470 - 520 H 38 Cipaku 1 470 - 520 H 39 Genteng 0 470 - 520 H 40 Rancamaya 0 470 - 520 H 41 Kertamaya 0 470 - 520 H 42 Bojongkerta 0 470 - 520 H 43 Pakuan 0 470 - 520 H 44 Lawang Gintung 1 470 - 520 H 45 Harjasari 0 470 - 520 H 46 Muarasari 0 470 - 520 H 48 Katu Lampa 1 470 - 520 H 49 Tajur 0 470 - 520 H 50 Sindang Sari 0 470 - 520 H 51 Sindang Rasa 0 470 - 520 H 47 Baranang Siang 3 520 - 570 I 52 Sukasari 1 520 - 570 I

(9)

Gambar 17 Peta kelas overlay sebaran DBD bulan Januari.

Dengan melakukan pemetaan kelas

overlay serangan DBD (Lampiran 12)

diketahui beberapa informasi. DBD banyak terjadi di antara bulan Desember sampai bulan Juli dan penyebaran tertinggi terjadi pada bulan Maret yaitu 8 kasus pada daerah Kebon Pedes dan Sukaresmi. Pada bulan tersebut CH berada pada tingkat 320 - 370 mm. Fakta lain menunjukkan bahwa pada tahun 2002 - 2006 kasus DBD tidak mengalami peningkatan pada bulan Juli sampai September. Pada bulan tersebut CH berkisar antara 120-270 mm. Peta kelas overlay sebaran DBD untuk bulan Januari dapat dilihat pada Gambar 17.

Peta juga menunjukkan hubungan antara penyakit DBD yang ditemukan dengan bulan yang sebelumnya mengalami hujan. Kejadian DBD menurun untuk bulan dengan bulan sebelumnya memiliki kelas A, B, dan C, yaitu ketika CH berada dalam rentang 120-270 mm (bulan Agustus, September, dan Oktober). Ketika bulan sebelumnya memiliki kelas D dan seterusnya akan ditemukan peningkatan kejadian DBD. Kejadian DBD mencapai puncaknya pada bulan Februari dan Maret. CH bulan ini lebih rendah daripada bulan sebelumnya, akan tetapi masih memiliki CH dengan kelas D, E, dan seterusnya.

3.4 Stratifikasi Kelurahan

Status stratifikasi terdiri atas endemis, sporadis, dan potensial. Endemis berarti dalam tiga tahun terakhir kelurahan tersebut ditemukan penderita DBD secara berturut-turut, sporadis berarti minimal sekali dalam tiga tahun terakhir kelurahan tersebut ditemukan penderita DBD, dan potensial berarti tidak ditemukan penderita DBD dalam tiga tahun terakhir pada kelurahan tersebut. Status stratifikasi kelurahan dapat dilihat pada Lampiran 13. Hasil analisis stratifikasi dapat diuraikan sebagai berikut:

2002. Pada tahun 2002, distribusi spasial kelurahan status endemis banyak di bagian tengah wilayah Bogor. Di sisi lain, kelurahan status sporadis di bagian pinggir wilayah Bogor. Kelurahan status potensial terletak di bagian barat laut dan selatan wilayah Bogor. Terdapat 26 kelurahan atau sekitar 38.2% termasuk status endemis, 38 kelurahan atau sekitar 55.9% termasuk status sporadis, dan 4 kelurahan atau sekitar 5.9% termasuk potensial.

2003. Pada tahun 2003, distribusi spasial kelurahan status endemis banyak di bagian tengah wilayah Bogor dan mulai bergerak menyebar. Di sisi lain, kelurahan status sporadis terletak di bagian pinggir utara dan selatan wilayah Bogor. Kelurahan status potensial terletak di bagian barat laut dan selatan wilayah Bogor, berkurang satu kelurahan di bagian selatan dibandingakan dengan tahun 2002. Terdapat 44 kelurahan atau sekitar 64.7% termasuk status endemis, 21 kelurahan atau sekitar 30.9% termasuk status sporadis, dan 3 kelurahan atau sekitar 4.4% termasuk potensial.

2004. Pada tahun 2004, distribusi spasial kelurahan status endemis banyak di bagian tengah wilayah Bogor dan mulai bertambah satu kelurahan di bagian utara. Di sisi lain, kelurahan status sporadis bagian selatan wilayah Bogor tidak berubah. Kelurahan status potensial yang terletak di bagian barat laut berkurang dan tinggal di bagian selatan wilayah Bogor. Terdapat 46 kelurahan atau sekitar 67.6% termasuk status endemis, 20 kelurahan atau sekitar 29.4% termasuk status sporadis, dan 2 kelurahan atau sekitar 2.9% termasuk potensial.

2005. Pada tahun 2005, distribusi spasial kelurahan status endemis banyak di bagian tengah wilayah Bogor dan bertambah satu kelurahan di bagian utara. Di sisi lain, kelurahan status sporadis berada di bagian utara dan selatan wilayah Bogor. Kelurahan status potensial terletak di bagian selatan wilayah Bogor, berkurang satu kelurahan dibandingkan dengan tahun 2004. Terdapat 47 kelurahan atau sekitar 69.1% termasuk status endemis, 20 kelurahan atau sekitar 29.4% termasuk status sporadis, dan 1 kelurahan atau sekitar 1.5% termasuk potensial.

2006. Pada tahun 2006, distribusi spasial kelurahan status endemis hampir menutupi wilayah Bogor. Di sisi lain, kelurahan status sporadis ada di bagian pinggir utara dan selatan wilayah Bogor. Kelurahan status

(10)

geometry_columns edit_titik_dbd admin_kelurahan landuse bangunan jalan strata_dbd temp_2006 spatial_ref_sys sungai ch_2006 kelas_dbd admin_kecamatan mereferensi N memiliki memiliki memiliki memiliki memiliki memiliki memiliki memiliki memiliki memiliki memiliki 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 gid nama_kec the_geom gid nama_kel the_geom gid kode_unsur nama_unsur the_geom gid id_kel the_geom jan feb mar apr mei jun jul agt sep okt nov des id umur kelamin alamat bulan the_geom gid landuse05 the_geom the_geom id_kel z006 z002 z003 z004 z005 gid gid length kode_unsur toponimi keterangan the_geom gid length kode_unsur the_geom nama_unsur gid id_kel jan feb mar apr mei jun jul agt sep okt the_geom nov des srid auth_name auth_srid srtext proj4text srid type f_table_schema f_table_name f_table_catalog f_table_catalog f_geometry_columns coord_dimension gid id_kel jan feb mar apr mei jun jul agt sep okt nov des jan_ch feb_ch mar_ch apr_ch jun_ch jul_ch agt_ch sep_ch okt_ch nov_ch des_ch mei_ch

Gambar 19 Diagram keterhubungan antartabel. potensial satu-satunya terletak di bagian

selatan wilayah Bogor. Terdapat 59 kelurahan atau sekitar 86.8% termasuk status endemis, 8 kelurahan atau sekitar 11.8% termasuk status sporadis, dan 1 kelurahan atau sekitar 1.5% termasuk potensial.

Gambar 18 Status stratifikasi kelurahan tahun 2006.

Dari pemetaan yang dilakukan terlihat daerah yang berstatus endemis cenderung meningkat (Lampiran 14). Hasil pemetaan

juga menunujukkan terdapat satu kelurahan yang selama lima tahun berada dalam status potensial, yaitu kelurahan Kertamaya, yang artinya kelurahan tersebut tidak ditemukan penderita DBD dalam tujuh tahun terakhir. Tahun 2006 status endemis hampir meliputi semua kelurahan, yang artinya penderita DBD setidaknya sudah ditemui dalam tiga tahun terakhir dari tahun 2006 pada kelurahan tersebut. Gambar 18 memperlihatkan status stratifikasi kelurahan tahun 2006.

Akuisisi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak

Tahapan ini mendefinisikan fungsi dari perangkat yang digunakan. Perangkat lunak yang digunakan adalah ArcView, MapServer, CartoWeb, dan PostgreSQL.

PostgreSQL 8.2.3 digunakan sebagai sistem manajemen basisdata untuk penyimpanan dan pengolahan data. PostGIS 1.2.1 digunakan sebagai ekstensi PostgreSQL untuk menyimpan dan mengolah data spasial

(11)

di dalam sistem manajemen basisdata PostgreSQL. MapServer 4.8.2 digunakan sebagai web server untuk aplikasi pemetaan berbasis web. CartoWeb 3.3.0 digunakan sebagai framework pengembangan aplikasi pemetaan berbasis web.

Perencanaan dan Perancangan Basisdata Perancangan lojik basisdata ditampilkan dalam diagram keterhubungan antartabel, dapat dilihat pada Gambar 19. Perancangan fisik dilakukan dengan memilih atribut yang akan dimasukkan dalam masing-masing tabel. Tabel basisdata dirancang sesuai dengan kebutuhan fungsional aplikasi. Daftar tabel basisdata dapat dilihat pada Tabel 5.

Perancangan Antarmuka

Tahapan ini merupakan perancangan antarmuka pengguna. Pembuatan halaman akan menggabung hasil secara keseluruhan dari proses yang ada pada tahap perancangan. Tampilan halaman mempunyai bentuk yang terdiri dari bagian atas, kiri, tengah, dan bawah. Tampilan utama aplikasi dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 21 menampilkan icon fungsi yang bisa dilakukan pada peta. Sedangkan Gambar 22 menunjukkan icon navigasi sekaligus menjadi arah mata angin pada peta.

Gambar 20 Tampilan utama.

Gambar 21 Icon untuk melakukan fungsi pada peta.

Gambar 22 Icon untuk melakukan pergeseran peta.

Tabel 5 Tabel basisdata

Nama Fungsi

admin_kecamatan Menampilkan peta

administratif kecamatan

admin_kelurahan Menampilkan peta

administratif kelurahan

bangunan Menampilkan profil jenis

bangunan

ch_2006 Menampilkan persebaran

CH pada tahun 2006

edit_titik_dbd Menampilkan persebaran titik penderita DBD yang bisa di-edit

jalan Menampilkan peta jalan

kelas_dbd Menampilkan peta kelas

persebaran rataan CH dan persebaran penderita DBD (2002 - 2006)

landuse Menampilkan peta

tataguna lahan

strata_dbd Menampilkan stratifikasi

persebaran penderita DBD

sungai Menampilkan peta sungai

geometry_columns Identifikasi spasial

spatial_ref_sys Referensi spasial

Pengembangan Aplikasi

Tahapan ini terdiri dari empat langkah. Langkah tersebut adalah implementasi basisdata, masukan, proses, dan luaran MapServer.

5.1 Implementasi Basisdata

Implementasi basisdata dilakukan sesuai dengan diagram keterhubungan antartabel dan mengacu pada tabel yang telah dirancang pada tahap perancangan. Atribut dan tipe data untuk setiap tabel dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 15.

5.2 Masukan MapServer

Sistem berbasis web yang dikembangkan dengan aplikasi MapServer memerlukan beberapa file digital data vektor atau data raster. Pada penelitian ini digunakan data vektor dalam format shapefile ArcView (ESRI). Format vektor memiliki ciri kompak, struktur data jelas, memiliki resolusi spasial

(12)

yang relatif tinggi, dan dapat dihubungkan dengan tabel atribut.

Data spasial (layer default) yang digunakan oleh MapServer adalah data spasial dalam format shapefile ArcView (ESRI). Penelitian ini menggunakan PostGIS dalam format data, agar data spasial dapat disimpan dalam sistem basisdata PostgreSQL. MapServer dapat menampilkan beberapa data spasial vektor dengan format selain shapefile menggunakan tool atau pustaka OGR. OGR merupakan pustaka open-source. Pustaka ini menyediakan fungsi untuk membaca dan menulis data spasial dalam format shapefile ArcView, PostGIS, Oracle Spatial, dan Tab/Mif MapInfo. Pembuatan tabel pada PostGIS dengan melakukan import data

shapefile ArcView, dapat digunakan program

shp2pgsql:

Penggunaan sistem manajemen basisdata PostgreSQL dengan ekstensi PostGIS adalah karena sistem basisdata tersebut memiliki kemampuan untuk melakukan kueri secara spasial. MapServer, CartoWeb, dan PostgreSQL dengan ekstensi PostGIS juga merupakan aplikasi yang open-source sehingga akan memudahkan pengembangan aplikasi. Hal ini dimungkinkan karena tersedianya dokumentasi dan source code untuk dipelajari dan dikembangkan melalui lisensi GPL.

5.3 Proses MapServer

MapServer adalah aplikasi yang dijalankan pada web server. Instalasi MapServer membutuhkan beberapa komponen seperti server HTTP Apache, PHP, MapServer CGI, PHP/MapScript, program utiliti (pustaka) GDAL & OGR, dan program utiliti MapServer yaitu shp2img, legend, dan scalebar.

Peta tematik merupakan peta yang memperlihatkan distribusi spasial untuk satu atau lebih tematik (kelas informasi berdasarkan tema) dalam suatu area geografis. Untuk menghasilkan peta tematik pada MapServer dilakukan definisi layer yang menjadi basis tematiknya. Setiap layer pada

mapfile memiliki beberapa CLASS. CLASS

akan mendefinisikan cara tampilan objek unsur spasial. Untuk memisahkan unsur spasial menjadi beberapa kelas digunakan CLASSITEM dengan EXPRESSION sebagai

definisi batas kelas tersebut. Salah satu dari definisi layer dapat dilihat pada halaman sebelah.

5.4 Luaran MapServer

Hasil permintaan sebuah layer peta pada umumnya diimplementasikan dalam format raster atau file gambar yang dianggap standar yaitu GIF, PNG, JPG, dan lainnya. Dalam penelitian ini digunakan format file PNG. Proses kompresi pada PNG tidak menyebabkan adanya data yang hilang dan dapat ditampilkan secara transparency. Format JPG, proses kompresinya menyebabkan ada beberapa data yang hilang dan tidak dapat ditampilkan secara

transparency. Pada format file GIF, walaupun

dapat ditampilkan dengan transparency, dukungan tampilannya hanya 8-bit color, berbeda dengan PNG yang mendukung 16-bit

grayscale dan 48-bit true color.

Data geografi yang diproses oleh MapServer akan menghasilkan file gambar dengan format tertentu. Format tersebut berupa PNG. Sistem juga akan memberikan

tool untuk melakukan perbesaran peta,

LAYER

NAME "admin_kecamatan" STATUS ON

DATA "the_geom FROM admin_kecamatan" TYPE LINE CLASSITEM "nama_kec" CONNECTIONTYPE POSTGIS CONNECTION "user=postgres password=postgres dbname=dbd host=localhost" UNITS METERS SIZEUNITS PIXELS LABELITEM "nama_kec" TOLERANCE 0 TOLERANCEUNITS PIXELS TEMPLATE "ttt" METADATA END CLASS NAME "warna" LABEL TYPE BITMAP SIZE MEDIUM POSITION LC OFFSET 0 0 COLOR 0 0 0 END STYLE SYMBOL "rechteck-quer-st" COLOR 42 83 180 SIZE 1 END END CLASS NAME "label" END END shp2pgsql -D [shapefile] [tablename] [dbname] | psql [dbname]

(13)

perkecilan peta, pergeseran peta, kueri peta, perhitungan jarak dan luas peta, skala peta, dan ukuran peta.

Pengujian

Setelah aplikasi dikonstruksi, dilakukan pengujian untuk mengetahui apakah aplikasi telah memenuhi kebutuhan yang telah didefinisikan. Tahap pengujian untuk aplikasi ini lebih terfokus pada proses, fungsi, dan luaran dari aplikasi. Berikut ini adalah hasil analisis dari beberapa pengujian, yaitu ukuran

file gambar, waktu akses, dan jarak. Hasil dari

pengujian black-box selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 16.

6.1 Ukuran File Gambar

Luaran dari proses MapServer adalah suatu file gambar. Ukuran file gambar akan berbeda untuk setiap ukuran peta dan setiap hasil fungsi yang dilakukan pada peta. Untuk mengetahui ukuran file gambar yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 6.

Dari Tabel 6, urutan proses menunjukkan proses penambahan layer. Urutan paling awal adalah ketika peta dengan tampilan layer

default yaitu layer peta dasar. Urutan paling

terakhir adalah ketika peta dengan tampilan semua layer diaktifkan. Terlihat bahwa ukuran file gambar yang dihasilkan akan semakin besar untuk setiap penambahan layer. Begitupun sebaliknya, semakin sedikit layer yang diaktifkan maka semakin kecil ukuran

file gambar. Selanjutnya, semakin besar

ukuran peta maka akan semakin besar pula file gambar yang dihasilkan dan sebaliknya, semakin kecil ukuran peta semakin kecil ukuran file gambarnya.

Tabel 6 Ukuran file gambar peta Ukuran peta (piksel) Urutan proses 430x400 600x420 800x600 File gambar (KB) 1 3.30 5.09 7.90 2 5.57 8.64 13.07 3 10.72 17.43 27.47 4 13.37 21.92 34.73

Pengujian lainnya dilakukan pada ukuran

file gambar hasil dari proses perbesaran dan

perkecilan skala peta. Pengujian juga dilakukan pada tiga jenis ukuran peta, yaitu 430x400, 600x420, dan 800x600 piksel (Gambar 23 dan 24). 0 2 4 6 8 10 12 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ulangan U kur an file g am b ar ( KB) . 430x400 600x420 800x600 Gambar 23 Grafik ukuran file gambar proses

pembesaran skala.

Hasil dari pengujian proses pembesaran skala peta menghasilkan ukuran file gambar yang semakin kecil, dari peta awal yang belum diperbesar hingga peta yang telah dilakukan perbesaran 10x. Hal ini terjadi karena semakin besar skala peta maka semakin sedikit objek spasial yang akan ditampilkan, sehingga berpengaruh terhadap

ukuran file gambar yang dihasilkan.

Sebaliknya, proses perkecilan skala peta menghasilkan ukuran file gambar yang semakin besar, karena semakin banyak objek spasial yang akan ditampilkan dalam peta.

Dari Gambar 23 terlihat pada proses ulangan ke-1 ukuran file gambar yang meningkat lalu kemudian menurun. Ini terjadi karena pada gambar peta ulangan ke-2 memiliki objek spasial yang lebih banyak daripada objek spasial pada peta ulangan ke-1. Akan tetapi, pada ulangan ke-3 dan seterusnya objek spasial yang ditampilkan semakin berkurang, berakibat pada semakin kecilnya ukuran file gambar.

0 2 4 6 8 10 12 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ulangan Uk u ra n fi le ga m b ar ( K B ) . 430x400 600x420 800x600 Gambar 24 Grafik ukuran file gambar proses

perkecilan skala.

Begitu juga halnya pada Gambar 24. Dari ulangan ke-1 hingga ulangan ke-9, perkecilan skala peta menambah objek spasial yang

(14)

ditampilkan. Namun, pada ulangan ke-10 ukuran file gambar menurun karena objek spasial yang ditampilkan lebih sedikit daripada ulangan ke-9. Walaupun demikian, dapat disimpulkan bahwa semakin besar skala peta maka semakin kecil ukuran file gambar. Sebaliknya, semakin kecil skala peta maka semakin besar ukuran file gambar.

6.2 Waktu Akses

Sistem informasi geografis yang dihasilkan oleh MapServer akan memerlukan waktu akses melalui browser web. Pengujian waktu akses dilakukan dengan menggunakan web server Lab. SEINS Dept. Ilkom IPB Dramaga. Perangkat lunak dan keras sesuai dengan spesifikasi pada tahapan perancangan. Akses diperoleh melalui komputer client yang terhubung jaringan LAN dengan web server.

Waktu akses adalah waktu antara permintaan oleh pengguna hingga hasilnya ditampilkan pada browser. Pengukuran waktu akses dihitung pada setiap proses, yaitu proses

loading awal peta, perbesaran skala,

perkecilan skala, kueri, dan pergeseran. Ukuran peta untuk pengujian ini sama dengan ketika uji ukuran file gambar, yaitu 430x400, 600x420, dan 800x600 piksel. Ulangan untuk masing-masing ukuran peta dilakukan sebanyak sepuluh kali (Gambar 25, 26, 27, 28, dan 29). 0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ulangan W akt u a ks es ( d et ik) 430x300 600x420 860x600

Gambar 25 Grafik waktu akses proses

loading awal peta.

Waktu proses loading awal peta adalah waktu untuk menampilkan peta untuk perrtama kali di browser web. Waktu proses perbesaran skala merupakan waktu yang diperlukan untuk menghasilkan peta dengan skala yang lebih besar dari sebelumnya. Waktu proses perkecilan peta didapat dari waktu untuk mendapatkan peta dengan skala yang lebih kecil dari sebelumnya.

0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ulangan W akt u a ks es ( d et ik) 430x300 600x420 860x600 Gambar 26 Grafik waktu proses perbesaran

skala.

Gambar 28 menunjukkan waktu proses yang dilakukan untuk menampilkan hasil kueri. Kueri dilakukan dengan memilih objek spasial tertentu, kemudian MapServer akan menandai objek yang dikueri serta menampilkan tabel hasil kueri pada browser web.

Untuk pengukuran waktu proses pergeseran diperoleh dengan menggeser peta ke berbagai arah penjuru mata angin. Arah penjuru mata angin tersebut adalah arah utara, timur laut, timur, tenggara, selatan, barat daya, barat, dan barat laut. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 29.

0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ulangan W akt u a k se s ( d et ik) 430x300 600x420 860x600 Gambar 27 Grafik waktu proses perkecilan

skala. 0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ulangan W akt u a ks es ( d et ik) 430x300 600x420 860x600 Gambar 28 Grafik waktu proses kueri.

(15)

0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ulangan W akt u a ks es ( d et ik) 430x300 600x420 860x600 Gambar 29 Grafik waktu proses pergeseran.

Secara keseluruhan, nilai waktu akses untuk setiap proses tidak berbeda jauh. Dari Gambar 25-29 terlihat tidak terdapatnya perbedaan waktu yang cukup signifikan antar ulangan. Perbedaan ukuran peta juga tidak terlihat mempengaruhi ukuran waktu akses. Dapat disimpulkan bahwa untuk proses fungsi yang berbeda tidak mempengaruhi waktu akses, kecuali untuk proses loading awal peta. Nilai rata-rata waktu akses yang diperoleh dari semua ukuran peta adalah 6.069 detik. Waktu akses 6-10 detik cukup baik untuk waktu respon web (Galitz 2002). Hasil perolehan dari ukuran waktu akses secara keseluruhan dapat dilihat melalui Tabel 7. Tabel 7 Waktu akses sistem

Ukuran peta (piksel) Proses

430x300 600x420 860x600 Waktu akses (detik)

A* 4.813 4.311 4.958 B 5.759 5.897 6.195 C 6.806 5.630 6.033 D 6.356 7.770 6.147 E 5.718 7.167 7.480 Rata-rata 5.891 6.155 6.162 Rata-rata keseluruhan 6.069 *

A: loading awal peta; B: perbesaran skala; C: perkecil-an skala; D: kueri; E: pergeserperkecil-an.

6.3 Jarak

Salah satu fungsi yang disediakan oleh MapServer adalah penghitungan jarak antara dua objek spasial. Pengujian dilakukan untuk melihat perbandingan ukuran jarak yang dihasilkan MapServer dengan jarak yang sebenarnya di lapangan. Sebagai acuan akan digunakan peta yang diperoleh dari Balai Geomatika Bakosurtanal. Objek spasial yang ada di peta tersebut akan diukur melalui perangkat lunak ArcView. Pengukuran jarak objek spasial di muka bumi diperoleh melalui GPS, sedangkan untuk pengukuran objek

spasial dari luaran sistem aplikasi web digunakan fungsi yang telah disediakan oleh MapServer.

Terdapat tiga objek spasial yang akan diukur jaraknya. Objek spasial tersebut adalah kantor walikota bogor, air mancur, dan tugu kujang (Tabel 8).

Tabel 8 Ukuran jarak

Jarak (meter) Perangkat A* B C ArcView 1634 2427 1376 GPS 1595 2449 1371 MapServer 1629 2418 1370 Rata-rata 1619 2431 1372

*A: kantor walikota – air mancur; B: air mancur – tugu

kujang; C: tugu kujang – kantor walikota.

Dari Tabel 8 didapat perbandingan ukuran jarak yang didapat antara MapServer, ArcView, dan GPS. Hasil jarak yang didapat berbeda untuk setiap perangkat. Dalam menggunakan MapServer, jarak dihitung dengan menarik garis lurus antara dua objek, yaitu objek yang satu dengan objek yang lainnya. Ketepatan untuk meletakkan kursor di browser web sangat mempengaruhi hasil jarak yang didapat. Dalam hal yang sama, pengukuran jarak dengan menggunakan ArcView juga dengan menarik garis lurus antara dua objek. Ketepatan pointer yang diletakkan pada objek sangat mempengaruhi hasil dari kalkulasi jarak. Disimpulkan dari hasil perhitungan jarak bahwa jarak yang diperoleh dari MapServer tidak berbeda jauh dengan jarak yang diperoleh dari ArcView maupun GPS.

Penentuan posisi objek dengan GPS dilakukan dengan satu pesawat penerima (receiver). Akurasi untuk ukuran jarak yang diperoleh melalui GPS ini adalah sekitar 25-50 meter (Gopi 2005). Artinya posisi sebenarnya berada dalam radius 25-50 meter dari posisi yang didapat melalui GPS. Hal ini terkait dengan GPS yang digunakan, yaitu tipe navigasi. Pengujian menentukan jarak antara posisi untuk penelitian ini dengan menggunakan GPS tipe navigasi sudah mencukupi.

Faktor lain yang mempengaruhi keakuratan hasil dari GPS adalah kondisi di lapangan dengan pohon yang lebat dan tinggi dan kondisi cuaca yang berawan. Keadaan tersebut mempengaruhi sinyal satelit yang diperoleh sehingga mempengaruhi posisi yang didapat.

Gambar

Tabel 1  Fungsi SIG DBD
Gambar 7  Rancangan antarmuka.
Gambar 8 merupakan sebuah peta dari 3  stasiun klimatologi yang ada di sekitar Kota  Bogor dan nilai CH pada bulan Januari 2006
Gambar 10 memperlihatkan sebuah  surface CH yang dihasilkan oleh metode IDW  (dengan pangkat 2) dari nilai tiga stasiun  klimatologi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data penelitian ini diperoleh melalui observasi (pengamatan), wawancara, dan studi dokumentasi. Data dianalisis menggunakan model analisis Spradley, terdiri atas

Penelitian yang dilakukan oleh Adinugroho dan Sidiyasa (2001) juga sejalan dengan ini, dimana biomassa pada setiap bagian pohon meningkat secara proporsional dengan semakin

Dasar pemikiran dalam penelitian ini adalah bagaimana Rasionalitas Konumtif Santriwati Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang dengan tujuan untuk mengetahui

Untuk mencapai interaksi belajar mengajar perlu adanya komunikasi yang jelas antara guru (komunikator) dengan siswa (komunikan). Sehingga terpadu dua kegiatan yang

Aplikasi Sistem Informasi Pembelajaran Budidaya Udang Windu dan Ikan Bandeng Pada Area Tambak Udang Windu di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), dapat

Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan atas segala rahmat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Perilaku

Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5-100 ml. Vial dapat berupa takaran tunggal

bahan aktif yang terkandung dalam insektisida tersebut dapat menembus