• Tidak ada hasil yang ditemukan

Representasi “Kredibilitas Penegak Hukum” di Indonesia pada Karikatur Majalah Tempo Edisi 09-15 Agustus 2010 (Studi Semiotik Representasi “Kredibilitas Penegak Hukum” di Indonesia pada Karikatur Iklan Layanan Masyarakat Majalah Tempo Edisi 09-15 Agustus 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Representasi “Kredibilitas Penegak Hukum” di Indonesia pada Karikatur Majalah Tempo Edisi 09-15 Agustus 2010 (Studi Semiotik Representasi “Kredibilitas Penegak Hukum” di Indonesia pada Karikatur Iklan Layanan Masyarakat Majalah Tempo Edisi 09-15 Agustus 2"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Semiotik Representasi “Kredibilitas Penegak Hukum” di Indonesia

pada Karikatur Iklan Layanan Masyarakat Majalah Tempo Edisi 09-15

Agustus 2010)

SKRIPSI

OLEH:

MUTIARA AYU MARTOYO PUTRI

0743010015

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

(2)

REPRESENTASI “KREDIBILITAS PENEGAK HUKUM” DI

INDONESIA PADA KARIKATUR MAJALAH TEMPO EDISI

09-15 AGUSTUS 2010

(Studi Semiotik Representasi “Kredibilitas Penegak Hukum” di Indonesia

pada Karikatur Iklan Layanan Masyarakat Majalah Tempo Edisi 09-15

Agustus 2010)

 

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar

Sarjana pada Fisip UPN “Veteran” Jawa Timur

OLEH:

MUTIARA AYU MARTOYO PUTRI

0743010015

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

(3)
(4)

REPRESENTASI “KREDIBILITAS PENEGAK HUKUM” DI

INDONESIA PADA KARIKATUR MAJALAH TEMPO EDISI 09-15

AGUSTUS 2010

(Studi Semiotik Representasi “Kredibilitas Penegak Hukum” di Indonesia pada Karikatur Iklan Layanan Masyarakat Majalah Tempo Edisi 09-15

Agustus 2010)

Mutiara Ayu Martoyo Putri

0743010015

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program

Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Pada Tanggal : 02 Desember 2010

PEMBIMBING TIM PENGUJI

1.Ketua

Dra.Dyva Claretta,M.Si

Dra.Sumardjijati,M.Si

NPT. 366.019.400.251

NIP.196.203.231.993.092.001

2.Sekretaris

Drs.Kusnarto,M.Si

NIP. 195.808.011.984.021.001

3.Anggota

Dra.Dyva Claretta,M.Si

NPT.366.019.400.251

Mengetahui,

DEKAN

Dra. Hj Suparwati. M.Si.

NIP.195.507.181.983.022.001

(5)

Indonesia pada Karikatur Iklan Layanan Masyarakat Majalah

Tempo Edisi 09-15 Agustus 2010)

Nama

: Mutiara Ayu Martoyo Putri

NPM :

0743010015

Program studi : Ilmu Komunikasi

Fakultas

: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui,

PEMBIMBING

Dra.Dyva Claretta,M.Si

NPT. 366.019.400.251

Mengetahui,

DEKAN

Dra. Hj Suparwati. M.Si.

NIP.195.507.181.983.022.001

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat serta hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul REPRESENTASI “KREDIBILITAS PENEGAK HUKUM” DI

INDONESIA PADA KARIKATUR MAJALAH TEMPO EDISI 09-15

AGUSTUS 2010 (Studi Semiotik Representasi “Kredibilitas Penegak Hukum” di

Indonesia pada Karikatur Iklan Layanan Masyarakat Majalah Tempo Edisi 09-15

Agustus 2010).

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan akademis bagi

mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini atas

bimbingan dan bantuan yang diberikan oleh berbagai pihak. Pada kesempatan ini,

penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang

terhormat:

1.

Dra.Hj.Suparwati, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN

“Veteran” Jawa Timur.

2.

Juwito, S.Sos., M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

3.

Dra.Dyva Claretta, M.Si., selaku Dosen Pembimbing yang senantiasa

memberikan waktu pada penulis dalam penysuunan skripsi penelitian ini.

4.

Seluruh staf dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan

Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

(7)

buat omelannya hehehhee. Banyak terima kasih juga yang tiada hentinya

buat supportnya ya mama baik dan memberikan bantuan baik materiil

maupun moril dengan tulus ikhlas dan tanpa pamrih. Sampai detik ini kalau

tiada doa mama dan papa adek juga gag akan maju dan cepat selesai seperti

sekarang.

To my Lovely and my hubby

Oky Kristanto. Thank you so much sayangku buat semangatnya, dorongan

untuk selalu mengingatkanku akan maju dalam skripsiku. Selalu membantu

dalam pencarian penelitianq juga, selalu ikut repot buat mondar-mandir

kesana kesini juga, terima kasih hubbyku sayang. Hubbyku juga kudu cepet

selesai ngerjain skripsinya yaa. Doaku dan doamu akan selalu didengar dan

diberikan yang terbaik oleh Tuhan. God Bless You

To Daddy and Mommy Oky

Om dan Tante.. Terima Kasih ya terutama untuk doa dan semangatnya. Om

sama tante sudah mutia anggep seperti papa dan mama sendiri. Support

yang kalian berikan sangat berkesan untuk mutia. Makasih tante om. Mutia

sayang sama kalian..

To my Best Friends Teroreth Jungkir Baligh

Mami meyenk (Maria Meilinda), Tancong buntil (Tania R.N), Jupe (Mey

Fitria Z), Sasyong (Marsha F.) banyak-banyak terima kasih ya

teman-temanku..Perjalanan pertemanan kita selama kurang lebih 2tahun kita kenal

bener-bener sangan berkesan dan tidak akan aku lupakan..Semoga tetep

berlanjut sampai kerja dan punya anak ya..Love you my best friends..

(8)

Buat semua orang yang Mutiara kenal maaf gag bisa disebutin satu-satu.

Memeku Prita, Anindita UWM, Annisa yang di Batam, buat keluarga

Marching Band GWA aku akan selalu kangen buat ikut latihan CG

hehehhee dan semua yang kenal dech.. Thank you so much buat doa dan

supportnya ya..

Semoga Tuhan YME melimpahkan rahmat serta karuniaNya atas

jasa-jasanya yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Karena

apabila terdapat kekurangan didalam menyusun skripsi ini, peneliti dengan senang

hati menerima segala saran dan kritik demi sempurnanya skripsi ini.

Surabaya,

Desember

2010

Penulis

(9)

HALAMAN PERSETUJUAN……….. ii

KATA PENGANTAR………... iii

DAFTAR ISI……….. vi

DAFTAR GAMBAR……….. ix

DAFTAR LAMPIRAN……… x

ABSTRAKSI……… xi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah………. 1

1.2

Perumusan Masalah………... 16

1.3

Tujuan Penelitian………... 17

1.4

Manfaat Penelitian ……….... 17

1.4.1. Kegunaan Teoritis……….. ...17

1.4.2. Kegunaan Praktis……….... 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori……….. 18

2.1.1. Media Cetak………... 18

2.1.2. Majalah………... 18

2.1.3. Representasi………... 19

2.1.4. Kredibilitas………. 22

2.1.5. Hukum………... 24

2.1.6. Hukum dan Peradilan di Indonesia……… 26

2.1.7. Pengadilan……….. 27

2.1.8. Peradilan………. 28

(10)

2.1.9. Lemahnya Penegakan Hukum di Indonesia…………... 29

2.1.10 Permasalahan Hukum di Indonesia……… 30

2.1.11. Korupsi………. 33

2.1.12. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)………... 36

2.1.13. Iklan Layanan Masyarakat……… 37

2.1.14. Konsep Makna………. 38

2.1.15. Pemaknaan Warna………... 41

2.1.16. Karikatur……….. 45

2.1.17. Semiotika………. 46

2.1.18. Semiotik Charles Sanders Peirce………. 47

2.2. Kerangka Berpikir………. 51

BAB III METODE PENELITIAN

3.1.

Metode

Penelitian……….

53

3.2. Kerangka Konseptual……… 54

3.2.1.

Corpus………

54

3.2.2. Unit Analisis………... 55

3.2.2.1. Ikon (icon)……… 55

3.2.2.2. Indeks (index)………... 56

3.2.2.3. Simbol (symbol)………... 56

3.3. Teknik Pengumpulan Data………. 56

3.4. Teknik Analisis Data……….. 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian………..……….... 60

4.1.1. Sejarah Majalah Tempo………...………....…. 60

4.1.2. Pemaknaan Terhadap Karikatur

“Kredibilitas Penegak Hukum” ………...…………....…. 65

4.2. Penyajian dan Analisis Data………...………... 66

4.2.1 Klasifikasi Tanda ………...70

4.3. Analisis Pemaknaan Karikatur

“Kredibilitas Penegak Hukum”………...…... 72

4.3.1.

Ikon………...…..73

(11)

4.4. Makna Keseluruhan Pemaknaan Representasi “Kredibilitas

Penegak Hukum” di Indonesia pada Karikatur Majalah Tempo

edisi 09-15 Agustus 2010……….. 94

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ……….. 100

5.2. Saran ………...…. 102

DAFTAR PUSTAKA………... 103

LAMPIRAN………... 105

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Model Semiotik Peirce……….. 49

Gambar 2.2 Model Kategori Tanda Oleh Peirce……….

50

Gambar 2.3 Kerangka Berpikir………. 52

Gambar 4.1 Gambar Karikatur “Kredibilitas Penegak Hukum”

dalam kategori tanda Pierce ………...…... 69

(13)

Halaman

Lampiran 1

Gambar Karikatur “Kredibilitas Penegak Hukum”

di Indonesia……….. 105

                       

(14)

xi

 

ABSTRAKSI

Mutiara Ayu Martoyo Putri, Representasi “Kredibilitas Penegak Hukum” di

Indonesia pada Karikatur Majalah Tempo Edisi 09-15 Agustus 2010 (Studi

Semiotik Representasi “Kredibilitas Penegak Hukum” di Indonesia pada

Karikatur Iklan Layanan Masyarakat Majalah Tempo Edisi 09-15 Agustus

2010 ).

Negara Indonesia saat ini memiliki sistem hukum yang sangat lemah.

Dengan adanya fenomena yang terjadi saat ini yaitu dengan banyaknya para

penegak hukum yang begitu mudahnya menerima suap dari berbagai kalangan

masyarakat dan tidak memperdulikan lagi hukum yang sudah dibuat untuk

ditegakkan. Maka tak heran perilaku suap-menyuap di negeri ini menjadi budaya

yang dilestarikan. Hukum pun bisa dipermainkan oleh penguasa atau mereka yang

punya uang yang menjadikannya berkuasa. Dengan uang dan kekuasaan hukum

bisa mengubah yang salah jadi benar dan yang benar disalahkan. Bahkan, dengan

uang dan kekuasaan para penguasa dan pengusaha korup ini tak tersentuh oleh

hukum.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Representasi dari

Kredibilitas Penegak Hukum pada Karikatur Majalah Tempo edisi 09-15 Agustus

2010.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Semiotika Charles

Sanders Peirce. Dalam semiotik Peirce membagi antara tanda dan acuannya

tersebut menjadi tiga kategori yaitu ikon, indeks, dan simbol.

Teknik analisis data dalam penelitian ini yaitu analisis semiotika pada

corpus penelitian pada Karikatur “Kredibilitas Penegak Hukum” setelah melalui

tahapan pengkodean maka selanjutnya peneliti akan menginterpretasikan

tanda-tanda tersebut untuk diketahui maknanya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kredibilitas yang berarti kualitas

dan kekuatan seorang hakim untuk suatu kepercayaan sangat sulit lagi untuk

ditemukan. Banyak dari penegak hukum terutama hakim saat ini untuk bersikap

jujur dan menjalankan tugasnya sesuai dengan hukum yang sudah ditegakkan.

Karena saat ini yang mempunyai uang banyaklah yang berkuasa dan yang miskin

akan selalu lemah dan tertindas. Hanya dengan segenggam uang hukum dapat

dibeli dan dinikmati secara pribadi tanpa harus melihat mana yang benar dan yang

salah.

(15)

1

1.1 Latar Belakang Masalah

Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan

pesan dari komunikator kepada khalayak. Masyarakat haus akan informasi,

sehingga media massa sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Media massa

terdiri dari media massa cetak dan media massa elektronik. Media massa

cetak terdiri dari majalah, surat kabar, dan buku. Sedangkan media massa

elektronik terdiri dari televisi, radio, film, internet, dan lain-lain. Media

cetak seperti majalah, surat kabar, dan buku justru mampu memberikan

pemahaman yang tinggi kepada pembacanya, karena ia sarat dengan analisa

yang mendalam dibanding media lainnya (Cangara,2005 : 128).

Ada beberapa pakar psikologi memandang bahwa dalam komunikasi

antar manusia media yang paling dominan dalam berkomunikasi adalah

panca indera manusia seperti mata dan telinga. Pesan-pesan yang diterima

panca indera selanjutnya diproses dalam pikiran manusia untuk mengontrol

dan menentukan sikapnya terhadap suatu hal sebelum dinyatakan dalam

tindakan. Media cetak sebagai salah satu media massa memiliki fungsi

utama yaitu memberikan informasi kepada khalayak. Media cetak

khususnya majalah berbentuk seperti buku. Memiliki kualitas yang baik dan

dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama sehingga informasi yang

(16)

Kehadiran media massa merupakan salah satu gejala yang menandai

kehidupan masyarakat modern dalam menyampaikan informasinya, media

mempunyai cara pengemasan yang fariatif dan beragam yang disesuaikan

dengan segmentasi, konsumen, orientasi internal diri media itu sendiri dan

banyak faktor-faktor kepentingan yang lain.

Media massa merupakan bidang kajian yang kompleks, media massa

bukan berarti hanya satu variasi media yang menyajikan informasi kepada

khalayak, tetapi khalayak juga yang menggunakan media untuk

mendapatkan informasi, ada juga yang menggunakan media untuk

mendapatkan hiburan atau mengisi waktu.

Media massa adalah penyaji realita. Para pengelola media massa di

ibaratkan koki yang memproses peristiwa menjadi berita, features,

investigative reporting, artikel, dialog interaktif, gambar bergerak dan suara

penyiar untuk disajikan kepada khalayak. Sang koki seharusnya merujuk

pada fakta, akurasi, aktualitas, kaidah bahasa dan etika. Namun ia boleh

memasukkan subyetivitas dengan menentukan mana yang diletakkan pada

bagian yang “sangat penting” agar mendapat perhatian dan minat khalayak

(Pareno, 2005 : 6).

Media massa menurut Defleur dan Denia merupakan suatu alat yang

digunakan untuk komunikasi dalam penyampaian pesan yang

ditransmisikan dengan menggunakan suatu tehnologi, dimana sasaran media

tersebut merupakan khalayak yang besar dan misal yang menyimak dan

(17)

Fungsi media massa menurut Jay Black dan F.C Whitney, yaitu

media massa memberikan hiburan, melakukan persuasi dan sebagai

transmisi budaya atau tempat berlalunya nilai-nilai budaya dan sosial diluar

kita (Winarso, 2005 : 28). Fungsi media massa secara umum dalam berbagai

wacana ada empat fungsi yaitu fungsi penyalur informasi, fungsi untuk

mendidik, fungsi untuk menghibur dan fungsi untuk mempengaruhi.

Keempat fungsi tersebut sangat melekat erat dalam media massa secara utuh

dan fungsi-fungsi tersebut saling berhubungan, mempengaruhi atau

mendukung satu dengan yang lainnya sehingga pelaksanaannya harus

dilakukan secara bersama-sama, tanpa mengesampingkan salah satu

diantaranya.

Media cetak bisa dipakai untuk mentransmisikan warisan sosial dari

satu generasi ke generasi berikutnya. Karena memiliki kemampuan

membawa pesan yang spesifik dengan penyajian yang mendalam. Majalah

berbentuk seperti buku yang mempunyai kualitas permanent sehingga bisa

disimpan dalam waktu yang lama.

Majalah yang ada saat ini, seiring dengan perkembangan jaman telah

mengalami banyak kemajuan. Jika pada mulanya kehadiran majalah dalam

bentuk cetak sederhana, dicetak diatas kertas dengan kualitas apa adanya.

Maka saat ini hadir dalam bentuk dan sajian yang lebih bagus dan menarik.

Karena dicetak dengan kualitas yang tinggi. Macam-macam majalah yang

beredar saat ini sangat beraneka ragam seperti majalah anak-anak, remaja,

(18)

jumlah majalah yang beredar di masyarakat secara otomatis akan membuat

pembaca menjadi selektif dalam memilih majalah sesuai dengan kebutuhan

mereka akan informasi dan hiburan, baik majalah dalam negeri maupun

majalah luar negeri.

Majalah merupakan media yang terbit secara berkala, yang isinya

meliputi bermacam-macam artikel, cerita, gambar dan iklan (Djuroto, 2002 :

32). Majalah mempunyai fungsi menyebarkan informasi yang ada disekitar

lingkungan masyarakat. Dalam buku Desain Komunikasi Visual, Kusmiati

(1999:36), mengatakan bahwa Visualisasi adalah cara atau sarana untuk

membuat sesuatu yang abstrak menjadi lebih jelas secara visual yang

mampu menarik emosi pembaca, dapat menolong seseorang untuk

menganalisa, merencanakaan dan memutuskan suatu problema dengan

mengkhayalkannya pada kejadian yang sebenarnya. Media verbal gambar

merupakan media yang paling cepat untuk menanamkan pemahaman.

Informasi bergambar lebih disukai dibandingkan dengan informasi tertulis

karena menatap gambar jauh lebih mudah dan sederhana. Gambar berdiri

sendiri, memiliki subjek yang mudah dipahami dan merupakan “symbol”

yang jelas dan mudah dikenal (Waluyanto, 2000:128).

Karikatur sebagai wahana penyampai kritik sosial seringkali kita

temui didalam berbagai media cetak, di dalam media ini karikatur menjadi

pelengkap terhadap tajuk rencana, opini, serta artikel pilihan lainnya.

Keberadaannya biasanya disajikan sebgai selingan atau dapat dikatakan

(19)

artikel-artikel yang lebih serius dengan sederetan huruf yang cukup

melelahkan mata dan pikiran. Meskipun sebenarnya pesan-pesan yang

disampaikan dalam sebuah karikatur sama seriusnya dengan pesan-pesan

yang disampaikan lewat berita dan artikel namun pesan-pesan dalam

karikatur lebih mudah dicerna karena sifatnya yang menghibur. Seringkali

gambar itu terkesan lucu dan menggelikan sehingga membuat kritikan yang

disampaikan oleh karikatur tidak begitu dirasakan melecehkan atau

mempermalukan.

Kesengajaan dalam membentuk sebuah pesan menggunakan bahasa

simbol atau non verbal ini juga bukanlah tanpa maksud, penggunaan bentuk

non verbal dalam karikatur lebih diarahkan kepada pengembangan

interpretasi oleh pembaca secara kreatif, sebagai respon terhadap apa yang

diungkapan melalui karikatur tersebut. Dengan kata lain, meskipun dalam

suatu karya karikatur terdapat ide dan pandangan-pandangan seorang

karikaturis, namun melalui suatu proses interpretasi muatan makna yang

terkandung didalamnya akan dapat berkembang secara dinamis, sehingga

dapat menjadi lebih kaya serta lebih dalam pemaknaannya.

Memahami makna karikatur sama rumitnya dengan membongkar

makna sosial dibalik tindakan manusia, atau menginterpretasikan maksud

dari karikatur sama dengan menafsirkan tindakan sosial. Menurut Heru

Nugroho, bahwa dibalik tindakan manusia ada makna yang harus ditangkap

dan dipahami, sebab manusia melakukan interkasi sosial melalui saling

(20)

Dalam sebuah karikatur yang baik, kita menemukan perpaduan dari

unsur-unsur kecerdasan, ketajaman dan ketepatan berpikir secara kritis serta

ekspresif melalui seni lukis dalam menanggapi fenomena permasalahan

yang muncul dalam kehidupan masyarakat luas, yang secara keseluruhan

dikemas secara humoris. Dengan demikian memahami karikatur juga perlu

memiliki referensi-referensi sosial agar mampu menangkap pasan yang

ingin disampaikan oleh karikaturisnya. Tokoh, isi, maupun metode

pengungkapan kritik yang dilukiskan secara karikatural sangat bergantung

pada isu besar yang berkembang yang dijadikan headline.

Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa karikatur merupakan salah satu

wujud lambang (symbol) atau bahasa visual yang keberadaannya

dikelompokkan dalam kategori komunikasi non verbal dan dibedakan

dengan bahasa verbal yang berwujud tulisan atau ucapan. Karikatur

merupakan ungkapan ide dan pesan dari karikaturis kepada publik yang

dituju melalui simbol yang berwujud gambar, tulisan dan lainnya.

Gagasan menampilkan tokoh atau simbol yang realistis diharapkan

membentuk suasana emosional, karena gambar lebih mudah dimengerti

dibandingan tulisan. Sebagai sarana komunikasi, gambar merupakan pesan

non verbal yang dapat menjelaskan dan memberikan penekanan tertentu

pada isi pesan. Gambar dalam karikatur dangat berpengaruh, karena gambar

lebih mudah diingat daripada kata-kata, paling cepat pemahamannya dan

mudah dimengerti. Karena terkait dengan maksud pesan yang terkadung

(21)

kekuatan berupa fleksibilitas yang tinggi untuk menghadirkan bentuk atau

perwujudan gambar menurut kebutuhan informasi visual yang diperlukan.

Simbol atau tanda pada sebuah karikatur mempunyai makna yang dapat

digali kandungan faktualnya. Dengan kata lain, bahasa simbolis

menciptakan situasi yang simbolis pula. Dimana didalamnya terkandung

makna, maksud dan arti yang harus diungkap.

Simbol pada gambar merupakan simbol yang disertai maksud (signal).

Sobur (2003:163) menyatakan bahwa pada dasarnya simbol adalah sesuatu

yang berdiri atau ada untuk sesuatu yang lain, kebanyakan di antaranya

tersembunyi atau tidak jelas. Sebuah symbol dapat berdiri untuk institusi,

ide, cara berpikir, harapan dan banyak hak lain.

Dapat disimpulkan bahwa simbol atau tanda pada sebuah gambar

memiliki makna yang dapat di gali. Dengan kata lain, bahasa simbolis

menciptakan situasi yang simbolis pula. Atau memiliki sesuatu yang pasti

diungkap maksud dan artinya.

Karikatur sebenarnya memiliki arti sebagai gambar yang

didistorsikan, diplesetkan atau dipelototkan secara karakteristik tanpa

bermaksud melecehkan si pemilik wajah. Karikatur membangun masyarakat

melalui pesan-pesan sosial yang dikemas secara kreatif dengan pendekatan

simbolis. Jika dilihat dari wujudnya, karikatur mengandung tanda-tanda

komunikatif. Lewat bentuk-bentuk komunikasi itulah pesan tersebut

menjadi bermakna. Disamping itu, gabungan antara tanda dan pesan yang

(22)

Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji tanda verbal (terkait dengan judul,

subjudul dan teks) dan tanda visual (terkait dengan ilustrasi, logo, tipografi

dan tata visual) karikatur dengan pendekatan semiotika.

Sementara itu, pesan yang dikemukakan dalam pesan karikatur,

disosialisasikan kepada khalayak sasaran melalui tanda. Secara garis besar,

tanda dapat dilihat dari dua aspek, yaitu tanda verbal dan tanda visual.

Tanda vebal akan didekati dari ragam bahasanya, tema dan pengertian yang

didapatkan, sedangkan tanda visual akan dilihat dari cara

menggambarkannya apakah secara ikon, indeks maupun simbolis.

Hal tersebut tercermin pada Karikatur Layanan Masyarakat pada

Majalah Tempo edisi 09-15 Agustus 2010 mengenai Kredibilitas Penegak

Hukum yang saat ini bisa dibilang tidak bisa dipercaya lagi kebenarannya

sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku di Indonesia. Iklan Layanan

Masyarakat ini menyampaikan pesan bahwa “Keadilan Tak Berpihak,

Keadilan Tak Bisa Dibeli”. Pesan ini menyampaikan bahwa keadilan tidak

bisa disuap, memberikan keputusan yang benar adalah menjadi hal yang

terbaik. Keadilan juga tidak memihak siapapun, semuanya harus

berdasarkan hukum secara tertulis.

Nyaris setahun terakhir ini, kondisi peradilan di Indonesia menjadi

sorotan banyak pihak akibat berbagai kasus yang mencuat. Persoalan

makelar kasus, korupsi dan suap yang melibatkan penegak hukum, serta

(23)

menyisakan ketakutan dalam hati setiap warga masyarakat Indonesia.

Karena itu, sebagai lembaga independen yang bertugas mengawasi jalannya

peradilan di Indonesia, Komisi Yudisial kembali menegaskan status dan

wewenang yang ada sesuai dengan undang-undang. Dilihat dari

kewenangan yang diberikan oleh konstitusi setidaknya ada dua tugas

Konstitusi Yudisial yaitu sebagai lembaga pengawas peradilan.

Undang-Undang Dasar amandemen ketiga pasal 24B menyebutkan dengan jelas

bahwa Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan

pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka

menjaga dan menegakkan kehormatan keluhuran martabat, serta perilaku

hakim. (majalah Tempo Rubrik Komisi Yudisial edisi 09-15 Agustus 2010).

Menjadi penegak hukum yang terpilih tidaklah mudah, mereka yang

akan mengabdi kepada kebenaran hukum ini harus melalui seleksi

persyaratan yang ketat. Yang bisa menjadi nomine hakim terbaik adalah

mereka yang telah bekerja sebagai hakim lebih dari lima tahun, tidak pernah

tersangkut penyalahgunaan kode etik, pernah menangani kasus yang

menyita perhatian publik, punya terobosan dalam pertimbangan hukum, dan

bersih. Singkatnya, integritas calon penegak hukum haruslah teruji dan

diakui. Peserta seleksi calon hakim agung tidka bisa datang dari usulan

mereka sendiri, tidak seperti seleksi anggota lembaga negara lainnya. Para

calon hakim agung ini mesti diusulkan oleh pihak lain. Proses seleksi hakim

agung ini memang sangat ketat, karena calon hakim agung yang terpilih

(24)

10 

sehingga penegakkan hukum dan keadilan yang kita harapkan dapat segera

terwujud (majalah Tempo Rubrik Komisi Yudisial edisi 09-15 Agustus

2010).

Dilihat dari fenomena yang ada saat ini keseriusan aparat pun

dipertanyakan dalam memproses hukum orang-orang yang terlibat.

Kebenaran dan keadilan pun dipertanyakan dalam memproses hukum

orang-orang yang terlibat. Keadilan ini memiliki dengan dua timbangan seimbang

melambangkan bahwa hukum dibuat untuk menciptakan keteraturan dalam

lingkungan sosial. Aturan mencakup semua aspek kehidupan berdasarkan

norma, etika, adat istiadat, dan pandangan logis. Kenyataan di lapangan

aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim, dan pengacara sering

main mata. Keberadaan pengadilan hanya formalitas untuk legalitas vonis

yang sudah tidak murni lagi. Jatuhnya vonis pengadilan bisa diatur sesuai

imbalan yang diberikan. Jangan heran bila banyak terdakwa yang terlibat

kasus kelas kakap mendapat vonis ringan bahkan bebas. Hukum berlaku

tegas, keras, dan memaksa kepada masyarakat lemah yang buta hukum.

Jauh dari itu aparat sering menindas masyarakat dengan memanfaatkan

faktor kebutaan pengetahuan tentang hukum. Berbanding 180 derajat hukum

melempem menghadapi orang dengan kekuatan kekuasaan dan financial

besar. Patokan palu hakim terdengar manis bagi pembeli keputusan dan

terdengar pahit bagi pencari kebenaran hakiki. Karena itu, masyarakat

(25)

(http://kampus.okezone.com/index.php/ReadStory/2009/12/24/95/287881/9

5/palu-hakim-untuk-siapa ).

Mereka menganggap mengurus suatu perkara sama dengan

buang-buang uang, tenaga, waktu, dan membuka pintu penjara sendiri. Palu meja

hijau selalu bermata hijau kepada limpahan uang sehingga uang adalah raja

dan keadilan keberpihakan kepada uang. Kerjasama antara polisi, jaksa,

hakim, dan pengacara dalam bersandiwara di pengadilan sudah berlangsung

lama. Mereka hidup disana, mereka membawa nama besar institusi penegak

hukum, dan mereka pula yang mencoreng-coreng muka sistem peradilan.

Image kotor ini karena aparat tunduk pada kekuasaan dan materi belaka.

Sedangkan keadilan untuk rakyat kecil diabaikan. Keadilan telah

bermetamorfosa menjadi barang langka dengan melawan common sense

(proses politik yang dipenuhi dengan hal-hal yang logis dan bisa dinalar

secara sederhana oleh “subjek sadar” secara luas dan umum). Pengadilan

bahkan lebih banyak mengorbankan kebaikan dan fakta kebenaran,

meringankan timbangan kesalahan dan menghilangkan fakta kebenaran

merupakan perilaku tercela yang merendahkan martabat pengadilan.

(http://kampus.okezone.com/index.php/ReadStory/2009/12/24/95/287881/9

5/palu-hakim-untuk-siapa ).

Berbicara tentang relasi antara hukum dan politik adalah berbicara

bagaimana hukum bekerja dalam sebuah situasi politik tertentu. Dalam hal

ini yang dimaksud adalah hukum sebagai perwujudan dari nilai-nilai yang

(26)

12 

demikian idealnya hukum dibuat dengan mempertimbangkan adanya

kepentingan untuk mewujudkan nilai-nilai keadilan tersebut. Dengan

ciri-ciri mengandung perintah dan larangan, menuntut kepatuhan dan adanya

sangsi, maka hukum yang berjalan akan menciptakan ketertiban dan

keadilan di masyarakat. Hukum sebagai salah satu kaidah yang dipositifkan

secara resmi oleh penguasa negara adalah sebuah produk dari kegiatan

politik, yang dapat terbaca dari konteks dan kepentingan yang melahirkan

hukum itu dan bagaimana hukum tersebut dijalankan. Berbeda dengan

kaidah agama yang didasarkan pada ketaatan individu pada Tuhan atau

kaidah kesusilaan dan kesopanan yang didasarkan pada suara hati atau

dasar-dasar kepatutan dan kebiasaan, kaidah hukum dibuat untuk

memberikan sangsi secara langsung yang didasarkan pada tindakan nyata

atas apa yang disepakati/ditetapkan sebagai bentuk-bentuk pelanggaran

berdasarkan keputusan politik.

Dengan dasar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keadilan akan

dapat terwujud apabila aktifitas politik yang melahirkan produk-produk

hukum memang berpihak pada nilai-nilai keadilan itu sendiri. Terlepas

bahwa dalam proses kerjanya lembaga-lembaga hukum harus bekerja secara

independen untuk dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum,

dasar dari pembentukan hukum itu sendiri yang dilakukan oleh

lembaga-lembaga politik juga harus mengandung prinsip-prinsip membangun

(27)

Beberapa contoh bahwa saat ini terjadi kekotoran institusi penegakan

hukum adalah terjadinya korupsi. Korupsi sampai saat ini semakin lama

semakin merajalela dikalangan pengusaha besar maupun untuk

oknum-oknum pemerintahan itu sendiri. Salah satu contoh kasus korupsi yang

sedang hangat-hangatnya adalah kasus penanganan kasus money laundring

oknum pegawai pajak bernama Gayus Halomoan Tambunan. Gayus telah

dijerat dengan tiga pasal berlapis yakni pasal korupsi, pencucian uang, dan

penggelapan. Karena Gayus seorang pegawai negeri yang hanya golongan

III A dan memiliki dana Rp. 25 miliar di Bank Panin. Sangat tidak mungkin

dan tidak logis jika Gayus memiliki uang sebanyak itu. Setelah diteliti oleh

jaksa, terbukti terindikasi kejahatan dan dapat dilimpahkan ke Pengadilan,

yaitu penggelapannya. terkait dana Rp.25 milliar itu tidak dapat dibuktikan

sebab dalam penelitian ternyata uang sebesar itu merupakan produk

perjanjian Gayus dengan Andi Kosasih. Pengusaha garmen asal Batam ini

mengaku pemilik uang senilai hampir Rp.25 miliar di rekening Bank Panin

milik Gayus. Kasus korupsi lainnya adalah jaksa agung Syahril Johan

dituntut hukuman dua tahun penjara dan denda 75 juta rupiah, dalam sidang

kasus dugaan mafia hukum yang mendudukkannya di kursi terdakwa di

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Karena berdasarkan fakta di

persidangan, Syahril Johan terlibat dalam kasus suap dengan menyerahkan

uang sebesar 500 juta rupiah, dari kuasa hukum pemilik PT HU, Haposan

Hutagalung kepada mantan Kabareskrim Komjen Polisi Susno Duaji untuk

(28)

14 

oleh Haposan untuk menyampaikan pesan kepada Susno terkait kasus pajak

Gayus Tambunan.

Dengan adanya kasus-kasus korupsi yang sudah menjadi kegiatan

kebiasaan ini dikarenakan adanya kenakalan para penegak hukum dan

adanya permainan dari keterlibatan penegak hukum dengan para pejabat

tinggi atau pemerintahan. Masyarakat Indonesia menantikan langkah

konkret rehabilitasi kekotoran institusi penegakan hukum. Pertama,

pengadilan sebagai institusi netral harus menegakkan independensi. Kedua,

pengadilan menggunakan dua mata keadilan dalam menilai kebenaran dan

kebohongan. Ketiga, institusi ini harus menimbang tinggi kejujuran fakta

sehingga keadilan bisa diperoleh siapapun. Terakhir, penegak hukum harus

memenangkan kebenaran dan menghukum tegas kebatilan.

Seiring dengan maraknya kasus korupsi yang semakin melebar,

masyarakat sangat merasa resah dan marah. Masyarakat selalu

mengungkapkan rasa resahnya dengan melakukan pemberontakan secara

langsung. Contohnya dengan demonstrasi, banyak sekali masyarakat sering

menyampaikan pendapatnya kepada pemerintah dengan cara demonstrasi

tersebut.

Tidak hanya itu saja, masyarakat maupun pegawai jika merasa tidak

puas dengan keadaan yang telah dijalaninya dan butuh perubahan. Mereka

pun mengikuti cara pemberontakan secara langsung yaitu dengan

demonstrasi. Seperti masyarakat dengan pemerintahan, pegawai dengan

(29)

Berdasarkan fenomena diatas maka peneliti ingin merepresentasikan

“Kredibilitas Penegak Hukum” di Indonesia yang dapat dipercaya, jujur,

tidak menerima suapan, dapat memberikan kebenaran sesuai hukum yang

berlaku, adil dan bersih. Dalam Iklan Layanan Masyarakat ini penulis

berharap dapat menyampaikan pesan kepada masyarakat di Indonesia bahwa

Keadilan tidak dapat dibeli dan Keadilan tidak memihak siapapun.

Melalui pendekatan teori semiotika diharapkan karikatur mampu

diklasifikasikan berdasarkan tanda, kode, dan makna yang terkandung di

dalamnya. Dengan demikian dapat ditemukan kejelasan mengenai

pertimbangan-pertimbangan estetik pada karikatur dipandang dari hubungan

antara tanda dan pesan. Dengan pendekatan teori semiotika diharapkan

dapat diketahui dasar keselarasan antara verbal dengan tanda visual untuk

mendukung kesatuan penampilan karikatur serta mengetahui hubungan

antara jumlah muatan isi pesan (verbal dan visual) dengan tingkat kreatifitas

pembuatan desain karikatur.

Sementara itu, pesan yang dikemukakan dalam pesan karikatur,

disosialisasikan kepada khalayak sasaran melalui tanda. Secara garis besar,

tanda dapat dilihat dari dua aspek, yaitu tanda verbal dan tanda visual.

Tanda verbal akan didekati dari ragam bahasanya, tema, dan pengertian

yang didapatkan. Sedangkan tanda visual akan dilihat dari cara

menggambarkannya, apakah secara ikonis, indeksikal, atau simbolis, dan

bagaimana cara mengungkapkan idiom estetiknya dimana hal tersebut

(30)

16 

dilihat dan dibaca dari dua aspek secara terpisah, kemudian diklasifikasikan

dan dicari hubungan antara yang satu dengan lainnya.

Peneliti memilih majalah Tempo karena melihat dari sejarah dari

majalah Tempo ini telah memiliki keberanian yang sangat kritis dalam

mengangkat fenomena-fenomena yang berkaitan dengan permasalahan

poleksusbudhankam. Salah satunya tentang tokoh-tokoh politik nasional,

dengan adanya penyampaian pesan lewat karikatur akan didapatkan persepsi

yang berbeda-beda dari khalayak sasaran yang memaknainya. Contohnya

yaitu adalah salah satu rubrik liputan khusus terlipih majalah Tempo yang

mengangkat Hakim-Hakim Pilihan Tempo. Liputan khusus ini sangat tidak

mudah menjalaninya seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami, karena

tim ini harus mencari hakim-hakim diseluruh Indonesia yang terbaik dan

benar-benar terpilih. Butuh waktu 8 bulan untuk dapat menyelesaikan

pekerjaan liputan khusus ini.

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk

melakukan sebuah studi yang bertujuan untuk melakukan sebuah studi

semiotika untuk mengetahui Representasi “Kredibilitas Penegak Hukum” di

Indonesia pada Karikatur Iklan Layanan Masyarakat Majalah Tempo Edisi

09-15 Agustus 2010).

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka

(31)

Representasi “Kredibilitas Penegak Hukum” di Indonesia pada Karikatur

Iklan Layanan Masyarakat Majalah Tempo Edisi 09-15 Agustus 2010).

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai penelitian ini adalah untuk mengetahui

bagaimanakah Representasi “Kredibilitas Penegak Hukum” di Indonesia

pada Karikatur Iklan Layanan Masyarakat Majalah Tempo Edisi 09-15

Agustus 2010).

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Kegunaan Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan atas wawasan

serta bahan referensi bagi mahasiswa komunikasi pada jenis penelitian

semiotika, serta seluruh mahasiswa pada umumnya agar dapat

diaplikasikan untuk perkembangan ilmu komunikasi pada masa

mendatang.

2. Kegunaan Praktis

Diharapkan dapat menjadi kerangka acuan bagi pihak Editor untuk

menghasilkan karikatur yang lebih inovatif dan variatif dalam

menggambarkan realitas kehidupan, cermin budaya masyarakat,

(32)

18 

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Media Cetak

Secara garis besar media massa dapat dibedakan menjadi dua, yakni media

massa cetak dan media massa elektronik. Media massa cetak maupun media

massa elektronik merupakan media massa yang banyak digunakan oleh

masyarakat di berbagai lapisan social terutama di masyarakat kota. Keberadaaan

media massa seperti halnya pers, radio, televisi, film dan lain-lain, tidak terlepas

kaitannya dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. media

massa dapat menjadi jembatan yang menghubungkan komunikator dengan

komunikan yang melintasi jarak, waktu, bahkan lapisan sosial dalam masyarakat

(Sugiharti, 2000:3).

Media cetak dalam hal ini adalah suatu bentuk media yang statis yang

mengutamakan pesan-pesan visual. Media ini terdiri dari lembaran dengan

sejumlah kata, gambaran atau foto dalam tata warna dan halaman putih (Kasali,

1992:99).

2.1.2. Majalah

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, Majalah adalah terbitan berkala

yang isinya meliputi berbagai liputan jurnalistik, informasi yang patut diketahui

oleh konsumen pembaca, artikel, sastra, dan sebagainya yang menurut kala  

(33)

terbitnya dibedakan atas majalah bulanan, majalah tengah bulanan, majalah

mingguan dan sebagainya.

Majalah lazimnya berjilid, sampul depannya dapat berupa ilustrasi foto,

gambar atau lukisan tetapi dapat pula berisi daftar isi atau artikel utama serta

kertas yang digunakan lebih mewah dari surat kabar. Majalah sebagai salah satu

bentuk dari media massa yang snagat perlu diperhatikan keheterogenan pembaca

yang merupakan ciri dari komunikasi massa. Majalah adalah terbitan berkala yang

berita bacaannya ditujukan untuk umum dan ditulis oleh beberapa orang dengan

bahasa yang popular sehingga mudah dipahami oleh masyarakat.

Menurut Junaedhie (1991:54), dilihat dari isinya majalah dibagi menjadi 2

jenis, yaitu:

a. Majalah Umum

Majalah yang memuat karangan-karangan, pengetahuan umum, komunikasi

yang menghibur, gambar-gambar, olahraga, film dan seni.

b. Majalah Khusus

Majalah yang hanya memuat karangan-karangan mengenai bidang-bidang

khusus seperti majalah keluarga, politik dan ekonomi.

2.1.3 Representasi

Representasi merupakan tindakan yang menghadirkan sesuatu lewat

sesuatu yang lain diluar dirinya, biasanya berupa tanda atau simbol (Pilang,

2006:24). Representasi adalah proses dan hasil yang memberi makna khusus pada

(34)

20 

abstraknya. Representasi juga berarti sebuah konsep yang digunakan dalam proses

sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia: dialog, tulisan, video,

film, fotografi, berita dsb. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna

melalui bahsa. Ada empat komponen dasar dalam industri media yang mengemas

pesan dan produk:

1. Khalayak yang memperoleh pesan dan mengkonsumsi produk

2. Pesan atau produk itu sendiri

3. Teknologi yang selalu berubah, yang membentuk baik industri maupun

bagaimana pesan tersebut dikomunikasikan

4. Dan penampakan akhir dari produk itu tersebut

Komponen-komponen ini yang secara bersamaan berinteraksi di sekitar

dunia sosial dan budaya, menempati suatu ruang yang diperjuangkan secara terus-

menerus. Perubahan garis bentuk ruang ini dapat menimbulkan pola-pola

dominasi dan representasi yang berbeda-beda.

Menurut Stuart Hall (1977) Representasi adalah salah satu praktek penting

yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat

luas, kebudayaan menyangkut pengalaman berbagi. Seseorang dikatakan berasal

dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada disitu membagi

pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara

dalam bahasanya yang sama dan saling berbagi konsep-konsep yang sama.

Bahasa adalah medium yang menjadi perantara kita dalam memahami

sesuatu, memproduksi dan mengubah makna. Bahasa mampu melakukan semua

(35)

dalam tanda tertulis, lisan atau gambar) kita mengungkapkan pikiran, konsep dan

ide-ide tentang sesuatu, makna sesuatu hal sangat tergantung dari cara kita

merepresentasikannya. Dengan mengamati kata-kata dan image yang kita gunakan

dalam merepresentasikan sesuatu atau bisa terlihat jelas nilai-nilai yang kita

berikan pada sesuatu tersebut.

Untuk menjelaskan bagaimana representasi makna lewat bahasa bekerja,

kita bisa memaknai representasi. Pertama adalah pendekatan reflektif. Disini

bahasa berfungsi sebagai cermin yang merefleksikan makna yang sebenarnya dari

segala sesuatu yang ada didunia. Kedua, pendekatan intensional dimana kita

menggunakan bahasa untuk mengkomunikasikan sesuatu sesuai dengan cara

pandang kita terhadap sesuatu. Sedangkan yang ketiga, adalah pendekatan

konstruksionis, pendekatan ini kita percaya bahwa kita mengkonstruksi makna

lewat bahasa yang kita pakai.

Bagi Stuart Hall, ada dua proses representasi. Pertama, mental yaitu

konsep tentang sesuatu yang ada dikepala kita masing-masing (peta konseptual).

Representasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak. Kedua, bahasa

yaitu berperan penting pada proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada

dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam bahasa yang lazim, supaya kita

dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dan

simbol-simbol tertentu.

Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dini dengan

mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan sistem

(36)

22 

korespondensi antara peta konseptual dengan bahasa atau simbol makna lewat

bahasa. Proses yang menghubungkan ketiga elemen ini secara bersama-sama

itulah yang dinamakan representasi.

(Juliastuti, 2000:http//kunci.or.id/teks/04rep2.htm)

2.1.4 Kredibilitas

Kredibilitas adalah kualitas, kapabilitas, atau kekuatan untuk menimbulkan

kepercayaan. Aplikasi umum yang sah dari istilah kredibilitas berkaitan dengan

kesaksian dari seseorang atau suatu lembaga selama persidangan. Kesaksian

haruslah kompeten dan kredibel apabila ingin diterima sebagai bukti dari sebuah

isu yang diperdebatkan. Kredibilitas dari saksi atau pihak tergantung kepada

kemampuan hakim atau juri (di negara yang menggunakan sistem juri) untuk

mempercayai dan menyakini apa yang ia katakan, dan terkait dengan akurasi dari

kesaksiannya sendiri terhadap logika, kebenarannya, dan kejujuran. Kredibilitas

pribadi tergantung pada kualitas dari seseorang yang akan mengarahkan juri untuk

percaya atau tidak percaya kepada apa yang ia katakan (www.wikipedia.com).

Seorang hakim haruslah independen, tidak memihak kepada siapapun juga

walaupun itu keluarganya, kalau sudah dalam sidang semuanya diperlakukan

sama. Hakim juga adalah pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman

yang syarat dan tata cara pengangkatan, pemberhetian dan pelaksanaan tugasnya

ditentukan oleh undang-undang.  Hakim adalah pegawai negeri sipil yang

mempunyai jabatan fungsional. Kode etik hakim disebut juga kode kehormatan

(37)

Tugas hakim adalah mengkonstatir, mengkwalifisir dan kemudian

mengkonstituir. Apa yang harus dikonstatirnya adalah peristiwa dan kemudian

peristiwa ini harus dikwalifisir, pasal 5 ayat 1 UU. 14/1970 mewajibkan hakim

mengadili menurut hukum. Maka oleh karena itu hakim harus mengenal hukum di

samping peristiwanya.

Hakim harus berpegang kepada Tri Parasetya Hakim Indonesia. Hakim

harus dapat membedakan antar sikap kedinasan sebagai jabatannya sebagai

pejabat negara yang bertugas menegakkan keadilan dengan sikap hidup

sehari-hari sebagai bagian dari keluarga dan masyarakat. Untuk membedakan itu hakim

mempunyai kode etik sendiri bagaimana supaya dia dapat mengambil sikap.

Zaman sekarang kadang-kadang hakim salah menempatkan sikapnya, yang

seharusnya sikap itu harus dilingkungan keluarga, ia bawa waktu persidangan. Ini

tentunya akan mempengaruhi putusan.

Untuk jabatan hakim, Kode Etik Hakim disebut Kode Kehormatan Hakim

berbeda dengan notaris dan advokat. Uraian Kode Etik Hakim meliputi :

1. Etika keperibadian hakim

2. Etika melakukan tugas jabatan

3. Etika pelayanan terhadap pencari keadilan

4. Etika hubungan sesama rekan hakim

5. Etika pengawasan terhadap hakim

Setiap hakim bertanggung jawab atas perbuatannya di bidang hukum

(peradilan). Tanggung jawab tersebut dibedakan antara tanggung jawab

(38)

24 

adalah tanggung jawab hakim kepada penguasa (Negara) karena telah

melaksanakan peradilan berdasarkan perintah undang-undang. Tanggung jawab

moral adalah tanggung jawab hakim selaku manusia kepada Tuhan Yang Maha

Esa yang telah memberinya amanat supaya melaksanakan peradilan berdasarkan

keTuhanan Yang Maha Esa.

Tanggung jawab hakim diwujudkan melalui keputusannya yang baik,

bermutu, dan berdampak positif bagi masyarakat dan Negara. Jika tidak demikian,

maka hakim yang tidak bertanggung jawab akan menanggung segala akibat yang

ditimbulkan oleh keputusannya yang tidak adil itu, baik berupa kebencian

masyarakat, sanksi undang-undang, atau pembalasan dari Tuhan.

(www.fadliyanur.blogspot.com.2008-01.html)

2.1.5 Hukum

Istilah hukum mengandung pengertian yang luas yang meliputi semua

peraturan atau ketentuan baik yang teretulis maupun yang tidak tertulis yang

mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sanksi terhadap pelanggarnya.

Hukum memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan dan

perubahan masyarakat. Ada dua aspek yang menonjol dalam perubahan hukum

dan perubahan masyakat yaitu (Ali, 2002:191) :

1. Sejauh mana perubahan masyarakat harus mendapatkan penyesuaian oleh

hukum. Dengan kata lain, bagaimana hukum menyesuaikan diri dengan

(39)

2. Sejauh mana hukum beperan untuk menggerakan masyarakat menuju suatu

perubahan yang terencana. Disini hukum berperan aktif dan inilah yang sering

disebut sebagai fungsi hukum “a tool of social engineering” sebagai alat

rekayasa masyarakat.

Dalam rangka menjalankan fungsi untuk sebagai “a tool of social

engineering”, hukum sebagai sarana pembangunan, hukum itu menurut Michael

Hager dapat mengabdi pada 3 (tiga) sector utama yaitu (Abdurachman, 1979:21) :

1. Hukum sebagai alat penertib (Ordering)

Dalam rangka penertiban ini hukum dapat menciptakan suatu kerangka bagi

pengambilan keputusan politik dan pemecahan sengketa yang mungkin timbul

melalui suatu hukum secara baik. Ia pun dpat meletakkan dasar hukum

(legitimacy) bagi penggunaan kekuasaan.

2. Hukum sebagai alat penjaga keseimbangan (Balancing)

Fungsi hukum dapat menjaga keseimbangan dan keharmonisan antara

kepentingan negara atau kepentingan umum dan kepentingan perorangan.

3. Hukum sebagai katalisator

Sebagai katalisator hukum dapat membantu untuk memudahkan terjadinya

proses perubahan melalui pembaharuan hukum (Law Reform) dengan bantuan

tenaga kreatif dibidang profesi hukum.

Mengingat fungsi dan peranan hukum yang sangat strategis dalam

pembangunan masyarakat dewasa ini, maka hukum harus menjamin adanya

(40)

26 

2.1.6 Hukum dan Peradilan di Indonesia

Tidak ada negara yang tidak menginginkan adanya ketertiban tatanan di

dalam masyarakat. Setiap negara mendambakan adanya ketenteraman dan

keseimbangan tatanan di dalam masyarakat, yang sekarang lebih populer disebut

“stabilitas nasional”. Kepentingan manusia, baik sebagai individu maupun

kelompok, karena selalu terancam oleh bahaya-bahaya disekelilingnya,

memerlukan perlindungan dan harus dilindungi. Kepentingan manusia akan

terlindungi apabila masyarakatnya tertib dan masyarakatnya akan tertib apabila

terdapat keseimbangan tatanan di dalam masyarakat. Setiap saat keseimbangan

tatanan dalam masyarakat dapat terganggu oleh bahaya-bahaya disekelilingnya.

Dimanapun, lembaga peradilan diharapkan menjadi tempat bagi

masyarakat mendapatkan keadilan dan menaruh harapan. Namun, realitanya jauh

dari harapan. Justru, pengadilan dianggap sebagai tempat yang berperan penting

menjauhkan masyarakat dari keadilan. Orang begitu sinis dan apatis terhadap

lembaga peradilan. Harapan akan memperoleh kebenaran dan keadilan pun pupus

ketika ditemukan adanya permainan sistematis yang diperankan oleh

segerombolan orang yang bernama mafia peradilan. Pengadilan perkara korupsi

mantan Dirut Jamsostek Ahmad Djunaedi yang mengamuk dan berteriak telah

memberikan uang Rp 600 juta kepada jaksa yang sebagiannya, yakni Rp 250 juta

digunakan untuk memesan hakim adalah bukti bahwa keberadaan mafia peradilan

bukanlah isapan jempol.

Disinyalir, menurut hampir semua lapisan aparat penegak hukum terlibat

(41)

sampai di Mahkamah Agung. Daniel Kaufman dalam laporan Bureaucarti

Judiciary Bribery tahun 1998 menyebutkan, korupsi di peradilan Indonesia

memiliki rangking paling tinggi di antara negara-negara seperti Ukraina,

Venezeula, Rusia, Kolombia, Mesir, Yordania, Turki, dan seterusnya.

Tidak hanya itu, saat ini mencari keadilan seperti mencari sebatang jarum

yang hilang dalam tumpukan jerami, rumit, berbelit-belit, penuh tikungan dan

jebakan, yang berujung kekecewaan dan hilangnya kepercayaan masyarakat

terhadap hukum. Menumpuknya belasan ribu perkara di Mahkamah Agung , tidak

hanya menunjukkan banyaknya permasalahan hukum dan kejahatan di negeri ini,

akan tetapi juga karena panjang dan berbelitnya proses peradilan. Inilah

diantaranya penyebab hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap hukum.

Tindakan main hakim sendiri (eigenrechting) yang dilakukan oleh masyarakat

khususnya terhadap kejahatan jalanan (street crimes) adalah bukti

ketidakhormatan dan ketidakpercayaan mereka terhadap hukum (disrespecting

and distrusting the law). (http//ahmardifan.wordpress.com)

2.1.7 Pengadilan

Pengadilan adalah sebuah forum publik, resmi, dimana kekuasaan publik

ditetapkan oleh otoritas hukum untuk menyelesaikan perselisihan dan pencarian

keadilan dalam hal sipil, buruh, administratif, dan kriminal di bawah hukum.

Dalam negara dengan system common law, pengadilan merupakan cara utama

(42)

28 

memiliki hak untuk membawa klaimnya ke pengadilan. Dan juga, pihak tertuduh

kejahatan memiliki hak untuk meminta perlindungan di pengadilan.

(http//id.wikipedia.org/wiki/pengadilan).

2.1.8 Peradilan

Istilah peradilan dan pengadilan berasal dari kata dasar “adil” yang berarti

meletakkan sesuatu pada semestinya. Kata peradilan dan pengadilan mempunyai

arti yang berbeda akan tetapi terkadang dipakai untuk arti yang sama. Peradilan

adalah sebuah sistem aturan yang mengatur agar supaya kebenaran dan keadilan

bisa ditegakkan, sedangkan pengadilan adalah sebuah perangkat organisasi

penyelenggara peradilan, dan pengadilan inilah yang biasa disebut lembaga

peradilan. Sedangkan keadilan hanya bisa dipahami jika ia diposisikan sebagai

keadaan yang hendak diwujudkan oleh hukum. Upaya untuk mewujudkan

keadilan dalam hukum tersebut merupakan proses yang dinamis yang memakan

banyak waktu. Upaya ini seringkali juga didominasi oleh kekuatan-kekuatan yang

bertarung dalam kerangka umum tatanan politik untuk mengaktualisasikannya

(Friedrich, 2004:239).

Orang dapat menganggap keadilan sebagai sebuah gagasan atau realitas

absolute dan mengasumsikannya bahwa pengetahuan dan pemahaman tentangnya

hanya bisa didapatkan secara parsial dan melalui upaya filosofis yang sangat sulit.

Atau orang dapat menganggap keadilan sebagai hasil dari pandangan umum

(43)

mendefinisikan keadilan dalam satu pengertian atau pengertian lain dari

pandangan ini.

Menurut Basri (1996:43) tentang lembaga peradilan menyatakan:

Pembahasan mengenai pengadilan biasanya dilakukan secara preskriptif, atau

“apa yang seharusnya”. Hal itu dilakukan karena peradilan (sebagai institusi atau

pranata hukum) dan pengadilan (sebagai organisasi penyelenggara peradilan)

dipandang sebagai sesuatu yang otonom. Ia dipandang sebagai suatu kesatuan

yang integrasi, yang terdiri atas berbagai unsur yang saling berhubungan dan

saling tergantung. Namun demikian, pembahasan mengenai kekuasaan pengadilan

dapat pula dilakukan secara deskriptif atau “apa yang senyatanya”. Ia didasarkan

pada fakta yang diperoleh dari pelaksanaan kekuasaan pengadilan berhubungan

dengan berbagai macam unsur di luar pengadilan yang beraneka ragam, maka

pengadilan dikemukakan dengan serba “kemungkinan”.

2.1.9 Lemahnya Penegakan Hukum di Indonesia

Presiden SBY pun menyadari betapa lemahnya penegakan hukum di

Tanah Air. “Presiden menyambut baik penelitian yang dilakukan Todung Mulya

Lubis dkk. Presiden sejak awal pemerintahan sudah menyadari lemahnya

penegakan hukum di Indonesia”, kata staf khusus presiden bidang hukum Sardan

Marbun. Hal ini disampaikan dia usai diskusi bertajuk “Reformasi lembaga

peradilan” di Timebreak Cafe, Plaza Semanggi, Jakarta. “Namun saat ini

penegakkan hukum selama SBY memerintah sudah lebih baik. Untuk reformasi

(44)

30 

campur tangan”. Sementara anggota Komisi III DPR Nursjahbani Katjasungkana

menilai survey dari TII merupakan persepsi dari lembaga tersebut.

Praktek-praktek suap di peradilan saat ini masih ada dan dilakukan oleh semua perangkat

peradilan, seperti panitera, hakim, dan jaksa.

(http//www.detiknews.com/read/2007/03/03/193745/749373/10/sby-nyadari-lemahnya-penegakan-hukum-di-tanah-air)

2.1.10 Permasalahan Hukum di Indonesia

Permasalahan hukum di Indonesia terjadi karena beberapa hal, baik dari

sistem peradilannya, perangkat hukumnya, inkonsistensi penegakan hukum,

intervensi kekuasaan, maupun perlindungan hukum . Diantara banyaknya

permasalahan tersebut, satu hal yang sering dilihat dan dirasakan oleh masyarakat

awam adalah adanya inkonsistensi penegakan hukum oleh aparat. Inkonsistensi

penegakan hukum ini kadang melibatkan masyarakat itu sendiri, keluarga,

maupun lingkungan terdekatnya yang lain (tetangga, teman, dan sebagainya).

Namun inkonsistensi penegakan hukum ini sering pula mereka temui dalam media

elektronik maupun cetak, yang menyangkut tokoh-tokoh masyarakat (pejabat,

orang kaya, dan sebagainya). Inkonsistensi penegakan hukum ini berlangsung dari

hari ke hari, baik dalam peristiwa yang berskala kecil maupun besar. Peristiwa

kecil bisa terjadi pada saat berkendaraan di jalan raya. Masyarakat dapat melihat

bagaimana suatu peraturan lalu lintas (misalnya aturan three-in-one di beberapa

ruas jalan di Jakarta) tidak berlaku bagi anggota TNI dan POLRI. Polisi yang

(45)

tersebut berpenumpang kurang dari tiga orang dan kadang malah disertai

pemberian hormat apabila kebetulan penumpangnya berpangkat lebih tinggi.

Contoh peristiwa klasik yang menjadi bacaan umum sehari-hari adalah :

koruptor kelas kakap dibebaskan dari dakwaan karena kurangnya bukti, sementara

pencuri ayam bisa terkena hukuman tiga bulan penjara karena adanya bukti nyata.

Sehingga dapat di katakan aparat penegak hukum (hakim, jaksa, polisi, advokat)

juga mudah atau dimudahkan untuk melakukan berbagai tindakan tercela dan

sekaligus juga melawan hukum. Suatu tindakan yang terkadang dilatarbelakangi

salah satunya oleh alasan rendahnya kesejahteraan dari para aparat penegak

hukum tersebut (kecuali mungin advokat). Namun memberikan gaji yang tinggi

juga tidak menjadi jaminan bahwa aparat penegak hukum tersebut tidak lagi

melakukakn tindakan tercela dan melawan hukum, karena praktek-praktek

melawan hukum telah menjadi bagian hidup setidak merupakan pemandangan

yang umum dilihat sejak mereka duduk di bangku mahasiswa sebuah fakultas

hukum.

Kasus-kasus inkonsistensi penegakan hukum di Indonesia terjadi karena

beberapa hal. Antara lain :

 Tingkat Kekayaan Seseorang

Salah satu keputusan kontroversial yang terjadi pada bulan Februari ini adalah

jatuhnya putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) terhadap

terpidana kasus korupsi proyek pemetaan dan pemotretan areal hutan antara

Departemen Hutan dan PT Mapindo Parama, Mohammad “Bob” Hasan . PN

(46)

32 

menetapkan terpidana tetap dalam status tahanan rumah. Putusan ini

menimbulkan rasa ketidakadilan masyarakat, karena untuk kasus korupsi yang

merugikan negara puluhan milyar rupiah, Bob Hasan yang sudah berstatus

terpidana hanya dijatuhi hukuman tahanan rumah. Proses pengadilan pun

relatif berjalan dengan cepat. Demikian pula yang terjadi dengan kasus Bank

Bali, BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia), kasus Texmaco, dan

kasus-kasus korupsi milyaran rupiah lainnya. Dibandingkan dengan kasus-kasus pencurian

kecil, perampokan bersenjata, korupsi yang merugikan negara “hanya” sekian

puluh juta rupiah, putusan kasus Bob Hasan sama sekali tidak sebanding.

Masyarakat dengan mudah melihat bahwa kekayaanlah yang menyebabkan

Bob Hasan lolos dari hukuman penjara. Kemampuannya menyewa pengacara

tangguh dengan tarif mahal yang dapat mementahkan dakwaan kejaksaan,

hanya dimiliki oleh orang-orang dengan tingkat kekayaan tinggi.

 Tingkat Jabatan Seseorang

Kasus Ancolgate berkaitan dengan studi banding ke luar negeri (Australia,

Jepang, dan Afrika Selatan) yang diikuti oleh sekitar 40 orang anggota DPRD

DKI Komisi D. Dalam studi banding tersebut anggota DPRD yang berangkat

memanfaatkan dua sumber keuangan yaitu SPJ anggaran yang diperoleh dari

anggaran DPRD DKI sebesar 5.2 milyar rupiah dan uang saku dari PT

Pembangunan Jaya Ancol sebesar 2,1 milyar rupiah. Dalam kasus ini, sembilan

orang staf Bapedal dan Sekwilda dikenai tindakan administratif, sementara

Kepala Bapedal DKI Bambang Sungkono dan Kepala

(47)

kasus ini, terlihat penyelesaian masalah dilakukan segera setelah media cetak

dan elektronik menemukan ketidakberesan dalam masalah pendanaan studi

banding tersebut. Penyelesaian secara administratif ini seakan dilakukan agar

dapat mencegah tindakan hukum yang mungkin bisa dilakukan. Rasa

ketidakadilan masyarakat terusik tatkala sanksi ini hanya dikenakan pada

pegawai rendahan. Pihak kejaksaan pun terkesan mengulur-ulur janji untuk

mengusut kasus ini sampai ke pejabat tertinggi di DKI, yaitu Gubernur

Sutiyoso, yang sebagai komisaris PT Pembangunan Jaya Ancol ikut

bertanggungjawab.

 Nepotisme

Terdakwa Letda (Inf) Agus Isrok, anak mantan Kepala Staf Angkatan Darat

(KASAD), Jendral (TNI) Subagyo HS, diperingan hukumannya oleh

mahkamah militer dari empat tahun penjara menjadi dua tahun penjara .

Disamping itu, terdakwa juga dikembalikan ke kesatuannya selama dua

minggu sambil menunggu dan berpikir terhadap vonis mahkamah militer

tinggi. Putusan ini terasa tidak adil dibandingkan dengan vonis-vonis kasus

narkoba lainnya yang terjadi di Indonesia yang didasarkan atas pelaksanaan

UU Psikotropika. Disamping itu, proses pengadilan ini juga memperlihatkan

eksklusivitas hukum militer yang diterapkan pada kasus narkoba.

2.1.11 Korupsi

Korupsi di Indonesia berkembang pesat. Korupsi meluas ada dimana-mana

(48)

34 

rekayasa yang canggih dan memanfaatkan teknologi modern. Seseorang yang

mengetahui ada dugaan korupsi jarang yang mau bersaksi, dan kalaupun berani

melapor serta bersaksi, ada saja oknum penegak hukum yang tidak melakukan

tindakan hukum sebagaimana mestinya. Itulah sebabnya dalam kenyataan hidup

sehari-hari, korupsi dianggap biasa dan dimaklumi banyak orang. Masyarakat

yang terbiasa korup, akan sulit membedakan mana tindakan yang korup dan mana

yang bukan tindakan korup. Ternyata ketika korupsi meningkat, angka kejahatan

yang terjadi meningkat pula. Sebaliknya ketika korupsi berhasil dikurangi,

kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum bertambah. Kepercayaan yang

membaik dan dukungan masyarakat membuat penegakan hukum menjadi efektif.

Penegakan hukum yang efektif dapat mengurangi jumlah kejahatan yang terjadi.

Jadi kita bisa katakan bahwa dengan mengurangi korupsi dapat juga (secara tidak

langsung) mengurangi kejahatan yang lain.

Asal kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus.

Corruptio berasal dari kata corrumpere , suatu kata latin yang lebih tua. Dari

bahasa latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris yaitu corruption,

corrupt; Perancis yaitu corruption; dan Belanda yaitu corruptie, korruptie. Dari

bahasa Belanda inilah kata itu turun ke bahasa Indonesia yaitu Korupsi (Andi

Hamzah, 2005:4).

Ciri-ciri korupsi menurut Alatas(1983):

1. Dilakukan lebih dari satu orang

2. Merahasiakan motif; ada keuntungan yang ingin diraih

(49)

4. Berlindung dibalik pembenaran hukum

5. Melanggar kaidah kejujuran dan norma hukum

6. Mengkhianati kepercayaan

Faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi, yaitu:

1. Penegakan hukum tidak konsisten. Penegakan hukum hanya sebagai make-up

politik, sifatnya sementara, selalu berubah setiap berganti pemerintahan.

2. Penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang, takut dianggap bodoh kalau tidak

menggunakan kesempatan.

3. Langkanya lingkungan yang antikorup. System dan pedoman antikorupsi

hanya dilakukan sebatas formalitas.

4. Rendahnya pendapatan penyelenggara negara. Pendapatan yang diperoleh

harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara, mampu mendorong

penyelenggara negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik

bagi masyarakat.

5. Kemiskinan, keserakahan. Masyarakat kurang mampu melakukan korupsi

karena kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan

korupsi karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk

mendapatkan keuntungan.

6. Budaya memberi upeti, imbalan jasa dan hadiah.

(50)

36 

2.1.12 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Selama ini pemberantasan korupsi yang dilaksanakan oleh berbagai

institusi seperti kejaksaan dan kepolisian serta badan-badan lain mengalami

berbagai hambatan (karena ada campur tangan eksekutif, legislatif ataupun

yudikatif). Untuk itu diperlukan metode penegakan hukum secara luar biasa

melalui pembentukan suatu badan khusus yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK) yang mempunyai kewenangan luas (meliputi kewenangan penyelidikan,

penyidikan, penuntutan) dan independen (mandiri, bebas dari kekuasaan

manapun), dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna upaya

pemberantasan korupsi. (www.kpk.go.id)

Visi KPK yaitu mewujudkan Indonesia yang bebas korupsi. Dan Misi

KPK yaitu sebagai penggerak perubahan untuk mewujudkan bangsa yang anti

korupsi. Berdasarkan waktu, strategi KPK dapat dibagi menjadi Strategi Jangka

Pendek, Strategi Jangka Menengah, dan Strategi Jangka Panjang. Sedangkan

berdasarkan tugasnya, strategi KPK dapat dibagi menjadi Strategi Pembangunan

Kelembagaan, Strategi Pencegahan, Strategi Penindakan dan Strategi

Penggalangan Keikutsertaan Masyarakat. Asas KPK adalah kepastian hukum,

keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas.

KPK bertanggung jawab kepada masyarakat atas pelaksanaan tugasnya,

dengan cara melakukan audit terhadap kinerja dan pertanggung jawaban

keuangan, menerbitkan dan menyampaiakan Laporan Tahunan kepada Presiden,

(51)

2.1.12. Iklan Layanan Masyarakat

Iklan layanan masyarakat adalah iklan yang digunakan untuk

menyampaikan informasi, mempersuasi atau mendidik khalayak dimana tujuan

akhir bukan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, melainkan keuntungan

sosial (Widyatama, 2007:104). Keuntungan sosial yang dimaksud adalah

munculnya penambahan pengetahuan-pengetahuan, kesadaran sikap dan

perubahan perilaku masyarakat terhadap masalah yang diiklankan, serta mendapat

citra baik dimata masyarakat.

Secara normatif, bertambahnya pengetahuan, dimilikinya kesadaran sikap

dan perubahan perilaku masyarakat tersebut sangat penting bagi kualitas

kehidupan masyarakat itu sendiri. Sebab masyarakat akan terbangun dan digiring

pada situasi kearah keadaan yang lebih baik. Umumnya, materi pesan yang

disampaikan dalam iklan jenis ini berupa informasi-informasi publik untuk

menggugah khalayak melakukan sesuatu kebaikan yang sifatnya normatif.

Misalnya anjuran agar tertib berlalu lintas; memiliki budaya antri; menyukai

kebersihan lingkungan; hemat listrik; hemat air; hemat BBM; menjaga kelestarian

lingkungan; melindungi satwa liar; mencintai budaya sendiri; memiliki

kesetiakawanan sosial yang tinggi; demokratis; anti kekerasan; sportivitas;

perilaku seks yang sehat; mengikuti gerakan orang tua asuh; peduli dengan

kelompok masyarakat miskin; dan sebagainya.

Selain mendatangan kebaikan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat,

(52)

38 

perilaku sebagaimana inti pesan juga dapat menguntungkan pengiklan itu sendiri,

selain mendapatkan citra baik di tengah masyarakat.

Keuntungan tersebut misalnya, program kerja institusi tersebut dapat lebih

terbantu; Visi dan misi lembaga tersebut dapat lebih mudah diwujudkan dan

sebagainya. Keuntungan tersebut bisa diperoleh karena masyarakat memiliki

pengetahuan, sikap dan perilaku yang mendukung terhadap program kerja, visi

dan misi lembaga. Sehingga untuk mewujudkan isi dan misi lembaga tersebut,

maka akan didukung pula oleh masyarakatnya. Dengan demikian, beban lembaga

untuk mewujudkan visi dan misi tersebut dapat lebih ringan, karena didukung dan

dibantu oleh masyarakat.

2.1.13. Konsep Makna

Para ahli mengakui, istilah makna (meaning) memang merupakan kata dan

istilah yang membingungkan. Dalam bukunya The Meaning of Meaning, (Ogden

dan Richards dalam Kurniawan, 2008:27) telah mengumpulkan tidak kurang dari

22 batasan mengenai makna.

Makna sebagimana dikemukakan oleh Fisher (dalam Sobur 2004:248),

merupakan konsep yang abstrak yang telah menarik perhatian para ahli filsafat

dan para teoritis ilmu sosial selama 2000 tahun silam. Semenjak Plato

mengkonseptualisasikan makna manusia sebagai salinan “Ultarealitas”, para

pemikir besar telah sering mempergunakan konsep itu dengan penafsiran yang

sangat luas yang merentang sejak pengungkapan mental dari Locke sampai ke

(53)

Kurniawan,2008:47), “setiap usaha untuk memberikan jawaban yang langsung

telah gagal. Beberapa seperti misalnya Plato, telah terbukti terlalu samar dan

spekulatif. Yang lainnya memberikan jawaban salah”.

Menurut Devito, makna terletak pada kata-kata melainkan pada manusia.

“Kita” lanjut Devito, menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin

kita komunikasikan. Tetapi kata-kata ini secara sempurna dan lengkap

menggambarkan makna yang kita maksudkan. Demikian pula makna yang didapat

pendengar dari pesan-pesan akan sangat berbeda dengan makna yang ingin kita

komunikasikan. Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk memproduksi

dibenak pendengar dan apa yang ada dalam benak kita.

Ada tiga hal yang dijelaskan para filusuf dan linguis sehubungan dengan

usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal tersebut adalah (1) menjelaskan

makna secara alamiah, (2) mendeskripsikan secara alamiah, (3) menjelaskan

makna dalam proses komunik

Gambar

Gambar 2.1. Model Semiotik Peirce
Gambar 2.2. Model Kategori Tanda
Gambar 2.3.
gambar karikatur,dan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian sebelumnya oleh Suranto (2014), yaitu Pengaruh Motivasi, Gaya Kepemimpinan, dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja

Menilai hasil penelitian atau hasil pemikiran dosen yang diterbitkan pada Majalah llmiah Nasional dan lnternasional.. Menilai'hasil penelitian'atau hasil pemikiran berdasarkan

Dalam penelitian Laporan Praktik Kerja Lapangan ini, penulis menggunakan data yang tepat dan akurat sebagai sumber informasi untuk mendukung penyajian laporan ini. Sumber

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap waste dari alumunium foil dengan menggunakan diagram tulang ikan [2], memberikan

Berdasarkan beberapa masalah diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa yang menjadi pokok permasalahan adalah Bagaimana peranan kepemimpinan dalam meningkatkan motivasi

Pencatatan data pembayaran biaya perawatan pasien masih dilakukan dengan cara manual oleh bagian kasir, baik kasir rawat jalan... Bab I Pendahuluan maupun kasir

Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa unsur intrinsik dan nilai budaya pada Legenda Sang Kuriang Kesiangan , serta wawancara dengan instruktur

Tahap terakhir dari penelitian ini adalah mengklasifikasi data kanker yang telah diolah menggunakan prepro- cessing dan reduksi dimensi, dimana akan diketahui data microarray