• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH TEKNOLOGI DAN FORMULASI SEDIAAN (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH TEKNOLOGI DAN FORMULASI SEDIAAN (1)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH TEKNOLOGI DAN

FORMULASI SEDIAAN STERIL

DI SUSUN OLEH :

NAMA

: FITRA PARAMITA

STAMBUK : G 701 15 149

KELAS

: FARMASI B

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TADULAKO

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sediaan parental yang diberikan secara penyuntikan intravena, subkutan, dan intramuscular merupakan rute pemberian obat yang kritis jika dibandingkan dengan pemberian obat-obatan secara oral. Semakin meningkatnya perkembangan ilmu bioteknologi telah meningkat pula jumlah yang diproduksi secara bioteknologi seperti obat peptide dan atau produk gen. pada abad mendatang (sekarang sudah mulai) beberapa obat peptide dan obat lainnya akan dihasilkan menurut prinsip bioteknologi.

Penyuntikan yang diperlukan, baik untuk respon terapeutik yang cepat maupun untuk obat yang tidak tersedia untuk rute non-injeksi. Penggunaan awal sediaan parental menimbulkan banyak masalah dan berkembang relative lambat. Padahal Pasteur dan Lister telah mengetahui pentingnya melakukan sterilisasi untuk mengeliminasi mikroorganisme pathogen sejak tahun 1860-an. Tetapi, teknologi sterilisasi tidak berkembang secara signifikan. Sebagai contoh, autoklaf sudah ditemukan sejak tahun 1884, filtrasi membrane pada tahun 1918, etilenoksida pada tahun 1944, penyaring udara berefisiensi tinggi ( HEPA, high effiency particulate air ) pada tahun 1952, dan sungkup aliran udara laminar ( LAF ) pada tahun 1961.

Peningkatan suhu tubuh dan dingin menggigil pada pasien yang menerima penyuntikan obat sudah teramati sejak tahun 1911, dan pada tahun 1923 diketahui penyebabnya yaitu pirogen yang dihasilkan bakteri.

Produksi injeksi mempunyai beberapa karakteristik khusus, seperti :

Aman secara toksikologi :

 tetapi beberapa bahan tambahan formulasi tidak cukup aman jika diberikan dengan cara

penyuntikan

Steril :

 bebas dari kontaminasi bahan pirogen ( termasuk endotoksin )  bebas dari partikel partikulat asing

Stabil :

 tidak hanya secara fisika dan kimia tetapi juga secara mikrobiologi

 dapat dicampur (kompatibel) dengan obat lain jika diberikan dalam bentuk campuran

(3)

Isotonis

Setiap karakteristik menimbulkan tantangan unik selama proses pengembangan, manufaktur, pengujian, dan penggunaan sediaan steril ini.

Adapun beberapa tantangan yang akan muncul di antaranya sebagai berikut :

 Tantangan umum

 Petimbangan keamanan

 Tantangan mikroba dan kontaminasi lain

 Tantangan stabilitas

 Tantangan kelarutan

 Tantangan kemasan

 Tantangan manufacturing

 Tantangan pemberian injeksi

1.2 Permasalahan

 Apa yang dimaksud dengan sterilisasi ?

 Bagaimana bentuk dan jenis sediaan steril ?

 Factor-faktor apa saja yang akan mempengaruhi sediaan steril ?

 Apa syarat-syarat pembuatan sediaan steril ?

 Bagaimana rute/jalannya pemberian sediaan steril berdasarkan tempat pemberiaannya ?  Intravena

 Subkutis (Subkutan)  Intramuskuler

 intrathekal-intraspinal  Intraperitoneal

 Intradermal  Intratekal

 Bagaimana proses sterilisasi sediaan steril ?

1.3 Tujuan

 Untuk mengetahui definisi sterilisasi.

 Untuk mengetahui bentuk dan jenis sediaan steril.

 Untuk mengetahui factor-faktor yang akan mempengaruhi sediaan steril.

 Untuk mengetahui syarat-syarat pembuatan sediaan steril.

(4)

 Intravena

 Subkutis (Subkutan)  Intramuskuler

 intrathekal-intraspinal  Intraperitoneal

 Intradermal  Intratekal

 Untuk mengetahui proses sterilisasi sediaan steril.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai kondisi konotasi relatif, dan kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikrorganisme hanya dapat diduga atas dapat proyeksi kinetis angka kematian mikroba.

Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang unik diantara bentuk obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa kebagian dalam tubuh. Karena sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh yang paling efisien, yakni membran kulit dan mukosa, sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen toksik dan harus mempunyai tingkat kemurniaan tinggi dan luar biasa. Semua komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi secara fisik, kimia atau mikrobiologi.

(5)

Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan, atau mensuspensikan sejumlah obat ke dalam sejumlah pelarut, atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda.

Sediaan steril dapat berwujud:

1. Padat steril : merupakan obat untuk injeksi, yaitu obat kering yang disuspensikan bila akan digunakan. Contoh: sodium ampisilin. Karena ampisilin tidak stabil dalam cairan, maka dibuat padat. Cara pembuatannya yaitu dengaa liofilisasi pada suhu rendah dengan pengeringan steril, kemudian didinginkan sampai -60oC untuk pembekuan. Selanutnya dilakukan sublimasi (dengan

pengurangan tekanan secra bertahap), cairan menguap, sodium ampisilin padat tertinggal.

2. Semi padat, misal salep mata. 3. Cair, misal injeksi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas sediaan:

1. Terapi, meliputi:

 Dosis efektif obat. Obat dibuat dalam dosiss yang disesuaikan dengan dosis terapi efektif obat tersebut.

 Lama penggunaan obat. Hal ni juga berpengaruh pada penentuan bentuk sediaan obat yang akan dibuat dan besarnya dosis obat, sehingga pasien tetap merasa nyaman selama terapi.

2. Farmakokinetka obat. Meliputi waktu paruh, absorpsi, t ½ eliminasi, Vd, Cl, dan lain-lain.

(6)

3. Aceeptable : maksudnya disukai oleh pasien. Jadi obat perlu dibuat sedemikian menarik dan mudah dipakai konsumen.

4. Sediaan obat harus jernih. Jernih maksudnya tidak ada partikel yang tidak larut dalam sediaan tersebut. Jadi, meskipun sediaan berearna, tetap terlihat jernih (tidak keruh).

5. Tidak berwarna. Maksudnya sediaan larutan bisa saja berwarna, namun warna larutan sama dengan warna zat aktifnya sehingga tidak ada campuran warna lain dalam sediaan itu.

6. Bebas dari partikel asing. Partikel asing; partikel yang bukan penyusun obat. Sumber partikel bisa berasal dari: air, bahan kimia, personil yang bekerja, seratr dari alat/pakaian personil, alat-alat, lingkungan, pengemas (gelas, plastik).

7. Keseragaman volume/berat. Terutama untuk sediaan solid steril.

8. Memenuhi uji kebocoran. Terutama untuk injeksi yang dikemas dalam ampul. Uji kebocoran dapat dilakukan dengan:

 Uji dengan larutan warna (dye bath test)

 Metode penarikan vakum ganda (the double vacuum pull method)

9. Stabil. Artinya sediaan tidak mengalami degradasi fisika. Misal jika bentuk sediaan larutan

maka sediaan tersebut tetap berada dalam bentuk larutan (bukan suspensi). Sifat stabil ini berkaitan dengan formulasi. Ketidakstabilan dapat dilihat dari:

 Terjadi perubahan warna. Contoh: larutan adrenalin yang awalnya berwarna jernih karena

teroksidasi akan menjadi merah karena terbentuk adenokrom.

 Terjadi pengendapan. Contoh: injeksi aminophilin dibuat dengan air bebas CO2, karena

jika tidak bebas CO2 maka akan terbewntuk theopilin yang kelarutannya kecil dalam air

sehingga kanmengendap. Akibatnya dosis menjadi berkurang.

.Persyaratan dalam larutan injeksi :

1. Kerja optimal dan sifat tersatukan dari larutan obat yang diberikan secara parenteral hanya

akan diperoleh jika persyaratan berikut terpenuhi

2. Sesuainya kandungan bahan obat yang dinyatakan di dalam etiket dan yang ada dalam

sediaan, tidak terjadi penggunaan efek selama penyimpanan akibat perusakan obat secara kimia dan sebagainya.

3. Penggunaan wadah yang cocok, yang tidak hanya memungkinkan sediaan tetap steril tetapi

(7)

4. Tersatukan tanpa terjadinya reaksi. Untuk beberapa faktor yang paling menentukan: bebas

kuman, bebas pirogen, bebas pelarut yang secara fisiologis, isotonis , isohidris, bebas bahan melayang.

2.2 Rute Pemberian 1. Intravena

Merupakan larutan yang dapat mengandung cairan yang tidak menimbulkan iritasi yang dapat bercampur dengan air, volume 1 ml sampai 10 ml. Larutan ini biasanya isotonis dan hipertonis. Bila larutan hipertonis maka disuntikkan perlahan-lahan. Larutan injeksi intravena harus jernih betul, bebas dari endapan atau partikel padat, karena dapat menyumbat kapiler dan menyebabkan kematian. Penggunaan injeksi intravena tidak boleh mengandung bakterisida dan jika lebih dari 10 ml harus bebas pirogen.

Pemberian obat intramuscular menghasilkan efek obat yang kurang cepat, tetapi biasanya efek berlangsung lebih lama dari yang dihasilkan oleh pemerian lewat IV.

Syarat pemerian obat secara IM :

 Dapat berupa larutan, air, minyak, atau suspensi. Biasanya dalam bentuk air lebih cepat

diabsorbsi dari pada bentuk suspensi dan minyak.

 Dilakukan dengan cara memasukkan ke dalam otot rangka

 Tempat penyuntikan sebaiknya sejauh mungkin dari syaraf- syaraf utama dan

pembuluh-pembuluh darah utama.

 Pada orang dewasa, tempat yang paling sering digunakan utnuk suntik IM, adalah

seperempat bagian atas luar otot gluteus max. pada bayi, daerah glutel sempit dan komponen utama adalah lemak, Bukan otot

 Tempat suntikan lebih baik dibagian atas atau bawah deltoid, karena lebih jauh dari syaraf

radial.

 Volume yang umum diberikan IM, sebaiknya dibatasi maximal 5 mili, bila disuntuikan

didaerah glutel dan 2 ml bila di deltoid. Beberapa contoh Injeksi:

 Injeksi Antibiotik untuk Meningitis

(8)

Sedangkan virus yang dapat menyebabkan meningitis antara lain: virus coxsackie, virus gondongan dan virus koriomeningitis limfositik.

Ampisilin merupakan salah satu antibiotik yang dapat digunakan untuk mengobati meningitis. Penggunaanya biasa dikombinasi dengan sulbaktam untuk meningkatkan aktivitas nya. Dosis lazim yang digunakan adalah: 1,5 gr – 3gr kombinasi antara ampisilin dengan sulbaktam dengan perbandingan 2:1. berdasarkan literatur 375 mg kombinasi tersebut larut dalam 1 ml air. Sehingga bentuk sediaan yang dipakai adalah ampul rekonstitusi karena ampisilin tidak stabil pada air pada waktu yang lama.

 Injeksi Antibiotik Golongan Beta Laktam

Suspensi kering adalah sediaan khusus dengan preparat berbentuk serbuk kering yang baru dirubah menjadi suspensi dengan penambahan airr sesaat sebelum digunakan. Kebanyakan dari obat-obat yang dibuat dari campuran kering untuk suspensi oral adalah obat-obat anatibiotik karena obat-obat seperti antibiotik tidak stabil untuk disimpan dalam periode tertentu dengan adanya cairan pembawa air maka lebih sering diberikan sebagai campuran serbuk keringuntuk dibuat suspensi pada waktu pada waktu akan diberikan. Alasan pembuatan suspensi kering salah satunya adalah karena obat-obat tertentu tidak stabil secara kimia bila ada dalam larutan tapi stabil bila disuspensi.

Suspensi kering dibuat dengan granulasi maupun tanpa granukasi. Granulasi adalah suatu metode yang memperbesar ukuran partikel serbuk guna memperbaiki sifat alir serbuk.

Persyaratan pada sebuah granulat sebaiknya :

 Dalam bentuk dan warana yang sedapat mungkin teratur  Memiliki sifat alir yang baik

 Tidak terlalu kering  Hancur baik dalam air

 Menunjukkan kekompakan mekanis yang memuaskan

 Injeksi Oxytocin (Intramuskular)

Oksitosin (ŏk'sĭ-tō'sĭn) (bahasa Yunani: "kelahiran cepat") adalah hormon pada manusia yang berfungsi untuk merangsang kontraksi yang kuat pada dinding rahim/uterus sehingga mempermudah dalam membantu proses kelahiran.

(9)

vaskular, dan otot halus lain, yang dibuat dengan sintesis atau diperoleh dari globus posterior kelenjar pituitaria hewan peliharaan sehat yang biasa dimakan.

 Injeksi Vitamin C

Vitamin C tidak boleh diberikan secara oral kepada pasien dalam kondisi tertentu seperti pasien penderita maag. Namun pada keaadaan defisiensi vitamin C pasien tersebut harus segera diberikan suplemen vitamin C. Oleh sebab itu vitamin c dibuat dalam bentuk sediaan injeksi. Injeksi intravena vitamin C dapat menyebabkan pusing dan pingsan, oleh sebab itu vitamin C dibuat dalam bentuk injeksi intra muscular, walaupun pemmberian secara IM akan meninggalkan rasa sakit ditempat suntikan. Pemerian obat IM memberikan efek obat yang kurang tepat, tetapi biasanya efek berlangsung lebih lama dari yang dihasilkan

Injeksi intravena memberikan beberapa keuntungan :

 Efek terapi lebih cepat didapat.

 Dapat memastikan obat sampai pada tempat yang diinginkan .  Cocok untuk keadaan darurat

 Untuk obat-obat yang rusak oleh cairan lambung.

2. Pemberian Subkutis (Subkutan)

Lapisan ini letaknya persis dibawah kulit, yaitu lapisan lemak (lipoid) yang dapat digunakan untuk pemberian obat antara lain vaksin, insulin, skopolamin, dan epinefrin atau obat lainnya. Injeksi subkutis biasanya diberikan dengan volume samapi 2 ml (PTM membatasi tak boleh lebih dari 1 ml) jarum suntik yang digunakan yang panjangnya samapi ½ sampai 1 inci (1 inchi = 2,35 cm)

Cara formulasinya harus hati-hati untuk meyakinkan bahwa sediaan (produk) mendekati kondisi faal dalam hal pH dan isotonis. FN (1978) mensyaratkan larutannya isotoni dan dapat ditambahkan bahan vasokontriktor seperti Epinefrin untuk molekulisasi obat (efek obat)

(10)

3. Pemberian Intramuskuler

Intramuskuler artinya diantara jaringan otot. Cara ini keceparan absorbsinya terhitung nomor 2 sesudah intravena. Jarum suntik ditusukkan langsung pada serabut otot yang letaknya dibawah lapisan subkutis. Penyuntikan dapat di pinggul, lengan bagian atas. Volume injeksi 1 samapi 3 ml dengan batas sampai 10 ml (PTM—volume injeksi tetap dijaga kecil, biasanya tidak lebih dari 2 ml, jarum suntik digunakan 1 samai 1 ½ inci. Problem klinik yang biasa terjadi adalah kerusakan otot atau syaraf, terutama apabila ada kesalahan dalam teknik pemberian (ini penting bagi praktisi yang berhak menyuntik). Yang perlu diperhatikan bagi Farmasis anatara lain bentuk sediaan yang dapat diberikan intramuskuler, yaitu bentuk larutan emulsi tipe m/a atau a/m, suspensi dalam minyak atau suspensi baru dari puder steril. Pemberian intramuskuler memberikan efek “depot” (lepas lambat), puncak konsentrasi dalam darah dicapai setelah 1-2 jam. Faktor yang mempengaruhi pelepasan obat dari jaringan otot (im) anatar lain : rheologi produk, konsentrasi dan ukuran partikel obat dalam pembawa, bahan pembawa, volume injeksi, tonisitas produk dan bentuk fisik dari produk. Persyaratan pH sebaiknya diperhatikan, karena masalah iritasi, tetapi dapat dibuat pH antara 3-5 kalau bentuk suspensi ukuran partikel kurang

4. Pemberian intrathekal-intraspinal

Penyuntikan langsung ke dalam cairan serebrospinal pada beberapa temapt. Cara ini berbeda dengan cara spinal anastesi. Kedua pemberian ini mensyaratkan sediaan dengan kemurniaannya yang sangat tinggi, karena dearah ini ada barier (sawar) darah sehingga daerahnya tertutup.

Sediaan intraspinal anastesi biasanya dibuat hiperbarik yaitu cairannya mempunyai tekanan barik lebih tinggi dari tekanan barometer. Cairan sediaan akan bergerak turun karena gravitasi, oleh sebab itu harus pada posisi pasien tegak.

5. Intraperitoneal

Penyuntikan langsung ke dalam rongga perut, dimana obat secara cepat diabsorbsi. Sediaan intraperitoneal dapat juga diberikan secara intraspinal, im,sc, dan intradermal

6. Intradermal

(11)

7. Intratekal

Digunakan khusus untuk bahan obat yang akan berefek pada cairan serebrospinal. Digunakan untuk infeksi ssp seperti meningitis, juga untuk anestesi spinal. Intratekal umumnya diinjeksikan secara langsung pada lumbar spinal atau ventrikel sehingga sediaan dapat berpenetrasi masuk ke dalam daerah yang berkenaan langsung pada SSP.

2.2 Wadah 2.2.1 Vial

Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5-100 ml. Vial dapat berupa takaran tunggal atau ganda. Digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau lebih besar. Bila diperdagangan, botol ini ditutup dengan sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi untuk menghisap cairan injeksi. (R. Voight hal 464).

Hal yang perlu diperhatikan untuk sediaan injeksi dalam wadah vial (takaran ganda):

1. Perlu pengawet karena digunakan berulang kali sehingga kemungkinan adanya kontak dengan lingkungan luar yang ada mikroorganismenya

2. Tidak perlu isotonis, kecuali untuk subkutan dan intravena harus dihitung isotonis (0,6% – 0,2%) (FI IV hal. 13)

3. Perlu dapar sesuai pH stabilitasnya

4. Zat pengawet (FI IV hal 17) keculai dinyatakan lain, adalah zat pengawet yang cocok yang dapat ditambahkan ke dalam injeksi yang diisikan dalam wadah ganda/injeksi yang dibuat secara aseptik, dan untuk zat yang mepunyai bakterisida tidak perlu ditambahkan pengawet.

2.2.2 Ampul

(12)

Ampul merupakan wadah takaran tunggal sehingga penggunaannya untuk satu kali injeksi. Ampul dibuat dari bahan gelas tidak berwarna akan tetapi untuk bahan obat yang peka terhadap cahaya, dapat digunakan ampul yang terbuat dari bahan gelas berwarna coklat tua.

2.3 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk Sediaan Steril

Prinsip dari CPOB adalah memperkecil pencemaran mikroba, partikulat, dan pirogen. Hal-hal yang perlu diperhatikan:

 Keberadaan ruang penyangga untuk personil dan /atau peralatan dan bahan  Pembuatan produk dan proses pengisian dilakukan pada ruangan terpisah  Kondisi “operasional dan non operasional” hendaklah ditetapkan untuk tiap

ruang bersih.

4 kelas kebersihan pada pembuatan produk steril:

1. Kelas A. Untuk kegiatan yang berisiko tinggi, misalnya pengisian wadah tutup karet, ampul, dan vial terbuka, penyambungan secara aseptik. Umumnya kondisi ini dicapai dengan memasang unit aliran udara laminar (laminar air flow) dengan kecpatan 0,36-0,54 m/detik. Contoh kegiatan: pembuatan dan pengisian aseptik

2. Kelas B. Untuk pembuatan dan pengisian secara aseptik, kelas ini adalah lingkungan latar belakang untuk zona kelas A

3. Kelas C .Untuk melakukan tahap pembuatan produk steril dengan tingkat risiko lebih rendah.Contoh kegiatan: Pembuatan larutan

4. Kelas D. Untuk melakukan tahap pembuatan produk steril dengan tingkat risiko lebih rendah. Contoh kegiatan: penanganan komponen setelah pencucian

2.4 Sterilisasi

Sterilisasi adalah menghilangkan semua bentuk kehidupan, baik bentuk patogen, nonpatogen, vegetative, nonvegetativ dari suatu objek atau material.. Suatu bahan dinyatakan steril bila sama sekali bebas dari mikroorganisme hidup yang patogen maupun yang tidak, baik dalam bentuk vegetatip maupun dalam bentuk tidak vegetatip (spora).

(13)

1. Untuk mencegah transmisi penyakit

2. Untuk mencegah pembusukan material oleh mikroorganisme

3. Untuk mencegah kompetisi nutrien dalam media pertumbuhan sehingga memungkinkan kultur organisme spesifik berbiak untuk keperluan sendiri (seperti produksi ragi) atau untuk metabolitnya (seperti untuk memproduksi minuman dan antibiotika).

Lima metode yang umum digunakan untuk mensterilkan produk farmasi : 1. Sterilisasi uap (lembab panas) :

Sterilisasi uap dilakukan dalam autoklaf dan menggunakan uap air dengan tekanan. Cara ini dilakukan sebagai cara yang terpillih pada hampir semua keadaan di mana produk mampu diperlakukan seperti itu. Tekanan uap air yang lazim, temperatur yang dapat dicapai dengan tekanan tersebut, dan penetapan waktu yang dibutuhkan untuk sterilisasi sesudah sistem mencapai temperatur yang ditentukan, adalah sebagai berikut :

 Tekanan 10 pound (115,5oC), untuk 30 menit  Tekanan 15 pound (121,5oC), untuk 20 menit  Tekanan 20 pound (126,5oC), untuk 15 menit

Dapat dilihat, makin besar tekanan yang dipergunakan makin tinggi temperatur yang dicapa dan makin pendek waktu yang diutuhkan untuk sterilisasi. Suatu siklus otoklaf yang ditetapkan dalam farmakope untuk media atau pereaksi adalah selama 15 menit pada suhu 121oC kecuali dinyatakan lain.

Mekanisme penghancuran bakteri oleh uap air panas adalah kerena terjadinya denaturasi dan koagulasi beberapa protein esensial organisme tersebut.

1. Pada umumnya metode sterilisasi ini digunakan untuk sediaan farmasi dan bahan – bahan yang dapat tahan terhadap temperatur yang dipergunakan dan penembusan uap air, tetapi tidak timbul efek yang tidak dikehendaki akibat uap air tersebut.metode ini juga dipergunakan untuk larutan dalam jumlah besar, alat – alat gelas, pembalut operasi dan instrumen. Tidak digunakan untuk mensterilkan minyak – minyak, minyak lemak, dan sediaan – sediaan lain yang tidak dapat ditembus oleh uap air atau pensterilan serbuk terbuka yang mungkin rusak oleh uap air jenuh.

2. Sterilisasi panas kering:

(14)

dengan waktu tidak kurang dari 2 jam. Rentang suhu khas yang dapat diterima di dalam bejan sterilisasi kosong adalah lebih kurang 15oC, jika alat strilisasi beroperasi pada suhu tidak

kurang dari 250oC. (Anonim, 1995).

Sterilisasi panas kering umumnya digunakan untuk senyawa – senyawa yang tidak efektif disterilkan dengan uap air panas. Senyawa – senyawa tersebut meliputi minyak lemak, gliserin, berbagai produk minyak tanah seperti petrolatum, petrolatum cair (minyak mineral), paraffin dan berbagai serbuk yang stabil oleh pemanasan seperti ZnO.(Ansel, 1989).

3. Sterilisasi dengan penyaringan

Sterilisasi dengan penyaringan tergantung pada penghilangan mikroba secara fisik dengan adsorbsi pada media penyaring atau dengan makanisme penyaringan, digunakan untuk sterilisasi larutan yang tidak tahan panas.

Penyaringan – penyaringan yang ada meliputi :

1. Penyaring berbentuk tabung reaksi disebut sebagai ”lilin penyaring” yang dibuat dari tanah infusoria yang dikempa (penyaring Berkefeld dan Mandler).

2. Lilin penyaring dibuat dari porselen yang tidak dilapisi (penyaring Pasteur Chamberland, Doulton, dan Selas).

3. Piringan asbes yang dikempa dipasang ditempat khusus dalam peralatan saringan (penyaring Seitz dan Swinney).

4. GelasBuchner-jenis corong dengan pegangan gelas yang menjadi satu.

Ukuran penyaring. Pengukuran porositas membran penyaring dilakukan dengan pengukuran nominal yang menggambarkan kemampuan membran penyaring untuk menahan mikroba dari galur tertentu dengan ukuran yang sesuai, bukan dengan penetapan suatu ukuran rata – rata pori dan pernyataan tentang distribusi ukuran. (Anonim, 1995).

4. Sterilisasi gas

(15)

5. Sterilisasi dengan radiasi pengionan

Teknik – teknik yang disediakan untuk sterilisasi beberapa jenis sediaan – sediaan farmasi dengan sinar gama dan sinar – sinar katoda, tetap penggunaan tehnik – tehnik ini terbatas karena memerlukan peralatan yang sangat khusus dan pengaruh – pengaruh radiasi pada produk – produk dan wadah – wadah. Keunggulan sterilisasi iradiasi meliputi reaktivitas kimia rendah, residu rendah yang dapat diukur, dan kenyataan yang membuktikan bahwa variabel yang dikendalikan lebih sedikit. Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan, yaitu disintegrasi radioaktif dari radioisotop (radiasi gamma) dan radiasi berkas elektron. (Anonim, 1995).

2.3.1 Proses aseptik

Tidak termasuk salah satu cara penyeterilan secara mutlak, merupakan cara penanganan bahan steril dengan tehnik yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya cemaran bakteri ( kontaminsi bakteri ) hingga seminimum mungkin.

Persyaratan untuk fasilitas pengisian atau proses aseptik lainnya yang didesain, divalidasi dan dipelihara dengan benar, terutama ditunjukan pada :

1. Lingkungan udaran yang bebas dari mikroba viabel yang dirancang dengan benar untuk memungkinkan pemeliharaan yang efektif dari unit alat pemasok udara.

2. Tersedianya tenaga pekerja terlatih, yang dilengkapi dan mengenakan pakaian kerja yang memadai.

2.3.2 Metode Sterilisasi

Sumber pencemaran produk adalah 1. Manusia

2. Bahan awal. Untuk masuk ruangan steril harus dibungkus rangkap tiga:  Lapisan 1 (terluar): dilepas sebelum masuk ruangan penyangga

 Lapisan 2: dilepas diruang penyangga  Lapisan 3: masuk ruangan steril

3. Produk sendiri (pencemaran sendiri). Untuk kontrol kebersihan, kotoran maksimal 10 ppm.

4. Air di pabrik

5. Udara atau lingkungan pabrik 6. Makanan dan minuman

(16)

8. Limbah pabrik (harus diproses dengan baik) 9. Instalasi pembuangan

10. Serangga dan hewan lain (pengerat), atau hewan percobaan.

11. Macam limbah: cair, padat, cair semipadat, suara dalam desibel, gas. Limbah lain dapat diproses dulu seperti beta-laktam, sepalosporin baru boleh dicampur bahan lain. Di gudang dipasang alat penangkap serangga dan tikus.

12. Bila suatu mesin akan digunkan untuk proses suatu zat,mak mesin harus dibilas dulu dan bilasan terakhir tidak boleh mengandung lebih dari 10 ppm zat mas digunakan karena ikan mas sensitif terhadap air kotor.

14. Uji sterilitas : Ada beberapa metode:

 Direct inoculation of culture medium : Meliputi pengujian langsung dari sampel dalam media pertumbuhan. Menurut British Farmakope: media tioglikolat cair yang mengandung glukosa dan Na Tioglikolat cocok untuk pembiakan aerob. Suhu inkubasi 30-35oC.

 Soya bean casein digest medium : Media ini membantu pertumbuhan bakteri anaerob dan fungsi. Suhu inkubasi 30-35oC, sedang fungi 20-25oC.

 Membran filtrasi: Teknik yang banyak direkomendasikan farmakope, meliputi filtrasi cairan melalui membran steril. Filter lalu ditanam dalam media. Masa inkubasi 7-14 hari karena mungkin organisme perlu adaptasi dulu.

 Introduction od concentrate culture medium: Medium yang pekat langsung dimasukkan dalam wadah sampel yang akan ditumbuhkan. Tidak banyak digunakan, hanya dipakai bila ada kecurigaan akan adanya bakteri.

15. Uji pirogen

 Secara kualitatif: Rabbit test : Berdasarkan respon demam pada kelinci. Digunakan kelinci karena kelinci menunjukkan respon terhadap pirogen sesuai dengan keadaan manusia. Kenaikan suhu diukur melalui rektal.

 Secara kuantitatif: LAL test: Cara uji in vitro dengan menggunakan sifat membentuk gel dari lisat amebasit dari limulus polifemus. Uji ini 5-10 kali lebih sensitif dari Rabbit test.

(17)

a. pH larutan 6-7 b. suhu 37oC

c. kontrol negatif: aquadest (pelarut) d. kontrol positif (pirogen/endotoksin) e. keuntungan: cepat, mudah, praktis

2.4 Pembuatan Sediaan Steril

Gambaran umum pembuatan sediaan steril ada 2 macam, yaitu :

1. Aseptic processing:Pada pembuatannya, setiap proses dari awal persiapan hingga sudah dikemas selalu dilakukan secara aseptik, sehingga hasil yang diperoleh steril

2. Terminal sterilization: pada pembuatannya tidak terlalu aseptik seperti aseptic processing, tapi di akhir proses, dilakukan sterilisasi secara menyeluruh.

BAB III PENUTUP KESIMPULAN

Sterilisasi merupakan proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Steril ini sendiri memiliki makna yang berarti suatu keadaan di mana terjadi pada kondisi konotasi relative,ataupun pada kondisi mutlak bebas dari organisme. Sediaan steril dapat berbentuk padat steril,semi padat,cair. Selain itu factor factor yang mempengaruhi sediaan steril yakni farmakokinetika obat, terapi ( dosis efektif obat, lama penggunaan obat),sifat fisika kimia ( ukuran partikel, sifat alir, kompaktibilitas, ketahanann terhadap kelembaban). Kemudian syarat sediaan steril juga meliputi efektivitas obat untuk mencapai terapi, keamanan obat, ketertarika pasien, sediaann harus jernih, keseragaman bobot, memenuhi uji kebocoran, dan stabil. Untuk rute/jalannya pemberian sediaan steril berdasarkan tempatnya yakni meliputi Intravena,Subkutis (Subkutan), Intramuskuler, intrathekal-intraspinal, Intraperitoneal, Intradermal, Intratekal.

Metode yang umum digunakan untuk proses sterilisasi dan disinfeksi dapat di kelompokkan dalam 3 kelompok :

1. Deskruksi mikroorganisme.

2. Pembunuhan atau inaktivasi

3. Penghilangan seca fisikal.

(18)

Untuk pembuatan sediaan steril ada bebarapa hal yang harus di perhatikan dalam sediaannya,di antaranya :

 Keamanan sediaan

 Kontaminasi terhadap mikroba,  Stabilitas

 Kelarutan

Referensi

Dokumen terkait

Sampel berupa sediaan injeksi Difenhidramin Hidroklorida dosis ganda bervolume 15 ml dimana untuk uji sterilitas sampel diambil secara acak dengan replikasi

10 Pengertian infus adalah sediaan parenteral volume besar merupakan sediaan cair steril yang mengandung obat yang dikemas dalam wadah 100 ml atau lebih dan ditujukan untuk

Pembuatan sediaan salep mata dilakukan dengan menambahkan bahan obat sebagai larutan steril atau sebagai serbuk steril termikronisasi pada dasar salep steril, dan

Uji kejernihan terhadap sediaan dilakukan dengan meletakkan wadah sediaan yang berisi cairan tetes mata di dalam kotak dengan latar hitam dan putih yang didalamnya terdapat lampu

(Sediaan padat OT berupa masa bulat, bahan baku berupa serbuk simplisia, sediaan galenik

Uji berikut dirancang sebagai jaminan bahwa larutan oral dan suspense yang dikemas dalam wadah dosis ganda, dengan olume yang tertera pada etiket tidak lebih dari 250 ml, yang

Sediaan parenteral volume besar merupakan sedia an cair steril an cair steril yang mengandung obat yang mengandung obat yang dikemas dalam wadah 100 ml atau lebih dan

Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang