1 | J u r n a l t e k n o l o g i F a r m a s i s e d i a a n s t e r i l
FORMULASI DAN ANALISIS KUALITAS SEDIAAN SALEP MATA DENGAN BAHAN AKTIF CIPROFLOXACIN
Atikah Afiifah, Dapid Caniago, Rahmah Restiya
Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya Indralaya
Email : farmasiunsri2015@gmail.com
ABSTRAK
Salep mata adalah salep steril untuk pengobatan mata yang mengandung dasar salep yang cocok. Pembuatan sediaan salep mata dilakukan dengan menambahkan bahan obat sebagai larutan steril atau sebagai serbuk steril termikronisasi pada dasar salep steril, dan hasil akhir dimasukkan secara aseptis dalam tube steril. Bahan obat dan dasar salep disterilkan dengan cara yang cocok. Sediaan salep mata yang baik berupa lolos pengujian yang dilakukan. Sediaan salep mata steril selain lulus uji sterilitas, harus lulus uji pH, uji organoleptis, uji homogenitas, uji daya lekat, uji daya sebar, uji daya proteksi, uji daya cuci, uji stabilitas, uji extrudability, dan uji heating cooling. Dasar salep pilihan untuk suatu salep mata harus tidak mengiritasi mata dan harus memungkinkan bahan obat berdifusi ke seluruh mata yang telah dibasahi oleh cairan mata. Dasar salep yang digunakan sebagai dasar salep harus bertitik lebur atau titik melumer mendekati suhu tubuh. Formulasi salep mata yang dibuat menggunakan ciprofloxacin sebagai bahan aktif dan zat tambahan (eksipien) yang cocok. Analisis sediaan perlu dilakukan setela dilakukan pengujian untuk memastikan kualitas sediaan.
2 | J u r n a l t e k n o l o g i F a r m a s i s e d i a a n s t e r i l PENDAHULUAN
Salep adalah gel dengan perubahan bentuk plastis yang ditentukan untuk penerapan pada kulit sehat, sakit atau terluka atau pada selaput lendir (hidung, mata). Salep pada pokoknya berlaku untuk terapi lokal. Ditambahkan pula oleh Jenkins et al, salep biasanya mengandung obat-obatan yang dipakai di luar tubuh dan memiliki konsistensi yang kuat yang jika dioleskan pada kulit akan melunak dan membentuk lapisan di atas kulit. Proporsi bahan dalam sediaan salep dapat berubah-ubah untuk mempertahankan konsistensi,
sedangkan proporsi bahan aktif di
dalamnya tidak berubah (Voigt, 1994).
Pemakaian salep adalah untuk daerah topikal yang diperuntukkan sebagai protektan, antiseptik, emolien, antipruritik, keratolitik, dan astringents. Pemilihan dasar salep yang tepat sangat penting untuk efektivitas fungsi yang diinginkan. Untuk salep yang berfungsi sebagai protektan, maka dasar salep harus bersifat melindungi kulit dari kelembaban, udara, sinar matahari, dan faktor eksternal lainnya. Salep antiseptik digunakan untuk
membunuh atau menghambat
pertumbuhan bakteri. Seringkali infeksi oleh bakteri terjadi jauh di dalam lapisan
kulit, sehingga dasar salep untuk
pembuatan salep antiseptik harus memiliki kemampuan untuk meresap ke dalam kulit dan melepask (Ansel, 1989).
Menurut jenis distribusi bahan obat dalam medium penyangganya, maka salep dibedakan atas salep larutan, salep suspensi, dan salep emulsi. Salep larutan dan salep suspensi berbeda, tergantung pada sifat kelarutan dari bahan obat terlarut atau tersuspensi dalam dasar salep.
Salep mengandung air dengan
penambahan emulgator secara umum dinyatakan sebagai salep emulsi (Voigt, 1994).
Salep emulsi terdiri atas dua jenis yaitu jenis minyak dalam air (o/w) dan jenis air dalam minyak (w/o). Dasar salep o/w memiliki keuntungan yaitu dapat
dicuci dengan air sehingga tidak
meninggalkan kesan lengket yang tidak disukai, lebih dapat diterima sebagai dasar sediaan kosmetika, dan umumnya cocok untuk sediaan salep obat. Dasar salep w/o
memiliki keuntungan yaitu stabilitas
emulsinya yang tinggi (Voigt, 1994).
Salep dibuat dengan dua metode umum, yaitu pencampuran dan peleburan. Dalam metode pencampuran, komponen
3 | J u r n a l t e k n o l o g i F a r m a s i s e d i a a n s t e r i l dari salep dicampur bersama-sama sampai
sediaan yang homogen tercapai.
Pencampuran dicampur dalam sebuah
lumpang dengan sebuah alu untuk
menggerus bahan bersama-sama. Dalam metode peleburan, semua atau beberapa komponen dari salep dicampurkan dengan melebur bersama dan didinginkan dengan
pengadukan yang konstan sampai
mengental. Komponen-komponen yang tidak dicairkan biasanya ditambahkan pada campuran yang sedang mengental setelah didinginkan dan diaduk. Bahan-bahan
yang mudah menguap ditambahkan
terakhir bila temperatur dari campuran telah cukup rendah tidak menyebabkan
penguraian atau penguapan dari
komponen. Dalam skala kecil, peleburan dapat dilakukan pada cawan porselen atau gelas piala (Ansel, 1989).
Salep mata adalah salep steril untuk pengobatan mata yang mengandung dasar salep yang cocok. Pembuatan sediaan salep mata dilakukan dengan menambahkan bahan obat sebagai larutan
steril atau sebagai serbuk steril
termikronisasi pada dasar salep steril, dan hasil akhir dimasukkan secara aseptis dalam tube steril. Bahan obat dan dasar
salep disterilkan dengan cara yang cocok (Depkes RI, 1979).
Dasar salep pilihan untuk suatu salep mata harus tidak mengiritasi mata dan harus memungkinkan bahan obat berdifusi ke seluruh mata yang telah dibasahi oleh cairan mata. Dasar salep yang digunakan sebagai dasar salep harus bertitik lebur atau titik melumer mendekati suhu tubuh ( Ansel, 1985).
Keuntungan utama suatu salep mata dibandingkan larutan untuk mata adalah penambahan waktu hubungan antara obat mata dengan mata. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa waktu kontak antara obat mata dengan mata pada salep mata, dua sampai empat kali lebih besar dibandingkan larutan untuk mata.
Salah satu kekurangan bagi bagi
penggunaan bagi penggunaan salep mata adalah kaburnya pandangan yang terjadi begitu dasar salep mata meleleh dan menyebar melalui lensa mata (Ansel, 1985).
4 | J u r n a l t e k n o l o g i F a r m a s i s e d i a a n s t e r i l METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan di
Laboratorium Tekonologi Farmasi Steril Program Studi Farmasi, FMIPA, Universitas
Sriwijaya, Indralaya, Sumatera Selatan.
Praktikum dilakukan pada tanggal 5
September 2017. Alat bahan
Pada praktikum pembuatan salep mata digunakan bahan ciprofloxacin, adeps lanae, propilen glikol, dan vaselin flavum.
Untuk alat yang digunakan berupa lumpang, pinset, alu, spatula, kaca arloji, tube salep, perkamen, sudip, oven, autoklaf
Formula sediaan R/Ciprofloxacin 0,3% Propilen glikol 10% Adeps lanae 10 % Vaselin flavum Q.S Prosedur penelitian Sterilisasi alat
1. Siapkan lumpang, alu, cawan, kaca arloji.
2. Lakukan sterilisasi ke dalam
autoklaf selama 15 menit suhu 121 C lalu dimasukkan pinset, spatula,
tube, didalam oven suhu 180 cc selama 30 menit.
Pembuatan salep mata
1. Siapkan alat dan bahan yang sudah disterilisasi.
2. Timbang dan ukur bahan sesuai perhitungan.
3. Vaselin flavum digerus di atas lumping.
4. Masukkan ke dalam cawan
penguap.
5. Tutupi cawan penguap dengan aluminium foil.
6. Lakukan sterilisasi basis dengan oven pada suhu 160 C selama 1 jam.
7. Saring basis dengan kain baptis.
8. Gerus ciprofloxacin, propilen
glikol dan adeps lanae.
9. Tambahkan sedikit demi-sedikit pada basis salep.
Prosedur Analisis sediaan salep mata
1. UJi pH
Uji dilakukan dengan menggunakan kertas pH dengan Indikator untuk rentang 1-14 atau dengan pH meter. 2. Organoleptis
5 | J u r n a l t e k n o l o g i F a r m a s i s e d i a a n s t e r i l Uji dilakukan dengan mengamati
sediaan secara kualitatif meliputi warna, bau, tekstur dan lain-lain. 3. Homogenitas
Uji dilakukan dengan mengoleskan sediaan pada kaca objek/ kaca transparan, pada ujung kaca ditarik dengan benang,amati ada butiran atau tidak pada sediaan.
4. Uji Daya Lekat
Uji dilakukan dengan cara
mengoleskan salep pada kaca objek yang telah ditentukan luasnya dan diletakkan kaca objek lainnya pada bagian atasnya. Lalu diberi beban 20 gram selama 5 menit. Hitung waktu ketika objek gelas lepas.
5. Uji Daya Sebar
Uji dilakukan dengan cara meletakkan sediaan salep diatas kaca bulat diameter 15 cm ditimpa dengan kaca lainnya selama 1 menit. Ukur diameter salep.
6. Uji Daya Proteksi
Uji dilakukan dengan membasahi kertas saring dengan indicator pp dan keringkan, lalu dileskan sediaan salep. Kertas saring lainnya dibasahi dengan paraffin cair pada bagian ujungnya. Keras saring yang telah dioleskan salep dittempelkan dibawah kertas saring yang diberi batas dengan paraffin cair. Lalu dibasahi dengan NaOH 0,1 N. amati kertas saring yang telah dibasahi dengan indicator pp
setiap 15,30,45,60 detik, 3 dan 5 menit.
7. Uji Daya Cuci
Uji dilakukan dengan mengoleskan sediaap salep pada telapak tangan, cuci dengan sejumlah volume air. Amati yang terjadi dan catat volume air yang terpakai pada buret.
8. Uji Stabilitas
Uji dilakukan dengan penyimpanan selama delapan hari pada suhu kamar,
sediaan salep diamati secara
organoleptis. 9. Uji extrudability
Uji ini dilakukan dengan cara sediaan dimasukan kedalam pengemas primer lalu diberi beban 500 , 750 gram , 1 dan 2 kg dengan menggunakan alat Ekstrusion Ring. Diukur banyak sediaan yang keluar pada waktu tertentu. Gunakan persamaan regresi, dimana x adalah waktu dan y adalah
jumlah sediaan yang keluar (
mengukur volume). 10. Uji Heating Cooling
Uji ini dilakukan untuk melihat
pengaruh perbedaan pada setiap
stabilitas sediaan salep. Dengan cara sediaan disimpan pada suhu 4°c dan 40°c secara bergantian selama 24 jam untuk 3 kali siklus penyimpanan diukur pH dan dan amati secara organoleptis serta amati kestabilan dari sediaan
6 | J u r n a l t e k n o l o g i F a r m a s i s e d i a a n s t e r i l 1. Analisis Salep Mata
a. Uji Organoleptis
warna Bau Tekstur
F 1 Merah
Terang
Asam
Lemah Agak encer, Lembut
F 2 Merah
Pucat
Asam
Lemah Agak encer, Lembut
F 3
Merah Bata
Tidak
Berbau Halus, Lembut
F 4
Merah Bata
Tidak Berbau
Halus, Lembut, Agak Encer
Dilakukan pengujian organoleptis pada
sediaan salep mata keempat formula.
Didapatkan warna merah terang , bau asam lemah, tekstur agak encer, lembut untuk formula 1, warna merah pucat, bau asam lemah, tekstru agak encer, lembut untuk formula 2, warna merah bata, tidak berbau, tekstur halus dan lembut untuk formula 3 sedangkan untuk formula 4 warna merah bata,
tidak berbau, tekstur halus,lembut, dan agak encer. Hal ini menunjukkan bahwa tiap-tiap formula memiliki masing-masing warna, bau dan tekstur yang berbeda-beda. Tentunya hal ini dapat disebabkan karena pemilihan eksipien dan komposisi nya yang berbeda yang dapat mempengaruhi kualitas salep mata
yang diperoleh.
b. Uji Homogenitas
Formula Homogenitas Syarat
F1 F2 F3 F4 Sedikit partikel Sedikit partikel Tidak ada partikel Tidak ada partikel Tidak ada butiran
Parameter pengujian uji homogenitas
termasuk hal yang penting dalam analisa mutu sediaan. Homogenitas tentunya
dipengaruhi oleh ukuran partikel dan bentuk partikel dengan syarat tidak ada butiran dalam sediaan. Butiran yang besar dan bulat
7 | J u r n a l t e k n o l o g i F a r m a s i s e d i a a n s t e r i l menunjukkan sediaan salep tidak homogen .
Hasil analisis yang diperoleh pada formula 1 dan 2 didapatkan sedikit partikel sedangkan pada formula 3 dan 4 didapatkan tidak ada
butiran. Hal ini menunjukkan bahwa
homogenitas pada formula 1 dan formula 2 tidak memenuhi syarat. Homogenitas pada salep mata formula 3 dan 4 lebih baik dibandingkan salep mata pada formula 1 dan 2.
c. Uji Heating Cooling
Formula Hasil salep Syarat
F 1 F 2 F 3 F 4 Stabil Stabil Stabil Stabil Stabil
Pengujian heating cooling dilakukan dengan meletakkan sedian dalam kulkas selama 24 jam kemudian diletakkan pada suhu kamar selama 24 jam. Syaratnya semua sediaan
harus stabil. Dari keempat formula, semua formula stabil. Maka dapat disimpulkan bahwa salep mata dari keempat formula memenuhi persyaratan heating cooling. d. Uji Daya Proteksi
Formula Proteksi Syarat
F 1 F 2 F 3 F 4 Campur Campur Tidak campur Hampir campur Tidak terjadi percampuran
Untuk pengujian daya proteksi dilakukan dengan menguji salep dengan parafin liquid, NaOH dan indikator PP pada kertas saring. Hasilnya pada formula 1 dan 2 terjadi percampuran warna sedangkan pada formula 3 warna tidak bercampur dan pada formula 4
warna hampir tercampur. Hal ini
menunjukkan formula 3 memenuhi syarat dan
memiliki daya proteksi yang bagus.
Sedangkan formula 1,2 dan 4 tidak memenuhi syarat dan daya proteksinya tidak baik.
e. Uji Sterilitas
8 | J u r n a l t e k n o l o g i F a r m a s i s e d i a a n s t e r i l F 1 F 2 F 3 F 4 Tidak ada bakteri Tidak ada bakteri Tidak ada bakteri Tidak ada bakteri Steril ( tidak ada bakteri)
Pengujian sterilitas dilakukan dengan
meletakkan sedian dalam medium agar yang di inkubasi selama 24 jam. Syaratnya semua sediaan harus tidak terdapat bakteri atau steril.
Dari keempat formula, semua formula tidak terdapat bakteri atau steril. Maka dapat disimpulkan bahwa salep mata dari keempat formula memenuhi persyaratan uji sterilitas. f. Uji Daya Cuci
Formula Volume Syarat
F 1 F 2 F 3 F 4 23,4 mL 22,8 mL 35,5 mL 25 mL Kurang dari 50 mL
Pengujian daya cuci dilakukan menggunakan buret sebagai wadah air untuk pembilas sediaan salep mata. Syaratnya volume maksimal yang digunakan untuk membilas sediaan harus kurang dari 50 mL. Dari
keempat formula, semua formula memenuhi syarat karena volume yang digunakan dibawah 50 mL. Maka dapat disimpulkan bahwa salep mata dari keempat formula memenuhi persyaratan uji daya cuci.
g. Uji Daya Lekat
I Daya lekat II III F 1 00.00.03 00.00.02 00.00.02 F 2 00.00.02 00.00.01 00.00.01 F 3 00.00.56 00.00.51 00.00.50
9 | J u r n a l t e k n o l o g i F a r m a s i s e d i a a n s t e r i l
F 4 00.00.57 00.00.58 00.00.52
Pengujian daya lekat dilakukan menggunakan kaca obyek dan anak timbangan sebagai
pemberi beban terhadap kaca obyek.
Syaratnya waktu untuk sediaan harus lepas dari kaca obyek harus kurang dari 1 menit. Dari keempat formula, semua formula
memenuhi syarat karena waktu yang
dibutuhkan sediaan untuk lepas dari kaca obyek kurang dari 1 menit . Maka dapat disimpulkan bahwa salep mata dari keempat formula memenuhi persyaratan uji daya lekat.
h. Uji Extrudability 1,6 kg Extrudability 1,7 kg 1,6 + 1,7 kg F 1 1,2 cm 1,3 cm 1,9 cm F 2 0,5 cm 1 cm 1,2 cm F 3 1 cm 1,2 cm 2 cm F 4 0,9 cm 1 cm 1,3 cm
Pengujian extrudability dilakukan
menggunakan batu bata dengan beban 1,6 kg dam 1,7 kg. Dari keempat formula, semua formula memenuhi syarat karena waktu yang dibutuhkan sediaan untuk lepas dari kaca
obyek kurang dari 1 menit . Maka dapat disimpulkan bahwa salep mata dari keempat formula memenuhi persyaratan uji daya extrudability.
h. Uji Daya Sebar
Formula Uji Daya Sebar
Sebelum 10 gram 20 gram 50 gram 100 gram
FA 1 1 cm 1,1 cm 1,2 cm 1,3 cm 1,3 cm
FA 2 1 cm 1,5 cm 1,5 cm 1,7 cm 1,7 cm
FB 1 1 cm 1,2 cm 1,4 cm 1,4 cm 1,4 cm
10 | J u r n a l t e k n o l o g i F a r m a s i s e d i a a n s t e r i l Pada pengujian daya sebar dilakukan dengan
meletakkan sedian salep pada plastik mika yang ditimpa dengan kaca lain dan anak timbangan diatas nya. Dari formula 1,2 dan 3
tidak menunjukkan daya sebar yang
signifikan. Sedangkan pada formula 4
perbedaan diameter dari diameter awal memiliki rentang nilai yang besar. Semakin besar perubahan diameter atau daya sebar nya maka semakin baik salep mata di absorbsi didalam tubuh dan efeknya pun lebih cepat terasa.
2. Hasil Analisis Data a. Uji Normalitas
Tests of Normalityb
Formula
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Uji_ekstrudability Formula 1 .337 3 . .855 3 .253 Formula 2 .276 3 . .942 3 .537 Formula 3 .314 3 . .893 3 .363 Formula 4 .292 3 . .923 3 .463 Luas_permukaan Formula 1 .385 3 . .750 3 .000 Formula 2 .385 3 . .750 3 .000 Formula 3 .292 3 . .923 3 .463 Formula 4 .219 3 . .987 3 .760
Dilakukan analisis data dengan SPSS pada
extrudability dan uji daya lekat. Pada analisis extrudability dan uji daya lekat didapatkan
nilai normalitas diatas 0,05 sedangkan pada analisis uji daya lekat formula 1 dan 2
didapatkan nilai normalitas keduanya
dibawah 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi merata kecuali pada uji daya lekat.
11 | J u r n a l t e k n o l o g i F a r m a s i s e d i a a n s t e r i l b. Nilai Korelasi
Correlations
Formula Uji_ekstrudability Uji_daya_lekat
Formula Pearson Correlation 1 1 888 Sig. (2-tailed) . .001 .000 N 12 1 12 Uji_ekstrudability Pearson Correlation -199 1 .029 Sig. (2-tailed) .524 .001 .929 N 12 1 12 Uji_daya_lekat Pearson Correlation .888 1 1 Sig. (2-tailed) .000 .013 N 12 20 12
Setelah dilakukan uji nilai normalitas, dilakukan analisa korelasi antara extrudability dan daya lekat terhadap perbandingan formula. Dari nilai signifikannya dapat disimpulkan bahwa extrudability dan uji daya
lekat terhadap perbandingan formula
memiliki korelasi. Hal ini menandakan bahwa
extrudability dan uji daya lekat dipengaruhi
oleh perbandingan formula dari sediaan salep mata yang telah ditetapkan.
c. Uji T-Test
One-Sample Test
t-test for equality of means
Df Sig. (2-tailed Mean difference
Uji_ekstrudabiity 1 4 .000 1.00375
2 4 .000 1.009
12 | J u r n a l t e k n o l o g i F a r m a s i s e d i a a n s t e r i l Nilai sig yang didapatkan dibawah 0,05
sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan antara uji ekstrudability dan uji daya lekat.
BAB IV KESIMPULAN
Hasil analisis kualitas salep dengan menggunakan konsentrasi zat aktif yang berbeda dan eksipien yang berbeda. Pada hasil pada formula 1, 2, 3, dan 4 memenuhi persyaratan pada uji seluruh uji baik uji ekstrudability, uji heating-cooling, uji daya lekat, uji daya sebar, uji homogenitas, uji daya proteksi, uji organoleptis, uji pH, uji daya cuci, dan uji sterilitas. Dari data SPSS menunjukkan bahwa kedua data terdistribusi normal terkecuali pada uji luas permukaan pada formula 1 dan 2.
Selain itu dari hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa uji ekstrudability dan uji daya lekat terhadap perbandingan formula. memiliki korelasi. Hal ini
menandakan bahwa keseragaman uji
ekstrudability dan uji daya lekat dipengaruhi oleh perbandingan formula dari sediaan bedak tabur yang telah
ditetapkan. Maka dapat disimpulkan
bahwa formula dari kedua sediaan
menghasilkan kualitas sediaan yang baik dan layak untuk digunakan sebagai formulasi sediaan bedak tabur. Pada uji T-Test nilai sig yang didapatkan dibawah 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan antara uji
ekstrudability dan uji daya lekat.
4 4 .000 1.006 Uji_daya_lekat 1 4 .000 50.0100 2 4 .001 10 3 4 .005 50.0100 4 4 .000 10 1 4 .000 50.0100
13 | J u r n a l t e k n o l o g i F a r m a s i s e d i a a n s t e r i l DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C. 1985, Introduction to
Pharmaceutical Dosage Forms, 4th Edition,
Lea & Febiger, Athena, Georgia.
Ansel. H.C. 1989, Pengantar Bentuk-Bentuk Sediaan Farmasi, Terjemahan: Farida Ibrahim Edisi 4, UI Press, Jakarta.
Depkes RI. 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Ditjen POM, Jakarta.
Voigt, R. 1994, Buku Pelajaran Teknologi
Farmasi, Gadjah mada University