• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANDUAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN STERIL TIM PENYUSUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PANDUAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN STERIL TIM PENYUSUN"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

PANDUAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN STERIL

TIM PENYUSUN

LABORATORIUM FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HALU OLEO

2019

(2)

2 TATA TERTIB

A. TATA TERTIB

1.

Berlaku sopan, santun dan menjunjung etika akademik dalam laboratorium

2.

Menjunjung tinggi dan menghargai staf laboratorium dan sesama pengguna

laboratorium

3.

Menjaga kebersihan dan kenyamanan ruang laboratorium

4.

Dilarang menyentuh, menggeser dan menggunakan peralatan di laboratorium yang tidak sesuai dengan acara praktikum matakuliah yang diambil.

5.

Peserta praktikum tidak diperbolehkan merokok, makan dan minum, membuat kericuhan selama kegiatan praktikum dan di dalam ruang laboratorium

6.

Selama kegiatan praktikum, TIDAK BOLEH menggunakan handphone untuk pembicaraan dan/atau SMS

7.

Jas laboratorium hanya boleh digunakan di dalam laboratorium, asisten harus mengenakan jas laboratorium asisten.

8.

Mahasiswa hadir tepat waktu sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.

9.

Peserta praktikum berikut : mengenakan pakaian/kaos oblong , memakai sandal, tidak memakai jas/pakaian laboratorium; tidak boleh memasuki laboratorium dan/atau TIDAK BOLEH MENGIKUTI PRAKTIKUM

10.

Membersihkan peralatan yang digunakan dalam praktikum maupun penelitian dan mengembalikannya kepada petugas laboratorium

11.

Membaca, memahami dan mengikuti prosedur operasional untuk setiap peralatan dan kegiatan selama praktikum dan di ruang laboratorium

12.

Laporan praktikum diserahkan sebelum praktikum selanjutnya berlangsung, sebagai syarat untuk praktikum .

13.

Asisten harus menyerahkan laporan yang telah diperiksa, sebelum praktikum selanjutnya berlangsung

14.

Mahasiswa yang tidak lulus pre test, diberi kesempatan mengulang sekali, jika tidak lulus lagi tidak boleh mengikuti praktikum.

15.

Mahasiswa yang mengalami kejadian luar biasa (kedukaan, sakit dibuktikan dengan surat dokter) , harap melapor 1 x 24 jam ke dosen penanggung jawab.

(3)

3 B. SANKSI

1.

Mahasiswa yang tidak mematuhi tata tertib poin 1- 6 diberi teguran lisan, tulisan dan selanjutnya tidak diperbolehkan mengikuti praktikum.

2.

Peserta praktikum yang tidak mematuhi tata tertib TIDAK BOLEH masuk dan mengikuti kegiatan praktikum di ruang laboratorium

3.

Peserta praktikum yang datang terlambat (tidak sesuai kesepakatan), tidak memakai jas lab, tidak memakai sepatu, tidak memakai baju berkerah/kaos berkerah, dan/atau tidak membawa petunjuk praktikum, tetap diperbolehkan masuk laboratorium tetapi TIDAK BOLEH MENGIKUTI KEGIATAN PRAKTIKUM.

4.

Mahasiswa yang mendaftarkan diri melebihi batas waktu yang ditentukan tetap diperbolehkan mengikuti kegiatan praktikum hanya jika dapat menunjukkan surat keterangan dari dokter (jika sakit), dosen wali (untuk alasan tertentu), atau penanggung jawab matakuliah (PJMK); dan hanya acara praktikum yang tersisa yang dapat diikuti dengan berbagai konsekuensinya.

5.

Peserta praktikum yang memindahkan dan/atau menggunakan peralatan praktikum tidak sesuai dengan yang tercantum dalam petunjuk praktikum dan berkas peminjaman alat, kegiatan praktikum yang dilaksanakan akan dihentikan dan praktikum yang bersangkutan dibatalkan.

6.

Peserta praktikum yang telah dua (2) kali tidak mengikuti acara praktikum dinyatakan GUGUR dan harus mengulang pada semester berikutnya, kecuali ada keterangan dari ketua jurusan/kepala laboratorium atau surat dari dokter.

7.

Peserta praktikum yang mengumpulkan laporan praktikum terlambat satu

(1)

hari, tetap diberikan nilai sebesar 75%, sedangkan keterlambatan lebih dari satu (1) hari, diberikan nilai 0%.

8.

Plagiat dan kecurangan sejenisnya selama kegiatan praktikum maupun penyusunan laporan praktikum, pekerjaan dari kegiatan yang bersangkutan diberikan penilaian 25%.

9.

Peserta praktikum yang telah menghilangkan, merusak atau memecahkan peralatan praktikum harus mengganti sesuai dengan spesifikasi alat yang dimaksud, dengan kesepakatan antara laboran, pembimbing praktikum dan kepala laboratorium. Prosentase pengantian alat yang hilang, rusak atau pecah disesuaikan dengan jenis alat atau tingkat kerusakan dari alat.

10.

Apabila peserta praktikum sampai dengan jangka waktu yang ditentukan

(4)

4 tidak bisa mengganti alat tersebut, maka peserta praktikum TIDAK BOLEH mengikuti ujian akhir semester (UAS); dan apabila peserta praktikum tidak sanggup mengganti alat yang hilang, rusak atau pecah dikarenakan harga alat mahal atau alat tidak ada dipasaran, maka nilai penggantian ditetapkan atas kesepakatan antara ketua jurusan, pembimbing praktikum dan peserta praktikum (atau peminjam)

(5)

5 PANDUAN PENYUSUNAN LAPORAN

1.

Setiap mahasiwa yang mengambil praktikum Teknologi Formulasi Sediaan Steril wajib membuat Jurnal Praktikum.

2.

Jurnal praktikum menggunakan buku folio bergaris.

3.

Laporan ditulis tangan dengan rapi, bersih dan lengkap.

4.

Format Jurnal Praktikum sebagai berikut :

I.

Pendahuluan

II.

Formula Asli

III.

Rancangan Formula

IV.

Master Formula

V.

Dasar Formulasi :

a.

Alasan pembuatan sediaan

b.

Alasan penambahan bahan :

-

Alasan penggunaan zat aktif : indikasi, mekanisme kerja, efek samping, kontraindikasi, interaksi, dosis, stabilitas, contoh sediaan di pasaran, dst.

-

Alasan penggunaan bahan tambahan

VI.

Uraian Bahan

VII.

Perhitungan :

a.

Perhitungan bahan

b.

Perhitungan pengenceran

c.

Perhitungan dapar

d.

Perhitungan isotonisitas

VIII.

Cara kerja

IX.

Daftar pustaka

X.

Lampiran :

a.

Etiket

b.

Brosur

c.

Tabel sterilisasi

5.

Setelah seluruh rangkaian praktikum Teknologi Formulasi Sediaan Steril akan selesai maka wajib membuat laporan akhir berupa 1 buah Laporan Lengkap Angkatan.

6.

Laporan Lengkap Angkatan diketik rapi, bersih dan lengkap menggunakan kertas A4, huruf Times New Roman, ukuran huruf 12, margin atas dan kiri 4 cm, bawah dan kanan 3 cm.

7.

Format penulisan Laporan Lengkap Angkatan mengikuti format jurnal praktikum, dengan tambahan lampiran berupa foto sediaan steril yang telah dibuat.

(6)

6 EVALUASI PRAKTIKUM

Evaluasi praktikum dilakukan dengan mengambil nilai harian selama praktikum.

Nilai harian diperoleh dari :

a.

Kehadiran

b.

Pre-test

c.

Diskusi

d.

Tugas Pendahuluan

e.

Laporan Hasil Diskusi

f.

Formula

PANDUAN PENILAIAN

Panduan penilaian untuk praktikum Teknologi Formulasi Sediaan Steril adalah sebagai berikut :

Nilai harian 30%

Ujian aktif 30%

Ujian pasif 40%

(7)

7 PENDAHULUAN

Definisi Steril, Sterilitas dan Sterilisasi :

Steril adalah suatu kondisi absolut di mana bebas dari mikroorganisme hidup yang dapat muncul dari metode, wadah dan rute pemberian dengan suatu pembatasan, kemungkinan tersebut tidak lebih 1 bagian non-steril dalam sejuta bagian steril.

Sterilitas adalah karakteristik yang diisyaratkan untuk sediaan farmasetik bebas dari mikroorganisme hidup meliputi metode, wadah atau rute pemakaian.

Sterilisasi adalah suatu proses mengurangi, menghilangkan, menghancurkan, membunuh mikroorganisme dan spora yang hidup dari sediaan, bahan atau material untuk menghasilkan keadaan yang steril.

Metode sterilisasi

Sterilisasi fisika :

Pemanasan Kering : Oven, pemijaran langsung

Pemanasan Basah : Uap bertekanan, Uap panas 1000 C, Air mendidih, Pemanasan dengan bakterisid

Non pemanasan : Sinar UV, Radiasi Pengion, Gamma

Sterilisasi Kimia : Uap / gas

Sterilisasi Mekanik : Filter Seitz

Filter Swinny Filter Fritted-Glass

Filter Berkefeld n Mandley Filter Chamberland

Pasteur

Jenis-jenis sediaan steril :

Injeksi

cairan infus

padatan steril

suspensi steril

larutan irigasi

larutan mata, suspensi dan salep mata

radiasi farmasetik

bahan diagnostik

ekstrak allergenio

larutan dialisis peritonial

(8)

8 PERCOBAAN I.

SALEP MATA 1. Tujuan Percobaan

a. Melakukan sterilisasi basah (autoklaf) dan kering (oven) b. Memahami cara pembuatan sediaan salep mata

2. Landasan teori

Salep mata adalah sediaan steril yang mengandung bahan kimia yang terbagi halus dalam basis, yang digunakan pada mata dimana obat dapat kontak dengan mata dan jaringan tanpa tercuci oleh air mata dan memerlukan perhatian khusus dalam pembuatannya.

Adapun syarat-syarat salep mata :

c.

Steril.

d.

Dibuat dari bahan-bahan yang disterilkan di bawah kondisi aseptik.

e.

Sterilitas akhir dari salep dalam tube dengan radiasi gamma.

f.

Mengandung bahan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme.

g.

Basis yang digunakan tidak mengiritasi mata

h.

Bebas partikulat

Bentuk sediaan salep mata memiliki beberapa keuntungan antara lain waktu kontak dengan mata lebih lama sehingga bioavailabilitas obat lebih besar dan tempat kerjanya lebih luas dibandingkan dengan tetes mata.

Adapun kerugiannya umumnya salep mata mengganggu penglihatan kecuali jika digunakan saat tidur.

Evaluasi Sediaan salep mata :

a.

Uji Kebocoran tube

b.

Uji Partikulat

c.

Uji Sterilisasi 3. Alat dan Bahan

Contoh formula :

Tiap 3,5 g salep mata mengandung Kloramfenikol 1%

Kloramfenikol 1 %

Klorobutanol 0,5%

Alfa Tokoferol 0,05%

Basis ad 100%

- parafin cair 10%

- lanolin anhidrat 10%

- vaselin kuning 80%

(9)

9 a. Alat :

Alat-alat gelas, alat-alat karet, oven, dan autoklaf b. Bahan :

Kloramfenikol, klorobutanol, alfa tokoferol, parafin cair, lanolin anhidrat, dan vaselin kuning

4. Prosedur Kerja

a. disiapkan alat dan bahan, sterilkan sesuai metode masing-masing

b. alat gelas dicuci dengan deterjen lalu dibebas-alkalikan dengan cara direndam dalam HCl 0,1 N panas selama 30 menit lalu dibilas dengan air suling, dinginkan lalu disterilkan dengan autoklaf.

c. Alat karet dibersihkan dan dibebas-sulfurkan dengan cara dipanaskan dalam 2% Na2CO3 yang mengandung 0,1% Na-lauril sulfat, selama 15 menit, dinginkan lalu dibilas dengan air suling steril dan disterilkan dalam autoklaf.

d. Masing-masing basis secukupnya disterilkan dalam oven suhu 100oC selama 1 jam dengan filtrasi. Ruangan disterilkan dengan menyemprot alkohol 70%. Seluruh pekerjaan dilakukan secara aseptik.

e. Dibuat pengenceran masing-masing bahan sesuai perhitungan bahan.

f. Semua hasil pengenceran dimasukkan dalam lumpang steril lalu dicampur homogen

g. Salep kemudian dimasukkan ke dalam tube yang telah disterilkan h. Beri etiket dan dimasukkan dalam wadah

5. Lembar Kerja a. Tabel sterilisasi

No Alat / Bahan Cara sterilisasi Pustaka Ket.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

Dst.

(10)

10 b. Perhitungan :

Perhitungan bahan :

...

...

...

...

...

...

...

...

...

Perhitungan pengenceran

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

Perhitungan jumlah basis yang akan disterilkan

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

(11)

11 6. Tugas Sebelum Praktikum

a. Definisi steril, sterilitas, sterilisasi, antiseptika, bakteriostatika, bakterisida, germisida, virusida

b. Metode-metode sterilisasi

c. Keuntungan dan kerugian metode sterilisasi d. Jenis-jenis sediaan steril

e. Perbedaan aseptis dan sterilisasi akhir f. Validasi dan monitoring metode sterilisasi g. Definisi sediaan salep mata

h. Syarat-syarat sediaan salep mata

i. Keuntungan dan kerugian bentuk sediaan salep mata j. Tempat kerja salep mata

k. Anatomi dan fisiologi mata

l. Teknik pembuatan sediaan salep mata m. Mengapa sediaan mata harus steril?

n. Cara memasukkan salep ke dalam tube o. Pewadahan salep

p. Cara menggunakan salep mata

q. Pengawet pada salep mata : mekanisme pengawet, syarat-syarat pemilihan pengawet dan jenis-jenis pengawet pada sediaan mata.

r. Contoh-contoh formula salep mata

(12)

12 PERCOBAAN II.

TETES MATA 1. Tujuan Percobaan

a.

Melakukan sterilisasi basah (autoklaf) dan kering (oven)

b.

Memahami cara pembuatan sediaan tetes mata

c.

Memahami perhitungan dapar dan isotonisitas 2. Landasan teori

Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi atau larutan berminyak yang dimasukkan ke dalam mata atau succus konjungtiva dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir, sekitar kelopak mata dan bola mata yang terluka dalam beberapa bentuk dosis yang diberikan dengan volume atau berat dosis yang tepat. Adapun syarat-syarat tetes mata :

a.

Harus steril.

b.

Mengandung bahan pengawet (jika dosis ganda).

c.

Tonisitas sediaan atau larutan mata dipertimbangkan bersifat isotonis atau tonisitas sama dengan cairan fisiologi tubuh atau dengan 0,9%

larutan NaCl.

d.

Bebas dari partikel-partikel asing

e.

Stabil secara terapetis membutuhkan kemurnian bahan yang tinggi juga bebas dari kontaminan kimia, fisika, dan kontaminan mikroba.

f.

Buffer dan pH idealnya seperti nilai pH cairan mata yaitu 7,4.

g.

Tidak perlu bebas pirogen

h.

Bebas dari efek mengiritasi

i.

Dibuat pada kondisi yang aseptis dan/atau melalui cara sterilisasi akhir dengan autoklaf serta pensterilan dengan pemanasan dengan bakterisid atau penyaringan larutan.

j.

Pengemasan dilakukan pada wadah yang steril, kecil, dan praktis

k.

Viskositas yang diisyaratkan 15-25 cps dan untuk larutan mata secara normal harus jernih yang dicapai dengan filtrasi.

Hal penting yang harus diperhatikan dalam sediaan tetes mata adalah tonisitas. Tonisitas merupakan tekanan osmotik yang diberikan oleh garam dalam larutan berair. Cairan mata dan cairan tubuh lainnya memberikan tekanan osmotik yang sama dengan garam normal atau 0,9% NaCl. Larutan yang mempunyai jumlah bahan terlarut lebih besar dari pada cairan mata disebut hipertonik, sedangkan cairan yang memiliki sedikit zat terlarut memiliki tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik. Keadaan isotonik dapat memberikan rasa nyaman pada penggunaan karena tidak timbul rasa nyeri ketika suatu tetes mata digunakan. Keadaan hipertonik meskipun menyebabkan nyeri akan tetapi masih dapat diterima sebagai suatu sediaan karena keadaan ini memungkinkan osmosis cairan mata keluar sel sehingga sel mengkerut, namun dalam beberapa waktu sel dapat kembali ke keadaan semula. Sebaliknya pada keadaan hipotonik, dapat terjadi lisis pada sel.

(13)

13 Komposisi tetes mata adalah :

1. zat aktif yang memiliki aksi terapeutik 2. zat tambahan :

a. pengawet, meliputi ester asam p-hidroksi benzoat, khususnya campuran metil dan propil paraben; golongan merkuri organik meliputi fenil merkuri nitrat dan fenil merkuri borat, nitromerasol (methapen), dan thimerosal (methiolat); golongan amonium kuarterner seperti benzalkonium klorida, benzhetonium klorida, dan setil piridinium klorida; serta derivat alkohol seperti klorobutanol dan fenil etil alkohol;

b. antioksidan, contohnya sodium bisulfit dan metabisulfit;

c. pengkhelat, contohnya Na2EDTA;

d. pendapar, contohnya dapar borat, dapar sitrat dan dapar fosfat;

e. pengisotonis, contohnya NaCl, KCl, dextrosa;

f. pengental, contohnya metil selulosa;

g. surfaktan, contohnya polisorbat 20 dan 80;

h. pembawa (air dan non air).

3. Alat dan Bahan

Contoh formula tetes mata

Tiap 10 mL tetes mata mengandung : Polimiksin β-sulfat 0,20 %

Neomisin sulfat 0,07 %

Dexametason Na-fosfat 0,05 % Benzalkonium klorida 0,01 %

Na2EDTA 0,10 %

Na2HPO4 0,21 %

NaH2PO4 0,28 %

NaCl 0,64 %

Air untuk injeksi ad 10 mL

a. Alat : Alat-alat gelas, alat-alat karet, oven, dan autoklaf

b. Bahan : Polimiksin β-sulfat, Neomisin sulfat, Dexametason Na-fosfat, Benzalkonium klorida, Na2EDTA, Na2HPO4, NaH2PO4, NaCl, API.

4. Prosedur Kerja

a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

b. Seluruh alat dan bahan disterilkan sesuai metode sterilisasi masing- masing.

c. Dibuat pengenceran masing-masing bahan sesuai perhitungan bahan.

d. Dibuat dapat fosfat sesuai perhitungan bahan

e. Dimasukkan hasil pengenceran polomixin B sulfat, neomisin sulfat, dan dexametason ke dalam larutan dapar fosfat, homogenkan

f. Ditambahkan hasil pengenceran benzalkonium klorida dan Na2EDTA, dihomogenkan lalu cek pH.

g. Dimasukkan dalam wadah, disterilkan, beri etiket.

(14)

14 5. Lembar Kerja

a. Tabel sterilisasi

No Alat / Bahan Cara sterilisasi Pustaka Ket.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11 12 13 14 Dst.

b. Perhitungan :

Pehitungan Tonisitas

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

Perhitungan Dapar

...

...

...

...

(15)

15 ...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

Perhitungan Bahan

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

Perhitungan pengenceran

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

(16)

16 6. Tugas Sebelum Praktikum

a. Definisi tetes mata b. Syarat-syarat tetes mata

c. Keuntungan dan kerugian sediaan tetes mata d. Cara penggunaan sediaan tetes mata

e. Karakteristik sediaan tetes mata f. Mengapa tetes mata harus steril?

g. Mengapa tetes mata harus isotonis ? h. pH cairan mata

i. pH sediaan mata j. Pewadahan tetes mata k. Komposisi tetes mata l. Sterilisasi larutan mata

(17)

17 PERCOBAAN III. TETES

HIDUNG 1. Tujuan Percobaan

a.

Melakukan sterilisasi basah (autoklaf) dan kering (oven)

b.

Memahami cara pembuatan sediaan tetes hidung

c.

Memahami perhitungan dapar dan isotonisitas 2. Landasan Teori

Tetes hidung yang biasa juga disebut spray atau collunaria didefenisikan sebagai cairan atau larutan berminyak yang dimaksudkan untuk penggunaan topikal pada daerah nasofaring, dapat mengandung zat pensuspensi, pendapar dan pengawet. Mengandung zat adrenergik yang digunakan untuk aktivitas pemampatan pada mukosa hidung, obat yang biasanya digunakan termasuk vasokonstriktor, antibiotik, kortikosteroid, antiseptik dan anastetik lokal, diantaranya ada dalam bentuk suspensi yang mengandung bahan tidak larut air serta gel dan salep nasal semipadat untuk penggunaan hidung secara lokal atau sistemik. Komposisi tetes hidung meliputi bahan aktif dan bahan tambahan berupa pembawa, pendapar, pengisotonis, pengawet, bahan viskositas dan surfaktan.

Adapun syarat-syarat pembawa untuk sediaan hidung :

a.

Mempunyai pH dalam rentang 5,5-7,5, lebih dipilih kurang dari 7.

b.

Mempunyai kapasitas buffer yang baik.

c.

Isotonik atau mendekati isotonik.

d.

Tidak mengubah viskositas normal mukus.

e.

Dapat bercampur dengan gerakan silia normal

f.

Dapat bercampur dengan bahan aktif.

g.

Cukup stabil untuk menyimpan aktivitas diperpanjang

h.

Mengandung pengawet untuk menekan pertumbuhan bakteri yang mungkin ada melalui penetes.

Syarat-syarat sediaan tetes hidung adalah sebagai berikut :

a.

Cairan pembawa umumnya digunakan air, cairan pembawa sedapat mungkin mempunyai pH antara 5,5-7,5, kapasitas dapar sedang, isotonis atau hampir isotonis.

b.

Zat pensuspensi dapat digunakan sorbitan, polisorbat atau surfaktan lain yang cocok, kadar tidak boleh lebih dari 0,01% b/v.

(18)

18

c.

Zat pendapar dapat digunakan dapar yang cocok dengan pH 6,5 dan dibuat

isotonis menggunakan NaCl secukupnya.

d.

Zat pengawet umumnya digunakan benzalkonium klorida

e.

Viskositas. Penambahan metil selulosa 0,5% untuk mendapatkan viskositas larutan yang seimbang dengan viskositas mukosa hidung.

f.

Alat yang diperlukan

1.

Pipet tetes biasa : diteteskan / beberapa tetesan ke dalam lubang hidung

2.

Atomizer : disemprotkan dalam bentuk tetesan kasar ke dalam lubang

hidung

3.

Nebulaezer : disemprotkan dalam tetesan sangat halus, sehingga mampu berpenetrasi mencapai paru-paru.

3. Alat dan Bahan

Contoh formula tetes hidung

Tiap 10 ml tetes hidung mengandung :

Zink sulfat 0,250%

Fenil merkuri nitrat 0,002%

Asam borat 6,072%

Na Borat 1,564%

Gliserin 1,564%

API ad 10 ml

pH sediaan 6

a. Alat : Alat-alat gelas, alat-alat karet, oven, dan autoklaf

b. Bahan : Zink sulfat, Fenil merkuri nitrat, Asam borat, Borat, Gliserin, 4. Prosedur Kerja

a. Disiapkan alat dan bahan

b. Disterilkan semua alat dan bahan yang digunakan c. Dilakukan pengenceran sesuai perhitungan bahan

d. Dicampurkan hasil pengenceran zink sulfat, fenil merkuri nitrat, dihomogenkan

e. Cek pH

f. Ditambahkan pendapar asam borat dan na borat

g. Cukupkan volume hingga 15 ml, masukkan wadah, beri etiket.

(19)

19 5. Lembar Kerja

a. Tabel sterilisasi

No Alat / Bahan Cara sterilisasi Pustaka Ket.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11 12 13 14 Dst.

b. Perhitungan :

Pehitungan Tonisitas

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

(20)

20

Perhitungan Dapar

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

Perhitungan Bahan

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

Perhitungan pengenceran

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

(21)

21 6. Tugas Sebelum Praktikum

a. definisi tetes hidung b. jenis-jenis sediaan hidung c. anatomi dan fisiologi hidung d. absorbsi obat pada hidung e. respon silia terhadap obat

f. syarat-syarat sediaan tetes hidung

g. syarat-syarat pembawa dalam sediaan tetes hidung h. pewadahan tetes hidung

i. komposisi tetes hidung

(22)

22 PERCOBAAN IV.

INJEKSI VOLUME KECIL (AMPUL/VIAL) 1. Tujuan Percobaan

Memahami cara pembuatan sediaan injeksi volume kecil (vial/ampul).

2. Landasan teori

Ampul adalah wadah gelas silindir berdinding tipis yang memiliki leher jepit yang rusak sekali pakai dan digunakan untuk dosis tunggal dengan volume berkisar antara 0,5-100 ml pada keadaan tertentu yang kedap udara dan tertutup rapat sehingga mengurangi kontaminasi lingkungan dengan isi ampul.

Cara pengisian ampul

1.

Cairan

Pengisian wadah volume kecil dapat dilakukan dengan sebuah alat semprot hipodermik dan jarum suntik, cairan ditarik dengan alat semprot dan diletakkan melalui jarum suntik kedalam wadah sampai dibawah leher ampul. Jarum harus dikeluarkan dari ampul tanpa terjadi penetesan larutan pada dinding ampul.

2.

Padatan

Beberapa padatan steril dibagi kembali dalam wadah dengan cara menimbang secara sendiri-sendiri. Sebuah skop biasanya digunakan untuk membantu dalam memperkirakan jumlah yang dibutuhkan, tapi jumlah yamg diisi pada wadah akhir ditimbang pada neraca. Cara ini prosesnya lambat, ketika padatan diperoleh dalam bentuk granula sehingga aliran lebih mudah. Metode pengisian lain dapat digunakan. Pada umumnya ini meliputi ukuran dan volume, material granular yang telah dikalibrasi dengan massa berat yang diinginkan pada mesin, sebuah lubang teratur dalam lingkungan roda diisi dengan vakum dan isinya ditarik oleh vakum hingga lubang terbalik dibagian atas wadah. Bahan padat kemudian dikeluarkan kedalam wadah melalui penggunaan udara steril.

Cara penyegelan ampul 1. Segel tutup

Segel tutp dibuat dengan cara memanaskan pada api tunggal bagian ujung ampul yang terbuka hingga melebur dan membentuk tutup pada bagian yang terbuka tersebut.

2. Segel tarik

Segel tarik dibuat dengan cara memanaskan bagian atas leher ampul yang diputar pada api tunggal ketika gelas telah melebur, ujungnya dijepit kuat dan ditarik dengan cepat dari badan ampul dengan menggunakan penjepit tang/pinset sehingga terbentuk segel

(23)

23 Evaluasi Sediaan Uji Kebocoran

Ampul yang telah disegel melalui peleburan harus diuji untuk memastikan kerapatan segel yang dihasilkan. Uji kebocoran dilakukan dengan mencelupkan ampul dalam larutan berwarna (biasanya 0,5%-1% metilen biru) dan diletakkan dalam ruang vakum (27 inhg atau lebih) selama 30 menit. Setelah itu, vakum dilepaskan secepat mungkin sehingga menghasilkan tekanan udara maksimum yang dapat mendesak larutan berwarna untuk berpenetrasi kedalam ampul yang segelnya lemah (kurang rapat) sehingga jika segel ampul tidak sempurna maka sampul akan mengadung larutan berwarna biru.

Keseragaman Volume Kelebihan volume

Volume isi netto tiap wadah sedikit berlebih dari volume yang ditetapkan.

Kelebihan volume yang dianjurkan tertera dalam daftar dibawah ini : Ukuran di etiket (ml) Kelebihan volume untuk

cairan yang encer (ml)

Kelebihan volume untuk cairan yang kental (ml) 0,5

1,0 2,0 5,0 10,0 20,0 30,0 50,0 atau

lebih

0,1 0 0,1 0 0,1 5 0,3 0 0,5 0 0,6 0 0,8 0 2%

0,1 2 0,1 5 0,2 5 0,5 0 0,7 5 0,9 0 1,2 0 3%

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Distribusi Obat Yang Diinjeksikan Secara Subkutan atau Intramuskular Ke Dalam Sirkulasi Umum

Faktor -faktor yang mempengaruhi distribusi obat a. Kelarutan

Obat-obat yang larut sempurna lebih mudah masuk kedalam sistem sehingga lebih mudah terdistribusi.

b. Koefisien partisi obat

Jika koefisien obat terhadap minyak rendah maka lebih lambat kecepatan distribusinya kedalam aliran darah dari tempat yang diinjeksikan

c. Kecepatan aliran darah yang disuntikkan

Kecepatan aliran darah yang lebih besar dalam jaringan kapiler dari tempat dimana obat diinjeksikan maka akan semakin tinggi kecepatan distribusi obat.

d. Degradasi obat pada daerah yang diinjeksikan

Jika obat dapat dimetabolisme atau degradasi pada darah yang terinjeksi,

(24)

24 maka distribusi bahan aktif obat akan berkurang.

e. Ukuran partikel obat

Ukuran partikel yang lebih besar, kecepatan disolusi lebih lambat, luas permukaan obat kurang tersedia dalan interaksinya dengan cairan tubuh, sehingga distribusi obat akan lambat.

f. Bahan-bahan formulasi

Bahan-bahan yang ditambahkan untuk formulasi sediaan obat dapat mempengaruhi distribusi obat dari daerah pemberian. Pengaruh yang dihasilkan tergantung dari bahan-bahan yang ditambahkan, ada bahan yang dapat meningkatkan distrubusi obat dan ada bahan yang dapat mengurangi distribusi obat. Bahan penambah kelarutan (seperti gliserin) atau peningkat kestabilan (antioksidan) dapat meningkatkan distribusi obat. Sedangkan bahan-bahan peningkat viskositas dapat mengurangi distribusi obat dari daerah injeksi ke sistem sirkulasi.

3. Contoh Formula Ampul : Tiap 2 mL ampul

Diazepam

mengandung : 10 mg

Etanol 10 %

Propilenglikol 40 %

Benzil alkohol 1,5 %

Sodium benzoat 9,8 %

Asam benzoat 0,24 %

Na2EDTA 0,01 %

Air untuk Injeksi ad 2,15 ml

Alat : Alat-Alat gelas, Alat-alat kaca, autoklaf, oven, dll

Bahan : Diazepam, Etanol, Propilenglikol, benzil Alkohol, Sodium benzoat, Asam benzoat, Na2EDTA, API, ampul, dll

Lembar Kerja

Perhitungan Tonisitas

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

(25)

25 Prosedur Kerja

Disiapkan alat dan bahan

b.

Alat-alat gelas dibebas-alkali dengan cara direndam dalam HCl 0.1N kemudian dicuci dengan detergen 0.1% dan dibilas dengan rawwater dan disterilkan.

c.

Peralatan karet dibebas-sulfurkan dengan cara dipanaskan dalam Na2CO3

2% yang mengandung 0.1% Na.Lauril sulfat selama 15 menit kemudian dibilas dengan air suling dan disterilkan.

d.

Dilarutkan natrium benzoat dan asam benzoat dengan sejumlah air untuk injeksi sesuai dengan perhitungan pengenceran (a).

e.

Dibuat pengenceran Na2EDTA sesuai perhitungan. (b)

f.

Dicampurkan etanol, propilenglikol, dan benzil alkohol kemudian ditambahkan diazepam dalam campuran tersebut. (c)

g.

Dicampur larutan (b), dan (c) kemudian dihomogenkan.

4. Contoh Formula Vial Tiap 10 mL Vial mengandung :

Natrium diklofenak 7,5 %

Benzil alkohol 0,01 %

Na2EDTA 0,1 %

Propilenglikol 20 %

Air untuk Injeksi ad 10 ml

Alat : Alat-alat gelas, Alat-alat karet, oven, autoklaf, dll

Bahan : Natrium diklofenak, benzil alkohol, Na2EDTA, Propilenglikol, API, kertas saring, vial, dll

Perhitungan

Perhitungan Tonisitas

a.

Rumus Catelyn

...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

(26)

26

b.

Farmakope Belanda

...

...

...

...

...

...

...

...

...

c.

Ekuivalen NaCl

...

...

...

...

...

...

...

...

...

Cara Kerja

1.

Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2.

Alat-alat gelas dibebasalkalikan dengan cara direndam dalam HCl panas 0,1 N selama 30 menit kemudian dibilas dengan air suling.

3.

Alat-alat dari karet dibebassulfurkan dengan cara direndam dengan Na2CO3

2% yang mengandung Na Lauril Sulfat 0,1% selama 15 menit kemudian dibilas dengan air suling.

4.

Disterilkan masing-masing alat sesuai dengan cara sterilisasinya.

5.

Dilarutkan Natrium diklofenak dengan Propilenglikol untuk injeksi, lalu

ditambahkan benzil alkohol yang sudah dilarutkan dengan air terlebih dahulu

6.

Cukupkan volume hingga 80 % , lalu cek pH.

7.

Diatur pH hingga 8 dengan penambahan HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N

8.

Cukupkan volumenya hingga 10 mL

9.

Disaring dengan kertas saring bebas serat, 2 ml saringan pertama dibuang.

10.

Larutan dimasukkan dalam vial yang telah dikalibrasi 10,5 mL

11.

Vial ditutup dan disegel.

12.

Sediaan disterilisasi akhir dengan autoklaf suhu 121 0C selama 20 menit.

13.

Diberi etiket dan dikemas dalam wadah.

(27)

27 5. Tugas Sebelum Praktikum

a.

Definisi sediaan parenteral

b.

Perbedaan sediaan parenteral dosis besar dan dosis kecil

c.

Syarat-syarat sediaan parenteral

d.

Keuntungan dan kerugian sediaan parenteral

e.

Pewadahan sediaan parenteral/injeksi

f.

Komposisi injeksi

g.

Pembawa dalam larutan injeksi

h.

Rute tempat injeksi

i.

Definisi ampul

j.

Penyegelan ampul

k.

Cara pengisian ampul

l.

Uji kebocoran ampul

m.

Kelebihan volume ampul

n.

Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi obat

o.

Definisi vial

p.

Penyegelan vial

q.

Masalah-masalah yang ditimbukan penutup karet dan cara mengatasi

r.

Uji kebocoran vial

s.

Interaksi yang dapat terjadi antara formula obat dengan penutup karet

(28)

28 PERCOBAAN V.

INJEKSI VOLUME BESAR (INFUS) 1. Tujuan Percobaan

Memahami cara pembuatan sediaan injeksi volume besar.

2. Landasan teori

Larutan intravena volume besar mengarah pada injeksi yang di maksudkan untuk penggunaan intravena, dan di kemas dalam wadah kapasitas 100 ml atau lebih. Larutan volume besar steril lain termasuk digunakan untuk irigasi atau dialysis. Dapat di kemas dalam wadah di tandai kosong dan dapat mengandung volume besar lebih dari 1000 ml. Di kemas dalam unit dosis tunggal dalam wadah plastic atau gelas yang cocok, penambahan penandaan steril bebas pirogen dan bebas bahan partikulat karena diberikan dalam jumlah besar, bahan bakteriostatik tidak pernah dimasukkan untuk mengurangi keracunan yang di hasilkan dari jumlah bahan bakteriostatik yang di berikan.

A. Macam-Macam Sediaan Parenteral Volume Besar :

a.

Larutan Steril Volume Besar untuk penggunaan i.v. :

-

Nutrisi Dasar

-

Keseimbangan Elektrolit

-

Cairan Pengganti

-

Darah dan Produk Darah

-

Pembawa Obat

-

Hiperalimentasi Parenteral

b.

Larutan Steril Volume Besar bukan i.v. :

-

Larutan Irigasi

-

Larutan Dialisis

c.

Larutan Steril Volume Besar Subkutan

B. Syarat-syarat sediaan parenteral volume besar :

a.

Steril

b.

Bebas Pirogen

c.

Bebas dari Partikulat

d.

Dikemas dalam wadah dosis tunggal

e.

Volume tidak lebih dari 1000 mL (diterima untuk larutan irigasi)

f.

Tidak mengandung pengawet antimikrobial

g.

Tidak mengandung pendapar

h.

Tonisitas

C. Pengertian & Tujuan Pemberian Infus : Pengertian Infus :

Infus adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi yang begas pirogen dan dibuat sedapat mungkin isotonis dengan darah, dimasukkan ke dalam tubuh secara

i.v.

dalam volume besar yang dikemas dalam wadah bervolume 100-1000 mL yang digunakan untuk keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh dan juga sebagai bahan pembawa untuk obat lain.

(29)

29 Tujuan pemberian infus:

a.

Mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien yang menderita dehidrasi, schock, atau terluka

b.

Memberikan nutrisi dalam keadaan dimana pasien tidak dapat menerima nutrisi secara oral

c.

Beraksi sebagai pembawa beberapa bahan obat D. Fungsi sediaan parenteral volume besar :

a.

Sebagai larutan injeksi bagian tubuh, untuk merendam atau mencuci luka luka bedah atau jaringan tubuh dan dapat pula mengurangi pendarahan

b.

Larutan dialisis yang secara normal dikeluarkan atau diekskresikan ginjal

c.

Larutan plasma expander atau penambah darah digunakan untuk

menggantikan plasma darah yang hilang akibat perdarahan, luka bakar, dan operasi

E. Cara Pemberian Infus

a.

Terapi Berkelanjutan

-

Infus Intravena

-

Hook-Ups

b.

Terapi Antara

-

Metode Piggyback

-

Pemberian Intravena Langsung (Bolus)

-

Metode Pengontrolan Voume

3. Contoh Formula Infus

Tiap 1 botol infus @500 ml mengandung :

Hydroxyethyl Starch 6%

Sodium chloride 0,9%

Aqua Pro Injeksi ad 500 ml

Alat : Alat-alat gelas, Alat-alat karet, autoklaf, oven, dll

Bahan : Botol Kaca 500 ml, kertas saring, arang aktif, Hydroxyethyl starch, NaCl, API, dll

4. Perhitungan

Perhitungan bahan

...

...

...

...

...

...

...

...

...

Perhitungan Tonisitas

...

...

...

...

(30)

30 ...

...

...

...

...

5. Prosedur Kerja

1.

Disiapkan alat dan bahan.

2.

Dibebas-alkalikan wadah dan alat gelas dengan larutan panas HCl 0,1 N selama 30 menit, dibilas dan dicuci dengan aquades.

3.

Dibebas-sulfurkan tutup karet dengan cara direndam dalam larutan 2%

Na2CO3 selama 15 menit yang mengandung 0,1% larutan detergen Na lauril sulfat, kemudian dibilas dengan air destilasi.

4.

Diaktifkan carbo adsorben dengan cara disimpan dalam oven pada suhu 500- 900ºC selama 2-3 jam.

5.

Disterilkan alat dan wadah dengan metode masing-masing.

6.

Ditimbang bahan-bahan yang digunakan.

7.

Dilarutkan NaCl dalam 100 ml Aqua Pro Injeksi hingga larut,

8.

Dilarutkan HES kedalam larutan NaCl 0,9%

9.

Dicukupkan volumenya hingga 80% dari volume akhir.

10.

Diukur pHnya dengan menggunakan HCl 0,1 N dan NaOH 0,1 N

11.

Dicukupkan volumenya hingga 550 ml.

12.

Dibebaskanpirogenkan dengan cara menambahkan 0,15 g arang aktif lalu dikocok kuat selama 5-10 menit. Dienaptuangkan lalu disaring dengan menggunakan kertas saring hingga betul-betul jernih.

13.

Dimasukkan dalam botol infus lalu disterilkan dengan autoklaf 121ºC selama 15 menit, ditambah 10-15 menit.

14.

Diberi etiket dan brosur.

15.

Dikemas dalam wadah.

6. Tugas Sebelum Praktikum

a.

Definisi infus

b.

Syarat-syarat sediaan parenteral volume besar

c.

Tujuan pemberian infus

d.

Definisi pirogen

e.

Macam-macam pirogen

f.

Mekanisme demam setelah masuknya pirogen dalam tubuh

g.

Sumbeh-sumber pirogen

h.

Cara mencegah pirogen

i.

Cara menghilangkan pirogen

j.

Uji pirogenitas

k.

Cara pemberian infus

l.

Pewadahan infus

(31)

31 RESPONSI/UJIAN

1. Ujian aktif

Formula ujian aktif akan dikeluarkan oleh asisten laboratorium 3 hari sebelum pelaksanaan ujian aktif dilakukan.

Mahasiswa wajib menyiapkan jurnal ujian, alat-alat dan bahan-bahan yang akan digunakan.

Mahasiswa harus berada di lokasi ujian paling lambat 30 menit sebelum ujian dimulai.

2. Ujian pasif

Ujian pasif dilakukan setelah ujian aktif, jadwal akan disesuaikan.

Materi yang diujikan berasal dari jurnal praktikum dan tugas-tugas sebelum praktikum

(32)

32 PUSTAKA ACUAN

1. Gennaro,A.R, et all, (1990), “Rhemingtons Pharmaceutical Science”, 18th Edition, Marck Publishing Company, Pensylvania.

2. Howard, Ansel, (1989), “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi”, UI Press, Jakarta.

3. Jenkins, Glen, dkk, (1957), “Scoville’s The Art of Compounding”, MC Growhill, Book Company, New York.

4. Joseph B. Sprowls, Jr.,PhD., (1970), “Prescription Pharmacy”, J.B Lippincott Company, Philadelphia, Toronto.

5. Kibbe, Arthur, (1980), “Handbook of Pharmaceutical Excipient”, American Pharmaceutical Ass, Washington DC.

6. Lachman, L.et.all, (1986), “The Theory and Practice of Pharmacy Industry”, 3rd Edition, Lea & Pinger, Philadelphia.

7. Martin, W, Inc, (1971), “Dispending of Medication”, 7th Edition, Marck Publishing Company, USA.

8. Parrot, Eugene C, (1980), “Pharmaceutical Technology”, Collage of Pharmacy University of Iowa, Iowa City.

(33)

33 LAMPIRAN

a. Contoh format etiket

Nama Sediaan Netto :

Komposisi : Indikasi : Kontraindikas i

: Aturan pakai : Penyimpanan : No. Reg : No Batch :

STERIL P. No. ...

Diproduksi oleh b. Contoh format brosur

Nama Sediaan

Netto : Komposisi :

Indikasi : Kontraindikasi : Aturan pakai : Penyimpanan : No. Reg : No Batch :

STERIL P. No. ...

Diproduksi oleh

Referensi

Dokumen terkait

Uji kejernihan terhadap sediaan dilakukan dengan meletakkan wadah sediaan yang berisi cairan tetes mata di dalam kotak dengan latar hitam dan putih yang didalamnya terdapat lampu

Yang dimaksud dengan sediaan guttae atau obat tetes adalah sediaan cair berupa larutan, suspensi atau emulsi yang dimaksudkan untuk pemakaian dalam atau luar, digunakan dengan

Drop atau guttae adalah sediaan cair berupa larutan, emulsi atau suspense dimaksudkan untuk obat dalam atau luar, digunakan dengan cara meneteskan menggunakan

Injeksi atau parenteral adalah sediaan farmasetis steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum

Semua bentuk sediaan yang diberikan secara parenteral, larutan optalmik dan beberapa alat medis yang digunakan dalam hubungannya dengan pemberian bahan yang harus steril, bebas

Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sediaan injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk

Tabel 1.2 Klasifikasi Penggunaan Ruangan Bersih Untuk Produksi Sediaan Obat Steril Kondisi Sterilisasi Operasional Ruang bersih Produk yang disterilisasi akhir Penyiapan

Obat dapat diberikan kepada penderita yang sakit keras atau dalam keadaan koma Lebih mahal dari bentuk sediaan non steril hanya karena ketatnya persyaratan yang harus dipenuhi steril,