• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Bahan Kimia dan Waktu Perendaman terhadap Kekuatan Tarik Bambu Betung (Dendrocalamus Asper) sebagai Perlakuan Pengawetan Kimia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Bahan Kimia dan Waktu Perendaman terhadap Kekuatan Tarik Bambu Betung (Dendrocalamus Asper) sebagai Perlakuan Pengawetan Kimia"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak—Penggunaan kayu di negara ini cukup besar, tetapi untuk menumbuhkan kayu membutuhkan waktu yang lama. Akhirnya, muncul ketidakseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan kayu di pasaran. Akibatnya, harga kayu semakin mahal. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan mencari bahan alternatif. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai alternatif untuk mengurangi kebutuhan terhadap kayu adalah bambu. Bambu adalah salah satu bahan yang ketersediaannya melimpah di Indonesia dan mudah untuk diperbaharui. Namun dalam penggunaannya bambu seringkali terdegradasi oleh faktor biotik dan abiotik. Perlakuan pengawetan dibutuhkan untuk mempertahankan umur pakai dari bambu agar lebih tahan lama. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kekuatan tarik bambu setelah mengalami perlakuan pengawetan kimia dan cuaca. Bambu yang diteliti adalah bambu Betung (Dendrocalamus asper). Penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut. Pertama-tama bambu dipotong menjadi sampel uji tarik , kemudian membuat larutan pengawet boraks 0,05 M dalam 1 liter akuades, asam borat 0,05 M dalam 1 liter akuades, dan campuran larutan boraks dengan asam borat, penambahan volume larutan asam borat ke dalam setiap larutan boraks sebesar 20, 40 dan 60%. Kemudian, bambu direndam dalam larutan pengawet. Setelah itu, dilakukan pengujian tarik pada sampel bambu tanpa perlakuan cuaca dan sampel bambu dengan perlakuan cuaca. Dari hasil penelitian, bahan kimia pengawet menaikkan kekuatan tarik. Semakin lama waktu perendaman, kekuatan tarik turun. Kekuatan tarik bambu betung belum mengalami penurunan pada perlakuan cuaca selama 3 hari.

Kata Kunci—Boraks, Asam Borat, Pengawetan, Perlakuan Cuaca, Kekuatan Tarik.

I. PENDAHULUAN

ambu dapat dianggap sebagai komposit, serat bambu sebagai penguat, dan lignin sebagai matrik [1]. Bambu memiliki kekakuan yang tinggi dengan densitas yang rendah. Hal tersebut memungkinkan bambu untuk digunakan sebagai material yang kuat tapi ringan [2].

Penelitian sebelumnya menunjukkan, penggunaan bambu sebagai bahan alternatif memiliki masalah yang sama dengan kayu. Bambu tidak awet, artinya dalam penggunaannya bambu seringkali terdegradasi oleh faktor biotik seperti jamur dan serangga, dan faktor abiotik seperti retak, cuaca, api, dan

kelembaban. Hal ini menyebabkan umur pakai dari bambu menjadi pendek.

Penelitian tentang pengawetan menggunakan bahan kimia telah lama dilakukan oleh para peneliti. Namun, penggunaan bahan-bahan kimia beracun dan logam berat sebagai bahan pengawet menimbulkan dampak yang buruk bagi manusia dan lingkungan. Berbeda dengan bahan pengawet senyawa boron, yaitu boraks dan asam borat. Bahan pengawet senyawa boron membuat bambu menjadi tahan terhadap serangan jamur dan serangga, selain itu bahan pengawet senyawa boron tidak memiliki dampak yang buruk bagi manusia dan lingkungan jika dosis penggunaannya sesuai. Sifatnya yang tidak berbau, tidak berwarna, tidak bereaktif terhadap logam, tidak mudah menguap dan harga yang relatif lebih murah daripada bahan pengawet berbasis logam berat, adalah beberapa kelebihan bahan pengawet senyawa boron. Namun, bambu yang telah diawetkan dengan bahan pengawet boraks atau asam borat tidak boleh ditempatkan di tanah atau dilingkungan yang lembab, hal ini disebabkan bahan pengawet senyawa boron mudah tercuci sehingga pada akhirnya akan keluar dari dinding sel bambu.

II. EKSPERIMEN

Boraks dan asam borat yang digunakan sebagai pengawet, dan akuades sebagai pelarut diperoleh dari PT Sumber Utama Kimia Murni. Tabel 1 adalah properti dari boraks, Tabel 2 adalah properti dari asam borat.

Tabel 1.

Properti boraks (Na2B4O7.10H2O) Molecular Formula Na2B4O7 . 10 H20

Physical State White or colorless crystalline powder

Odor Odorless

Melting Point 741°C (1365.8°F)

Specific Gravity 1.71 (Water = 1)

% Boron 11.34%

Molecular Weight 381.37

Solubility in Water (%

w/w at 20 °C) 4.71%

Pengaruh Bahan Kimia dan Waktu Perendaman

terhadap Kekuatan Tarik Bambu Betung

(Dendrocalamus Asper) sebagai Perlakuan

Pengawetan Kimia

Afif Rizqi Fattah dan Hosta Ardhyananta

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Sukolilo, Surabaya 60111, Indonesia

E-mail: hostaa@mat-eng.its.ac.id

(2)

Tabel 2. Properti asam borat (H3BO3)

Molecular Formula H3BO3

Physical State White or colorless solid crystalline powder

Odor Odorless

Melting Point 169°C (336.2°F)

Specific Gravity 1.435 (Water = 1)

% Boron 17.48%

Molecular Weight 61.83

Solubility in Water (%

w/w at 20 °C) 4.72%

Spesimen yang digunakan pada penelitian ini adalah bambu betung yang berumur 3 – 5 tahun. Pada penelitian ini, absorbsi dan retensi didapatkan dengan perhitungan sesuai standar ASTM D 1413–99 [3]. Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini yaitu pengujian tarik. Dimensi sampel uji tarik sesuai standar ASTM D 143-94 [4]. Gambar 1 adalah dimensi sampel uji tarik.

Gambar. 1. Dimensi sampel uji tarik

Larutan pengawet yang digunakan adalah 0,05 M boraks dalam 1 liter akuades dan 0,05 M asam borat dalam 1 liter akuades. Berat (gram) dari serbuk boraks dan asam borat, diperoleh dari perhitungan sebagai berikut.

Boraks, Asam Borat,

III. HASILDANPEMBAHASAN A. Absorbsi

Absorbsi adalah banyaknya cairan pengawet yang dikandung oleh kayu setelah diawetkan [5]. Untuk mendapatkan nilai absorbsi (G), berat sampel setelah pengawetan (T2) dikurangi berat sampel sebelum diawetkan

(T1).

G = T2 - T1 (dalam gram)

Tabel 3 adalah adalah absorbsi bahan kimia pengawet pada bambu betung yang tidak mengalami perlakuan cuaca, sampel B0TP dan B0TPW tidak dicantumkan pada keterangan tabel absorbsi, karena sampel B0TP dan B0TPW tidak diawetkan.

Pada tabel 3, absorbsi paling besar terdapat pada sampel B72B/40%AB. Bahan pengawet yang digunakan pada sampel B72B/40%AB adalah campuran larutan boraks dan 40% asam borat. Pada sampel B72B/40%AB, perendaman dilakukan selama 72 jam. Unsur boron tidak berfiksasi [6], selama memungkinkan boron akan terdifusi terus menerus ke arah dalam kayu. Hal ini menjadi dasar, semakin lama waktu perendaman maka absorbsi bahan pengawet akan semakin besar.

Tabel 3.

Absorbsi bahan kimia pengawet pada bambu betung

Sampel Bahan Kimia Pengawet Waktu Perendaman (jam) Kode Sampel T1 (g) T2 (g) G (g) Bambu betung tanpa kulit Tanpa pengawet 0 B0TP - - - Bambu betung tanpa kulit Boraks 24 B24B 23,34 25,21 1,87 Bambu betung tanpa kulit Boraks 72 B72B 26,33 29,78 2,28 Bambu betung dengan kulit Boraks 72 BK72B 25,52 28,22 1,26 Bambu betung tanpa kulit

Asam borat 72 B72AB 25,43 28,22 2,79 Bambu

betung tanpa kulit

Boraks/20%

Asam borat 72 B72B/20%AB 27,13 29,54 2,41 Bambu

betung tanpa kulit

Boraks/40%

Asam borat 72 B72B/40%AB 28,19 31,25 3,06 Bambu

betung tanpa kulit

Boraks/60%

Asam borat 72 B72B/60%AB 28,56 30,16 1,6

Tabel 4 adalah absorbsi bahan kimia pengawet pada bambu betung setelah perlakuan cuaca. Pada Tabel 4, absorbsi yang paling besar terdapat pada sampel B72BW. Bahan pengawet yang digunakan pada sampel B72BW adalah larutan boraks. Pada sampel B72BW, perendaman dilakukan selama 72 jam. Pada perlakuan cuaca, selain faktor bahan pengawet yang terabsorbsi, besarnya nilai absorbsi dipengaruhi faktor kelembaban pada saat perlakuan cuaca. Kelembaban menyebabkan sampel perlakuan cuaca lebih berat daripada berat awal sampel sebelum di perlakuan cuaca, hal ini

(3)

disebabkan penambahan kandungan air pada sampel saat perlakuan cuaca.

Tabel 4.

Absorbsi bahan kimia pengawet padabambu setelah perlakuan cuaca

Sampel Bahan Kimia Pengawet Waktu Perendaman

(jam) Kode Sampel

T1 (g) T2 (g) G (g) Bambu betung tanpa kulit Tanpa pengawet 0 B0TPW - - - Bambu betung tanpa kulit Boraks 72 B72BW 28,24 31,14 2,9 Bambu betung tanpa kulit

Asam borat 72 B72ABW 26,77 28,96 2,19 Bambu

betung tanpa kulit

Boraks/60%

Asam borat 72 B72B/60%ABW 27,31 29,07 1,76

B. Retensi

Retensi bahan pengawet adalah berat zat pengawet murni yang dapat dikandung oleh bambu yang diawetkan. Retensi bahan pengawet dinyatakan dalam satuan gram/cm3 atau kg/m3 [5]. Menurut standar ASTM D 1413 – 99, retensi sama dengan

GC/V x 10 Dimana,

G = (T2-T1) selisih berat sampel setelah diawetkan dan

sebelum diawetkan, atau pengawet murni yang di absorbsi oleh sampel

C = konsentrasi pengawet dalam %. C pengawet boraks adalah,

V = volume sampel (cm3)

Tabel 5 adalah retensi bahan kimia pengawet pada bambu betung,. Pada Tabel 5, retensi bahan pengawet pada bambu yang paling besar terdapat pada sampel B72B yang diawetkan dengan boraks, dan sampel B72B/40%AB yang diawetkan dengan boraks + 40% asam borat. Hal ini dipengaruhi absorbsi (G) dan konsentrasi (C) dari sampel B72B dan B72B/40%AB paling besar dibandingkan sampel yang lain.

Tabel 5.

Retensi bahan kimia pengawet pada bambu betung

Sampel Bahan Kimia Pengawet Waktu Perendaman (jam) Kode Sampel G (g) C (%) V (cm3 ) Retensi (gram/cm3 ) Bambu betung tanpa kulit Tanpa pengawet 0 B0TP - - - - Bambu betung tanpa kulit Boraks 24 B24B 1,87 1,1 30 0,7 Bambu betung tanpa kulit Boraks 72 B72B 2,28 1,1 25 1 Bambu betung dengan kulit Boraks 72 BK72B 1,26 1,1 40 0,35 Bambu betung tanpa kulit Asam borat 72 B72AB 2,79 0,21 25 0,23 Bambu betung tanpa kulit Boraks/20% Asam borat 72 B72B/20%AB 2,41 1,31 20 1,58 Bambu betung tanpa kulit Boraks/40% Asam borat 72 B72B/40%AB 3,06 1,31 40 1 Bambu betung tanpa kulit Boraks/60% Asam borat 72 B72B/60%AB 1,6 1,31 35 0,6

Tabel 6 adalah retensi bahan kimia pengawet pada bambu setelah perlakuan cuaca. Pada Tabel 6, retensi bahan kimia pengawet pada bambu yang paling besar terdapat pada sampel B72BW yang diawetkan dengan boraks selama 72 jam. Jika dilihat dari besarnya retensi pada sampel B72B, B72B/40%AB dan B72BW, nilai retensi masih kecil, hal ini dikarenakan dimensi sampel pada penelitian ini tidak sebesar dan seberat sampel pengawetan kayu pada umumnya. Dimensi sampel, absorbsi (G), berbanding lurus dengan retensi yang didapatkan. Makin besar nilai absorbsi (G), nilai retensi akan semakin besar.

Tabel 6.

Retensi bahan kimia pengawet pada bambu setelah perlakuan cuaca Sampel Bahan Kimia

Pengawet

Waktu Perendaman

(jam)

Kode Sampel G (g) C (%) V (cm3) Retensi (gram/c m3 ) Bambu betung tanpa kulit Tanpa pengawet 0 B0TPW - - - - Bambu betung tanpa kulit Boraks 72 B72BW 2,9 1,1 30 1,06 Bambu betung tanpa kulit

Asam borat 72 B72ABW

2,19 0,21 20 0,23 Bambu betung tanpa kulit Boraks/60%

Asam borat 72 B72B/60%ABW

1,76 1,31 35 0,66

C. Pengaruh Bahan Kimia Pengawet terhadap Kekuatan Tarik Bambu Betung

Pengujian tarik menggunakan alat Gotech UTM seri GT-7001-LC50 di Laboratorium Metalurgi Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS. Bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik pada bambu serta mengetahui pengaruh bahan kimia, waktu perendaman dan perlakuan cuaca terhadap kekuatan tarik bambu betung.

Tabel 7 adalah pengaruh bahan kimia pengawet dan waktu perendaman terhadap kekuatan tarik bambu betung. Karena bahan pengawet yang digunakan berbeda, dan adanya sampel bambu dengan kulit, maka pengelompokan data digunakan untuk memudahkan analisa

(4)

Tabel 7.

Pengaruh bahan kimia pengawet dan waktu perendaman terhadap kekuatan tarik bambu betung

Sampel Bahan Kimia Pengawet

Waktu Perendaman

(jam)

Kode Sampel UTS (MPa) Bambu betung tanpa kulit Tanpa pengawet 0 B0TP 88,52 Bambu betung

tanpa kulit Boraks 24 B24B

170,59 Bambu betung

tanpa kulit Boraks 72 B72B

90,62 Bambu betung

dengan kulit Boraks 72 BK72B

132,18 Bambu betung

tanpa kulit Asam borat 72 B72AB

122,1 Bambu betung

tanpa kulit

Boraks/20%

Asam borat 72 B72B/20%AB 83,75 Bambu betung

tanpa kulit

Boraks/40%

Asam borat 72 B72B/40%AB 94,17 Bambu betung

tanpa kulit

Boraks/60%

Asam borat 72 B72B/60%AB 149,37

Tabel 8 adalah pengaruh bahan kimia pengawet terhadap kekuatan tarik bambu betung, dan Gambar 1 adalah grafik pengaruh bahan kimia pengawet terhadap kekuatan tarik bambu betung. Pada Tabel 8 dan Gambar 1, kekuatan tarik sampel B72B lebih tinggi daripada sampel B0TP. Sampel B72AB memiliki kekuatan tarik lebih tinggi dari sampel BOTP dan B72B. Kenaikan kekuatan tarik terjadi pada penambahan (%) asam borat, hal ini ditunjukkan oleh sampel B72B/20%AB, B72B/40%AB dan B72B/60%AB. Kekuatan tarik tertinggi adalah sampel B72B/60%AB sebesar 149,37 MPa.

Tabel 8.

Pengaruh bahan kimia pengawet terhadap kekuatan tarik bambu betung

Sampel Bahan Kimia Pengawet

Waktu Perendaman

(jam)

Kode Sampel UTS (MPa) Bambu betung tanpa kulit Tanpa pengawet 0 B0TP 88,52 Bambu betung

tanpa kulit Boraks 72 B72B

90,62 Bambu betung

tanpa kulit Asam borat 72 B72AB

122,1 Bambu betung

tanpa kulit

Boraks/20%

Asam borat 72 B72B/20%AB 83,75 Bambu betung

tanpa kulit

Boraks/40%

Asam borat 72 B72B/40%AB 94,17 Bambu betung

tanpa kulit

Boraks/60%

Asam borat 72 B72B/60%AB 149,37

Gambar 1. Grafik pengaruh bahan kimia pengawet terhadap kekuatan tarik bambu betung

Gambar 2 adalah kurva tegangan – regangan tarik yang dipengaruhi bahan kimia pengawet pada proses pengawetan kimia bambu betung. Jika dilihat dari gambar 2, tegangan yang tertinggi dimiliki oleh sampel B72B/60%AB. Rata-rata regangan yang terjadi antara 3-4%, tetapi regangan tertinggi dimiliki oleh sampel B72AB.

Gambar 2. Kurva tegangan – regangan tarik yang dipengaruhi bahan kimia pengawet pada proses pengawetan kimia bambu betung

Tabel 9 adalah pengaruh kulit bambu terhadap kekuatan tarik bambu betung pada proses pengawetan kimia, Gambar 3 adalah grafik pengaruh kulit bambu terhadap kekuatan tarik bambu betung pada proses pengawetan kimia. Pada Tabel 9 dan Gambar 3, kekuatan tarik sampel BK72B lebih tinggi dari sampel B0TP dan B72B. Hal ini dikarenakan pengaruh dari kulit bambu. Kekuatan mekanik dari bambu dipengaruhi oleh kulit bambu yang mengandung silika, Kandungan silika pada kulit bambu mempengaruhi kekuatan tarik pada saat bambu betung diuji tarik searah dengan seratnya (aksial) [1].

Tabel 9.

Pengaruh kulit bambu terhadap kekuatan tarik bambu betung pada proses pengawetan kimia.

Sampel Bahan Kimia Pengawet Waktu Perendaman (jam) Kode Sampel UTS (MPa) Bambu betung tanpa

kulit

Tanpa

pengawet 0 B0TP

88,52 Bambu betung tanpa

kulit Boraks 72 B72B

90,62 Bambu betung dengan

kulit Boraks 72 BK72B

132,18

Gambar 3. Grafik pengaruh kulit bambu terhadap kekuatan tarik bambu betung pada proses pengawetan kimia.

Gambar 4 adalah kurva tegangan – regangan tarik bambu betung yang dipengaruhi kulit bambu pada proses pengawetan kimia. Pada gambar 4, sampel BK72B memilki tegangan dan regangan yang lebih tinggi daripada sampel BOTP dan B72B. Regangan dari sampel BK72B antara 4-5%, regangan sampel BOTP dan B72B antara 3-4%.

(5)

Gambar 4. Kurva tegangan – regangan tarik bambu betung yang dipengaruhi kulit bambu pada proses pengawetan kimia.

D. Pengaruh Waktu Perendaman terhadap Kekuatan Tarik Bambu Betung

Pada 24 jam pertama perendaman, peresapan bahan pengawet berlangsung paling intensif, bahkan bisa mencapai 50% dari peresapan total. Sesudah itu kecepatan absorbsi akan terus menurun sampai akhir periode perendaman [5].

Karena yang dianalisa adalah pengaruh waktu perendaman, maka data yang digunakan adalah variasi waktu perendaman pada proses pengawetan kimia. Tabel 10 adalah pengaruh waktu perendaman terhadap kekuatan tarik bambu betung, dan Gambar 5 adalah grafik pengaruh waktu perendaman terhadap kekuatan tarik bambu betung.

Pada Tabel 10 dan Gambar 5, waktu perendaman yang paling singkat yaitu 24 jam pada sampel B24B, kekuatan tariknya paling tinggi daripada sampel BOTP dan B72B. Dari data tersebut, semakin lama waktu perendaman, kekuatan tarik turun. Kekuatan tarik bambu akan menurun dengan meningkatnya kadar air [7].

Tabel 10.

Pengaruh waktu perendaman terhadap kekuatan tarik bambu betung

Sampel Bahan Kimia Pengawet Waktu Perendaman (jam) Kode Sampel UTS (MPa) Bambu betung

tanpa kulit Tanpa pengawet 0 B0TP

88,52 Bambu betung

tanpa kulit Boraks 24 B24B

170,59 Bambu betung

tanpa kulit Boraks 72 B72B

90,62

Gambar 5. Grafik pengaruh waktu perendaman terhadap kekuatan tarik bambu betung.

Semakin lama jangka waktu yang diperlukan untuk merendam kayu, akan membuat proses pengawetan semakin efektif. Artinya, kayu akan semakin terhindar dari serangan serangga perusak kayu. Sebaliknya, semakin lama jangka waktu yang diperlukan untuk merendam kayu, akan membuat

kayu itu semakin rendah kekuatannya bila dibandingkan dengan kekuatan kayu sebelum direndam. Hal ini disebabkan karena sel-sel penyusun kayu akan semakin renggang dan akhirnya terurai bila kayu direndam dalam jangka waktu yang semakin lama. Kondisi hubungan antar sel kayu yang demikian akan menurunkan kekuatan kayu [5]. Hal ini juga berlaku untuk bambu, karena komponen utama penyusun kayu dan bambu hampir sama, yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Bedanya, serat pada kayu tidak beraturan. Sedangkan serat pada bambu searah (continous) yang dibungkus oleh matrik lignin.

Gambar 6 adalah kurva tegangan – regangan tarik bambu betung yang dipengaruhi waktu perendaman pada proses pengawetan kimia. Pada Gambar 6, tegangan dan regangan paling tinggi dimiliki oleh sampel B24B. Regangan dari sampel B24B diantara 4-5%, regangan dari sampel B0TP dan B72B diantara 3-4%.

Gambar 6. Kurva tegangan – regangan tarik bambu betung yang dipengaruhi waktu perendaman pada proses pengawetan kimia.

E. Pengaruh Perlakuan Cuaca terhadap Sifat Fisik dan Kekuatan Tarik Bambu Betung

Bambu mengalami kerusakan karena cuaca, disebabkan oleh perbedaan kondisi atmospheric pada saat bambu di perlakuan cuaca, seperti naik turunnya temperatur dan kelembaban (relative humidity). Kondisi bambu yang kering dan basah secara berulang, menyebabkan kerusakan pada permukaan bambu. Hal ini juga menjelaskan hubungan antara kadar air dalam kayu dan bambu. Semakin banyak kadar air, kekuatan tarik akan turun Radiasi dari sinar matahari menyebabkan penurunan kadar selulosa.

Pada penelitian ini, sampel bambu di perlakuan cuaca selama 3 hari. Jika dilihat dari Tabel 11 dan Gambar 7, kekuatan tarik bambu dengan perlakuan cuaca lebih tinggi daripada kekuatan tarik bambu tanpa perlakuan cuaca. Hanya pada sampel yang menggunakan bahan pengawet asam borat, kekuatan tarik bambu tanpa perlakuan cuaca lebih tinggi daripada kekuatan tarik bambu dengan perlakuan cuaca. Pada perlakuan cuaca kayu atau bambu, sinar matahari dan air adalah dua faktor penting yang berhubungan dengan penurunan kualitas dari kayu atau bambu [8].

(6)

Tabel 11.

Kekuatan tarik bambu betung tanpa perlakuan cuaca dan dengan perlakuan cuaca Sampel Bahan Pengawet Waktu Pengawetan (jam)

Kode Sampel Tanpa Perlakuan cuaca

(UTS)

Kode Sampel Perlakuan cuaca (UTS) Bambu betung tanpa kulit Tanpa Pengawet 0 B0TP 88,52 B0TPW 148,16 Bambu betung tanpa kulit Boraks 72 B72B 90,62 B72BW 172,21 Bambu betung tanpa kulit

Asam Borat 72 B72AB 122,10 B72ABW 118,80

Bambu betung tanpa kulit Boraks/60% asam borat 72 B72B/60%AB 149,37 B72B/60%AB 166,61

Gambar 7. Grafik kekuatan tarik bambu betung tanpa perlakuan cuaca dan dengan perlakuan cuaca.

IV. KESIMPULAN

Kesimpulan dari studi ini adalah bahan kimia pengawet meningkatkan kekuatan tarik bambu betung. Peningkatan kekuatan tarik optimum diperoleh pada pengawet boraks dan 60% asam borat. Waktu perendaman meningkatkan kekuatan tarik bambu betung. Peningkatan kekuatan tarik optimum diperoleh pada waktu perendaman 24 jam. Kekuatan tarik bambu betung belum mengalami penurunan optimum selama 3 hari perlakuan cuaca.

DAFTARPUSTAKA

[1] Shigeyasu Amada, Yoshinobu Ichikawa, Tamotsu Munekata, Yukito. 1996. Fiber Texture and Mechanical Graded Structure of Bamboo. Journal of Composites Part B 28 13-20.

[2] Khosrow Ghavami.2005. “Bamboo as Reinforcement in Structural

Concrete Elements”. Cement & Concrete Composites 27 637–649.

[3] ASTM D 1413-99. 2004. Standard Test Method for Wood Preservatives

by Laboratory Soil-Block Cultures.

[4] ASTM D 143-99. 2000. Standard Test Methods for Small Clear

Specimens of Timber

[5] Suranto Y. 2002. Pengawetan Kayu. Bahan dan Metode.

[6] Nicholas, D.D. 1984. Deteriorasi Kayu dan Pencegahannya dengan perlakuan-perlakuan Pengawetan. Penerjemah Haryanto Yoedibroto. Airlangga University Press, Yogyakarta.

[7] Janssen, J. J. A. 1980. The Mechanical Properties of Bamboo Used In

Construction. Bamboo Research In Asia. Proceeding of Workshop Held In Singapore, 28 – 30 May 1980, Page 173 – 185

[8] Musrizal Muin, Astuti Arif, Syahidah, 2010. Deteriorasi dan Perbaikan Sifat Kayu. Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanudin.

Gambar

Gambar 4. Kurva tegangan – regangan tarik bambu betung yang  dipengaruhi kulit bambu pada proses pengawetan kimia.

Referensi

Dokumen terkait

permohonan Menteri Keuangan tersebut tidak selalu ditanggapi dengan positif, karena Gubernur Bank Indonesia dapat menolak pemberian permohonan dari Menteri Keuangan untuk

Transek dilakukan pada lereng terumbu Pulau Burung, Pulau Cemara Kecil, dan Pulau Menjangan Kecil pada sisi barat (windward) dan sisi timur (leeward) dimulai dari kedalaman

2 Istilah dan defenisi 2.1 debu partikel padat yang terbentuk karena adanya kekuatan alami atau mekanik seperti penghalusan grinding, penghancuran chrushing, peledakan

Kombinasi larutan perendam terbaik untuk bunga potong Alpinia ialah kombinasi perlakuan AgNO 3 50 ppm + gula pasir 20% + asam sitrat 50 ppm (pH 3-4) dengan waktu

Pada penelitian terdahulu telah berhasil diukur variabel antara lain ini data sup alternatif pilihan untuk ibu hamil yaitu sup ikan salmon, sup tomat, sup

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-MU peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Pengaruh Kualitas Pelayanan

Hal ini juga didukung oleh penelitian Pragti Chhabra dan Sunil Chabbra, 8 yang mendapatkan hasil bahwa perokok di India mempunyai IMT kategori dibawah normal 30%

PENGARUH HARGA SAHAM DAN VOLUME PERDAGANGAN TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DENGAN INFLASI SEBAGAI VARIABEL MODERASI Studi pada Perusahaan Subsektor Makanan dan Minuman