• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS DIKABULKANNYA PERMOHONAN KASASI DALAM PERKARA KEPAILITAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS DIKABULKANNYA PERMOHONAN KASASI DALAM PERKARA KEPAILITAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1 TINJAUAN YURIDIS DIKABULKANNYA PERMOHONAN KASASI

DALAM PERKARA KEPAILITAN

(Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 408 K/Pdt.Sus-Pailit/2015) Oleh :

Arga Brando (12100056)

Universitas Slamet Riyadi Surakarta ABSTRACT

The purpose of this study is to assess the legal considerations of the Supreme Court in accepting the cassation in the case No. 408 K / Pdt.Sus-Bankrupt / 2015 in the civil case specifically bankruptcy and assess the legal consequences of cassation to the Supreme Court ruling No. 408 K / Pdt.Sus -Pailit / 2015 in a civil case special bankruptcy.

Kind of normative juridical research. Descriptive nature of this research is to describe the Supreme Court Decision No. 408 K/Pdt.Sus-Bankrupt /2015. Associated with the theories of positive law governing bankruptcy, this study is a research library. Source of data used in the form of primary legal materials, secondary law, and tertiary legal materials. The collection of data taken with the research literature and study documents on Supreme Court Decision Number: 408 K/Pdt.Sus-Bankrupt/2015. Methods of data analysis using descriptive analysis.

The results of the research, consideration of the Supreme Court Justice in granting cassation to decide the verdict No. 408 K/Pdt.Sus-Bankrupt/2015, in accordance with the elements of justice, because the judges of the Supreme Court in bringing the decision based on the evidence that the legitimate and valid from the Applicant filed appeals. The decision granting the petition of cassation has been in accordance with the law, because there are no new things to consider. So the Supreme Court of Justice overturned the verdict judex facti/ Commercial Court at Central Jakarta District Court. Effects of the granting of the application filed by the Cassation Cassation Authorization for the Board of the Financial Services resulted that the Respondent Cassation PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya declared bankrupt. As a result of the bankruptcy decision entire assets of PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya handed over to the Receiver as set forth in Article 69 paragraph (1) of Law Number 37 Year 2004 and under the supervision of the supervisory judge. The supervisory judge has a very important role, a role that came into force after the verdict is pronounced a declaration of bankruptcy. Curator supervisory judge oversees the work in order to perform maintenance tasks and settlement.

(2)

2 A. PENDAHULUAN

Hukum bukanlah semata-mata sekedar sebagai pedoman untuk dibaca, dilihat atau diketahui saja, melainkan untuk dilaksanakan dan ditaati. Aturan hukum menurut fungsinya dapat dibedakan menjadi dua yakni hukum materill dan hukum formil. Aturan hukum materill adalah aturan-aturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang membebani hak dan kewajiban atau mengatur hubungan hukum atau orang-orang sedangkan aturan hukum formil adalah aturan hukum untuk melaksanakan dan mempertahankan yang ada atau melindungi hak perorangan. Hukum materill sebagaimana terjelma dalam undang-undang atau yang bersifat tidak tertulis merupakan pedoman bagi warga masyarakat tentang bagaimana orang selayaknya berbuat atau tidak berbuat dalam masyarakat. Adapun dalam pelaksanaan hukum materill sering kali terjadi pelanggaran-pelanggaran atau hak materill tersebut dilanggar

sehingga menimbulkan ketidakseimbangan kepentingan dalam masyarakat, atau

menimbulkan kerugian pada orang lain atau pihak lain.

Upaya hukum dapat dilakukan oleh salah satu pihak yang merasa putusan pengadilan kurang sesuai dengan yang diharapkan sehingga menurut tujuan dari upaya hukum yaitu untuk memohon membatalkan putusan pengadilan ditingkat yang lebih rendah kepada pengadilan yang lebih tinggi.1 Hukum acara perdata mengenal adanya upaya hukum yang diberikan oleh undang-undang kepada subyek hukum sebagaimana tertuang dalam Pasal 132 HIR (Herziene Inlandsch Reglement) yang menyebutkan: “Jika dianggap perlu oleh ketua, yaitu supaya jalannya perkara baik dan teratur, maka pada waktu memeriksa perkara, ia berhak untuk memberikan nasihat kepada kedua belah pihak dan untuk menunjukan upaya hukum dan keterangan kepada mereka yang boleh dipergunakan.”

Upaya hukum dalam acara perdata pada umumnya terdapat upaya hukum biasa berupa perlawanan, banding, kasasi dan upaya hukum luar biasa berupa derden verzet dan peninjauan kembali. Perkara perdata niaga maupun HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) tidak dikenal upaya hukum banding, hal ini termaktub dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 13 Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004, sehingga dalam perkara niaga hanya dapat dilakukan upaya hukum biasa berupa kasasi, serta upaya hukum luar biasa yang dapat berupa peninjauan kembali, sedangkan upaya hukum perlawanan atau verzet hanya dikenal dalam bentuk yang lain.

Kasasi diharapkan dapat menjadi jawaban yang memuaskan para pihak, karena kasasi terbatas pada pemeriksaan terhadap penerapan hukum dan peraturan perundang-undangan

1

Darwan Prinst, 2002, Strategi Menyusun dan Menangani Gugatan Perdata, Bandung: Citra Aditya Bakti, hal.214.

(3)

3 terhadap suatu kejadian, sehingga dapat dilihat apakah dalam putusan sebelumnya telah melanggar hukum atau tidak dengan harapan dapat memberikan putusan yang memenuhi unsur kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Apabila suatu Pengadilan Negeri menurut Mahkamah Agung salah menerapkan suatu hukum atau peraturan perundang-undangan maka putusan Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi tersebut dapat dibatalkan oleh Mahkamah Agung.2

Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili Perkara perdata dengan Nomor Register Perkara 408 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 pada tanggal 16 April 2015 telah menjatuhkan putusan atas permohonan pailit yang diajukan oleh Dewan Komisaris Otoritas Jasa Keuangan melalui kuasa hukumnya Tongam L. Tobing cs sebagai Pemohon Pailit terhadap PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya melalui kuasa hukumnya Sabas Sinaga cs sebagai Termohon Pailit. PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya dianggap (1) tidak melaksanakan kewajiban sesuai peraturan Perundang-Undangan di Bidang Perasuransian yang dikategorikan sebagai utang (Vide Pasal 1 angka (6) UU Kepailitan); (2) memiliki dua atau lebih Kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo; (3) mengakui adanya utang klaim kepada pemegang polis yang telah jatuh tempo; (4) pengangkatan dan penunjukkan kurator dan/atau pengurus.

Permohonan pernyataan pailit tersebut, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memberikan putusan Nomor 04/PDT-SUS-Pailit/2015/PN.NIAGA.Jkt.Pst. Jo Nomor 27Pdt.Sus.PKPU/2015/PN. NIAGA.Jkt.Pst, tanggal 16 April 2015, yang amarnya adalah menolak eksepsi-eksepsi Termohon. Dalam pokok perkara menolak Permohonan Pernyataan Pailit yang diajukan oleh Pemohon Otoritas Jasa Keuangan terhadap Termohon PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya. Berdasarkan putusan tersebut, Pemohon Pailit mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 23 April 2015 ke Mahkamah Agung, dengan alasan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat telah melakukan beberapa kesalahan penerapan hukum dan melanggar peraturan yang berlaku, para Pemohon Kasasi sangat keberatan terhadap putusan menolak Permohonan Pernyataan Pailit untuk PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya dan oleh karena itu menolak dengan tegas-tegas putusan judex facti tersebut. Mahkamah Agung atas permohonan kasasi tersebut telah menjatuhkan putusan yang isinya mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, dan membatalkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri

Jakarta Pusat, Nomor 04/PDT-SUS-Pailit/2015/PN.NIAGA.Jkt.Pst. Jo Nomor

(4)

4 27Pdt.Sus.PKPU/2015/PN. NIAGA.Jkt.Pst., tanggal 16 April 2015.

Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan masalah: (1) Bagaimana pertimbangan hukum Hakim Mahkamah Agung dalam mengabulkannya Perkara Nomor 408 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 dalam perkara perdata khusus kepailitan? (2) Bagaimana akibat hukum kasasi yang dikabulkan dalam Putusan Perkara Perdata Nomor 408 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 khusus kepailitan?

Penelitian ini bertujuan (1) Mengkaji pertimbangan hukum Mahkamah Agung dalam menerima permohonan kasasi dalam perkara Nomor 408 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 dalam perkara perdata khusus kepailitan. (2) Mengkaji akibat hukum dari terkabulnya permohonan kasasi pada putusan Mahkamah Agung Nomor 408 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 dalam perkara perdata khusus kepailitan.

B. LANDASAN TEORI Tinjauan Tentang Kepailitan

Kepailitan berarti segala hal yang berhubungan dengan pailit.3 Kepailitan adalah eksekusi massal yang ditetapkan dengan keputusan hakim, yang berlaku serta merta, dengan melakukan penyitaan umum atas semua harta orang yang dinyatakan pailit, baik yang ada pada waktu pernyataan pailit, maupun yang diperoleh selama kepailitan berlangsung, untuk kepentingan semua kreditur yang dilakukan dengan pengawasan pihak yang berwajib. Kepailitan adalah suatu lembaga dalam Hukum Perdata Eropa, sebagai realisasi dari dua asas pokok dalam Hukum Perdata Eropa yang tercantum dalam Pasal 1131 dan 1132 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata.4

Dalam referensi yang lain bersumber dari sebuah artikel, mengatakan bahwa yang dimaksud kepailitan adalah suatu proses dimana seseorang debitur yang memiliki kesulitan keuangan untuk memnbayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan Niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya. Harta Debitur dapat di bagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan pemerintah.5

Sumber hukum kepailitan maupun dasar hukum kepailitan bukan tentang diaturnya hukum kepailitan, tetapi dasar mengapa dapat dilakukan penyitaan terhadap harta benda atau

3

Gunawan Widjaja, 2002, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal.83.

4

Victor M. Situmorang dan Hendri Soekarso, 1993, Penghantar Hukum Kepailitan di Indonesia. Jakarta: Rineka Citra, hal.20

5

(5)

5 harta kekayaan Debitur pailit. Adapun yang dimaksud dengan dasar atau sumber yang mendasari dari hukum kepailitan di Indonesia antara lain mengacu pada:

a. Pasal 1131 KUH Perdata yang menyatakan: “Segala kebendaan yang berhutang baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”.

b. Pasal 1132 KUH Perdata yang menyatakan:

“Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan kepadanya, pendapatan penjualan benda-benda itu di bagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”.

Pasal 1132 KUH Perdata tersebut merupakan alasan untuk menentukan beberapa hal dalam hubungan dengan utang piutang yaitu:

1) Jaminan kebendaan berlaku bagi semua Kreditur

2) Apabila Debitur tidak melaksanakan kewajibannya kebendaan tersebut akan dijual. 3) Hasil penjualan dibagikan kepada Kreditur berdasarkan besar kecilnya piutang

(asas keseimbangan)

4) Terdapat Kreditur yang didahulukan dalam memperoleh bagiannya (Kreditur preferent dan Kreditur separatis).

c. Het Herziene Indonesche Reglement (HIR)

d. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dalam Pasal 2 ayat (1) disebutkan syarat kepailitan adalah sebagai berikut:

a. Syarat paling sedikit harus ada 2 (dua) Kreditur b. Syarat adanya utang

c. Salah satu utang telah jatuh waktu dan dapat ditagih

Ketiga syarat tersebut, Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan menyebutkan bahwa Debitur yang mempunyai 2 atau lebih Kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, baik atas permohonan sendiri maupun atas permohonan seorang atau lebih Krediturnya.6

6

Man S. Sastrawidjaja, 2010, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran-Pembayaran Utang, Bandung : PT. Alumni, hal. 89.

(6)

6 Tinjauan tentang Kasasi

Kasasi merupakan upaya hukum terhadap putusan–putusan yang diberikan tingkat tertinggi oleh pengadilan–pengadilan lain dalam perkara– perkara pidana maupun perdata, agar dicapai kesatuan dalam menjalankan peraturan–peraturan dan undang–undang.

Menurut M. Yahya Harahap, ada beberapa tujuan utama upaya hukum kasasi, yaitu: a. Koreksi terhadap kesalahan putusan pengadilan bawahan. Salah satu tujuan kasasi adalah

memperbaiki dan meluruskan kesalahan penerapan hukum, agar hukum benar–benar diterapkan sebagaimana mestinya serta apakah cara mengadili perkara benar–benar dilakukan menurut ketentuan undang–undang.

b. Menciptakan dan membentuk hukum baru. Selain tindakan koreksi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dalam peradilan kasasi, adakalanya tindakan koreksi itu sekaligus menciptakan hukum baru dalam bentuk yurisprudensi.

c. Pengawasan terciptanya keseragaman penerapan hukum. tujuan lain dari pemeriksaan kasasi, adalah mewujudkan kesadaran “keseragaman” penerapan hukum atau unified legal frame work dan unified legal opinion.7

Terkait perkara kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), upaya hukum kasasi dapat dilakukan baik oleh debitur dan kreditur yang merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama, juga dapat diajukan oleh kreditur lain yang bukan merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama yang tidak puas terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit sebagaimana ketentuan Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004. Sidang pemeriksaan atas permohonan Kasasi dilakukan paling lambat 20 hari setelah tanggal permohonan Kasasi diterima Mahkamah Agung dan putusan atas permohonan Kasasi harus di ucapakan paling lambat 60 hari setelah tanggal permohonan Kasasi diterima oleh Mahkamah Agung (Pasal 12,13 ayat (1), (2),(3) Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004.

C. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah Yuridis Normatif. Yuridis normatif yaitu dengan mengkaji atau menganalisis data normatif yang berupa Putusan Mahkamah Agung dengan Nomor : 408 K/Pdt.Sus-Pailit/2015.

Sifat penelitian menggunakan penelitian yang bersifat deskriptif, dimana penelitian bertujuan memberikan gambaran, melukiskan serta memaparkan data yang diperoleh dari penelitian. Metode deskriptif membicarakan beberapa kemungkinan untuk memecahkan masalah yang ada sekarang ini dengan mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan, serta

7

Yahya Harahap, 2007. Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 19.

(7)

7 mengintepretasikan data-data dan akhirnya menyimpulkan.8 Berdasarkan pengertian tersebut, bahwa dalam penelitian ini akan menggambarkan tentang Putusan Mahkamah Agung dengan Nomor : 408 K/Pdt.Sus-Pailit/2015, dikaitkan dengan teori-teori hukum positif yang mengatur tentang kepailitan, penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa: 1. Bahan hukum primer

Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan adalah: a. HIR (Het Herzeine Indonesich Reglement)

b. KUH Perdata

c. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

d. Undang-Undang Nomor Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

e. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung,

f. Peraturan perundang-undangan lainnya yang memiliki kaitan dengan objek penelitian. g. Putusan Mahkamah Agung Nomor : 408 K/Pdt.Sus-Pailit/2015

2. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer berupa literatur atau pustaka yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

3. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier, adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), ensklipedia.9

Teknik pengumpulan data dalam penelitian hukum normatif dilakukan dengan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier dan atau bahan non hukum.10 Mengingat penelitian ini

8

Winarno Surakhmad. 1998. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode dan Teknik. Bandung: Tarsito. Hal: 131

9

Amirudin dan H.Zainal, Asikin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal.32

10

Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 160.

(8)

8 memusatkan perhatian pada data sekunder, maka pengumpulan data ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan dan studi dokumen pada Putusan Mahkamah Agung Nomor : 408 K/Pdt.Sus-Pailit/2015.

Metode analisis data adalah deskriptif analitis, peneliti dalam menganalisis berkeinginan untuk memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek penelitian,11 dengan menggunakan pendekatan analitis dengan tujuan melihat suatu fenomena kasus yang telah diputus oleh Pengadilan dengan cara melihat analisis yang dilakukan oleh ahli hukum yang dapat digunakan oleh hakim dalam pertimbangan putusannya.12

D. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

1. Pertimbangan Hukum Hakim Mahkamah Agung dalam Mengabulkan Perkara Nomor 408 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 dalam Perkara Perdata Khusus Kepailitan

Tingkat kasasi, Mahkamah Agung tidak memeriksa kembali perkara yang bersangkutan melainkan hanya memeriksa terhadap penerapan hukum yang dilakukan oleh judex factie (pengadilan pertama yang memeriksa bukti-bukti dan fakta, memutus dan menyelesaikan perkara), apakah benar atau salah dalam menerapkan hukum.

Pertimbangan Hakim adalah alasan atau argumen Hakim dalam memutus suatu perkara. Dalam hal ini sebelum memeriksa dan memutus pokok perkara, Majelis Hakim harus terlebih dahulu mempelajari permohonan kepailitan yang diajukan oleh pemohon.

Amar putusan yang dituangkan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 408 K/Pdt.Sus-Pailit/2015. Hakim Mahkamah Agung mengabulkan alasan permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi, dalam hal ini Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, dengan membatalkan Putusan Pernyataan Pailit Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang menyatakan PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya belum bisa dinyatakan Pailit karena masih ada permasalahan tentang sengketa Tata Usaha Negara. Adapun pertimbangan Majelis Hakim pada Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan kasasi dan menyatakan pembatalan terhadap Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 04/PDT-SUS-Pailit2015/PN.NIAGA.Jkt.Pst jo Nomor 27Pdt.Sus.PKPU/2015/PN.NIAGA.Jkt.Pst tanggal 16 April 2015 adalah sebagai berikut:

1. Judex Facti mendasarkan putusan pada pertimbangan yang tidak sesuai dan menyimpang dari substansi pokok perkara yang menjadi dasar permasalahan

11

Ibid. 12

(9)

9 Suatu putusan pengadilan haruslah memuat asas-asas yang mesti ditegakkan agar putusan yang dijatuhkan tidak mengandung cacat salah satunya mengenai asas memuat dasar alasan yang jelas dan rinci. Menurut asas ini putusan yang di jatuhkan harus berdasarkan pertimbangan yang jelas dan cukup. Putusan yang tidak memenuhi ketentuan dikategorikan putusan yang tidak cukup pertimbangan atau onvoldoende gemotiveerd. Alasan-alasan hukum yang menjadi pertimbangan bertitik tolak dari ketentuan Pasal-pasal tertentu, peraturan perundang-undangan, hukum kebiasaan, yurisprudensi, atau doktrin hukum.

Pertimbangan Majelis Hakim pada Mahkamah Agung merupakan bantahan terhadap pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memberikan pertimbangan dalam putusan ditolaknya pernyataan pailit karena Pemohon Kasasi memiliki kedudukan sah untuk beracara dan mengajukan permohonan Pernyataan Pailit terhadap Termohon Kasasi.

Ketidaksesuaian pertimbangan yang diambil dalam putusan Judex Facti yaitu terlihat dari substansi sengketa Tata Usaha Negara dimana yang menjadi objek adalah Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Nomor KEP-12/D.05/2013, tanggal 18 Oktober 2013 tentang pencabutan ijin usaha PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya. Sedangkan yang menjadi permasalahan pokok dalam perkara a quo adalah Termohon Kasasi memiliki dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas setidak-tidaknya satu utang yang telah jatuh tempo, sebagaimana disyaratkan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Hal mana juga terlihat dari tidak terpenuhinya tingkat solvabilitas dari risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat timbulnya deviasi dalam pengelolaan kekayaan sebagaimana dimaksud Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2008.

2. Judex Facti telah mengaitkan permohonan pernyataan pailit dengan sengketa Tata Usaha Negara

Pertimbangan yang diambil Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam putusannya menolak pernyataan pailit, hanya didasarkan masih adanya proses pemeriksaan kasasi pada perkara Tata Usaha Negara antara Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi, padahal sangat jelas objek sengketa antara perkara kepailitan dengan Tata Usaha Negara berbeda, dan tidak ada kaitan sama sekali; yang justru di luar kewenangan Majelis Hakim Judex Facti dalam mempertimbangkan perkara Tata Usaha Negara dimaksud.

(10)

10 Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung tersebut menurut penulis sudah tepat, sebab Pemohon Kasasi telah berhasil membuktikan dalil permohonannya, yaitu Termohon Kasasi tidak mampu membayar klaim tertanggung, diantaranya: (1) Erminawati sebesar 14 juta yang jatuh temponya tanggal 1 Januari 2014, (2) Wahyu, klaim belum sepenuhnya dibayarkan, baru dibayarkan 25%, (3) Bank Mandiri yang diwakili Pak Edy, terdapat 14 klaim asuransi yang belum selesai pembayarannya dengan jumlah sebesar Rp.1.451.967.287,45. Disamping itu Termohon Kasasi juga mempunyai hutang kepada Firman Pasaribu sebesar Rp.50.000.000,00 yang telah jatuh tempok sejak satu tahun yang lalu. Dengan demikian, terbukti bahwa Termohon Kasasi memiliki 2 (dua) kreditor atau lebih dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Sebaliknya Termohon tidak berhasil membuktikan dalil sanggahannya. Oleh karena itu permohonan kasasi dikabulkan dan Termohon Kasasi / Debitor dinyatakan pailit, sesuai ketentuan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang harus diangkat Kurator dan seorang Hakim Pengawas.

Sesuai dengan ketentuan tersebut di atas, Hakim Pengawas yang ditunjuk adalah Hakim Pengawas yang terdapat di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, oleh karena itu Mahkamah Agung memerintahkan Ketua Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat untuk menunjuk seorang Hakim Pengawas dalam perkara ini.

Dalam perkara ini, Hakim Mahkamah Agung menilai bahwa Termohon Kasasi lalai terhadap tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bahwa sejak tanggal 31 Desember 2012 fungsi, tugas, wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK. Di samping itu dalam Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dinyatakan :

“Sejalan dengan ruang lingkup tugas Otoritas Jasa Keuangan yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, maka kewenangan pengajuan pailit terhadap Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah yang semula dilakukan oleh Menteri Keuangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang beralih menjadi kewenangan Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan Undang- Undang ini.”

(11)

11 OJK berwenang melakukan upaya atau tindakan tertentu sesuai peraturan

perundang-undangan di sektor jasa keuangan termasuk melakukan pengajuan

permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan asuransi dalam rangka mencegah kerugian konsumen dan masyarakat serta menjaga kepercayaan masyarakat terhadap industri perasuransian di Indonesia. Adapun alasan-alasan OJK (Pemohon Kasasi) dalam mengajukan permohonan pailit terhadap PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya (Termohon Kasasi), diantaranya adalah:

1. Termohon telah tidak melaksanakan kewajiban sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian yang dapat dikategorikan sebagai utang (Vide Pasal 1 angka (6) UU Kepailitan).

2. Selain utang, Termohon juga memiliki dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih berupa pemenuhan kewajiban kepada konsumen/pemegang polis.

3. Termohon juga telah mengakui adanya utang klaim kepada pemegang polis yang telah jatuh tempo.

Berdasarkan atas Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dan alasan-asalan dari Pemohon Kasasi (Dewan Otorisasi Jasa Keuangan) dapat dilihat bahwa Hakim Mahkamah Agung dalam mengabulkan permohonan Kasasi dapat dibenarkan.

Dalam pertimbangannya inti dari putusan Hakim Mahkamah Agung adalah: 1. Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: DEWAN KOMISIONER

OTORITAS JASA KEUANGAN;

2. Membatalkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,

Nomor 04/PDT-SUS-Pailit/2015/PN.NIAGA.Jkt.Pst. Jo. Nomor

27/Pdt.Sus.PKPU/2015/PN.NIAGA.Jkt.Pst., tanggal 16 April 2015; 3. Mengabulkan permohonan pernyataan pailit dari Pemohon Pailit; 4. Menyatakan Debitor PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya pailit;

5. Memerintahkan Ketua Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat untuk menunjuk seorang Hakim Pengawas yang ada di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut untuk perkara a quo;

6. Mengangkat: Sdr. Raymond Bonggard Pardede, S.H., terdaftar Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU AH 04.03-68, beralamat di Gedung

(12)

12 Wirapurusa (LVRI) Lantai III, Jalan Raden Intan II, Nomor 2, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, sebagai Kurator untuk perkara a quo;

7. Menetapkan imbalan jasa bagi Kurator akan ditentukan kemudian setelah Kepailitan berakhir;

8. Menghukum Termohon Kasasi/Debitor untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ditetapkan sebesar Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah).

2. Akibat Hukum Kasasi yang Dikabulkan dalam Putusan Perkara Perdata Nomor 408 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 Khusus Kepailitan

Akibat hukum terhadap putusan kepada para pihak yang berperkara dalam hal ini OJK sebagai Pemohon Kasasi dan PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya sebagai Termohon Kasasi adalah pelaksanaan putusan. Pihak yang berperkara bila mana sudah ada suatu putusan berkekuatan hukum tetap, wajib melaksanakan putusan tersebut, kalau tidak ada lagi upaya hukum lain. Apabila pihak yang kalah (Termohon Kasasi) tidak mau melaksanakan isi putusan, maka pihak yang menang (Pemohon Kasasi) dapat meminta kepada Pengadilan Negeri untuk melaksanakan pelaksanaan putusan secara paksa. Suatu isi putusan harus dilaksanakan karena mahkota Pengadilan adalah pelaksanaan isi putusan.

Perkara perdata mengenai kepailitan yang dimohonkan kasasi oleh Pemohon dalam faktanya dikabulkan dengan mempertimbangkan bahwa alasan-alasan Pemohon Kasasi dapat dibenarkan, oleh karena judex facti / Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara ini bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, hal ini dikarenakan: 1. Judex Facti mendasarkan putusan pada pertimbangan yang tidak sesuai dan menyimpang

dari substansi pokok perkara yang menjadi dasar permasalahan, disamping it u Judex Facti juga mengaitkan permohonan pernyataan pailit dengan sengketa Tata Usaha Negara, padahal sangat jelas objek sengketa antara perkara kepailitan dengan Tata Usaha Negara berbeda, dan tidak ada kaitan sama sekali.

2. Terlihat dari substansi sengketa Tata Usaha Negara dimana yang menjadi objek adalah Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Nomor KEP-12/D.05/2013, tanggal 18 Oktober 2013 tentang pencabutan ijin usaha PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya. Sedangkan yang menjadi permasalahan pokok dalam perkara a quo adalah Termohon Kasasi memiliki dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas setidak-tidaknya satu utang yang telah jatuh tempo, sebagaimana disyaratkan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

(13)

13 Pembayaran Utang. Hal mana juga terlihat dari tidak terpenuhinya tingkat solvabilitas dari resiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat timbulnya deviasi dalam pengelolaan kekayaan sebagaimana dimaksud Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2008

Terkait dalam perkara ini, Hakim Mahkmah Agung dalam pertimbangan hukumnya mengabulkan permohonan kasasi Pemohon Kasasi sehingga dalam perkara ini Putusan judex facti/ Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Akibat Hukum dari dikabulkannya Permohonan Kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi yaitu Dewan Otorisasi Jasa Keuangan mengakibatkan bahwa Termohon Kasasi PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya dinyatakan Pailit.

Akibat keputusan pailit tersebut seluruh harta kekayaan PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya diserahkan kepada Kurator sebagaimana termaktub dalam Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 dan dibawah pengawasan Hakim pengawas. Dalam hal ini Kurator bertugas mengelola usaha debitur, dan mengatur pembayaran kepada kreditur, pengalihan, atau penggunaan kekayaan debitur. Secara rinci Kurator bertugas:

1. Mengusulkan dan melaksanakan penjualan harta pailit

2. Membuat daftar pembagian untuk dimintakan persetujuan kepada hakim pengawas.

Membuat daftar perhitungan dan pertanggungjawaban pengurusan dan pemberesan kepailitan kepada Hakim Pengawas. Hakim pengawas memiliki peranan yang sangat penting, peranan itu mulai berlaku setelah di ucapkan putusan pernyataan pailit. Hakim pengawas mengawasi pekerjaan Kurator dalam rangka melakukan tugas pengurusan dan pemberesan.

Akibat-akibat yuridis dari putusan pailit terhadap harta kekayaan Termohon Kasasi/Debitor sebagaimana diungkapkan oleh M.Hadi Shubhan, adalah:

1. Putusan pailit dapat dijalan lebih dahulu (serta-merta)

Putusan kepailitan adalah serta merta dan dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun terhadap putusan tersebut masih dilakukan suatu upaya hukum lebih lanjut. Kurator yang didampingi hakim pengawas dapat langsung menjalankan fungsinya untuk melakukan pengurusan dan pemberesan pailit. Sedangkan apabila putusan pailit dibatalkan sebagai akibat adanya upaya hukum tersebut, segala perbuatan yang telah dilakukan oleh Kurator sebelum atau pada tanggal Kurator menerima pemberitahuan tentang putusan pembatalan maka tetap sah dan mengikat bagi debitor.

(14)

14 2. Sitaan umum

Harta kekayaan debitor yang masuk harta pailit merupakan sitaan umum beserta apa yang yang diperoleh selama kepailitan. Hal ini sesuai dengan Pasal 21 Undang-Undang Kepailitan No.37 Tahun 2004, bahwa kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan.

3. Kehilangan wewenang dalam harta kekayaan

Debitor dalam hal ini Termohon Kasasi demi hukum kehilangan haknya untuk mengurus dan melakukan perbuatan kepemilikan terhadap harta kekayaannya yang termasuk dalam kepailitan, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 24 ayat (1) UUK. Kehilangan hak bebasnya tersebut hanya terbatas pada harta kekayaannya dan tidak terhadap status diri pribadinya. Termohon Kasasi yang dalam status pailit tidak hilang hak-hak keperdataan lainnya serta hak-hak-hak-hak lain selaku warga Negara seperti hak-hak politik dan hak-hak privat lainnya.

4. Perikatan setelah pailit

Semua perikatan Termohon Kasasi yang terbit sesudah putusan pernyataan pailit, tidak lagi dapat membayar dari harta pailit, kecuali perikatan tersebut menguntungkan harta pailit (Pasal 26 UUK). Tuntutan mengenai hak dan kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh Kurator. Dalam hal tuntutan tersebut diajukan atau diteruskan oleh atau terhadap debitur pailit maka apabila tuntutan tersebut mengakibatkan suatu penghukuman terhadap debitur pailit, penghukuman tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap harta pailit (Pasal 26 Undang-undang Kepailitan).

5. Akibat kepailitan terhadap seluruh perbuatan hukum debitur sebelum pernyataan pailit Dalam Pasal 41 ayat (1) UU Kepailitan dinyatakan secara tegas bahwa untuk kepentingan harta pailit, segala perbuatan hukum debitur yang telah dinyatakan pailit, yang merugikan kepentingan kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, dapat dimintai pembatalan oleh kreditor kepada pengadilan.

E. PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab IV, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pertimbangan hukum Hakim Mahkamah Agung dalam mengabulkannya Perkara Nomor 408 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 dalam perkara perdata khusus kepailitan

(15)

15 Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam mengabulkan permohonan kasasi OJK dengan memutuskan putusan No. 408 K/Pdt.Sus-Pailit/2015, telah sesuai dengan unsur keadilan, karena Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam menjatukan putusan berdasarkan permasalahan pokok dalam perkara a quo, yakni Termohon Kasasi yaitu PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya tidak mampu membayar beberapa klaim yang telah jatuh tempo. Oleh karena itu Termohon Kasasi telah terbukti memiliki dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas setidak-tidaknya satu utang yang telah jatuh tempo sebagaimana disyaratkan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Hal mana juga terlihat dari tidak terpenuhinya tingkat solvabilitas dari resiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat timbulnya deviasi dalam pengelolaan kekayaan sebagaimana dimaksud Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2008. Padahal berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.101/2008 tanggal 28 Oktober 2008 tentang Perubahan Kedua Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 424/KMK.06/2003 tanggal 30 September 2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, pada Pasal 2 ayat (1) (bukti P-6) mengatur “Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi setiap saat wajib memenuhi tingkat solvablitas paling sedikit 120% dari risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi dalam pengelolaan kekayaan dan kewajiban”.

Oleh karenanya keputusan dikabulkannya permohonan kasasi telah sesuai dengan undang-undang, karena tidak ada hal-hal baru yang perlu dipertimbangkan. Sehingga Hakim Mahkamah Agung membatalkan putusan judex facti/ Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

2. Akibat hukum kasasi yang dikabulkan dalam putusan perkara perdata nomor 408 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 Khusus Kepailitan

Akibat Hukum dari dikabulkannya Permohonan Kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi yaitu Dewan Otorisasi Jasa Keuangan mengakibatkan bahwa Termohon Kasasi PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya dinyatakan Pailit, oleh karenanya Termohon Kasasi di hukum untuk membayar semua biaya perkara dalam semua tingkatan peradilan yang berjumlah Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah). Terkait akibat keputusan pailit tersebut seluruh harta kekayaan PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya diserahkan kepada Kurator sebagaimana termaktub dalam Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 dan dibawah pengawasan Hakim pengawas. Hakim pengawas memiliki peranan yang sangat penting, peranan itu mulai berlaku setelah diucapkan putusan pernyataan pailit.

(16)

16 Hakim pengawas mengawasi pekerjaan Kurator dalam rangka melakukan tugas pengurusan dan pemberesan.

Saran

1. Terkait dikabulkannya permohonan kasasi oleh Pemohon oleh Hakim Mahkamah Agung dengan memutuskan membatalkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, maka pihak Hakim Pengadilan Niaga dalam memutuskan perkara hendaknya lebih cermat dan teliti lagi.

2. Termohon Kasasi dalam hal ini PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya, hendaknya melaksanakan kewajibannya sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian, dengan tidak mengabaikan prinsip usaha yang sehat dan bertanggung jawab, yang sekaligus dapat mendorong kegiatan perekonomian pada umumnya.

(17)

17 DAFTAR PUSTAKA

Amirudin dan H.Zainal, Asikin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Darwan Prinst, 2002, Strategi Menyusun dan Menangani Gugatan Perdata, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Gunawan Widjaja, 2002, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Imran Nating, 2004, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, Jakarta: Raja Grafindo.

Jono, 2008, Hukum Kepailitan , Jakarta: Sinar Grafika.

K.Wantjik Saleh, 1997, Kehakiman dan Peradilan, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Man S. Sastrawidjaja, 2010, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran-Pembayaran Utang, Bandung : PT. Alumni.

Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sutan Remy Sjahdeny, 2002, Hukum Kepailitan, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Victor M. Situmorang dan Hendri Soekarso, 1993, Penghantar Hukum Kepailitan di Indonesia. Jakarta: Rineka Citra.

Winarno Surakhmad. 1998. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode dan Teknik. Bandung: Tarsito.

Yahya Harahap, 2007, Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika.

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang terjadi di Dusun Giring-Giring adalah kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai pemahaman dan kesadaran kebutuhan sistem utilitas/prasarana lingkungan

Dalam rangka pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Besar sesuai d e n g a n Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang

Bismillahirrohmanirrohim Puji syukur yang teramat dalam penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan

Menurut kajian Garfield dan Ben-Zvi (2007) perlaksaan model tersebut di dalam kelas akan memberi impak yang besar kepada pelajar dalam memahami statistik. SRLE

Moh.. Jurnal Penelitian Transportasi Darat, Volume 21, Nomor 1, Juni 2019 v JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI DARAT P-ISSN No. Raya Setu No. Raya Dramaga, Babakan, Dramaga,

pekerjaan seseorang.. Jadi, pengambilan keputusan karir adalah suatu proses menentukan pilihan karier dari beberapa alternatif pilihan, berdasarkan pemahaman diri

Dipertimbangkan untuk melakukan operasi sesuai dengan rekomendasi WHO yaitu katarak yang sudah menyebabkan kebutaan, dengan visus <3/60 pada mata terbaiknya, menunda

Sedangkan panjang total udang windu yang tertangkap pada trammel net monofilamen dengan mesh size 1,50 inci sebagian besar berada pada kisaran 136-140 mm, sedangkan