• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORI"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN

Diabetus Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskopik electron (Mansjoer, 2001).

Diabetus Mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer, 2000).

Diabetus Mellitus adalah gangguan metabolisme secara genetic dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Price, 2000).

Dari beberapa definisi diatas tentang DM dapat diambil kesimpulan bahwa DM adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan hormonal (dalam hal ini adalah hormone insulin yang dihasilkan oleh pancreas) dan melibatkan metabolisme karbohidrat dimana seseorang tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin yang diprodukasi dengan baik, hal ini dapat disebabkan karena adanya proses autoimmune, dipengaruhi secara genetic dengan gejala yang pada akhirnya menuju tahap perusakan imunologi sel-sel yang memproduksi insulin. B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

(2)
(3)
(4)

Hormon merupakan hasil dari system endokrin yang dikirimkan langsung ke dalam darah yang beredar dalam jaringan kelenjar tanpa melewati saluran hasil sekresi.

Adapun komponen dari system endokrin adalah sebagai berikut: 1. Kelenjar Pienal (epifise)

Kelenjar ini terdapat di dalam otak di dalam ventrikel terletak dekat korpus. Ini menghasilkan sekresi interna dalam membantu pancreas dan kelenjar kelamin. 2. Kelenjar Hipofise

Kelenjar ini terletak pada dasar tengkorak yang mempunyai peran penting dalam sekresi hormon-hormon semua system endokrin.

Kelenjar Hipofise terdiri dari 2 lobus yaitu lobus anterior dan lobus posterior. Lobus anterior menghasilkan hormone yang berfungsi sebagai zat pengendali produksi dari semua system endokrin.

a. Hormon Somatropik, yang berfungsi mengendalikan kegiatan kelenjar tiroid dalam menghasilkan hormone tiroksin.

b. Hormon Adrenokortikotropik (ACTH ) yang berfungsi mengendalikan kelenjar suprarenal dalam menghasilkan kortisol.

c. Hormon Gonadotropik yang berasal dari folikel stimulating hormone (FSH) yang merangsang perkembangan folikel degraf dalam ovarium dan pembentukan spermatozoa dalam testis.

(5)

a. Hormon anti diuretic ( ADH ) mengatur jumlah air yang keluar melalui ginjal. b. Hormon oksitosin yang berguna merangsang dan menguatakan kontraksi uterus

sewaktu melahirkan dan mengeluarkan air susu sewaktu menyusui. 3. Kelenjar Tiroid

Terdiri dari 2 lobus yang berada disebelah kanan dari trakea, yang terletak didalam leher bagian depan bawah melekat pada dinding laring. Adapun fungsi kelenjar tiroksin adalah mengatur pertukaran metabolisme dalam tubuh dan mengatur pertumbuhan. Selain itu fungsi kelenjar tiroid adalah :

a. Bekerja sebagai perangsang kerja oksidasi. b. Mengatur penggunaan oksidasi.

c. Mengatur pengeluaran karbondioksida. d. Pengaturan susunan kimia darah dan jaringan. 4. Kelenjar Timus

Kelenjar ini di mediastinum dibelakang os. sternum. Kelenjar timus terletak didalam thorak yang terdiri dari 2 lobus. Adapun fungsi dari kelenjar timus adalah :

a. Mengaktifkan pertumbuhan badan. b. Mengurangi aktifitas kelenjar kelamin.

5. Kelenjar Adrenal

(6)

a. Bagian yang berwarna kekuningan yang menghasilkan kortisol disebut kortek. b. Bagaian medulla yang menghasilkan adrenalain ( epineprin ) dan non adrenalin

(non epineprin ).

Non adrenalin dapat menaikkan tekanan darah dengan cara merangsang serabut otot di dalam dinding pembuluh darah untuk berkontraksi, adrenalin membantu metabolisme karbohidrat dengan cara menambah pengeluaran glukosa dalam hati.

Adapun fungsi kelenjar adrenal bagian kortek adalah a. Mengatur keseimbangan air, elektrolit dan garam.

b. Mempengaruhi metabolisme hidrat arang dan protein. c. Mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid.

Sedangkan fungsi kelenjar adrenal bagian medulla adalah a. Vasokonstriksi pembuluh darah perifer.

b. Relaksasi bronkus. 6. Pankreas

Terdapat di belakang depan vertebra lumbalis 1 dan 2 terdiri dari sel-sel alpha dan beta. Sel alpha menghasilkan hormone glukagon dan sel beta manghasilkan hormone insulin. Hormon yang digunakan dalam pengobatan diabetes adalah hormone insulin yang merupakan sebuah protein yang turut dicernakan oleh enzim pencernaan protein.

Fungsi hormone insulin adalah mengendalikan kadar glukosa dan bila digunakan sebagai pengobatan adalah memperbaiki sel tubuh untuk mengamati penggunaan glukosa dan lemak. Selain itu juga terdapat pulau langerhans yang

(7)

berbentuk oval yang tersebar diseluruh tubuh pancreas dan terbanyak pada bagian kedua pancreas. Fungsi dari pulau langerhans adalah sebagai unit sekresi dalam pengeluaran homeostatic nutrisi, menghambat sekresi insulin, glikogen dan polipeptida pancreas serta menghambat sekresi glikogen.

7. Kelenjar ovarika

Terdapat pada wanita dan terletak disamping kanan dan kiri uterus, menghasilkan hormone estrogen dan progesterone. Hormone ini mempengaruhi uterus dan memberikan sifat kewanitaan.

8. Kelenjar testika

Terdapat pada pria terletak pada skrotum dan menghasilkan hormone testosteron yang mempengaruhi pengeluaran sperma.

C. ETIOLOGI

1. Diabetes Melitues tipe 1 / IDDM ( Insulin Dependent Diabetes Mellitus).

DM tipe 1 ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pancreas, factor genetik, immunologi, dan mungkin juga lingkungan (virus) diperkirakan turut menimbulkan distruksi sel beta.

a. Faktor genetic.

Penderita DM tipe 1 mewarisi kecenderungan genetic kearah DM tipe 1, kecenderungan ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe HLA ( Human Leucocyt Antigen ) tertentu. Resiko meningkat 20x pada individu yang memiliki tipe HLA DR3 atau DR4.

(8)

Respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh, dimana jaringan tubuh yang normal dianggap jaringan asing.

c. Faktor lingkungan

Virus / toksin tertentu dapat memicu proses yang dapat menimbulkan destruksi sel beta.

2. DM tipe II / NIDDM

Mekanisme yang dapat menyebabkan resistensi insulin dan sekresi insulin pada DM tipe II masih belum diketahui. Faktor resiko yang berhubungan adalah obesitas, riwayat keluarga, usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia >65 tahun).

(Smeltzer, 2001).

D. PATOFISIOLOGI

Diabetus Mellitus mengalami defisiensi insulin yang menyebabkan glukagon meningkat sehingga terjadi pemecahan gula baru (Glukoneogenesis) yang menyebabkan metabolisme lemak meningkat kemudian terjadi proses pembentukan keton (Ketogenesis). Terjadinya peningkatan keton didalam plasma akan menyebabkan ketonuria (keton di dalam urine) dan kadar natrium menurun serta PH serum menurun yang menyebabkan asidosis.

Defisiensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi menurun sehingga kadar glukosa darah dalam plasma tinggi (hiperglikemia). Jika hiperglikemia parah dan melebihi ambang ginjal maka timbul glukosuria. Glukosuria ini akan menyebabkan deuresis osmotic yang meningkatkan pengeluaran kemih (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsi) sehingga terjadi dehidrasi. Glukosuria

(9)

menyebabkan keseimbangan kalori negative sehingga menimbulkan rasa lapar (polifagi). Penggunaan glukosa oleh sel menurun mengakibatkan produksi metabolisme energi menjadi menurun sehingga tubuh menjadi lemah.

Hipergikemia dapat mempengaruhi pembuluh darah kecil (arteri kecil) sehingga suplai makanan dan oksigen ke perifer menjadi berkurang yang akan menyebabkan luka tidak sembuh-sembuh. Karena suplai makanan dan oksigen tidak adekuat maka dapat menyebabkan terjadinya infeksi dan terjadi gangren atau ulkus.

Gangguan pembuluh darah menyebabkan aliran darah menurun sehingga suplai makanan dan oksigen berkurang, akibatnya terjadi kerusakan pada retina mata.

Salah satu akibat utama dari perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur dan fungsi ginjal sehingga menjadi nefropati.

Diabetus mempengaruhi saraf-saraf perifer, system saraf otonom dan system saraf pusat sehingga menyebabkan neuropati. (Price, 2000 ).

E. MANIFESTASI KLINIK

Menurut Mansjoer, 2001 Diabetus Mellitus awalnya diperkirakan dengan adanya tanda-tanda sebagai berikut:

a. Poliuri ( banyak dan sering kencing ) b. Polidipsi ( banyak minum )

(10)

d. Lemas

e. Berat badan menurun f. Kesemutan

g. Mata kabur

h. Impotensi pada pria i. Pruritus pada vulva. F. KOMPLIKASI

Komplikasi DM terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik .

1. Komplikasi akut

Adalah komplikai akut pada DM yang penting dan berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek.

Komplikasi tersebut ada 3 yaitu : a. Diabetik Ketoasidosis ( DKA )

Ketoasidosis Diabetik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit DM. Diabetik Ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata

( Smeltzer,2001 ). b. Koma Hiperosmolar Nonketonik ( KHHN )

Koma Hiperosmolar Nonketonik merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia disertai perubahan tingkat kesadaran. Salah satu perubahan utamanya dengan DKA adalah tidak tepatnya ketosis dan asidosis pada KHHN. ( Smeltzer,2001).

(11)

c. Hipoglikemia

Hipoglikemia terjadi apabila kadar gula dalam darah turun di bawah 50-60 mg/dl, keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat oral berlebihan serta konsumsi makanan yang terlalu sedikit.

( Smeltzer, 2001 ). 2. Komplikasi Kronik

Diabetes Melitues pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah diseluruh bagian tubuh ( Angiopati Diabetik ) dibagi menjadi 2 :

1. Mikrovaskuler a. Penyakit Ginjal

Salah satu akibat dari perubahan-perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada structural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa dalam darah meningkat maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah dalam urine.

( Smeltzer, 2001 ).

b. Penyakit Mata

Penderita DM akan mengalami gejala gangguan penglihatan sampai kebutaan. Keluhan penglihatan kabur tidak selalu disebabkan neuropati. Penyakit katarak disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjangan menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.

( Long,1999 ). c. Neuropati

(12)

Diabetus dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, system saraf otonom, medulla spinalis atau system saraf pusat. Akumulasi sorbitol dan perubahan-perubahan metabolic lain dalam sintesa fungsi myelin yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi saraf.

2. Makrovaskuler

a. Penyakit Jantung Koroner.

Akibat kelainan fungsi jantung yang disebabkan oleh diabetes akan mengakibatkan penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri ( arteriosclerosis ) dengan resiko terjadi penyakit jantung koroner atau stroke.

b. Pembuluh Darah Kaki

Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf sensorik, keadaan ini berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang menyebabkan gangren. Infeksi dimulai dari celah-celah kulit yang mengalami hipertrofi pada sel-sel kuku kaki yang menebal dan kalus, demikian juga pada daerah-daerah yang terkena trauma.

c. Pembuluh Darah ke Otak

Pada pembuluh darah otak dapat mengalami penyumbatan sehingga suplai darah ke otak menurun, ini juga merupakan factor predisposisi terjadinya stroke. ( Long,1999 ).

(13)

G. PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanan secara medis. a. Obat Hipogllikemik Oral

1) Golongan Sulfonilurea / sulfonyl urea

Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan dengan obat golongan lain, yaitu biguanid inhibitor alfa glukosidase atau insulin. Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan produksi insulin oleh sel beta pancreas, karena itu menjadi pilihan utama para penderita DM tipe II dengan berat badan berlebihan.

2) Golongan Biguanad / metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki pengambilan glukosa dari jaringan ( glukosa perifer ) dianjurkan sebagai obat tinggal pada pasien kelebihan berat badan.

3) Golongan inhibitor alfa glikosidase

Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran pencernaan sehingga dapat menurunkan kadar gula darah setelah makan. Bermanfaat bagi pasien yang mempunyai kadar gula darah puasa yang masih normal.

b. Insulin

1) Indikasi Insulin.

Pada DM tipe I yang Human Monocomponent Insulin ( 40 UI dan 100 UI/ml injeksi ) yang beredar adalah actrapid.

(14)

Injeksi insulin dapat diberikan kepada penderita DM tipe II yang kehilangan berat badan secara drastic. Yang tidak berhasil dengan penggunaan obat-obatan anti DM dengan dosis maksimal atau mengalami kontra indikasi dengan obat-obatan tersebut. Bila mengalami ketoasidosis, hiperosmolar asidosis laktat, stress berat karena infeksi sitemik, pasien operasi berat, wanita hamil dengan gejala DM yang tidak dapat dikontrol dengan pengendalian diit.

2) Jenis Insulin

a. Insulin kerja cepat

Jenisnya adalah regular insulin, critalin zinc dan semilente. b. Insulin kerja sedang

Jenisnya adalah NPH ( Netral Protamine Hagerdon ). c. Insulin kerja lambat

Jenisnya adalah PZI ( Protamine Zinc Insulin ) . 2. Penatalaksanaan Secara Keperawatan.

a. Diit.

Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makanan. Walaupun sudah mendapat penyuluhan perencenaan makanan, lebih dari 50% pasien tidak melaksanakanya. Penderita DM sebaiknya mempertahankan menu yang seimbang dengan komposisi idialnya sekitar 68% karbohidrat, 20% lemak dan 12% protein. Diit yang tepat untuk menjaga agar berat badan tetap ideal dapat dilakukan dengan cara :

(15)

2. Kurangi lemak.

3. Kurangi karbohidrat komplek. 4. Hindari makanan manis. 5. Perbanyak konsumsi serat. b. Olah Raga

Olahraga dapat mengurangi / mengontrol kadar gula dalam darah karena dapat membuat insulin bekerja lebih efektif. Olahraga juga membantu menurunkan berat badan, memperkuat jantung dan mengurangi stress. Bagi pasien DM melakukan olahraga dengan teratur akan lebih baik akan tetapi jangan melakukan olahraga terlalu berat.

H. PENGKAJIAN

1. Aktivitas dan Istirahat

Gejala : lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot, penurunan tonus otot, gangguan tidur / istirahat.

Tanda : takhikardi dan thakipnea pada keadaan istirahat / dengan aktifitas, letargi / disorientasi, koma.

2. Sirkulasi

Gejala : adanya riwayat hipertensi, kebas, keseimbangan pada ekstrimitas ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.

Tanda : takhikardi, penurunan nadi, kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung.

(16)

3. Integritas Ego

Gejala : stress, tergantung pada orang lain. Tanda : ansietas, peka rangsang.

4. Eliminasi

Gejala : poliuri, nokturia, nyeri tekan abdomen, diare.

Tanda : urine pucat kuning, poliuria ( dapat berkembang menjadi oliguria / anuria jika terjadi hipovolemi berat ), urine berkabut, bau busuk ( infark ), abdomen keras, acites, bising usus lemah, dan hiperaktif ( diare ). 5. Makanan / Cairan

Gejala : hilang nafsu makan, mual / muntah, penurunan berat badan, haus.

Tanda : kulit kering / bersisik, turgor jelek, kekakuan / distensi sbdomen, muntah.

6. Neurosensori

Gejala : pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parastesia.

Tanda : disorientasi, mengantuk, latergi, stupor / koma. 7. Nyeri Kenyamanan

Gejala : abdomen tegang / nyeri.

Tanda : wajah meringis tampak dengan palpitasi. 8. Pernafasan

Gejala : merasa kurang O2, batuk dengan atau tanpa sputum. Tanda : lapar udara, frekuensi pernafasan cepat.

(17)

Gejala : kulit kering, gatal, ulkus kulit

Tanda : demam,diaforesis, kulit rusak, lesi / laserasi, paralysis otot. 10. Seksualitas

Gejala : rubor vagina ( cenderung infeksi ).

Tanda : masalah impotent pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Mansjoer, 1999 mengatakan bahwa pemeriksaan penunjang sangat penting dilakukan pada penderita DM untuk menegakkan diagnosa kelompok resiko DM yaitu kelompok usia dewasa tua ( lebih dari 40 tahun ), obesities, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat bayi lebih dari 4000 gram, riwayat DM selama kehamilan.

Pemeriksaan dilakukan dengan pemeriksaan gula darah sewaktu kemudian dapat diikuti dengan test toleransi glukosa oral ( TTOG ). Untuk kelompok resiko yang hasil pemeriksaanya negative, perlu pemeriksaan ulang setiap tahunnya.

Pada pemeriksaan dengan DM, dipemeriksaan akan didapatkan hasil gula darah puasa >140 mg/dl pada dua kali pemeriksaan dan gula darah post prandial >200 mg/dl.

(18)

1. Aseton plasma ( keton ) : positif secara mencolok.

2. Terdapat asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat. 3. Elektrolit : natrium naik turun, kalium naik turun, fosfor turun.

4. Gas darah arteri : menunjukan PH menurun dan HCO3 menurun ( asidosis metabolic ) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.

5. Urin : gula dan aseton positif ( berat jenis dan osmoloritas meningkat ).

6. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan ada infeksi pada saluran kemih, infeksi saluran pernafasan, dan infeksi pada luka.

(19)

J. Pathways Keperawatan

Pankreas Rusak (sel beta) Defisiensi insulin

Gangguan glukosa Oleh sel ↓

Glukagon Kurang Produksi energi ↓

Pengetahuan Metabolisme fisik ↓ Hiperglikemia Diuresis osmotik Glukosuria Poliuria Hiperglikemi /Hipoglikemi Diit Tidak Sesuai Polidipsi Gangguan pembuluh darah Defisit Volume cairan Dehidrasi Mual, muntah, nafsu makan ↓ Natrium ↓ PH serum ↓ Ketonemia nefropati Ketonuria Ketogenesis Metabolisme lemak ↑ Glukoneogenesis metabolisme Kelemahan Ketidakberdayaan Peredaran darah Karena terganggu Suplai darah ke

Jaringan perifer ↓ Retinopati Nutrisi kurang

Dari kebutuhan

tubuh Pandangan

keluar Gangguan perfusi

Jaringan perifer Perubahan persepsi sensori penglihatan

Resti cidera Luka tidak

sembuh

Resiko infeksi Ulkus / gangren

Kerusakan integritas jaringan

(20)

K. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan dieresis osmotic, hiperglikemi. Tujuan : Kekurangan cairan tidak terjadi.

Kriteria Hasil : TTV stabil. Turgor kulit baik.

Capillari refill kurang dari 2 detik. Intervensi:

a. Pantau TTV, catat adanya perubahan osmotic.

Rasional : Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardi. b. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, membrane mukosa.

Rasional: Merupakan indicator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang adekuat.

c. Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine.

Rasional: Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal dan keefektifan dari terapi yang diberikan.

d. Kolaborasi pemberian cairan terapi sesuai indikasi.

Rasional: Tipe dan jumlah caiaran tergantung pada derajat kekurangan cairan dari respon pasien secara individual.

2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas jaringan, discontinuitas jaringan. Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.

Kriteria Hasil : Pasien tenang.

TTV dalam batas normal. Intervensi :

(21)

a. Kaji tanda-tanda vital. Rasional :

Nyeri dapat menyebabkan nadi, tekanan darah tinggi naik. b. Kaji karakteristik nyeri.

Rasional :

Mengetahui dan menentukan intervensi secara tepat. c. Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi.

Rasional:

Mengurangi rasa nyeri.

d. Kolaborasi pemberian analgetik. Rasional:

Analgetik dapat menghilangkan nyeri.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi insulin, penurunan intake oral.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi. KH : Berat badan stabil

Nafsu makan meningkat.

Intervensi :

a. Timbang BB tiap hari. Rasional :

(22)

Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.

b. Auskultasi bunyi usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual,muntah.

Rasionl:

Hiperglikemi dan gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dapat menurunkan motilitas / fungsi jantung.

c. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan sesuai indikasi. Rasional :

Memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi klien.

d. Kolaborasi dengan ahli gizi. Rasional

Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebetuhan nutrisi klien.

4. Resiko Infeksi berhubungan dengan hiperglikemi, penurunan fungsi leukosit, perubahan sirkulasi darah.

Tujuan : Tidak terjadi infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan. KH : Tanda-tanda vital dalam batas normal.

Intervensi :

a. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan, seperti demam, kemerahan, adanya pus pada luka, urine warna merah atau berkabut.

(23)

Pasien dapat mengalami infeksi nosokomial atau terinfeksi dengan bakteri / virus yang menyebabkan ketoasidosis.

b. Pertahankan tehnik aseptic pada prosedur invasive ( seperti pamasangan infuse, kateter, dll ).

Rasional :

Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kimia.

c. Tingkatkan kebersihan dalam segala hal yang berhubungan dengan pasien, termasuk pasien itu sendiri misalnya cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan.

Rasional :

Mencegah timbulnya infeksi silang ( infeksi nasokomial ). d. Kolaborasi pemberian antibiotikyang sesuai.

Rasionol :

Penanganan awal dapat menimbulkan sepsis.

5. Resiko perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan zat kimia andogen, ketidakseimbangan elektrolit,glukosa dan insulin.

Tujuan : Tidak terjadi perubahan persepsi sensori setelah tindakan keperawatan.

KH : Tidak terjadi cidera Intervensi:

a. Observasi tanda-tanda vital dan status mental. Rasional :

(24)

Untuk membandingkan temuan abnormal, seperti : suhu meningkat dapat mmpengaruhi fungsi mental.

b. Evakuasi lapang pandang penglihatan sesuai dengan indikasi. Rasional :

Edema atau lepasnya retina, hemoragic, katarak / paralysis otot ekstra okuler sementara mengganggu penglihatan yang memerlukan terapi korektif / perawatan penyokong.

c. Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsiten mungkin, dorong untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai dengan kemampuan.

Rasional:

Membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan realitas dan mempertahankan orientasi pada lingkungan.

d. Pantau nilai laboratorium, seperti : glukosa darah, hb/ht, ureum, kreatinin. Rasional:

Ketidakseimbangan nilai laboratorium dapat menurunkan fungsi mental.

6. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah vena atau arteri, edema jaringan.

Tujuan : Tidak terjadi gangguan perfusi jaringan. KH : Tanda-tanda vital stabil.

Capillary refill kurang dari 2 detik. Intervensi :

(25)

a. Catat penurunan nadi dan pengisian kapiler lambat. Rasional :

Perubahan ini menunjukkan kemajuan atau proses kronis.

b. Evaluasi sensasi bagian yang sakit, contoh : tangan, lutut, panas, dingin. Rasional :

Sensasi sering menurun selama serangan / kronis pada penyakit tahap lanjut. c. Lihat dan kaji kulit yang terjadi laserasi, lesi, dan area gangren.

Rasional :

Lesi dapat terjadi dari ukuran jarum peniti sampai melibatkan seluruh ujung jari dan dapat mengakibatkan infeksi / kerusakan atau kehilangan jaringan serius.

d. Dorong pemasukan nutrisi dan vitamin yang tepat. Rasional :

Keseimbangan diet yang baik meliputi protein, dan hidrasi yang adekuat, perlu untuk penyembuhan dan regenerasi jaringan.

7. Kelemahan berhubungan dengan penurunan produksi metabolisme energi, defisiensi insulin dan peningkatan kebutuhan energi.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, aktivitas dan latihan pasien tidak terganggu dan tidak mudah lelah.

KH : Pasien mengungkapkan peningkatan tingkat energi, menunjukan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.

(26)

a. Diskusikan kebutuhan aktivitas pasien, buat jadwal perencanaan dengan pasien dan identivikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.

Rasional :

Mempermudah pasien untuk melakukan aktivvitas.

b. Berikan aktivitas alternative dengan periodic istirahat yang cukup atau tanpa diganggu.

Rasional :

Mencegah kebosanan dalam melakukan aktivitas.

c. Pantau tanda-tanda vital sebelum dan sesudah melakukan aktivitas. Rasional :

Untuk memantau keadaan umum pasien. d. Ajarkan cara menghemat energi aktivitas.

Rasional :

Untuk mengetahui seberapa kalori tubuh yang diperlukan.

e. Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukian aktivitas sehari-hari sesuai toleransi.

Rasional :

Meningkatkan perasaan dan kondisi pasien dalam beraktivitas.

8. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang atau progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan dengan orang lain.

(Doenges, 2000)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak putus asa, pasien mempunyai semangat lagi.

(27)

KH : Pasien mengakui perasaan putus asa, mengidentifikasi cara-cara sehat menghadapi perasaan, membantu dalam merencanakan perawatan sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktifitas perawatan diri.

Intervensi :

a. Anjurkan pasien atau keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan di rumah sakit dan penyakitnya.

Rasional :

Mengidentivikasi perhatiannya dan mempermuah cara pemecahan masalah. b. Kaji bagaimana telah menangani masa lalunya.

Rasional :

Pengetahuan gaya individu membantu untuk menentukan kebutuhannya terhadap tujuan penanganan.

c. Tentukan tujuan dan harapan dari pasien atau keluarga Rasional :

Harapan yang tidak realitas dari orang lain atau diri sendiri dapat mengakibatkan frustasi atau kehilangan kemampuan koping.

d. Anjurkan pasien untuk membuat keputusan sehubungan dengan perawatannya Rasional :

Mengkomunikasikan pada pasien bahwa beberapa pengendalian dapat dilatih pada saat perawatan dilakukan.

e. Berikan dukungan pada pasien untuk ikut serta dalam perawatan diri sendiri. Rasional :

(28)

Meningkatkan perasaan control terhadap situasi.

9. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan pandangan kabur ( Doenges, 2000 ).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi cidera.

KH : Cidera tidak terjadi, pasien dapat mendemonstrasikan cara mencegah terjadinya cidera.

Intervensi:

a. Kaji tingkat persepsi sensori mata. Rasional :

Mengetahui ketajaman atau lapang pandang pada mata. b. Orientasikan pasien terhadap lingkungan sekitar.

Rasional :

Membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. c. Berikan penerangan lampu yang cukup

Rasional :

Mempermudah mengenali lingkungan.

d. Jauhkan benda-benda yang dapat menyebabkan cidera. Rasional :

Mengurangi terjadinya peristiwa yang membahayakan jiwa.

10. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan hiperglikemi, penurunan darah dan nutrisi ke jaringan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan berupa perawatan luka diharapkan intregitas jaringan kembali ke keadaan sebelum sakit.

(29)

KH : Berkurangnya radang dan jaringan nekrose di sekitar luka, luka bebas dari pus dan warna kulit sama dengan ekstrimitas yang tidak luka , luka tidak berbau.

Intervensi:

a. Kaji kedalaman luka dan proses penyembuhanya. Rasional :

Untuk mengetahui seberapa luas dan kerusakan jaringan. b. Melakukan perawatan luka dengan tehnik sterillisasi.

Rasional :

Mengurangi terjadinya resiko infeksi.

c. Jaga kebersihan luka dari lingkungan sekitar luka. Rasional:

Kebersihan luka mempercepat proses penyembuhan luka. d. Kolaborasi dengan medis pemberian antibiotika.

Rasional :

Referensi

Dokumen terkait

Penciptaan karya Dimensi Spasial dalam Fotografi Ekspresi adalah proses kreatif dalam melihat dan menanggapi fenomena yang sangat dekat dalam keseharian, bahkan

Penulis sangat bersyukur karena telah mendapat banyak dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga penyusunan laporan ini dapat selesai dengan baik untuk

contingent asset (aset kontijensi) adalah aset yang mungkin timbul dari waktu lampau dan akan terjadi atau tidak akan terjadi tergantung pada kejadian yang akan terjadi pada masa

Perhitungan kondisi keseluruhan merupakan perhitungan gabungan dari performa DGA, kualitas minyak, furan, dan tap changer yang telah didapatkan. Perhitung keseluruhan health

13 PENGURANGAN KESENJANGAN ANTARWILAYAH MELALUI PENGUATAN KONEKTIVITAS DAN KEMARITIMAN Peningkatan Konektivitas dan TIK Peningkatan Sistem Logistik Percepatan Pembangunan

Buat karyawan-karyawan di PT.Toba Pulp Lestari,Tbk Porsea, Pak Suhunan sirait, B’sefliadi, B’Mestika, B’rikson, B’frans serta bapak-bapak yang tidak tersebutkan namanya yang

Tujuan dari program drug information adalah memberikan bekal pengetahuan yang benar tentang bahaya narkoba, sehingga siswa memahami dampak negatifnya, dan tidak mudah tersugesti

Keragaman genetika yang cukup tinggi dapat di- deteksi dari empat belas aksesi kentang yang diguna- kan dalam penelitian ini.. Sebanyak 60 alel terdeteksi berdasarkan 12