• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan adalah metode eksploratif meliputi pengumpulan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan adalah metode eksploratif meliputi pengumpulan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan adalah metode eksploratif meliputi pengumpulan bahan tumbuhan, identifikasi tumbuhan, pembuatan simplisia, pemeriksaan karakterisasi simplisia, skrining fitokimia simplisia, pembuatan ekstrak etanol, fraksinasi ekstrak etanol, kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi kolom, KLT preparatif, KLT dua arah dan karakterisasi isolat secara spektrofotometri UV dan spektrofotometri IR. Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3.1 Alat-alat yang Digunakan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas laboratorium, blender (Panasonic), eksikator, mikroskop (Olympus), seperangkat alat destilasi, seperangkat alat penetapan kadar air, seperangkat alat kromatografi kolom, oven listrik (Stork), hair dryer (Maspion), neraca analitik (Vibra AJ), neraca kasar (Saherand), penangas air (Yenaco), seperangkat alat kromatografi lapis tipis, lemari pengering, spektrofotometer UV (Shimadzu) dan spektrofometer IR (IR - Prestige 21).

3.2 Bahan-bahan yang Digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: sebagai sampel digunakan herba kurmak mbelin. Semua bahan kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain adalah berkualitas proanalisis yaitu n - heksana, metanol, benzen, etilasetat, etanol, toluen, asam asetat anhidrida, asam sulfat pekat, asam klorida

(2)

pekat, kalium bromida, plat pra lapis silika gel F254, silika gel 60 H, metanol,

n-heksana hasil destilasi dan air suling.

3.3 Pembuatan Pereaksi 3.3.1 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida P dilarutkan dalam air secukupnya, lalu ditambahkan 2 g iodium P kemudian ditambahkan air hingga 100 ml (Depkes, 1995).

3.3.2 Pereaksi Mayer

Larutan raksa (II) klorida P 2,266% b/v sebanyak 60 ml dicampur dengan 10 ml larutan kalium iodida P 50% b/v, kemudian ditambahkan air secukupnya hingga 100 ml (Depkes, 1995).

3.3.3 Larutan asam sulfat 2 N

Larutan asam sulfat pekat sebanyak 9,8 ml diencerkan dengan air suling sampai volume 100 ml (Depkes, 1995).

3.3.4 Larutan asam nitrat 0,5 N

Sebanyak 3,4 ml asam nitrat pekat diencerkan dengan air suling hingga volume 100 ml (Depkes, 1995).

3.3.5 Pereaksi Dragendorff

Larutan bismut nitrat P 40% b/v dalam asam nitrat P sebanyak 20 ml dicampur dengan 50 ml kalium iodida P 54,4% b/v, didiamkan sampai memisah sempurna. Lalu diambil lapisan jernih dan diencerkan dengan air secukupnya hingga 100 ml (Depkes, 1995).

(3)

3.3.6 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g α-naftol P, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes, 1995).

3.3.7 Larutan asam klorida 2 N

Larutan asam klorida pekat sebanyak 17 ml ditambahkan air suling sampai 100 ml (Depkes, 1995).

3.3.8 Larutan timbal (II) asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat P dilarutkan dalam air bebas karbon dioksida hingga 100 ml (Depkes, 1995).

3.3.9 Larutan besi (III) klorida 1% b/v

Sebanyak 1 g besi (II) klorida dilarutkan dalam air secukupnya hingga 100 ml (Depkes, 1995).

3.3.10 Larutan pereaksi kloralhidrat

Sebanyak 70 g kristal kloralhidrat ditimbang lalu dilarutkan dalam 30 ml air suling (Depkes, 1995).

3.3.11 Larutan pereaksi Liebermann-Burchard

Asam sulfat pekat sebanyak 5 ml dicampurkan dalam 50 ml etanol 96%, lalu ditambahkan 5 ml asam asetat anhidrida ke dalam campuran tersebut.

3.3.12 Larutan pereaksi Floroglusin

(4)

3.4 Pengumpulan dan Pengolahan Tumbuhan 3.4.1 Pengumpulan bahan tumbuhan

Pengambilan bahan dilakukan secara purposif yaitu bahan tumbuhan diambil dari satu tempat saja tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan adalah herba kurmak mbelin (Enydra

fluctuans Lour.) yang diperoleh dari Desa Singa, Kabanjahe, Kabupaten Karo,

Provinsi Sumatera Utara. 3.4.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor.

3.4.3 Pengolahan tumbuhan

Pengolahan herba kurmak mbelin dilakukan terhadap tumbuhan segar, yaitu herba dibersihkan dari kotoran - kotoran, dicuci dengan air sampai bersih, ditiriskan, ditimbang (5 kg ), lalu dikeringkan di lemari pengering pada suhu 40 -50 oC sampai menjadi simplisia, dihaluskan dan ditimbang (430 g).

3.5 Pemeriksaan Mikroskopik Herba Kurmak Mbelin Segar

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap penampang melintang dari daun dan batang kurmak mbelin yang segar untuk melihat anatomi dari daun dan batang.

Caranya:

Sebanyak 2 - 3 tetes larutan kloralhidrat diteteskan di atas kaca objek, lalu sayatan daun dan batang kurmak mbelin diletakkan di atasnya, kemudian ditutup dengan kaca penutup, dipanaskan, kemudian sebanyak 2 - 3 tetes larutan

(5)

floroglusin diteteskan di atas objek, dan ditutup kembali dengan kaca penutup, diamati di bawah mikroskop.

3.6 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia Herba Kurmak Mbelin 3.6.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk, ukuran, warna, karakteristik permukaan dan tekstur dari simplisia.

3.6.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia herba kurmak mbelin.

Caranya:

Sedikit serbuk simplisia ditaburkan di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop.

3.6.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan menurut metode Azeotropi (destilasi toluena). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, pendingin, tabung penyambung, tabung penerima 5 ml berskala 0,05 ml, alat penampung dan pemanas listrik. Cara kerja:

Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml, lalu ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Pada saat toluen mendidih, setelah itu

(6)

kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Saat semua air terdestilasi, setelah itu dibilas bagian dalam pendingin dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar, setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 2011).

3.6.4 Penetapan kadar sari larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air - kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes, 1995).

3.6.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 95% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen

(7)

sari yang larut dalam etanol 95% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes, 1995).

3.6.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan - lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes, 1995).

3.6.7 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di udara (Depkes, 1995).

3.7 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia serbuk simplisia herba kurmak mbelin meliputi: pemeriksaan senyawa alkaloid, glikosida, saponin, flavonoid, antrakinon, tannin dan steroid/triterpenoid.

3.7.1 Pemeriksaan alkaloid

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk tes alkaloid.

(8)

Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalam masing-masing tabung reaksi dimasukkan 0,5 ml filtrat. Pada tabung :

a. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat b. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff c. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer

Alkaloid disebut positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada paling sedikit 2 tabung reaksi dari percobaan diatas (Depkes, 1995).

3.7.2 Pemeriksaan glikosida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml campuran 7 bagian volume etanol 96% dan 3 bagian volum air suling ditambah dengan 10 ml asam klorida 2 N. Direfluks selama 30 menit, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, lalu dikocok selama 5 menit dan disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran 3 bagian kloroform dan 2 isopropanol dilakukan berulang sebanyak tiga kali. Kumpulan sari air diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 500C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut, yaitu 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, diuapkan di penangas air. Sisa dilarutkan dalam 2 ml air suling dan 5 tetes pereaksi Molish. Secara perlahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat. Glikosida positif jika terbentuk cincin berwarna ungu (Depkes, 1995).

3.7.3 Pemeriksaaan saponin

Sebanyak 0,5 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi

(9)

1-10 cm. Ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, bila buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin (Depkes, 1995).

3.7.4 Pemeriksaan flavonoid

Sebanyak 10 g serbuk simplisia kemudian ditambahkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, filtrat yang diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu di tambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok, dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.7.5 Pemeriksaan glikosida antrakinon

Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia ditambahkan 5 ml asam sulfat 2 N, dididihkan 5 menit, dinginkan. Tambahkan 10 ml benzena, kocok, diamkan. Pisahkan lapisan benzen, saring; filtrat berwarna kuning, menunjukkan adanya antrakinon. Lapisan benzena dikocok dengan 1 - 2 ml natrium hidroksida 2 N, diamkan; lapisan air berwarna merah dan lapisan benzena tidak berwarna menunjukkan adanya glikosida antrakinon (Depkes, 1995).

3.7.6 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. 2 ml larutan ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida. Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).

3.7.7 Pemeriksaan steroid/triterpenoid

Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan n - heksana selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 2 tetes

(10)

asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul warna biru atau hijau menunjukkan adanya steroid jika timbul warna merah, pink atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid (Farnsworth, 1966).

3.8 Pembuatan Ekstrak

Pembuatan ekstrak dilakukan secara perkolasi menggunakan pelarut etanol. Cara kerja :

Sebanyak 400 g serbuk simplisia herba kurmak mbelin dibasahi dengan penyari dan dibiarkan selama 3 jam, kemudian dimasukkan ke dalam alat perkolator. Lalu larutan penyari etanol dituang secukupnya sampai semua simplisia terendam dan terdapat selapis cairan penyari di atasnya, mulut tabung perkolator ditutup dengan alumunium foil dan dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka dan perkolat dibiarkan menetes dengan kecepatan 20 tetes/menit. Perkolasi dihentikan pada saat beberapa tetes perkolat tidak bereaksi ketika ditambahkan pereaksi Liebermann - Burchard. Pelarut yang digunakan yaitu sebanyak 11 liter. Perkolat yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan alat penguap vakum putar pada temperatur yang tidak lebih dari 50oC sampai diperoleh ekstrak kental.

3.9 Fraksinasi Ekstrak Etanol

Fraksinasi ekstrak etanol dilakukan dengan cara partisi, yaitu mengocok ekstrak dengan dua pelarut yang tidak bercampur. Dalam hal ini dipakai pelarut air dan n - heksana.

(11)

Cara kerja:

Ekstrak etanol ditambahkan 40 ml etanol, lalu dilarutkan dengan air panas sebanyak 100 ml, lalu dimasukkan ke dalam corong pisah, difraksinasi/partisi dengan n - heksana sebanyak 100 ml, dilakukan 3 kali, sehingga diperoleh fraksi

n-heksana dan fraksi air. Fraksi n-heksana dipekatkan (Rohman, 2009).

3.10 Kromatografi Lapis Tipis dari Ekstrak n–Heksana Herba Kurmak Mbelin

Kromatografi lapis tipis (KLT) digunakan untuk mendapatkan fase gerak yang terbaik untuk dipakai pada KLT hasil kromatografi kolom. Terhadap fraksi n - heksana dilakukan analisis secara KLT menggunakan fase diam silika gel F254 dan fase gerak campuran n-heksana : etilasetat dengan perbandingan

(100 : 0), (90 : 10), (80 : 20), (70 : 30), dan (60 : 40), sebagai penampak bercak digunakan pereaksi Liebermann-Burchard.

Cara kerja:

Ekstrak dilarutkan dalam n-heksana, ditotolkan pada plat lapis tipis, kemudian dimasukan ke dalam chamber yang telah jenuh dengan uap fase gerak. Pengembangan selesai, lalu plat dikeluarkan dan dikeringkan, plat disemprot dengan penampak bercak Liebermann-Burchard dan dipanaskan di oven pada suhu 110℃ selama 10 menit. Amati warna yang terbentuk dan dihitung harga Rf pada semua bercak. Fase gerak yang menghasilkan noda (bercak) paling banyak adalah fase gerak yang terbaik (Stahl, 1985).

3.11 Kromatografi Kolom dari Ekstrak n-Heksana Herba Kurmak Mbelin Kandungan kimia yang terdapat dalam ekstrak n-heksana dipisahkan dengan kromatografi kolom menggunakan pelarut landaian n-heksana : etilasetat

(12)

dengan perbandingan (100 : 0), (90 : 10), (80 : 20), (70 : 30), (60 : 40), (50 : 50), (40 : 60), (30 : 70), (20 : 80), (10 : 90), (0 : 100) dan metanol.

Cara kerja:

Seperangkat alat kromatografi kolom dipasang sedemikian rupa dan pada dasar kolom dimasukkan kapas bebas lemak, kemudian dimasukkan fase gerak. Silika gel 60 H dibuat bubur dengan larutan fase gerak sampai bebas gelembung udara, kran dibuka kemudian bubur silika dimasukkan ke dalam kromatografi kolom secara perlahan-lahan sambil dinding kolom diketuk-ketuk dan fase gerak tetap dialiri sampai silika gel turun, lalu didiamkan sampai kolom kompak, selanjutnya fase gerak diturunkan sampai setinggi lebih kurang 1 cm di atas fase diam, kran ditutup. Bagian atas silika gel dilapisi dengan kertas saring kemudian ekstrak n-heksana yang sebelumnya telah dicampur dengan silika gel 60 H dimasukkan ke dalam bejana kromatografi kolom sambil fase gerak ditambah sedikit demi sedikit, setelah sampel turun kran dibuka perlahan sambil fase gerak terus ditambah. Eluat yang keluar ditampung dalam vial, masing-masing sebanyak 5 ml. Hal ini dilakukan sampai eluat memberikan hasil negatif terhadap pereaksi Liebermann-Burchard. Hasil elusi dipantau dengan kromatografi lapis tipis menggunakan fase gerak n-heksana : etilasetat (70 : 30), penampang bercak Liebermann-Burchard. Untuk eluat yang mempunyai pola kromatogram yang sama digabung menjadi satu fraksi (Sastrohamidjojo, 1985).

3.12 Isolasi Senyawa Steroid/Triterpenoid Hasil Kromatografi Kolom dengan KLT Preparatif

Terhadap fraksi hasil kromatografi kolom yang memberikan bercak sama dilakukan isolasi secara KLT preparatif, sebagai penampak bercak digunakan

(13)

pereaksi LiebermanBurchard dan sebagai fase gerak digunakan n-heksana:etilasetat (70 : 30) dan fase diam silika gel F254.

Cara kerja:

Fraksi ditotolkan berupa pita pada jarak 2 cm dari tepi bawah plat KLT berukuran 20 x 20 cm yang telah diaktifkan, setelah kering plat KLT dimasukkan ke dalam bejana yang telah jenuh dengan uap fase gerak, pengembang dibiarkan naik membawa komponen yang ada, setelah mencapai batas pengembangan plat dikeluarkan dari bejana lalu dikeringkan. Bagian tengah plat ditutup dengan kaca yang bersih sedangkan pada sisi kanan dan kiri plat disemprot dengan penampak bercak Liebermann-Burchard. Bagian tengah plat yang sejajar dengan bercak berwarna biru-hijau dikerok dan dikumpulkan, direndam dengan metanol satu malam lalu disaring kemudian pelarutnya diuapkan, kemudian dilakukan uji kemurnian dengan KLT terhadap isolat yang diperoleh (Hostettmann, 1995).

3.13 Uji Kemurnian Terhadap Kristal Hasil Isolasi

Terhadap isolat hasil isolasi dilakukan KLT 2 arah menggunakan fase gerak n-heksana : etilasetat (70 : 30) dan toluen:etilasetat (90 : 10).

Cara kerja:

Isolat ditotolkan pada plat pra lapis silika gel F254 ukuran 20 x 20 lalu

dikembangkan memakai fase gerak I yaitu n-heksana : etilasetat (70 : 30) hingga mencapai batas pengembangan, kemudian plat dikeluarkan dari dalam bejana dan dikeringkan, setelah plat kering dikembangkan kembali dengan arah yang berbeda 90o memakai fase gerak II yaitu toluene : etilasetat (90 : 10), disemprot dengan memakai penampak bercak Liebermann-Burchard, setelah itu plat dipanaskan

(14)

pada suhu 110℃ selama 10 menit lalu ditandai bercak yang terbentuk (Gandjar dan Rohman, 2012).

3.14 Karakterisasi Isolat

3.14.1 Karakterisasi isolat secara spektrofotometri UV Cara kerja:

Isolat dilarutkan dalam pelarut metanol, kemudian dimasukkan ke dalam kuvet yang telah dibilas dengan larutan sampel, selanjutnya absorbansi larutan sampel diukur pada panjang gelombang 200 - 400 nm (Dachriyanus, 2004). 3.14.2 Karakterisasi isolat secara spektrofotometri IR

Cara kerja:

Karakterisasi isolat secara spektrofotometri IR dilakukan dengan cara mencampurkan 1 mg isolat dengan 150 mg kalium bromida menggunakan alat

mixture vibrator, kemudian dicetak menjadi pelet pada tekanan 11,5 ton dan

dimasukkan ke dalam spektrofotometer inframerah serta diukur absorbansinya pada bilangan gelombang (wave number) 400 - 4000 cm-1 (Dachriyanus, 2004).

(15)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor menunjukkan bahwa tumbuhan yang diteliti termasuk suku Asteraceae spesies Enydra fluctuans Lour. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 45.

4.2 Hasil Karakterisasi Bahan Tumbuhan dan Serbuk Simplisia

Hasil pemeriksaan makroskopik dari simplisia menunjukkan simplisia berupa daun kering menggulung tidak beraturan dan keriput, memiliki warna hijau tua dengan bau aromatik, ukuran panjang 4 - 6 cm dan lebar 1 - 1,5 cm; batang menyusut dan keriput berwarna hijau kecoklatan. Hasil pengamatan makroskopik dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 48.

Hasil pemeriksaan mikroskopik dari penampang melintang daun segar kurmak mbelin memperlihatkan ada kutikula, stomata, jaringan epidermis tersusun dari sel-sel yang rapat dan berbentuk persegi panjang terdiri dari 1 lapis epidermis atas dan 1 lapis epidermis bawah. Jaringan mesofil terdiri dari jaringan pagar, rongga udara dan jaringan bunga karang. Jaringan pengangkut yaitu xilem dan floem. Pada penampang melintang batang tampak 1 lapis sel epidermis, jaringan korteks dengan beberapa rongga udara dan jaringan parenkim. Berkas pembuluh tipe kolateral terbuka yaitu terdiri dari xilem, floem dan kambium. Hasil pengamatan mikroskopik herba segar dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 50.

(16)

Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia terdapat stomata dengan tipe anomositik, rambut penutup, fragmen mesofil, jaringan pagar dan xilem dengan penebalan dinding berbentuk spiral. Hasil pengamatan mikroskopik serbuk simplisia dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 52.

Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia herba kurmak mbelin dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1. Hasil karakterisasi simplisia dari herba kurmak mbelin

No Karakterisasi Simplisia Hasil

(%)

1 Kadar air 5,20

2 Kadar sari yang larut dalam air 20,63

3 Kadar sari yang larut dalam etanol 17,24

4 Kadar abu total 14,28

5 Kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,54

Hasil skrining fitokimia terhadap herba kurmak mbelin dapat diketahui bahwa herba kurmak mbelin mengandung senyawa-senyawa kimia seperti yang terlihat pada Tabel 4.2 di bawah ini.

Tabel 4.2. Hasil skrining fitokimia dari simplisia herba kurmak mbelin

No Nama Senyawa Hasil

1. Alkaloid - 2. Flavonoid + 3. Steroid/Triterpenoid + 4. Tanin + 5. Glikosida + 6. Saponin +

Keterangan : (+) positif : mengandung golongan senyawa (-) negatif : tidak mengandung golongan senyawa

Penentuan golongan senyawa kimia terhadap simplisia herba kurmak mbelin dilakukan untuk mendapatkan informasi golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalamnya. Serbuk simplisia herba kurmak mbelin yang ditambah dengan pereaksi Dragendorff tidak memberikan endapan warna jingga

(17)

kecoklatan, dengan pereaksi Bouchardat tidak memberikan endapan warna kuning kecoklatan dan dengan pereaksi Mayer tidak terbentuk endapan putih dan kekeruhan, ini menunjukkan tidak adanya alkaloid. Alkaloid dianggap positif jika terjadi endapan pada paling sedikit dua atau tiga dari pereaksi yang ditambahkan (Depkes, 1995).

Flavonoid dengan penambahan serbuk Mg, HCl 2 N dan amil alkohol memberikan warna jingga pada lapisan amil alkohol. Ini dianggap bahwa flavonoid positif pada herba kurmak mbelin (Farnsworth, 1966). Penambahan Liebermann-Burchard memberikan warna hijau menunjukkan adanya senyawa triterpen/steroid (Harborne, 1987). Skrining pada tanin dengan penambahan FeCl3

memberikan warna biru kehitaman yang menunjukan adanya tanin (Farnsworth, 1966).

Hasil skrining glikosida positif yaitu ditunjukkan dengan penambahan pereaksi Molish dan asam sulfat pekat dimana terbentuk cincin ungu. Pereaksi Molish merupakan pereaksi umum yang digunakan untuk identifikasi karbohidrat, dalam hal ini adalah gula (Depkes, 1995). Skrining saponin positif karena menghasilkan busa yang stabil dengan tinggi busa 3 cm dan tidak hilang dengan penambahan HCl 2 N (Depkes, 1995).

4.3 Hasil Isolasi Senyawa Steroid/Triterpenoid

Ekstraksi dilakukan dengan cara perkolasi menggunakan pelarut etanol, dari hasil perkolasi 400 g serbuk simplisia diperoleh ekstrak kental

sebanyak 89,562 g, kemudian dilanjutkan dengan ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut heksana hasilnya diperoleh 8,2 g. Hasil analisis KLT dari ekstrak n-heksana menunjukkan bahwa fase gerak yang dipilih adalah n-n-heksana : etilasetat

(18)

(70 : 30) karena menghasilkan pemisahan noda steroid/ triterpenoid yang paling baik. Hasil analisis KLT ekstrak n-heksana dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 59.

Selanjutnya terhadap ekstrak n-heksana dilakukan isolasi secara kromatografi kolom dengan pelarut landaian n-heksana : etilasetat dengan perbandingan 100 : 0, 90 : 10, 80 : 20, 70 : 30, 60 : 40, 50 : 50, 40 : 60, 30 : 70, 20 : 80, 10 : 90, 0 : 100 dan methanol, diperoleh eluat sebanyak 68 vial. Masing-masing eluat dikromatografi lapis tipis dengan fase gerak n-heksana-etilasetat (70:30) dengan penampak bercak Lieberman-Burchard. Eluat yang mempunyai pola kromatogram yang sama di gabung menjadi satu fraksi yaitu F1 (vial 1 - 17), F2 (vial 18 - 21), F3 (vial 22 - 26), F4 (vial 27 - 34), F5 (vial 35 - 57), F6 (vial 58 - 61), F7 (vial 62 - 64) dan F8 (vial 65 - 68). Kristal terbanyak dan noda berwarna biru hijau pada kromatogram terdapat pada Fraksi 4 (vial 27 - 34. Hasil kromatografi kolom dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 61.

Salah satu F4 diisolasi secara kromatografi lapis tipis preparatif dengan fase gerak n-heksana : etilasetat (70 : 30). Hasil kromatografi lapis tipis preparatif untuk F4 terdapat 3 noda yaitu noda biru hijau, kuning dan hijau. Noda berwarna biru hijau dikerok dan dicuci dengan metanol dingin. Hasil KLT preparatif dapat dilihat pada Lampiran 10, halaman 64.

Terhadap isolat dilakukan KLT dua arah dengan fase gerak I n-heksana : etilasetat (70 : 30) dan fase gerak II toluen : etilasetat (90 : 10). Isolat menunjukkan satu noda berwarna biru dengan harga Rf 0,57 dengan fase gerak I dan 0,30 dengan fase gerak II. Hasil uji kemurnian isolat dapat dilihat pada Lampiran 11, halaman 65.

(19)

Berdasarkan data di atas, diduga isolat merupakan steroid, hal ini diperkuat dengan timbulnya noda berwarna biru dengan pereaksi Liebermann Burchard yang menunjukkan adanya steroid (Nigam, 2008).

Isolat secara spektrofotometri ultraviolet (UV) dan spektrofotometri inframerah (IR). Hasil pengukuran secara spektrofotometri UV memberikan panjang gelombang absorpsi maksimum sebesar 212, 2 nm, hal ini menunjukkan adanya gugus kromofor (Dachriyanus, 2004). Hasil karakterisasi isolat secara Spektrofotometri UV dapat dilihat pada Lampiran 12, halaman 66.

Hasil spektrofotometri inframerah (IR) menunjukkan pada bilangan gelombang 3433,29 cm-1 terdapat gugus -OH alkohol, namun masih perlu dilakukan identifikasi untuk mengetahui apakah gugus -OH ini berasal dari isolat atau berasal dari pelarut, karena pelarut yang digunakan adalah metanol. Gugus -OH tersebut dikuatkan oleh serapan C-O pada bilangan gelombang 1056,99 cm-1, pada bilangan gelombang 2939,52 cm-1 menunjukkan adanya gugus CH alifatis, yang diperkuat oleh puncak pada bilangan gelombang 1450,47 cm-1 menunjukkan adanya gugus metilen (CH2) dan puncak pada bilangan gelombang 1365,6 cm-1

menunjukkan adanya gugus metil (CH3). Pada bilangan gelombang 1643,35 cm-1

menunjukkan adanya gugus C=C (Dachriyanus, 2004). Hasil karakterisasi isolat secara Spektrofotometri IR dapat dilihat pada Lampiran 13, halaman 67.

Tabel 4.3 Hasil Analisis Spektrum Inframerah

No. Bilangan gelombang (cm-1) Gugus fungsi

1 1056,99 C-O 2 1365,6 -CH3 3 1450,47 -CH2 4 1643,35 C=C 5 2939,52 C-H alifatis 6 3433,29 -OH

(20)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a. Hasil karakterisasi simplisia herba kurmak mbelin (Enydra fluctuans Lour.) diperoleh kadar air 5,20%, kadar sari yang larut dalam air 20,63%, kadar sari yang larut dalam etanol 17,24%, kadar abu total 14,28% dan kadar abu yang tidak larut asam 0,54%.

b. Golongan senyawa kimia simplisia herba kurmak mbelin (Enydra

fluctuans Lour.) adalah flavonoid, steroid/triterpenoid, tanin, saponin dan

glikosida.

c. Isolat diperoleh dan dikarakterisasi secara spektrofotometri UV memberikan panjang gelombang absorbsi maksimum 212,2 nm. Hasil pengukuran spektrum dengan spektrofotometri inframerah menunjukkan adanya gugus C-O, -CH3, -CH2, C=C, C-H alifatis dan -OH.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk elusidasi struktur kimia dari senyawa steroid/ triterpenoid yang terdapat dalam ekstrak n-heksana herba kurmak mbelin (Enydra fluctuans Lour.)

Gambar

Tabel 4.1. Hasil karakterisasi simplisia dari herba kurmak mbelin
Tabel 4.3 Hasil Analisis Spektrum Inframerah

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis regresi linier untuk menguji hubungan fungsional /pengaruh pengawasan Camat terhadap disiplin kerja pegawai didapat persamaan regresi linier Ý = 28,107

Dari hasil uji statistik untuk ketiga domain perilaku di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima, artinya ada pengaruh

Dari API RBI 581 maka langkah mitigasi yang cocok digunakan untuk mengurangi besarnya konsekuensi kegagalan adalah inventory blowdown , sehingga besarnya

Apabila hasil penelitian Kawara (2002) digunakan untuk analogi, maka pada kedalaman 0 sampai dengan 1 m di area perairan waduk Jatiluhur yang mempunyai kecepatan arus kurang dari

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai data kualitas fisik dan mikrobiologi udara dalam ruang kantor dan data kasus Sick Building Syndrome pada pegawai

Dengan metode ini diharapkan dapat memperoleh data berupa pola asuh orang tua pekerja pabrik dalam pembentukan perilaku keagamaan anak yang sekolah di MTs Miftahul Huda

Pengumpulan data dengan metode wawancara, yaitu mewawancarai pedagang tradisional di Pasar Legi dan mewawancarai pedagang sayur keliling.Teknik wawancara adalah metode

Dari hasil analisa data penelitian didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan terhadap kemauan melakukan Pap smear pada perempuan yang