4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Fisikokimia Minyak Jarak Pagar Bahan baku utama yang menjadi objek penelitian ini adalah minyak jarak pagar. Minyak jarak pagar yang digunakan diperoleh dari hasil pengepresan secara mekanis oleh petani jarak pagar di daerah Subang, Jawa Barat. Karakteristik bahan yang digunakan penting diketahui untuk melihat kualitasnya. Pengujian yang dilakukan pada minyak jarak pagar kasar (CJO) diantaranya meliputi kadar asam lemak bebas (FFA), bilangan penyabunan, bilangan iod, bilangan peroksida, viskositas dan bobot jenis. Pengujian ini merupakan standar pengujian dasar yang umum dilakukan untuk melihat kualitas minyak. Rangkuman hasil analisa fisikokimia CJO dapat dilihat pada Tabel 7. Sedangkan data lengkap hasil analisa CJO dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 7 Hasil analisa fisikokimia minyak jarak pagar kasar (CJO) Hasil analisis ini menunjukkan bahwa minyak jarak pagar kasar yang diperoleh masih memiliki kualitas yang cukup baik, dengan kata lain karakteristiknya sesuai dengan karakteristik yang dimiliki minyak jarak pagar pada umumnya. Nilai FFA CJO yang digunakan (sebesar 4,15 %) ternyata masih lebih baik dari minyak jarak pagar yang dianalisis Emil et al. (2010), yang meneliti minyak biji jarak dari Indonesia dengan kadar FFA mencapai 9,20 %. Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terbentuk dalam minyak jarak pagar sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkanParameter uji Satuan Nilai Emil, et al.
(2010) Kadar asam lemak bebas (FFA) Bilangan Penyabunan Bilangan Iod Bilangan Peroksida o Viskositas (25 C) o Densitas/bobot jenis (25 C) % mg KOH/g minyak mg I2/g minyak meq peroksida/g minyak cP 3 g/cm 4,15 211,09 94,72 8,55 56,59 0,92 9,20 200,66 107,57 3,70 53,94 0,91
rendemen minyak menurun. Asam lemak bebas terdapat di dalam minyak saat bahan mulai dipanen dan jumlahnya akan terus bertambah selama proses pengolahan dan penyimpanan. Kenaikan kadar asam lemak bebas ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada minyak. Reaksi ini dipercepat dengan adanya faktor- faktor seperti panas, air, keasaman, dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung maka semakin banyak kadar asam lemak bebas yang terbentuk. Enzim yang memicu terjadinya hidrolisis adalah enzim lipase dengan bantuan keberadaan air yang cukup pada minyak. Proses hidrolisis diawali dengan pemutusan satu rantai asam lemak dari reaksi trigliserida dan air membentuk digliserida dan asam lemak. Selanjutnya hidrolisis akan merubah digliserida menjadi monogliserida. Tahapan akhir hidrolisis adalah pembentukan gliserol dan 3 molekul asam lemak (Hermansyah et al., 2007). Reaksi pembentukan asam lemak melalui hidrolisis trigliserida oleh air ditampilkan pada Gambar 4.
Trigliserida Air Gliserol Asam Lemak Bebas
Gambar 4 Reaksi hidrolisis trigliserida Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar asam lemak bebas yang relatif tinggi dalam minyak antara lain : 1. Pemanenan biji jarak yang tidak tepat waktu 2. Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan 3. Penumpukan bahan yang terlalu lama sebelum diolah dan 4. Proses hidrolisa selama pengolahan di pabrik Penurunan kualitas CJO banyak diakibatkan oleh penanganan dan kondisi penyimpanan yang tidak tepat. Penanganan yang tidak tepat dapat menyebabkan peningkatan kadar air dalam minyak. Selain itu, kontak langsung minyak dengan udara dan sinar matahari dalam waktu yang cukup lama akan menyebabkan
peningkatan FFA yang signifikan. Kandungan FFA yang bervariasi pada suatu minyak juga disebabkan oleh kualitas asal bahan bakunya (Berchmans dan Hirata, 2008). Minyak jarak pagar memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi yaitu asam linoleat (18:2) dan asam oleat (18:1). Oksidasi dari kedua asam lemak ini lebih mudah terjadi dibandingkan terhadap asam lemak jenuh. Bilangan penyabunan menunjukkan jumlah minyak yang dapat tersabunkan oleh alkali NaOH atau KOH. Besar atau kecilnya nilai bilangan penyabunan menunjukkan ukuran rata-rata bobot molekul minyak yang disabunkan. Minyak yang memiliki bobot molekul tinggi akan memiliki nilai bilangan penyabunan yang rendah. Rataan bobot molekul yang lebih tinggi pada minyak disebabkan oleh panjang ikatan rantai hidrokarbon pada asam lemak. Asam lemak berantai panjang akan memiliki bobot molekul yang lebih tinggi dari asam lemak berantai pendek. Proses penyabunan dapat terjadi karena adanya reaksi antara asam lemak terikat (pada trigliserida) atau asam lemak bebas dengan molekul KOH sehingga dihasilkan gliserol, sabun dan air. Mekanisme reaksi penyabunan trigliserida dan asam lemak bebas dapat dilihat pada Gambar 5.
Trigliserida Gliserol Sabun
(a)
Asam Lemak Sabun Air
(b) Gambar 5 Reaksi penyabunan trigliserida (a) dan asam lemak (b) Bilangan penyabunan minyak jarak pagar yang diteliti adalah sebesar 211,09 mg KOH/g minyak. Nilai bilangan penyabunan ini lebih tinggi dibandingkan hasil yang diperoleh Emil et al. (2010). Tingginya bilangan penyabunan terkait dengan
tingginya jumlah asam lemak yang berikatan dengan ion natrium saat direaksikan dengan natrium hidroksida (NaOH). Sehingga dapat dikatakan bahwa minyak jarak yang digunakan memiliki rataan bobot molekul yang lebih rendah dibandingkan minyak jarak pagar yang digunakan pada penelitian Emil et al. (2010). Nilai FFA turut mempengaruhi peningkatan bilangan penyabunan suatu minyak atau lemak. Bilangan penyabunan perlu diketahui terutama jika bahan akan diaplikasikan dalam pembuatan produk sabun untuk menentukan jumlah NaOH atau KOH yang diperlukan agar diperoleh reaksi saponifikasi yang sempurna. Bilangan iod merupakan parameter untuk melihat tingkat kejenuhan ikatan pada asam lemak yang dikandung suatu lemak atau minyak. Bilangan iod minyak jarak pagar yang diperoleh adalah sebesar 94,72 mg I2/g minyak. Nilai bilangan iod yang lebih tinggi menandakan tingginya kandungan asam lemak tidak jenuh pada minyak jarak pagar yang terutama didominasi oleh asam oleat dan asam linoleat. Umumnya bilangan iod minyak jarak pagar berada diatas nilai 100 mg I2/g minyak seperti hasil penelitian Priyanto (2007), Harjono (2009) dan Emil et
al. (2010) masing-masing dengan nilai 105,2, 108,9 dan 107,57 mg I2/g minyak.
Nilai bilangan iod yang lebih kecil menandakan perbedaan komposisi asam lemak tak jenuh yang dimiliki, dimana jumlahnya lebih rendah dibanding minyak jarak pagar yang digunakan peneliti terdahulu. Nilai bilangan iod yang rendah juga dapat menjadi salah satu indikasi telah terjadinya oksidasi pada ikatan rangkap asam lemak tak jenuh yang dimiliki oleh minyak jarak pagar, sehingga jumlah ikatan rangkapnya berkurang dan nilai bilangan iodnya menjadi turun. Angka peroksida menunjukkan jumlah pembentukan hidroperoksida atau suatu senyawaan hasil reaksi oksidasi primer (Emil et al., 2010). Nilai angka peroksida yang tinggi juga terkait dengan keberadaan asam lemak tak jenuh dalam jumlah yang besar dimana asam lemak ini cenderung lebih reaktif terhadap reaksi oksidasi dibandingkan asam lemak jenuh. Angka peroksida untuk minyak jarak pagar yang digunakan adalah 8,55 meq peroksida/g minyak, yang mengindikasikan cukup tingginya tingkat oksidasi yang telah terjadi pada minyak. Hal ini selaras dengan hasil analisis bilangan iod yang lebih rendah saat
dibandingkan dengan hasil analisis yang diperoleh oleh Priyanto (2007), Harjono (2009) dan Emil, et al. (2010). Viskositas dan bobot jenis minyak jarak yang digunakan berada dalam rentang yang wajar dimana nilainya hampir serupa dengan literatur yang diperoleh. Nilai viskositas dan bobot jenis minyak jarak pagar yang digunakan adalah sebesar 56,59 cP dan 0,92 g/cm3, tiak berbeda jauh dengan hasil pengujian oleh Priyanto (2007) dan Emil et al. (2010) dengan viskositas sebesar 52,00 dan 53,94 cP serta bobot jenis sebesar 0,92 dan 0,91 g/cm3. Pengukuran nilai viskositas dan bobot jenis suatu minyak penting untuk diketahui sebelum diaplikasikan atau diolah lebih lanjut. Karena kedua sifat ini juga turut mempengaruhi karakteristik produk akhir yang dihasilkan. Nilai viskositas dan densitas minyak jarak dipengaruhi oleh panjang rantai asam lemak dan tingkat ketidakjenuhan ikatan pada rantai asam lemak. Semakin panjang rantai asam lemak maka nilai viskositas dan densitas akan meningkat. Sebaliknya semakin banyak ikatan rangkap pada rantai asam lemak maka viskositas dan densitas minyak akan menurun. Nilai viskositas dan densitas yang lebih tinggi pada minyak jarak pagar yang digunakan terutama disebabkan oleh lebih rendahnya tingkat ketidak jenuhan asam lemak yang dikandung yang terlihat dari nilai bilangan iod yang lebih kecil. 4.2 Pemurnian Minyak Jarak Pagar Pemanfaatan minyak jarak pagar untuk produk hand & body cream tidak dapat dilakukan dalam bentuk minyak jarak pagar kasar (CJO). Hal ini dikarenakan tujuan utama pemanfaatannya adalah mengoptimalkan fungsi minyak sebagai bahan pelembut (emollient) kulit melalui mekanisme pembentukan lapisan tipis pada permukaan kulit. Lapisan ini akan mencegah proses evaporasi air yang terkandung pada bagian dalam kulit karena efek panas yang ditimbulkan oleh paparan sinar matahari. Sehingga proses evaporasi dapat diminimalisir untuk menghindari terjadinya kekeringan pada permukaan kulit. Pemurnian minyak memiliki tujuan untuk menghilangkan senyawa gum, asam lemak bebas, pigmen serta menginaktifkan dan merusak enzim yang terkandung pada CJO, sehingga proses penurunan mutu minyak menjadi lebih
lambat. Pemurnian juga berguna untuk meningkatkan kejernihan minyak sehingga fungsinya sebagai bahan baku untuk aplikasi produk turunan dapat lebih optimal dan menghindari efek negatif yang dapat muncul jika langsung menggunakan minyak kasar yang masih mengandung bahan-bahan pengotor. Selain itu proses pemurnian juga ditujukan untuk memperbaiki kualitas minyak agar memiliki umur simpan yang lebih panjang. Proses pemurnian minyak jarak pagar dilakukan pada skala laboratorium melalui tahapan yang umum dilakukan yaitu proses degumming, netralisasi, pencucian, pengeringan dan bleaching. Degumming adalah proses penghilangan gum (getah) yang terkandung pada minyak kasar. Proses ini dilakukan dengan batuan senyawa asam fosfat yang akan mengikat dan mengendapkan fosfor yang merupakan komposisi getah. Untuk lebih optimal, umumnya proses degumming disertai dengan proses pemanasan hingga suhu sekitar 80 oC yang akan mempercepat reaksi pengikatan dan pemisahan senyawaan fosfor dari minyak kasar. Gum yang terpisah (berwarna putih) akan mengendap pada bagian bawah. Selanjutnya dilakukan proses netralisasi dengan larutan NaOH untuk menetralkan asam lemak bebas yang terkandung pada minyak dimana hasil reaksinya adalah sabun. Tahapan selanjutnya adalah pencucian minyak untuk menghilangkan gum, garam Na3PO4, dan sabun yang terbentuk yang akan larut dan bersatu dengan air. Pemisahan minyak dan bahan larut air dilakukan dalam bejana pemisah. Untuk meningkatkan kemurnian, proses pencucian minyak dilakukan minimal sebanyak 3 kali, umumnya adalah 5 sampai 6 kali pencucian. Selanjutnya minyak yang terpisah dikeringkan dengan pemanasan hingga suhu diatas 100 oC agar air yang
terkandung pada minyak menguap seluruhnya (yang ditandai dengan tidak adanya lagi gelembung air yang menguap dari minyak). Pemanasan ini juga dilakukan untuk menguapkan pengotor yang bersifat volatil atau mengurangi aroma (odor) yang masih melekat pada minyak. Dalam keadaan panas, minyak selanjutnya ditambahkan bentonit untuk menyerap air, pengotor dan pigmen yang masih terkandung pada minyak. Bentonit dipisahkan dari minyak dengan proses penyaringan vakum. Penampakan visual minyak jarak pagar kasar (CJO) dan minyak jarak pagar murni (PJO) setelah hasil pemurnian ditampilkan pada
Gambar 6. Pada gambar ini terlihat jelas bahwa PJO memiliki tingkat kejernihan dan warna yang lebih baik karena telah melalui tahapan bleaching dengan menggunakan bentonit. (a) (b) Gambar 6 Penampakan visual CJO (a) dan PJO (b) Analisis kadar FFA dilakukan terhadap PJO yang diperoleh untuk melihat efektifitas proses pemurnian dalam menurunkan atau mengurangi kandungan senyawa asam lemak bebas pada minyak jarak pagar. Hasil pengujian menunjukkan nilai FFA yang baik yaitu 0,16 %. Nilai ini jauh lebih rendah dari nilai FFA PJO saat diterima yaitu sebesar 4,15 %. Data lengkap pengukuran kadar FFA pada PJO ditampilkan pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil analisa kadar FFA minyak jarak pagar murni (PJO) 4.3 Formulasi dan Pembuatan Hand & Body Cream Formula dasar hand & body cream yang dikembangkan diperoleh dari studi literatur terhadap beberapa hasil riset terdahulu dan publikasi buku yang terkait dengan produk kosmetik atau perawatan kulit. Formula yang dikembangkan disesuaikan dengan ketersediaan bahan baku yang mudah diperoleh, serta menggunakan bahan-bahan dasar yang umum ada pada sediaan krim meliputi
No. Bobot Minyak (g) Vol. KOH (ml) N KOH (N) FFA (%)
1 2,0109 0,10 0,0953 0,13
2 2,0324 0,14 0,19
minyak, pengemulsi, penstabil, pengental, humektan, pengawet, antioksidan, anti UV dan air. Formula dasar menggunakan minyak kelapa sebagai pembanding atau kontrol yang disubstitusi dengan PJO yang telah diperoleh. Proses pembuatan sediaan hand & body cream mengacu pada metode yang dikembangkan Mitsui (1997) dan beberapa sumber pendukung dengan sedikit modifikasi proses disesuaikan dengan kondisi yang dapat dilakukan dan ketersediaan peralatan yang dapat digunakan. Proses diawali dengan penimbangan bahan kedalam 2 wadah (gelas piala) yang berbeda dimana minyak dan bahan larut minyak termasuk emulsifier dimasukkan dalam 1 wadah, selanjutnya air dan bahan larut air lainnya digabungkan dalam wadah terpisah. Masing-masing bahan dipanaskan dan diaduk hingga bercampur homogen serta mencapai suhu 65-70 oC. Setelah keduanya homogen maka dilakukan pencampuran fase minyak sedikit demi sedikit kedalam fase air. Emulsi yang stabil belum terbentuk pada tahapan ini. Untuk menghasilkan emulsi yang lebih baik dengan ukuran globula yang lebih kecil, maka dilakukan proses homogenisasi menggunakan alat homomixer dengan kecepatan putar yang digunakan adalah 6000 rpm selama 10 menit seperti ditampilan pada Gambar 7. Tahapan akhir proses pembuatan krim adalah pengadukan dan pendinginan hingga didapatkan produk krim yang mengental. Gambar 7 Proses homogenisasi Percobaan awal yang dilakukan terhadap formula yang telah dirumuskan adalah menetapkan jumlah maksimal minyak yang diaplikasikan pada sediaan
PJO 6% hand & body cream. Percobaan pembuatan sediaan krim dengan menggunakan minyak kelapa sebanyak 15 % dari keseluruhan bahan memiliki karakteristik produk akhir yang kurang baik dimana produk terasa sangat berminyak saat diaplikasikan pada kulit. Selain itu, pada konsentrasi ini proses emulsifikasi tidak berjalan sempurna terlihat dari kondisi minyak yang lebih cepat dan lebih mudah terpisah dari emulsi (demulsifikasi). Kelemahan lainnya adalah bahwa produk sulit kering di kulit, memiliki kesan berminyak dan adanya kerusakan produk setelah disimpan selama 2 minggu pada suhu ruang (timbulnya bau tengik). Karakter ini mengindikasikan bahwa minyak yang ditambahkan pada sediaan terlalu berlebih, sehingga tidak teremulsikan seluruhnya. Kandungan minyak yang tidak teremulsikan pada produk lebih mudah teroksidasi sehingga produk menjadi lebih cepat rusak. Ujicoba formula kedua dilakukan pada konsentrasi minyak kelapa sebesar 10 % dimana produk akhir yang diperoleh sudah menunjukkan karakteristik yang lebih baik. Aplikasi produk krim pada kulit terasa normal seperti produk krim pada umumnya dan emulsi krim terlihat stabil dan homogen. Dari hasil percobaan ini maka ditetapkan konsentrasi yang digunakan sebagai rancangan percobaan aplikasi pemanfaatan minyak jarak pagar sebagai pensubstitusi adalah dengan taraf 0, 3, 6 dan 9 %. Tampilan produk hand & body cream yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 8.
PJO 0% PJO 3% PJO 9%
4.4 Uji Sifat Fisikokimia Hand & Body Cream Hasil analisis fisikokimia sampel penelitian yang diteliti secara umum dapat diterima untuk menggambarkan bentuk produk sediaan krim. Data lengkap hasil pengujian produk beserta SNI yang digunakan sebagai pembanding ditampilkan pada Tabel 9. Tabel 9 Hasil analisis fisikokimia produk hand & body cream 4.4.1 pH Kadar keasaman atau pH produk perawatan kulit tentu harus sesuai dengan pH penerimaan kulit. Kulit yang memiliki pH sekitar 5,0-6,5 dapat beradaptasi dengan baik saat berinteraksi dengan bahan yang memiliki pH antara 4,5-8,0 (SNI, 1996). Hasil pengukuran terhadap pH produk hand & body cream menunjukkan bahwa hampir seluruhnya tidak memenuhi nilai pH yang disyaratkan oleh SNI sediaan tabir surya. Hasil analisa dan analisis ragam nilai pH disertakan pada Lampiran 5. Hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95 % menunjukkan bahwa nilai pH tidak dipengaruhi oleh konsentrasi minyak jarak pagar murni yang digunakan. Sehingga dapat dinyatakan bahwa nilai pH produk krim dipengaruhi oleh komposisi dan interaksi keseluruhan bahan penyusunnya. Hasil analisis pH yang diperoleh memperlihatkan bahwa penggunaan minyak jarak pagar sebagai substitusi minyak kelapa sedikit meningkatkan nilai pH produk hand & body cream yang dihasilkan. Sehingga diduga PJO memiliki nilai pH yang lebih tinggi dari minyak kelapa. Nilai rataan pH tertinggi yang diperoleh adalah 4,49 yaitu pada produk hand & body cream dengan konsentrasi PJO 9 %. Hubungan antara konsentrasi PJO dan nilai pH ditampilkan pada Gambar 9.
No Kriteria Uji Konsentrasi Minyak Jarak Pagar Syarat SNI
0 % 3 % 6 % 9 % 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Penampakan pH 3 Bobot jenis (g/cm ) Viskositas (cP) TPC (koloni/g) Warna : L C ho Ukuran globula (µm) homogen 4,23 0,9980 40,38 negatif 92,68 0,79 59,48 9,60 homogen 4,46 1,0008 37,45 negatif 93,47 2,02 108,55 10,30 homogen 4,28 0,9953 41,08 negatif 94,57 2,84 106,63 11,30 homogen 4,49 0,9985 39,38 negatif 95,89 3,22 104,05 13,80 Homogen 4,5-8,0 0,95-1,05 2.000-50.000 2 maks. 10 - - -
-pH 4,80 4,60 4,40 4,20 4,00 3,80 3,60 4,23 4,46 4,28 4,49 3,40 3,20 3,00 0 3 6 9 Konsentrasi PJO (%) Gambar 9 Diagram hubungan antara konsentrasi PJO dan pH produk Nilai pH akhir produk sangat dipengaruhi oleh pH bahan-bahan dasar yang digunakan. Minyak dan bahan-bahan larut minyak berada pada rentang pH asam sehingga akan menurunkan pH akhir produk. Penurunan pH produk juga dipengaruhi oleh penggunaan titanium dioksida pada formula sediaan. Mitsui (1997) menyatakan bahwa titanium dioksida dalam bentuk bubuk halus memiliki nilai pH 3,0-4,0 saat diukur pada konsentrasi 5 % dalam larutan. Sorbitol dan propilen glikol sebagai humektan pada fase air umumnya memiliki nilai pH 6. Nilai pH yang cenderung asam juga terutama dikarenakan dalam komposisi bahan penyusun produk tidak disertakan bahan yang bersifat basa. Pada beberapa produk krim komersial, untuk meningkatkan pH biasanya digunakan emulsifier golongan amina seperti trietanolamina (TEA) yang bersifat basa (pH 10,5) dengan kadar penggunaan bervariasi antara 0,5-1,5 % atau sesuai dengan nilai pH akhir produk yang ingin dicapai. 4.4.2 Viskositas Viskositas sangat penting diuji karena terkait erat dengan karakteristik kestabilan suatu sediaan emulsi. Schmitt (1996) menyatakan bahwa semakin tinggi viskositas suatu bahan, maka bahan tersebut akan memiliki kecenderungan semakin stabil karena pergerakan partikel akan menjadi semakin sulit dengan semakin kentalnya suatu bahan. Semakin kental suatu sediaan emulsi maka
Vi sk os it as (c P) kecenderungan fase terdispersi (globula-globula lemak) untuk bergabung menjadi semakin kecil dan emulsi menjadi lebih stabil. Proses pengukuran viskositas dilakukan dengan sistem pengukuran berdasarkan metode Rotational. Pada metode ini sebuah spindle dicelupkan ke dalam cairan yang akan diukur viskositasnya. Pengukuran viskositas hand & body cream dilakukan dengan menggunakan spindle no.1, pada kecepatan putar 15 rpm, suhu sampel pengujian adalah 28,9-29,2 oC, shear rate 19,8/s dan lama
waktu pengukuran yang ditetapkan 1 menit. Lama waktu yang ditetapkan untuk pembacaan nilai viskositas diperoleh dari beberapa kali pengujian, dimana proses penurunan nilai viskositas cenderung kecil setelah spindle diputar selama 1 menit. Hasil analisis viskositas sampel perobaan yang dibuat berada pada rentang 37,30-43,00 cP. Analisis ragam menunjukkan tidak adanya pengaruh konsentrasi terhadap nilai viskositas pada tingkat kepercayaan 95 %. Rataan terkecil hasil analisis adalah pada produk dengan konsentrasi PJO 3 % yaitu sebesar 37,45 cP sedangkan rataan viskositas tertinggi adalah sebesar 41,08 cP yang dimiliki sediaan PJO 6 %. Hasil analisa dan analisis ragam nilai viskositas disertakan pada Lampiran 6. Hubungan antara konsentrasi PJO dan viskositas ditampilkan pada Gambar 10. 50,00 45,00 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 40,38 37,45 41,08 39,38 15,00 10,00 5,00 0,00 0 3 6 9 Konsentrasi PJO (%) Gambar 10 Diagram hubungan antara konsentrasi PJO dan viskositas produk
Viskositas produk hand & body cream tidak dipengaruhi oleh konsentrasi PJO yang digunakan, sehingga diduga nilainya dipengaruhi karakteristik homogenitas emulsi dan komposisi bahan penyusun yang digunakan. Penentu kekentalan dan pembentuk viskositas pada sediaan krim adalah bahan-bahan yang digolongkan pada fase minyak terutama yaitu asam stearat, setil alkohol dan bahan emulsifier. Bahan-bahan ini merupakan pengganti lemak karena memiliki karakteristik padat pada suhu ruang. Homogenitas emulsi yang paling baik akan mampu mengoptimalkan pengaruh bahan-bahan pengental dalam meningkatkan viskositas produk melalui prinsip penyebaran molekulnya yang merata dalam emulsi. Produk dengan kandungan PJO 6 % memiliki nilai rataan viskositas yang paling tinggi, nilai ini dapat menjadi indikasi optimalnya pengaruh bahan pengental atau pembentuk konsistensi krim. Urutan kestabilan emulsi pada bahan berdasarkan faktor viskositas adalah dari produk dengan konsentrasi PJO 6 %, diikuti PJO 0 %, PJO 9 % dan terakhir adalah produk dengan PJO 3 %. 4.4.3 Bobot Jenis Bobot jenis merupakan salah satu parameter penting yang perlu diujikan pada sediaan krim. Bobot jenis umum didefinisikan sebagai perbandingan bobot dari volume suatu sampel atau bahan dibandingkan dengan bobot dari air yang volumenya sama pada suhu tertentu. Analisis bobot jenis atau densitas dilakukan dengan menggunakan alat density meter. Spesifikasi alat ini didisain untuk mengukur densitas bahan dalam keadaan cair atau kental. Sehingga bentuk sediaan krim tidak dapat diujikan pada suhu dibawah 30 oC karena berada dalam
fase semi padat. Pemanasan sediaan dilakukan hingga konsistensinya berubah menjadi cair. Output hasil pembacaan nilai densitas disertai dengan suhu pengukuran oleh alat densitometer. Dari output data yang diperoleh suhu pengukuran oleh alat berada pada rentang suhu 39,99 - 40,01 oC. Hasil analisa bobot jenis atau densitas produk hand & body cream yang diperoleh tampak tidak dipengaruhi oleh konsentrasi PJO. Analisis ragam dilakukan untuk memastikan ada tidaknya pengaruh konsentrasi PJO terhadap nilai bobot jenis produk. Dari data yang diperoleh disimpulkan bahwa benar peningkatan konsentrasi PJO pada rentang konsentrasi yang dikaji tidak
Bo bot Jen is(g/ cm 3 ) berpengaruh nyata terhadap nilai bobot jenis produk hand & body cream yang dihasilkan. Nilai rataan dengan bobot jenis tertinggi dimiliki oleh sedian dengan konsentrasi PJO sebesar 3 % yaitu 1,0008 g/cm3, sedangkan rataan bobot jenis terkecil dimiliki sediaan dengan konsentrasi PJO 6 %. Hubungan antara konsentrasi PJO dan bobot jenis produk yang dihasilkan disajikan pada Gambar 11. Hasil analisa dan analisis ragam nilai bobot jenis disertakan pada Lampiran 7. 1,0100 1,0000 0,9900 0,9800 0,9700 0,9980 1,0008 0,9953 0,9985 0,9600 0,9500 0 3 6 9 Konsentrasi PJO (%) Gambar 11 Diagram hubungan antara konsentrasi PJO dan bobot jenis produk Bobot jenis produk pada produk dengan PJO 0 % (atau minyak kelapa 9 %) dengan nilai 0,9980 g/cm3 berada sedikit dibawah nilai bobot jenis air. Substitusi PJO sebesar 3 % pada fraksi minyak meningkatkan bobot jenis produk menjadi 1,0008 g/cm3. Nilai bobot jenis yang sedikit lebih tinggi dari air ini diduga terukur karena adanya bahan padatan (titanium dioksida) yang memiliki bobot jenis lebih dari 1 g/cm3. Nilai rataan bobot jenis terkecil pada produk dengan kandungan PJO 6 % dapat mengindikasikan bahwa sediaan emulsi ini memiliki homogenitas yang paling baik karena bobot jenisnya lebih dapat mewakili pengaruh adanya minyak pada sistem emulsi yang terbentuk. Kondisi ini didukung oleh hasil pengujian secara visual dengan mikroskop pada perbesaran 400 kali, dimana struktur emulsi yang terbentuk pada produk dengan penggunaan PJO sebesar 6 % memiliki susunan globula yang rapat dengan distribusi ukuran globula yang lebih merata (tidak terlalu jauh berbeda antara globula ukuran kecil dan ukuran besar). Homogenitas emulsi yang sangat baik turut didukung oleh hasil analisis sensori untuk atribut homogenitas, dimana peningkatan konsentrasi PJO meningkatkan
homogenitas produk dan tingkat homogenitas produk dengan konsentrasi PJO 6 % tidak berbeda nyata dari produk dengan PJO 9 %. 4.4.4 Mikrobiologi (TPC) Analisis total mikroba dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya mikroba dalam produk hand & body cream yang dikembangkan. Uji mikroba ini merupakan salah satu uji yang penting karena kontaminasi dari mikroba dapat menyebabkan pemisahan, penyusutan berat produk dan timbulnya bau yang tidak sedap. Kerusakan oleh mikroba dapat disebabkan oleh bakteri, ragi (yeast), ataupun jamur. Karakteristik mikroorganisme yang memiliki aktifitas metabolisme yang sangat efektif serta kemampuan yang tinggi untuk melakukan adaptasi terhadap kondisi lingkungan menyebabkan beragam komponen organik alami menjadi sangat mudah rusak atau terdegradasi.
Analisis total mikroba juga merupakan salah satu parameter jaminan perlindungan keamanan pemakaian produk terhadap konsumen untuk menghindari efek negatif mikroba yang dapat muncul saat menggunakan produk. Adanya kontaminasi produk oleh mikroba terutama mikroba patogen dapat menjadi indikator rusaknya produk dan tidak boleh digunakan oleh konsumen. Smart dan Spooner (1972) menyatakan bahwa dampak negatif kontaminasi mikroba pada suatu produk kosmetik dapat dikarenakan beberapa hal seperti : Pembentukan senyawa beracun, misalnya endotoksik oleh Escherichia coli atau eksotoksik oleh Clostridium botulinum, atau senyawa toksik lainnya oleh Staphylococcus aureu, Clostridium perfringens, Bacillus cereus, Streptococcus faecalis dan mikroba lainnya. Pembentukan senyawa metabolit yang beracun, namun umumnya efeknya lebih rendah dari senyawa racun. Reaksi iritasi karena mikroba bersifat sebagai senyawa protein yang menyebabkan reaksi alergi pada kulit. Kontaminasi mikroba pada suatu produk dapat disalurkan melalui beberapa perantara diantaranya seperti bahan baku terutama air, alat-alat pengolahan, bahan kemasan atau tempat penyimpanan, operator atau lingkungan produksi. Proses aseptis pada saat produksi menjadi mutlak untuk menghindari kontaminasi
terhadap produk. Selain itu, umumnya perlindungan terhadap mikroba didukung dengan penggunaan bahan yang dikategorikan sebagai anti mikroba atau bahan pengawet. Bahan pengawet adalah agen kimiawi yang dapat mencegah pertumbuhan mikroba pada produk, sehingga meningkatkan kemananan dan umur simpan produk. Bahan anti mikroba yang ditambahkan adalah senyawa paraben. Paraben memiliki keunggulan terutama pada sifat sangat rendahnya efek toksisitas, relatif tidak menimbulkan iritasi pada kadar penggunaan yang dianjurkan serta sangat efektif pada rentang pH yang cukup luas. Senyawa paraben yang ditambahkan pada sediaan adalah metilparaben dan propilparaben yang merupakan ester dari senyawa p-hydroxybenzoic acid dengan kadar penggunaan masing-masing sebesar 0,1 %. Nilai ini masih memenuhi ambang batas yang telah ditetapkan Badan POM yang tertuang pada Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.00.05.42.1018 tentang “Bahan Kosmetik”, khususnya Lampiran IV untuk “Daftar Bahan Pengawet yang diizinkan digunakan dalam Kosmetik” yang menyatakan bahwa konsentrasi maksimum yang diizinkan untuk bahan pengawet golongan asam 4-hidroksibenzoat, turunan garam dan esternya adalah 0,4 % (asam) untuk ester tunggal dan 0,8 % (asam) untuk ester campuran. Hasil dokumentasi analisis total mikroba dapat dilihat pada Gambar 12. Analisis total mikroba pada sampel produk krim dengan perlakuan pengenceran pertama (10-1) telah menunjukkan hasil yang baik dengan tidak ditemukannya koloni mikroba yang tumbuh pada media agar yang ditambahkan seluruh ulangan sampel sediaan hand & body cream (Gambar 12). Sehingga tidak perlu dilakukan pengenceran yang lebih tinggi terhadap sampel krim. Hasil ini mengindikasikan bahwa proses aseptis produksi hand & body cream telah tercapai. Selain itu, kondisi ini juga mengindikasikan bahwa kadar bahan aktif anti mikroba yang ditambahkan mampu menghambat tumbuhnya mikroorganisme pada sediaan hand & body cream.
PJO 0 % PJO 3 % PJO 6 % PJO 9 % Gambar 12 Uji total plate count (TPC) produk hand & body cream Croshaw (1977) menyatakan bahwa beberapa produk kosmetik justru dapat mendukung pertumbuhan mikroorganisme. Kontaminasi produk oleh mikroba dapat menyebabkan kerusakan melalui perubahan-perubahan seperti tumbuhnya
koloni mikroba yang terlihat, perubahan kimia seperti timbulnya bau, perubahan warna, perubahan nilai pH dan pemisahan emulsi atau perubahan tekstur produk. Karena hasil uji total mikroba yang diperoleh adalah negatif, maka dapat dikatakan bahwa karakteristik fisikokimia produk hand & body cream aman dari pengaruh efek mikroorganisme dan produk dapat digunakan oleh konsumen. 4.4.5 Ukuran Globula Pengamatan bentuk dan ukuran globula dibawah mikroskop dilakukan untuk memastikan sistem emulsi hand & body cream secara mikro. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa produk hand & body cream yang dihasilkan merupakan tipe emulsi minyak didalam air (O/W), dimana minyak menjadi fase terdispersi dalam air sebagai fase pendispersinya. Bentuk dan distribusi ukuran globula merupakan salah satu karakteristik fisik yang dapat digunakan sebagai tolok ukur kestabilan emulsi suatu sediaan. Ukuran globula sangat dipengaruhi oleh teknik pencampuran bahan yang dilakukan terutama faktor kecepatan dan lama proses pengadukan. Semakin tinggi kecepatan pengadukan, maka globula yang dihasilkan akan semakin kecil dan emulsi akan menjadi lebih homogen dan lebih stabil. Emulsifikasi sediaan hand & body cream dibentuk pada tahapan homogenisasi dengan alat homogenizer atau homomixer. Efek negatif dari kecepatan putar yang tinggi adalah terbentuknya buih dalam jumlah yang banyak, sehingga untuk proses yang tidak disertai dengan deaerasi maka kecepatan pengadukan pada proses homogenisasi menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Kecepatan pengadukan pada homogenisasi harus menghasilkan emulsi yang baik namun disisi lain juga harus meminimalkan gelembung-gelembung busa yang terbentuk. Pengaruh kecepatan pengadukan dalam menghasilkan emulsi yang baik penting, tanpa pengadukan yang terkontrol bentuk emulsi menjadi sangat bervariasi walaupun secara visual emulsi tampak homogen. Contoh tampilan bentuk emulsi dan distribusi globula produk emulsi yang diaduk secara manual ditampilkan pada Gambar 13.
a. krim lulur b. krim wajah c. losion Gambar 13 Distribusi globula sampel produk hasil pengadukan manual yang diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 400x Pengamatan ukuran globula dilakukan dengan mikroskop image processing pada perbesaran 400x. Homogenitas emulsi dan distribusi ukuran globula sampel produk yang dibuat tanpa proses homogenisasi terlihat jelas sangat tidak merata. Foto ini menunjukkan bahwa sistem emulsi yang dimiliki produk sangat tidak stabil terlihat dari posisi globula yang tidak rapat dan distribusi ukurannya yang sangat berbeda nyata. Hasil pengamatan terhadap produk krim yang diteliti menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi PJO yang digunakan maka semakin besar distribusi ukuran globula sediaan hand & body cream yang dihasilkan. Pengamatan ukuran globula dilakukan dengan mengukur secara acak 10 globula yang terlihat pada sistem emulsi dimana rataan ukuran yang diperoleh adalah 9,6 µm (PJO 0 %), 10,3 µm (PJO 3 %), 11,3 µm (PJO 6 %), dan 13,8 µm (PJO 9 %).
Peningkatan distribusi ukuran globula emulsi krim yang dihasilkan diduga dipengaruhi oleh karakteristik bobot molekul asam lemak minyak yang digunakan. Rataan bobot molekul asam lemak pada minyak kelapa lebih rendah dari minyak jarak pagar. Minyak jarak pagar didominasi oleh asam lemak berantai panjang yaitu asam oleat (C18:1) sekitar 34,3-45,8 % dan asam linoleat (C18:2) sekitar 29,0-44,2 %, sedangkan minyak kelapa didominasi oleh asam lemak rantai sedang yaitu asam laurat (C12:0) sekitar 46,0-50,0 % dan asam miristat (C14:0) sekitar 17,0-19,0 % (Gubitz et al., (1999); Gervajio (2005)). Karena nilai rataan bobot molekul pada minyak jarak pagar lebih tinggi, maka peningkatan konsentrasi minyak jarak pagar yang ditambahkan pada formula sediaan krim akan meningkatkan distribusi ukuran globula emulsi yang dihasilkan. Hal inilah yang menyebabkan rataan distribusi ukuran globula produk krim dengan kandungan PJO sebesar 9 % menjadi paling tinggi. Dokumentasi distribusi globula emulsi yang terbentuk pada produk ditampilkan pada Gambar 14. PJO 0 % PJO 3 % PJO 6 % PJO 9 % Gambar 14 Distribusi globula produk hand & body cream yang diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 400x
4.4.6 Stabilitas Emulsi Pengujian stabilitas emulsi merupakan parameter yang penting dalam suatu produk emulsi. Tingkat kestabilan emulsi menunjukkan daya tahan suatu produk emulsi terhadap kondisi tertentu dan dalam rentang waktu tertentu. Produk yang tidak stabil akan memiliki kecenderungan cepat rusak sehingga kehilangan fungsi dan manfaatnya serta tidak akan disukai oleh konsumen. Ketidakstabilan ini ditandai dengan mudah terpisahnya partikel-partikel emulsi yang dapat menyebabkan pengumpulan globula, penggabungan, kriming dan pemisahan fase. Kerusakan emulsi diawali ketika dua butiran fase internal saling mendekat dan bergabung membentuk partikel yang lebih besar. Sejumlah tertentu partikel yang mengalami koalesen ini dapat memisahkan kedua fase emulsi secara sempurna. Pengujian stabilitas emulsi dapat dilakukan dengan beberapa teknik pengujian seperti pengujian suhu penyimpanan, uji siklus suhu, uji sentrifugasi, uji kemasan dan uji pengaruh cahaya. Uji stabilitas yang dilakukan terhadap sampel produk hand & body cream adalah uji siklus (cycle test), seperti yang telah dilakukan oleh Sato dan Kilgour (2002). Pengujian dilakukan dengan menyimpan sampel pada inkubator bersuhu 45 oC selama 24 jam dan kemudian dipindahkan
serta disimpan dalam freezer bersuhu -10 oC selama 24 jam. Satu rangkaian
proses uji ini dihitung sebagai satu siklus freeze-thaw. Sampel produk yang telah diuji diamati secara sensori dengan melihat atribut homogenitas, dan kekentalan krim. Karakteristik penampakan produk hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 15. Pengamatan secara visual terhadap sampel produk hand & body cream yang telah diuji stabilitas emulsinya dengan metode cycle test sebanyak 6 siklus (12 hari) menunjukkan karakteristik yang berbeda pada masing-masing perlakuan PJO. Pada Gambar 15 terlihat bahwa sampel kontrol (PJO 0%) telah mengalami pemisahan fase yang memiliki bobot jenis lebih ringan dan fase air yang lebih berat, terlihat dari bentuk emulsi yang telah berubah. Kondisi ini dikenal dengan proses kriming. Konsistensi emulsi yang agak berubah juga terlihat untuk sampel 3 % dan 9 % dimana emulsi tidak lagi bersifat homogen dalam hal kekentalannya.
Gambar 15 Sampel produk hand & body cream setelah uji stabilitas freeze-thaw (6 siklus) Berbeda dengan sampel produk yang lainnya, sampel produk hand & body cream dengan kandungan PJO 6 % masih menunjukkan konsistensi emulsi yang baik dan tidak menunjukkan perubahan berarti dari kondisi awal sebelum dilakukan pengujian. Karakter ini diduga karena sistem emulsi pada sediaan krim dengan PJO 6 % memiliki homogenitas yang lebih baik, terlihat dari susunan globula yang rapat dan distribusi yang cukup baik seperti hasil yang telah ditampilkan pada pengamatan ukuran globula. Kestabilan yang lebih baik pada produk dengan PJO 6 % juga didukung oleh nilai rataan viskositas produk yang lebih tinggi dibandingkan produk krim lainnya sehingga proses pergerakan globula dalam sistem emulsinya cenderung lebih lambat yang berakibat semakin tahannya sistem emulsi terhadap proses demulsifikasi. Nilai bobot jenis produk juga mempengaruhi kestabilan emulsi, dimana semakin kecil bobot jenisnya maka gaya yang diperlukan untuk proses sedimentasi atau pemisahan fase menjadi lebih kecil. Ketahanan yang berbeda terhadap stabilitas emulsi produk hand & body cream secara molekular dipengaruhi oleh perbedaan rataan panjang rantai karbon
pada minyak yang digunakan. Produk kontrol dengan kadungan PJO 0 % dan minyak kelapa 9 % memiliki rataan panjang karbon yang lebih pendek pada fase minyak (karena merupakan golongan asam lemak rantai sedang). Bahan pengental dan pengemulsi yang digunakan pada formula sediaan merupakan golongan dari asam lemak dan ester asam lemak berantai panjang. Perbedaan kepolaran molekul akan menurunkan kekuatan ikatan antar rantai karbon dari asam lemak pada minyak dengan asam lemak pada emulsifier sehingga produk yang menggunakan minyak kelapa sebagai fase minyak akan lebih mudah mengalami demulsifikasi. Minyak jarak pagar yang rataan asam lemaknya didominasi ikatan karbon berantai panjang memiliki kepolaran yang cenderung dekat dengan rantai karbon asam lemak pada emulsifier sehingga memiliki ikatan yang lebih kuat atau kelarutan yang cenderung sama. Hal ini menyebabkan emulsi menjadi lebih stabil. Nilai pH turut mempengaruhi kestabilan emulsi. Sediaan kontrol (PJO 0 %) memiliki kestabilan paling rendah karena juga diakibatkan oleh nilai pHnya yang sangat rendah, paling rendah diantara sampel krim yang lainnya. Namun demikian pH yang rendah pada produk krim dengan kandungan PJO 6 % tidak banyak berpengaruh pada kestabilan emulsinya. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa kestabilan emulsi sangat dipengaruhi oleh homogenitas emulsi dan struktur distribusi globula, nilai viskositas dan bobot jenis, serta nilai pH dengan tingkat pengaruh yang lebih kecil dibandingkan parameter lainnya. 4.4.7 Warna Warna diukur menggunakan chromameter, dimana hasil pembacaan alat ini adalah atribut warna dengan sistem warna yang umum dikenal sebagai CIELAB. Dalam sistem warna ini dituliskan dengan 3 atribut warna yaitu L, a dan b. Atribut L menunjukkan kecerahan dengan nilai 0 (gelap atau hitam) hingga 100 (terang atau putih), sedangkan a dan b adalah koordinat-koordinat kroma, dimana a mewakili untuk warna hijau (a -) sampai merah (a +) dan b untuk warna biru (b -) sampai kuning (b +). Nilai L, a, b umumnya dikonversi kedalam nilai L, C, ho untuk menentukan intensitas dan jenis warna yang dimiliki dari suatu pengukuran. Intensitas kekuatan warna ditunjukkan dengan nilai kroma (C), sedangkan jenis
warna ditunjukkan dengan derajat hue (ho), dimana keduanya merupakan hasil
pengolahan dari nilai a dan b dengan rumus-rumus perhitungan sebagai berikut :
C = a2+b2
ho = tan-1(b a), apabila a > 0, b ≥ 0
ho = 180o + tan-1(b a), apabila a < 0
ho = 360o + tan-1(b a), apabila a > 0, b < 0
(Hutchings, 1999). Nilai C diperoleh dari hasil konversi dengan rumus trigonometri, sehingga dapat dikatakan bahwa nilainya akan selalu positif. Secara ilustrasi nilai C merupakan vektor yang titik awalnya adalah dari pusat lingkaran warna menuju titik akhir yang menjauhi titik pusat. Semakin besar nilai C maka akan semakin jauh jaraknya dari titik pusat lingkaran warna yang berarti semakin tinggi intensitas warna yang dimiliki sampel uji. Nilai ho memiliki ukuran yang sama dengan nilai derajat lingkaran yaitu maksimal 360o, sehingga pada nilai derajat ini akan menjadi sama atau kembali menjadi 0o. Hutchings (1999) membagi nilai ho kedalam 10 golongan warna. Kisaran nilai ho terhadap daerah warna kromasitas ditampilkan pada Tabel 10. Ilustrasi hubungan nilai L, C dan ho ditampilkan pada Gambar 16. Tabel 10 Nilai derajat hue (ho) dan kisaran warna kromatisitas (C) Sumber : Hutchings (1999) o Nilai derajat hue (h ) Daerah kisaran warna kromatisitas o o 342 - 18 o o 18 - 54 o o 54 - 90 o o 90 - 126 o o 126 - 162 o o 162 - 198 o o 198 - 234 o o 234 - 270 o o 270 - 306 o o 306 – 342 Merah keunguan Merah Kuning kemerahan Kuning Kuning kehijauan Hijau Biru kehijauan Biru Biru keunguan Ungu
Gambar 16 Hubungan antara nilai L, C dan ho Hasil pengujian warna produk menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi PJO pada produk meningkatkan tingkat kecerahan (lightness) warna produk (nilai L yang semakin besar mendekati 100), perubahan daerah kisaran warna dari kuning kemerahan (54o - 90o) menjadi kuning (90o - 126o) berdasarkan nilai ho
dan intensitas warna yang semakin kuat (nilai C yang semakin tinggi) dari 0,79 – 3,22. Data lengkap hasil pengukuran nilai warna dan analisis ragamnya disertakan pada Lampiran 8. Diagram hubungan antara konsentrasi PJO dan nilai warna L (lightness) ditampilkan pada Gambar 17. Sedangkan hubungan antara konsentrasi PJO dengan nilai kroma (C) dan derajat hue (ho) ditampilkan pada Gambar 18.
N ilaiL (lightness ) 100,00 95,00 90,00 85,00 80,00 92,68 93,47 94,56 95,88 75,00 70,00 0 3 6 9 Konsentrasi PJO (%) Gambar 17 Diagram hubungan antara konsentrasi PJO dan nilai L (lightness) Gambar 18 Pengaruh konsentrasi PJO terhadap nilai C dan h°
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa nilai kecerahan (L) dan derajat hue (ho) tidak dipengaruhi oleh konsentrasi PJO yang digunakan. Konsentrasi PJO hanya berpengaruh nyata terhadap nilai kroma (C). Hasil uji lanjut Duncan untuk nilai kroma menunjukkan bahwa pada konsentrasi PJO 0 %, 3 % dan 6 %, terdapat perbedaan nyata nilai kroma. Peningkatan konsentrasi PJO hingga 9 % tidak berbeda nyata dari nilai kroma produk krim dengan kandungan PJO 6 %. Produk hand & body cream yang dibuat secara keseluruhan memiliki karakteristik warna yang sangat baik. Tingkat kecerahan (L) warna meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi PJO pada sediaan. Hasil ini menunjukkan bahwa minyak PJO yang digunakan memiliki transparansi yang lebih baik dari minyak kelapa sehingga memiliki efek penurunan kecerahan yang lebih kecil. Nilai kromasitas atau intensitas warna krim berbeda nyata, namun seluruhnya berada pada areal pusat warna sehingga warna sediaan sesungguhnya yang dimiliki oleh sediaan adalah abu-abu. Warna putih yang tampak terlihat pada cream saat diamati langsung secara visual terjadi karena adanya efek pembiasan cahaya oleh globula-globula emulsi. Walaupun secara statistik tidak berbeda nyata, penggunaan PJO pada sediaan ternyata merubah nilai derajat hue (ho) krim dibandingkan tanpa adanya PJO pada sediaan. Krim dengan PJO 0 % memiliki golongan warna kuning kemerahan sedangkan krim dengan PJO 3 %, 6 % dan 9 % berada dalam golongan warna kuning. Hasil ini mengindikasikan bahwa alat chromameter memiliki kemampuan yang sangat baik untuk mengetahui perbedaan tingkat warna antara minyak jarak dan minyak kelapa walaupun digunakan dalam konsentrasi yang sangat kecil pada sediaan krim. 4.5 Analisis Sensori Analisis sensori atau uji organoleptik produk hand & body cream yang dibuat dilakukan dengan metode uji afeksi yang umum dikenal dengan uji kesukaan atau uji hedonik. Uji hedonik dapat digunakan untuk melihat preferensi atau pandangan konsumen terhadap suatu produk pengembangan atau memilih secara langsung satu produk dari produk lainnya. Dalam uji ini digunakan tingkatan untuk perasaan suka atau tidak suka terhadap suatu produk yang dinamakan dengan skala hedonik. Pada prinsipnya skala hedonik dapat ditentukan
sendiri mulai dari 3, 5, 7 ataupun 9. Skala yang digunakan pada uji hedonik terhadap produk hand & body cream adalah skala 1-5 yang berturut turut mewakili perasaan sangat tidak suka, tidak suka, netral, suka dan sangat suka. Skala hedonik mudah dimengerti dan diaplikasikan. Sifatnya yang mudah digunakan menjadi alasan utama penggunaannya dalam menilai tingkat kesukaan atau tidak suka terhadap suatu produk. Lingkup pemanfaatannya pun sangat luas meliputi semua jenis produk pangan, minuman, kosmetik, produk kertas dan berbagai produk lainnya (Stone dan Sidel, 2004). Skala hedonik ini digunakan untuk menilai beberapa atribut yang dianggap penting dan menggambarkan karakteristik produk yang akan dipilih. Atribut kesukaan yang diamati untuk produk hand & body cream yang dikembangkan diantaranya meliputi atribut warna, aroma, homogenitas, kekentalan, kehalusan, kemudahan menyebar, kemudahan menyerap, kesan lembut di kulit, dan kesan lengket di kulit. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan 30 orang panelis semi terlatih yang seluruhnya merupakan mahasiswa. Atribut-atribut ini dipilih untuk menggambarkan pengaruh perubahan komposisi minyak yang digunakan pada sediaan krim. 4.5.1 Warna Warna merupakan salah satu atribut penampakan atau pengamatan visual yang melekat pada suatu produk. Warna dapat menjadi salah satu faktor penilaian dalam pemilihan suatu produk oleh konsumen. Warna produk hand & body cream yang dianalisis secara visual berkisar dari putih hingga putih kekuningan. Putih ditimbulkan oleh karakteristik sediaan yang merupakan makroemulsi ditambah dengan adanya pigmen titanium dioksida pada formula sediaan, sedangkan warna kekuningan diakibatkan oleh adanya pigmen kuning karena penambahan PJO pada sediaan. Hasil uji hedonik terhadap hand & body cream berdasarkan atribut warna diperlihatkan pada Gambar 19.
a. PJO 0% b. PJO 3% c. PJO 6% d. PJO 9% Gambar 19 Hasil uji hedonik untuk warna produk pada berbagai konsentrasi PJO dalam formula hand & body cream Analisis terhadap atribut warna yang dimiliki oleh produk hand & body cream yang dikembangkan umumnya didominasi oleh kesan suka dan netral. Kesan suka memiliki proporsi terbesar dan memiliki peningkatan proporsi seiring dengan peningkatan kadar PJO yang ditambahkan pada sediaan hand & body cream, dengan kisaran penilaian mulai 50,0 % (PJO 0 %), 56,7 % (PJO 3 %), 70,0 % (PJO 6 %) dan yang tertinggi sebesar 73 % (PJO 9 %). Proporsi kesan netral berada antara 20,0 % (PJO 3 %) hingga 36,7 % (PJO 0%). Hasil dan analisis ragam uji sensori untuk atribut warna dapat dilihat pada Lampiran 9. Hasil analisis sensori mengindikasikan adanya kecenderungan ketertarikan panelis untuk produk dengan warna yang tidak terlalu putih. PJO yang dihasilkan masih sedikit berwarna kekuningan, sehingga peningkatan konsentrasinya pada produk hand & body cream meningkatkan warna kuning sediaan, dan hal ini justru lebih disukai oleh panelis dibandingkan sampel kontrol yang tidak memberikan pengaruh perubahan warna karena menggunakan minyak kelapa dengan intensitas warna yang lebih kecil. Hasil mean rank (ranking rata-rata) dari tes Friedman menunjukkan produk hand & body cream yang paling disukai berdasarkan atribut warna adalah produk
dengan PJO 3 % (2,63), diikuti PJO 6 % dan 9 % (dengan nilai yang sama 2,52) dan pilihan terakhir adalah kontrol (2,33). Hasil tes Friedman dengan tingkat kepercayaan 95 % menunjukkan bahwa konsentrasi PJO tidak berpengaruh nyata terhadap nilai rataan kesan terhadap warna. Tingkat penerimaan yang lebih baik terhadap kesan warna dikarenakan produk yang mengandung PJO memiliki tingkat kecerahan yang lebih baik seperti hasil pengujian nilai L dengan chromameter. Sehingga produk yang mengandung PJO tampak lebih menarik dari sisi warna yang dimiliki. Namun demikian tingkat kesukaan hasil analisis sensori untuk atribut warna ini terbatas pada pemakaian PJO sebesar 3 %. Peningkatan konsentrasi PJO hingga 6 dan 9 % sedikit menurunkan kesan konsumen namun masih tetap dalam rentang warna produk yang dapat diterima dengan baik oleh konsumen. 4.5.2 Aroma Aroma merupakan salah satu atribut sensori yang melekat pada suatu produk yang diamati dengan indera penciuman. Aroma merupakan salah satu faktor penilaian penting dalam pemilihan suatu produk oleh konsumen. Aroma yang enak dan mudah dikenali umumnya akan lebih dipilih dibandingkan dengan aroma yang tidak dikenali. Aroma produk hand & body cream yang dianalisis merupakan aroma dasar yang dimiliki campuran bahan baku dan bukan aroma khas yang ditambahkan. Sehingga analisis disini ditujukan untuk melihat pengaruh PJO terhadap kesan konsumen pada produk yang dibuat. Hasil uji hedonik terhadap hand & body cream berdasarkan atribut aroma diperlihatkan pada Gambar 20. Penilaian panelis untuk aroma hand & body cream yang diuji ternyata didominasi kesan netral dan tidak suka. Kesan tidak suka memiliki proporsi terbesar yaitu 53,3 % (PJO 6 % dan 9 %), 30,0 % (PJO 3 %), dan 26,7 % (PJO 0 %). Proporsi kesan netral adalah 36,7 % (nilai yang sama untuk kontrol, PJO 6 % dan 9 %), serta sebesar 53,3 % (PJO 3 %). Produk dengan PJO 6 % dan PJO 9 % nampak tidak memiliki perbedaan, terlihat dari persentase kesan penilaian yang sama untuk semua skala hedonik. Hasil dan analisis ragam uji sensori untuk atribut aroma dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil ini mengindikasikan adanya
kecenderungan menurunnya ketertarikan panelis seiring dengan peningkatan konsentrasi PJO yang ditambahkan pada sediaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa aroma khas minyak jarak pagar secara umum kurang disukai oleh konsumen. Sehingga penambahan aroma lain sangat perlu dilakukan jika akan mengaplikasikan minyak jarak pada formula sediaan. a. PJO 0% b. PJO 3% c. PJO 6% d. PJO 9% Gambar 20 Hasil uji hedonik untuk aroma produk pada berbagai konsentrasi PJO dalam formula hand & body cream Hasil mean rank (ranking rata-rata) dari tes Friedman menunjukkan produk hand & body cream yang paling disukai berdasarkan atribut aroma adalah produk PJO 0 % (3,00), diikuti PJO 3 % (2,72), PJO 6 % (2,17) dan PJO 9 % (2,12). Hasil tes Friedman dengan tingkat kepercayaan 95 % menunjukkan bahwa terdapat minimal satu sampel yang berbeda. Untuk melihat sampel mana yang berbeda, maka dilakukan uji lanjut dengan uji peringkat-bertanda Wilcoxon. Hasil uji Wilcoxon untuk kesan terhadap aroma hand & body cream menunjukkan bahwa produk krim dengan konsentrasi PJO 0 % dan PJO 3 % memiliki rataan aroma yang berbeda nyata saat dibandingkan dengan produk yang mengandung PJO 6 % dan 9 %. Rataan kesan aroma tidak berbeda nyata saat pembandingan dilakukan antara krim dengan PJO 0 % dan 3 % serta perbandingan antara krim
dengan PJO 6 % dan 9 %. Sehingga dari hasil ini dapat dinyatakan bahwa Penggunaan PJO sebesar 3 % pada formula produk krim masih dalam taraf perubahan aroma yang dapat diterima oleh konsumen. Peningkatan PJO hingga 6 % dan 9 % menurunkan preferensi konsumen terhadap aroma produk krim. Selanjutnya berdasarkan hasil uji Wilcoxon ini dapat juga diketahui bahwa komposisi sediaan kontrol (PJO 0 %) memiliki aroma yang paling banyak disukai karena memiliki nilai mean rank terbesar. Analisis sensori yang dilakukan menunjukkan hasil yang jelas bahwa sedikit peningkatan konsentrasi PJO menurunkan tingkat penerimaan konsumen untuk aroma yang dimiliki. Hal ini berarti PJO yang digunakan masih memiliki aroma khas minyak jarak yang cukup kuat. Kuatnya aroma yang dimiliki minyak jarak terjadi karena belum dilakukannya proses deodorisasi minyak jarak yang digunakan. Hal ini pula yang menyebabkan masih tingginya kadar pigmen pada minyak PJO. Umumnya proses deodorisasi dilakukan pada alat deodorizer dengan pemanasan minyak hingga 200-250 oC menggunakan uap air, dan dilakukan
dalam kondisi vakum. Pada kondisi ini bahan-bahan volatil penyebab bau dapat diuapkan. Proses pemucatan dengan adsorben tetap harus dilakukan agar deodorisasi memberikan hasil yang baik. Proses deodorisasi untuk penghilangan aroma tidak dapat dilakukan pada penelitian ini dikarenakan keterbatasan peralatan yang dapat digunakan. 4.5.3 Homogenitas Homogenitas merupakan parameter untuk melihat efektifitas merata atau tidaknya pencampuran bahan-bahan pada produk hand & body cream yang dikembangkan. Atribut ini juga dinilai dengan melihat penampakan sampel sediaan. Produk yang bercampur dengan baik atau dengan kata lain homogenitasnya baik, akan memiliki kestabilan yang lebih baik dan efek yang merata sehingga akan lebih dipilih oleh konsumen. Hasil uji hedonik terhadap hand & body cream berdasarkan atribut homogenitas diperlihatkan pada Gambar 21.
a. PJO 0% b. PJO 3% c. PJO 6% d. PJO 9% Gambar 21 Hasil uji hedonik untuk homogenitas produk pada berbagai konsentrasi PJO dalam formula hand & body cream Penilaian panelis untuk homogenitas hand & body cream yang diuji ternyata didominasi kesan suka dan netral. Berbeda dari produk lainnya yang memiliki penilaian kesan tidak suka, sediaan dengan kandungan PJO 9 % memiliki penilaian kesan yang lebih baik yaitu dari netral hingga sangat suka. Kesan suka terbesar dimiliki sediaan dengan PJO 9 % mencapai persentasi 80,0 %, sedangkan produk lainnya seragam dengan persentasi 53,3 %. Proporsi kesan netral dari yang terkecil adalah 16,7 % (PJO 9 %), 26,7 % (PJO 6 %). 33,3 % (PJO 3 %) dan 36,7 % (PJO 0 %). Hasil dan analisis ragam uji sensori untuk atribut homogenitas dapat dilihat pada Lampiran 11. Hasil ini mengindikasikan adanya peningkatan homogenitas sediaan seiring dengan peningkatan konsentrasi PJO yang ditambahkan pada sediaan hand & body cream, dan ini disukai oleh panelis. Perbedaan homogenitas antar perlakuan berdasarkan analisis sensori dilihat dengan uji Friedman. Hasil mean rank (ranking rata-rata) dari tes Friedman menunjukkan produk hand & body cream yang paling disukai berdasarkan atribut homogenitas adalah produk dengan kandungan PJO 9 % (2,80), diikuti PJO 6 % (2,50), PJO 3 % (2,33) dan PJO 0 % atau kontrol (2,32). Hasil tes Friedman dengan tingkat kepercayaan 95 % menunjukkan bahwa terdapat minimal satu
sampel yang berbeda. Sehingga dilakukanlah uji lanjut dengan uji peringkat- bertanda Wilcoxon. Hasil uji Wilcoxon untuk kesan terhadap aroma hand & body cream menunjukkan bahwa kontrol dan sediaan dengan PJO 3 % dan 6 % tidak berbeda nyata. Kontrol dan sediaan PJO 3 % berbeda nyata saat dibandingkan dengan sediaan PJO 9 %. Sedangkan sediaan dengan PJO 6 % tidak memiliki perbedaan homogenitas dengan PJO 9 %. Berdasarkan hasil uji Wilcoxon ini maka dapat diketahui bahwa komposisi sediaan PJO 9 % memiliki homogenitas yang paling banyak disukai karena memiliki nilai mean rank terbesar. Namun demikian nilai kesan yang paling kritis adalah pada konsentrasi PJO 6 % karena rataan kesan homogenitasnya tidak berbeda nyata baik terhadap krim dengan konsentrasi PJO yang lebih rendah maupun lebih tinggi. Sehingga tingkat homogenitas krim dengan PJO 6 % dapat dikatakan sangat baik juga. Hasil ini seiring dengan hasil pengujian sebelumnya berdasarkan analisis fisikokimia untuk distribusi globula dan susunannya pada emulsi. 4.5.4 Kekentalan Atribut selanjutnya yang dinilai kesannya oleh panelis adalah kekentalan sediaan krim. Kekentalan merupakan parameter untuk melihat karakteristik sifat alir produk. Pengamatan terhadap kekentalan secara analisis sensori dapat dilakukan dengan teknik sederhana, yaitu dengan cara membalikkan sampel yang berada pada penampung atau wadah terbuka sehingga dipengaruhi gaya gravitasi. Semakin kental sampel sediaan maka akan semakin lama proses keluarnya sampel dari penampung tersebut. Pengujian kekentalan oleh panelis dilakukan dengan membalikkan atau meneteskan krim yang terdapat pada sendok uji diatas permukaan kulitnya. Hasil uji hedonik terhadap hand & body cream berdasarkan atribut kekentalannya diperlihatkan pada Gambar 22. Penilaian panelis untuk kekentalan hand & body cream yang diuji ternyata didominasi kesan suka dan netral. Produk kontrol dan produk dengan kandungan PJO 3 % memiliki nilai kesan dari 2-5 yaitu tidak suka hingga sangat suka. Berbeda dari produk lainnya yang memiliki penilaian kesan tidak suka, sediaan dengan kandungan PJO 6 % hanya memiliki penilaian kesan netral dan suka. Kesan suka terbesar dimiliki sediaan dengan PJO 9 % mencapai persentasi 63,0
%, sedangkan produk lainnya seragam dengan persentasi 56,7 %. Proporsi kesan netral dari yang terkecil adalah 26,7 % (PJO 3 % dan PJO 9 %), 33,3 % (kontrol) dan 43,3 % (PJO 6 %). Hasil dan analisis ragam uji sensori untuk atribut kekentalan dapat dilihat pada Lampiran 12. a. PJO 0% b. PJO 3% c. PJO 6% d. PJO 9% Gambar 22 Hasil uji hedonik untuk kekentalan produk pada berbagai konsentrasi PJO dalam formula hand & body cream Perbedaan rataan kekentalan antar perlakuan dilihat dengan uji Friedman. Hasil uji Friedman untuk kesan terhadap kekentalan hand & body cream menunjukkan tidak adanya perbedaan rataan kesan panelis terhadap atribut kekentalan. Hasil mean rank (ranking rata-rata) dari tes Friedman menunjukkan produk hand & body cream yang paling disukai berdasarkan atribut kekentalan adalah produk dengan kandungan PJO 3 % (2,65), diikuti kontrol atau PJO 0 % (2,57), PJO 9 % (2,43) dan PJO 6 % (2,35). Hasil ini bertolak belakang dengan uji viskositas dimana produk dengan kandungan PJO 6 % memiliki rataan nilai viskositas yang lebih tinggi dibanding produk lainnya. Kondisi ini terjadi karena pada dasarnya perbedaan viskositas atau kekentalan produk tidak berbeda nyata sehingga panelis menjadi cukup sulit untuk membedakan kekentalan antara satu produk dan produk lainnya.
4.5.5 Kehalusan Kehalusan merupakan parameter untuk melihat karakteristik ukuran partikel atau molekul penyusun bahan. Semakin kecil ukuran partikel-partikel bahan penyusun maka semakin halus produk akhir yang dihasilkan. Kesan kehalusan juga dipengaruhi oleh homogenitas campuran bahan. Pengamatan terhadap kehalusan dalam analisis sensori dilakukan dengan pengamatan visual dan pengujian aplikasi pada kulit. Hasil uji hedonik terhadap hand & body cream berdasarkan atribut kehalusannya diperlihatkan pada Gambar 23. a. PJO 0% b. PJO 3% c. PJO 6% d. PJO 9% Gambar 23 Hasil uji hedonik untuk kehalusan tekstur produk pada berbagai konsentrasi PJO dalam formula hand & body cream Penilaian panelis untuk kehalusan hand & body cream yang diuji ternyata didominasi kesan suka dan netral. Kesan suka terbesar dimiliki sedian kontrol (PJO 0 %) dan sediaan dengan PJO 3 % mencapai persentasi 66,7 %, sedangkan sediaan dengan PJO 6 % dan 9 % masing-masing 60,0 % dan 56,7 %. Proporsi kesan netral dari yang terkecil adalah 20,0 % (PJO 3 %), 26,7 % (kontrol dan PJO 9 %) dan 30,0 % (PJO 6 %). Hasil dan analisis ragam uji sensori untuk atribut kehalusan dapat dilihat pada Lampiran 13.