• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Ketoprofen merupakan obat anti-peradangan kelompok nonstreoidal. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan berbagai penyakit muskuloskeletal kronis (Purwantiningsih dkk., 2010). Selain memiliki efek sebagai anti-inflamasi, ketoprofen juga diketahui memiliki efek analgesik dan antipiretik (Rençber dkk., 2009). Kelemahan yang dimiliki ketoprofen adalah adanya potensi mengiritasi lambung, sehingga dalam penelitian ini ketoprofen diformulasikan dalam bentuk SNEDDS.

SNEDDS adalah sistem penghantaran obat yang mengandung campuran isotropik minyak, surfaktan, ko-surfaktan, dan obat yang membentuk nanoemulsi secara spontan (self-emulsifying) saat dimasukkan ke dalam fase air dengan agitasi yang ringan. Hasil pencampuran sediaan SNEDDS dalam cairan lambung setelah dikonsumsi oleh pasien akan membentuk nanoemulsi. Bentuk nanoemulsi dipilih karena dalam nanoemulsi terdapat kandungan minyak yang dapat membawa ketoprofen yang sukar larut dalam air. Keunggulan sediaan SNEDDS adalah kemampuan membentuk nanoemulsi secara spontan di dalam saluran cerna dan ukuran tetesan yang dihasilkan berukuran nanometer (Han dkk., 2011; Makadia dkk., 2013). SNEDDS memiliki komponen utama berupa minyak sebagai pembawa obat,

(2)

stabilitas lapisan film antar muka, dan ko-surfaktan untuk membantu surfaktan sebagai emulgator (Date dkk., 2010). Di samping keunggulan yang dimiliki, SNEDDS memiliki aspek yang perlu ditingkatkan, yaitu terkait dengan metode manufakturnya yang sulit. Pengembangan solid SNEDDS menjadi salah satu alternatif yang sangat menjanjikan untuk mengatasi keterbatasan liquid SNEDDS, karena fasilitas manufakturnya yang lebih mudah. Pembuatan liquid SNEDDS menjadi solid SNEDDS menggabungkan keunggulan sistem penghantaran basis lipid (lipid based drug delivery system) dan bentuk sediaan solid (solid dosage form) (Chavda dkk., 2013).

Pada penelitian ini, dilakukan optimasi formula ketoprofen dalam bentuk SNEDDS dan pembuatan solid SNEDDS dengan menggunakan asam oleat sebagai fase minyak, tween 20 sebagai surfaktan, propilen glikol sebagai ko-surfaktan, dan aerosil sebagai solidifying agent. Asam oleat memiliki kemampuan self-emulsifying yang tinggi dan kapasitas drug loading yang besar, tween 20 merupakan surfaktan non-ionik yang memiliki HLB tinggi (16,7), propilen glikol dikategorikan sebagai GRAS oleh FDA Amerika Serikat sehingga aman digunakan, dan aerosil merupakan salah satu solidifying agent yang sering digunakan untuk pembuatan solid SNEDDS. Formula hasil optimasi tersebut diuji kejernihan, emulsification time, kestabilan dalam AGF dan AIF, ukuran dan distribusi ukuran tetesan, serta drug loading maksimum. Formula SNEDDS yang optimum dibuat menjadi bentuk solid, kemudian diuji kejernihan, drug content yang terkandung, dan morfologi kristalnya.

(3)

B. Rumusan Masalah

1. Apakah campuran asam oleat, tween 20, dan propilen glikol dapat membentuk sistem SNEDDS yang homogen?

2. Apakah formula SNEDDS ketoprofen dapat membentuk nanoemulsi dengan kemampuan self-emulsifying yang baik dan stabil dalam AGF dan AIF?

3. Apakah penggunaan Aerosil dalam pembuatan solid SNEDDS ketoprofen dapat menghasilkan nanoemulsi ketoprofen?

4. Bagaimanakah morfologi serbuk solid SNEDDS ketoprofen?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui apakah campuran asam oleat, tween 20, dan propilen glikol dapat membentuk sistem SNEDDS yang homogen.

2. Mengetahui apakah formula SNEDDS ketoprofen dapat membentuk nanoemulsi dengan kemampuan self-emulsifying yang baik dan stabil dalam AGF dan AIF. 3. Mengetahui apakah penggunaan Aerosil dalam pembuatan solid SNEDDS

ketoprofen dapat menghasilkan nanoemulsi ketoprofen.

(4)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai formulasi ketoprofen dalam bentuk SNEDDS dan solid SNEDDS sehingga dapat menjadi alternatif baru dalam memformulasikan ketoprofen terutama untuk penggunaan secara oral. E. Tinjauan Pustaka 1. Ketoprofen O CH3 O OH

Gambar 1. Struktur Kimia Ketoprofen

Nama kimia ketoprofen adalah asam 2-(3-benzoilfenil) propionat dengan bobot molekul 254,3. Ketoprofen mudah larut dalam etanol, kloroform dan eter, praktis tidak larut dalam air (Depkes RI, 1995). Ketoprofen merupakan obat anti-peradangan kelompok nonsteroidal. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan berbagai penyakit muskuloskeletal kronis (Purwantiningsih dkk., 2010). Ketoprofen memiliki efek penghambatan terhadap produksi prostaglandin dan menghambat munculnya inflamasi (Lahiri dan Palit, 2012).

(5)

kali sehari (Parfitt, 1999). Dosis tertinggi ketoprofen yang direkomendasikan untuk penggunaan oral immediate release adalah 100 mg dan 200 mg untuk sediaan lepas lambat (FDA, 2010). Selain memberikan banyak aktivitas terapeutik, ketoprofen juga memberikan efek samping yang tidak diinginkan, seperti kehilangan darah, luka pada usus atau lambung dan anemia (Gabriel dkk., 1991). Ketoprofen merupakan senyawa asam lemah dengan nilai pKa sekitar 4,6. Permeabilitas ketoprofen pada usus manusia cukup tinggi sekitar 8,7 x 10-6 cm/s (Sheng dkk., 2006). Ketoprofen memiliki kelarutan dalam air yang rendah (0,13 mg mL-1 pada 25C), sehingga menjadi masalah pada formulasi dan membatasi aplikasi terapeutiknya (Kantor, 1986).

Kelarutan ketoprofen yang rendah dalam cairan lambung menyebabkan waktu tinggal ketoprofen semakin lama dalam lambung, sehingga akan memperparah efek samping yang timbul. Menurut Pol dkk. (2013), kristal NSAID yang sukar larut dalam cairan lambung akan kontak dengan dinding lambung dalam waktu yang lama sehingga meningkatkan potensi iritasi lambung. Patil dkk. (2004) pernah memformulasikan gelled SEDDS ketoprofen dengan menggunakan Capmul dan aerosil, menghasilkan emulsification time 30-50 detik dan ukuran tetesan 90-300 nm.

2. SNEDDS

Beberapa tahun terakhir, perkembangan formulasi telah terfokus pada sistem mikroemulsi berbasis lipid (lipid-microemulsion) terutama pada SEDDS, SMEDDS,

(6)

dan SNEDDS untuk meningkatkan bioavailabilitas oral obat-obat yang sukar larut air (Balakrishnan dkk., 2009b; Cui dkk., 2009; Woo dkk., 2008). SNEDDS merupakan sistem penghantaran obat yang mengandung campuran isotropik minyak, surfaktan, ko-surfaktan, dan obat yang membentuk nanoemulsi o/w secara spontan (self-emulsifying) saat dimasukkan ke dalam fase air dengan agitasi yang ringan (Nazzal dkk., 2002).

Di dalam tubuh, SNEDDS akan membentuk nanoemulsi saat kontak dengan cairan dalam saluran cerna, dan agitasi untuk proses self-emulsifying dalam GIT dibantu oleh gerakan pada lambung dan usus (Itoh dkk., 2002; Nazzal dkk., 2002). Nanoemulsi yang terbentuk memiliki ukuran tetesan kurang dari 100 nm dan meningkatkan kelarutan obat yang tidak larut air sehingga dapat membantu absorpsi obat pada saluran cerna (Han dkk., 2011). Ukuran nanoemulsi yang sangat kecil memungkinkan obat dapat melewati membran sepanjang GIT dengan cepat dan meminimalisir iritasi akibat adanya kontak antara kristal obat dengan dinding GIT (Makadia dkk., 2013). Selain itu, dengan diformulasikan dalam bentuk SNEDDS, tidak ada kontak langsung antara obat dengan dinding lambung sehingga iritasi dapat dikurangi (Pol dkk., 2013). Dengan meningkatnya kelarutan obat dalam saluran cerna, terutama lambung, maka diperkirakan waktu untuk mencapai konsentrasi obat maksimum dalam darah dapat dipersingkat, dengan kata lain sediaan SNEDDS diperkirakan akan dapat mempercepat t max.

(7)

surfaktan sebagai emulgator minyak ke dalam air melalui pembentukan dan penjaga stabilitas lapisan film antar muka, dan ko-surfaktan untuk membantu surfaktan sebagai emulgator. Syarat formulasi SNEDDS adalah harus kompatibel, aman, memiliki kapasitas pelarutan yang baik dan memiliki kemampuan self emulsifying yang baik (Han dkk., 2011). Formula SNEDDS yang optimal dipengaruhi oleh sifat fisikokimia dan konsentrasi minyak, surfaktan dan ko-surfaktan, rasio masing-masing komponen, pH dan suhu saat emulsifikasi terjadi, serta sifat fisikokimia obat (Date dkk., 2010).

Komponen utama SNEDDS adalah : a. Minyak

Fase minyak memiliki peran penting dalam formulasi SNEDDS, karena sifat fisikokimia minyak (berat molekul, polaritas dan viskositas) secara signifikan mempengaruhi spontanitas proses nanoemulsifikasi, ukuran tetesan nanoemulsi, dan kelarutan obat. Minyak yang dipilih untuk formulasi SNEDDS adalah minyak yang mampu melarutkan obat secara maksimal dan juga mampu menghasilkan nanoemulsi dengan ukuran tetesan yang diharapkan (Makadia dkk., 2013). Pada penelitian ini fase minyak yang dipakai adalah asam oleat.

Asam oleat (nama IUPAC : cis-9-octadecenoic acid, singkatan lipid 18:1 cis-9) adalah asam lemak tak jenuh (monounsaturated fatty acid) yang dapat diperoleh dari sumber nabati atau hewani, memiliki bobot molekul 282,47 g/mol dan berwarna kuning pucat atau kuning-kecoklatan (NIST, 2014). Asam oleat memiliki titik leleh

(8)

13°C dan titik didih 300°C (Sciencelab, 2014). Asam oleat merupakan penyusun lipid bilayer stratum korneum pada kulit manusia (Williams, 2003). Asam oleat dapat bertindak sebagai agen pengemulsi, sehingga dapat memperbaiki bioavailabilitas obat-obat yang sukar larut dalam air pada formulasi tablet (Kibbe, 2000). Asam oleat banyak dipilih sebagai fase minyak dalam formulasi SNEDDS karena kemampuan self-emulsifying-nya yang tinggi dan kapasitas drug loading yang besar (Kurakula dan Miryala, 2013). Kurakula dan Miryala (2013) menggunakan asam oleat, tween 80 dan Brij 30 untuk memformulasikan SNEDDS atorvastatin, dengan hasil emulsification time 70-120 detik dan rerata ukuran tetesan 150-230 nm.

OH O

Gambar 2. Struktur Kimia Asam Oleat b. Surfaktan

Pemilihan surfaktan juga merupakan faktor kritis pada formulasi SNEDDS. Karakteristik surfaktan seperti HLB (dalam minyak), viskositas dan afinitas terhadap fase minyak memiliki pengaruh yang besar pada proses nanoemulsifikasi, tempat terjadinya self-emulsification dan ukuran tetesan nanoemulsi. Surfaktan terpilih harus acceptable pada rute administrasi yang ditentukan dan juga harus sesuai dengan regulasi yang berlaku (Makadia dkk., 2013). Penambahan surfaktan dapat mengurangi tegangan antar muka sehingga dapat menghasilkan tetesan nanoemulsi

(9)

yang stabil (Costa dkk., 2012). Surfaktan yang digunakan untuk formulasi SEDDS adalah surfaktan non ionik dengan nilai HLB tinggi yang dapat membantu pembentukan tetesan emulsi o/w dengan cepat dalam media berair (Bharathi dkk., 2013). Pada penelitian ini surfaktan yang dipakai adalah tween 20.

Tween 20 atau Polyoxyethylene (20) sorbitan monolaurate adalah ester dari

polioksietilen sorbitan yang memiliki HLB 16,7 dan bobot molekul sekitar 1225 g/mol (Sigma, 2014). Tween 20 memiliki LD50 untuk tikus sebesar 36,7 mL/kg dan untuk mencit lebih dari 33 g/kg (Cayman, 2012). Kassem dkk. (2010) pernah memformulasikan SNEDDS clotrimazole dengan komposisi 10% asam oleat sebagai fase minyak, 60% tween 20 sebagai surfaktan, serta 15% PEG 200 dan 15% n-butanol sebagai ko-surfaktan menghasilkan ukuran tetesan sebesar 81 nm.

HO O O O OH O OH O O O z y x w w+x+y+z=20

Gambar 3. Struktur Kimia Tween 20 c. Ko-surfaktan

Ko-surfaktan ditambahkan pada formula SNEDDS untuk meningkatkan drug loading, mempercepat self-emulsification time, dan mengatur ukuran tetesan pada nanoemulsi (Biradar dkk., 2009; Makadia dkk., 2013). Penambahan ko-surfaktan pada formula yang mengandung surfaktan dapat meningkatkan disolusi dan absorpsi

(10)

obat pada formula yang dibuat (Han dkk., 2011). Pada penelitian ini ko-surfaktan yang dipakai adalah propilen glikol.

Propilen glikol merupakan cairan kental tidak berwarna dan transparan yang umum digunakan sebagai ko-solven (Rowe dkk., 2009). Propilen glikol memiliki HLB 3,4 dan diklasifikasikan sebagai GRAS oleh FDA Amerika Serikat sehingga dapat digunakan untuk bahan tambahan makanan, obat-obatan, dan juga kosmetik (FDA, 2014; Ansel, 2011). LD50 akut propilen glikol pada mencit adalah 22000 mg/kg dan 20000 mg/kg pada tikus (Sciencelab, 2014). Menurut WHO, asupan propilen glikol yang aman adalah sebesar 25 mg/kg BB (U.S HHS, 1997). Elnaggar dkk. (2009) memformulasikan SNEDDS tamoksifen dengan komposisi tamoksifen sitrat (1,6%), Maisine 35-1 (16,4%), Caproyl 90 (32,8%), Cremophor RH40 (32,8%) dan propilen glikol (16,4%), menghasilkan ukuran tetesan sebesar 150 nm.

CH

3

OH

OH

Gambar 4. Struktur Kimia Propilen glikol

3. Solid SNEDDS

Sistem SNEDDS yang berupa cairan (liquid SNEDDS) memiliki keterbatasan, yaitu metode manufaktur yang sulit (Nazzal dkk., 2002). Oleh karena itu, sediaan solid SNEDDS sedang dipelajari dan dipertimbangkan lebih lanjut untuk mengatasi keterbatasan liquid SNEDDS tersebut (Kang dkk., 2011). Solid SNEDDS, salah satu

(11)

bentuk sistem penghantaran obat berbasis lipid yang dibuat dengan proses pemadatan (solidification), merupakan sistem penghantaran baru yang menjanjikan bagi obat-obat yang sukar larut dalam air karena menggabungkan keunggulan liquid SNEDDS (meningkatkan kelarutan dan bioavailabilitas obat) dan keunggulan bentuk sediaan padat (stabilitas yang tinggi dan manufaktur yang lebih mudah) (Nazzal dkk., 2006; Wang dkk., 2008).

Solid SNEDDS akan menghasilkan nanoemulsi minyak dalam air (o/w nanoemulsion) dengan ukuran tetesan di bawah 200 nm dengan agitasi ringan dalam media berair (seperti di dalam cairan gastrointestinal) (Wang dkk., 2008; Tang dkk., 2008). Tetesan nanoemulsi yang berukuran nanometer ini membantu dalam proses disolusi dan absorpsi obat sehingga dapat meningkatkan keseragaman dan reprodusibilitas bioavailabilitas obat (Rao dkk., 2008). Solid SNEDDS dapat dihasilkan dengan penambahan solidifying agent. Pada penelitian ini, solidifying agent yang digunakan untuk pembuatan solid SNEDDS adalah Aerosil.

Aerosil merupakan koloidal silikon dioksida amorf anhidrat dengan tingkat kemurnian tinggi yang digunakan pada produk farmasi untuk meningkatkan karakter serbuk sebagai free-flow dan anti-caking agent (Evonik, 2014). Aerosil berupa serbuk putih tidak berbau yang memiliki titik leleh sekitar 1700°C. LD50 Aerosil pada tikus untuk penggunaan oral adalah 10000 mg/kg (Caelo, 2013). Penggunaan silikon dioksida pada makanan secara langsung atau tidak langsung dikategorikan sebagai GRAS oleh FDA (FDA, 2014). Silikon dioksida adalah salah satu carrier yang dapat

(12)

memperbaiki disolusi dengan meningkatkan pembasahan (wettability) partikel obat (Balakrishnan, 2009a). Shanmugam dkk. (2011) membuat solid SNEDDS lutein dengan menggunakan 500 mg aerosil dalam 100 mL etanol menghasilkan nanoemulsi dengan ukuran tetesan sekitar 90 nm. Seo dkk. (2013) juga pernah membuat solid SNEDDS docetaxel dengan metode spray drying menggunakan 3 gram aerosil dalam 500 ml etanol, menghasilkan nanoemulsi dengan ukuran tetesan 190 nm.

F. Landasan Teori

Ketoprofen merupakan obat anti-inflamasi golongan non-steroidal yang biasa digunakan untuk pengobatan osteoartritis dan rematoid artritis. Namun karena ketoprofen memiliki kelarutan yang sangat rendah dalam air, sehingga hal ini menjadi masalah dalam memformulasikan ketoprofen untuk aplikasi per oral. Selain itu, ketoprofen juga memiliki kelemahan yaitu adanya potensi mengiritasi lambung. Untuk itu sebagai alternatif mengatasi permasalahan tersebut, ketoprofen diformulasi menjadi bentuk SNEDDS. SNEDDS adalah bentuk sediaan yang mengandung minyak, surfaktan, dan ko-surfaktan yang dapat menghasilkan nanoemulsi secara spontan di dalam cairan gastrointestinal. Nanoemulsi yang dihasilkan memiliki tetesan berukuran sangat kecil (di bawah 100 nm), sehingga dapat membantu disolusi ketoprofen dalam lambung dan mempercepat absorpsi obat. Di dalam lambung, sistem akan melingkupi obat dan akan meminimalkan potensi iritasi lambung ketoprofen. Liquid SNEDDS memiliki keterbatasan yang perlu ditingkatkan, yaitu

(13)

terkait dengan manufakturnya yang sulit, sehingga bentuk solid SNEDDS dikembangkan sebagai salah satu alternatif. Solid SNEDDS menjadi sediaan yang menjanjikan untuk obat-obat yang sukar larut dalam air karena menggabungkan keunggulan liquid SNEDDS dan bentuk sediaan padat.

Beberapa hasil penelitian terdahulu yang menjadi dasar penelitian ini adalah penelitian Patil dkk. (2004) yang berhasil memformulasikan ketoprofen menjadi gelled SEDDS yang memiliki emulsification time kurang dari 1 menit dan ukuran tetesan yang kurang dari 100 nm. Campuran asam oleat dan tween 20 pernah digunakan oleh Kassem dkk. (2010) untuk membuat SNEDDS clotrimazole menghasilkan ukuran tetesan 81 nm. Propilen glikol digunakan Elnaggar dkk. (2009) untuk membuat SNEDDS tamoksifen menghasilkan ukuran tetesan 150 nm dan aerosil digunakan oleh Seo dkk. (2013) untuk membuat solid SNEDDS docetaxel menghasilkan nanoemulsi dengan ukuran tetesan 190 nm. Shanmugam dkk. (2011) membuat solid SNEDDS lutein yang memiliki morfologi partikel halus tanpa bentuk kristal yang mengindikasikan adsorpsi yang sempurna SNEDDS lutein di dalam pori aerosil. Berdasarkan hasil beberapa penelitian terdahulu tersebut, diperkirakan penggunaan asam oleat, tween 20 dan propilen glikol dapat digunakan untuk formulasi SNEDDS ketoprofen dan menghasilkan nanoemulsi yang baik. Penggunaan aerosil sebagai solidifying agent juga diperkirakan dapat menghasilkan solid SNEDDS ketoprofen.

(14)

G. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah :

1. Campuran asam oleat, tween 20, dan propilen glikol dapat membentuk sistem SNEDDS yang homogen.

2. Formula SNEDDS ketoprofen dapat membentuk nanoemulsi dengan ukuran tetesan kurang dari 100 nm, kemampuan self-emulsifying yang baik dan stabil dalam AGF dan AIF.

3. Penggunaan Aerosil dalam pembuatan solid SNEDDS ketoprofen dapat menghasilkan nanoemulsi ketoprofen.

4. Serbuk solid SNEDDS memiliki morfologi yang halus tanpa bentuk kristal yang mengindikasikan adsorpsi sempurna ketoprofen di dalam pori aerosil.

Referensi

Dokumen terkait

Dapat disimpulkan bahwa kompetensi dan komitmen organisasi memiliki pengaruh terhadap kinerja variabel kompetensi dan komitmen organisasi secara simultan mempunyai pengaruh

HASIL UJI RELIABILITY PENERAPAN STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN DIAGNOSA KEPERAWATAN. Case

Hal ini sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang dana desa yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara, pasal 19

Kecamatan Grabag, Purworejo. Umumnya air tanah di bagian atas mempunyai kualitas air tanah payau sampai tawar yang bersifat setempat-setempat, sedangkan di bawahnya

Sebab jika kyai abai terbadap pcrmasalahan tersebut, maka pesantren tidak lagi memiliki keberpihakan kepada umat yang lemah dan hal tersebut berdampak pada para sifat para santri

Untuk mengetahui kelimpahan beberapa megabentos, terutama yang memiliki nilai ekonomis penting dan bisa dijadikan indikator dari kesehatan terumbu karang

Hasil percobaan di lapangan tidak selalu merupakan kejadian sederhana, akan tetapi mungkin merupakan suatu kejadian sebagai kombinasi dari beberapa kejadian sederhana, atau

Komunikasi yang dilakukan pada waktu yang tepat akan membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Misalnya, bila pasien sedang menangis kesakitan, bukan waktunya untuk tenaga