• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

8 A. Intensi Berpacaran

Pada tinjauan pustaka ini akan dibicarakan terlebih dahulu definisi dari intensi, yang menjadi konsep dasar dari variabel penelitian ini. Setelah membahas mengenai definisi intensi secara umum, kemudian konsep ini akan ditinjau mengenai intensi berpacaran secara lebih lanjut. Hal ini dikarenakan hingga saat ini belum ada suatu teori yang secara spesifik mendefinisikan intensi berpacaran. Sehingga, definisi dari variabel ini didapatkan dari definisi intensi dan definisi berpacaran.

A.1. Definisi Intensi

Secara sederhana, intensi dapat diartikan sebagai tujuan atau maksud seseorang untuk berbuat sesuatu (Kartono dan Gulo, 1987). Sependapat dengan pernyataan tersebut, intensi juga dapat didefinisikan sebagai maksud, pamrih, keinginan, tujuan, suatu perjuangan guna mencapai satu tujuan, ciri-ciri yang dapat dibedakan dari proses-proses psikologi, yang mencakup referensi atau kaitannya dengan suatu objek (Chaplin, 1999).

Schiffman (dalam Barata, 2007) mengatakan bahwa intensi merupakan suatu hal yang berhubungan dengan kecenderungan seseorang memutuskan untuk melakukan perilaku yang merupakan hasil

(2)

dari suatu sikap. Sejalan dengan itu, Eagly dan Chaiken (1993) juga menjelaskan bahwa intensi merupakan kunci utama dalam memprediksikan perilaku individu dan sebagai sebuah konstruk psikologis yang menunjukan kekuatan motivasi seseorang dalam hal perencanaan yang sadar dalam usaha untuk menghasilkan perilaku yang hendak dilakukan. Warshaw dan Davis (dalam Landry, 2003) menambahkan bahwa intensi melibatkan pembuatan komitmen perilaku untuk menunjukkan suatu perilaku terlaksana atau tidak, dimana ada harapan yang diprediksikan seseorang dalam menunjukkan suatu tindakan bahkan ketika komitmen belum dibuat.

Dari berbagai definisi intensi yang dipaparkan di atas, maka definisi utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah definisi yang diungkapkan oleh Schiffman yaitu intensi merupakan merupakan suatu hal yang berhubungan dengan kecenderungan seseorang memutuskan untuk melakukan perilaku yang merupakan hasil dari suatu sikap.

A.2. Definisi Intensi Berpacaran

Pada penelitian ini, intensi yang hendak diukur adalah intensi berpacaran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berpacaran merupakan suatu perilaku berkasih dengan pasangan atau pacar. DeGenova & Rice (2005) mengungkapkan bahwa pacaran adalah menjalani sebuah hubungan yang terdiri dari dua individu yang bersama-sama melakukan berbagai aktivitas untuk saling mengenal satu bersama-sama lain. Hal ini sejalan dengan Bird dan Melville (1994) yang

(3)

mendefinisikan bahwa berpacaran merupakan suatu proses yang bersifat formal yang bertujuan untuk memilih pasangan hidup oleh dua orang individu.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa intensi berpacaran merupakan hal yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang yang berpengaruh pada keputusannya melakukan suatu hubungan dengan tujuan untuk memilih pasangan hidup yang dilakukan oleh dua orang individu.

A.3. Komponen Intimasi Yang Berkaitan Dengan Intensi Berpacaran Jika berbicara mengenai intimasi, maka jawabannya bergantung dengan orang yang ditanyakan karena intimasi adalah konsep yang memiliki banyak komponen yang berbeda-beda (Prager & Roberts, 2004, dalam Miller, 2012). Namun Marston et al (1998) dan Ben-Ari & Lavee (2007) (dalam Miller, 2012) berpendapat bahwa berpacaran setidaknya terdiri atas 6 komponen yang spesifik, yaitu :

1. Knowledge (pengetahuan)

Adanya keinginan untuk saling membagikan informasi mengenai masa lalu (kisah hidup), preferensi, perasaan, dan informasi apapun mengenai dirinya yang tidak ingin diungkapkan kepada orang lain selain pasangan.

2. Caring (kepedulian)

Adanya keinginan untuk menunjukkan kepedulian satu sama lain, rasa kasih dan sayang kepada pasangan jauh lebih besar dibandingkan kepada orang lain. Keintiman dalam hubungan akan

(4)

meningkat ketika mempercayai bahwa pasangan mengerti dan menghargainya.

3. Interdependence (ketergantungan)

Adanya keinginan untuk bergantung dengan pasangan, saling membutuhkan, dan saling mempengaruhi satu sama lain diberbagai sisi dalam jangka waktu yang lama.

4. Mutuality (kebersamaan)

Adanya perasaan dimana satu sama lain menganggap diri mereka adalah satu dan menganggap diri mereka sebagai ‘kita’ bukan ‘aku’ dan ‘dia’.

5. Trust (kepercayaan)

Adanya keinginan untuk saling percaya dan berharap bahwa pasangannya akan memperlakukan satu sama lain secara adil dan terhormat. Dan berharap pasangan menjadi lebih responsif terhadap apa yang mereka butuhkan serta peduli akan kesejahteraan mereka. 6. Commitment (keterikatan)

Adanya pengharapan bahwa hubungan yang terjalin dapat terus berlanjut tanpa batas waktu, dapat meluangkan waktu, tenaga, juga pendapatan yang nantinya akan diperlukan untuk keperluan atas tujuan masa depan.

(5)

A.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensi Berpacaran

DeGenova & Rice (2005) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan individu menjalin hubungan berpacaran, yaitu:

1. Bentuk rekreasi

Alasan banyak orang berpacaran agar dapat bersantai dan memperoleh kesenangan, menikmati diri sendiri, dan menjadi salah satu bentuk dari hiburan.

2. Proses sosialisasi

Dengan adanya hubungan berpacaran, individu akan mendapat kesempatan untuk mempelajari keahlian-keahlian sosial, akan terjadi interaksi dimana individu akan berusaha untuk saling tolong menolong dengan pasangannya, maupun dengan orang lain yang mampu meningkatkan seni dalam berbicara, bekerja sama, dan memberikan perhatian kepada orang lain.

3. Memberikan pertemanan, persahabatan, dan keintiman pribadi Banyak individu dengan berpacaran akhirnya terdorong untuk lebih mengembangkan kedekatan dan hubungan yang intim dengan individu lainnya.

4. Berkontribusi untuk pengembangan kepribadian

Dengan menjalin hubungan dengan orang lain, individu dapat menjadikan hal ini sebagai salah satu cara untuk mengembangkan identitas dirinya. Kesuksesan individu dalam memiliki pengalamn

(6)

berpacaran memiliki kontribusi dalam perkembangan kepribadiannya, karena hubungan tersebut memberi rasa keamanan dan perasaan dihargai oleh orang lain.

5. Memberikan kesempatan untuk mencoba peran gender

Peran gender dapat dipraktekkan secara nyata dengan pasangan ketika seorang individu dalam hubungan berpacaran. Dengan berpacaran membantu individu mengetahui dan belajar berbagai peran gender ketika menjalin suatu hubungan dekat.

6. Cara untuk memenuhi kebutuhan akan cinta dan kasih sayang

Kebutuhan akan kasih sayang merupakan salah satu motif utama seseorang memutuskan untuk menjalin hubungan berpacaran.

7. Cara menyeleksi pasangan hidup

Seorang individu akan memilih pasangan hidup yang memiliki kecocokan yang baik. Dengan berpacaran, individu dapat melakukan proses penyeleksian apakah pasangan mereka memiliki kecocokan yang baik atau tidak agar hubungan yang terjalin akan membentuk hubungan yang saling memuaskan.

8. Memberikan kesempatan bagi pencobaan dan kepuasan seksual Menjalin hubungan berpacaran cenderung berorientasi seksual, hal ini terlihat dari adanya peningkatan jumlah pasangan berpacaran yang tertarik melakukan hubungan intim.

(7)

B. Celebrity Worship

B.1. Definisi Celebrity Worship

Raviv (1996) menyatakan bahwa pemujaan (worship) merupakan salah satu dimensi dari perilaku mengidolakan seseorang, selain modeling. Sedangkan idola adalah individu yang memiliki beberapa hal yang diapresiasikan oleh para fans-nya, baik berupa bakat, prestasi, maupun fisik yang menarik (Yue dan Cheung, 2000). McCutcheon, Ashe, Houran, dan Maltby (2003) mendefinisikan celebrity worship sebagai suatu bentuk interaksi semu individu terhadap idola dan membuatnya terobsesi akan idolanya tersebut.

B.2. Tipe Celebrity Worship

Maltby dkk (2006) membagi celebrity worship ke dalam tiga tipe, yaitu : a. Entertainment-social value

Tipe ini merefleksikan sejauh apa fans melihat idolanya sebagai sumber kesenangan dan sarana agar dapat berinteraksi sosial dengan orang lain. Tipe ini sejalan dengan observasi yang dilakukan oleh Stever (2001) yang menyatakan bahwa fans tertarik pada idolanya disebabkan oleh kemampuan idola dalam menghibur dan menarik perhatian para fans.

b. Intense-personal feeling

Tipe ini direfleksikan dengan adanya perasaan yang intensif dan kompulsif terhadap idolanya sehingga mendorong fans memiliki kebutuhan mencari tahu dan mengikuti berbagai informasi

(8)

perkembangan idolanya dikarenakan keinginan pribadi untuk melakukannya. Ketika fans memiliki intensitas yang tinggi dalam memuja idolanya, maka fans akan mulai melihat idola sebagai seseorang yang dianggap dekat dengannya. Hal ini menyebabkan berkembangnya hubungan parasosial dengan idola mereka.

Menurut Horton dan Whol (1956) bahwa hubungan parasosial merupakan hubungan tatap muka fans dengan idolanya melalui perantara media dimana fans menganggap seolah-olah idola merupakan orang yang dekat dengannya dan berada pada lingkungan yang sama. Hubungan ini merupakan hubungan yang diimajinasikan oleh fans terhadap sosok idolanya dan hanya bersifat satu arah saja. c. Borderline-pathological tendency

Adanya perilaku menyimpang pada pemujaan seorang fans terhadap idolanya yang menyebabkan adanya pemikiran yang tidak logis dan tidak terkontrol bahkan sampai melanggar hukum yang berlaku. Hubungan parasosial pada tipe ini telah memasuki tingkat terparah.

C. Fangirl

Menurut Lewis (1992), fans adalah seseorang yang rela memakai atribut yang berhubungan dengan idolanya, mengantre tiket konser idola, dan mengetahui berbagai hal tentang idolanya. Sedangkan pendapat lain yang dikemukakan oleh Hill (2002) menyatakan seseorang yang terobsesi terhadap artis, selebriti, film, acara di televisi, band, dan sebagainya,

(9)

disebut sebagai fans. Para penggemar biasanya menamai diri mereka sebagai fangirl bagi perempuan dan fanboy bagi laki-laki.

Jadi, fangirl adalah seseorang berjenis kelamin perempuan yang terobsesi dan melakukan berbagai hal demi idolanya.

D. Dewasa Awal

Hurlock (1999) menyatakan bahwa masa dewasa awal dimulai sejak usia 18 tahun hingga 40 tahun. Sedangkan Santrock (2002) mengatakan bahwa tahap ini individu akan mulai bekerja dan menjalin hubungan dengan lawan jenis, dan terkadang juga akan membagi sedikit waktunya dengan kegiatan-kegiatan lain.

E. Hubungan Celebrity Worship Dengan Intensi Berpacaran

Ketika seseorang memutuskan untuk melakukan suatu hal, terdapat prediktor dalam menentukan perilaku tersebut yang disebut intensi. Intensi adalah hal yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang dalam melakukan suatu perilaku (Schiffman, dalam Barata, 2007). Hal ini juga berlaku pada keputusan untuk berpacaran. Intensi berpacaran adalah hal yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang dalam memutuskan untuk melakukan sebuah hubungan romantis yang bertujuan memilih pasangan.

(10)

Intensi berpacaran berkaitan dengan enam komponen intimasi yang saling mempengaruhi satu sama lain dan memiliki peran dalam memutuskan untuk berpacaran. Komponen tersebut yaitu knowledge, caring, interdependence, mutuality, trust, dan commitment (Marston et al, 1998, Ben-Ari & Lavee, 2007, dalam Miller, 2012).

Jika ditinjau dari masing-masing komponen, knowledge akan terpenuhi ketika seseorang sudah dapat saling berbagi informasi pribadi tentang diri mereka yang tidak diceritakan kepada semua orang (Marston et al, 1998, Ben-Ari & Lavee, 2007, dalam Miller, 2012). Saling berbagi informasi merupakan suatu bentuk keintiman pribadi karena hanya dibagikan kepada orang-orang tertentu saja yang dianggap dekat dengannya. Keintiman pribadi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi individu memutuskan untuk menjalin hubungan pacaran (DeGenova & Rice, 2005).

Ditinjau dari komponen selanjutnya yaitu caring, komponen ini akan terpenuhi ketika individu saling memiliki rasa peduli dan kasih sayang yang dapat diberikan kepada seseorang yang jauh lebih besar dibandingkan untuk orang lain (Marston et al, 1998, Ben-Ari & Lavee, 2007, dalam Miller, 2012). Apabila individu mendapatkan curahan kasih sayang dan kepedulian dari orang lain, maka hal ini dapat dijadikan salah satu cara dalam pemenuhan cinta dan kasih sayang yang merupakan faktor yang mempengaruhi keputusan individu untuk menjalin hubungan pacaran (DeGenova & Rice, 2005).

(11)

Ditinjau dari komponen interdependence yaitu individu merasa saling bergantung satu sama lain, saling membutuhkan, dan saling mempengaruhi (Marston et al, 1998, Ben-Ari & Lavee, 2007, dalam Miller, 2012). Hal ini juga merupakan bentuk dari keintiman dan proses sosialisasi, yang merupakan faktor yang mempengaruhi keputusan seseorang menjalin hubungan pacaran (DeGenova & Rice, 2005).

Apabila ditinjau dari komponen mutuality dimana individu bertindak sebagai ‘kita’ bukan ‘aku’ dan ‘dia’ bersama dengan individu lainnya (Marston et al, 1998, Ben-Ari & Lavee, 2007, dalam Miller, 2012). Adanya rasa kebersamaan ini dapat menjadi proses sosialisasi bagi individu tersebut. Proses sosialisasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keputusan individu untuk menjalin hubungan pacaran (DeGenova & Rice, 2005).

Ditinjau dari komponen trust, yaitu adanya rasa saling percaya satu sama lain dan berharap pasangannya memperlakukan mereka secara adil dan terhormat (Marston et al, 1998, Ben-Ari & Lavee, 2007, dalam Miller, 2012). Hal ini dapat menjadi sebuah sarana dalam mengembangkan kepribadian individu. Individu dapat belajar untuk mempercayai, bersikap adil, dan menghormati orang lain. Pengembangan kepribadian merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan seseorang untuk menjalin hubungan pacaran (DeGenova & Rice, 2005).

Dan jika ditinjau dari komponen terakhir, commitment merupakan ikatan yang membuat seseorang merasa memiliki pengharapan akan masa

(12)

depan hubungan yang terjalin (Marston et al, 1998, Ben-Ari & Lavee, 2007, dalam Miller, 2012). Dengan melihat bagaimana individu menjalankan komitmen yang dipegangnya, maka kita dapat melihat kesungguhan dari individu tersebut sehingga dapat dijadikan cara untuk menyeleksi pasangan hidup. Menjadi salah satu cara menyeleksi pasangan juga termasuk ke dalam faktor yang mempengaruhi keputusan individu untuk menjalin hubungan pacaran (DeGenova & Rice, 2005).

Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa seorang individu tidak dapat hidup seorang diri. Setiap individu pasti membutuhkan individu yang lain dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk mencari pasangan hidup (Maududi, 2012). Pencarian pasangan hidup ini dapat dilakukan dengan cara berpacaran.

Namun, ketika seorang fans telah memiliki keterikatan yang merupakan hasil dari pemujaannya terhadap idola (celebrity worship), maka beberapa faktor yang disebutkan di atas seakan menjadi terpenuhi. Celebrity worship terdiri dari tiga tipe yaitu entertainment-social value, intense-personal feeling, dan borderline-pathological tendency (Maltby dkk, 2006).

Ditinjau dari masing-masing tipe, entertainment-social value adalah tipe dimana fans terus melakukan pencarian informasi secara aktif mengenai idolanya sebagai sumber kesenangan dan sarana untuk berinteraksi sosial dengan orang lain (Maltby dkk, 2006). Pada tipe ini, informasi mengenai idola dijadikan sarana untuk menjalin interaksi

(13)

dengan orang lain. Nilai sosial yang dimiliki oleh fans membuatnya menjalin interaksi dengan orang lain sebagai bentuk hiburan baginya juga sebagai proses bersosialisasi dengan orang lain. Kedua hal ini masuk ke dalam faktor yang mempengaruhi keputusan individu untuk berpacaran (DeGenova & Rice, 2005). Hal ini dapat mempengaruhi keputusan individu dikarenakan adanya kesempatan yang mengarah kepada kemungkinan individu untuk berpacaran.

Ditinjau dari tipe kedua, intense-personal feeling adalah tipe dimana fans memiliki perasaan intensif dan kompulsifnya terhadap idolanya yang mendorong fans memiliki kebutuhan mengetahui berbagai informasi terkait dengan idolanya (Maltby dkk, 2006). Apabila fans telah mengetahui berbagai hal mengenai sang idola, pemujaan fans terhadap idola akan semakin intens dan menyebabkan terjadi hubungan parasosial. Ketika hubungan parasosial telah terbentuk, maka fans akan menganggap idola sebagai orang yang dekat dengannya sehingga fans memberikan kasih sayang dan kepeduliannya hanya kepada idola (Horton dan Wohl, 1956). Jika dikaitkan dengan faktor yang mempengaruhi keputusan individu untuk berpacaran, dengan adanya hal ini, maka fans merasa kebutuhan kasih sayang telah dipenuhi oleh idolanya, dan telah terbentuk keintiman pribadi yang dirasakan fans pada idolanya. Hal ini dapat menghambat fans dalam memutuskan untuk menjalin hubungan pacaran.

Ditinjau dari tipe ketiga, borderline-pathological tendency, fans akan rela melakukan apapun demi sang idola dikarenakan pada tipe ini

(14)

telah terjadi penyimpangan perilaku pemujaan terhadap sang idola yang menyebabkan fans mulai berpikiran yang tidak logis dan tidak terkontrol (Maltby dkk, 2006). Pada tipe ini hubungan parasosial yang dimiliki fans dengan idolanya telah parah yang membuatnya semakin sulit menerima orang lain untuk menjadi pasangannya dalam suatu hubungan berpacaran karena baginya idola adalah segalanya dan rela berbuat apapun demi idola. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dilihat bagaimana hubungan ketiga tipe celebrity worship yang berkaitan dengan intensi berpacaran fangirl, khususnya pada fangirl dewasa awal karena pada tahapan perkembangan usia awal, karena pada usia ini seharusnya fans sudah memfokuskan diri terhadap hubungan sosial untuk menghindari diri dari kemungkinan negatif pada kesejahteraan emosi dan psikologis yang dapat timbul apabila fans tidak menemukan sosok yang dapat dijadikan pasangan hidupnya.

F. Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :

1. Ada hubungan antara entertainment-social value, intense-personal feeling, dan borderline-pathological tendency dengan intensi berpacaran pada fangirl K-Pop.

2. Ada hubungan positif antara entertainment-social value dengan intensi berpacaran pada fangirl K-Pop.

(15)

3. Ada hubungan negatif antara intense-personal feeling dengan intensi berpacaran pada fangirl K-Pop.

4. Ada hubungan negatif antara bordeline-pathological tendency dengan intensi berpacaran pada fangirl K-Pop.

Referensi

Dokumen terkait

Melaksanakan  Algoritma  berarti  mengerjakan  langkah‐langkah  di  dalam  Algoritma  tersebut.  Pemroses  mengerjakan  proses  sesuai  dengan  algoritma  yang 

percaya, ketika melakukan ritual-ritual tertentu, arwah nenek moyang masuk ke dalam wayang sehingga mereka bisa berkomunikasi dengan arwah-arwah nenek moyang mereka.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kecamatan Sokaraja yaitu dari penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian dan

1) Biaya pendidikan untuk level yang ditempuh sebesar Rp1.650.000 (satu juta enam ratus lima puluh ribu rupiah) sesuai ketentuan Pimpinan Pusat.. OIAA di Kairo. Biaya itu

Rumusan masalah kedua tentang jenis masalah apa yang paling menonjol dari masing-masing program studi Fakultas Teknik Universitas Negeri Surabaya.. Jawaban dari

Menurut (Muawanah & Poernawati, 2015:407) “Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau

sumber data adalah perannya dalam pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan sastra Jawa modern. Adapun alasan pemilihan cerkak DPBLL sebagai objek penelitian adalah

Keenam; Pasal 33 tidak melarang usaha orang seorang (non pemerintah),yaitu usaha swasta dalam negeri dan asing untuk usaha- usahaperekonomian yang tidak penting bagi negara atau