• Tidak ada hasil yang ditemukan

Finger Print Differences among Down Syndrome and Normal Children at Purwokerto City

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Finger Print Differences among Down Syndrome and Normal Children at Purwokerto City"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Perbedaan Pola Sidik Jari Anak Sindrom Down dan

Anak-Anak Normal di Purwokerto

Finger Print Differences among Down Syndrome and Normal Children at

Purwokerto City

Rangga Bagus Irawan1, Lantip Rujito1*, Miko Ferine1, Zaenuri Syamsu Hidayat1,2

ABSTRACT

Background: Dermatoglyphics is not only used to learn criminal identification, but also to learn chromosome abnormalities e.g Down syndrome (trisomy 21). The goal of this study was to understand the variation and distribution and the difference in dermatoglyphics and Total Ridge Count (TRC) between Down syndrome children and normal children at Purwokerto.

Design and Method: This was an observational analytic study with cross sectional study design. In this study, 148 subjects were divided into 2 groups of 74 persons each. Chi-Square and Mann-Whitney test were used for the data analysis

Result: The results showed that the highest mean percentage of dermatoglyphics in Down Syndrome children and normal children were loop ulna (63.4%) and whorl (37.1%) respectively. There was a significant difference in the distribution of loop ulna (p=0,000), whorl (p=0,001) and arch (p=0,000) between normal and down syndrom children but not with the radial loop (p=0,691). The mean of total ridge count for Down Syndrome children (144.1) was higher compared to the normal children (100.5). An alternative Mann-Whitney test on the Total Ridge Count test showed a significance difference (p=0.000).

Conclusion: There was a significant difference in the distribution of loop ulna, whorl, arch and Total Ridge Count between Down syndrome and Normal children at Purwokerto City (Sains Medika, 2(2):106-116).

Key words: dermatoglyphics, Down Syndrome, normal children.

ABSTRAK

Pendahuluan: Pola sidik jari tidak hanya digunakan untuk mengidentifikasi tindak kejahatan, tetapi dapat juga digunakan untuk menidentifikasi kelainan kromosom seperti Sindrom Down (trisomi 21). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui variasi, perbedaan distribusi pola sidik jari dan perbedaan jumlah sulur ujung jari pada anak-anak Sindrom Down dan anak-anak normal di Purwokerto.

Metode Penelitian: Metode yang digunakan pada penelitian adalah observasi analitik dengan cross sectional study sebagai desain penelitian. Sampel penelitian berjumlah 148 dengan 2 kelompok subjek penelitian yang masing-masing berjumlah 74 orang. Analisis data menggunakan uji Chi-Square serta uji alternatif Mann-Whitney test.

Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata presentase tertinggi pola sidik jari pada penderita Sindrom Down adalah loop ulna (63,4%), sedangkan pada anak normal adalah whorl (37,1%). Terdapat perbedaan rerata yang bermakna dari distribusi pola loop ulna (p=0,000), whorl (p=0,001)dan

arch (p=0,000), sedangkan untuk loop radial (p=0,691) tidak menunjukkan perbedaan rerata yang bermakna kedua tanganantara penderita Sindrom Down dengan anak normal. Rata-rata jumlah sulur ujung jari pada penderita Sindrom Down di SLB C YAKUT Tanjung (144,1) lebih tinggi dibandingkan anak normal di SD KRANJI I Purwokerto (100,5) dengan uji alternatif Mann –Whitney test berbeda nyata pada

p = 0,000.

Kesimpulan: Terdapat perbedaan pola sidik jari ulna, whorl, arch, dan jumlah sulur di antara anak dengan Sindrom Down dan anak normal di Purwokerto (Sains Medika, 2(2):106-116).

Kata kunci : pola sidik jari, Sindrom Down, anak normal.

Medical Faculty of Jendral Soedirman University, Purwokerto Jl. dr Gumbreg No.1 Purwokerto Telp. 0281-641522

Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Margono Soekardjo Purwokerto E-mail : l.rujito@unsoed.ac.id

1

(2)

PENDAHULUAN

Dermatoglifi atau pola sidik jari adalah gambaran sulur-sulur dermal yang

pararel pada jari-jari tangan dan kaki, serta telapak tangan dan telapak kaki. Gambaran

sulur-sulur dermal ini ditentukan oleh banyak gen yang pengaruhnya saling menambah

dan mungkin beberapa diantaranya bersifat dominan dan tidak dipengaruhi oleh faktor

luar sesudah lahir (Graham dan Burns, 2005). Dermatoglifi telah lama digunakan di

kepolisian dan kedokteran kehakiman sebagai alat identifikasi. Pembentukan pola sangat

kuat ditentukan secara genetik, sehingga para ilmuwan mengembangkan dermatoglifi

sebagai alat dalam mendiagnosis penyakit genetik. Hal ini terkait dengan beberapa

bukti bahwa pada orang-orang yang mengalami kelainan genetik ternyata memiliki

dermatoglifi yang khas dan berbeda dengan orang normal (Soma, 2005).

Saat ini, pola guratan-guratan sidik jari tidak hanya digunakan untuk

mengidentifikasi pelaku-pelaku kejahatan, tetapi juga bermanfaat dalam bidang

kedokteran klinik (Emery, 1992). Sidik yang diperoleh dari ujung jari-jari, telapak tangan

serta telapak kaki sering menunjukkan pola abnormalitas yang khas pada kelainan

kromosom, sehingga dapat membantu penegakkan diagnosa.

Salah satu kelainan kromosom itu adalah Sindrom Down (trisomi 21) yang

disebabkan adanya tiga kromosom nomor 21 di dalam sel tubuh penderita yang terjadi

akibat peristiwa gagal berpisah (non disjunction) kromosom 21 pada saat terjadi

pembelahan sel atau pembentukan sel kelamin (Hartono et al., 2001). Diagnosa Sindrom

Down selain ditegakkan berdasarkan ciri-ciri klinis dan pemeriksaan sitogenetik, dapat

juga ditunjang dengan pemeriksaan dermatoglifi (Pai, 1992).

Penelitian mengenai pola sidik jari telah banyak dilakukan, antara lain oleh

Rosida dan Panghiyangani (2006). Penelitian tersebut melakukan pemeriksaan mengenai

dermatoglifi pada jari dan telapak tangan penderita Sindrom Down. Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa terdapat keempat tipe pola utama (loop ulna, loop radial,

whorl dan arch) dengan frekuensi tertinggi tipe loop ulna (75,85%), dan jumlah sulur

rata-rata pada penderita Sindrom Down adalah 158.

Penelitian lain yang pernah dilakukan oleh Panghiyangani et al. (2006),

membuktikan bahwa pola sidik jari pada Suku Dayak mempunyai gambaran loop ulna

(3)

Saat ini, informasi tentang penderita Sindrom Down di Kabupaten Banyumas

sangat kurang. Sindrom Down dianggap sebagai suatu penyakit sosial dalam masyarakat,

sehingga takut untuk dikucilkan bila salah satu anggota keluarganya menderita

keterbelakangan mental tersebut. Oleh karena itu, penulis memutuskan untuk melakukan

penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan variasi gambaran pola sidik

jari dan jumlah total sulur pada ujung jari penderita Sindrom Down yang bersekolah di

SLB C YAKUT Tanjung dan anak normal di SD Kranji I Purwokerto dan juga diharapkan

dapat digunakan sebagai upaya pengenalan awal dan dapat dilakukan sebagai tindakan

skrining awal terhadap penyakit yang berhubungan dengan faktor genetik dalam hal ini

Sindrom Down.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian survey analitik (non eksperimental).

Rancangan penelitian dalam penelitian ini adalah cross sectional study terhadap penderita

Sindrom Down yang didapat dari lokasi tertentu yaitu di SLB C YAKUT Tanjung (total

sampling) dan anak normal di SD Kranji I Purwokerto dengan penentuan sampel secara

acak (simple random sampling) melalui pengamatan pola sidik jari mereka.

Subjek penelitian ini terdiri dari 2 kelompok yang masing-masing kelompok

jumlahnya sama, yaitu : 1. Penderita Sindrom Down dengan jumlah 74 siswa yang

bersekolah di SLB C YAKUT Golongan C1 Tanjung yang memenuhi kriteria klinis dari

penyakit Sindrom Down dengan kriteria inklusi meliputi, anak-anak penderita Sindrom

Down di SLB C YAKUT Tanjung dan berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Kriteria

eksklusi meliputi, terdapat cacat pada salah satu jari atau lebih yang dapat merusak

pola sidik jari dan menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian. 2. Anak normal :

sebanyak 74 orang yang diperoleh secara acak dari siswa yang bersekolah di SD Kranji

I Porwokerto. Kriteria inklusi meliputi, anak-anak normal di SD Kranji I Purwokerto,

bersekolah tingkat SD, dan berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Kriteria eksklusi

meliputi, terdapat cacat pada salah satu jari atau lebih yang dapat merusak pola sidik

jari dan menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian.

Variabel penelitian meliputi variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas

(4)

di SD Kranji I Purwokerto. Variabel terikat meliputi pola sidik jari (pola loop, pola arch,

pola whorl) dan jumlah sulur ujung jari.

Alat dan bahan yang digunakan adalah tinta sampel berwarna ungu, kertas buffalo

tipis berwarna putih, bak stempel, kaca pembesar, lap kering, dan sabun.

Data berupa gambaran pola sidik jari dari subjek penelitian didapatkan dengan

menempelkan kedua tangan yang telah dibubuhi tinta ungu (melalui bak stempel) pada

kertas yang disediakan, kemudian gambar yang telah didapat, diamati langsung terhadap

pola sidik jari (pola loop, arch dan whorl) dan penghitungan jumlah total sulur ujung jari

pada penderita Sindrom Down dan anak normal dengan bantuan kaca pembesar dibawah

bimbingan dan bantuan dari pihak yang berkompeten dalam hal ini Kepolisian dari

POLRES Banyumas Sektor Kriminalitas.

Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis

univariat digunakan untuk melihat distribusi dan presentase dari tiap variabel. Analisis

bivariat untuk mengetahui ada tidaknya persamaan dan perbedaan pola sidik jari pada

anak-anak sindrom down di SLB C YAKUT Tanjung dan anak-anak normal di SD Kranji I

Purwokerto. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan antar variabel tersebut.

Analisis dilakukan dengan analisis uji statistik non parametrik chi-square untuk

menganalisis perbedaan distribusi pola sidik jari masing-masing tangan pada penderita

Sindrom Down di SLB C YAKUT Tanjung dan masing-masing tangan pada anak normal di

SD Kranji I Purwokerto, dengan analisis T tidak berpasangan (independent T-test) untuk

menganalisis perbedaan rata-rata jumlah sulur ujung jari pada penderita Sindrom Down

di SLB C YAKUT Tanjung dengan anak normal di SD Kranji I Purwokerto. Analisis uji Fisher

sebagai uji alternatif apabila terdapat data yang tidak memenuhi persyaratan

digunakannya uji chi-square dan analisis Mann-Whitney test sebagai uji alternatif apabila

terdapat data yang tidak memenuhi persyaratan digunakannya uji T tidak berpasangan

(independent T-test).

HASIL PENELITIAN

Subjek penelitian ini terbagi atas dua kelompok yaitu kelompok penderita Sindrom

Down di SLB C YAKUT dan kelompok anak normal di SD Kranji I Purwokerto yang

(5)

perempuan dan 50 orang laki-laki, yang terdiri atas 8 orang sekolah luar biasa tingkat

menengah, 9 orang tingkat lanjut, 55 orang tingkat dasar dan 2 orang tingkat TK. Kelompok

anak normal terdiri dari 41 orang perempuan dan 33 orang laki-laki. Subjek penelitian

yang diambil yaitu 40 orang siswa kelas 1 dan 34 orang siswa kelas 2. Diagram distribusi

frekuensi pola sidik jari dan jumlah sulur ke sepuluh jari pada penderita Sindrom Down

dan kelompok anak normal berdasarkan hasil pengambilan data penelitian dapat dilihat

pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram batang distribusi pola sidik jari pada penderita sindrom down

Hasil penelitian berupa distribusi pola sidik jari pada penderita Sindrom Down

di SLB C YAKUT Tanjung, distribusi pola loop ulna lebih banyak pada tangan kiri (66,6%)

daripada tangan kanan (60%), sedangkan untuk loop radial lebih banyak berdistribusi

pada tangan kanan (4,2%) daripada tangan kiri (1,6%). Whorl juga lebih banyak pada

tangan kanan (27,6%) daripada tangan kiri (21,8%). Distribusi pola arch lebih banyak

terdapat pada tangan kiri (10%) daripada tangan kanan (8,2%). Presentase rata-rata

distribusi pola sidik jari yang paling tinggi adalah loop ulna 63,4%, whorl sebesar 24,7%,

lalu arch sebesar 9,1%, dan presentase rata-rata yang paling rendah adalah loop radial

sebesar 2,8%.

Pola sidik jari pada anak normal di SD Kranji I Purwokerto distribusi whorl lebih

banyak pada tangan kiri (38,4%) daripada tangan kanan (35,7%), sedangkan untuk pola

loop ulna lebih banyak pada tangan kanan (37,6%) daripada tangan kiri (34,3%) dan arch

60%

Loop Ulna Loop Radial Whorl Arch

(6)

memiliki presentase distribusi paling banyak pada tangan kiri (25,9%) daripada tangan

kanan (24,3%). Pola loop radial lebih banyak terdistribusi pada tangan kanan (2,4%)

daripada tangan kiri (1,4%) (Gambar 2). Urutan distribusi frekuensi rata-rata yang terlihat

pada adalah whorl sebesar 37,1%, loop ulna 35,9%, lalu arch sebesar 25,1%, dan presentase

rata-rata yang paling rendah adalah loop radial sebesar 1,9%.

Gambar 2. Diagram batang distribusi pola sidik jari pada kelompok anak normal

Hasil perhitungan jumlah sulur pada ujung jari penderita Sindrom Down dan

anak normal dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah sulur pada penderita Sindrom Down

adalah 144,1 (Gambar 3), sedangkan rata-rata jumlah sulur pada anak normal sebesar

100,5. Data ini memperlihatkan bahwa rata-rata jumlah sulur ujung jari pada penderita

Sindrom Down lebih tinggi dibandingkan anak normal.

Gambar 3. Diagram Batang Rata-Rata Jumlah Sulur Ujung Jari Pada Penderita Sindrom Down dan Anak Normal

Hasil analisis data penelitian didapatkan hasil 0,000 untuk loop ulna dan arch,

dan 0,001 untuk whorl, serta untuk loop radial sebesar 0,691. Tabel 1 menunjukkan

bahwa terdapat perbedaan rerata yang bermakna (p<0,05) dari distribusi pola loop

144.1

Loop Ulna Loop Radial Whorl Arch

(7)

ulna, whorl dan arch, sedangkan untuk loop radial tidak menunjukkan perbedaan rerata

yang bermakna (p>0,05) kedua tanganantara penderita Sindrom Down dengan anak

normal.

Tabel 1. Hasil analisis statistik dari perbedaan distribusi pola loop ulna, loop radial,

whorl dan arch kedua tangan antara penderita Sindrom Down dengan anak

normal

Analisis perbedaan rata-rata jumlah sulur pada ujung jari penderita Sindrom

Down di SLB C YAKUT Tanjung dengan anak normal di SD KRANJI I Purwokerto, menggunakan

uji T tidak berpasangan (Independentsample T-test). Hasilnya menunjukkan sebaran

data tidak normal sehingga digunakan uji alternatif yaitu menggunakan uji Mann-Whitney

test. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini adalah 0,000 sehingga perbedaan rerata

antara dua kelompok dikatakan bermakna (p<0,05).

PEMBAHASAN

Malformasi dari karakteristik dermatoglifi dapat berasal dari beberapa faktor

yang terjadi selama perkembangan fetus, termasuk toksin, virus, atau mutasi genetik.

Efek yang disebabkan oleh faktor-faktor tersebut tergantung pada intensitas, durasi dan

tipe dari stressor dan juga ketahanan genetik organisme tersebut (Avila, et al., 2003).

Gambar 4 memperlihatkan bahwa gangguan yang terjadi pada pertengahan

sampai akhir trimester pertama akan mengakibatkan perubahan pada pola dermatoglifi

seseorang. Gangguan ini sedikit banyak berhubungan dengan periode perkembangan

otak, sehingga pola dermatogifi berhubungan dengan gangguan retardasi mental. Variasi

pola dermatoglifi yang merupakan hasil gabungan antara pengaruh genetik dan

lingkungan prenatal, menunjukkan perbedaan antara satu spesies dengan spesies lainnya

(Schaumann dan Alter, 1976). Gangguan proliferasi sel epitel epidermis, tekanan pada

(8)

pasokan oksigen, dan gangguan proses keratinisasi saat pertumbuhan embrio dapat

mempengaruhi variasi dermatoglifi. Gangguan-gangguan tersebut akan sangat nyata

pengaruhnya bila terjadi pada kehamilan sebelum berumur 19 minggu (Cheryl et al.,

1994).

Gambar 4. Periode morfogenesis dermatoglifi

Hasil penelitian berupa distribusi jumlah pola sidik jari pada penderita Sindrom

Down di SLB C YAKUT Tanjung dan anak normal di SD Kranji I Purwokerto, didapatkan

data yang mendukung hipotesis yang diajukan oleh penulis yaitu terdapat perbedaan

pola sidik jari pada penderita Sindrom Down dengan anak normal, dimana frekuensi

gambaran loop ulna pada sidik jari penderita Sindrom Down meningkat dibandingkan

dengan anak normal. Hasil pada penelitian ini, jumlah pola sidik jari pada penderita

Sindrom Down dengan presentase rata-rata tertinggi adalah loop ulna sebesar 63,4%

(tangan kanan 60% dan kiri 66,6%), sedangkan presentase rata-rata loop ulna pada

anak normal sebesar 35,9% (tangan kanan 37,6% dan kiri 34,3%). Hasil ini sesuai dengan

hasil penelitian-penelitian yang pernah dilakukan, seperti penelitian oleh Rosida dan

Panghiyangani (2006) dengan judul Gambaran Dermatoglifi pada Penderita Sindrom

Down di Banjarmasin dan Martapura Kalimantan Selatan, didapatkan kesimpulan bahwa

(9)

ulna sebesar 75,85%. Penelitian oleh Napitupulu dan Hendrarko (1991) mengenai

Pendekatan Dermatoglyphic Diagnosis Sindroma Down juga menarik kesimpulan bahwa

frekuensi sinus ulnaris jari II pada penderita Sindrom Down (89%) lebih tinggi

dibandingkan dengan populasi normal (36%).

Hasil perhitungan jumlah sulur pada ujung jari penderita Sindrom Down dan

anak normal, dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah sulur pada penderita Sindrom Down

adalah 144,1 yang terdiri dari 72,7 pada tangan kanan dan 71,4 pada tangan kiri,

sedangkan rata-rata jumlah sulur pada anak normal sebesar 100,5 yang terdiri dari

50,75 pada tangan kanan dan 49,75 pada tangan kiri. Data ini memperlihatkan bahwa

rata-rata jumlah sulur ujung jari pada penderita Sindrom Down lebih tinggi dibandingkan

anak normal.

Jumlah sulur yang lebih besar pada penderita Sindrom Down dikarenakan

banyaknya pola loop ulna dan whorl pada ujung jari mereka, serta sedikit memiliki pola

arch dimana pola tersebut tidak dapat dihitung jumlah sulurnya. Hasil ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Rosida dan Panghiyangani (2006), dimana mereka meneliti

jumlah sulur pada ujung jari penderita Sindrom Down di Banjarmasin dan Martapura,

rata-rata jumlah sulur tanpa membedakan jenis kelamin yaitu sebesar 158 yang terdiri

dari 80 pada tangan kanan dan 78 pada tangan kiri. Hasil rata-rata jumlah sulur ini

lebih tinggi apabila dibandingkan dengan jumlah sulur pada kelompok umum yang

penelitiannya dilakukan oleh Rafi’ah (1990), dengan judul Pola TRC (Total Ridge Count)

dan TTC jari-jari kelompok Khusus Sarjana dan Kelompok Umum. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kelompok umum memiliki rata-rata jumlah sulur total sebesar

131,4 ± 3,8.

Gangguan pada trimester kedua akan menyebabkan abnormalitas jumlah sulur

pada individu karena periode ini berhubungan dengan masa kritis perkembangan struktur

penting saraf pusat seperti hipocampus dan thalamus, sehingga gangguan pada masa

ini berhubungan dengan perkembangan mental (Avila, 2003). Sulur sidik jari dibentuk

sempurna pada akhir dari trimester kedua sehingga dapat menjadi petunjuk adanya

gangguan pada perkembangan awal fetus (Wheller et al, 1998), namun demikian

diperlukan juga pemeriksaan yang lebih lengkap seperti pemeriksaan MRI untuk dapat

(10)

Rata-rata jumlah sulur ujung jari pada jenis kelamin laki-laki baik pada penderita

Sindrom Down maupun anak normal memiliki jumlah sulur yang lebih banyak daripada

perempuan. Rata-rata jumlah sulur laki-laki pada penderita Sindrom Down dan anak

normal masing-masing adalah 149,1 dan 110,6 sedangkan untuk perempuan 139,1 dan

90,4. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rosida dan

Panghiyangani (2006) yang meneliti jumlah sulur pada ujung jari penderita Sindrom

Down di Banjarmasin dan Martapura, dimana hasil penelitiannya menunjukkan

rata-rata jumlah sulur ujung jari pada laki-laki adalah 162 sedangkan perempuan 154. Suryadi

(1993) yang melakukan penelitian pada kelompok umum mengenai pola sidik jari dan

jumlah jalur total Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, juga

menunjukkan hasil yang sama dimana laki-laki memiliki jumlah sulur yang lebih banyak

daripada perempuan.

Perbedaan rata-rata jumlah sulur antara kedua kelompok kemudian dianalisis

menggunakan Independent sample T-test, namun karena sebaran data 2 kelompok tersebut

tidak rata maka menggunakan uji alternatif Mann-Whitney test untuk mengetahui apakah

perbedaan tersebut bermakna atau tidak. Perbedaan ini dikatakan bermakna karena

nilai p<0,05 sehingga, dapat ditarik kesimpulan bahwa rata-rata jumlah sulur ujung jari

pada penderita Sindrom Down di SLB C YAKUT Tanjung (144,1) lebih tinggi dibandingkan

anak normal di SD Kranji I Purwokerto (100,5) dengan uji Mann-Whitney test berbeda

nyata pada p = 0,000.

KESIMPULAN

Terdapat variasi dari distribusi pola sidik jari yaitu hasil rata-rata frekuensi

tertinggi distribusi pola sidik jari pada penderita Sindrom Down adalah loop ulna,

sedangkan pada anak normal adalah whorl. Selain itu, terdapat perbedaan bermakna

dari distribusi pola loop ulna, whorl, dan arch kedua tangan pada penderita Sindrom

Down dengan anak normal. Pada perhitungan jumlah sulur disimpulkan bahwa

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Avila T. Mathew, Jay Sherr, Leanne E. Valentine, Teresa A. Blaxton. Gunvant K. Thaker, 2003, Neurodevelopmental Interaction Coverring Risk for Skizofrenia: A study of Dermatoglyphic Marker in Patients and Relative, 29(3) 595-605.

Cheryl, S.J., Jamison, P.L., and Meier, R.J., 1994, Effect of prenatal testosteron administration on palmar dermatoglyphic intercore ridge count of rhesus monkeys (Macaca mulatta), Am J of Physic Anthrop 94: 409-449.

Emery, A. E. 1992., Dasar-dasar Genetika Kedokteran. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica, Hal 79.

Graham, R., Burns, B., 2005, Lecture Notes Dermatologi edisi ke 8,Jakarta: Erlangga, Hal 8.

Hartono, Suryadi, Risanto, Romi M., 2001, Buku Pegangan Kuliah Genetika Kedokteran, Yogyakarta: Fakultas Kedokteran UGM, Hal 87-90.

Napitupulu, OMH., dan Hendrarko, M., 1991, Pendekatan Dermatoglyphic Diagnosis Sindroma Down., Maj. Kedok. Unibraw Vol. VI, No.1.

Pai, A. C., 1992, Dasar-dasar Genetika edisi Kedua, Jakarta: Erlangga, Hal 245-247.

Panghiyangani R, Rosida L, Kartika Y, 2006, Gambaran Sidik Jari Tangan Suku Dayak Meratus Di Desa Haruyan Kecamatan Hantakan Kalimantan Selatan, Proceding

Pertemuan Ilmiah Nasional PAAI-Yogyakarta, 2006.

Rosida, L., dan Panghiyangani, R., 2006, Gambaran Dermatoglifi Pada Penderita Sindrom Down di Banjarmasin dan Martapura Kalimantan Selatan, J. Anat. Indon. Volume 01: 71-78.

Schaumann, B., and M. Alter., 1976. Dermatoglyphic in Medical Disorders, New York: Springer-Verlag.

Soma I. G., 2005, Dermatoglifik Sebagai Alat Diagnosis (Dermatoglyphic As a Diagnostic), J. Vet. Fak. Kedok. Hewan Univ. Udayana. Vol 3(2).

Suryadi R., 1993, Pola Sidik Jari dan Jumlah Jalur Total Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Maj. Kedok. Indo. 343(12): 751-754.

Gambar

Gambar 1.Diagram batang distribusi pola sidik jari pada penderita sindrom down
Gambar 2.Diagram batang distribusi pola sidik jari pada kelompok anak normal
Gambar 4.Periode morfogenesis dermatoglifi

Referensi

Dokumen terkait

embed video dimana sebuah file video adalah sebuah container , yang dapat diartikan ada file video dan audio yang di tanam didalamnya. Penelitian yang dilakukan oleh

Menyebarkan aksi perdamaian yang dilakukan FJD, melalui share dan hastag yang ada di instagram komunitas dan orang-orang yang berada di luar Yogyakarta maupun yang berada

Islam menyatakan bahwa, sesorang dapat dikenakan zakat apabila telah mencapai nisab dan haulnya, sehingga orang tersebut wajib mengeluarkan zakatnya, dan sebaliknya

Hal itu menunjukan bahwa diduga pada embrio 2 dan 3 yang dipisah tidak terjadi kompetisi antar embrio dan mempunyai cadangan makanan yang cukup untuk perkecambahan

Dalam hal hasil penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak cukup untuk melunasi piutang yang bersangkutan, kreditor pemegang hak tersebut dapat mengajukan tagihan

Dikarenakan Masjid Safinatun Najah masih dikelola oleh pengurus masjid itu sendiri yang belum menerapkan sistem olah data modern sehingga belum memiliki manajemen

Bank Aceh Syariah Cabang Banda Aceh penulis telah melihat proses mekanisme pemberian bank garansi seperti membantu karyawan menerima permohonan berkas untuk