Ketentuan Pidana UUPPLH
Ketentuan Pidana UUPPLH
Andri Gunawan Wibisana
29/11/2011 1 © AGW 2011Outline
I.
Penyidik
II.
Pelaku
III.
KarakteristikTindak Pidana
IV.
MacamTindak Pidana Menurut
UUPPLH
2
UUPPLH
V.
Pidana sebagai ultimum remedium
29/11/2011 © AGW 2011
I. Penyidik
y
Pasal 94 (1):
1
Pejabat Polisi Negara Republik
1.
Pejabat Polisi Negara Republik
I ndonesia (Polri)
2.
Pejabat Pegawai Sipil (PPNS)
3 © AGW 2011 29/11/2011
y
Wewenang PPNS (pasal 94 ayat 2):
1.Pemeriksaan kebenaran laporan
2.
Pemeriksaan orang yang diduga melakukan tindak pidana
3.Pemeriksaan keterangan dan bahan bukti
4.
Pemeriksaan pembukuan, catatan, dan dokumen
p
,
,
5.
Pemeriksaan di tempat yang diduga terdapat bahan bukti,
pembukuan, catatan, dan dokumen
6.
Penyitaan
7.
Meminta bantuan ahli
8.Menghentikan penyidikan
4
9.
Memasuki tempat tertentu, memotret, membuat
rekaman audio visual
10.
Melakukan penggeledahan
11.Menangkap dan menahan
Penyidik POLRI
KOORD INASI
Wewenang PPNS
(lanjutan)
Jaksa Penuntut
Umum
PPNS
PPNS
LH
PENYIDIKAN
Menangkap dan menahan
pemeriksaan
Kewenangan
lainnya penyitaan
penggeledahan
Menghentikan penyidikan
p
5 © AGW 2011 29/11/2011
PPNS, Polri, dan Kejaksaan
y
Pada waktu penangkapan dan penahanan: PPNS
berkordinasi dengan Polri (ps 94 ayat 3)
y
Koordinasi = berkonsultasi guna mendapatkan bantuan
g
p
personil, sarana, dan prasarana
y
Pada saat penyidikan: memberitahukan kepada Polri
(dalam rangka koordinasi)—ps. 94 ayat 4
y
Pada saat dimulainya penyidikan: PPNS
memberitahukan kepada Penuntut, dengan tembusan
6
p
,
g
Polri (ps 94 ayat 5)
y
Hasil Penyidikan diserahkan PPNS kepada penuntut
umum
29/11/2011 © AGW 2011
Pembuktian
y
Alat bukti yang sah (ps. 96):
y
Keterangan saksi
y
Keterangan ahli
y
Surat
y
Petunjuk
y
Keterangan terdakwa
y
Alat bukti lain:
yInformasi yg diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik, magnetik, optik
7
secara elektronik, magnetik, optik
yAlat bukti data, rekaman, atau informasi yang dapat dibaca, dilihat, dan didengar yang dapat dikeluarkan dengan/tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik selain kertas, atau terekam secara elektronik….
29/11/2011 © AGW 2011
1. Orang
Pemberi Perintah
I I .
I I . Pelaku
Pelaku Pidana
Pidana
2. Korporasi
Pemberi Perintah
Badan Hukum
Pemimpin korporasi ??
y
Orang: “Barang siapa” menurut
UUPPLH ditambah dengan
:
“Pelaku Pidana” dalam KUHP
:
“Barangsiapa” :
orang + Pasal 55 KUHP:
a. Yang melakukan
b. Yang menyuruh melakukan (
doen pleger
)
c. Yang turut melakukan (
medepleger
)
d. Yang membujuk (
uitloker
)
9
d
a g
e buju (
u t o e
)
dan Pasal 56 KUHP:
e. Yang membantu melakukan
29/11/2011 © AGW 2011
y
Pasal 116 ayat 1 UUPPLH: apabila tindak
pidana dilakukan oleh, untuk, atau atas
nama badan hukum, maka tuntutan dan
sanksi pidana dijatuhkan kepada
B d
h
a.
Badan usaha
b.
Orang
yPemberi perintah untuk melakukan tindak pidana
yPemimpin kegiatan tindak pidana
y
Pasal 116 ayat 2 UUPPLH: Apabila tindak pidana
dilakukan oleh orang yang bertindak dalam lingkup
10
kerja badan usaha, dengan berdasarkan pada
hubungan kerja atau hubungan lain, maka sanksi
dijatuhkan kepada pemberi perintah atau pemimpin
dalam tindak pidana
29/11/2011 © AGW 2011
y
Pasal 117
UUPPLH:
jika tindak pidana
diajukan kepada pemberi perintah atau
pemimpin (pasal 116
ayat 1
b),
maka
ancaman diperberat sepertiga
y
Pasal 118
UUPPLH:
untuk tindak pidana
pasal 116
atat 1
a,
sanksi pidana
dijatuhkan kepada badan usaha yang
diwakili oleh pengurus selaku pelaku
fungsional
11
fungsional
y
Penjelasan pasal 118
UUPPLH:
sanksi
dijatuhkan kepada mereka yang
memiliki wewenang dan menerima
29/11/2011 © AGW 2011
Konstruksi Tindak Pidana Korporasi menurut UUPPLH
Konstruksi I
:
© A
G
W
2011
Kriteria Tanggung Jawab Korporasi
y
1. POWER
. OW
2. ACCEPTANCE
13 © AGW 2011 29/11/2011
Kriteria SLAVENBURG
“Pemimpin
Faktual/Pemberi
Perintah
dapat
dianggap
memenuhi
syarat
untuk
dipidanakan
apabila ia-yang
mempunyai kewenangan
dan
harus
melakukan
perbuatan
sesuai
dengan
harus
melakukan
perbuatan
sesuai
dengan
kewenangannya
tersebut-telah
lalai
untuk
mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna
mencegah terjadinya perbuatan pidana tersebut dan
secara sadar menerima
bahwa ada perbuatan
pidana yang kemungkinan akan terjadi
Dalam
14
pidana yang kemungkinan akan terjadi. Dalam
keadaan ini maka Pengurus/Fungsionaris tersebut
dianggap
telah
sengaja
mendorong
terjadinya
perbuatan pidana tersebut
29/11/2011 © AGW 2011
Konstruksi Tindak Pidana Korporasi menurut UUPPLH (lanjutan)
Konstruksi II
:
© A
G
W
2
0
1
1
15 29/11/2011
y
Pasal 119: Selain pidana sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini, terhadap badan
usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau
tindakan tata tertib berupa:
perampasan keuntungan yang diperoleh
a.
perampasan keuntungan yang diperoleh
dari tindak pidana;
b.
penutupan seluruh atau sebagian tempat
usaha dan/atau kegiatan;
c.
perbaikan akibat tindak pidana;
d.
pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan
16
d.
pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan
tanpa hak; dan/atau
e.
penempatan perusahaan di bawah
pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.
y
Pertanyaan:
yPasal 119: pidana untuk korporasi adalah pidana yang dikenal dalam UUPPLH + tambahan. Apakah “pidana yang dikenal dalam UUPPLH” ini secara teori dapat diterapkan kepada korporasi? yDapatkah pemimpin korporasi dipidana bersama-sama (bukan
sebagai wakil) dengan korporasi? g ) g p 1
yBagaimana caranya memidanakan pemimpin korporasi? ySiapa pemimpin?
yPasal 118 UUPPLH dan Penjelasannya
yHigh Managerial agent menurut Model Penal Code Section 2.07 (4c): “an officer of a corporation or an unincorporated association, or, in the case of a partnership, a partner, or any other agent of a corporation or association having duties of such responsibility that
© A
his conduct may fairly be assumed to represent the policy of the corporation or association”
yApakah pasal 116 (2) berarti bahwa korporasi/atasan dipidana untuk perbuatan yang dilakukan oleh bawahan atau pihak yang bekerja untuknya?
yApakah pelaku langsung dapat dipidana bersama-sama korporasi?
29/11/2011
Dapatkah pelaku langsung dipidana dalam konteks doen
plegendan uitlokking?
y Jonkers: “het karakteristieke verschil met doen plegen is dat bij doen plegen de feitelijke dader niet straftbaar is, bij uitlokking wel”j g
y Van Hattum: “…bij doen plegen is alleen degeen die doet plegen voor het delict aansprakelijk; bij uitlokking zijn zowel uitlokker als uitgelokte voor het delict aansprakelijk…”
y Utrecht: di samping perbedaan tentang
dapat/tidaknya pelaku langsung dipidana, doen plegen
tid k dit t k d l d k t k
18
tidak ditentukan caranya dalam uu; sedangkan untuk uitlokking, uu menentukan caranya, yaitu: pemberian, janji, penyalahgunaan kekuasan, kekerasan, ancaman, tipu daya, atau memberi kesempatan, daya upaya, atau keterangan.
29/11/2011 © AGW 2011
Teori-teori Pemidaan Korporasi
1.
Respondeat Superior (
doctrine of Vicarious
Liabilit
)
Liability
)
2.
Direct Liability (
doctrine of identification
)
3.
Delegation principle
4.
Aggregation Model
19
5.
Organizational/corporate culture model
29/11/2011 © AGW 2011
1.
Vicarious Liability
y RESPONDEAT SUPERIOR: Allows imposition of corp. liability for criminal acts performed by officers and agents in the course of their employment, without regard to their status in the corp. hierarchy or if there was an absence of management complicity.
yLIMITATION: Agent who commits the crime must be acting within LIMITATION: Agent who commits the crime must be acting within the scope of his or her authority and on behalf of the corp.
y"Scope of Authority"= agent must perform acts on behalf of the corp. and that the acts must be directly related to the performance of the type of duties the employee has general authority to perform.
y Tidak berarti bahwa tindakan agent dilakukan atas dasar instruksi atau persetujuan atasan Tetapi cukup merupakan
20
instruksi atau persetujuan atasan. Tetapi cukup merupakan tindakan yang dilakukan di dalam rangka menjalankan tugas yang diberikan (within the area of operations that has been assigned)
y"acting on behalf of corp" = acting with the purpose of forwarding corp. business (an intent to benefit the corp).
2. Direct Liability (
doctrine of identification
)
y Yang diuji adalah apakah Seseorang merepresentasikan “the directing mind and will of the company”
y Lord Reid dalam Tesco Supermarkets menyatakan:
y“normally the board of directors the managing director and © A
G
independently of instructions from them [the directors]” 29/11/2011
y Di Australia dan New Zealand, “directing mind of company” ini disebut sebagai “controlling officers”, yaitu seseorang yang berpartisipasi di dalam pengawasan korporasi dalam kapasitasnya sebagai direktur, manager, sekretaris, atau pegawai lain yang setingkat
y Little dan Savoline,, sebagaimana dikutip oleh Sjahdeni,g p j , menjelaskanj bahwa salah satu syarat di dalamidentification doctrineini adalah:
yPerbuatan pegawai yang menjadi “directing mind” korporasi haruslah termasuk dalam kegiatan(operation) yang ditugaskan kepadanya
yTindak pidana yang dilakukan bukan merupakan kecurangan terhadap korporasi
22
yTindak pidana tersebut dimaksudkan untuk menghasilkan manfaat bagi korporasi
y Korporasi bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri (direct liability)
y Kritik: terbatas pada tindak pidana yang dilakukan oleh para pejabat
korporasi. 29/11/2011
ySeorang pemilik café mendelegasikan kekuasaannya kepada seorang manager untuk mengelola café tersebut. Kepada manager tersebut, pemilik café menginstruksikan agar tidak mengizinkan café tersebut digunakan sebagai tempak berkumpulnya prostisusi sesuai dengan Metropolitan Police Act 1839 (melarang prostisusi)
yManager melanggar instruksi tersebut, tetapi pemilik tetap dianggap bertanggung jawab melanggar Metropolitan Police Act, karena dianggap telah memberikan delegasi kepada manager
yBaik tindakan maupunmens reamanager, dapat dikenakan kepada pemilik, sebagai konsekuensi dari delegasi yang dilakukannya
ÆDelegasi berarti mempercayakan kepada orang lain, sehingga akibat dari perbuatan orang lain ini menjadi tanggung jawab si pemberi delegasi (mirip mandat pada
23
orang lain ini menjadi tanggung jawab si pemberi delegasi (mirip mandat pada konsep HAN)
yLord Parker: prinsip delegasi digunakan hanya jika diperlukan pembuktian mengenaimens rea
yMirip dengan Vicarious Liability (sama2 diperlukanmens reapada orang pelaku). Bedanya adalah bahwa dalamvicarious liabilitytidak terjadi pelanggaran atas perintah atasan.
29/11/2011 © AGW 2011
4. Aggregation Model
y Pertanggungjawaban korporasi didasarkan pada penjumlahan (aggregation) dari “state of mind” atau “culpability” dari tiap individu yang mewakili korporasi (representatives)
yAgregasi ini tidak berarti benar2 menjumlahkan semua pikiran, tetapi adalah membandingkan pikiran satu orang dengan orang lainnya. y Misalnya dalam US v. Bank of New England:
yAda aturan bahwa terdapat kewajiban dari bank untuk memberikan laporan apabila bank melakukan transaksi mata uang melebihi batas tertentu
ySeorang pegawai mengetahui aturan ini, tetapi tidak
mempedulikannya (karena tidak tahu ada transaksi yang melebihi
24
mempedulikannya (karena tidak tahu ada transaksi yang melebihi batas).
yPegawai lain mengetahui ada transaksi ini, tetapi tidak tahu adanya aturan tentang pelaporan
yBank (perusahaan) dianggap tahu semuanya, karenanya dianggap bertanggunjawab atas kegagalan melakukan pelaporan
y
Ajaran agregasi mengindikasikan adanya pengetahuan kolektif
dari korporasi
y
Ajaran ini mulai mengarah pada lahirnya pertanggungjawaban
korporasi yang bersifat organisasional (dalam ajaran sebelumnya,
pertanggungjawaban lahir dari pertanggungjawaban atas tindakan
pertanggungjawaban lahir dari pertanggungjawaban atas tindakan
individual)
25 © AGW 2011 29/11/2011
5. Organizational/corporate culture model
y
Diterima di Australia
y
Sjahdeni:
y
pendekatan ini memfokuskan pada kebijakan
pendekatan ini memfokuskan pada kebijakan
korporasi yang
mempengaruhi cara korporasi
menjalankan usahanya
y
Korporasi bertanggungjawab atas tindak
pidana pegawai,
apabila pegawai ini
meyakini bahwa orang yang memiliki
26
meyakini bahwa orang yang
memiliki
kekuasaan di dalam korporasi telah
memberinya wewenang atau mengizinkan
dilakukannya tindak pidana tersebut
29/11/2011 © AGW 2011
y Colvin:
yIf recklessness is a required fault element of an offense, that fault element may be established by proof that the culture of a corporation caused or encouraged noncompliance with the relevant provision
yIf purpose is a required fault element of an offence, that fault element may be established by proof that it was the policy of a corporation not may be established by proof that it was the policy of a corporation not to comply with the relevant provision
yA policy may be attributed to a corporation where it provides the most reasonable explanation of the conduct of that corporation
yIf knowledge is a required fault element of an offence, that fault may be established by proof that the relevant knowledge was possessed by a corporation
27
yKnowledge may be attributed to a corporation where it was possessed within the corporation and the culture of the corporation caused or encouraged knowing noncompliance with the relevant provision
29/11/2011 © AGW 2011
DAPATKAH KORPORASI DAN DIREKTUR SAMA-SAMA BERTANGGUNG JAWAB?
y
Di
Inggris,
atasan dapat bertanggungjawab bersama
‐
sama dengan (bukan sebagai wakil)
korporasi
y jika perbuatan pidana dilakukan dengan “j p p g consent” atau “connivance”, atau “attributable neglect” dari atasan y Trades Description Act 1968 (s.20): “where an offence under
this Act which has been committed by a body corporate is proved to have been committed with the consent or
connivance of, or to be attributable to any neglect on the part of, any director, manager, secretary or other similar officer or the body corporate or any person who was purporting to act in
28
the body corporate or any person who was purporting to act in any such capacity, he as well as the body corporate shall be guilty of that offence”
yPinto & Evans:
yConsent tidak selalu memerlukan pengetahuan aktual (actual knowledge), sedangkan connivance perlu
yConnivance mengindikasikan adanya tingkat keterlibatan atasan yang lebih dalam dibandingkan dengan consent
yNeglect: kegagalan untuk melakukan suatu kewajiban yang g g g j y g seharusnya sudah diketahui
y Untuk menjelaskan “attributable neglect”, Judge Rubin dalam kasus R. McMillan Aviation Ltd mengatakan bahwa seseorang atasan bertanggung jawab jika:
a. He knew the trade description was false, in which case he had a duty to prevent the offence; or
h d bl h h l
29
b. He had reasonable cause to suspect that the company was applying a false trade description, in which case he would have a duty to take steps to see if it was false or not
ÆJika a dan b tidak dilakukan, maka ia dianggap bertanggung jawab
29/11/2011 © AGW 2011
y
Di AS, berdasarkan Model Penal Code 2.07:
yCorp. officers and agents are personally accountable for crimes
committed in the name of the corp.
ySherman Act imposes criminal sanctions for individually responsible
officers/director/agent as well as the corp. even if agent was acting g p g g only for corp and not as an individual.
y
Corp officer acting solely for corp. and not as an
individual, held criminally liable for violating the
Sherman Act.
y
Bagaimana di Indonesia?
30 © AGW 2011 29/11/2011
III. Karakteristik Tindak Pidana
1.
Abstract
Endangerment
y Administratively‐dependent crimes
y Yang dipidana bukanlah pencemaran, tapi pelanggaran ketentuan administratif
ketentuan administratif
2.
Concrete
endangerment
y Administratively‐dependent crimesÆillegal emissions y Ada ancaman pencemaran/kerusakan lingkungan y Art. 2 (1b) of 1998 Council of Europe Convention on the
Protection of the Environment through Criminal Law:
31
y “The unlawful discharge, emission, or introduction of a quantity of substances or ionizing radiation into air, soil or water, which causes or is likely to cause their lasting deterioration or death or serious injury to any person or substantial damage to protected monuments, other protected objects, property, animals or plants…”
29/11/2011 © AGW 2011
3.
Serious
environmental
Pollution
y Administrative Independent crimes: Yang dipidana adalah pencemaran (akibat perbuatan), tanpa memperhatikan ada/tidaknya pelanggaran syarat administratisi oleh terdakwa
y PerbuatanPerbuatanmengakibatkanmengakibatkanatauataumenimbulkan resikomenimbulkan resiko(=( ancaman) munculnya pencemaran/kerusakan lingkungan yang sangat serius
y Pidana dapat dijatuhkan meskipuntidak adaketentuan administratif yang dilanggarÆtidak ada syarat melanggar hukum
y Art. 2(1a) of 1998 Council of Europe Convention on the Protection of the Environment through Criminal Law:
32
Protection of the Environment through Criminal Law:
4.
Vague
norms
– Pelanggaran terhadapduty of care (zorgvuldigheid): “if one knows or could reasonably be expected to know that by one’s actions the environment could be harmed, one
h ld t k ll th th t bl b
should take all the measures that can reasonably be demanded in order to prevent danger or to limit or to eliminate its consequences” (M. Faure & M. Visser, 1995: 347)
Ækarena “duty of care” bersifat umum (kewajibannya tidak ditentukan secara detail di dalam UU), maka tindak pidana ini terjadi karena adanya perbuatan melawan
33
hukum secara materil
29/11/2011 © AGW 2011
IV. Macam Tindak Pidana menurut
UUPPLH
y
Secara garis besar, perbedaan dengan UUPLH adalah:
Jenis Sanksi UUPLH UUPPLH
Pidana
MINIMUM Tidak Ada 1 tahun
MAKSIMUM 15 tahun 15 tahun
34
Denda
MINIMUM Tidak Ada 500 juta rupiah
MAKSIMUM 750.000.000 15 miliar rupiah
29/11/2011 © AGW 2011
Jenis Pelanggaran Akibat Pidana Denda (rupiah) Minimum Maksimum Minimum Maksimum > BM 3 h 10 h 3 illi 10 ili
A. DELIK MATERIL
• Pasal 98 (sengaja) dan pasal 99 (lalai)
Sengaja
> BM 3 tahun 10 tahun 3 millir 10 miliar Orang Luka 4 tahun 12 tahun 4 miliar 12 miliar Orang Mati 5 tahun 15 tahun 5 miliar 15 miliar
Lalai
> BM 1 tahun 3 tahun 1 miliar 3 miliar Orang Luka 2 tahun 6 tahun 2 miliar 6 miliar Orang Mati 3 tahun 9 tahun 3 miliar 9 miliar
35
Pasal ini merupakan tindak pidana berupa perbuatan yang menyebabkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, kriteria baku kerusakan
Æterjadi pencemaran atau kerusakan lingkungan Ætidak mensyaratkan adanya “melawan hukum”
29/11/2011 © AGW 2011
y
Makna tidak dicantumkannya “melawan
hukum”:
y
Melawan hukum tidak perlu dibuktikan
y
administratively independent crimes
l
h k
h
d b k k
y
Melawan hukum tetap harus dibuktikan
y
Vos dan Jonkers yang menyatakan bahwa PMH
adalah unsur mutlak atau “
stilzwijgen element
”
y
Pencemaran sebagai PMH
o
Pasal 67 s.d 69
y
Perbuatan melawan hukum secara materil dan formil
yPompe:yPMH dapat diartikan sebagai PMH formil dan materil
yPompe berpendapat bahwa PMH bukan unsur konstitutif/mutlak dari tiap delik (bandingkan dengan pendapat Vos dan Jonkers yang menyatakan bahwa PMH adalah
p p y g y
unsur mutlak atau “stilzwijgen element”
yAlasan Pompe:
yAnalogi dengan PMH perdata, yaitu: oPelanggaran hak
oBertentangan dengan kewajiban
oBertentangan dengan kesusilaan ataupun asas pergaulan dalam masyarakat ttg penghormatan thd orang lain atau
37
dalam masyarakat ttg penghormatan thd orang lain atau barang miliki orang lain
yMvT menggunakan kata “wederrechtelijk” yang artinya sama dengan tanpa hak
29/11/2011 © AGW 2011
y
Hazewinkel
‐
Suringa:
PMH
secara materil hanya
berlaku negatif
Æ
sebagai dasar pembelaan jika
sebuah perbuatan merupakan PMH
formil,
tapi
bukan merupakan PMH
materil maka perbuatan
tersebut bukan delik.
Tapi PMH
materil tidak bisa
dijadikan dasar penghukuman jika tidak ada PMH
formil,
berdasarkan asas
nullum delictum
38 © AGW 2011 29/11/2011
y
Baku mutu air laut:
yPP No. 19/1999 ttg Pengendalian pencemaran dan/atau perusakan
laut
yKeputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004
ttg Baku Mutu Air Laut
y
Baku Mutu Udara Ambien
yBaku Mutu Udara Ambien
yPP No. 41/1999 ttg Pengendalian Pencemaran Udara
y
Baku mutu kerusakan?
y
Bagaimana dengan pencemaran tanah (mis. Tanah terkontaminasi
limbah B3)?
yBaku mutu air:
39
y
PP No 82 th 2001 ttg pengendalian kualitas air dan pencegahan
pencemaran air Pasal 8 (1) tentang Kelas Air
y
Lampiran PP No. 82/2001: kriteria mutu air tiap kelas air
yBaku mutu air ditetapkan lebih lanjut dalam Kep MenLH atau
Perda
29/11/2011© AGW 2011
Kutipan dari Lampiran PP. No. 82/2001
Melanggar baku mutu effluent (BM emisi, BM air
limbah, dan BM gangguan)
Æ
pidana maks 3 tahun dan denda maks 3 miliar rupiah
B.
DELIK
FORMIL
Pasal
100
Æ
pidana maks 3 tahun dan denda maks 3 miliar rupiah
Tindak pidana dijatuhkan bila:
* Sanksi administrasi tidak dilaksanakan, atau * Perbuatan dilakukan lebih dari 1 (satu) kali
41
( )
•Asas Ultimum Remedium
•administratively‐dependent crimes •Kaitkan dengan pasal 114 UUPPLH:
•Hanya tidak melaksanakan sanksi Adm.
•Tidak Melaksanakan sanksi adm + pelanggaran baku efluen kedua29/11/2011 © AGW 2011
y
Baku mutu emisi
ySumber bergerak: KEP MENLH NO. 141/2003 ttg ambang batas
emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru dan kendaraan bermotor yang sedang diproduksi
ySumber tidak bergerak: KepMenLH No. 13/MENLLH/3/1995 ttg g p g baku mutu emisi sumber tidak bergerak
y
Baku mutu gangguan?
42 © AGW 2011 29/11/2011
y Baku mutu air limbah: Misalnya PERMEN LH No. 04 thn2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan MIGAS & Panas Bumi
43 © AGW 2011 29/11/2011
Delik formil lainnya (pasal 101-115)
Pelanggaran Pidana Denda (rupiah) Minimum Maksimum Minimum Maksimum Melepaskan/mengedarkan
produk rekayasa genetika tidak sesuai dgn peraturan per-uu-an (ps. 101)
1 tahun 3 tahun 1 miliar 3 miliar
Mengelola limbah B3 tanpa
izin (ps. 102) 1 tahun 3 tahun 1 miliar 3 miliar Tidak mengelola limbah B3
yang dihasilkannya (ps. 103) 1 tahun 3 tahun 1 miliar 3 miliar D i ( 104) 3 t h 3 ili
44
Dumping (ps. 104) - 3 tahun - 3 miliar Memasukkan limbah (ps.
105) 4 tahun 12 tahun 4 miliar 12 miliar Memasukkan limbah B3 (ps.
106) 5 tahun 15 tahun 5 miliar 15 miliar
lanjutan
Pelanggaran Pidana Denda (rupiah) Minimum Maksimum Minimum Maksimum Memasukkan B3 (ps. 107) 5 tahun 15 tahun 5 miliar 15 miliar Membakar lahan (ps. 108) 3 tahun 10 tahun 3 miliar 10 miliar Melakukan usaha dan/atau
kegiatan tanpa izin lingkungan (ps. 109)
1 tahun 3 tahun 1 miliar 3 miliar
Menyusun AMDAL tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun AMDAL (ps. 110)
- 3 tahun - 3 miliar
Menerbitkan izin lingkungan
45
Menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi AMDAL atau UKL-UPL (ps. 111 ayat 1)
- 3 tahun - 3 miliar
29/11/2011 © AGW 2011
lanjutan
Pelanggaran Pidana Denda (rupiah) Minimum Maksimum Minimum Maksimum Menerbitkan izin usaha tanpa
dilengkapi izin lingkungan - 3 tahun - 3 miliar (ps. 111 ayat 2 )
Tidak melakukan pengawasan
(ps. 112) - 1 tahun - 500 juta Memberikan informasi palsu
(ps. 113) - 1 tahun - 1 miliar Tidak melaksanakan perintah
paksaan pemerintah (ps. 114)
Perubahan dalam UU 32/2009
1. Kata “pencemaran/kerusakan” diganti dengan pelampauan baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, baku kerusakan
2 Ada sanksi minimum
2. Ada sanksi minimum
3. Ultimum Remedium terbatas hanya untuk pasal 100 (pelanggaran baku mutu effluent)
4. Ps. 101 s.d 109 = concrete endangerment?
5. Ada tambahan beberapa tindak pidana baru (seperti pembakaran lahan, pengedaran produk hasil rekayasa genetika)
47
6. Pemidanaan untuk Pejabat TUN yang:
y Menerbitkan izin lingkunan tanpa dilengkapi Amdal atau UKL/UPL (pasal 111 ayat 1)
y Menerbitkan izin usaha tanpa adanya izin lingkungan (pasal 111 ayat 2)
y Tidak melakukan pengawasan shg menyebabkan pencemaran (pasal 112)
29/11/2011 © AGW 2011
PENEGAKAN
HUKUM PIDANA
•Tindak pidana lingkungan adalah kejahatan •Sanksi dan denda maksimum dan minimum •korporasi
•Tindak pidana formil (effluent, emisi dan ganguan) S k i d i i i
V. Pidana Sebagai Ultimum Remedium
ULTIMUM REMIDIUM
•Sanksi administrasi
•Pelanggaran dilakukan lebih dr satu kali
•Pencemaran dan perusakan LH •Sanksi administrasi tidak dipatuhi •Pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali •Memasukkan B3 yg dilarang
•Memasukkan LB3 di NKRI
•Memasukkan limbah di NKRI 1/2011
PREMIUM
REMIDIUM
•Memasukkan limbah di NKRI •Membuang limbah •Membuang B3 dan LB3
•Melepas rekayasa genetik (sesuai UU dan izin lh) •Melakukan pembukaan lahan dengan membakar •Menyusun Amdal tanpa sertifikasi kompetensi •Memberikan informasi palsu,menyesatkan
•menghilangkan, merusak, dan keterangan tidak benar 48
29/1
A, Baku mutu effluent
B, baku mutu ambien
y A > baku mutu, B > baku mutu
effluent
49
,
Apa yang terjadi, dan pasal berapa yang dipakai? y A > baku mutu, B < baku mutu
Apa yang terjadi, dan pasal berapa yang dipakai? y A < baku mutu, B > baku mutu
Apa yang terjadi, dan pasal berapa yang dipakai?
29/11/2011 © AGW 2011