• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Volume 1 No. 2 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Jurnal Volume 1 No. 2 2013"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

urnal Penelitian

J

urnal Penelitian

Volume 1, No. 2 Desember 2013 ISSN : 2337-4179

J

urnal Penelitian

J

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BIDANG PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Alamat Redaksi / Penerbit :

Jl. Khatib Sulaiman No. 1 Padang, Telp. (0751) 7054374, Fax. (0751) 55676 Email : litbang.bappeda.sumbar@gmail.co.id

Jurnal

(2)

Alamat Redaksi / Penerbit :

(3)
(4)
(5)
(6)

POTENSI DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS (LKM-A) SEBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN

USAHA PRODUKTIF PETANI KECIL

Nasrul Hosen

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat Jl. Raya Padang-Solok KM 40. Sukarami, Solok, Fak.0755-31138

LKM-A as a source of financing for business development focus agricultural sector.

LKM-A as a farmer-owned Microfinance Institutions in every villages/urban/rural, has demonstrated efficacy in the management of capital funds with

LKM-A has reached its assets above Rp. 1.0 billion. In total asset growth of LKM- A with an initial

(up 22.5%). Productive business began to grow, efficient production techniques being through the

financial accounting system and networking with formal sources of capital (Bank). The challenge

Policy advice to the next suggestion is LKM-A as a source of financing for the development of Naskah masuk : 24 Oktober 2013 Naskah diterima : 15 Desember 2013

POTENTIAL AND CHALLENGES OF AGRIBUSINEESS DEVELOPMENT OF MICROFINANCE INSTITUTION (MFI-A) AS A SOURCE OF

SMALL BUSINESS FINANCING PRODUCTIVE FARMERS

ABSTRACT

The development of agriculture sector, especially the subsector like food crops is relatively slow beside the number of farmer that depend on this subsector is plenty. Cash capital is the main problem for farmer to develop the small agribussnis. Although there is bank credit scheme that support the development of agriculture (micro business), however, small farmers generally do not access to the Bank . Therefore, since 2008, the Ministry of Agriculture through the Rural Agribusiness Development Program (PUAP) has facilitated the strengthening Gapoktan fund growth capital for LKM-A as a source of financing for business development focus agricultural sector. Until 2012, there are 995 Gapoktan that had grown into LKM-A, which 842 are an operational unit which become an asset for village economic development that very valuable and need to get serious and ongoing guidance from stakeholders in the region. LKM-A as a farmer-owned Microfinance Institutions in every villages/urban/rural, has demonstrated efficacy in the management of capital funds with assets and development indicators in general has reached more than Rp. 100 million and even some LKM-A has reached its assets above Rp. 1.0 billion. In total asset growth of LKM- A with an initial capital of Rp. 99.5 billion which began in 2008 and end in 2012 has grown to Rp.121.9 billion (up 22.5%). Productive business began to grow, efficient production techniques being through the application of technological innovation and scale of household -scale agro-processing enterprises to grow and grow new businesses such as small-scale marketing results. Farmers’ income increases with an increase in productivity and scale. Various undertakings have been made by the relevant institutions in speeding the empowerment of LKM-A, including managers capacity, facilitate good financial accounting system and networking with formal sources of capital (Bank). The challenge ahead is mentoring on an ongoing basis to the LKM-A professional and appropriate legal entity. Policy advice to the next suggestion is LKM-A as a source of financing for the development of agriculture sector, needs serious attention in the form of coaching and mentoring on an ongoing basis by stakeholders towards self-reliance, and professionals.

Keywords: LKM -A, capital, agricultural, institutional, empowerment

ABSTRAK

Perkembangan sektor pertanian dan khususnya subsektor tanaman pangan relatif lamban. Padahal jumlah petani menggantungkan hidupnya pada subsektor ini lebih banyak. Modal tunai merupakan kendala bagi petani dalam mengembangkan usaha produktif sektor pertanian. Meskipun tersedia skim kredit bank yang mendukung pengembangan usaha pertanian (usaha mikro), akan tetapi petani kecil umumnya tidak akses ke Bank. Oleh karena itu Kementerian Pertanian melalui program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) sejak tahun 2008 telah memfasilitasi Gapoktan dana penguatan modal untuk penumbuhan LKM-A sebagai sumber pembiayaan yang fokus untuk pengembangan usaha produktif sektor pertanian. Gapoktan yang sudah tumbuh sampai tahun 2012 sebanyak 995 dan LKM-A yang sudah operasional 842 unit merupakan asset pembangunan ekonomi nagari/desa yang sangat berharga dan perlu mendapat pembinaan yang serius dan

(7)

spesifik lokasi berperan besar. Akan tetapi

benefit

melakukan identifikasi asset beberapa contoh

PENDAHULUAN

Sektor pertanian merupakan sumber pendapatan bagi sebagian besar penduduk Sumatera Barat. Sementara sumbangannya terhadap PDRB relatif rendah, tahun 2011 sekitar 22,81%. (BPS Sumatera Barat. 2012). Dari data di atas terlihat bahwa pendapatan petani relatif rendah dibanding sektor lainnya, karena 22,81% PDRB terdistribusi kepada 65,7% rumah tangga tani. Skala usaha petani relatif sempit, karena luas penguasaan lahan sempit, rata-rata sawah 0,30 ha dan lahan kering 0,25 ha. Akibatnya pendapatan petani rendah dan sulit berkembang. Untuk melakukan optimasi sumberdaya yang dimiliki petani agar pendapatan meningkat, kendala utama adalah keterbatasan modal tunai. Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki, langkah yang harus ditempuh adalah mengembangkan usaha produktif melalui peningkatan indeks pertanaman (IP), penerapan teknologi adaptif dan menambah serta memilih usaha pertanian yang paling menguntungkan. Pengembangan usaha produktif harus fokus, diantaranya dengan pendekatan komoditas unggulan, kawasan dan jelas target produksi yang akan

dihasilkan, sehingga bisa diperhitungkan potensi skala usaha yang optimal per petani dan per kawasan, sesuai potensi permintaan pasar.

Persoalan utama petani kecil adalah lemahnya modal dalam mengembangkan usaha. Akibatnya penerapan teknologi menjadi lamban dan skala usaha tidak berkembang. Umumnya petani kecil tidak akses terhadap sumber modal formal seperti perbankan, sehingga tidak jarang petani terperangkap ke dalam praktek sistim ijon atau rentenir yang merugikan petani. Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) adalah lembaga keuangan milik petani dan dikelola oleh petani, salah satu alternatif membantu petani mempermudah akses ke sumber modal. Pembiayaan LKM-A fokus untuk pengembangan usaha produktif sektor pertanian. LKM-A merupakan salah satu usaha otonom disamping usaha lainnya dibawah naungan Gapoktan. Gapoktan (gabungan kelompok tani) terdiri dari sejumlah kelompok tani (Poktan) berperan dalam mengorganisir dan memotivasi petani anggota untuk mengembangkan usaha produktif agar terjadi pengembangan

berkelanjutan oleh pemangku kepentingan di daerah. LKM-A sebagai Lembaga Keuangan Mikro milik petani di setiap nagari/kelurahan/desa, sudah menunjukkan keberhasilan dalam pengelolaan dana modal dengan indikator berkembangnya asset dan secara umum sudah mencapai lebih dari Rp. 100 juta dan bahkan sebagian LKM-A assetnya sudah mencapai di atas Rp. 1,0 milyar. Usaha produktif mulai berkembang, teknik produksi menjadi efisien melalui penerapan inovasi teknologi dan skala usaha pengolahan hasil skala rumah tangga bertambah serta tumbuh usaha baru seperti pemasaran hasil skala kecil. Pendapatan petani meningkat sejalan dengan peningkatan produktifitas dan skala usaha. Berbagai upaya telah dilakukan oleh instansi terkait dalam memacu percepatan pemberdayaan LKM-A, diantaranya peningkatan kapasitas SDM pengelola, fasilitasi sistim pembukuan keuangan yang baik dan membangun jejaring dengan sumber modal formal (Bank dan BUMN). Tantangan ke depan adalah pendampingan secara berkelanjutan menuju LKM-A yang profesional dan legalitas hukum yang sesuai. Saran kebijakan ke depan adalah LKM-A sebagai sumber pembiayaan untuk pengembangan usaha produktif petani, perlu mendapat perhatian serius dalam bentuk pembinaan dan pendampingan secara berkelanjutan oleh pemangku kepentingan menuju keswadayaan, profesional dan legal.

(8)

komoditas sehamparan dan diharapkan mampu menerapkan inovasi teknologi dalam skala luas. Pengembangan usaha pertanian membutuhkan teknologi adaptif, disini penyuluhan dan ketersediaan teknologi spesifik lokasi berperan besar. Akan tetapi bila tidak didukung oleh ketersediaan modal bagi petani, penerapan inovasi teknologi akan berjalan lamban.

Gapoktan telah diberdayakan melalui program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) oleh Kementerian Pertanian sejak tahun 2008 dan terus berlanjut sampai tahun 2014. (Kementan. 2008). PUAP memberikan bantuan penguatan modal sebesar Rp. 100 juta per Gapoktan dan selanjutnya Gapoktan harus menumbuhkan LKM-A untuk mengelola modal tersebut untuk digulirkan diantara petani dan akhirnya diharapkan modal tersebut berkembang. Pada akhirnya indikator benefit yang strategis adalah berfungsinya Gapoktan yang memiliki lembaga keuangan yang kuat didukung oleh usaha otonom lainnya guna melayani kebutuhan usaha produktif sektor pertanian menjadikan kelembagaan petani tersebut sebagai lembaga ekonomi petani di perdesaan yang dimiliki dan dikelola oleh petani. (Kementan. 2013)

Tulisan ini bertujuan mengemukakan potensi dan tantangan pengembangan LKM-A sebagai lembaga pelayanan modal guna mendukung pengembangan usaha produktif sektor pertanian di pedesaan.

METODOLOGI

Kajian ini merupakan bentuk analisis data sekunder dengan sumber data laporan perkembangan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) bersumber dari laporan para Penyelia Mitra

Tani (PMT) dan Sekretariat Tim Pembina PUAP Provinsi Sumatera Barat tahun 2012, dan review hasil kajian tentang manfaat keberadaan gapoktan dan LKM-A terhadap perbaikan sistim produksi dan pendapatan petani. (Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2010) Khusus untuk LKM-A tahun 2008 dan 2009 dilakukan eksplorasi lapangan untuk melakukan identifikasi asset beberapa contoh LKM-A pada empat kabupaten. Parameter yang diukur adalah jumlah gapoktan, jumlah LKM-A yang operasional dengan indikator asset di atas Rp. 100,0 juta, besaran asset dari neraca pada akhir tahun 2012. Untuk mengukur kendala, manfaat dan harapan ke depan oleh LKM-A dilakukan FGD pada beberapa gapoktan/LKM-A contoh di kabupaten terpilih.(Astuti, M dan Joko Christanto. 2000)

HASIL DAN PEMBAHASAN

KONTRIBUSI EKONOMI KOMODI-TAS PANGAN

Pertanian menjadi andalan karena sebagian besar penduduk menggantungkan hidupnya di sektor pertanian. Subsektor yang dominan dalam PDRB adalah tanaman pangan dan hortikultura kemudian diikuti oleh perkebunan dan peternakan. Analisis potensi pengembangan ekonomi wilayah diperlukan untuk mengetahui secara makro sektor dan subsektor yang mempunyai potensi pengembangan yang relatif besar ke depan. Khusus pada sektor pertanian dalam arti luas (termasuk kehutanan dan perikanan) hasil evaluasi kontribusi subsektor terhadap PDRB menunjukkan subsektor tanaman pangan memberikan kontribusi relatif besar (11,44%) dibanding subsektor lainnya, akan tetapi rata-rata laju pertumbuhannya produktif mulai berkembang, teknik produksi menjadi efisien melalui penerapan inovasi teknologi

(9)

per tahun relatif lamban rendah (4,03%) (Tabel 1). Dengan memperhatikan kapasitas ekonomi dari masing-masing subsektor dan laju pertumbuhan nilai tambah kontribusi masing-masing subsektor dalam pereko-nomian daerah akan diketahui potensi ekonomi subsektor yang mendapat prioritas

pengembangan (Bappeda 2012). Disini peran LKM-A secara mikro diharapkan mampu mendorong perumbuhan subsektor prioritas dalam sektor pertanian guna mendukung ketahanan dan kemandirian pangan di Sumatera Barat.

Jumlah modal LKM-A yang sudah terealisasi mendukung pengembangan usaha produktif petani anggota gapoktan sampai tahun 2012 berjumlah Rp. 995,0 Milyar. Modal tersebut sudah berkembang, karena sebagian LKM-A telah berjalan sejak tahun 2008 dan setiap tahun jumlah LKM-A yang memperoleh bantuan modal dana PUAP terus bertambah, sehingga pada akhir tahun 2012 jumlah LKM-A yang memperoleh bantuan modal PUAP berjumlah 995 buah Gapoktan/LKM-A. LKM-A tersebut terus berkembang dan sebagian LKM-A sudah berkerjasama dengan Bank untuk tambahan modal dalam bentuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) guna memenuhi permintaan petani anggotanya. Jumlah dana yang tersedia di pedesaan untuk pengembangan usaha produktif bidang pertanian tersebut cukup besar, bila digunakan sesuai tujuan program. Usaha produktif petani bervariasi, karena itu alokasi penggunaan modal LKM-A menurut kelompok usaha (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan usaha non budidaya seperti pengolahan

hasil skala rumah tangga dan pemasaran skala kecil) menjadi relatif kecil, apalagi bila dipilah menurut jenis komoditas/ usaha. Tanaman pangan yang dominan diusahakan adalah padi sawah dan jagung dengan jumlah petani pengguna terbanyak dibanding kelompok usaha lainnya (Tabel 2). Penggunaan dana pinjaman dari LKM-A tersebut umumnya digunakan untuk perbaikan teknik produksi dan benih/bibit varietas unggul menuju paket teknologi rekomendasi, agar supaya produktifitas meningkat dan pengelolaan usaha menjadi efisien. Pada gilirannya diharapkan pendapatan petani meningkat.

No. Sektor/subsektor Kontribusi terhadap

PDRB 2011 (%)

Nilai PDRB (Rp. Juta) Laju pertumbuhan (%)

2007 2011

Pertanian 22,81 8.039 9.414 4,03

1. Tanaman Pangan dan hortikultura 11,44 4.030 4.723 4,05

2. Perkebunan 5,75 2.024 2.375 4,08

3. Peternakan 1,84 631 758 4,69

4. Kehutanan 1,24 468 513 2,32

5. Perikanan 2,53 885 1.043 4,19

(10)

POTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGAN LKM-A

Potensi LKM-A 1.

Sejak tahun 2008-2012 dimana Gapoktan dan LKM-A dikembangkan, jumlah gapoktan yang tumbuh sebanyak 995 unit dengan jumlah LKM-A aktif dan menjalankan peran sesuai tupoksinya sebanyak 842 unit yang tersebar pada 18 kabupaten/kota. Perkembangan aset LKM-A tersebut bervariasi tergantung kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat (Tabel 3). (Sekretariat PUAP, 2012)

LKM-A secara bertahap berkembang menuju lembaga keuangan mikro yang profesional, melalui pendampingan yang intensif oleh Penyelia Mitra Tani (PMT) dan penyuluh pendamping di setiap nagari/ kelurahan/desa. Sasaran akhirnya adalah LKM-A menjadi lembaga keuangan yang mampu bermitra dengan perbankan atau BUMN/D agar kinerjanya lebih optimal mendorong pembangunan ekonomi di

wilayah kerjanya dalam arti luas.

Penggunaan Modal Usaha

Rata-rata alokasi

dana PUAP (Rp.000) Persentase (%) Jumlah Petani Persentase (%) Komoditi Utama

Pangan 48.773.236,4 40,0 62.998 52,01 Padi, jagung

Hortikultura 18.289.963,6 15,0 14.472 11,95 Cabe, ketang, hortikultura

lainnnya

Perkebunan 6.096.654,5 5,0 8.090 6,68 Kakao, karet, gambir

Peternakan 14.631.970,9 12,0 15.986 13,20 Unggas, Ternak kecil, Sapi

potong

Usaha non budidaya 34.141.265,5 28,0 17.875 14,76 Produk olahan/ pemasaran

hasil skala kecil

Jumlah 121.933.091,0 100,0 121.108 100,00

Tabel 2. Rata-rata penggunaan dana PUAP dan jumlah petani pengguna menurut kelompok usaha periode tahun 2008-2012, di Sumatera Barat

No. Kabupaten/Kota Jumlah gapoktan (unit)

Jumlah LKM-A (unit)

Jumlah petani anggota (orang)

Jumlah asset Desember 2012 (Rp000)

1. Dharmasraya 66 51 8132 9.994.591

2. Pesisir Selatan 111 79 10545 11.403.100

3. Sijunjung 68 54 6757 8.066.101

4. Agam 88 79 6220 12.347.486

5. Pasaman 41 39 5163 4.567.078

6. Pasaman Barat 64 60 7822 10.206.759

7. Lima Puluh Kota 98 93 18681 12.215.876

8. Solok Selatan 38 36 3878 4.714.733

9. Solok 74 68 11760 8.250.000

10. Padang Pariaman 78 76 8607 8.601.374

11. Tanah Datar 71 68 14940 9.755.289

12. Ko. Padang 48 34 6363 5.417.080

13. Ko. Pariaman 65 55 4953 6.935.319

14. Ko. Payakumbuh 33 29 2415 4.001.556

15. Padangpanjang 15 9 1842 1.588.000

16. Ko. Solok 9 2 825 918.000

17. Ko. Sawahlunto 14 4 1200 1.427.000

18. Ko. Bukittinggi 14 6 1005 1.523.749

Jumlah 995 842 121.108 121.933.091

Sumber:Sekretariat PUAP 7

Sumber : Sekretariat PUAP, 2012

Tabel 3. Distribusi jumlah gapoktan/LKM-A dan pertumbuhan aset tahun 2008-2012 menurut kabupaten/kota di Sumatera Barat.

rekomendasi, agar supaya produktifitas

(11)

Berbagai upaya telah dilakukan untuk pemberdayaan LKM-A menuju tercapainya sasaran akhir di atas. Peningkatan kapasitas SDM pengelola telah dilakukan baik oleh pemerintah propinsi maupun kabupaten/kota termasuk pihak perbankan diantaranya Bank Indonesia (BI) dan Bank Nagari. PMT telah dilatih sebagai konsultan keuangan mitra bank (KKMB) oleh BI. Berbagai fasilitas untuk kelancaran operasional juga sudah difasilitasi seperti perangkat komputer diikuti dengan pelatihan operasional software agar supaya LKM-A menjadi profesional. Namun, keberhasilan LKM-A tergatung pada keberhasilan petani dalam mengembangkan usaha produktif mereka dan begitu juga sebaliknya. Pembiayaan bagi pelaku usaha menjadi produktif, menguntungkan dan berkembang sehingga tidak terjadi kredit macet. Oleh karena itu LKM-A ini dibangun atas prinsip saling membutuhkan dan partisipasi masyarakat dalam membangun LKM-A merupakan kunci sukses LKM-A ke depan.

Dampak keberadaan LKM-A secara umum sudah mampu menggerakkan roda perekonomian di pedesaan dengan bergu-lirnya dana penguatan modal awal dengan total kumulatif selama kurun waktu 5 tahun (2008-2012) dengan modal awal sebesar Rp. 99,5 milyar dan berkembang menjadi Rp. 121,9 milyar pada akhir tahun 2012 deng-an pertumbuhdeng-an selama lima tahun 22,5%. Dukungan berbagai pihak untuk penguatan lembaga keuangan mikro ini ke depan san-gat diharapkan. Pendampingan oleh perso-nal/lembaga independen di samping tenaga fungsional sesuai tupoksinya perlu menda-pat perhatian serius oleh pemerintah provin-si dan kabupaten/kota.

Tantangan Pengembangan LKM-A 2.

LKM-A sebagai lembaga keuangan mikro milik petani untuk pemberdayaan memerlukan minimal 4 hal pokok yaitu: (i) Pendampingan berkelanjutan; (ii) Sumberdaya pengelola yang terampil dan amanah; (iii) Fasilitas operasional yang memadai diantaranya kantor yang layak (aman, nyaman dan tata letak strategis), fasilitas mendukung kenyamanan bekerja dan sistem administrasi yang tertib dan terukur; (iv) Legalitas hukum.

Khusus untuk mendukung penguatan LKM-A Kementerian Pertanian menunjuk dan menempatkan sejumlah tenaga pendamping yaitu Penyelia Mitra Tani (PMT) pada setiap kabupaten/kota pelaksana program PUAP. Pendamping usaha produktif dan kelembagaan petani ditetapkan penyuluh pendamping setempat melalui Surat Keputusan Bupati/walikota. Jumlah PMT terbatas dan sampai tahun 2013 rasio PMT per LKM-A adalah 24-25 LKM-A per PMT. Sementara kondisi ideal adalah 15-20 LKM-A per PMT, tergantung pada sebaran lokasi dan kondisi infrstruktur wilayah kabupaten/kota. Dampaknya negativenya adalah sekitar 15% LKM-A belum berjalan sesuai harapan dan LKM-A yang sudah aktif pertumbuhan asset relativ lamban.

(12)

pemberdayaan SDM oleh pemangku kepentingan guna percepatan kemandirian LKM-A.

LKM-A sebagai unit jasa keuangan dibawah naungan kelembagaan seperti disajikan pada Gambar 1, gapoktan ber-peran mendorong pemberdayaan LKM-A. Kewenangan LKM-A adalah diberikan kewenangan mengelola modal untuk pembiayaan usaha produktif atas kesepakatan bersama. Hubungan struktural dan fungsional antara gapoktan dan LKM-A belum sepenuhnya berjalan baik. Kekompakan antara gapoktan dan LKM-A perlu dibina agar pemahaman tentang kelembagan ini menjadi kuat dan persepsi yang sama agar supaya kelembagaan petani keberadaannya sudah menyeluruh ini menjadi kondusif.

Jumlah pengelola LKM-A tergan-tung struktur LKM-A yang disepakati dalam musyawarah anggota.(Dinas Pertanian Tanaman Pangan. 2012 ), (Badan PSDM Pertanian. 2007), (Hendaryana R. 2010. Pertanian. ) Sebagian LKM-A dikelola oleh 5 orang yaitu: manejer umum, pembiayaan, pembukuan, penggalangan dana dan kasir, dan sebagian lagi ada LKM-A yang dikelola oleh 3 orang yaitu: manejer umum merangkap pembiayaan, pembukuan merangkap penggalangan dana dan kasir. LKM-A secara langsung atau tidak langsung mampu mengatasi masalah modal petani dan menciptakan kesempatan kerja. Dengan adanya LKM-A, eksistensi gapoktan sebagai kelembagaan petani sudah dirasakan manfaatnya oleh petani.

Gambar 1. Kedudukan LKM-A sebagai sumber pembiayaan bagi petani dalam sebuah kelembagaan tani Gapoktan.

USAHA PRODUKTIF PETANI/PELAKU USAHA

(on-farm dan off-farm)

Pembinaan dan pendampingan oleh PMT dan penyuluh

Penyaluran pinjaman modal usaha produktif ke petani

anggota Gapoktan

Pengembangan usaha (perbaikan teknik produksi

dan skala usaha)

Laporan keuangan ke pengurus Gapoktan

Pengembalian pinjaman ke LKM-A

Pembinaan dan pendampingan oleh

(13)

usaha mikro karena sifatnya yang fleksibel

implementasinya LKM dianggap lebih efisien Legalitas hukum menjadi mutlak

diperlukan, terkait dengan fungsi LKM-A

sebagai jasa keungan. Sampai saat ini

sebagian LKM-A berlindung dibawah badan

hukum koperasi serba usaha gapoktan dan

sebagian kecil berbadan hukum koperasi

simpan pinjam (KSP). LKM-A lainnya

dikukuhkan dengan akte notaris.

Undang-undang Republik Indonesia No. 1 tahun

2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro

mengisyaratkan bahwa LKM diarahkan

berbadan hukum koperasi atau perseroan

terbatas (PT). Undang-undang ini harus

dipahami oleh berbagai pihak terkait dalam

pemberdayaan LKM-A ke depan, agar

supaya LKM-A yang sudah tumbuh dan

berkembang, esksistensinya tetap berjalan.

KERAGAMAN KINERJA LKM-A

Perkembangan asset LKM-A tidak

sepenuhnya ditentukan oleh umur (jangka

waktu) berjalannya sebuah LKM-A tersebut,

terbukti bahwa ada LKM-A yang berdiri

tahun 2008 asetnya lebih rendah dibanding

yang berdiri tahun 2009 dan sebaliknya.

Kajian Hosen et al.(Hosen, N., Harmaini,

Nirwansyah dan Nurnayetti. 2012) fokus

untuk melihat pertumbuhan asset dengan

membanding tahun awal berdiri dengan

asset awal rata-rata Rp. 100 juta per

LKM-A dengan jumlah asset keadaan Juni

tahun 2012. Percepatan pertumbuhan asset

tersebut bervariasi antar LKM-A, begitu

juga pertumbuhan jumlah anggota LKM-A

tersebut. Rata-rata peningkatan anggota

berbanding lurus dengan peningkatan

asset LKM-A (Tabel 4). Asset LKM-A

menunjukkan peningkatan selama kurun

waktu 4-5 tahun. Peningkatan asset ini belum menunjukkan angka yang signifikan, namun ada kecenderungan meningkat berarti

perguliran dana berjalan lancar. Kepercayaan

masyarakat sudah mulai tumbuh dengan

indikator terjadi peningkatan jumlah anggota.

Semakin banyak anggota berarti berarti

potensi simpanan anggota akan semakin

besar dan sekaligus akan memperkuat

permodalan LKM-A. Bila anggota sedikit

dan bahkan cenderung berkurang, berarti

kepercayaan masyarakat terhadap LKM-A

masih kurang dan perguliran dana akan

lamban dan bahkan bisa stagnan, akhirnya

asset akan tidak berkembang.

Secara total selama 5 tahun

program PUAP berjalan (2008-2012) di

Sumatera Barat, LKM-A telah menyalurkan

pembiayaan untuk pengembangan usaha

mikro sektor pertanian menurut kelompok

usaha sebagai berikut: untuk pengembangan

tanaman pangan 40,0%, hortikultura 15,0%,

perkebunan 5,0%, peternakan 12,0%, dan

sisanya 28,0 % untuk usaha non budidaya

(pengolahan hasil skala rumah tangga dan

pemasaran hasil skala kecil). LKM-A adalah

lembaga keuangan yang menyediakan jasa

keuangan miikro yang tidak berbentuk bank

dan juga tidak berbentuk koperasi sudah

diminati khususnya oleh masyarakat tani di

pedesaan. Hal ini ditunjukkan oleh semakin

meningkatnya jumlah anggota yang akses

(14)

Tabel 4. Perkembangan jumlah anggota dan asset LKM-A Gapoktan PUAP contoh pada beberapa kabupaten/kota pelaksana PUAP 2008 dan 2009 di Sumatera Barat

Kabupaten/ Kota

Tahun

Nama LKM-A, Nagari

Keadaan Awal Keadaan Juli 2012 Pertum buhan Limapuluh Kota 2008 Sabatang Manjadi, Taeh

Baruah, Payakumbuh

80 100.000 447 236.905,- 458,7 136,9

2008 Genta Kobra Prima, Koto Baru, Payakumbuh

75 100.000 167 125.190,- 123 25,2

2009 Bulakan Sri Cahaya, Tj. Gadang Rumah, Lareh Sago Halaban

92 100.000 207 150.131,- 125 50,1

2009 Sitanang Terpadu, Sitanang, Lareh sago Halaban

59 100.000 120 111.540,- 103 11,5

Tanah Datar 2008 Bina karya, Balimbing, Rambatan

90 100.000 217 228.841,- 141 128,8

2008 Mitra Bersama, Situmbuk, salimpaung

100 100.000 141 135.367 41 35,4

2009 Elok Basamo, Rambatan 76 100.000 300 161.239,- 295 61,2

2009 Lona Saiyo, Parambahan, V Kaum

47 100.000 111 123.500,- 136 23,5

Padang Pariaman

2008 Awan bajuntai, V Koto Kp. Dalam

30 100.000 37 192.950,- 23 92,9

2008 Saiyo Sakato, Sei. Geringging 35 100.000 37 107.747,- 6,0 7,7

2009 Usaha Bersama, Sungai Durian, Patamuan

53 100.000 63 150.000,- 18,9 50,0

2009 Mitra S-3, Sei. Sariak 50 100.000 50 121.412,- 0 21,4

Solok 2008 Mutiara Sukarami, Linjung Koto Tinggi, G. Talang

100 100.000 140 180.141,- 40 80,1

2008 Telaga Zam-Zam, Bukik Sileh, Lembang Jaya

120 100.000 211 115.000,- 75,8 15,0

2009 Gema Lunanti, Selayo 139 100.000 145 163.638,- 4,3 63,6

2009 Kubang Meja, Paninjauan, X Koto Diatas

143 100.000 150 130.159,- 4,9 30,2

Hasil kajian (Yekti, A. 2009) yang

dilakukan di Kecamatan Piyungan,

Yogya-karta bahwa LKM dibawah naungan gapoktan

sebagai LKM non formal lebih mengena

dikalangan pelaku usaha yang ditunjukkan

oleh jumlah petani (100%) yang pernah

akses terhadap LKM, sedangkan ke sumber

modal lainnya seperti Bank Umum, koperasi,

pegadaian sumber pinjaman informal

lain-nya relatif tendah. Menurut (Wijoyo

2005) bahwa LKM lebih cocok bagi pelaku usaha mikro karena sifatnya yang fleksibel

dan sesuai dengan sifat dan skala usaha

petani. Direktorat Pembiayaan Kementerian

Pertanian (Direktorat Pembiayaan. 2004)

mengemukakan bahwa LKM dikembangkan

berdasarkan semangat untuk membantu

dan memfasilitasi masyarakat miskin atau

berpendapatan rendah, baik untuk konsumtif

maupun produktif keluarga miskin. Dalam implementasinya LKM dianggap lebih efisien dari lembaga keuangan yang lain karena

kedekatannya pada masyarakat yang dilayani

(15)

PENUTUP Kesimpulan

Usaha pertanian ra

(i) kyat mempunyai

konstribusi cukup besar dalam perekonomian Sumatera Barat tercermin dari kontribusi pertanian secara umum dalam BDRB. Untuk meningkatkan kontribusi sektor pertanian oleh petani kecil diperlukan sumber pembiayaan yang mudah diakses dan jasa keuangan yang murah salah satunya adalah dari LKM-A. Jumlah LKM-A yang sudah tumbuh (ii)

dan berkembang sebanyak 842 unit, berpotensi tumbuh lebih banyak sesuai jumlah gapoktan (955 unit) sampai akhir tahun 2012 yang diberdayakan melalui program PUAP Kementerian Pertanian.

LKM-A sebagai Lembaga Keuangan (iii)

Mikro, fokus memberikan solusi terhadap kendala modal bagi petani kecil, sudah menunjukkan keberhasilan dalam pengelolaan keuangan dengan indikator berkembangnya asset secara total sejak tahun 2008 dengan modal awal Rp. 95,5 milyar dan pada tahun 2012 berkembang mencapai Rp. 121 milyar yang tersebar pada 955 unit gapoktan. Modal tersebut digunakan untuk pembiayaan pengembangan usaha pertanian tanaman pangan 40%, hortikultura 15%, perkebunan 5%, peternakan 12% dan usaha non budidaya (pengolahan hasil dan pemasaran) 28%.

Tantanngan ke depan adalah system (iv)

pendampingan yang mampu memacu percepatan pemberdayaan LKM-A dan

legalitas hukum yang cocok.

Rekomendasi

Saran ke depan adalah LKM-A sebagai sumber pembiayaan untuk pengembangan usaha produktif petani, perlu mendapat perhatian serius dalam bentuk pembinaan dan pendampingan secara berkelanjutan oleh pemangku kepentingan menuju keswadayaan, profesional dan legal.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, M dan Joko Christanto. 2000. PRA berperspektif SAGA (Socio-Economic and Gender Analysis). Modul Lokakarya SAGA. Kerjasama ARM-II Badan Litbang Pertanian dengan PSW-UGM. Yogyakarta.

Badan PSDM Pertanian. 2007. Konsep Dasar LKM-Agribisnis. Materi dalam TOT PUAP di Ciawi 2007.

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2010. OBMNE ”Outcome Based Monitoring and Evaluation). Petunjuk Teknis. BBP2TP Bogor, Badan Litbang Pertanian.

Bappeda 2012. Road map penguatan system inovasi daerah (SIDa) Provinsi Sumatera Barat. Badan Perencanan Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Barat. Padang.

BPS Sumatera Barat. 2012. Sumatera Barat Dalam Angka. Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Sumatera Barat. Padang.

(16)

Direktorat Pembiayaan. 2004. Kelembaga-an dKelembaga-an pola pelayKelembaga-anKelembaga-an keuKelembaga-angKelembaga-an mikro untuk sektor pertanian (pedoman dan kebijakan). Direktorat Pembiayaan-Dirjen BSP. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Hendaryana R. 2010. Apresiasi pengelolaan dan operasional LKM-Agribisnis. Petunjuk operasional. BBP2TP Bogor, Badan Litbang Pertanian.

Hosen, N., Harmaini, Nirwansyah dan Nurnayetti. 2012. Akselerasi Adopsi Inovasi dan Pengembangan LKM-A pada kegiatan Usaha Bersama Berbasis Komoditas Gapoktan pelaksana PUAP tahun 2008 dan 2009 di Sumatera Barat. Laporan Teknis. BPTP Sumatera Barat.

Kementan, 2013. Pedoman umum Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) tahun 2013. Kementerian Pertanian. Jakarta

Kementan. 2008. Pedoman umum Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) tahun 2008. Departemen Pertanian. Jakarta.

Sekretariat PUAP, 2012. Laporan perkembangan PUAP 2008-2012 di Sumatera Barat. Sekretariat PUAP. Tim Pembina PUAP Provinsi Sumatera Barat.

Wijoyo, Wiloeyo Wiryo. 2005. Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro Sebagai Salah satu Pilar Sistem Keuangan Nasional: Upaya konkrit memutus mata rantai kemiskinan. Jurnal “ kajian Ekonomi dan Keuangan” edisi khusus Desember 2005. Jakarta.

Yekti, A. 2009. Peranan Lembaga Keuangan Formal dan Informal bagi masyarakat pertanian di Indonesia. Jurnal pertanian. STTP Yogyakarta. Hal 91-103.

(17)

STUDI KASUS GEMPA BUMI DAN TSUNAMI SERTA PENGARUHNYA TERHADAP BIOFISIK LAHAN PERTANIAN DI KEPULAUAN MENTAWAI

SUMATERA BARAT

Edy Mawardi dan Ramlan BPTP Sumatera Barat dan BPTP Aceh

CASE STUDY OF EARTHQUAKE AND TSUNAMI AND ITS INFLUENCE ON BIOPHYSICAL AGRICULTURAL LAND

IN THE MENTAWAI ISLANDS WEST SUMATRA

Abstract

This case study aims to determine the effect of the earthquake and tsunami Mentawai against damage farmlands and recommend handling the problem . This case study is a descriptive quantitative and qualitative research through support and prime secondary data obtained in the form of free survey and laboratory analysis . Earthquake followed by tsunami that caused extensive damage to agricultural land located in coastal areas within 0-750 meters from the shoreline of 0-14 meters high from sea level . Soil salinity levels decreased significantly due to high precipitation, the texture is quite rough , and the conditions that enable the acceleration region fisografi dry salt . Soil fertility levels throughout the Mentawai Islands offshore wilkayah general category is low . Advice given from the results of this case study is ( 1 ) to relocate the residential and agricultural area should be directed at the food crop area is more than 750 meters from the seafront or in an area of over 14 meters high from the sea level , ( 2 ) Planting return oil as the region’s major flagship commodity requires the selection of seeds, and pembibitannya techniques , ( 3 ) pewilayahan commodities in disaster-prone areas is economically profitable and has ability to minimize impacts, and ( 4 ) develop agricultural systems by considering the conditions local social and cultural community

Keywords: earthquake, tsunami, biophysical, land, disaster

Abstrak

Studi kasusini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gempa bumi dan tsunamiMentawai terhadap kerusakan lahan pertanian dan merekomendasikan penanganan masalahnya. Studi kasus ini merupakan penelitian deskriptif kuantitif dan kualitatif melalui dukungan data skunder dan primer dalam bentuk survey lapangan dan analisis laboratorium. Gempa yang diikuti tsunami menyebabkan kerusakan yang luas terhadap lahan pertanian berada pada wilayah pesisir dalam jarak 0-750 meter dari garis pantai dengan tinggi tempat 0-14 meter dari permukaan laut. Tingkat salinitas tanah menurun secara nyata karena tingginya curah hujan, tekstur agak kasar, dan kondisi fisiografi daerah yang memungkinkan percepatan pencucian garam. Tingkat kesuburan tanah sepanjang wilayah pesisir Kepulauan Mentawai umumnya termasuk kategori rendah. Saran yang diberikan dari hasil studi kasus ini adalah (1) merelokasi kawasan pemukiman dan areal pertanian tanaman pangan perlu diarahkan pada kawasan yang berjarak lebih dari 750 meter dari pinggir laut atau pada daerah dengan tinggi tempat diatas 14 meter dari permukaan laut, (2) Penanaman kembali tanaman kelapa sebagai komoditas unggulan utama daerah ini membutuhkan pemilihan benih unggul dan teknik pembibitannya, (3) pewilayahan komoditas pada kawasan yang rawan bencana ini yang menguntungkan secara ekonomis dan mempunyai kemampuan dalam meminimalkan dampak, dan (4) mengembangkan sistem usaha pertanian dengan mempertimbangkan kondisi sosial dan budaya lokal masyarakat

Kata Kunci: Gempa, tsunami, biofisik, lahan, bencana

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gempa bumi (7,2 SR) disertai

tsunami yang terjadi di Kabupaten Kepulauan

Mentawai Sumatera Barat merupakan salah

satu dari tiga musibah bencana nasional

yang terjadi pada tanggal 25 Oktober 2010.

Tsunami (bahasa Jepang: tsu=pelabuhan, nami=gelombang) yang terbentuk akibat gempa bumi ini menghancurkan sebagian

besar kawasan sepanjang pesisir barat Pulau

Pagai Selatan. Kerusakan yang sama terjadi

pada beberapa dusun di Desa Silabu dan

Betumonga yang teletak di pantai bagian

barat Pagai Utara dan kerusakan yang lebih

kecil melanda sebagian dusun di Desa Bosua

dan Berlolou di Sipora Selatan. Wilayah

yang lebih aman terletak pada kawasan

sepanjang pantai timur Pagai Selatan, Pagai

Utara,dan Sipora Selatan.

Musibah gempa dan tsunami ini

menyebabkan kematian penduduk dan hilang

lebih dari 500 orang serta menyebabkan

kerusakan infrastruktur pemukimannya.

Data lapangan ini menunjukkan terjadinya

kerusakan prasarana berupa jembatan dan

jalan, rumah penduduk rusak berat maupun

rusak ringan, fasilitas umum dan sosial dan

beberapa sarana pelayanan umum lainnya

tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Kerusakan yang lebih parah ternyata terjadi

juga pada sektor pertanian akibat kerusakan

lahan pertanian yang selama ini menjadi

tulang punggung kehidupan sebagian besar

masyarakat di daerah ini.

Mustafa (2010) mengungkapkan

bahwa potensi gempa dan tsunami

Kepulauan Mentawai Sumatera Barat

terdapat pada episentrum laut pada

segmen Siberut dan segmen Sipora-Pagai.

Sedangkan episentrum darat Sumatera Barat

yang tidak akan menimbulkan tsunami

berpotensi terjadi pada segmen Singkarak,

Sianok, dan Muara Labuah. Dalam kasus

tsunami Mentawai tahun 2010, musibah ini

terjadi pada episentrum Sipora-Pagai yang

berpusat disebelah barat Pulau Pagai Selatan

dan berdampak juga pada sebagian wilayah

Pulau Pagai Utara dan Sipora. Selanjutnya,

Emzalmi (2010) mengemukakan jejak

sejarah tsunami pada wilayah sepanjang

pantai barat Pulau Sumatera pernah terjadi

di Bengkulu (1883), Sumatera Barat (1861),

Krakatau (1883), dan Aceh (2004). Untuk

itu, penanganan dan antisipasi masalah

kawasan yang rawan musibah bencana ini

perlu diformulasikan guna meminimalkan

dampaknya baik terhadap korban manusia

maupun infrastruktur daerah pemukimannya

termasuk sektor pertanian.

Pengalaman musibah tsunami Aceh

menunjukkan bahwa areal pertanian yang

terlanda bencana alam ini berubah menjadi

lahan bermasalah akibat tanah tertutup

sedimen salin setebal 1-10 cm. Permukaan

tanah menjadi keras dan retak-retak bila

kekeringan yang menyebabkan sebagian

besar lahan tersebut tidak produktif untuk

usaha pertanian untuk waktu yang cukup

lama. Selanjutnya, Puslitbang Tanah dan

Agroklimat melaporkan bahwa lahan

pertanian yang terkena intrusi air laut

akibat gelombang tsunami akan mengalami

salinisasi sedang sampai berat pada jarak 0-3

km dari pantai. Tingkat kerusakan tanaman

yang disebabkan salinitas tergantung pada

jenis tanaman, varietas, fase pertumbuhan, high from sea level . Soil salinity levels decreased significantly due to high precipitation, the texture

is quite rough , and the conditions that enable the acceleration region fisografi dry salt . Soil fertility

meters high from the sea level , ( 2 ) Planting return oil as the region’s major flagship commodity requires the selection of seeds, and pembibitannya techniques , ( 3 ) pewilayahan commodities in disaster-prone areas is economically profitable and has ability to minimize impacts, and ( 4 )

Keywords: earthquake, tsunami, biophysical, land, disaster

ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gempa bumi dan tsunami

jarak 0-750 meter dari garis pantai dengan tinggi tempat 0-14 meter dari permukaan laut. Tingkat secara nyata karena tingginya curah hujan, tekstur agak kasar, dan kondisi fisiografi daerah yang memungkinkan percepatan pencucian garam. Tingkat kesuburan tanah sepanjang wilayah pesisir Kepulauan Mentawai umumnya termasuk kategori rendah.

areal pertanian tanaman pangan perlu diarahkan pada kawasan yang berjarak lebih dari 750

laut, (2) Penanaman kembali tanaman kelapa sebagai komoditas unggulan utama daerah ini membutuhkan pemilihan benih unggul dan teknik pembibitannya, (3)

kemampuan dalam meminimalkan dampak, dan (4) mengembangkan

(19)

dilakukan pembuatan lobang profil tanah

ring sampel untuk analisis sifat fisika tanah.

 dan faktor lingkungannya (Puslitbangtanak,

2005).

Perubahan yang terjadi pada

kawasan terlanda gelombang tsunami

Kepulauan Mentawai sangat mempengaruhi

seluruh aspek kehidupan masyarakat. Upaya

pemulihan daerah yang dilanda bencana pasca

tsunami ini membutuhkan kajian lapangan tentang pengaruh tsunami terhadap biofisik lahan pertanian dan pemukiman sebagai

upaya rehabilitasi kehidupan masyarakat

Kepulauan Mentawai dalam jangka panjang.

Untuk itu, permasalahan yang timbul

akibat tsunami Kepulauan Mentawai perlu diidentifikasi secara cepat untuk dijadikan dasar penataan selanjutnya. Serangkaian

upaya penetapan kebijakan pembangunan

yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan

pencegahan bencana, tanggap darurat, dan

rehabilitasi sebagaimana tercantum dalam

UU No. 24 tahun 2007 (Kabuik, 2010).

Tujuan kegiatan

Studi kasus ini merupakan langkah

awal yang dilakukan secara cepat untuk

mengetahui kondisi kerusakan areal

pertanian Kepulauan Mentawai pasca

bencana gempa bumi dan tsunami dengan

rincian tujuan sebagai berikut:

(1) Melakukan identifikasi tingkat kerusakan tanaman dan sifat fisik maupun kimia tanah akibat gempa

dan tsunami Mentawai

(2) Memberikan saran kebijakan

rehabilitasi dan penataan lahan

pertanian aman dan berkelanjutan

pada kawasan rawan bencana gempa

dan stunami Mentawai.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian

deskriptif kuantitif dan kualitatif. Langkah

penelitian meliputi pemilihan lokasi, survey

lapangan dan analisis laboratorium dalam

rangka pengumpulan dan analisis data lokasi

pasca bencana gempa dan tsunami.

Pemilihan Lokasi

Kegiatan studi kasus pengaruh gempa dan tsunami Kepulauan Mentawai terhadap biofisik lahan pertanian dilakukan pada Dusun Purorougat (Desa Malakkopak)

dan Dusun Surat Aban (Desa Bulasat)

di Kecamatan Pagai Selatan. Penetapan

kedua dusun ini sebagai lokasi penelitian

berdasarkan tingkat keparahan yang

merupakan representasi kawasan yang

cukup parah terkena musibah bencana gempa

dan stunami Kepulauan Mentawai. Kegiatan

survey lapangan dilaksanakan mulai tanggal

23 sampai 28 November 2010. Sedangkan

analisis tanah dan tanaman dilaksanakan

pada laboratorium BPTP Sumatera Barat.

Survey Lapang

Kegiatan survey lapang dilakukan

untuk mendapatkan beberapa data sebagai

berikut:

Kerusakan Tanaman dan Ternak (1)

Untuk mendapatkan data tentang

kerusakan tanah dan tanaman dilakukan

dengan mempedomani data skunder dari

tim survey lainnya dan observasi langsung

di lapangan. Lokasi observasi diprioritaskan

pada lahan-lahan utama pertanian yang

mencakup lahan sawah, palawija dan lahan

perkebunan. Pada setiap lokasi dilakukan

(20)

0-20, 20-40, dan 40-60 cm. Sampel tanah

diambil berdasarkan homogenitas tanah dan

transek yaitu tegak lurus dari garis kontur

dan untuk dataran pantai mengikuti sequent

daerah pesisir.

Sampel tanaman pasca Tsunami

diambil pada tanaman yang rusak (layu atau

mati) dan tanaman sehat (tanaman yang tidak

kena tsunami). Untuk tanaman semusim

diambil daun tanaman yang telah membuka

sempurna (daun dewasa) atau seluruh

tanaman yang masih muda (umur 1-2 bulan).

Sedangkan untuk tanaman tahunan diambil

daun yang telah dewasa masing-masing

250 gram. Khusus untuk tanaman kelapa

dan sawit diambil daun sepertiga pelepah

bagian tengah dari pelepah ke 17 dari atas

(biasanya pada deretan putaran lingkaran

pelepah yang ketiga dari pucuk). Daun

tanaman dibersihkan dan dikeringanginkan

serta disimpan dalam kantong kertas karsing

atau kertas koran.

(2) Kerusakan Tanah

Untuk pengamatan yang lebih rinci dilakukan pembuatan lobang profil tanah dengan ukuran (100-150) x 150 x 150 cm.

Pada salah satu dinding yang tidak terkena

cahaya mata hari dilakukan pengamatan

terhadap susunan horizon/lapisan. Pada setiap

horizon atau lapisan diambil sampel tanah

untuk analisis kimia dan contoh tanah tidak

terusik (undistrubed sample) menggunakan ring sampel untuk analisis sifat fisika tanah. Pengambilan contoh tanah diawali pada

horizon terbawah dan secara berurutan

sampai horizon/lapisan teratas (top soil). Pada lapisan atas perlu pula dicatat tebal lapisan

timbunan (lumpur dan pasir) sekaligus

diambil sampel tanah untuk analisis kimia.

Bersamaan dengan pengambilan contoh

tanah diamati pula keadaan drainase, bentuk

wilayah, kelerengan, vegetasi dominan, dan

penggunaan lahan.

(3) Pengukuran salinitas

Pengukuran salinitas menggunakan

alat Grund Conductivity Meter (GCM)

Elctromacnetic Induction ( EM 38) dengan

cara meletakkan diatas permukaan tanah

secara horizontal (EM/h) dan vertical

(EM/v). Pengukuran secara horizontal

memperoleh data kadar salinitas permukaan

tanah antara 0 – 35 cm dan secara vertical

diperoleh kadar salinitas pada kedalaman

tanah 35 – 150 cm. Dari hasil pengukuran

dengan EM 38 akan diperoleh data dalam

mS/m (mili siment per meter).

Rumus yang digunakan dalam mengukur salinitas adalah :

dS/m = mS/m 

100 Dimana :

mS/m = Hasil Pengukuran EM 38 dS/m = deci Siment per meter

Ece = Slope x ECe + Intercept 

Dimana :

Eca = Apparent Elctrical Con- ductivity ( Pengukuran

dilapangan)

Ece = Extract Elctrical Conductivity

Slope dan intercept =

Konstanta

tentang pengaruh tsunami terhadap biofisik

diidentifikasi secara cepat untuk dijadikan

Melakukan identifikasi tingkat kerusakan tanaman dan sifat fisik

(21)

Hasil identifikasi awal Dinas Pertanian,

HASIL DAN PEMBAHASAN

Saksi mata penduduk lokal Pulau

Pagai Selatan yang selamat dari musibah

mengungkapkan bahwa stunami yang

terjadi 15 menit setelah gempa terjadi 3 kali

gelombang air dengan tinggi berkisar antara

9-15 meter. Gelombang besar ini membawa

batu karang yang menghancurkan kawasan

pertanian dan pemukiman pada hamparan

0-700 meter dari pinggir pantai kearah

daratan. Kerusakan yang terjadi diperparah

akibat hilangnya hutan bakau, terutama di

daerah pemukiman.

Kerusakan Tanaman dan Ternak

Kecamatan Pagai Selatan, Pagai

Utara, dan Sipora Selatan merupakan

daerah terkena lansung dampak Gempa

dan tsunami tanggal 25 Oktober 2010. Tabel 1. Penilaian Konstanta Konversi dari Eca ke ECe

Tabel 2. Standar Salinitas Tanah Berdasarkan Tekstur

Tabel 3. Batas Toleransi Tidak Terjadi Kehilangan Hasil (Ayer & Westcot, 1976)

Saturation percentage (SP) Ece = slope x Eca + intercept

SP TEKSTUR SLOPE INTERCEPT

30 Lempung berpasir 6,9 -0,9

40 Lempung 5,4 -1,5

50 Liat ringan 4,0 -1,9

60 Liat 3,3 -2,1

70 Sangat liat 2,8 -2,1

TEKSTUR (Persentase Pasir)

ECa (dS/m)

Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

Pasir Berlempung (25 – 35) 0,4 0,4 – 0,7 0,7 – 1,3 > 1,3

Lempung (35 – 45) 0,4 0,7 – 1,1 1,1 – 1,9 > 1,9

Liat berlempung – liat ringan (45 – 55) < 1,0 1,0 – 1,5 1,5 – 2,5 > 2,5

Liat Sedang – Berat (55 – 70) < 1,25 1,25 – 1,9 1,9 – 3,0 > 3,0

No Jenis Tanaman ECe (dS/M) Batas Toleransi Tidak Terjadi Kehilangan Hasil

1. Padi 2 – 3

2. Jagung 1,7

3. Kacang Tanah 3,2

4. Kacang Kedelai 1,5 – 2

5. Semangka 1,5 – 2

6. Kubis 2 - 3

7. Wortel 1,5 – 2

8. Timun 2 – 3

9. Bawang Merah 1,5- 2

10. Terong 2,5 – 3

11. Cabai 2 – 3

(22)

Hasil identifikasi awal Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perkebunan Kabupaten

Kepulauan Mentawai mengungkapkan

kerusakan tanaman padi sawah, sagu, talas,

dan pisang masing-masing hanya seluas 80,

5, 37,dan 108 ha (Tabel 4).

Kelapa merupakan tanaman yang

paling luas mengalami kerusakan akibat

gempa dan tsunami dengan total luas 1.286

ha dan sekitar 75,8% dari luas kerusakan ini

terjadi di Kecamatan Pagai Selatan. Luasnya

kerusakan tanaman kelapa ini disebabkan

sebagian besar terhampar pada kawasan

pantai dan berdekatan dengan pusat gempa.

Sedangkan tanaman perkebunan lain yang

mengalami kerusakan adalah tanaman kakao,

pinang, dan nilam masing-masing sebesar 69,

32, dan 5 ha (Tabel 5). Kerusakan tanaman

kelapa tidak hanya karena musibah tsunami

tapi juga disebabkan pengaruh lainnya Tabel 4. Kerusakan Komoditas pangan utama pada beberapa kecamatan dan desa akibat

Gempa Tsunami Mentawai. Tahun 2010

Tabel 5. Kerusakan tanaman perkebunan pada beberapa kecamatan dan desa akibat gempa tsunami Mentawai. Tahun 2010

No Kecamatan/ Desa Jenis Tanaman (ha)

Padi Sawah Sagu Talas Pisang

1. Pagai Selatan Malakopak Bulasat

70 10

5

-3 30

8 75 2. Pagai Utara

Betu Monga Silabu Saumanganyak 3. Sipora Selatan

Beriulou Bosua

4 22

3

Jumlah 80 5 37 108

No Kecamatan/ Desa Kelapa (ha) Kakao (ha) Pinang (ha) Nilam (ha)

1. Pagai Selatan Malakopak Bulasat Ma

765 234

36 8

5

-5

-2. Pagai Utara Betu Monga Silabu Saumanganyak

143 2,5 3,5

20

-27

-3. Sipora Selatan Beriulou Bosua

70 68

3 2

-Jumlah 1.286 69 32 5

Sumber: Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Mentawai (2010)

(23)

yang perlu dikaji lebih mendalam. Luasnya

kerusakan kelapa yang berwarna kuning

diperkirakan mencapai 400 ha di Dusun

Surat Aban. Kerusakan yang sama ternyata

meluas pada beberapa areal perkebunan

kelapa di Kepulauan Mentawai.

Usaha peternakan yang paling besar

mengalami kematian akibat gempa dan

tsunami adalah ayam buras dan babi dengan

jumlah masing-masing sebesar 4.618 dan

1.166 ekor. Selanjutnya, anjing dan itik

merupakan usaha peternakan penduduk

yang mengalami kerusakan masing-masing

sebesar 185 dan 203 ekor. Dari hasil identifikasi kerusakan awal terhadap usaha tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan

ini terungkap bahwa kerusakan yang paling

besar terjadi di Kecamatan Pagai Selatan. Untuk itu, kegiatan identifikasi mendalam akibat gempa dan tsunami ini perlu dilakukan

pada lokasi korban bencana yang mewakili

karakteristik kerusakan di Kecamatan Pagai

Selatan (Tabel 6).

3.2 Kerusakan Lahan Dusun Purorougat Hasil pengamatan transek (garis

penampang) pada lahan Dusun Purorougat

terlihat bahwa tinggi tempat pada lahan yang

jaraknya 750 km dari garis pantai mencapai

14 meter. Kondisi ini memperlihatkan bahwa

ketinggian lokasi > 14 meter termasuk lahan

pertanian dan pemukiman yang aman dan

tidak mengalami kerusakan akibat tsunami.

Transek dari studi kasus pada wilayah

musibah ini dibagi atas Segmen I (S I) dengan

vegetasi sebelumnya tanaman talas dan

sagu, Segmen II (S II) daerah pemukiman,

Segmen III (S III) areal kebun kelapa, dan

Segmen IV (S IV) kebun campuran.

Hasil pengukuran salinitas tanah

Dusun Purourogat memperlihatkan tingkat

salinitas pada lokasi 100 meter dari laut (S

I) 1 bulan setelah tsunami termasuk kategori

sedang, sedangkan pengukuran sepanjang

1.000 meter umumnya termasuk kategori

ringan.

Tabel 6. Kerusakan ternak pada beberapa kecamatan dan desa akibat Gempa Tsunami Mentawai. Tahun 2010

Sumber: Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Mentawai

No Kecamatan/ Desa Jenis Ternak (ekor)

Ayam buras Babi Anjing Itik

1. Pagai Selatan

(24)

Penurunan tingkat salinitas yang

cukup tinggi selama 1 bulan pasca tsunami

kemungkinan disebabkan curah yang hujan

tinggi dan kondisi tekstur tanah agak kasar

pada permukan tanah di daerah ini. Tingkat

salinitas secara lebih terperinci dalam

berbagai jarak 0-1.000 meter dari laut

ditampilkan pada Tabel 7.

Dari data Tabel 8 terungkap bahwa

reaksi tanah (pH) tanah Dusun Purorougat

pada jarak 10, 250, 375, 500, 625, dan

750 meter dari laut dan kedalaman 0-20

cm masing-masing 6,75; 6,81; 6,84; 6,89;

6,90; dan 6,28. Nilai pH tanah pada seluruh

lapisan 0-20 cm bereaksi netral, sedangkan

nilai pH tanah pada kedalaman tanah

20-40 cm dan 20-40-60 cm bereaksi agak masam

sampai sedang. Reaksi tanah yang agak

masam terlihat pada daerah yang berjarak

625 dan 750 meter dari pinggir laut.

Kandungan C-organik tanah pada

permukaan tanah (0-20 cm) bervariasi dari

rendah sampai sangat tinggi (1.34-6.53 %).

Kondisi yang sama terlihat pada kandungan Gambar 1. Transek areal pertanian dan pemukiman Dusun Purorogat

Kecamatan Pagai Selatan

Laut

S I S II S III S IV

Jarak dari laut 0 -103 meter 103 -171 meter 171 -411 meter 411 -750 meter

Tinggi tempat 1,5 meter dari

muka laut

1,5 - 6 meter dari muka laut

6 -10 meter dari muka laut

14 meter dari muka laut

Salinitas Sedang Ringan Ringan Ringan

Tekstur Pasir Pasir Liat berpasir Liat berpasir

Kedalam tanah 60 m 61 cm > 60 cm > 100 cm

Vegetasi pra stunami

Kebun talas dan sagu

Pemukiman penduduk

Kebun kelapa Ke bun

campuran kelapa, pisang, dan lainnya

Tabel 7. Hasil pengamatan salinitas lahan pasca tsunami berdasarkan jarak dari pantai di Dusun Purorougat kecamatan Pagai Selatan. Tahun 2010

No. Kedalaman Tingkat Salinitas Jarak dari Pantai

( Meter) 0 – 35 Cm (dS/m) 30 – 150 Cm (dS/m)

1. 1.76 1.73 Sedang 0-100

2. 0.82 0.82 Ringan 100 – 200

3. 0.51 0.63 Ringan 200 – 300

4. 0.44 0.53 Ringan 300 - 400

5. 1.20 1.20 Ringan 400 – 500

6. 1.14 0.84 Ringan 500 – 600

7. 0.77 0.76 Ringan 600 – 700

8. 0.86 0.95 Ringan 700 – 800

9. 0.90 0.96 Ringan 800 – 900

10. 1.01 0.91 Ringan 900 – 1000

identifikasi kerusakan awal terhadap usaha

(25)

C-organik tanah pada kedalaman 20-40 cm

dan 40-60 cm yang bervariasi dari rendah

sampai tinggi (1.08-3.38). Variasi kandungan

C-organik tanah ini terkait dengan bentuk

usaha tani tanaman talas pada lahan rawa

dengan kandungan bahan organik tinggi,

areal perkebunan kelapa, dan kebun

campuran dengan sistem usaha pertaniannya

kurang intensif. Kandungan N-total tanah

pada kedalaman tanah 0-20 cm bervariasi

dari rendah (0,17%) sampai sangat tinggi

(0,83%). Nilai yang sama terlihat dari hasil

pengamatan N-total tanah pada kedalaman

20-40 cm dan 40-60 cm yang bervariasi dari

rendah (0,07%) sampai sedang (0,32%).

Tabel 8. Data hasil analisa tanah berdasarkan jarak dari laut pada beberapa tingkat kedalaman tanah di Dusun Purorougat. Tahun 2010

Parameter uji Kedalaman tanah

Nilai pengamatan berdasarkan jarak lokasi dari laut

10 m 250 m 375 m 500 m 625 m 750 m

pH (H2O) 0-20 cm 6,72 6,81 6,84 6,89 6,90 6,28

20-40 cm 6,40 5,76 - 7,45 4,53 4,92

40-60 cm 6,98 6,59 - 7,36 4,0 6,37

pH (KCl) 0-20 cm 6,55 6,81 6,36 6,47 6,44 5,71

20-40 cm 6,13 5,76 - 6,71 4,21 4,22

40-60 cm 6,76 6,59 - 6,59 5,19 5,19

C-organik (%) 0-20 cm 2,21 6,52 1,73 1,34 5,81 3,46

20-40 cm 3,02 2,18 - 1,42 2,21 1,25

40-60 cm 3,38 2,05 - 1,39 2,20 1,08

N- total (%) 0-20 cm 0,31 0,83 0,17 0,24 0,52 0,31

20-40 cm 0,27 0,32 - 0,17 0,14 0,17

40-60 cm 0,24 0,21 - 0,11 0,07 0,13

C/N 0-20 cm 7,13 7,86 10,18 5,58 11,17 11,16

20-40 cm 11,18 6,81 - 8,35 15,79 7,35

40-60 cm 14,08 9,76 - 12,64 31,43 8,31

K-dd (Cmol/kg) 0-20 cm 1,46 0,64 0,19 0,19 1,27 0,32

20-40 cm 1,21 0,32 0,32 0,41 0,29

40-60 cm 1,40 0,13 0,13 0,45 0,19

Na-dd (Cmol/kg) 0-20 cm 7,30 3,72 0,70 0,56 3,48 0,73

20-40 cm 7,02 2,02 0,45 2,15 0,56

40-60 cm 5,84 1,04 0,38 1,39 0,45

Ca Ekstrak NH4Oac 1 N pH 7(me/100 gr)

0-20 cm 3,7 2,79 2,81 3,45 2,64 3,72

20-40 cm 3,15 2,55 2,75 2,57 3,32

40-60 cm 3,57 3,21 2,38 2,92 2,77

Mg Ekstrak NH4Oac 1 N pH 7 (me/100 gr)

0-20 cm 5,96 4,27 4,09 5,77 4,70 5,48

20-40 cm 4,97 3,61 4,75 4,49 5,15

40-60 cm 6,08 5,07 4,30 4,92 4,54

P2O5 Ekstrak Olsen (ppm) 0-20 cm 14,78 23,26 18,70 13,91 19,78 20,00

20-40 cm 14,13 16,96 11,09 10,00 12,17

40-60 cm 12,61 15,22 8,91 11,74 10,43

Cu Ekstrak 0,1 N HCl (ppm) 0-20 cm 14 21 20 22 19 20

20-40 cm 24 24 24 21 23

40-60 cm 26 25 16 18 23

Zn Ekstrak 0,1 N HCl (ppm) 0-20 cm 11 18 20 17 10 13

20-40 cm 18 22 18 21 17

(26)

Bila dilihat dari pengamatan nisbah

C/N yang sebagian besar termasuk kategori

rendah dan sedang maka C-organik tanah

telah mengalami pelapukan sempurna.

Selanjutnya, nisbah kation-kation dapat

ditukar dapat dijadikan indikator tingkat

kesuburan tanah. Nisbah Ca/K, Ca/Mg, dan

Mg/K ideal untuk pertumbuhan tanaman

yang optimal masing-masing adalah 13,5/1,

6,5/1, dan 2/1 (Weterman, 1990). Nisbah

Ca/K, Ca/Mg, dan Mg/K tanah dari hasil

pengamatan lapangan.

Parameter uji Kedalaman tanah

Nilai pengamatan berdasarkan jarak lokasi dari laut

10 m 250 m 375 m 500 m 625 m 750 m

Mn Ekstrak 0,1 N HCl (ppm) 0-20 cm 26 29 37 47 31 29

20-40 cm 31 20 49 33 21

40-60 cm 34 23 28 26 24

Fe Ekstrak 0,1 N HCl (ppm) 0-20 cm 68 92 105 110 93 114

20-40 cm 82 69 124 81 81

40-60 cm 87 74 91 101 85

KTK (Cmol/kg) 0-20 cm 33,33 34,87 28,72 28,85 16,67 28,20

20-40 cm 35,38 25,90 30,51 35,90 35,38

40-60 cm 26,41 18,97 15,90 16,15 23,08

H-dd (Cmol/kg) 0-20 cm 0,3 0,3 0,2 0,2 0,2 0,2

20-40 cm 0,2 0,3 0,2 0,2 0,2

40-60 cm 0,2 0,1 0,3 1,8 0,4

Al-dd (Cmol/kg) 0-20 cm 0,3 0,3 0,2 0,2 0,0 0,0

20-40 cm 0,2 0,3 0,2 0,0 0,0

40-60 cm 0,2 0,1 0,0 11,4 0,0

Lokasi pengamatan Kedalaman tanah Nilai nisbah

Ca/K Ca/Mg Mg/K

10 meter 0-20 cm 2,53 0,62 4,08

20-40 cm 2,60 0,63 4,11

40-60 cm 2,55 0,59 4,34

250 meter 0-20 cm 4,36 0,65 6,67

20-40 cm 7,97 0,71 11,28

40-60 cm 24,69 0,63 39,0

375 meter 0-20 cm 14,79 0,69 21,53

500 meter 0-20 cm 18,16 0,60 38,37

20-40 cm 8,59 0,58 14,84

40-60 cm 18,31 0,55 33,08

625 meter 0-20 cm 2,08 0,56 3,70

20-40 cm 6,27 0,57 10,95

40-60 cm 6,49 0,59 10,93

750 meter 0-20 cm 11,63 0,68 17,13

20-40 cm 11,45 0,64 17,76

40-60 cm 14,58 0,61 23,89

(27)

Nisbah Ca/K tanah pada titik

pengamatan 10 meter dari laut dengan 3

kedalaman tanah lebih sempit dibandingkan

nisbah Ca/K ideal (13,5/1), sehingga pupuk

K tidak harus diberikan. Hal ini ditunjukkan

K-dd tanah pada titik pengamatan 0-20 cm,

20-40 cm, dan 40-60 cm masing-masing

sebesar 1,46; 1,21; dan 1,40 Cmol/kg yang

termasuk kategori sangat tinggi. Nisbah

yang Ca/K yang lebih sempit dan tidak

berbeda jauh dibandingkan nisbah Ca/K

ideal memberikan gambaran kawasan ini

tidak memerlukan pemberian pupuk K

dalam budidaya tanaman (Tabel 9).

Nisbah Ca/Mg dari seluruh contoh

tanah lebih sempit dibandingkan nisbah

Ca/Mg ideal (6,5/1). Hasil pengamatan ini

menunjukkan pupuk Mg tidak dibutuhkan

pada lokasi dan terlihat juga dari hasil

analisa Mg tanah yang lebih tinggi dari

batas kritisnya sebesar 0,50 Cmol/kg.

Nisbah Mg/K yang lebih lebar dibandingkan

nisbah Mg/K ideal (2/1) pada pengamatan

memperlihatkan dari hasil seluruh lokasi

pengamatan tidak menyebabkan pupuk K

harus diberikan pada semua lokasi daerah

ini. Hasil analisa K contoh tanah pada lokasi

berjarak 0-250 meter dan 500-750 meter

pada beberapa kedalaman tidak memerlukan

pupuk K karena lebih tinggi dibandingkan

batas kritisnya sebesar 0,30 Cmol/kg.

Sedangkan pada lokasi yang berjarak 375

-500 meter dari laut memerlukan sedikit

pemberian pupuk K bila areal ini digunakan

untuk budidaya tanaman pangan.

Fosfor tersedia ekstraksi Olsen

semua contoh tanah pada beberapa jarak dan

kedalaman bervariasi dari sedang sampai

tinggi. Ketersedian P sedang terlihat pada

contoh tanah dari lokasi 10 meter pada

seluruh kedalaman (0-20, 20-40,dan 40-60

cm), dan pada jarak 375 meter, dan jarak 500

meter pada kedalaman 0-20 cm. Ketersedian

P yang termasuk kategori sedang terdapat

pada jarak 500 meter dan 750 meter dengan

kedalaman 20-40 cm dan 40-60 cm Secara

umum, pemberian pupuk P pada lokasi ini

hanya memerlukan takaran yang kecil dari

50 kg perhektar untuk budidaya tanaman

pangan secara intensif.

Kandungan Cu yang diekstrak 0,1 N

HCL 25% pada semua jarak dan kedalaman

berkisar antara 16 – 26 ppm, sedangkan

kandungan Zn diekstrak 0,1 N HCL 25%

berkisar antara 9-20 ppm. Selanjutnya, hasil

analisa Fe dan Mn ini termasuk sangat tinggi

dari semua contoh tanah dan kandungan Fe

dan Mn sangat tinggi tidak akan meracun

tanaman pada tanah kering dalam kondisi

teroksidasi. Pada kondisi tanah kering, Al

merupakan unsur yang meracun tanaman

bila kandungannya > 20% dalam tanah dan

kisaran kandungan meracun tergantung

pada tingkat toleransi tanaman. Bila

mempedomani hasil analisa contoh tanah ini

yang termasuk kategori rendah pada semua

jarak dan kedalaman maka kandungan Al

tanah Dusun Purourogat tidak meracun

tanaman.

Kapasitas tukar kation (KTK) sangat

berperan dalam kesuburan tanah dimana

KTK tinggi mengindikasikan kemampuan

menyerap dan melepaskan unsur juga tinggi.

Namun hasil analisa contoh tanah daerah

ini menggambarkan KTK yang termasuk

kategori sedang, sehingga kemampuan

menjerap dan melepas unsur hara juga

(28)

areal yang berjarak 500 meter lempung liat

berpasir sejalan dengan rendahnya K dapat

dipertukarkan (K-dd) pada areal yang sama.

Penurunan kandungan K tanah kemungkinan

terjadi melalui proses pencucian dalam

sistem tanah yang memiliki persentase pasir

yang tinggi. Kondisi berbeda terlihat pada

areal yang berjarak 10 meter, 625 meter, dan

750 meter dari laut dengan tekstur lempung

liat berdebu. K-dd tanah yang berjarak 10

meter, 625 meter, dan 750 meter ternyata

lebih besar dibandingkan K dd pada areal

yang berjarak 250 meter, 375 meter, dan 500

meter.

Hasil pengamatan sifat fisika tanah berjarak 700 meter menunjukkan bahwa

berat volume tanah pada kedalaman 0-10

cm, 20-30 cm, 30-40 cm, 40-60 cm, dan > 60

cm berkisar antara 1,10 -1,52. Pengukuran

permeabilitas hanya dilakukan pada

kedalaman 0-10 cm dan 10-20 cm dengan

berat volume yang lebih kecil dibandingkan

lapisan tanah dibawahnya. Permeabilitas

pada kedalaman tanah 20 - >60 cm terlihat

tidak menetes sejalan dengan berat volume

yang makin besar. Selanjutnya, porositas

atau total ruang pori pada kedalaman 0-20

m lebih bear dibandingkan porositas tanah

lapisan dibawahnya.

Tabel 10. Hasil pengamatan berat isi, permeabilitas, dan porositas tanah pada jarak 700 meter dari laut di Dusun Purourogat Kecamatan Pagai Selatan. Tahun 2010

Jarak sampel Kedalaman tanah Tekstur (%)

Pasir Debu Liat

T1 = 10 meter 0-20 cm 0,36 61,55 38,09

20-40 cm 0,37 56,04 43,59

40-60 cm 2,20 55,01 42,79

T2 = 250 meter 0-20 cm 12,76 57,33 29,91

20-40 cm 10,86 40,52 48,62

40-60 cm 23,47 64,94 11,59

T3 = 375 meter 0-20 cm 28,88 60,46 10,66

T4 = 500 meter 0-20 cm 31,29 15,86 52,85

20-40 cm 40,35 14,20 45,45

40-60 cm 38,52 53,79 7,69

T5 = 625 meter 0-20 cm 2,71 50,12 47,17

20-40 cm 0,10 59,94 39,96

40-60 cm 0,10 54,71 45,19

T6 = 750 meter 0-20 cm 1,96 51,74 46,30

20-40 cm 9,46 40,24 50,30

40-60 cm 34,39 17,27 48,34

Tabel 9.Hasil analisa tekstur tanah pada jarak 750 meter dari laut di Dusun Purourogat Kecamatan Pagai Selatan. Tahun 2010

Kedalaman tanah

Jenis pengamatan Berat isi/BV

(gr/cc)

Permeabilitas Cm3/jam

Porositas/TRP (%/vol)

0-10 cm 1,10 29,30 58,48

10-20 cm 0,78 1,30 70,57

20-30 cm 1,38 Tidak menetes 49,92

30-40 cm 1,34 Tidak menetes 49,43

40-60 cm 1,52 Tidak menetes 42,64

(29)

signifikan, terutama untuk tanaman kelapa Hasil pengamatan tanaman kelapa,

pisang, talas,dan mangga menunjukkan tidak

terlihat adanya pengaruh salinitas terhadap

yang termasuk komoditas utama daerah ini.

Batas toleransi tanaman kelapa dan mangga

terhadap salinitas berkisar 4-8<dS/m serta

tanaman pisang dan talas yang mempunyai

batas toleransi 2-4 dS/m maka tsunami

tidak berpengaruh nyata terhadap kerusakan

tanaman daerah ini. Hal ini disebabkan

salinitas tanah dalam 1 bulan setelah tsunami

hanya sekitar 0,44-1,76 dS/m dan termasuk

kategori rendah sampai sedang pada lapisan

0-20 cm.

Hasil analisa daun tanaman kelapa

menunjukkan kadar N dan K tanaman

masing-masing sebesar 1,42 dan 0,23%

ternyata masih dibawah batas kritis N (1,7%)

dan K (0,45%) yang ditetapkan Subiksa et al (2006), sedangkan kadar P sebesar 0,15 %

berada pada batas cukup. Nilai hasil analisa

N,P, dan K tanaman pisang masing-masing

sebesar 2,63; 0,31; dan 0,46% ternyata masih

termasuk kategori rendah. Jones (1991)

menetapkan kecukupan N, P, dan K untuk

tanaman pisang masing-masing sebesar

3,5-4,5%, 0,2-0,4%, dan 3,8-5,0%.

Keragaan tanaman talas yang cukup

baik dilapangan menunjukkan bahwa

tanaman ini tidak mengalami kekurangan

unsur hara N,P, dan K. Kekurangan justru

terlihat pada tanaman mangga dengan nilai

kecukupan N, P, dan K tanaman ini

masing-masing sebesar 1,0-1,5%; 0,08-0,25%; dan

0,4-0,9%. Bila mengacu pada hasil analisa

tanaman mangga dan nilai kecukupannya

maka kekurangan N dan K di daerah ini. Berdasarkan analisa kimia dan fisika contoh tanah Dusun Puruorogat terungkap

bahwa musibah tsunami tidak meninggalkan

lumpur laut yang menyebabkan peningkatan

salinitas tanah yang dapat meracun tanaman.

Warna kuning daun tanaman kelapa

dimungkinkan akibat tanaman kekurangan

N dan serangan Cescopora yang melanda 30% dari areal pertanaman kelapa daerah ini.

Kerusakan tanaman yang terkena musibah tsunami hanya menyebabkan kerusakan fisik tanaman akibat gelomang besar tsunami.

3.3 Kerusakan Lahan Dusun Surat Aban Surat Aban merupakan dusun

yang paling ujung selatan dari Pulau

Pagai Selatan dan termasuk dusun yang

mengalami kerusakan yang cukup besar.

Hasil pengamatan penampang vertikal

(transek) dari dusun Surat Aban terungkap

bahwa 0-100 meter dari pinggir laut

merupakan areal perkebunan kelapa rakyat

dengan tinggi tempat berkisar dari 5-6 meter

dari muka laut. Areal persawahan pada jarak Tabel 11. Hasil analisa tanaman terkena tsunami di Dusun Purourogat Kecamatan Pagai

Selatan. Tahun 2010

Jenis tanaman Jenis pengamatan (%)

N P K

Kelapa 1,42 0,15 0,23

Pisang 2,63 0,31 0,46

Talas 2,77 0,39 0,32

Gambar

Tabel 2.   Rata-rata  penggunaan dana PUAP dan jumlah petani pengguna  menurut kelompok usaha periode tahun 2008-2012, di Sumatera Barat
Gambar 1.  Kedudukan LKM-A sebagai sumber pembiayaan bagi petani dalam sebuah  kelembagaan tani Gapoktan.
Tabel 4.  Perkembangan jumlah anggota dan asset LKM-A Gapoktan PUAP contoh pada beberapa kabupaten/kota pelaksana PUAP 2008  dan 2009 di Sumatera Barat
Tabel 6. Kerusakan ternak pada beberapa kecamatan dan desa akibat Gempa Tsunami Mentawai
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk penelitian yang akan datang variabel ini bisa menjadi variabel moderating dengan menambah variabel teknologi sehingga bisa melihat pengaruh keunggulan

Selain itu, masyarakat akan dapat semakin mengenal, mencintai, dan ikut melestarikan salah satu karya seni budaya Madura khususnya tentang keunikan proses pembuatan dari

saja yang masih bertahan. Ada pula yang mencoba meningkatkan outlet mereka dengan cara lebih mengembangkan produk-produk batik yang mereka jual. Pemilihan lokasi

Dimana wilayah hulu yakni dari daerah produsen garam di Madura yakni Kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Kabupaten Sumenep ke Pabrik Pengolahan Garam (PPG) menggunakan

Sistem Pakar adalah sebuah program komputer yang mencoba meniru atau mensimulasikan pengetahuan (knowledge) dan ketrampilan (skill) dari seorang pakar pada area

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa 26 butir pernyataan kuisioner yang disebarkan kepada responden mampu digunakan untuk mengukur

Busur Listrik Las SMAW  Gambar 2.1.. Peralatan Las Listrik 

Migas hanya terbentuk dalam setting geologi dan syarat  –   –   syarat  syarat tertentu dimana migas terakumulasikan yang mana nantinya akan membutuhkan tahapan -