• Tidak ada hasil yang ditemukan

Representasi Terorisme dalam Karya Sastr

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Representasi Terorisme dalam Karya Sastr"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

A. PENDAHULUAN

Karya sastra merupakan representasi kehidupan sosial, baik yang terjadi di lingkungan sekitar maupun di luar pengarang (Sapardi Djoko Damono (ed.), 1978:1). Realitas kehidupan yang menarik, ramai dibicarakan orang, dan menyentuh sifat kemanusiaan, menjadi tema utama pengarang di dalam karya sastranya. Di dunia sekarang ini, terutama saat terjadinya penghancuran gedung WTC dan Pentagon di Amerika Serikat, isu terorisme mencuat begitu kuat ke permukaan. Kemudian peristiwa bom Bali I pada tahun 2002 dan Bom Bali II pada tahun 2005 di Indonesia, menambah suram dunia, khususnya Indonesia.

Semua aksi teror di atas merujuk kepada kelompok-kelompok radikal Islam yang telah didoktrin untuk membinasakan pihak-pihak yang mereka anggap sebagai musuh Islam. Keadaan ini telah membuat Islam tercemar bahkan dianggap sebagai agama teroris. Dari sinilah, kemudian para pakar dari segala bidang termasuk para sastrawan di seluruh dunia, ikut turun tangan dalam menghadapi kasus global tersebut. Semua elemen masyarakat dan pemerintah mengerahkan segala kemampuannya untuk menanggulangi aksi terorisme ini.

Pemerintah Indonesia telah membentuk satuan khusus penanggulangan terorisme yang disebut Densus 88. Hard power ini berhasil menangkap dan mengeksekusi para teroris, dari mulai kelas teri hingga kelas kakap. Namun, banyaknya pelaku aksi terorisme yang ditangkap tidak menyurutkan aksi-aksi terornya. Pemboman kerap terjadi bahkan muncul aksi baru yaitu perampokan salah satu bank besar di Indonesia pada tahun 2010. Tindakan yang diambil pemerintah dengan menembak mati para tersangka kasus terorisme dalam kenyataannya tidak membuat ciut kelompok radikal Islam. Bahkan memicu mereka untuk melakukan aksi balas dendam sebagaimana yang kita saksikan akhir-akhir ini.

(2)

ingin agar masyarakat bisa mengerti dan waspada terhadap aksi-aksi terorisme yang mengatasnamakan agama. Genre puisi, novel, cerpen, dan genre-genre sastra lainnya serempak mengangkat isu terorisme sebagai bentuk perlawanan dan pemberi pemahaman kepada masyarakat tentang bahaya terorisme.

Di Indonesia, geliat novelis dalam merespon isu terorisme terbilang cukup aktif. Penulis menemukan enam buah novel yang mengangkat isu terorisme. Semuanya sepakat bahwa aksi terorisme adalah sebuah kejahatan yang mesti dihentikan. Novel-novel tersebut adalah Demi Allah Aku Jadi Teroris karya Damien Dematra (2009), Pengantin Bom karya Sidik Jatmika (2009), Naksir Anak Teroris karya Ditta Arieska (2009), Pengantin Teroris karya Abu Ezza (2010), Pedang Rasul karya Jusuf A.N. (2013), dan Aku Istri Teroris karya Ebidah El Khaliqy (2014).

Jika kita perhatikan tahun terbit novel-novel di atas, Damien Dematra, Sidik Jatmika, dan Ditta Arieska berada di garis depan munculnya novel terorisme. Disusul kemudian oleh Abu Ezza, Jusuf A.N. dan Ebidah El Khaliqy. Dari tahun 2009 hingga sekarang ini, sudah terlihat semangat dan bukti nyata novelis Indonesia dalam misi pemberantasan aksi terorisme melalui karya sastra. Pada rentang waktu yang cukup panjang tersebut, para novelis memiliki semangat zaman yang sama dan khas sehingga di dalam novel-novelnya terdapat banyak persamaan dengan berbagai modifikasinya. Apa dan bagaimana bentuk persamaan tersebut dan di mana letak perbedaannya?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, penulis menggunakan pendekatan Geistesgeschichte. Pendekatan tersebut didasarkan pada asumsi bahwa setiap periode memiliki semangat zaman (time spirit) yang khas (Wellek dan Warren, 1989: 147). Latar sosial yang sama memungkinkan menghasilkan karya yang mirip. Penulis menemukan kemiripan dari segi struktur, penokohan, maupun tema dalam tiga novel di atas, yaitu Demi Allah Aku Jadi Teroris, Pengantin Teroris, dan Pengantin Bom.

B. RUANG LINGKUP TERORISME DI INDONESIA

(3)

terrorist. Terorisme difahami sebagai ancaman atau tindakan kekerasan dalam mencapai tujuan-tujuan politik, agama, dan lainnya dengan cara intimidasi, menimbulkan ketakutan, dan sebagainya yang diarahkan kepada penduduk atau warga negara tertentu. (Chomsky dalam Aprinus dkk, .t.t: 1). Aksi terorisme dilakukan secara sistematis dan rapi sebagaimana dikatakan oleh Paul Wilkinson saat membedakan antara kata teror dan terorisme. (Marius H. Livingston, 1978:402)

Di Indonesia, aksi-aksi terorisme terutama aksi peledakan bom marak dilakukan sejak tahun 2000. Peristiwa tersebut diawali dengan peledakan gereja dan terus berlanjut sampai tahun 2005. Di antara tragedi peledakan bom (termasuk bom bunuh diri) yang paling siginifikan dari segi jumlah korban dan dampak di dunia internasional adalah Bom Bali I (2002), Bom Marriot I (2003), Bom Kedutaan Besar Australia (2004), dan Bom Bali II (2005). Namun, berbeda dari aksi-aksi bom bunuh diri di negara-negara lain seperti Palestina, Irak, Afganistan, dan Pakistan yang terjadi tiada henti, bahkan terus meningkat secara kualitatif dan kuantitatif. Aksi peledakan bom di Indonesia berangsur-angsur dapat dikendalikan polisi dan akhirnya antara 2005-2009 Indonesia bisa dikatakan relatif bebas bom. (Sarwono, 2012: 76)

C. NOVEL-NOVEL BERTEMA TERORISME DI INDONESIA 1. Varian Gaya Penceritaan Pengarang

Dalam merespon isu terorisme, para pengarang memiliki selera yang berbeda di dalam proses penceritaannya. Di antara mereka ada yang menceritakan aksi terorisme apa adanya sebagaimana dituturkan oleh salah seorang tokoh aksi terorisme yang tobat. Gaya penceritaan seperti ini dilakukan oleh Abu Ezza dalam novelnya Pengantin Teroris. Ia menuangkan semua cerita fakta yang dituturkan oleh Nasir Abbas, salah seorang otak aksi terorisme di Indonesia yang membelot dari kelompoknya, Jamaah Islamiyah. Abu Ezza hanya mengganti nama-nama tokohnya dengan nama fiktif, seperti tokoh Sukree sebagai representasi Nasir Abbas.

(4)

ada “sesuatu” yang mendorongnya di luar faktor doktrin agama. “sesuatu” tersebut dapat berupa faktor sosial, ekonomi, dan pendidikan. Ia ingin menunjukkan bahwa aksi mereka timbul dari kesalahan pemerintah juga. Ketimpangan ekonomi dan sosial akibat sistem kapitalis yang dianut oleh pemerintah telah memperburuk kondisi warga kelas bawah. Oleh karena itu, Margiono sebagai tokoh utama dalam novel ini berniat melakukan aksi bom bunuh diri di Hotel JW Marriot yang ia anggap sebagai simbol keangkuhan kaum kapitalis.

Selanjutnya, Damien Dematra dalam novelnya Demi Allah, Aku Jadi Teroris. Damien melihat virus terorisme telah menjangkiti lingkungan kampus. Di balik geliat aktivis kampus dalam mengikuti kegiatan keislaman terdapat bahaya yang mengancam mereka. Doktrin radikalisme Islam sering kali dimasukkan ke dalam otak para mahasiswa dan mahasiswi yang memiliki semangat keislaman yang tinggi. Hingga akhirnya mereka rela melakukan apa saja yang diperintahkan oleh penanam doktrin tersebut, termasuk melakukan bom bunuh diri. Damien memandang bahwa tidak hanya pihak mahasiswa yang mudah terjangkiti dengan penyakit terorisme, namun juga mahasiswi yang memiliki stereotif lembut.

2. Sinopsis Novel

a. Novel Demi Allah Aku Jadi Teroris

Novel Demi Allah Aku Jadi Teroris mengangkat isu bom bunuh diri yang paling sering dilancarkan oleh kelompok Islam radikal. Damien menjadikan tokoh wanita sebagai pelaku bom bunuh diri tersebut, persis seperti apa yang dilakukan oleh Yasmina Khadra, seorang sastrawan Aljazair di dalam novelnya The Attack (2008). Ia mengawali ceritanya dengan perjalanan seorang mahasiswi kedokteran yang bernama Kemala. Kemala termasuk aktivis kampus yang berparas cantik dan gemar mengikuti kegiatan keislaman. Hingga akhirnya ia terperangkap ke dalam sebuah kelompok radikal Islam yang menganggap kafir semua orang di luar kelompok mereka.

(5)

keterlibatannya dalam aksi terorisme. Dari pertemuan itu, tanpa diduga benih-benih cinta mulai tumbuh di antara mereka berdua,

Damien mengakhiri ceritanya dengan pertemuan antara dua insan yang saling jatuh cinta dalam diam itu di sebuah kafe tepat saat pelaksanaan misi bom bunuh diri. Prakasa berhasil menghentikan Kemala yang saat itu memegang remote control dengan menembak lengannya. Kemala kemudian masuk penjara dan taubat setelah menjalani terapi deradikalisasi di tahanan.

b. Novel Pengantin Bom

Wacana bom bunuh diri juga secara jelas digambarkan di dalam novel Pengantin Bom karya Sidik Jatmika. Ia adalah seorang dosen di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, UMY. Keahliannya dalam ilmu politik melahirkan banyak buku tentang isu-isu politik, baik di Indonesia maupun luar negeri. Meskipun bukan seorang novelis tulen, Sidik berusaha menuangkan perjalanan hidup seorang teroris dari awal hingga akhir hidupnya dalam jurang kebiadaban.

Peristiwa yang diangkat adalah aksi bom bunuh diri di Hotel JW Marriot. Sidik memberi arahan kepada pembaca tentang bagaimana implikasi himpitan ekonomi dengan keterlibatan seseorang dalam aksi terorisme. Tokoh Gesang alias Margiono alias Kampret alias Manyul alias Abu Jihad (31 tahun). Ia adalah seorang buruh korban PHK di perusahaan tekstil Dae Jong Textilindo, Pulo Gadung. Lalu ia dipenjara atas tuduhan peledakan pabrik tekstil tersebut pada saat demo buruh di kawasan industri Pulo Gadung. Di sinilah awal mula dirinya masuk ke lingkungan kaum militan yang radikal. Perkenalannya dengan sesama napi yang bernama Abu Arifin membawanya menuju aksi bom bunuh diri. Setelah keluar dari penjara, ia selalu bersama Abu Arifin dan masuk Brigade Jihad. Di sana ia berlatih berperang, merakit bom, dan sebagainya. Hingga akhirnya, ia bersama teman-temannya berencana melakukan aksi bom bunuh diri di Hotel JW Marriot. Sidik Jatmika menutup cerita novelnya dengan kematian semua pelaku bom bunuh diri.

(6)

Begitu pula dengan novel Pengantin Teroris karya Abu Ezza. Kesamaan judul menjadi indikator persamaan isi cerita. Namun, ada sedikit perbedaan di antara keduanya. Peristiwa yang diangkat sama-sama berupa aksi bom bunuh diri di Hotel JW Marriot. Namun, tokoh utama di dalam novel Pengantin Teroris tidak dimatikan seperti apa yang dilakukan oleh Sidik Jatmika di dalam novelnya, Pengantin Bom. Abu Ezza memberi nama tokoh utamanya Sukree. Ia seorang yang kuat dalam beragama. Karena terlalu sering melihat aksi-aksi kekerasan di Palestina dan Afganistan, emosinya terbawa untuk ikut memerangi musuh Islam. Akhirnya ia menjadi anggota Jamaah Islamiah dan ikut berperang di Afganistan.

Sepulangnya dari peperangan, ia kembali ke Indonesia. Di Indonesia ia bertugas merekrut para “pengantin”. Dalam salah satu aksinya, ia mengutus dua orang untuk melancarkan aksi bom bunuh dirinya di Hotel JW Marriot. Tidak berselang lama, ia kemudian tertangkap oleh pihak berwajib dan dimasukkan ke dalam penjara. Setelah beberapa hari di penjara, barulah ia menyesali apa yang telah ia perbuat. Perlakuan sipir penjara yang sudah tua renta memiliki peran yang sangat besar dalam pertobatannya. Sipir tersebut seorang Nasrani yang sangat lembut dan menghormati Sukree saat ingin melakukan ibadah. Di akhir cerita, Sukree ikut serta membantu kepolisian dalam misi penangkapan para teroris dengan menceritakan semua aksinya.

3. Perbandingan Struktur Naratif Novel

Untuk membandingkan ketiga novel ini, penulis perlu menganalisis unsur-unsur naratif ketiga novel tersebut, yang meliputi: sudut pandang dan fokus pengisahan, latar, tokoh dan penokohan dan tema serta aspek keterpengaruhan.

a. Sudut Pandang dan Fokus Pengisahan

(7)

b. Latar

Latar dalam novel merupakan unsur penting untuk memahami konteks ruang, waktu, dan konteks sosial dalam novel. Dalam hal ini, latar berfungsi untuk memahami konteks yang membingkai ketiga novel yang bertema terorisme pasca Bom Bali dan Hotel JW Marriot.

Latar di dalam ketiga novel ini terbagi tiga, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat adalah gambaran fisik ruang yang terdapat di dalam cerita. Secara umum, latar tempat ketiga novel ini adalah Jakarta. Novel Demi Allah Aku Jadi Teroris memiliki latar tempat Bandung dan Jakarta. Tidak banyak deskripsi tempat di dalam novel ini. Begitu juga dengan novel Pengantin Bom yang memiliki dua latar tempat novel ini, yaitu Wonogiri, tempat Gesang lahir dan tumbuh, dan Jakarta, tempat ia bekerja dan melakukan aksi bom bunuh dirinya Berbeda halnya dengan novel Pengantin Teroris yang memiliki latar tempat beragam, yaitu Johor di Malaysia, Pakistan, Afganistan, dan Karawang dan Jakarta di Indonesia. Banyaknya latar tempat disebabkan pergerakan tokoh utama, Sukree, yang agresif. Ia berasal dari Malaysia, kemudian pergi berjihad di Afganistan yang sebelumnya melakukan persiapan di Pakistan selama beberapa saat. Sepulangnya dari Afganistan, Sukree mendapatkan tugas jihad di Indonesia.

Latar waktu di dalam ketiga novel ini secara umum berakhir

c. Tokoh dan Penokohan

Tokoh merupakan individu yang terlibat dalam sebuh cerita. Tokoh memiliki karakteristik tertentu yang melekat padanya, baik disebutkan secara langsung oleh pengarang maupun digambarkan melalui perjalanan tokoh dalam cerita. Cara menampilkan tokoh beserta karakteristiknya di dalam sebuah cerita disebut penokohan (Sudjiman, 1988: 16-28)

(8)

Baik Kemala, Sukree, maupun Margiono pada ketiga karya ini memiliki peran, watak, dan sifat yang sama. Kemala digambarkan sebagai orang yang semangat dalam mempelajari agama hingga akhirnya ia bisa bertemu dengan Ustaz Amir yang menghilangkan rasa hausnya terhadap ilmu agama (halaman 73). Begitu pula dengan Sukree yang mendapatkan bimbingan langsung dari Ustaz Halim (halaman 34). Sedangkan Margiono mendapatkan bimbingan keagamaannya di dalam penjara dari teman satu selnya yang bernama Abu Arifin (halaman 109).

Awal mula ketiganya masuk ke dalam kelompok Islam radikal adalah saat mereka mendapatkan bimbingan keagamaan itu. Isu utama yang membuat ketiga tokoh utama ini tercuci otaknya adalah isu ketimpangan-ketimpangan yang terjadi di negara Republik Indonesia. Ketimpangan tersebut dapat berupa ketimpangan dalam bidang ekonomi, sosial, pendidikan, agama, dan bidang-bidang lainnya. Penyebab utama dari ketimpangan-ketimpangan tersebut adalah sistem kenegaraan yang tidak sesuai dengan hukum Allah. Sistem demokrasi menurut mereka adalah sistem buatan manusia, bukan sistem yang berasal dari Allah. Sistem yang berasal dari Allah hanya berupa Syariat Islam. Allah telah memerintahkan hamba-Nya untuk tunduk dan taat hanya kepada Syariat Islam. Oleh karena itu, ketaatan kepada hukum selain hukum Allah disebut kafir atau musyrik. Solusi yang ditawarkan oleh para pembimbing keagamaan mereka bertiga adalah hiijrah dari sistem demokrasi menuju sistem Syariat Islam.

Pada Demi Allah Aku Jadi Teroris, doktrinasi tersebut telihat pada obrolan antara jamaah yang terdiri dari Kemala, Aminah, Basimah, Rafa, Purbani, dan Nimas dengan Ustaz Amir.

“...dalam negara ini telah terjadi banyak kemasiatan. Kalian dapat melihatnya di koran-koran dan majalah. Bayi-bayi dibuang, terjadi banyak pembunuhan, penculikan, penganiayaan, mutilasi. Nah, mengapa semua ini terjadi?! Karena kita semua tidak hidup dalam sebuah negara yang melandaskan diri pada hukum Allah. Apa itu Hukum Allah?”

Purbani berbisik pelan, “Al-Qur’an” “Tepat Sekali...” (halaman 77)

(9)

“Tidak, hal ini bukan sebuah kemustahilan. Tapi bagaimana caranya?...” (halaman 78)

“...yang perlu kalian lakukan adalah melakukan hijrah ke dalam sebuah negara yang menerapkan hukum Islam secara penuh” (halaman 88)

Begitu pula dalam Pengantin Teroris, proses doktrinasi terhadap Sukree terlihat saat ia dan temannya, Rahman, berdiskusi dengan Ustaz Halim

“Akhi Sukree dan Akhi Rahman. Sesungguhnya kehidupan kalian sangatlah jauh dari tuntunan syariat yang sebenarnya. Karena kalian hidup dan berkumpul dengan orang-orang yang salah dalam memilih jalan kehidupan. Kalau Ana boleh mengajak. Mari berhijrah bersama Ana dan rekan-rekan kita yang lain untuk menjadi muslim yang sejati yang bisa mengamalkan kehidupan Islam secara sempurna. Apabila itu bisa kalian lakukan niscaya kemuliaan akan bisa kalian dapatkan dalam kehidupan dunia dan akhirat kalian”(halaman 36)

“...kalian harus meninggalkan keluarga kalian dan membuka lembaran kehidupan yang baru. Sebuah kehidupan yang serat dengan nilai Islami dan membangun sebuah sistem Islami di masyarakat kita. Dan semua itu hanya akan terwujud apabila sudah ada negara Islam atau khilafah Islam di muka bumi ini. Karena dengan cara seperti itulah kalian bisa melaksanakan ajaran Islam secara sempurna” (halaman 37)

Pada Pengantin Bom, doktrinasi dilakukan dengan diskusi yang lebih panjang dan mendalam. Pengarang menggambarkan seorang perekrut anggota kelompok Islam radikal sebagai seorang yang berwawasan luas dalam bidang politik dan ekonomi. Berikut penggalan diskusi antara Gesang dan Abu Arifin di dalam sel penjara:

Abu Arifin: “Mas Gesang, memang kapitalisme dengan segala kerakusannya itu adalah biang keladi kekacauan di dunia selama ini. Terutama kekacauan dan ketidakadilan sistem politik di arena politik lokal, nasional, internasional sehingga perlu gerakan sosial baru yang membawa misi suci untuk membebaskannya.”

Gesang: “Yang dimaksud misi suci itu apa?”

Abu Arifin: “Yaitu berupa persatuan kelompok-kelompok progresif anti kapitalisme dan neo-kolonialisme-imperialisme seluruh dunia.”

Gesang: “Seberapa parahkah situasinya?”

(10)

perselingkuhan ataupun murtad dengan bergabung dengan kaum kapitalis itu.”(halaman 108)

Obrolan-obrolan panjang antara mereka terus meluas ke berbagai wacana, terutama wacana terorisme, ketimpangan sosial, politik, dan ekonomi. Hinggga akhirnya, Gesang mendapatkan kenyamanan bersama Abu Arifin karena ia merasa memiliki teman yang baru yang senasib dan sepenanggungan dengannya sebagai makhluk yang terpinggirkan dan terkalahkan oleh sebuah sistem besar bernama rezim kapitalisme global yang begitu rakus dan tak berprikemanusiaan. (halaman 116).

Itulah proses doktrinasi yang dilakukan oleh para teroris kepada para korban untuk dijadikan pengikutnya. Dengan menyentuh sisi sensitif dari mereka, terutama korban yang mengalami himpitan ekonomi dan trauma di masa kecil, ia dapat dengan mudah menerima apa saja yang dikatakan oleh orang lain yang berideologi radikal, seperti apa yang terjadi pada tokoh Gesang dalam novel Pengantin Bom. Setelah ia mendapatkan informasi dari Abu Arifin tentang ketimpangan ekonomi dan sosial yang diakibatkan oleh kerakusan Kapitalisme, dengan mudah ia menyerahkan dirinya untuk dijadikan “pengantin bom” yang akan menghancurkan gedung simbol keangkuhan kaum kapitalis, Hotel JW Marriot. (halaman 144)

Berbeda halnya dengan tokoh Kemala dalam novel Demi Allah Aku Jadi Teroris, ia ditawari oleh Ustaz Amir jalan menuju surga yang penuh dengan kenyamanan dan keindahan. Kemala yang sejak kecil mengalami rasa sepi karena ditinggal mati oleh ibunya dan tidak pernah mendapatkan kehangatan kasih sayang sang ayah, mengalami tekanan psikologis yang terbawa hingga ia berusia dewasa. Keindahan surga begitu menggodanya sehingga ia ingin segera memasukinya (halaman 79). Ditambah lagi tayangan-tayangan yang sering ia saksikan yaitu film-film penganiayaan dan penindasan umat Islam di Irak, Palestina, dan Afganistan (halaman 148) semakin membuatnya begitu mudah menyerahkan dirinya sebagai “pengantin” yang akan menghancurkan tempat berkumpulnya orang kafir, salah satunya adalah Kafe Bistro Americana (halaman 151).

(11)

Sepulangnya dari Afganistan, ia diperintahkan ketua Jamaah Islamiah untuk bertugas di Indonesia. Di sana ia mendengar fatwa Usamah bin Laden yang menyerukan umat Islam untuk membunuh umat Yahudi, Kristen, dan non muslim lainnya. Kemudian Sukree merekrut dua orang untuk dijadikan “pengantin” yang akan merobohkan gedung Hotel JW Marriot sebagai representasi Amerika. (halaman 146)

b. Sudut Pandang

Novel Demi Allah Aku Jadi Teroris dan Pengantin Teroris menggunakan sudut pandang orang ke tiga dengan penceritaan dia-an serba tahu.

c. Tema d. Amanat e. Gaya Bahasa

D. KRITIK ATAS SISTEM DEMOKRASI DAN KAPITALISME

Sebagaimana telah diketahui bersama, pemboman atas menara kembar World Trade Center di New York dan Pentagon pada tanggal 11 September 2001, dilakukan oleh sebuah jaringan terorisme transnasional Al Qaeda pimpinan Osama bin Laden. (Brigitte L. Nacos, 2003: 24). Secara eksplisit, penyerangan tersebut merupakan bentuk penolakan atas modernitas dan sekulerisasi. Di dalam tradisi filsafat, modernitas dan sekulerisasi adalah bentuk “Konsep Pencerahan”. Pencerahan tidak hanya berarti periode tertentu yang secara historis bertepatan dengan abad ke-18, melainkan juga afirmasi atas demokrasi dan pemisahan kekuasaan politik dari kepercayaan keagamaan yang dijadikan fokus oleh Revolusi Perancis dan juga Revolusi Amerika Serikat (Hendropriyono, 2009: 7)

(12)

perintah untuk menjadikan Islam sebagai sistem yang formal dalam segala lini kehidupan.

Sistem Syariat Islam sesuai dengan penafsiran mereka dianggap dapat menjadi solusi atas buih permasalahan yang sedang dunia hadapi sekarang ini. Seperti terlihat dalam perkataan para Ustaz yang sedang menanamkan benih terorisme di dalam hati korbannya. Damien Dematra dalam novelnya Demi Allah Aku Jadi Teroris menyebutkan proses doktrinasi ini, yaitu proses doktrinasi Ustaz Amir atas Kemala (halaman 77-88). Begitu pula dengan novel Pengantin Teroris yang di dalamnya terdapat doktrinasi Ustaz Halim atas Sukree (halaman 36-37). Dan terakhir novel Pengantin Bom yang menceritakan doktrinasi Ustaz Abu Arifin atas Gesang (halaman 108).

E. KESIMPULAN

Indonesia termasuk salah satu negara yang menjadi lahan subur untuk pertumbuhan bibit-bibit terorisme. Fenomena tersebut membangkitan semua pihak dari berbagai bidang untuk meredam dan mematikan pertumbuhan tersebut. Sastra adalah salah satu sarana untuk menanggulangi aksi-aksi terorisme tersebut sebagai soft power. Di Indonesia, tidak sedikit para sastrawan yang menuangkan isi pikirannya tentang terorisme ini di dalam karya-karya sastranya. Semangat tersebut muncul di Indonesia pasca terjadinya aksi-aksi bom bunuh diri, seperti Bom Bali I, Bali II, Hotel JW Marriot, dan lain-lain.

(13)

F. DAFTAR PUSTAKA

A.N, Jusuf. 2013. Pedang Rasul. Jogjakarta: Diva Press.

Ariesta, Ditta. 2009. Naksir Anak Teroris. Jogjakarta: Sheila.

Brigitte L. Nacos. 2003. “Terrorism as Breaking News: Attack to America” Political Science Quarterly [online] Vol.118 No. 1 (Spring , 2003), 23-52. The Academy of Political Science.

Dematra, Damien. 2009. Demi Allah Aku Jadi Teroris. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

El Khaliqy, Abidah. 2014. Jakarta: Solusi Publishing.

Ezza. Abu. Pengantin Teroris. Jawa Timur: Azhar Risalah.

Hendropriyono, A.M. 2009. Terorisme: Fundamentalis Kristen, Yahudi, dan Islam. Jakarta: Kompas.

Jatmika, Sidik. 2009. Pengantin Bom. Jogjakarta: Liber Plus.

Livingston, Marius H. 1978. International Terrorism in The Contemporary World. Westport (Connecticut): Greenword Press.

Salam, Aprinus dan Ramyda Akmal. T.t. Terorisme Negara, dan Novel Indonesia. diakses dari https://www.academia.edu/1483466/ terorisme_dan_sastra_indonesia pada 17 Desember 2014.

Sarwono, Sarlito Wirawan. 2012. Terorisme di Indonesia. Ciputat: Pustaka Alvabet.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah menyimak penjelasan guru tentang tanggung jawab warga, siswa dapat mengumpulkan informasi tentang pelaksanaan pemilihan kepala desa di desanya.. Setelah

Sulotco Jaya Abadi (PT.SJA) dalam meningkatkan produksi tanaman untuk sementara tidak merencanakan ekstensifikasi (perluasan areal perkebunan), tetapi lebih

Tekanan tanpa belas kasih di pasar komoditas ketika begitu banyak perekono- mian negara emerging market yang bergantung pada ek- spor, kekhawatiran tambahan atas pertumbuhan global

Pada awal flowchart program utama proses yang terjadi pada jalannya program diawali dengan inisial hardware di mana pada proses tersebut dilakukan inisial serial port sebagai 600

Implementasi pada materi ekosistem submateri siklus hidrologi diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan pemahaman konsep yang berimbas pada kemampuan reflective

Hal ini menunjukkan bahwa green product, brand personality dan perceived quality mampu mempengaruhi minat beli sebesar 9,2%, sedangkan sisanya sebesar 90,8%

Media utama re-desain kemasan kotak Kopi Bubuk Surya di Dairi, Sumatera utara adalah media komunikasi Below the Line ( Iklan Lini Bawah) karena iklan yang bisa

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan dari sender ke receiver baik oleh individu ke individu lainnya atau organisasi dan dari organisasi ke organisasi