• Tidak ada hasil yang ditemukan

Zonasi Gempa bumi di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Zonasi Gempa bumi di Indonesia"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

ZONASI GEMPA BUMI DI INDONESIA

Gempa bumi tetap menjadi obyek serius yang perlu terus-menerus dicermati. Baru saja kita dikejutkan oleh berbagai peristiwa gempa bumi di wilayah tanah air. Bahkan juga di wilayah-wilayah lain dalam belahan bumi ini, setelah empat tahun berlalu peristiwa gempa bumi di Bengkulu 4 Juni (2000), kemudian di Pandeglang (2000), Suka Bumi (2000), Majalengka, Denpasar, Nabire (2004) serta Aceh dan Sumatera Utara 26 Desember 2004.

Kita seolah-olah terlena, bahkan mungkin saja tidak menyadari sesungguhnya daerah yang kita diami ini tergolong sebagai wilayah yang rawan gempa bumi. Artinya, ancaman terhadap keselamatan jiwa dan kerugian investasi, bisa muncul setiap saat. Tulisan ini bukan bertujuan menakut-nakuti akan tetapi lebih

mengarah kepada meningkatkan kepedulian kita untuk menyadari situasi dan posisi kita untuk melakukan mitigasi terhadap bahaya yang ditimbulkan gempa bumi.

Teori Tektonik Lempeng

Teori tektonik lempeng (teori tektonik global) adalah suatu yang menjelaskan mobilitik dari bumi. Pola pemikiran dari teori mobilistik bumi ini adalah permukaan bumi kita terdiri dari beberapa lempeng besar berukuran benua, masing-masing dari bagian samudera dan benua serta sifatnya mobil (bergerak).

Teori tektonik lempeng mengajarkan kepada kita bahwa permukaan bumi (kerak bumi) terpecah menjadi kurang lebih 12 lempengan benua dan samudera/lautan, saling bergerak relatif satu terhadap yang lain, seolah-olah mengapung di atas selimut "mantle" yang menyelimuti inti bumi "core" gerakannya dapat bersifat: a. Saling mendekat di mana satu menghunjam terhadap yang lain (konvergensi), b. Saling menjauh "divergensi", dan c. Saling berpapasan/bergesekan "shering" (Vyeda. S, 1977 dan Katili, 1979).

Gerak "konvergensi" adalah suatu gerakan penekukan/penukikan lempeng

samudera di bawah lempeng benua. Tebal setiap lempeng berkisar 60 km-90 km. Kecepatan gerak lempeng-lempeng tersebut beragam mulai dari 7 cm/tahun sampai 20 cm/tahun. Batas lempeng dan patahan-patahan yang terjadi diinteraksi tersebut bersifat sangat labil dan akan menimbulkan penumpukan-penumpukan energi seismik sehingga terjadi tegangan yang cukup tinggi, kemudian dilepaskan secara tiba-tiba berupa kejutan gempa.

Gerak "divergensi" adalah suatu gerakan menyimpang dari lempeng-lempeng dan ini terjadi pada sistem pundak tengah samudera "Mid-Ocean Ridge", bahan panas ke luar dari celah-celah besar dalam bentuk lava di tengah samudera. Dengan demikian teori tektonik lempeng ini dengan logika dapat menerangkan asal mula berbagai jenis bencana dari gempa bumi sampai letusan gunung api, juga dapat menerangkan secara menyeluruh tentang gerak kerak bumi serta asal-usul endapan berharga seperti mineral dan minyak bumi yang terdapat di dasar samudera maupun di darat.

Gempa Bumi Di Indonesia

Aplikasi dari teori tektonik lempeng untuk kepulauan Indonesia menerangkan bahwa nusantara ini merupakan tempat perbenturan 4 lempeng kerak bumi; Lempeng Eurasia/Asia Tenggara, Lempeng Pasifik, Hindia-Australia, dan Lempeng Philipina.

(2)

ini berada pada posisi kawasan yang sangat labil dan kondisi geologinya menjadi amat rumit.

A. Di kawasan timur Indonesia Samudera Pasifik bergerak dengan kecepatan rata-rata 8 cm/tahun (Sudrajat, 1997) membentur Lempeng Eurasia dan arah timur, sehingga merobekkan kerak bumi di Sulawesi dengan terbentuknya patahan-patahan geser: patahan-patahan Pulokoro, patahan-patahan Matano, dan patahan-patahan Sorong dll. Fragmen-fragmen benua mikro yang banyak dijumpai di kawasan Timur Indonesia yang selama ruang dan waktu geologi yang lama telah bergeser sejauh ratusan kilometer meninggalkan tempatnya seperti fragmen kepulauan Banggai Sula yang telah lepas dari induknya. Sementara itu dari Selat Lempeng Australia bergerak ke utara yang bergerak ke barat-barat laut, pembenturan ini mengakibatkan terbentuknya pegunungan-pegunungan lipatan (pegunungan Jaya Wijaya) seperti "highland fold thrust belt", "Lengguru Fols Thrust Belt," dan patahan-patahan geser dan naik: patahan Terera-Aiduna, patahan Mamoa, patahan Sungkup Membramo "Membramo Thrush Belt" (PTFI, 1997).

B. Laut Maluku merupakan tempat perbenturan antara lempeng-lempeng Eurasia-Pasifik-Philipina. Benturan ini menyebabkan terbentuknya penunjaman/penukikan ganda. Busur Sangihe menukik ke barat mencapai kedalaman 650 km, dan busur Halmahera menukik ke timur mencapai kedalaman 300 km. Kedua busur

dipisahkan oleh suatu pematang yang dikenal sebagai Pematang Mayu. C. Di kawasan barat Indonesia keteraturan garis-garis tektonik jelas terlihat. Kecepatan penukikan lempeng benua Hindia-Australia rata-rata 7,7 cm/tahun, menukik relatif serong di belahan Sumatera. Penukikan serong ini menghasilkan palung-palung laut dalam dan di darat menghasilkan pegunungan Bukit Barisan dan gerak "Shear" membentuk segmen-segmen patahan geser Sumatera. Kecepatan gerak tiap segmen memperlihatkan kecepatan yang berbeda-beda: segmen Andaman bergerak sekitar 40 mm/tahun, Segmen Krueng Aceh sekitar 14,5 mm/tahun, Segmen Toba sekitar 23 mm/tahun, Segmen Singkarak sekitar 18 mm/tahun, Segmen Ranau sekitar 9 mm/tahun, dan Segmen Selat Sunda sekitar 10 mm/tahun dan segmen ini menimbulkan gempa dengan besaran sekitar 7,3 Mw (Sebrier, M. Promumijoyo, Olievier Bellier, 1989, dan Puslitbang Geologi, 2000). Sementara itu penukikan tegak lurus dengan kecepatan sekitar 7 cm/tahun terjadi mulai dari Jawa sampai ke Nusa Tenggara. Di daerah ini terjadi penukikan balik dengan terjadinya garis tektonik yang dikenal sebagai patahan naik Busur Belakang Flores. Kedalaman penukikan mencapai kedalaman 650 km. Selat Sunda merupakan zona transisi antara kedua daerah tersebut, dengan kedalaman penukikan mencapai 250 km.

Gerak kemampuan lempeng-lempeng aktif tersebut di atas membebaskan sejumlah energi yang telah tersimpan/terkumpul sekian lama secara tiba-tiba. Proses ini merupakan suatu peristiwa penyebab gempa bumi di Indonesia. Kawasan-kawasan yang menyimpan potensi gempa bumi, (jalur tunjangan, tubrukan, fragmen-fragmen benua mikro dan patahan-patahan aktif) dinamakan sebagai daerah-daerah atau zona sumber gempa bumi. Secara umum sumber gempa Indonesia dibagi menjadi: 1. Zona sumber gempa bumi subduksi, 2. Zona sumber gempa bumi patahan "shallow crustal faults", dan 3. Zona sumber gempa bumi tersebar "disfuse".

1. Zona sumber gempa bumi subduksi. Sebagian dari gempa-gempa sundiksi atau berasosiasi dengan lempeng menukik di bawah lempeng lain mempunyai

(3)

2. Zona sumber gempa bumi patahan "Shallow crustal fault". Gempa bumi tektonik yang berasosiasi dengan pergeseran antara dua lempeng besar dan patahan lainnya, biasanya pusat gempa dangkal sehingga pada umumnya lebih berbahaya. Contohnya gempa-gempa Padang Panjang (1926), gempa bumi Singkarak (1943), Liwa (1933 dan 1997).

3. Zona sumber gempa bumi tersebar "diffuse". Gempa bumi tektonik dari jelas berhubungan dengan gerak-gerak fragmen-fragmen benua dan zona ini

umumnya tersebar di bagian timur Indonesia seperti gempa bumi terjadi di sekitar laut Belanda, P. Obi, Memuju, Banggai (gempa bumi Banggai, 1999) dll.

Pembagian Wilayah

Berdasarkan analisis probabilistik bahaya gempa (probabilistic seismic hazard analysis), wilayah Indonesia ditetapian terbagi dalam 6 wilayah gempa (standar perancangan ketahanan gempa untuk struktur gedung) SNI 1726-2001-'usulan' di mana wilayah gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan wilayah paling rendah dan wilayah gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi. Pembagian wilayah gempa ini, didasarkan atas percepatan puncak bantuan dasar akibat pengaruh gempa rencana dengan periode ulang 500 tahun.

Percepatan bantuan dasar rata-rata untuk wilayah gempa 1 s/d 6, telah ditetapkan berturut-turut berdasarkan: a. wilayah gempa 1 sebesar 0,03 g, b. wilayah gempa 2 sebesar 0,10 g, c. wilayah gempa 3 sebesar 0,15 g, d. wilayah gempa 4 sebesar 0,20 g, e. wilayah gempa 5 sebesar 0,25 g, f. wilayah gempa 6 sebesar 0,30 g.

Wilayah Indonesia dibagi ke dalam enam wilayah kegempaan berdasarkan potensi daerah tersebut mengalami bahaya gempa (lihat lampiran 1) yaitu:

1. Wilayah 1, berarti daerah tersebut mempunyai potensi sangat rendah untuk mengalami gempa, meliputi sebagian besar pulau Kalimantan, kecuali Kalimantan Timur dan sebagian Kalimantan Tengah.

2. Wilayah 2, berarti daerah itu mempunyai potensi rendah untuk mengalami gempa, meliputi bagian timur P. Kalimantan dan Sulawesi bagian selatan, pantai timur Sumatera, pantai utara Jawa Timur dan Madura.

3. Wilayah 3, berarti daerah itu mempunyai potensi sedang untuk mengalami gempa, meliputi pantai utara pulau Jawa, pantai timur pulau Sumatera, Sulawesi Tenggara, bagian timur Halmahera.

4. Wilayah 4, berarti daerah itu mempunyai potensi tinggi untuk mengalami gempa, meliputi bagian selatan Pulau Jawa dan Maluku. 5. Wilayah 5, berarti daerah itu mempunyai potensi sangat tinggi untuk mengalami gempa, meliputi Bali, NTB, sebagian Sumatera dan Irian. 6. Wilayah 6, berarti daerah itu

mempunyai potensi paling tinggi untuk mengalami gempa, meliputi bagian barat P. Sumatera, NTT, Ambon dan Irian bagian tengah. Semakin besar risiko

(4)

Kesimpulan

a. Indonesia yang terletak di pertemuan empat lempeng besar benua dan samudera merupakan daerah yang sangat rentan terhadap bahaya gempa bumi dan bahaya ikutannya.

b. Wilayah Indonesia dibagi dalam 6 wilayah gempa, di mana wilayah gempa 1 merupakan wilayah gempa paling rendah, dan wilayah gempa 6 merupakan daerah gempa tertinggi.

Penutup

(5)

PLATE TECTONICS

Teori yang mengatakan bahwa kerak-kerak bumi tidak bersifat permanen, tetapi bergereak-gerak secara mengapung, mulai diperkenalkan pada awal abad 20. Setelah melalui berbagai perdebatan yang sengit selama beberapa tahun, ide atau teori ini ditolak oleh sebagian besar ahli ilmu bumi. Tetapi, selama periode tahun 1950-an sampai 1960-an banyak bukti-bukti yang ditemukan oleh para peneliti yang mendukung teori tersebut, sehingga teori yang sudah pernah ditinggalkan ini menjadi

pembicaraan lagi atau mulai diperhatikan lagi. Pada tahun 1968 teori tentang kontinen mengapung ini telah diterima secara luas, dan selanjutnya disebut Teori Tektonik Lempeng (“Plate Tectonics”).

Pengapungan Kontinen : Sebuah Ide Tentang Masa Lalu

Pada tahun 1912, Alferd Wegener, seorang ahli klimatologi dan geofisika, menerbitkan bukunya yang berjudul “The Origin of Continents and Oceans”. Pada bukunya ini Wegener mengemukakan empat teori dasar yang berhubungan dengan hipotesis radikalnya tentang

Pengapungan Kontinen. Salah satu dalilnya mengatakan bahwa dulunya ada sebuah superkontinen yang kemudian disebut “Pangea” (berarti benua secara keseluruhan), berada dalam satu kesatuan. Kemudian dia menghipotesis bahwa sekitar 200 juta tahun yang lalu superkontinen ini mulai terpecah-pecah menjadi kontinen-kontinen yang lebih kecil, yang kemudian berpindah secara mengapung dan meempati posisinya seperti sekarang ini. Wegener dan kawan-kawanya yang sependapat dengan teori ini, kemudian mengumpulkan sejumlah bukti untuk mendukung pendapatnya. Bukti-bukti tersebut adalah adanya kesesuaian antara Amerika Selatan dan Afrika, baik dari segi paleoklimatik, fosil, maupun struktur batuan, yang kesemuanya menunjukkan bahwa kedua benua tersebut pernah menjadi satu.

Kesesuaian Kontinen

Bukti yang paling kuat tentang adanya kesesuaian antara Amerika Selatan dan Afrika telah dikemukakan oleh Sir Edward Bullard dan kawan-kawanya pada tahun 1960-an. Bukti tersebut berupa peta yang digambar dengan menggunakan bantuan komputer, dimana datanya diambil dari kedalaman 900 meter di bawah muka air laut.

Bukti-bukti Fosil

Fosil-fosil yang diajukan oleh Wegener untuk mendukung teorinya, adalah :

Ø Fosil tumbuhan “Glassopteria” yang ditemukan menyebar secara luas di benua-benua bagian Selatan, seperti Afrika, Australia dan Amerika Selatan. Fosil ini berumur Mesozoikum. Fosil tersebut kemudian ditemukan juga di benua Antartika.

Ø Fosil reptil “Mesosaurus” yang ditemukan di Amerika Selatan Bagian timur dan Afrika bagian Barat.

Kesamaan Tipe dan Struktur Batuan

Contoh kesamaan batuan yang ditemukan adalah : Busur Pegunungan Appalachian yang berarah timurlaut dan memanjang sampai ke bagian timur Amerika Serikat, yang tiba-tiba menghilang di bagian pantai Newfoundland. Pegunungan yang mempunyai umur dan struktur yang sama dengan pegunungan di atas, ditemukan di Greendland dan Eropa Utara. Jika kedua benua tersebut (Amerika dan Eropa) disatukan kembali, maka pegunungan di atas juga akan bersatu menjadi satu rangkaian pegunungan.

Bukti Paleoklimatik

Dari hasil penelitiannya, Wegener menemukan bahwa pada Akhir Paleozoikum, sebagian besar daerah di belahan bumi bagian selatan telah ditutupi oleh lempengan-lempengan es yang tebal. Daerah-daerah tersebut adalah Afrika bagian Selatan, Amerika Selatan, India dan Australia.

Wegener juga menemukan bukti bahwa pada saat yang sama (Paleozoikum Akhir), daerah-daerah sekitar 30o di dekat khatulistiwa yang beriklim tropis dan subtropis juga ditutupi oleh es.

Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut, maka Wegener menyimpulkan bahwa dulunya secara keseluruhan daerah di bagian selatan bumi telah ditutupi oleh lapisan es. Kemudian secara perlahan-lahan sebagian massa benua di bagian tersebut bergerak ke arah utara, yaitu ke arah khatulistiwa. Hal ini terbukti karena adanya lapisan es yang ditemukan di daerah sekitar khatulstiwa tersebut. Wegener menyimpulkan hal ini, karena secara logis tidak mungkin terbentuk lapisan es yang luas dan tebal di daerah khatulistiwa, yang diketahui beriklim tropis dan subtropis.

(6)

Sejak tahun 1924 hingga tahun 1930 banyak kritikan yang diajukan oleh para ahli untuk menentang teori yang dikemukakan oleh Wegener. Salah satu keberatan yang paling utama tentang teori ini adalah tidak mampunya Wegener untuk menjelaskan atau menggambarkan bagaimana mekanisme dari proses pengapungan kontinen ini. Untuk menjawab kritikan ini, Wegener mengajukan dua usulan tentang kemungkinan sumber energi yang menjadi penyebab terjadinya pengapungan. Salah satunya adalah proses pasang-surut, yang oleh Wegener dianggap mampu untuk menyebabkan

terjadinya pergerakan pada kontinen. Tetapi, seorang ahli fisika yang bernama Harold Jeffreys dengan cepat menentang argumen tersebut, dengan mengajukan alasan bahwa pergeseran pasang-surut yang besar yang diperlukan untuk memindahkan tempatkan kontinen, tentu saja akan menyebabkan terhentinya proses rotasi bumi hanya dalam beberapa tahun saja.

Kemudian Wegener juga mengajukan usulan kedua, yaitu bahwa sebuah kontinen yang besar dan luas akan mampu untuk memecahkan lempeng samudera menjadi pecahan-pecahan yang lebih kecil, seperti es yang terpotong-potong. Tetapi, tidak ada bukti yang memuaskan yang mampu untuk menjelaskan apakah kerak atau lantai samudera cukup lemah untuk mampu dipecah oleh kontinen, tanpa menyebabkan terjadinya deformasi pada kontinen maupun lempeng samudera itu sendiri. Sampai tahun 1929, kritikan-kritikan yang diterima oleh Wegener sudah sangat gencar dan datang dari berbagai ahli di berbagai tempat. Untuk menjawab serangan kritikan ini, Wegener menyelesaikan edisi keempat sekaligus edisi terakhir dari bukunya, yang secara khusus memuat dasar-dasar hipotesisnya yang ditambah dengan berbagai bukti untuk mendukung hipotesis tersebut.

Tektonik Lempeng : Sebuah Versi Modern Dari Ide Yang Lama

Beberapa tahun setelah Wegener mengajukan teorinya, mengenai perkembangan teknologi yang pesat menyebabkan mampunya dilakukan pemetaan pada lantai samudera, serta ditemukannya data-data yang banyak tentang aktivitas seismik dan medan magnit bumi. Sampai tahun 1968,

perkembangan teknologi ini sedemikian pesatnya, hingga pada saat itu dikemukakan sebuah teori yang lebih memuaskan daripada teori pengapungan kontinen. Teori ini kemudian dinamakan Teori Tektonik Lempeng.

Teori ini menyatakan bahwa bagian luar dari bumi, yaitu pada bagian litosfer, terdapat sekitar 20 segmen yang padat yang dinamakan lempeng. Dari semua itu, yang terbesar adalah lempeng Pasifik, yang menempati sebagian besar lautan, kecuali pada sebagian kecil dari Amerika Utara yang meliputi Kalifornia bagian Baratdaya dan Semenanjung Baja. Semua lempeng besar lainnya dapat berupa kerak-kerak kontinen maupun kerak samudera. Sedang lempeng-lempeng yang lebih kecil umumnya hanya sebagai kerak samudera, contohnya lempeng Nazca yang terdapat di lepas pantai Barat Amerika Selatan.

Litosfer terletak di atas zona atau material yang lebih lemah dan lebih panas, yang disebut astenosfer. Dengan demikian, lempeng-lempeng litosfer yang sifatnya padat dilapisbawahi oleh material yang lebih “plastis”. Nampaknya ada hubungan antara ketebalan dari lempeng-lempeng litosfer dengan sifat dari material kerak yang menutupinya. Lempeng-lempeng samudera sifatnya lebih tipis, dengan variasi ketebalan antara 80 sampai 100 km atau lempeng atau blok kontinen mempunyai ketebalan 100 km atau lebih, bahkan pada beberapa daerah dapat mencapai 400 km.

Salah satu prinsip utama dari teori tektonik lempeng adalah bahwa setiap lempeng bergerak-gerak sebagai satu unit terhadap unit lempeng lainnya. Jika sebuah lempeng berbergerak-gerak, maka jarak antara dua kota yang berada dalam satu lempeng, seperti New York dan Denver, akan tetap sama, sedangkan jarak antara New York dan London yang berada pada dua lempeng yang berbeda, akan berubah. Karena setiap lempeng bergerak sebagai satu unit, maka banyak interaksi yang dapat terjadi antara satu lempeng dengan lempeng lainnya di sepanjang batas-batas dari lempeng-lempeng tersebut. Berdasarkan hal inilah, maka sebagian besar aktivitas seismik, volkanisma dan pembentukan

pegunungan terjadi di sepanjang batas-batas yang dinamis tersebut.

Batas-Batas Lempeng

Ada tiga tipe batas-batas lempeng, yang masing-masing dibedakan dari jenis pergerakannya, yaitu :

1. Batas-batas divergen, dimana lempeng-lempeng bergerak saling menjauh, yang menyebabkan naiknya material dari mantel bumi dan membentuk lantai samudera yang luas. 2. Batas-batas konvergen, dimana lempeng-lempeng bergerak saling mendekati, yang

menyebabkan salah satu dari lempeng tersebut masuk ke mantel bumi dan berada di bawah lempeng lainnya.

(7)
(8)

Batas-batas Divergen

Batas-batas divergen bisa ditemukan di daerah punggungan samudera. Di daerah ini, pada saat lempeng bergerak saling menjauh dari sumbu punggungan, maka celah yang timbul akan diisi dengan cepat oleh magma yang naik dari astenosfer. Material ini akan menjadi dingin secara perlahan-lahan dan membentuk lantai samudera yang baru. Mekanisme ini, yang menyebabkan terbentuknya lantai atau dasar dari Lautan Atlantik sekitar 165 juta tahun yang lalu, disebut Pemekaran lantai samudera. Tingkat pemekaran di daerah punggungan samudera ini diestimasikan sekitar 2 sampai 10 cm pertahun, dan rata-rata 6 cm (2 ichi) pertahun. Karena batuan yang baru terbentuk jumlahnya sama di keuda sisi dari lempeng yang saling menjauh, maka tingkat pertumbuhan dari lantai samudera adalah dua kali dari nilai tingkat pemekaran.

Jika pusat pemekaran terdapat atau terjadi di lempeng kontinen, maka kontinen akan terpecah-pecah menjadi segmen-segmen yang lebih kecil. Fragmentasi dari kontinen ini disebabkan oleh adanya pergerakan ke arah atas dari batuan yang panas (magma) yang berada di bawah. Akibat dari aktivitas ini adalah melengkungnya kerak kontinen ke arah atas di bagian yang diintrusi tersebut. Hal ini disertai dengan timbulnya retakan-retakan di bagian tersebut. Kemudian bagian litosfer yang terpecah-pecah tersebut akan tertarik secara leteral ke arah yang berlawanan. Selanjutnya bagian yang pecah-pecah tersebut akan jatuh dengan gerakan menggelincir. Lembah patahan turun yang bersekala besar yang disebabkan oleh proses di atas, selanjutnya disebut Celah atau lembah celah.

Batas-batas Konvergen

Telah diketahui bahwa pada proses pemekaran akan terbentuk litosfer yang baru, sedangkan luas total permukaan bumi haruslah tetap konstan, dengan demikian pada bagian lai dari bumi pastikah ada litosfer yang rusak atau hilang. Bagian tersebut adalah bagian konvergen atau daerah pertemuan lempeng. Jika dua lempeng saling bertabrakan/bertumbukan, maka bagian ujung dari salah satu lempeng tersebut akan bergerak ke arah bawah dari lempeng lainnya. Bagian lempeng yang di bawah ini akan masuk ke daerah astenosfer, akibatnya bagian tersebut akan menjadi panas dan hilang rigiditasnya. Bergantung pada besarnya sudut kemiringan bagian yang lengkung ke bawah tersebut, maka kedalaman penyusupannya bisa mencapai 700 km, sebelum bagian ini betul-betul terasimilasi dengan material mantel atas (astenosfer).

Tumbukan bisa terjadi antara dua lempeng samudera, satu lempeng samudera dan satu lempeng kontinen, atau dua lempeng kontinen. Jika terjadi tumbukan antara lempeng kontinen dan lempeng samudera, maka lempeng kontinen yang kecil densitasnya akan berada di bagian atas, sedangkan lempeng samudera yang lebih besar densitasnya akan menyusup ke bawah bagian astenosfer. Daerah dimana proses ini terjadi disebut zona subdaksi. Karena lempeng samudera menyusup ke arah bawah, maka lempeng ini akan melengkung dan selanjutnya membentuk palung laut dalam (trench) yang berbatasan dengan zona subdaksi tersebut. Palung-palung yang terbentuk di daerah ini bisa mencapai panjang ribuan kilometer, sedang dalamnya antara 8 sampai 11 km. Tumbukan Kontinen-Samudera

Sudut kemiringan lempeng samudera yang menyusup ke dalam astenosfer umumnya sebesar 45o atau lebih. Lempeng samudera ini, bersama-sama dengan material sedimen serta cairan-cairan yang

dikandungnya, akan larut dan bersatu dengan cairan astenosfer yang panas. Magma baru yang terbentuk dari proses ini densitasnya lebih kecil daripada densitas material disekitarnya, yaitu densitas penyusun mantel bumi, konsekuensinya, jika jumlah magma baru ini sudah jenu, maka magma tersebut akan naik secara perlahan. Sebagian besar magma yang naik ini akan sampai ke bagian atas dari kerak kontinen, dimana dia akan menjadi dingin dan terkristalisasi pada kedalaman beberapa kilometer. Sedangkan sebagian sisanya akan termigrasi ke permukaan dan kadang-kadang membentuk erupsi volkanik yang eksplosif. Pegunungan volkanik Andes merupakan pegunungan yang terbentuk dari proses ini, dimana Lempeng Nazca mengalami peleburan pada saat menunjam di bawah Lempeng Kontinen Amerika Selatan. Tingginya frekuensi gempa bumi di daerah Andes, merupakan bukti dari proses tersebut.

Pegunungan seperti Andes yang terbentuk akibat asosiasi aktifitas volkanik dengan proses subdaksi, disebut busur volkanik.

Tumbukan Samudera-Samudera

(9)

umumnya berlokasi sekitar beberapa ratus kilometer dari palung laut dalam, dimana aktivitas subdaksi sedang terjadi.

Tumbukan Kontinen-Kontinen

Tumbukan antara lempeng kontinen dengan kontinen dapat diambil contoh tumbukan antara Lempeng India yang membentur Asia, dan membentuk Pegunungan Himalaya, yang merupakan pegunungan yang terbesar dan terluas di dunia. Pada saat terjadi tumbukan seperti ini, maka lempeng kontinen akan tertekuk, terpecah-pecah dan umumnya menjadi lebih pendek.

Patahan Transform

Tipe ketiga dari batas-batas lempeng adalah patahan transform, dimana lempeng-lempeng saling bergesekan satu dengan yang lain tanpa menyebabkan terbentuknya lempeng/kerak yang baru, seperti yang terjadi pada pemekaran punggungan samudera, serta juga tidak mengakibatkan rusaknya lempeng, seperti yang terjadi pada zona subdaksi.

Istilah patahan transform ini pertama kali diusulkan oleh J. Tuzo Wilson dari University of Toronto, pada tahun 1965. Wilson mengatakan bahwa patahan normal ini, bersama-sama dengan proses konvergen dan divergen, merupakan suatu rangkaian proses kontinyu yang membagi-bagi selubung luar bumi menjadi beberapa lempeng padat yang terpisah-pisah.

Wilson memberikan istilah yang khusus pada patahan ini, yaitu patahan transform, karena pergerakan relatif dari lempeng-lempeng tersebut dapat berubah atau tertransformasi satu sama lainnya. Seperti telah diperhatikan atau dijelaskan pada contoh terdahulu, bahwa proses divergen yang terjadi pada pusat pemekaran dapat berubah/tertransformasi menjadi proses konvergen di zona subdaksi.

Sebagian besar patahan transform terjadi di kerak samudera, tetapi ada juga sedikit yang terjadi di kerak kontinen, seperti di Patahan San Andreas di Kalifornia.

Pangea : Sebelum dan Sesudah

Robert Dietz dan John Holden telah mencoba untuk merekonstruksi bagaimana keadaan sebenarnya dari migrasi besar-besaran yang pernah dialami oleh individu-individu kontinen, selama lebih dari 500 juta tahun. Dengan mengekstrapolasikan kembali pergeraekn lempeng, yang

dihubungkan dengan perjalanan waktu, dan dibantuk oleh data-data seperti orientasi struktur volkanik, distrubusi dan pergerakan transform, serta paleomagnetisme, Dietz dan Holden telah mampu untuk merekonstruksi Pangea. Dengan menggunakan data penanggalan radiometri, kedua ahli ini juga dapat menentukan kapan Pangea ini mulai terbentuk dan kapan mulai terpecah. Kemudian berdasarkan data-data posisi relatif dari hot spot, maka juga dapat menentukan lokasi yang tepat dari setiap kontinen. Terpecah-pecahnya Pangea

Pangea mulai terpecah sekitar 200 juta tahun yang lalu, dimana terjadi fragmentasi yang diikuti oleh jalur-jalur pergerakan dari setiap kontinen dan terdapt dua buah celah besar yang terjadi akibat fragmentasi ini. Celah antara Amerika Utara dan Afrika menyebabkan munculnya batuan basal yang berumur Trias secara besar-besaran disepanjang Pantai Timur Amerika Serikat. Penanggalan radiometri pada basal ini menunjukkan bahwa celah tersebut antara 200 sampai 165 juta tahun yang lalu. Waktu ini sekaligus bisa digunakan sebagai waktu terbentuknya Atlantik Utara. Celah yang terbentuk di bagian selatan Gondwana berbentuk hurup Y, yang menyebabkan termigrasinya Lempeng India ke bagian Utara dan sekaligus memisahkan Amerika Selatan – Afrika dari Australia – Antartika.

Sekitar 135 juta tahun yang lalu, posisi kontinen Afrika dan Amerika Selatan mulai memisah dari Atlantik Selatan. Pada saat ini India sudah berada separuh jalan menuju ke Asia, dan bagian selatan dari Atlantik Utara telah mulai melebar. Pada Kapur Akhir, sekitar 65 juta tahun yang lalu, Madagaskar telah terpisah dari Afrika, dan Atlantik Selatan berubah menjadi laut terbuka.

Sekitar 45 juta tahun yang lalu, India telah bersatu dengan Asia, yang kemudian menyebabkan terbentuknya pegunungan tertinggi di dunia, yaitu Himalaya, yang tersebar di sepanjang Dataran Tinggi Tibet. Kemudian terjadi pemisahan Greendland dari Eurasia, yang bersamaan juga terjadi pembentukan Semenanjung Baja dan Teluk Kalifornia. Peristiwa tersebut ditaksi terjadi kurang dari 10 juta tahun yang lalu.

Sebelum Pangea

Sebelum Pangea terbentuk, massa-massa benua mungkin telah mengalami berbagai episode fragmentasi yang sama dengan yang telah kita ketahui sekarang. Kontinen-kontinen purba tersebut dulu telah bergerak saling menjauh satu dengan yang lainnya. Selama periode antara 500 sampai 225 juta tahun yang lalu, fragmen-fragmen yang sebelumnya telah menyebar, mulai bersatu membentuk Pangea. Bukti dari adanya tumbukan awal ini meliputi Pegunungan Ural di Uni Soviet dan Pegunungan Appalacian di Amerika Utara.

(10)

Setelah membuat rekonstruksi keadaan dunia sekitar 500 juta tahun yang lalu, Dietz dan Holden kemudian mencoba untuk memprediksi keadaan bumi di masa depan. Pada 50 juta tahun yang akan datang, perubahan penting terjadi pada Lempeng Afrika, dimana sebuah lautan yang baru akan terbentuk akibat Afrika bagian timur terpisah dari benua utama. Di Amerika Utara terlihat bahwa Semenanjung Baja dan bagian selatan Kalifornia yang terletak di sebelah barat Sesar San Andreas, telah tergeser melewati Lempeng Amerika Utara tersebut. Jika pergerakan ke arah utara ini, betul-betul terjadi sesuai yang diprediksi, maka Los Angeles dan San Francisco akan saling melewati satu sama lain.

Mekanisme Pergerakan

Distribusi panas yang tidak merata yang terdapat di dalam bumi, telah disepakati oleh para ahli, sebagai penyebab utama terjadinya pergerakan lempeng. Distribusi panas tidak merata inilah yang menyebabkan terjadinya arus konveksi yang besar dalam mantel bumi. Material yang panas dan lebih kecil densitasnya, yang berasal dari mantel bagian bawah, secara perlahan-lahan akan bergerak naik ke daerah pegunungan samudera. Pada saat material ini mnyebar secara lateral, suhunya akan turun dan densitasnya bertambah, setelah itu material tersebut akan masuk kembali ke dalam mantel dan suhunya naik kembali. Dalam hal ini, batuan yang ada tidak perlu untuk mencair dulu agar dapat terbawa aliran. Analogi peristiwa ini bisa dilihat pada logam padat yang dimasukkan ke dalam cairan yang panas, dimana logam-logam tersebut berada pada berbagai bentuk yang berbeda-beda. Demikian juga halnya pada batuan yang berada dalam cairan panas. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa di daerah punggungan samudera tingkat aliran panasnya lebih tinggi dibandingkan daerah–daerah lain. Hal ini juga menunjukkan bahwa arus konveksi tidak hanya satu macam. Tetapi, jenis-jenisnya tersebut belum diketahui dengan jelas. Ada beberapa banyakkah sebenarnya tipe arus konveksi ini ? Pada kedalaman berapakah sebenarnya arus tersebut berada ? Bagaimanakah struktur yang sebenarnya ?

Telah diketahui lempeng samudera yang dingin mempunyai densitas yang lebih besar daripada astenosfer yang berada di bawahnya. Dengan demikian, pada saat lempeng samudera tersebut,

(11)

GEMPA BUMI

Apa itu Gempa

Gempa adalah getaran pada bumi yang ditimbulkan oleh pelepasan energi secara cepat. Energi tersebut terpancar ke segala arah dari sumbernya dalam bentuk gelombang, yang merambat seperti pada rambatan gelombang bunyi di udara ketika sebuah bel/lonceng dipukul, getaran merambat secara melingkar ke segala arah. Selama terjadi gempat bumi, dan untuk beberapa waktu kemudian, lukisan bumi seperti deringan lonceng (ringing like bell).

Sumber dari gempa tersebut, berasal dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh ledakan atomik (atomik explosions) atau oleh erupsi gunung api. Gempa juga disebabkan oleh interaksi dari lempeng yang berdekatan yang saling bergerak, strain dan perubahan bentuk dari batuan. Oleh sebab itu pada daerah batas lempeng sering terjadi gempa bumi.

Pusat gempa bumi biasanya dibawah permukaan, sedang pusat gempa yang terdeteksi dipermukaan disebut “Epicenter”, yang dapat ditentukan dengan menggunakan alat seismogram dan grafik “travel-time”. Dengan alat seismogram (bagian dari alat seismographs yang berfungsi sebagai alat perekam, yang dapat memberikan informasi tentang karakteristik gelombang seismik), dapat diketahui kecepatan rambat gelombang P, dan gelombang S, yang kemudian diplot ke dalam grafik “travel-time”, dari kedua kurva diperoleh jarak pusat gempa di permukaan, atau jarak epicenter dari seismograph.

Alat untuk mengukur/merekam gelombang gempa disebut seismograph. Seismologi adalah ilmu yang mempelajari gelombang gempat bumi.

Gelombang gempa terbagi dua, yaitu :

1. Gelombang permukaan (surface waves), yaitu gelombang yang merambat sepanjang permukaan bumi.

2. Gelombang yang menembus bagian dalam buki (body waves), terbagai dua type : - Primary waves (P. waves)

- Secondary waves (S. waves)

Kedua type tersebut dibedakan berdasarkan cara perambatan (penyebaran) menembus bumi.

Gelombang P. menekan (compress) dan menarik (dilate) batuan dalam arah perambatannya. Penjelasan dari gelombang ini seperti penjalaran gelombang yang dihasilkan pita suara manusia, yang menjalar ke udara menuju “Transmit Sound”. Gelombang S. merambat tegak lurus arah getar partikelnya. Sedang gelombang S. hanya menyebabkan perubahan bentuk.

Sarana mengukur kekuatan gempa bumi adalah skala Richter, dikemukakan oleh Charles Richter, 1935, seorang ahli pada California Institute of Technology, yang berusaha mengurut berdasarkan urutan tertinggi, gempa bumi yang terjadi di selatan California ke dalam golongan kuat, menengah dan lemah.

Tsunami atau gelombang seismik lau (“seimic sea waves”) adalah gelombang perusak yang lebih populer dengan sebutan gelombang pasang-surut (tidal waves), tetapi sebutan ini tidak tepat, karena gelombang ini bukan dihasilkan oleh efek pasang-surut dari bulan atau matahari.

Istilah tsunami diberikan oleh orang Jepang untuk gelombang seismik laut, yang akibatnya sangat dirasakan oleh mereka, istilah tsunami ini kemudian umum digunakan di dunia.

Bagian Dalam Bumi

Berdasarkan data seismologi, bumi tersusu atas 4 bagian lapisan : 1. Kulit bumi (crust), lapisan terluar yang sangat tipis.

2. Selubung bumi (mantle), lapisan batuan yang terletak di bawah kulit bumi, dengan ketebalan 2885 km (1789 mil).

3. Inti luar (outer core), lapisan dengan ketebalan 2270 km (1407 mil), menunjukan karakteristik cairan (mobile liquid).

4. Inti dalam (inner core), logam padat dengan jari-jari 1216 km (756 mil).

Pada tahun 1909 seorang ahli seismologi Yugoslavia ANDRIJA MOHOROVICIC,

(12)

Beberapa tahun kemudian seorang seismologi Jerman bernama Beno Guetenberg

menemukan batas yang besar dari penelitannya dengan menggunakan gelombang P. yang diberi nama zona bayangan (shadow zone).

Asthenosphere merupakan lapisan yang penting yang terletak pada selubung bagian atas (upper mantle), yang terletak pada kedalaman antara 70 km sampai 700 km, merupakan zona yang tersusun oleh bagian-bagian leburan batuan (kira-kira 10%), diatas asthenosphere yang meliputi bagian atas selubung dan kerak bumi.

Komposisi Dari Bumi

Kerak bumi mempunyai ketebalan bervariasi antara 70 kilometer pada beberapa gunung dan kurang dari 5 kilometer pada laut, dari data seismik diketahui kerak bumi tersusun batuan granitik (continental crust), sedangkan oceanic crust tersusun oleh batuan yang berkomposisi basaltik.

Komposisi selubung dan inti belum dapat dipastikan, dan berdasarkan komposisi meteor yang jatuh ke bumi tersusun dari tipe logam, terdiri dari besi dan nikel.

Klasifikasi Gempa

Ada tiga penyebab utama dari suatu gempa bumi dan atas dasar itu pulalah gempa bumi diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu Tektonik, Vulkanik, Runtuhan dan Buatan.

Gempa Tektonik

Gempa tektonik adalah gempa bumi yang terjadi karena pergeseran kerak bumi, atau dengan kata lain yang berhubungan dengan peristiwa tektonik. Dari sekian banyak peristiwa tektonik, yang paling banyak menghasilkan gempa adalah tektonik yang mengakibatkan dislokasi/displacement atau yang kita kenal dengan nama patahan (dis=terpisah, locus=tempat). Karena itulah maka seringpula disebut gempa dislokasi.

Pergeseran kerak bumi di sepanjang bidang patahan menimbulkan goncangan yang kemudian

merambat melalui permukaan bumi, goncangan akan membinasakan semua yang tidak tahan menahan goncangan tersebut. Dibeberapa tempat goncangan yang begitu hebatnya menghasilkan jurang dalam dan lebar.

Gempa tektonik merupakan gempa yang paling dasyat, meluas dan banyak merusak serta paling sering terjadi. Sekitar 93% dari semua gempa yang tercatat di seluruh dunia, tergolong gempa tertonik.

Gempa vulkanik

Gempa vulkanik adalah gempa bumi yang terjadi karena aktivitas vulanisme, baik sebelum, sedang atau sesudah letusan.

Magma yang keluar lewat pipa-pipa gunung api bergeser dengan batuan penyusun gunung api, getarannya diteruskan kemana-mana lewat materi yang menyusun kerak bumi. itulah sebabnya sebelum terjadi letusan gunung api terasa adanya gempa bumi terlebih dahulu. Dan karena itulah maka aktivitas vulkanisme dapat diramalkan sebagai salah satu gejala dari aktivitas gunung api.

Demikian juga ketika terjadi letusan, materi-materi besar kecil, berupa gas, cair maupun padat dihempaskan keluar, sedang getarannya akan merambat di dalam batuan ke segala arah menimbulkan gempa bumi di daerah sekitarnya.

Umumnya gempa vulkanik tidak begitu hebat, dan daerahnya terbatas sekitar gunung api saja. Hanya sekitar 7% dari seluruh gempa yang tercatat di seluruh dunia.

Gempa Terban/Runtuhan

Gempa terban adalah gempa yang disebabkan oleh adanya runtuhan, termasuk di dalamnya adalah Rock fall/longsor, atap gua bawah tanah runtuh (biasanya di daerah kapur), ataupun runtuhan di dalam lubang tambang. Goncangannya tidak begitu hebat dan daerahnya sangat terbatas hanya sekitar 1 hingga 2 meter.

Karena itu dalam pembagian persentase gempa bumi yang tercata di seluruh dunia, gempa semacam ini dianggap kecil, sehingga dianggap tidak ada. Akan tetapi tidak berarti bahwa gempa ini tidak pernah terjadi.

Gempa Buatan

(13)

Peledakan batuan, dalam proses pembuatan jalan tembus dipegunungan batu dengan menggunakan bahan peledak batu kokoh akan hancur. Bersamaan dengan itu pula terjadi goncangan di sekitarnya. Demikian pula pada saat terjadi pemancangan paku bumi dalam pembuatan tiang pancang beton, akan meimbulkan goncangan yang cukup jelas.

Daerah yang dipengaruhi oleh getaran buatan ini hanya sekitar 1 – 100 meter, sedangkan daerah yang lebih jauh lagi pada umumnya tidak merasakan getaran.

Namun demikian karena goncangannya tidak sehebat pada gempa tektonik, maka gempa buatan ini biasanya tidak membawa akibat yang serius dan tidak membahayakan.

Pengukuran Kekuatan Gempa

Gempa yang terjadi akibat pergerakan lempeng tektonik pada umumnya lebih berbahaya dibandingkan dengan gempa vulkanik, tanah longsor maupun buatan. Tingkatan besar kecilnya gempa dapat dihitung melalui besarnya simpangan jarum yang dipasang pada alat pencatat melalui besarnya simpangan jarum yang dipasang pada alat pencatat gempa (seismograf). Satuan besaran gempa biasanya dipergunakan skala Richter.

Berdasarkan kedalamannya terjadinya gempa, maka gempa bumi dapat diklasifikasikan menjadi dangkal, sedang dan dalam. Berdasarkan hal ini, dapat dijelaskan bahwa para pakar menentukan kriteria klasifikasi gempa berbeda antara pakar satu dengan lainnya.

Dasar penetapan kedalaman gempat antara Dobrein, Allison dan Lee Stokes tidak mempunyai argumentasi yang cukup kuat. Kegunaan klasifikasi tersebut tidak mempunyai implikasi terhadap perubahan-perubahan permukaan bumi. justru dari beberapa pengamatan menunjukan bahwa klasifikasi yang lebih penting adalah menentuan besar/kecilnya gempa serta jarak antara titik pusat gempa.

Tabel. Klasifikasi Gempa Menurut Kedalaman.

Kriteria Kedalaman

Dobrein Allison Lee Stokes

Dangkal < 70 < 60 < 100

Sedang 70 – 300 60 – 300

-Dalam > 300 > 300 - 700 > 100

Menurut Allison, gempa bumi terdalam yang pernah dikenal dalamnya hanya 720 km di rangkaian pulau-pulau Pasifik. Sekitara 85 – 90 % dari semua gempa berupa Gempa Dangkal, dan kebanyakan kurang dari 8 km dalamnya.

Kurangnya gempa yang dalam barangkali dapat dihubungkan dengan temperatur dan tekanan hidrostatika. Pergeseran-pergeseran kerak bumi yang menyebabkan terjadinya patahan, berkaitan dengan titik patah batuan.

Semakin tinggi temperatur dan tekanan hidrostatis, sifat batuan semakin lentur yang berarti titik patahnya juga akan bertambah besar. Dengan demikian tekanan yang bekerja pada batuan dapat dinetralisir oleh keplastisan batuan sehingga tidak terjadi patahan, mungkin hanya terjadi

pembengkokan.

Dikaitkan dengan gradien geothermal, maka temperatur batuan di lapisan yang dalam semakin tinggi dan semakin besar menderita tekanan hidrostatis. Oleh karena itulah maka jarang terjadi pusat-pusat gempa di lapisan yang dalam.

Gempa dalam biasanya dijumpai di daerah perbatasan lempeng yaitu pada zona subduksi, dimana kerak bumi menjorok ke dalam disepanjang patahan transform.

Gempa bumi yang dihasilkan oleh pergeseran kerak bumi disepanjang patahan strike-slip fault, umumnya tergolong gempa dangkal. Hal tersebut ada kaitannya dengan pergeseran yang umum meliputi bagian atas saja dari kerak bumi.

Pusat gempa di dalam bumi bukanlah merupakan suatu titik melainkan lebih cenderung berupa garis atau daerah, yaitu sepanjang patahan dimana terjadi pergeseran kerak bumi. Pusat gempa tersebut dikenal dengan nama hiposentrum.

Tempat di permukaan bumi yang tegak lurus di atas hiposentrum disebut episentrum (Yunani; Hypo = di bawah, Epi = di atas).

Untuk menentukan letak suatu episentrum gempa, diperlukan catatan gempa bumi dari minimal 3 stasiun pencatat gempa bumi. Jarak stasiun ke spisentrum dapat dihitung dengan menggunakan hukum Laska, sebagai berikut :

(14)

Δ = [( S – P ) – r ] megameter

Dimana :

Δ = Delta, menunjukkan jarak ke episentrum. S = Saat tibanya gelombang S pada Seismograf. P = Saat tibanya gelombang P pada Seismograf. R = 1 menit; 1 megameter = 1.000 km.

Daerah di permukaan bumi yang paling parah menderita goncangan gempa adalah daerah yang berdekatan dengan episentrum.

Agar mengetahui tata cara penggunaan informasi tentang gempa bumi, maka para pakar gempa telah membuat peta yang menunjukkan daerah yang rawan akan gempa bumi. Namun dalam penyajian peta, manggunakan istilah khusus sehingga sulit dimengerti oleh kebanyakan orang/ agar dapat membaca peta informasi gempa, maka kita harus mengenal beberapa istilah-istilah yang dipergunakan dalam peta gempa.

Isoseismik = yaitu garis pada peta yang menghubungkan daerah-daerah yang mengalami gempa sama besarnya.

Pleistoseismik = yaitu garis pada peta yang menunjukkan daerah yang paling parah menderita goncangan gempa. Daerah tersebut terletak dalam garis isoseite I.

Homoseismik = yaitu daerah yang menerima getaran gempa pada waktu yang bersamaan.

Alat Pengukur Gempa

Ukuran gempa dapat ditunjukan dengan besarnya kekuatan, yang dikenal dengan istilah magnitud gempa, atau dengan menganalisa pengaruh gempa terhadap tingkat kerusakan yang disebut Intensitas gempa.

Skala magnitude yang sangat terkenal adalah Skala Richter, digunakan di seluruh dunia. Skala tersebut dibuat oleh Charles F. Richter pada tahun 1935.

Skalanya tidak mempunyai batasan atas dan bawah, sehingga dapat mencatat gempa yang sangat lemah dan yang sangat kuat. Selisih satu skala menunjukkan perbedaan amplitudo 10 kali dan perbedaan kekuatan sebesar 10 kali.

Meskipun tidak ada batas atasnya, namun ternyata gempa bumi yang tercatat belum ada yang melebihi angka 9,0 pada Skala Richter. Gempa terbesar yang pernah tercatat adalah Gempa Sauriko, Jepang, pada tahun 1933, dan Gempa Columbia tahun 1906, yang besarnya 8,9 pada Skala Richter.

Gempa yang berskala 7 ke atas sudah tergolong gempa kuat, sedang yang kurang dari 2 termasuk lemah. Gempa hebat yang magnitudonya 8 ke atas hanya terjadi sekitar 5 kali dalam jangka 10 tahun, sedang gempa lemah yang tidak terasa oleh manusia banyaknya sekitar 800.000 kali dalam setahun.

Kerusakan-kerusakan yang dakibatkan gempa bumi mulai dari magnitudo ke 5 atas, dan semakin bertambah menurut bertambanhnya magnitudo gempa.

Sebelum Skala Richter, umumnya ukuran yang digunakan adalah Skala Intensitas Gempa. Adapun skala intensitas gempa yang paling banyak digunakan adalah Skala Mercalli yang telah disempurnakan yang terbagi dalam 12 tingkatan. Skala tersebut disusun berdasarkan hasil

penelitiannya di Amerika Serikat, dengan membagikan daftar pertanyaan kepada penduduk mengenai kerusakan yang diakibatkan oleh gempat bumi.

Daerah-daerah yang sering dilanda gempa di dunia adalah daerah yang masih dalam keadaan labil, daerah yang selalu bergerak dalam usaha mencari keseimbangan isostasi, khususnya daerah di sekitar jalur pegunungan Sirkum Pasifik dan Sirkum Maditerran. Dengan demikian Indonesia termasuk daerah yang sering dilanda gempa bumi.

Hampir 10% dari seluruh gempa di dunia terjadi di Indonesia, atau sekitar 400-500 kali tiap tahun. Untungnya kebanyakan berpusat di dasar laut sehingga tidak terlalu banyak membawa korban jiwa dan kerugian materi.

Apabila kita kembali menelusuri keadaan geologis Indonesia yang terletak di pertemuan Sirkum Pasifik dan Mediterran, tidaklah mengherankan bila kepulauan kita sering dilanda gempa.

(15)

sebelah selatan Pulau Jawa dan sebelah barat Sumatera. Daerah di subduksi tersebut merupakan daerah pusat-pusat gempa bumi. Mercalli membuat skala berdasarkan tingkat kerusakan yang terjadi di permukaan tanah.

Tabel. Skala Mercalli tentang Kekuatan Gempa

Skala Gejala di Permukaan Bumi

I Tidak terasa, hanya tercatat oleh alat-alat peka seperti seismograf. II Dirasakan oleh orang yang sedang tidur, terutama tidur di lantai.

III Terasa di dalam rumah namun belum diketahui kalau asalnya dari suatu gempa bumi. Getarannya seperti Truk ringan yang lewat.

IV Terasa di dalam rumah seperti Truk berat yang lewat. Benda-benda yang digantung bergoyang, pintu dan jendela gemertak, benda-benda dari kaca gemerincing.

V Sudah terasa oleh orang yang berada di luar rumah, orang yang tidur terbangun, air bergoyang, benda-benda yang digantungkan kurang baik akan jatuh, daun pintu bergoyang.

VI Terasa oleh semua orang. Banyak orang lari ketakutan keluar rumah, yang sementara berjaan tidak stabil jalannya, barang-barang dari kaca pecah, benda-benda yang digantung berjatuhan.

VII Orang terasa sulit untuk berdiri tegak, dapat dirasakan oleh sopir, tembok-tembok rumah runtuh.

VIII Sulit mengemudikan mobil, cabang-cabang pohon bisa patah, rumah-rumah yang fondasinya kurang kuat bisa runtuh.

IX Mengakibatkan kepanikan umum, tembok-tembok roboh, rumah-rumah tembok yang kuat mengalami kerusakan berat, pipa-pipa bawah tanah pecah.

X Bangunan beton rusak, bendungan hancur, air danau bergolak.

XI Pipa-pipa bawah tanah hancur total, banyak jembatan hancur, rel Kereta Api sampai bengkok-bengkok.

XII Kerusakan total, batuan retak-retak, benda-benda terlempar ke udara.

Ramalan dan Prosteksi Terhadap Gempa Bumi

Sampai sekarang orang belum mampu meramalkan kejadian gempa bumi secara tepat. Kita bangga bahwa para pakar telah mempu menentukan daerah-daerah gempa bumi, namun meramalkan kapan terjadinya gempa, lokasi episentrumnya, serta besarnya adalah suatu masalah besar yang belum terpecahkan.

Beberapa kemajuan dalam hal peramalan gempa telah dicapai oleh negara-negara yang telah maju seperti Amerika Serikat, Jepang dan Uni Soviet seperti Robert Wallace dari “US Geological Survey National Center of Earthquake Research”, mengemukakan hasil penelitannya di daerah sekitar patahan San Andreas sbb: Gempa berskala 6 terjadi setiap tahun, skala 7 setiap 17 tahun dan sekitar 100 tahun untuk gempa yang berskala 8 pada skala Richter.

Pakar-pakar Jepang juga berhasil meramalkan gemba bumi yang terjadi di dekat Marsushiro. Menurut mereka sebelum terjadi gempa besar, beberapa bulan sebelumnya terjadi gempa-gempa kecil di daerah episentrum.

Jadi waktu peramalannya juga cukup lama, sekitar setahun lamanya mereka melakukan pengukuran-pengukuran perubahan berbagai gejala secara terus-menerus. Kemajuan berikutnya adalah ramalan gempa yang dilakukan dekat Riverside, California tahun 1974, dimana waktu yang dibutuhkan untuk peramalan hanya sekitar 3 bulan saja.

Meskipun nampaknya peramalan gempa semakin maju, namun masih sulit untuk

menggunakannya sebagai dasar untuk menghindari bahaya yang ditimbulkannya. Bahaya/kerugiannya terletak pada dampak ekonomi dan psikologisnya. Katakanlah diramalkan bahwa tahun depan akan terjadi gempa hebat di Jakarta. Bila penduduk harus diungsikan semua, aktivitas ekonomi akan berhenti, sehingga begitu banyak kerugian yang akan diderita. Lebih jauh lagi adalah pengaruh psikologisnya selama menunggu tibanya gempa bumi tersebut.

(16)

Katakanlah misalnya berdasarkan data-data gempa yang tercatat di suatu daerah gempa terkuat yang pernah melanda daerah tersebut besarnya 7 pada skala Richter. Berdasarkan data-data tersebut para pakar perancang bangunan merencanakan bangunan tahan terhadap kekuatan gempa sebesar itu.

(17)

MENGAPA LEMPENG BUMI BERTUMBUKAN?

m

INDONESIA memang area gempa. Hal itu karena nun jauh di dasar samudera kepulauan di negeri ini, terdapat tiga lempeng, yakni Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik, yang bila bertumbukan akan menghasilkan gempa tektonik.

m

Itu baru gempa tektonik, Indonesia pun kaya akan gunung berapi yang tercatat aktif dan yang belum ketahuan aktif tidaknya. Aktivitas gunung-gunung itu pun berpotensi menimbulkan gempa yang disebut sebagai gempa vulkanik.

m

Bisakah kita yang tinggal di Indonesia ini terhindar dari gempa? Secara ilmiah, fenomena alam tersebut tidak bisa dihindari. Sebab, lempeng-lempeng bumi yang ada di negara kita itu merupakan bagian dari kerak bumi yang bergerak aktif. Pergerakan itu dipicu antara lain oleh air laut dan samudera. Perlu diketahui, 71 persen wilayah bumi kita ini terdiri atas laut dan samudera, atau dengan kata lain berupa air.

m

Pergerakan lempeng-lempeng itu antara lain menimbulkan gempa bumi. Mengapa lempeng-lempeng itu bergerak dan bahkan bertumbukan? Lempeng-lempeng itu sebetulnya bagian dari kerak bumi yang terdiri atas berbagai jenis bebatuan. Pergerakan itu berlangsung terus selama berjuta-juta tahun usia bumi. Bentuk gerakan berupa lipatan, pergeseran, dan patahan. Setiap gerakan, menghasilkan antara lain benua, pegunungan, pulau-pulau kecil.

m

Tentang pergeseran lempeng, pergeseran memang tidak bisa dihindari sebagai bagian dari evolusi bumi. Efek dari pergeseran itu adalah berupa getaran yang disebut gempa. Gempa terjadi karena ada perpindahan massa dalam lapisan batuan bumi. Kekuatan suatu gempa bergantung pada jumlah energi yang terlepas, saat terjadi pergeseran dan tumbukan.

m

Pergeseran tersebut memang memungkinkan terjadinya tumbukan. Ada kalanya pergeseran itu menyebabkan perubahan bentuk yang tiba-tiba, sehingga terjadi ledakan dan patahan yang

menimbulkan gempa hebat yang disebut sebagai gempa tektonik. Keadaan itu tidak bisa kita hindari karena memang bagian dari evolusi bumi.

m

Hasil dari gempa dimaksud antara lain menghasilkan lipatan bumi. Bentuk dari lipatan bumi itu tidak serta-merta terlihat secara fisik. Sebab, untuk membentuk satu kali lipatan dibutuhkan ratusan juta tahun Tentang lipatan itu, sepanjang sejarahnya, bumi telah mengalami empat kali periode lipatan. Itulah yang pada akhirnya menghasilkan pulau-pulau baru dan menghilangkan pulau-pulau yang pernah ada.

m

Karenanya, tak mengherankan, apabila diukur setiap tahun, suatu wilayah daratan ada yang berkurang dan ada yang bertambah.

m

Tentang posisi Indonesia, ada yang menyebutnya sebagai efek dari lipatan Alpin. Lipatan itu merupakan periode lipatan bumi yang keempat yang sampai sekarang terus bergerak aktif. Secara geografis, lipatan Alpin membentang dari Eropa, Asia hingga Indonesia. Lipatan Alpin sudah dikenal sebagai kawasan yang tidak tenang secara geologi, karena pada proses pergerakannya selalu

memunculkan gempa bumi dan gunung berapi.

m

Tentang gempa yang terjadi di barat Aceh dan menimbulkan gelombang dahsyat tsunami, hal itu merupakan akibat dari tumbukan lempeng-lempeng bumi yang menimbulkan gempa tektonik di dasar laut. Bisa dipastikan, menurut NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration), setiap gempa tektonik yang terjadi di dasar laut, akan menghasilkan gelombang Tsunami. Beberapa wilayah di dunia yang rawan Tsunami, biasanya dilengkapi dengan pos atau kantor yang dilengkapi pencatat getaran/gempa, seismograf.

m

Selamat dari Tsunami

(18)

gempa di laut, berpeluang menghasilkan Tsunami. Patut diwaspadai, bahaya dari Tsunami bisa berlangsung berjam-jam setelah hempasan gelombang dahsyatnya yang pertama terjadi. Itu karena sifat gelombang yang datangnya bergulung, tidak serentak satu kali hempas.

m

Bagi Anda yang tinggal di pesisir dan yang menyukai wilayah pantai sebagai tempat berlibur, waspadai gejala Tsunami. Bila tanah tempat Anda berpijak bergetar, segera lari ke tempat yang lebih tinggi. Hal itu karena kita tidak bisa memprediksikan berapa menit yang dibutuhkan gelombang laut menjadi bergulung tinggi membentuk Tsunami.

m

Kemungkinan Tsunami datang minimal dalam waktu lima menit setelah getaran yang dirasakan. Tetapi di kawasan Kepulauan Hawaii yang juga sering dilanda gempa vulkanik, karena banyak terdapat gunung berapi di dasar laut, Tsunami muncul sekitar beberapa jam kemudian. Kekuatan gempa di dasar laut yang besarannya lebih dari 6 Skala Richter, biasanya berpeluang menimbulkan Tsunami.

m

Bagaimana apabila saat terjadi Tsunami Anda tengah berada di laut, di atas kapal? Getaran gempa barangkali tidak terasa karena kapal yang bergoyang-goyang, tetapi biasanya kapal-kapal pesiar dan kapal-kapal yang dilengkapi peralatan yang modern, tentunya dilengkapi alat komunikasi. Petugas pelabuhan biasanya akan mengumumkan bila telah terjadi gempa di dasar laut.

m

(19)

PENDAHULUAN

Gempa bumi sebagai salah satu gejala alam, di dalam cakupan studi

seismologi dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu gempa vulkanik dan gempa tektonik.

Kedua jenis ini di bedakan atas dasar penyebabnya yaitu gempa vulkanik akibat dari

aktivitas gunung berapi sedangkan gempa tektonik berasal dari aktivitas lempeng

tektonik dunia. Baik gempa vulkanik maupun tektonik, keduanya mempunyai

karakter yang unik di dalam rekaman seismogram, sehingga dapat dibedakan satu

sama lain, meskipun kedua jenis gempa ini terekam dalam satu seismogram.

Karakter unik yang membedakan kedua jenis gempa pada umumnya adalah

kandungan frekuensi masing-masing gempa. Jadi mengenali dan memisahkan kedua

jenis gempa dapat dilakukan dengan melakukan analisa frekuensi sinyal.

Salah satu topik yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah analisa terhadap

parameter gempa tektonik, yaitu penentuan onset time atau waktu tiba gelombang

gempa pada alat perekam gempa . Onset time merupakan parameter gempa yang

sangat penting dan dipakai untuk mendalami lebih lanjut mengenai parameter sumber

gempa, baik itu posisi gempa secara azimuthal maupun waktu terjadinya gempa atau

(20)

DAERAH RAWAN GEMPA TEKTONIK DI INDONESIA

Fauzi MSc, PhD, Pusat Gempa Nasional, Badan Meteorologi dan Geofisika

Ringkasan

Kerugian akibat gempa bumi tidak langsung disebabkan oleh gempa bumi, namun

disebabkan oleh kerentanan bangunan sehingga terjadi runtuhan bangunan, kejatuhan

peralatan dalam bangunan, kebakaran, tsunami dan tanah longsor. Faktor kerentanan

bangunan sangat erat hubungannya untuk perhitungan bencana gempa bumi di masa

yang akan datang. Faktor gempa bumi tak dapat dielakkan tapi harus dihadapi dengan

merencanakan bangunan beserta lingkungannya yang tahan terhadap gempa bumi.

Prediksi gempa bumi sampai sekarang masih dalam taraf penelitian sehingga faktor

mitigasi lebih penting untuk mencegah kerugian dan bencana yang lebih besar. Untuk

itu diperlukan analisa resiko yang mencakup parameter gempa bumi, bangunan dan

geologi setempat dimana bangunan atau perencanaan kota berada. Analisa ini

memerlukan kerjasama antara masing-masing professional; Geofisikawan, Insinyur

sipil dan Geology.

Pendahuluan

Lapisan kulit bumi dengan ketebalan 100 km mempunyai temperatur relatif jauh lebih

rendah dibanding dengan lapisan dalamnya (mantel dan inti bumi) sehingga terjadi

aliran konveksi dimana massa dengan temperatur tinggi mengalir ke daerah

temperatur rendah atau sebaliknya. Teori aliran konveksi ini sudah lama berkembang

untuk menerangkan pergeseran lempeng tektonik yang menjadi penyebab utama

terjadinya gempa bumi tektonik. Disamping itu kita kenal juga gempa vulkanik,

gempa runtuhan, gempa imbasan dan gempa buatan. Gempa vulkanik disebabkan oleh

desakan magma ke permukaan, gempa runtuhan banyak terjadi di pegunungan yang

runtuh, gempa imbasan biasanya terjadi di sekitar dam karena fluktuasi air dam,

sedangkan gempa buatan adalah gempa yang dibuat oleh manusia seperti ledakan

nuklir atau ledakan untuk mencari bahan mineral. Skala gempa tektonik jauh lebih

besar dibandingkan dengan jenis gempa lainnya sehingga efeknya lebih banyak

terhadap bangunan.

Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng

Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasific. Lempeng Indo-Australia bertabrakan

dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusatenggara, sedangkan

dengan Pasific di utara Irian dan Maluku utara. Di sekitar lokasi pertemuan lempeng

ini akumulasi energi tabrakan terkumpul sampai suatu titik dimana lapisan bumi tidak

lagi sanggup menahan tumpukan energi sehingga lepas berupa gempa bumi.

Pelepasan energi sesaat ini menimbulkan berbagai dampak terhadap bangunan karena

percepatan gelombang seismik, tsunami, longsor, dan liquefaction. Besarnya dampak

gempa bumi terhadap bangunan bergantung pada beberapa hal; diantaranya adalah

skala gempa, jarak epicenter, mekanisme sumber, jenis lapisan tanah di lokasi

bangunan dan kualitas bangunan.

Tulisan ini membahas beberapa aspek gempa bumi di Indonesia untuk menunjukkan

daerah-daerah rawan gempa bumi berdasarkan aktifitas tektonik dan sejarah

(21)

Daerah aktif gempa di Indonesia

Gempa bumi terjadi diawali dengan akumulasi stress di sekitar batas lempeng,

sehingga aktifitas gempa banyak disini. Walaupun konsentrasi akumulasi stress akibat

tabrakan lempeng berada di sekitar batas lempeng, akibatnya bisa sampai jauh sampai

beberapa ratus kilometer dari batas lempeng karena ada pelimpahan stress di kerak

bumi, sehingga ada daerah aktif gempa di luar daerah pertemuan lempeng. Kasus

sesar Sumatra umpamanya adalah sesar yang dibentuk oleh pelimpahan stress

tabrakan lempeng Indo-Australia dengan Eurasia dengan sudut tabrakan miring

terhadap garis batas. Kemiringan ini menyebabkan timbulnya sesar Sumatra dimana

konsentrasi akumulasi stress atau pusat-pusat gempa di daerah ini.

Beberapa sesar aktif yang terkenal di Indonesia adalah sesar Sumatra, sesar Cimandiri

di Jawa barat, sesar Palu-Koro di Sulawesi, sesar naik Flores, sesar naik Wetar, dan

sesar geser Sorong. Keaktifan masing-masing sesar ditandai dengan terjadinya gempa

bumi. Gempa dangkal (kedalaman 0-50 km) yang terjadi pada periode 1900-1995

dengan skala Richter 5.5 atau lebih, membuktikan lokasi-lokasi daerah aktif gempa di

Indonesia. Sebagian dari gempa tersebut menimbulkan bencana, bergatung pada

beberapa hal;

· Skala atau magnitude gempa

· Durasi dan kekuatan getaran

· Jarak sumber gempa terhadap perkotaan

· Kedalaman sumber gempa

· Kualitas tanah dan bangunan

· Lokasi bangunan terhadap perbukitan dan pantai

Faktor kualitas tanah dan bangunan adalah faktor yang sangat menentukan untuk

pengkajian resiko gempa bumi. Kualitas tanah di tempat bangunan berdiri dinyatakan

dengan percepatan tanah maksimum (Peak Ground Acceleration) dari catatan exact

accelerograph sewaktu gempa besar terjadi. Hal ini sangat jarang terjadi karena

periode gempa besar sangat panjang (50-100 tahun) dan karena acceleropgraph.belum

terpasang. Karena itu banyak cara empiris dilakukan untuk menemukan percepatan

maksimum di perkotaan. Disamping itu lokasi bangunan terhadap pantai yang rentan

terhadap ancaman tsunami dan lokasi bangunan terhadap perbukitan yang rentan

terhadap longsoran perlu juga dimasukkan dalam pertimbangan asuransi.

Pemetaan gempa bumi

Pemetaan gempa bumi bisa dilakukan dengan 2 cara; pertama adalah dengan

memetakan sumbernya atau hyposenter (pusat gempa) dengan skala dan kedalaman

tertentu, kedua adalah dengan memetakan efeknya atau informasi makro gempa bumi.

Magnitude gempa dengan magnitude 5 atau lebih dan kedalaman kecil dari 50km

sering dipakai karena berpotensi untuk merusak bangunan. Informasi makro gempa

bumi adalah peta dengan memakai skala Modified Mercalli Intensity (MMI), yaitu

besarnya efek yang dirasakan oleh pengamat dimana dia berada tanpa memperhatikan

sumbernya.

(22)

ukurannya relatif kecil. Namun akibatnya terhadap bangunan mungkin sama, karena

gempa interplate berada di laut sedangkan gempa intraplate berada di darat yang

relatif lebih dekat dengan perkotaan.

Bencana Bengkulu dan Sukabumi

Gempa Bengkulu pada 4 Juni 2000 dengan magnitude Mb 7.3 atau Mw 7.9

menimbulkan korban 100 orang lebih. Kerusakan terparah berturut-turut ada di Pulau

Enggano, Pasar Ngalam, Sukaraja, Bengkulu Selatan dan di Kota Bengkulu. Laporan

team survey dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) menggambarkan tingkat

kerusakan dengan memakai skala Modified Mercally Intensity (MMI) bahwa tingkat

kerusakan terparah terjadi di Pulau Enggano (gambar 3). Kedalaman gempa dari

USGS, CMT-Harvard maupun BMG bervariasi dari 5km sampai kedalaman 62km.

Fokal mekanisme juga bervariasi dari sesar naik dengan arah yang bervariasi atau

sesar mendatar. Perbedaan ini pada dasarnya adalah perbedaan penggunaan data dan

cara menganalisa data. Pada awanya prosessing dilakukan dengan cara otomatis

dengan memakai data real time, kemudian dilanjutkan dengan proses yang dilakukan

operator dengan menambahkan data sesuai dengan kriteria yang diinginkan.

Hari Rabu pagi tanggal 12 Juli, 2000 pada saat kantor baru saja mulai, gempa dengan

kekuatan sedang mengejutkan penduduk di Jakarta, Bandung, Sukabumi dan Bogor.

Pusat gempa dilaporkan dekat dengan Sukabumi. Gempa bumi melanda daerah

Sukabumi untuk kesekian kalinya; tahun 1982 (M=5.5), 1973 (M=4.9), 1969 (M5.4).

Intensitas maksimum yang dirasakan di Jakarta adalah MMI III, yang berarti beberapa

orang merasakannya, khususnya di bangunan bertingkat.

Monitoring gempa susulan

Gempa susulan (aftershock) merupakan proses stabilisasi medan stress ke

keseimbangan yang baru setelah pelepasan energi atau stress drop yang besar pada

gempa utama. Setiap gempa tektonik dangkal (kira-kira < 100 km) selalu diikuti oleh

dislokasi atau patahan. Dislokasi ini mengganggu keseimbangan medium

sekelilingnya, sehingga dengan sendirinya muncul gempa lainnya yang merupakan

proses keseimbangan baru. Proses ini bisa berlangsung beberapa jam sampai

berminggu-minggu, tergantung pada besar gempa utama dan sifat batuan. Frekuensi

dan magnitude gempa susulan ini umumnya menurun secara exponensial terhadap

waktu. Extrapolasi kurva frekuensi dan magnitude terhadap waktu bisa menjadi

patokan perkiraan besarnya gempa susulan, sehingga bahaya dari gempa susulan ini

menjadi sangat serius apabila gempa utama telah merusak struktur bangunan. Struktur

bangunan yang sudah dirusak oleh gempa bisa dianggap seperti susunan dinding, batu

dan pilar yang tak mempunyai daya ikat lagi satu sama lain. Sehingga gempa susulan

dengan MMI IV saja sudah cukup untuk merubuhkan bangunan.

Untuk itu peranan peneliti gempa susulan baik dari BMG atau lainnya sangat

diperlukan untuk melihat tingkat penurunan aktifitas gempa. Gempa susulan

Bengkulu yang dilaporkan team survey BMG menunjukkan penurunan aktifitas

secara exponensial. Pada hari ke empat terdapat gempa susulan dengan skala Mw 6.5

yang mengakibatkan kenaikan aktifitas kedua setelah gempa utama.

Monitoring Gempa bumi

(23)

untuk penduduk yang sedang dilanda bencana. Jika kita bisa meramalkan gempa

bumi, maka bencana tentunya tidak akan terjadi dan tidak perlu mengeluarkan dana.

Namun teknik untuk meramal gempa bumi sampai sekarang belum ada yang bisa

dipertahankan secara ilmiah, sehingga kita perlu mempersiapkan diri, lingkungan dan

bangunan yang tahan terhadap gempa bumi. Untuk itu diperlukan peta aktifitas gempa

bumi yang menunjukkan bahwa aktifitas seismik (gempa) di Indonesia umumnya

tinggi hampir di semua pulau. Setiap pulau mempunyai tingkat aktifitasnya

masing-masing yang perlu di monitor dengan merapatkan jaringan seismograp sehingga

informasi aktifitas gempa bumi bisa lebih teliti.

Bencana gempa bumi, tsunami atau letusan gunung berapi adalah suatu bukti dari

ketidakmampuan kerak bumi menampung akumulasi deformasi yang berasal dari

proses berkesinambungan dari pergerakan tektonik lempeng atau pergerakan magma

kepermukaan. Sehingga deformasi sesaat berupa gempa bumi atau letusan gunung api

tak terhindarkan. Bencana gunung berapi umumnya dapat ditanggulangi secara dini,

karena gejala letusan bisa diamati, mulai dari arah letusan, arah aliran magma sampai

pada luas daerah yang akan mengalami bencana dapat diperkirakan. Gunung Rabaul

(Papua Nugini) contohnya meletus bulan September 1994. Persiapan evakuasi telah

dilaksanakan secara bertahap 10 tahun sebelumnya, sehingga nyawa dan harta dapat

diselamatkan. Hal ini menyangkut efektifitas informasi yang disampaikan pada

masarakat. Di pihak lain juga menyangkut keberhasilan monitoring dan penelitian

tentang tabiat pergerakan magma dan peramalannya.

Dua pihak antara masarakat dan peneliti berkomunikasi dengan baik sehingga calon

korban dapat dan mau diselamatkan. Karena itu interaksi antara masarakat dan

peneliti gempa bumi perlu ditingkatkan seperti halnya bencana gunung api. Korban

gempabumi disebabkan oleh runtuhan bangunan yang digoyang gempa, sedangkan

korban letusan gunungapi disebabkan oleh aliran lahar, magma, debu panas, atau

kebakaran, dimana manusia tidak dapat bertahan ditempat kejadian dan harus

mengungsi puluhan kilometer. Calon korban gempa bumi tidak perlu mengungsi

asalkan bangunan dan lingkungan mereka tahan terhadap gempa bumi, karena itu

sangat perlu kita sadari bersama bahwa jatuhnya korban karena runtuhan bangunan

atau kejatuhan peralatan rumah tangga.

Resiko terhadap gempa bumi jelas ada, namun gejalanya tak sejelas bencana gunung

berapi, karena itu pengertian dan pengetahuan masyarakat lebih ditekankan agar tidak

membangun bencananya sendiri di tempat kediaman. Pegertian ini dapat ditingkatkan

dengan penerangan dan penjelasan tentang kenyataan hidup di lokasi aktif gempa.

Makin besar kesiagaan masarakat atas bencana yang mengancam, maka makin kecil

resiko yang dihadapi. Sarana yang paling efektif menurut penulis adalah pendidikan

formal melalui program monitoring di sekolah atau program monitoring di daerah

sekitar aktif gempa dimana pemerintah daerah langsung ikut terlibat didalamnya.

Penanggulangan

Bencana alam terfokus pada korban manusia beserta miliknya. Peristiwa alam yang

extreem (tsunami setinggi 20 m misalnya) tidak masuk dalam kategori bencana alam

apabila tidak menelan korban. Karena itu bencana alam bergantung pada dua faktor

yang harus ada; peristiwa alam dan penduduk.

(24)

penduduk jauh lebih banyak, sehingga bencana alam bisa lebih besar dibanding 100

tahun yang lalu di tempat yang sama. Jumlah korban akibat tsunami sangat

bergantung pada tinggi gelombang yang sampai di pantai. Disamping sejarah,

perkiraan tinggi gelombang bisa dihitung melalui model sumber gempa, bentuk pantai

dan bentuk permukaan dasar laut (batimetri). Sehingga pembangunan pelabuhan,

perumahan di sekitar pantai dapat mempertimbangkan efek tsunami yang

mengancam.

Selain tsunami, korban banyak juga terjadi karena runtuhan bangunan yang tak tahan

terhadap percepatan gelombang gempa yang tinggi. Maksimum percepatan

gelombang gempa terjadi pada saat gempa terbesar yang pernah terjadi di suatu

daerah. Ini menjadi catatan yang sangat penting bagi perancang bangunan agar bisa

merancang bangunan yang tahan terhadap percepatan maksimum tersebut. Namun

tidak banyak data percepatan maksimum yang pernah dicatat, sehingga dilakukan

secara empirik dimana magnitude atau intensitas gempa dikonversikan ke percepatan

dengan beberapa asumsi.

Peranan peneliti untuk mengetahui bencana gempa bumi sangat diperlukan agar calon

korban gempa bumi bisa dihindari dengan berbagai cara, namun yang paling penting

menurut kami adalah ‘melek’ gempa untuk kesadaran kita hidup di daerah aktif

gempa. Sangat analogi dengan sabuk pengaman di mobil, jika tidak dipakai tidak akan

berguna sampai suatu kecelakaan yang fatal.

Prediksi Gempa bumi

Prediksi gempa bumi meliputi parameter lokasi, waktu dan skala gempa bumi

tersebut. Ketiga paremeter tersebut harus ada, sehigga penanggulangan bencana bias

dilakukan dengan tepat dan proporsional. Sayangnya sampai saat ini prediksi gempa

yang tepat dan teliti belum bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah, karena

tanda-tandanya (precursor) tidak pasti. Gejala yang banyak diamati berdasarkan pada

sifat-sifat batuan yang mengalami stress akibat tekanan yang ditimbulkan dari pergerakan

lempeng tektonik. Gejala tersebut terlihat pada perubahan posisi satu titik relatif

terhadap titik lainnya yang diamati dengan menggunakan Global Positioning System

(GPS). Perubahan posisi tersebut bisa terlihat nyata setiap tahunnya, namun belum

bisa dipakai untuk prediksi gempa. Gejala lainnya adalah perubahan muka air tanah,

electro magnetis, seismisitas, kecepatan gelombang dsb. Semuanya tetap belum bisa

dipakai sebagai tanda yang jelas untuk predisksi gempa bumi.

Karena prediksi gempa bumi belum sempurna, maka lebih tepat digunakan forcasting

yang mencakup luasan daerah, kisaran waktu maupun kisaran skala sebagai

penanggulangan bencana ataupun analisa resiko gempa bumi. Berdasarkan sejarah

kekuatan sumber gempa, aktifitas gempa bumi di Indonesia bisa dibagi dalam 6

daerah aktifitas;

1. Daerah sangat aktif. Magnitude lebih dari 8 mungkin terjadi di daerah ini. Yaitu di

Halmahera, pantai utara Irian.

2. Daerah aktif. Magnitude 8 mungkin terjadi dan magnitude 7 sering terjadi. Yaitu di

lepas pantai barat Sumatra, pantai selatan Jawa, Nusa Tenggara, Banda.

3. Daerah lipatan dan retakan. Magnitude kurang dari 7 mungkin terjadi. Yaitu di

pantai barat Sumatra, kepulauan Suna, Sulawesi tengah.

Gambar

Tabel. Skala Mercalli tentang Kekuatan Gempa

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan alasan yuridis yang menarik Penulis melakukan penelitian ini karena terdapat keterlambatan sistem pembayaran upah dalam program PNPM Mandiri Perdesaan

[r]

Perintis aliran konvergensi adalah William Stern (1871- 1939), seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia

Dari data pengujian kekuatan sobek terlihat bahwa untuk penyamakan gambir dengan variasi minyak 12,5% dan bahan penyamak gambir 15%, 20%, dan 25 % mempunyai kekuatan sobek yang

Anggrek termasuk salah satu kelompok tumbuhan kosmopolitan yang hampir tersebar di seluruh bagian dunia. Akan tetapi tipe dan keberadaan suatu vegetasi ada kalanya dapat

Menurut Vincent Teo, Manajer Umum Pelayanan Teknis Insinerator Tuas Selatan, ketika bertemu dengan penulis di plant Insinerator Tuas Selatan tiga tahun yang lalu, dikatakan

Orang- orang merasa bimbang kenapa Nichiren, yang mengakui sebagai seorang pelaksana Saddharma Pundarika Sutra harus dihadapi oleh begitu banyak penganiayaan dan

Ruang lingkup mata pelajaran Fiqih di Madrasah Aliyah meliputi : kajian tentang prinsip-prinsip ibadah dan syari’at dalam Islam; Ruang lingkup mata pelajaran Fiqih di Madrasah