Peran Sekolah dalam Memerangi Human Trafficking
Oleh : NurohmatTerbongkarnya kasus perdagangan bayi beberapa waktu lalu di Jakarta menuai keprihatinan kita bersama. Entah untuk tujuan apa seseorang mau untuk membeli bayi orang lain tentunya menjadi sebuah tanda tanya besar. Apakah untuk tujuan sekedar dipelihara dan diadopsi atau tujuan eksploitasi tentunya suatu pertanyaan yang gelap untuk dicari jawabannya bila sang bayi sudah berpindah tangan ke sekian banyak orang.
Patut kita ketahui bahwa perdagangan manusia merupakan persoalan yang kerap hadir di sejumlah negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia. Dibandingkan dengan kejahatan lainnya perdagangan manusia dapat mewujud dalam bentuk kekerasan/eksploitasi seksual, atau eksploitasi tenaga kerja secara berulang -ulang dalam jangka waktu yang lama. Sehingga tepatlah kiranya jika Department of State, USA (2010), menyebutkan bahwa perdagangan manusia (human trafficking) merupakan bentuk lain dari praktek perbudakan di zaman modern.
Pemberantasan praktek perbudakan modern di berbagai negara berkembang mengalami kendala yang sangat berarti. Setidaknya terjadi ketimpangan yang sangat lebar antara praktek human trafficking di satu sisi dengan minimnya pemahaman masyarakat akan praktek perdagangan manusia di sisi yang lain. Dibandingkan dengan kejahatan narkoba atau kejahatan lainnya, human trafficking merupakan kejahatan serius yang tidak dimengerti dengan kadar yang tinggi di hampir setiap negara. Untuk itu, posisi sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki peran yang tidak bisa diabaikan dalam memerangi praktek perdagangan manusia.
DEFINISI HUMAN TRAFFICKING
Menurut Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang pasal 1 ayat 1, pengertian perdagangan manusia adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan orang dengan ancaman kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang, member bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang memegang kendali atas orang lai tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
menyembunyikan, menerima. Kedua, cara mengendalikan korban melalui ancaman, tindak kekerasan, penculikan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau pemberian/penerimaan keuntungan untuk memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali korban. Ketiga, elemen tujuan, yakni untuk eksploitasi, seperti eksploitasi seksual, kerja paksa, perbudakan, dan pengambilan organ tubuh.
Salah satu contoh yang sering dianggap perdagangan manusia tetapi tidak mewakili perdagangan manusia adalah praktek prostitusi. Menurut definisi diatas jika seseorang bekerja sebagai pelacur tetapi tidak menjadi pelacur atas dasar ancaman, paksaan, penipuan, dan seterusnya seperti yang disebutkan dalam definisi diatas maka praktek tersebut tidak dianggap sebagai bentuk perdagangan manusia, melainkan praktek asusila semata yang merupakan salah satu penyakit masyarakat. Sebaliknya jika seseorang dipaksa atau ditipu oleh orang lain untuk menjadi pelacur maka hal ini termasuk kasus perdagangan manusia.
PERAN SEKOLAH
Karena posisi sekolah sebagai agen perubahan sosial bagi masyarakat maka sekolah dapat mengambil peran dalam mencerahkan peserta didiknya untuk mencegah praktek-praktek kejahatan sosial. Dengan demikian sekolah memiliki peran strategis untuk mensosialisasikan dan mencegah praktek human trafficking di setiap negara, termasuk di Indonesia. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Michele A. Clark (2008) dalam salah satu laporan PBB “An Introduction to Human Trafficking: Vulnerability, Impact and Action” yang menyebutkan bahwa mencegah kejahatan serta menurunkan kadar kerentanan mewakili pendekatan yang benar dalam memerangi praktek kejahatan perdagangan manusia.
Sekolah dapat mengambil peran aktifnya melalui kerja sama dengan instansi pemerintah yang mengurusi perdagangan manusia atau LSM-LSM baik dalam negeri maupun luar negeri yang bergerak di bidang human trafficking untuk mensosialisasikan pencegahan human trafficking.
Dalam banyak kasus seperti apa yang sering kita saksikan di media massa, salah satu cara yang digunakan oleh perekrut supaya menggiur dan menipu seseorang agar mereka menjadi korban human trafficking adalah janji palsu untuk pekerjaan yang enak dengan gaji yang tinggi. Selain modus penipuan ada modus lainnya dimana seseorang dipaksa atau terpaksa terlibat dalam human trafficking karena terbebani himpitan ekonomi atau karena salah satu keluarganya terancam sehingga “rela” menjadi korban perdagangan manusia.
Untuk itulah sekolah sudah saatnya memberikan pencerahan kepada anak didik mengenai berbagai modus praktek human trafficking sehingga para peserta didik dapat mengenal dan meningkatkan kewaspadaan terhadap segala bentuk praktek human trafficking. Wallahu a’lam
Penulis : Guru SMAN 1 Pabedilan, Alumni Universitas Negeri Jakarta
Identitas Penulis:
Nama : Nurohmat, S,Pd
NIP : 198204042009021001